• Tidak ada hasil yang ditemukan

Representasi Maskulinitas dalam Film (Analisis Semiotika John Fiske Mengenai Maskulinitas dalam Film “Miracle In Cell No.7”)

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Representasi Maskulinitas dalam Film (Analisis Semiotika John Fiske Mengenai Maskulinitas dalam Film “Miracle In Cell No.7”)"

Copied!
52
0
0

Teks penuh

(1)

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA BAB II

URAIAN TEORITIS

2.1.Paradigma Konstruktivisme

Teori konstruktivisme adalah pendekatan secara teoritis untuk komunikasi

yang dikembangkan tahun1970-an oleh Jesse Deli dan rekan-rekan sejawatnya.

Teori konstruktivisme menyatakan bahwa individu melakukan interprestasi dan

bertindak menurut berbagai kategori konseptual yang ada dalam pikirannya.

Menurut teori ini, realitas tidak menunjukkan dirinya dalam bentuknya yang

kasar, tetapi harus disaring terlebih dahulu melalu bagaimana cara seseorang

melihat sesuatu (Morissan, 2009: 107).

Konstruktivisme menolak pandangan positivisme yang memisahkan subjek

dan objek komunikasi. Dalam pandangan konstruktivisme, bahasa tidak lagi

hanya dilihat sebagai alat untuk memahami realitas objektif belaka dan dipisahkan

dari subjek sebagai penyampai pesan. Konstruktivisme justru menganggap subjek

sebagai faktor sentral dalam kegiatan komunikasi serta hubungan-hubungan

sosialnya. Subjek memiliki kemampuan melakukan kontrol terhadap

maksud-maksud tertentu dalam setiap wacana.

Teori konstruktivisme menyatakan bahwa individu mengintrepretasikan dan

beraksi menurut kategori konseptual dari pikiran. Realitas tidak mengambarkan

diri individu namun harus disaring melalui cara pandang orang terhadap realitas

tersebut. Teori konstruktivisme dibangun berdasarkan teori yang ada sebelumnya,

yaitu konstruksi pribadi atau konstruksi personal (personal construct) oleh George Kelly. Ia menyatakan bahwa orang memahami pengalamannya dengan cara

mengelompokkan berbagai peristiwa menurut kesamaannya dan membedakan

berbagai hal melalui perbedaannya (Littlejohn, 2009: 180).

Paradigma konstrukivisme ialah paradigma dimana kebenaran suatu realitas

sosial dilihat sebagai konstruksi sosial, dan kebenaran suatu realitas sosial bersifat

relatif. Paradigma konstruktivisme ini berada dama perspektif interpretivisme

(penafsiran) yang terbagi dalam 3 jenis , yaitu interaksi simbolik, fenomenologis

(2)

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA terhadapa paradigm positivis. Menurut paradigma konstruktivisme realitas sosial

yang diamati oleh seseorang tidak dapat digeneralisasikan pada semua orang,

seperti yang biasa dilakukan oleh kaum positivis. Konsep mengenai

konstruksionis diperkenalkan oleh sosiolog interpretative. Peter L. Berger bersama Thomas Luckman. Dalam konsep kajian komunikasi, teori konstruksi

sosial bisa disebut berada diantara teori fakta sosial dan definisi sosial (Eriyanto,

2001: 13).

Paradigma konstruktivisme yang ditelusuri dari pemikiran Weber, menilai

perilaku manusia secara fundamental berbeda dengan perilaku alam, karena

manusia bertindak sebagai agen yang mengkonstruksi dalam realitas sosial

mereka, baik itu melalui pemberian makna maupun pemahaman perilaku menurut

Weber, menerangkan bahwa substansi bentuk kehidupan di masyarakat tidak

hanya dilihat dari penilaian objektif saja, melainkan dilihat dari tindakan perorang

yang timbul dari alasan-alasan subjektif. Weber juga melihat bahwa tiap individu

akan memberikan pengaruh dalam masyarakatnya.

Paradigma konstruktivis dipengaruhi oleh perspektif interaksi simbolis dan

perspektif struktural fungsional. Perspektif interaksi simbolis ini mengatakan

bahwa manusia secara aktif dan kreatif mengembangkan respons terhadap

stimulus dalam dunia kognitifnya. Dalam proses sosial, individu manusia

dipandang sebagai pencipta realitas sosial yang relatif bebas di dalam dunia

sosialnya. Realitas sosial itu memiliki makna manakala realitas sosial tersebut

dikonstruksikan dan dimaknakan secara subjektif oleh individu lain, sehingga

memantapkan realitas itu secara objektif (Weber, 2006: 56).

Paradigma Konstruktivis berbasis pada pemikiran umum tentang teoriteori

yang dihasilkan oleh peneliti dan teoritisi aliran konstruktivis. Littlejohn

mengatakan bahwa paradigma konstruktivis berlandaskan pada ide bahwa realitas

bukanlah bentukan yang objektif, tetapi dikonstruksi melalui proses interaksi

dalam kelompok, masyarakat, dan budaya (Wibowo, 2011: 28).

Paradigma dalam penelitian semiotika banyak mengacu pada paradigma

konstruktivis, meski sejumlah penelitian lainnya menggunakan paradigma kritis

namun paradigma konstruktivis lebih relevan jika digunakan untuk melihat

(3)

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA dijelaskan melalui empat dimensi seperti diutarakan oleh (Hidayat dalam

Wibowo, 2011: 27) sebagai berikut:

1. Ontologis: relativism, relaitas merupakan konstruksi sosial. Kebenaran suatu realitas bersifat relatif, berlaku sesuai konteks spesifik yang dinilai relevan oleh

pelaku sosial.

2. Epstemologis: transactionalist/subjectivist, pemahaman tentang suatu realitas atau temuan suatu penelitian merupakan produk interaksi antara peneliti dengan

yang diteliti.

3. Axiologis: Nilai, etika dan pilihan moral merupakan bagian tak terpisahkan dari

suatu penelitian. Peneliti sebagai passionate participant, fasilitator yang menjebatani keragaman subjektivitas pelaku sosial. Tujuan penelitian lebih

kepada rekonstruksi realitas sosial secara dialektis antara peneliti dengan pelaku

sosial yang diteliti.

4. Metodologis: menekankan empati dan interaksi dialektis antara peneliti dengan

responden untuk merekonstruksi realitas yang diteliti, melalui metode-metode

kualitatif seperti participant observasion. Kriteria kualitas penelitian authenticity dan revlectivty: sejauh mana temuan merupakan refleksi otentik dari realitas yang di hayati oleh para pelaku sosial.

2.2.Kerangka Teori

2.2.1.Komunikasi

Istilah komunikasi atau dalam bahasa inggris communication berasal dari kata Latin communicatio, dan bersumber dari kata communis yang berarti sama. Sama disini maksudnya adalah sama makna. Komunikasi minimal harus

mengandung kesamaan makna antara dua pihak yang terlibat. Dikatakan minimal

karena kegiatan komunikasi tidak hanya informatif, yakni agar orang lain

mengerti dan tahu, tetapi juga persuasif, yaitu agar orang lain bersedia menerima

suatu paham atau keyakinan, melakukan suatu perbuatan atau kegiatan, dan

(4)

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA Carl I.Hovland berpendapat bahwa ilmu komunikasi adalah upaya yang sistematis untuk merumuskan secara tegar asas-asas penyampaian informasi serta

pembentukan pendapat dan sikap (Effendy, 2005: 10). Komunikasi hanya bisa

terjadi apabila memiliki unsur-unsur komunikasi. Unsur-unsur komunikasi

tersebut adalah (Cangara, 2000: 21-28) :

a. Sumber

Semua peristiwa komunikasi akan melibatkan sumber sebagai pembuat

atau pengirim informasi. Sumber sering disebut pengirim, komunikator,

atau source, sender, atau encoder. b. Pesan

Pesan (message, content, atau information) yang dimaksud dalam proses komunikasi adalah sesuatu yang disampaikan pengirim kepada penerima.

Pesan dapat disampaikan melalui tatap muka atau melalui media

komunikasi.

c. Media

Media yang dimaksud disini adalah alat yang digunakan untuk

memindahkan pesan dari sumber kepada penerima. Dalam komunikasi

antarpribadi pancaindra dianggap sebagai media komunikasi. Selain

pancaindra manusia, telepon, surat, telegram juga digolongkan sebagai

media komunikasi antarpribadi. Dalam komunikasi massa media

komunikasi dapat dibedakan kedalam dua macam, yakni media cetak dan

media media elektronik. Media cetak bisa berupa surat kabar, majalah,

buku, leaflet, brosur, stiker, buletin, hand out, poster, spanduk, dan sebagainya. Sementara media elektronik dapat berupa radio, film, televisi,

video recording, komputer, dan sebagainya. d. Penerima

Penerima adalah pihak yang menjadi sasaran pesan yang dikirim oleh

sumber. Penerima bisa terdiri satu orang atau lebih, bisa dalam bentuk

kelompok, partai, atau negara. Penerima biasa disebut dalam berbagai

(5)

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA e. Pengaruh

Pengaruh atau efek adalah perbedaan antara apa yang dipikirkan,

dirasakan, dan dilakukan oleh penerima sebelum dan sesudah menerima

pesan. Pengaruh ini bisa terjadi pada pengetahuan, sikap, dan tingkah laku

seseorang.oleh karena itu, pengaruh bisa juga diartikan perubahan atau

penguatan keyakinan pada pengetahuan, sikap, dan tindakan seseorang

sebagai akibat penerima pesan.

f. Tanggapan balik

Ada yang beranggapan bahwa umpan balik sebenarnya adalah salah satu

bentuk daripada pengaruh yang berasal dari penerima. Akan tetapi

sebenarnya umpan balik bisa juga berasal dari unsur lain seperti pesan dan

media, meski pesan belum sampai pada penerima.

g. Lingkungan

Lingkungan atau sesuatu ialah faktor-faktor tertentu yang dapat

memengaruhi jalannya komunikasi. Faktor ini dapat digolongkan atas

empat macam, yakni lingkungan fisik, lingkungan sosial budaya,

lingkungan psikologis, dan dimensi waktu.

2.2.1.2.Fungsi Komunikasi

William I. Gorden (Mulyana, 2005: 5-35) mengkategorikan fungsi

komunikasi menjadi empat, yaitu:

1. Sebagai komunikasi sosial

Fungsi komunikasi sebagai komunikasi sosial setidaknya mengisyaratkan

bahwa komunikasi itu penting untuk membangun konsep diri kita,

aktualisasi diri, untuk kelangsungan hidup, untuk memperoleh

kebahagiaan, terhindar dari tekanan dan ketegangan, antara lain lewat

komunikasi yang bersifat menghibur, dan memupuk hubungan hubungan

orang lain. Melalui komunikasi kita bekerja sama dengan anggota

masyarakat (keluarga, kelompok belajar, perguruan tinggi, RT, desa, dan

(6)

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA a. Pembentukan konsep diri. Konsep diri adalah pandangan kita

mengenai diri kita, dan itu hanya bisa kita peroleh lewat informasi

yang diberikan orang lain kepada kita. Melalui komunikasi dengan

orang lain kita belajar bukan saja mengenai siapa kita, namun juga

bagaimana kita merasakan siapa kita. Anda mencintai diri anda bila

anda telah dicintai; anda berpikir anda cerdas bila orang-orang sekitar

anda menganggap anda cerdas; anda merasa tampan atau cantik bila

orang-orang sekitar anda juga mengatakan demikian. George Herbert

Mead mengistilahkan significant others (orang lain yang sangat penting) untuk orang-orang disekitar kita yang mempunyai peranan

penting dalam membentuk konsep diri kita. Ketika kita masih kecil,

mereka adalah orang tua kita, saudara-saudara kita, dan orang yang

tinggal satu rumah dengan kita. Richard Dewey dan W.J. Humber

(1966) menamai affective others, untuk orang lain yang dengan

mereka kita mempunyai ikatan emosional. Dari merekalah, secara

perlahanlahan kita membentuk konsep diri kita. Selain itu, terdapat apa

yang disebut dengan reference group (kelompok rujukan) yaitu

kelompok yang secara emosional mengikat kita, dan berpengaruh

terhadap pembentukan konsep diri kita. Dengan melihat ini, orang

mengarahkan perilakunya dan menyesuaikan dirinya dengan ciri-ciri

kelompoknya. Kalau anda memilih kelompok rujukan anda Ikatan

Dokter Indonesia, anda menjadikan norma-norma dalam Ikatan ini

sebagai ukuran perilaku anda. Anda juga merasa diri sebagai bagian

dari kelompok ini, lengkap dengan sifat-sifat doktrin menurut persepsi

anda.

b. Pernyataan eksistensi diri. Orang berkomunikasi untuk menunjukkan

dirinya eksis. Inilah yang disebut aktualisasi diri atau lebih tepat lagi

pernyataan eksistensi diri. Fungsi komunikasi sebagai eksistensi diri

terlihat jelas misalnya pada penanya dalam sebuah seminar. Meskipun

mereka sudah diperingatkan moderator untuk berbicara singkat dan

(7)

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA berbicara panjang lebar mengkuliahi hadirin, dengan

argumen-argumen yang terkadang tidak relevan.

c. Untuk kelangsungan hidup, memupuk hubungan, dan memperoleh

kebahagiaan. Sejak lahir, kita tidak dapat hidup sendiri untuk

mempertahankan hidup. Kita perlu dan harus berkomunikasi dengan

orang lain, untuk memenuhi kebutuhan biologis kita seperti makan dan

minum, dan memenuhi kebutuhan psikologis kita seperti sukses dan

kebahagiaan. Para psikolog berpendapat, kebutuhan utama kita sebagai

manusia, dan untuk menjadi manusia yang sehat secara rohaniah,

adalah kebutuhan akan hubungan sosial yang ramah, yang hanya bisa

terpenuhi dengan membina hubungan yang baik dengan orang lain.

Abraham Moslow menyebutkan bahwa manusia punya lima kebutuhan

dasar: kebutuhan fisiologis, keamanan, kebutuhan sosial, penghargaan

diri, dan aktualisasi diri. Kebutuhan yang lebih dasar harus dipenuhi

terlebih dahulu sebelum kebuthan yang lebih tinggi diupayakan. Kita

mungkin sudah mampu kebuthan fisiologis dan keamanan untuk

bertahan hidup. Kini kita ingin memenuhi kebutuhan sosial,

penghargaan diri, dan aktualisasi diri. Kebutuhan ketiga dan keempat

khususnya meliputi keinginan untuk memperoleh rasa lewat rasa

memiliki dan dimiliki, pergaulan, rasa diterima, memberi dan

menerima persahabatan. Komunikasi akan sangat dibutuhkan untuk

memperoleh dan memberi informasi yang dibutuhkan, untuk

membujuk atau mempengaruhi orang lain, mempertimbangkan solusi

alternatif atas masalah kemudian mengambil keputusan, dan

tujuantujuan sosial serta hiburan.

2. Sebagai komunikasi ekspresif

Komunikasi berfungsi untuk menyampaikan perasaan-perasaan (emosi)

kita. Perasaan-perasaan tersebut terutama dikomunikasikan melalui

pesan-pesan nonverbal. Perasaan sayang, peduli, rindu, simpati, gembira, sedih,

takut, prihatin, marah dan benci dapat disampaikan lewat kata-kata, namun

bisa disampaikan secara lebih ekpresif lewat perilaku nonverbal. Seorang

(8)

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA Orang dapat menyalurkan kemarahannya dengan mengumpat,

mengepalkan tangan seraya melototkan matanya, mahasiswa memprotes

kebijakan penguasa negara atau penguasa kampus dengan melakukan

demontrasi.

3. Sebagai komunikasi ritual

Suatu komunitas sering melakukan upacara-upacara berlainan sepanjang

tahun dan sepanjang hidup, yang disebut para antropolog sebagai rites of passage, mulai dari upacara kelahiran, sunatan, ulang tahun, pertunangan, siraman, pernikahan, dan lain-lain. Dalam acara-acara itu orang

mengucapkan kata-kata atau perilaku-perilaku tertentu yang bersifat

simbolik. Ritus-ritus lain seperti berdoa (salat, sembahyang, misa),

membaca kitab suci, naik haji, upacara bendera (termasuk menyanyikan

lagu kebangsaan), upacara wisuda, perayaan lebaran (Idul Fitri) atau Natal,

juga adalah komunikasi ritual. Mereka yang berpartisipasi dalam bentuk

komunikasi ritual tersebut menegaskan kembali komitmen mereka kepada

tradisi keluarga, suku, bangsa, negara, ideologi, atau agama mereka.

4. Sebagai komunikasi instrumental

Komunikasi instrumental mempunyai beberapa tujuan umum, yaitu:

menginformasikan, mengajar, mendorong, mengubah sikap,

menggerakkan tindakan, dan juga menghibur. Sebagai instrumen,

komunikasi tidak saja kita gunakan untuk menciptakan dan membangun

hubungan, namun juga untuk menghancurkan hubungan tersebut. Studi

komunikasi membuat kita peka terhadap berbagai strategi yang dapat kita

gunakan dalam komunikasi kita untuk bekerja lebih baik dengan orang

lain demi keuntungan bersama. Komunikasi berfungsi sebagi instrumen

untuk mencapai tujuan-tujuan pribadi dan pekerjaan, baik tujuan jangka

pendek ataupun tujuan jangka panjang. Tujuan jangka pendek misalnya

untuk memperoleh pujian, menumbuhkan kesan yang baik, memperoleh

simpati, empati, keuntungan material, ekonomi, dan politik, yang antara

lain dapat diraih dengan pengelolaan kesan (impression management),

yakni taktik-taktik verbal dan nonverbal, seperti berbicara sopan,

(9)

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA dasarnya untuk menunjukkan kepada orang lain siapa diri kita seperti yang

kita inginkan.

Sementara itu, tujuan jangka panjang dapat diraih lewat keahlian

komunikasi, misalnya keahlian berpidato, berunding, berbahasa asing ataupun

keahlian menulis. Kedua tujuan itu (jangka pendek dan panjang) tentu saja saling

berkaitan dalam arti bahwa pengelolaan kesan itu secara kumulatif dapat

digunakan untuk mencapai tujuan jangka panjang berupa keberhasilan dalam

karier, misalnya untuk memperoleh jabatan, kekuasaan, penghormatan sosial, dan

kekayaan.

Berkenaan dengan fungsi komunikasi ini (Effendy, 2005: 8) berpendapat

fungsi komunikasi adalah:

1. menyampaikan informasi,

2. mendidik,

3. menghibur, dan

4. mempengaruhi.

2.2.2. Komunikasi Massa

Komunikasi massa menurut Tan dan Wright (Ardianto & Erdinaya, 2004:

3) merupakan bentuk komunikasi yang menggunakan saluran (media) dalam

menghubungkan komunikator dan komunikan secara massal, berjumlah banyak,

bertempat tinggal yang jauh (terpencar), sangat heterogen, dan menimbulkan efek

tertentu. Komunikasi massa merupakan suatu tipe komunikasi manusia yang lahir

seiring dengan penggunaan alat-alat mekanik yang mampu melipat gandakan

pesan-pesan komunikasi. Dalam catatan sejarah publistik, komunikasi massa

dimulai satu setengah abad abad setelah mesin cetak ditemukan oleh Johan

Gutenberg (Wiryanto, 2004: 1).

Komunikasi massa diadopsi dari istilah bahasa Inggris, mass comunication, sebagai kependekan dari mass media communication (komunikasi media massa). Artinya, komunikasi yang menggunakan media massa atau komunikasi yang mass

(10)

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA Secara teori, pada satu sisi, konsep komunikasi massa mengandung pengertian

sebagai suatu proses dimana institusi media massa memproduksi dan

menyebarkan pesan kepada publik secara luas, namun pada sisi lain, komunikasi

massa merupakan proses dimana pesan tersebut dicari, digunakan, dan

dikonsumsi oleh audience.

Fokus kajian dalam komuikasi massa adalah media massa. Media massa

adalah institusi yang menebarkan informasi berupa pesan, berita, atau peristiwa

(Bungin, 2006: 258). Media massa adalah alat yang digunakan dalam

menyampaikan pesan dari sumber kepada khalayak (penerima) dengan

menggunakan alat-alat komunikasi mekanis seperti surat kabar, majalah, film,

radio, dan televisi. Karakteristik media massa ialah :

(1) bersifat melembaga, artinya pihak yang mengelola media terdiri dari banyak

orang, yakni mulai dari pengumpulan, pengelolaan sampai pada penyajian

informasi;

(2) bersifat satu arah, artinya komunikasi yang dilakukan kurang memungkinkan

terjadinya dialog antara pengirim dan penerima;

(3) meluas serempak, artinya dapat mengatasi rintangan waktu dan jarak, karena

ia memiliki kecepatan. Bergerak secara luas dan simultan, dimana informasi yang

disampaikan diterima oleh banyak orang pada saat yang sama;

(4) memakai peralatan tekhnis atau mekanis seperti majalah, televisi, dan surat

kabar;

(5) bersifat terbuka, artinya pesannya dapat diterima oleh siapa saja dan dimana

saja tanpa mengenal usia, jenis kelamin, dan suku bangsa (Cangara, 2000: 134).

Josep A. Devito mendefenisikan ada dua pengertian tentang komunikasi

massa yaitu, pertama komunikasi massa adalah komunikasi yang ditujukan

kepada massa, kepada khalayak yang luar biasa banyaknya. Ini tidak berarti

bahwa khalayak meliputi seluruh penduduk atau semua ornag yang membaca atau

semua ornag yang menonton televisi, agaknya ini tidak berati pula bahwa

khalayak itu besar dan pada umumnya agak sukar mendefenisikan. Kedua,

komunikasi massa adalah komunikasi yang disalurkan oleh pemancar-pemancar

(11)

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA bila didefenisikan menurut bentuknya (televisi, radio, surat kabar, majalah,film

dan sebagainya) (Nurudin, 2004: 12).

2.2.2.1. Karakteristik Komunikasi Massa

Pengertian komunikasi massa melalui definisi komunikasi yang

dikemukakan oleh beberapa ahli sebelumnya telah dipaparkan. Definisi-definisi

komunikasi massa secara prinsip mengandung suatu makna yang sama, bahkan

antara satu definisi dengan definisi lainnya dapat dianggap saling melengkapi.

Melalui definisi itulah dapat diketahui karakteristik komunikasi massa.

Karakteristik komunikasi massa adalah sebagai berikut :

a. Komunikator terlembagakan

Komunikator dalam komunikasi massa adalah gabungan antar

berbagai macam unsur dan bekerja satu sama lain dalam sebuah lembaga.

Lembaga yang dimaksudkan di sini yaitu sistem. Sistem adalah

sekumpulan orang, pedoman dan media yang melakukan suatu kegiatan

mengolah,menyimpan,menuangkan ide, gagasan, simbol, lambang

menjadi pesan dalam membuat keputusan untuk mencapai satu

kesepakatan dan saling pengertian satu sama lain dengan mengolah pesan

itu menjadi sumber informasi. Dalam sistem sebagai sebuah lembaga

dalam komunikasi massa, ada keterkaitan antara unsur dalam lembaga.

Tidak bekerjanya satu unsur akan menyebabkan tidak bekerjanya unrsur

yang lain.

Menurut Alexis S Tan (Nurudin, 2004: 18) , komunikator dalam

komunikasi massa adalah organisasi sosial yang mampu memproduksi

pesan dan mengirimkannya secara serempak , ke seluruh khalayak yang

banyak dan terpisah. Komunikator dalam komunikasi massa biasanya

adalah media massa. Media massa ini disebut organisasi sosial karena

merupakan kumpulan beberapa individu yang bertanggung jawab dalam

proses komunikasi massa tersebut.

Komunikator dalam media massa itu lembaga disebabkan elemen

(12)

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA muncul karena gabungan kerjasama dengan beberapa orang. Dengan

demikian, komunikator dalam media massa memiliki ciri sebagai berikut ;

1. Kumpulan individu-individu

2. Dalam berkomunikasi individu-individu terbatasi perannya dengan

sistem dalam media massa

3. Pesan yang disebarkan atas nama media yang bersangkutan dan bukan

atas nama pribadi unsur-unsur yang terlibat

4. Apa yang dikemukakan oleh komunikator biasanya untuk mencapai

keuntungan atau mendapatkan laba secara ekonomis.

b. Pesan bersifat umum

Komunikasi massa bersifat terbuka artinya komunikasi massa ditujukan

untuk semua orang. Pesan komunikasi massa dapat berupa fakta,peristiwa

atau opini. Pesan komunikasi yang dikemas dalam bentuk apa pun

sekaligus menarik, bagi sebagian besar komunikan. Dengan demikian,

kriteria pesan yang penting dan menarik itu mempunyai ukuran tersendiri,

yakni bagi sebagian besar komunikan.

c. Komunikannya anonim dan heterogen

Dalam komunikasi massa, komunikan tidak mengenal komunikan

(anonim) , karena komunikasinya menggunakan media dan tidak tatap

muka. Di samping anonim, komunikan komunikasi massa adalah

heterogen, karena terdiri dari berbagai lapisan masyarakat yang berbeda,

yang dapat dikelompokkan berdasarkan faktor : usia, jenis kelamin,

pendidikan, pekerjaan, latar belakang budaya, agama, dan tingkat

ekonomi.

d. Media massa menimbukan keserempakan

Kelebihan komunikasi massa dibandingkan dengan komunikasi lainnya,

adalah jumlah sasaran khalayak atau komunikan yang dicapainya relatif

banyak dan tidak terbatas. Komunikan yang banyak tersebut secara

serempak pada waktu yang bersamaan memperoleh pesan yang sama pula.

Keserempakan media massa tersebut ialah keserempakan kontak dengan

sejumlah besar penduduk dalam jarak yang jauh dari komunikator, dan

(13)

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA e. Komunikasi mengutamakan isi ketimbang hubungan

Dalam komunikasi massa, pesan harus disusun sedemikian rupa

berdasarkan sistem tertentu dan disesuaikan dengan karakteristik media

massa yang digunakan.

f. Komunikasi massa bersifat satu arah

Komunikasi massa adalah komunikasi menggunakan media massa. Karena

melalui media massa maka komunikator dan komunikannya tidak dapat

melakukan kontak langsung. Komunikator aktif menyampaikan pesan,

komunikan pun aktif menerima pesan, namun diantara keduanya tidak

dapat melakukan dialog. Dengan demikian, komunikasi massa bersifat

searah.

g. Simulasi Alat indra “terbatas”

Dalam komunikasi massa, simulasi alat indra berganyung pada jenis media

massa. Pada surat kabar dan majalah, pembaca hanya melihat. Pada radio

siaran dan rekaman auditif, khalayak hanya mendengar, sedangkan pada

media televisi dan film, kita menggunakan indera penglihatan dan

pendengaran.

h. Umpan balik tertunda

Komponen umpan balik atau yang lebih populer dengan sebutan feedback merupakan faktor penting dalam bentuk komunikasi apapun. Efektivitas

komunikasi seringkali dapat dilihat dari feedback yang disampaikan oleh komunikan. Dalam komunikasi massa, umpan balik yang diterima media

massa ataupun komunikan bersifat tertunda dikarenakan komunikasi yang

dilakukan tidak secara langsung.

2.2.2.2. Fungsi Komunikasi Massa

Fungsi komunikasi massa bagi masyarakat menurut Dominick (Ardianto &

(14)

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA Surveillance (pengawasan)

Fungsi pengawasan komunikasi massa dibagi dalam bentuk utama:

(1)warning or beware surveillance (pengawasan peringatan); (2) instrumental surveillance (pengawasan instrumental).

Fungsi pengawasan terjadi ketika media massa menyampaikan

informasi atau pesan akan ancaman yang akan terjadi dan menimpa

khalayaknya. Sementara fungsi pengawasan instrumental terjadi ketika

media massa menyampaikan pesan atau informasi yang berguna pada

khalayak dalam kehidupan sehari-hari.

Interpretation (penafsiran)

Fungsi penafsiran hampir sama dengan fungsi pengawasan, namun pada

fungsi ini media massa tidak hanya menyampaikan pesan atau

informasi saja, tetapi juga memberikan penafsiran kepada pesan atau

informasi yang disampaikan pada khalayak tersebut. Pesan atau

informasi yang disampaikan diorganisir oleh media massa sebagai

komunikator.

Linkage (pertalian)

Media massa juga dapat berfungsi sebagai sarana untuk mempersatukan

khalayak. Mengingat komunikasi pada media massa sangat heterogen

dan anonim, maka media massa dapat menyampaikan pesan atau

informasi yang berdasarkan pada kepentingan dan minat yang sama

terhadap sesuatu agar komunikan yang heterogen dan anonim tersebut

merasa memiliki kepentingan dan minat yang sama pula.  Transmission of value (penyebaran nilai)

Fungsi penyebaran nilai dikenal juga dengan istilah sosialisasi. Media

massa disini berfungsi sebagai sarana untuk menanamkan nilai-nilai

pada khalayak. Media massa berperan sebagai sarana yang membentuk

dan mengatur kehidupan sosial masyarakat.

Entertainment (hiburan)

Fungsi hiburan merupakan fungsi yang paling banyak dicari oleh

(15)

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA jika pada saat ini hampir setiap media massa berlomba dalam

memberikan hiburan pada khalayaknya.

Fungsi dari media massa sebagai fungsi menghibur tiada lain tujuannya

adalah untuk mengurangi ketegangan pikiran khalayak, karena dengan

membaca berita-berita ringan atau melihat tanyangan hiburan di televisi

dapat membuat pikiran khalayak segar kembali.

Sedangkan menurut Karlinah (Ardianto & Erdinaya, 2004: 23),

mengemukakan fungsi komunikasi massa secara khusus adalah :

 Fungsi Meyakinkan (to persuade)

Fungsi persuasi dalam media massa dapat datang dalam bentuk

mengukuhkan atau memperkuat sikap, kepercayaan atau nilai

seseorang; mengubah sikap, kepercayaan atau nilai seseorang;

menggerakkan seseorang untuk melakukan sesuatu; dan

memperkenalkan etika atau menawarkan sistem nilai tertentu.  Fungsi Menganugrahkan Status

Penganugrahan status (status conferal) terjadi apabila berita yang disebarluaskan melaporkan kegiatan individu-individu tertentu sehingga

prestise (gengsi) mereka meningkat. Dengan memfokuskan kekuatan media massa pada orang-orang tertentu, masyarakat menganugrahkan

kepada orang-orang tersebut suatu status publik yang tinggi.

 Fungsi Membius (Narcotization)

Fungsi ini merupakan interprestasi dari teori Peluru dimana dikatakan

bahwa khalayak adalah pihak yang pasif dan menyetujui saja terhadap

segala sesuatu yang disampaikan melalui media massa. Dengan

demikian pada saat menerima pesan atau informasi, khalayat terbius

dalam keadaan seolah-olah berada dalam pengaruh narkotika.  Fungsi Menciptakan Rasa Kebersatuan

Media massa memiliki fungsi membuat khalayaknya merasa menjadi

suatu anggota suatu kelompok yang luas. Misalnya orang yang sedang

sendiri di rumah mendengarkan siaran radio. Ketika sedang

(16)

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA acara tersebut dan tidak merasa sendirian lagi, walaupun pada

kenyataanya seseorang itu sendirian.  Fungsi Privatisasi

Privatisasi adalah kecenderungan bagi seseorang untuk menarik diri

dari kelompok sosial dan mengucilkan diri kedalam dunianya sendiri.

Beberapa ahli berpendapat bahwa berlimpahnya informasi yang

dijejalkan kepada kita telah membuat kita merasa kekurangan. Laporan

yang gencar tentang perang, inflasi, kejahatan dan pengangguran

membuat sebagian orang merasa begitu putus asa sehingga mereka

menarik diri ke dalam dunia mereka sendiri.

2.2.3. Film

Undang-Undang Nomor 33 Tahun 2009 tentang Perfilman pada Bab 1

Pasal 1 menyebutkan, yang dimaksud dengan film adalah karya seni budaya yang

merupakan pranata sosial dan media komunikasi massa yang dibuat berdasarkan

kaidah sinematografi dengan atau tanpa suara dan dapat dipertunjukkan.

Gambar bergerak (film) adalah bentuk dominan dari komunikasi massa

visual di belahan dunia ini. Film lebih dahulu menjadi media hiburan dibanding

radio siaran dan televisi. Industri film adalah industri bisnis. Predikat ini telah

menggeser anggapan orang yang masih meyakini bahwa film adalah karya seni,

yang diproduksi secara kreatif dan memenuhi imajinasi orang-orang yang

bertujuan memperoleh estetika yang sempurna. Meski pun pada kenyataannya

adalah bentuk karya seni, industri film adalah bisnis yang memberikan

keuntungan, kadang-kadang menjadi mesin uang yang seringkali, demi uang,

keluar dari kaidah artistik film itu sendiri.

Hubungan antara film dan masyarakat memiliki sejarah yang panjang dalam

kajian para ahli komunikasi. Oey Hong Lee (Sobur, 2004: 126) menyebutkan

bahwa film sebagai alat komunikasi massa yang kedua muncul di dunia,

mempunyai masa pertumbuhannya pada akhir abad ke-19. Dari permulaan

sejarahnya, film dengan lebih mudah dapat menjadi alat komunikasi yang sejati,

(17)

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA demografi yang merintangi kemajuan surat kabar pada masa pertumbuhannya

dalam abad ke-18 dan permulaan abad ke-19.

Film selalu mempengaruhi dan membentuk masyarakat berdasarkan

muatan pesan dibaliknya, tanpa pernah berlaku sebaliknya. Film merupakan

bidang kajian yang relevan bagi analisis semiotika. Film dibangun dengan tanda

semata-mata. Tanda-tanda itu termasuk berbagai sistem tanda yang bekerja sama

dengan baik untuk mencapai efek yang diharapkan. Tujuan khalayak menonton

film adalah ingin memperoleh hiburan. Akan tetapi dalam film dapat terkadang

fungsi informatif maupun edukatif, bahkan persuasif.

2.2.3.1. Sejarah Film

Film pertama kali dipertontonkan untuk khalayak umum dengan membayar

berlangsung di Grand Cafe Boulevard de Capucines, Paris, Perancis pada 28

Desember 1895. Peristiwa ini sekaligus menandai lahirnya film dan bioskop di

dunia. Karena lahir secara bersamaan inilah, maka saat awal-awal ini berbicara

film artinya juga harus membicarakan bioskop. Meskipun usaha untuk membuat “citra bergerak” atau film ini sendiri sudah dimulai jauh sebelum tahun 1895, bahkan sejak tahun 130 masehi, namun dunia internasional mengakui bahwa

peristiwa di Grand Cafe inilah yang menandai lahirnya film pertama di dunia.

Pelopornya adalah dua bersaudara Lumiere Louis (1864-1948) dan

Auguste (1862-1954). Thomas A. Edison juga menyelenggarakan bioskop di New

York pada 23 April 1896. Dan meskipun Max dan Emil Skladanowsky muncul

lebih dulu di Berlin pada 1 November 1895, namun pertunjukan Lumiere

bersaudara inilah yang diakui kalangan internasional. Kemudian film dan bioskop

ini terselenggara pula di Inggris (Februari 1896), Uni Sovyet (Mei 1896), Jepang

(1896-1897), Korea (1903) dan di Italia (1905).

Perubahan dalam industri perfilman, jelas nampak pada teknologi yang

digunakan. Jika pada awalnya, film berupa gambar hitam putih, bisu dan sangat

cepat, kemudian berkembang hingga sesuai dengan sistem pengelihatan mata kita,

berwarna dan dengan segala macam efek-efek yang membuat film lebih dramatis

(18)

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA Film kita tidak hanya dapat dinikmati di televisi, bioskop, namun juga dengan kehadiran VCD dan DVD, film dapat dinikmati pula di rumah dengan

kualitas gambar yang baik, tata suara yang ditata rapi, yang diistilahkan dengan

home theater. Dengan perkembangan internet, film juga dapat disaksikan lewat

jaringan superhighway ini.

Isu yang cukup menarik dibicarakan mengenai industri film adalah persaingannya dengan televisi. Untuk menyaingi televisi, film diproduksi dengan

layar lebih lebar, waktu putar lebih lama dan biaya yang lebih besar untuk

menghasilkan kualitas yang lebih baik. Menurut Jack Valenti, kekuatan unik yang

dimiliki film, adalah:

(1) Sebagai hasil produki sekelompok orang, yang berpengaruh terhadap hasil

film;

(2) Film mempunyai aliran-aliran yang menggambarkan segmentasi dari

audiensnya. Seperti: drama, komedi, horor, fiksi ilmiah, action dan

sebagainya. Bagi Amerika Serikat, meski film-film yang diproduksi berlatar

belakang budaya sana, namun film-film tersebut merupakan ladang ekspor

yang memberikan keuntungan cukup besar.

Hal lainnya adalah soal konglomerasi dalam industri ini, dimana

konglomerat besar industri film dunia mempunyai kontrol terhadap

pendistribusian film ke bioskop, video, stasiun Televisi kabel dan stasiun televisi

sampai luar negeri. Hal tersebut berimplikasi yang membuat pemain baru tidak

bisa masuk.

Hampir sama dengan industri musik dan rekaman, pelanggaran hak atas

kekayaan intelektual juga menghantui industri perfilman. Meski dalam setiap film

produksi AS terhadap peringatan dari FBI, namun pembajakan film tetap saja

tidak bisa diremehkan begitu saja.

2.2.3.2. Sejarah Film di Indonesia

Film-film Indonesia selama dua dekade ini (1980-an dan 1990-an) terpuruk

sangat dalam. Insan film Indonesia seperti tak bisa berkutik menghadapi arus film

(19)

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA persoalan dana, SDM, hingga kebijakan pemerintah. Persoalan ini dari tahun ke

tahun semakin melebarkan jarak antara film, bioskop dan penonton, tiga

komponen yang seharusnya memiliki pemahaman yang sama terhadap sebuah

industri film.

Di awal millenium baru ini tampaknya mulai ada gairah baru dalam industri

film Indonesia. Karya-karya sineas seperti Garin Nugroho, Riri Reza, Rizal

Mantovani, Jose Purnomo dan beberapa sineas lainnya seperti memberikan

semangat baru pada industri film Indonesia. Kenyataan ini cukup memberi

harapan, karena selain terjadi disaat bersamaan dengan bangkitnya film-film dari

dunia ketiga, tak terasa bahwa industri perfilman sesungguhnya sudah seratus

tahun dikenal di Indonesia.

Di Indonesia, film pertamakali diperkenalkan pada 5 Desember 1900 di Batavia (Jakarta). Pada masa itu film disebut “Gambar Idoep”. Pertunjukkan film pertama digelar di Tanah Abang. Film adalah sebuah film dokumenter yang

menggambarkan perjalanan Ratu dan Raja Belanda di Den Haag. Pertunjukan

pertama ini kurang sukses karena harga karcisnya dianggap terlalu mahal.

Sehingga pada 1 Januari 1901, harga karcis dikurangi hingga 75% untuk

merangsang minat penonton.

Film cerita pertama kali dikenal di Indonesia pada tahun 1905 yang diimpor

dari Amerika. Film-film impor ini berubah judul ke dalam bahasa Melayu. Film

cerita impor ini cukup laku di Indonesia. Jumlah penonton dan bioskop pun

meningkat. Daya tarik tontonan baru ini ternyata mengagumkan. Film lokal

pertama kali diproduksi pada tahun 1926. Sebuah film cerita yang masih bisu.

Agak terlambat memang. Karena pada tahun tersebut, di belahan dunia yang lain,

film-film bersuara sudah mulai diproduksi.

Film cerita lokal pertama yang berjudul Loetoeng Kasaroeng ini diproduksi

oleh NV Java Film Company. Film lokal berikutnya adalah Eulis Atjih yang

diproduksi oleh perusahaan yang sama. Setelah film kedua ini diproduksi,

kemudian muncul perusahaan-perusahaan film lainnya seperti Halimun Film

Bandung yang membuat Lily van Java dan Central Java Film Coy (Semarang)

(20)

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA Industri film lokal sendiri baru bisa membuat film bersuara pada tahun

1931. Film ini diproduksi oleh Tans Film Company bekerjasama dengan Kruegers

Film Bedrif di Bandung dengan judul Atma de Vischer. Selama kurun waktu itu

(1926-1931) sebanyak 21 judul film (bisu dan bersuara) diproduksi. Jumlah

bioskop meningkat dengan pesat. Filmrueve (majalah film pada masa itu) pada

tahun 1936 mencatat adanya 227 bioskop.

Untuk lebih mempopulerkan film Indonesia, Djamaludin Malik mendorong

adanya Festival Film Indonesia (FFI) I pada tanggal 30 Maret-5 April 1955,

setelah sebelumnya pada 30 Agustus 1954 terbentuk PPFI (Persatuan Perusahaan

Film Indonesia). Film Jam Malam karya Usmar Ismail tampil sebagai film terbaik

dalam festival ini. Film ini sekaligus terpilih mewakili Indonesia dalam Festival

Film Asia II di Singapura. Film ini dianggap karya terbaik Usmar Ismail. Sebuah

film yang menyampaikan kritik sosial yang sangat tajam mengenai para bekas

pejuang setelah kemerdekaan.

Di tahun „80-an, produksi film lokal meningkat. Dari 604 di tahun „70-an

menjadi 721 judul film. Jumlah aktor dan aktris pun meningkat pesat. Begitu pula

penonton yang mendatangi bioskop. Tema-tema komedi, seks, seks horor dan

musik mendominasi produksi film di tahun-tahun tsb. Sejumlah film dan bintang

film mencatat sukses besar dalam meraih penonton. Warkop dan H. Rhoma Irama

adalah dua nama yang selalu ditunggu oleh penonton. Film Catatan Si Boy dan

Lupus bahkan dibuat beberapa kali karena sukses meraih untung dari jumlah

penonton yang mencapai rekor tersendiri. Tapi yang paling monumental dalam

hal jumlah penonton adalah film Pengkhianatan G-30S/PKI yang penontonnya

(meskipun ada campur tangan pemerintah Orde Baru) sebanyak 699.282, masih

sangat sulit untuk di tandingi oleh film-film lokal lainnya.

Kalau di awal munculnya bioskop, satu bioskop memiliki beberapa kelas

penonton, tahun „80-an ini bioskopnya yang menjadi berkelas-kelas. Cinemascope

kemudian lebih dikenal sebagai bioskop 21. Dengan kehadiran bisokop 21,

film-film lokal mulai tergeser peredarannya di bioskop kecil dan

bioskop-bioskop pinggiran. Apalagi dengan tema film yang cenderung monoton dan

cenderung dibuat hanya untuk mengejar keuntungan saja, tanpa

(21)

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA Hal lain yang juga tak bisa dipungkiri turut berperan dalam terpuruknya

film nasional ini adalah impor dan distribusi film yang diserahkan kepada pihak

swasta. Bioskop 21 bahkan hanya memutar film-film produksi Hollywood saja,

tidak mau memutar film-film lokal. Akibatnya, di akhir tahun „80-an, kondisi film

nasional semakin parah dengan hadirnya stasiun-stasiun televisi swasta yang

menghadirkan film-film impor dan sinema elektronik serta telenovela.

Meski dalam kondisi “sekarat”, beberapa karya seperti Cinta dalam

Sepotong Roti, Daun di atas Bantal karya Garin Nugroho mampu memenangkan

berbagai penghargaan di festival film internasional. Pertengahan „90-an, film-film

nasional yang tengah menghadapi krisis ekonomi harus bersaing keras dengan

maraknya sinetron di televisi-televisi swasta. Praktis semua aktor dan aktris

panggung dan layar lebar beralih ke layar kaca. Apalagi dengan kehadiran Laser

Disc, VCD dan DVD yang makin memudahkan masyarakat untuk menikmati film

impor.

Namun di sisi lain, kehadiran kamera-kamera digital berdampak positif

juga dalam dunia film Indonesia. Mulailah terbangun komunitas film-film

independen. Film-film yang dibuat di luar aturan baku yang ada. Film-film mulai

diproduksi dengan spirit militan. Meskipun banyak fillm yang kelihatan amatir

namun terdapat juga film-film dengan kualitas sinematografi yang baik.

Sayangnya film-film independen ini masih belum memiliki jaringan peredaran

yang baik. Sehingga film-film ini hanya bisa dilihat secara terbatas dan di ajang

festival saja.

Kini, film Indonesia telah mulai berderak kembali. Beberapa film bahkan

booming dengan jumlah penonton yang sangat banyak. Sebut saja, Ada apa

dengan Cinta, yang membangkitkan kembali industri film Indonesia. Beberapa

film lain yang laris manis dan menggiring penonton ke bioskop seperti

Petualangan Sherina, Jelangkung, Ayat-Ayat Cinta, Ketika Cinta Bertasbih,

Laskar Pelangi maupun Naga Bonar Jadi 2. Genre film juga kian variatif, meski

tema-tema yang diusung terkadang latah, jika sedang ramai horor, banyak yang

mengambil tema horor, begitu juga dengan tema-tema remaja/anak sekolah.

Dengan variasi yang diusung, itu memberikan kesempatan media film

(22)

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA Garuda di Dadaku, serta Laskar Pelangi. Bahkan, Indonesia sudah memulai

masuk ke industri animasi. Meski bukan pertama, dulu pernah ada animasi Huma,

kini hadir film animasi Meraih Mimpi, yang direncanakan akan go international.

2.2.3.3.Karakteristik Film

Karakteristik film yang spesifik, yaitu layar lebar, pengambilan gambar,

konsentrasi penuh, dan identifikasi psikologis.

- Layar yang luas. Kelebihan media film dibandingkan dengan televisi

adalah layar yang digunakan untuk pemutaran film lebih berukuran besar

atau luas. Dengan layar film yang luas, telah memberikan keleluasaan

penontonnya untuk melihat adegan-adegan yang disajikan dalam film.

- Pengambilan gambar. Dengan kelebihan film, yaitu layar yang besar,

maka teknik pengambilan gambarnya pun dapat dilakukan atau dapat

memungkinkan dari jarak jauh atau extreme long shot dan panoramic shot.

Pengambilan gambar yang seperti ini dapat memunculkan kesan artistik

dan suasana yang sesungguhnya.

- Konsentrasi penuh. Karena kita menonton film di bioskop, tempat yang

memiliki ruangan yang kedap suara, maka pada saat kita menonton film,

kita akan fokus pada alur cerita yang ada di dalam film tersebut. Tanpa

adanya gangguan dari luar.

- Identifikasi psikologis. Konsentrasi penuh saat kita menonton di bioskop,

tanpa kita sadari dapat membuat kita benar-benar menghayati apa yang

ada di dalam film tersebut. Penghayatan yang dalam itu membuat kita

secara tidak sadar menyamakan diri kita sebagai salah seorang pemeran

dalam film tersebut.

2.2.3.4.Unsur-Unsur Film

(23)

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA 1. Unsur naratif; yaitu materi atau bahan olahan, dalam film cerita unsur

naratif adalah pencitraannya.

2. Unsur sinematik; yaitu cara atau dengan gaya seperti apa bahan olahan itu

digarap.

Kedua unsur ini tidak dapat dipisahkan, keduanya saling terkait sehingga

menghasilkan sebuah karya yang menyatu dan dapat dinikmati oleh penonton.

Unsur sinematik terdiri atas beberapa aspek berikut:

- Mise en scene - Sinematografi

- Editing

- Suara

Mise en scene berasal dari bahasa Perancis, tanah leluhurnya bapak perfilman dunia Louis dan Auguste Lumiere, yang secara sederhana bisa diartikan

sebagai segala sesuatu yang berada di depan kamera.

Ada 4 elemen penting dari mise en scene: - Setting.

- Tata cahaya.

- Kostum dan make up.

- Akting dan pergerakan pemain.

2.2.3.5. Jenis-jenis Film

Untuk mengetahui jenis-jenis film adalah penting agar dapat memanfaatkan

film tersebut. Film dapat dikelompokkan sebagai berikut (Ardianto & Erdinaya ,

2004: 138) :

a. Film Cerita

Film cerita (story film) adalah jenis film yang mengandung suatu cerita. Cerita yang diangkat menjadi topik film bisa berupa cerita fiktif atau

berdasarkan kisah nyata yang dimodifikasi, sehingga ada unsur menarik,

(24)

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA b. Film Berita

Film berita atau newsreel adalah film mengenai fakta, peristiwa, yang

benar-benar terjadi. Karena sifatnya berita, maka film yang disajikan kepada

publik harus mengandung nilai berita (news value). c. Film Dokumenter

Film dokumenter (documentary film) didefinisikan oleh Robert Flaherty sebagai “karya ciptaan mengenai kenyataan (Creative treatment of actuality)”. Berbeda dengan film berita yang merupakan rekaman kenyataan, maka film dokumenter merupakan hasil interpretasi pribadi

(pembuatnya) mengenai kenyataan tersebut.

d. Film Kartun

Film kartun (cartoon film) dibuat untuk konsumsi anak-anak. Sebagian besar film kartun, sepanjang diputar akan membuat kita tertawa karena

kelucuan-kelucuan dari para tokoh pemainnya. Namun ada juga film kartun

yang membuat iba penontonnya karena penderitaan tokohnya. Sekalipun

tujuan utamanya menghibur, dapat pula film kartun mengandung unsur

pendidikan, minimal akan terekam bahwa kalau ada tokoh jahat dan tokoh

baik, maka pada akhirnya tokoh baiklah yang selalu.

2.2.3.6. Genre Film

Selain jenisnya, film juga dapat dikelompokkan berdasarkan klasifikasi film.

Klasifikasi film ini dapat dikelompokkan menjadi beberapa bagian, misalnya

berdasarkan proses produksinya, yakni film hitam-putih dan film berwarna, film

animasi, film bisu dan lain sebagainya. Klasifikasi yang paling banyak dikenal

orang adalah klasifikasi berdasarkan genre film.

Istilah genre berasal dari bahasa Prancis yang bermakna “bentuk” atau “tipe”. Di dalam film, genre diartikan sebagai jenis atau klasifikasi dari sekelompok film yang memiliki karakter atau pola yang sama (khas) seperti

setting, isi, dan subyek cerita, tema, struktur cerita, aksi atau peristiwa, periode,

(25)

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA adalah membantu kita memilah-milah atau mengklasifikan film-film yang ada

sehingga lebih mudah untuk mengenalinya.

Genre pun dibagi menjadi dua bagian yaitu induk primer dan genre induk

sekunder. Genre induk primer sebagai genre-genre pokok, antara lain:

1. Aksi

2. Drama

3. Epik Sejarah

4. Fantasi

5. Fiksi Ilmiah

6. Horor

7. Komedi

8. Kriminal dan Gangster

9. Musikal

10. Petualangan

11. Perang

12. Western

2.2.4.Representasi

Representasi berasal dari bahasa Inggris, representation, yang berarti perwakilan, gambaran atau penggambaran. Secara sederhana, representasi dapat

diartikan sebagai gambaran mengenai suatu hal yang terdapat dalam kehidupan

yang digambarkan melalui suatu media.

Representasi merupakan kegunaan dari tanda. Menurut Marcel Danesi,

representasi adalah proses merekam ide, pengetahuan, atau pesan dalam beberapa

cara fisik (Wibowo, 2011: 122). John Fiske merumuskan tiga proses yang terjadi

dalam representasi ( Wibowo, 2011: 123 ) :

 Pertama, tahap realitas, dalam proses ini peristiwa atau ide dikonstruksi sebagai realitas oleh media dalam bentuk bahasa gambar ini umumnya

berhubungan dengan aspek seperti pakaian, lingkungan, ucapan ekspresi

(26)

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA  Kedua, tahap representasi, dalam proses ini realitas digambarkan dalam perangkat-perangkat teknis seperti bahasa tulis, gambar, grafik, animasi, dan

lain-lain.

 Ketiga, tahap ideologis, dalam proses ini peristiwa-peristiwa dihubungkan dan diorganisasikan ke dalam konvensi konvensi yang diterima secara

ideologis. Bagaimana kode-kode representasi dihubungkan dan

diorganisasikan ke dalam koherensi sosial atau kepercayaan dominan yang

ada dalam masyarakat.

Representasi bekerja pada hubungan tanda dan makna. Konsep representasi

sendiri bisa berubah-ubah, selalu ada pemaknaan baru. Representasi berubah-ubah

akibat makna yang juga berubah-ubah. Setiap waktu terjadi proses negoisasi

dalam pemaknaan. Jadi representasi bukanlah suatu kegiatan atau proses statis

tapi merupakan proses dinamis yang terus berkembang seiring dengan

kemampuan intelektual dan kebutuhan para pengguna tanda yaitu manusia sendiri

yang juga terus bergerak dan berubah. Representasi merupakn suatu proses usaha

konstruksi. Karena pandangan-pandangan baru yang menghasilkan pemaknaan

baru , juga merupakan hasil pertumbuhan konstruksi pemikiran manusia, melalui

representasi makna diproduksi dan dikonstruksi. Ini menjadi proses penandaan,

praktik yang membuat suatu hal bermakna sesuatu.

Marcel Danesi (Danesi, 2004: 20) mendefinisikan representasi sebagai

proses perekaman gagasan, pengetahuan, atau pesan secara fisik. Secara lebih

tepat dapat diidefinisikan sebagai penggunaan „tanda-tanda‟ (gambar, suara, dan

sebagainya) untuk menampilkan ulang sesuatu yang diserap, diindra,

dibayangkan, atau dirasakan dalam bentuk fisik. Didalam semiotika dinyatakan

bahwa bentuk fisik sebuah representasi, yaitu X, pada umumnya disebut sebagai

penanda. Makna yang dibangkitkannya (baik itu jelas maupun tidak), yaitu Y,

pada umumnya dinamakan petanda; dan makna secara potensial bisa diambil dari

representasi ini (X = Y) dalam sebuah lingkungan budaya tertentu, disebut sebagai

signifikasi (sistem penandaan).

Hal ini bisa dicirikan sebagai proses membangun suatu bentuk X dalam

rangka mengarahkan perhatian sesuatu, Y, yang ada baik dalam bentuk material

(27)

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA menggambarkan arti X = Y bukan suatu hal yang mudah. Maksud dari pembuat

bentuk, konteks historis dan sosial yang terkait dengan terbuatnya bentuk ini,

tujuan pembuatannya, dan seterusnya merupakan faktor-faktor kompleks yang

memasuki gambaran tersebut. Agar tugas ini bisa dilakukan secara sistematis,

terbentuklah disini suatu terminologi yang khas ( Danesi, 2004: 20).

Representasi menurut Chris Barker adalah konstruksi sosial yang

mengharuskan kita mengeksprorasi pembentukan makna tekstual dan

menghendaki penyelidikan tentang cara dihasilkannya makna pada beragam

konteks. Representasi dan makna budaya memiliki materialitas tertentu. Mereka

melekat pada bunyi, prasasti, objek, citra, buku, majalah, dan program televisi.

Mereka diproduksi, ditampilkan, digunakan, dan dipahami dalam konteks sosial

tertentu (Vera, 2011: 97). Yasraf Amir Pilliang menjelaskan, representasi pada

dasarnya adalah sesuatu yang hadir, namun menunjukkan sesuatu di luar

dirinyalah yang dia coba hadirkan. Representasi tidak menunjuk kepada dirinya

sendiri, namun kepada orang lain (Vera, 2011: 97).

2.2.5. Semiotika

“Semiotika adalah studi mengenai pertandaan dan makna dari sistem tanda;

ilmu tentang tanda, bagaimana makna dibangun dalam “teks” media; atau studi

tentang bagaimana tanda dari jenis karya apapun dalam masyarakat yang mengkonsumsi makna” (Fiske, 2004: 282).

Semiotika adalah teori dan analisis berbagai tanda dan pemaknaan. Pada

dasarnya para semiotisian melihat kehidupan sosial dan budaya sebagai

pemaknaan, bukan sebagai hakikat esensial objek (Christomy, 2004: 78). Secara

etimologis, istilah semiotika berasal dari kata yunani Semeion yang berarti tanda. Tanda itu sendiri didefinisikan sebagai suatu yang atas dasar konvensi sosial yang

terbangun sebelumnya-dapat dianggap mewakili sesuatu yang lain. Tanda pada

awalnya dimaknai sebagai sesuatu hal yang menunjuk adanya hal lain. Contohnya

asap menandaai adanya api, sirine mobil yang keras meraung-raung menandai

(28)

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA Komunikasi dan tanda tidak bisa dipisahkan. Theodorson dan Theodorson

memberikan suatu definisi yang menekankan pada penggunaan tanda atau simbol-simbol dalam komunikasi. Menurut mereka komunikasi adalah “Transisi dari informasi, ide, perilaku, atau emosi dari satu individu atau kelompok kepada

lainnya terutama melalui simbol (wibowo, 2011: 133).

Istilah semiotika atau semiotik, yang dimunculkan pada akhir abad ke-19

oleh filsuf aliran pragmatik Amerika, Charles Sanders Peirce, merunjuk kepada “doktrin formal tentang tanda-tanda” (Sobur, 2004: 13). Semiotika adalah suatu ilmu atau metode analisis untuk mengkaji tanda. Tradisi semiotika mencakup teori

utama mengenai bagaimana tanda mewakili objek, ide, situasi, keadaan, perasaan,

dan sebagainya yang berada di luar diri.

Tiga bidang studi utama dalam semiotika adalah :

1. Tanda itu sendiri. Hal ini terdiri atas studi tentang berbagai tanda yang

berbeda, cara-cara tanda yang berbeda itu dalam menyampaikan makna,

dan cara-cara tanda itu terkait dengan manusia yang menggunakannya.

Tanda adalah kontruksi manusia dan hanya bias dipahami dalam artian

manusia yang menggunakannya.

2. Sistem atau kode yang mengorganisasikan tanda. Studi ini mencakup

cara berbagai kode yang dikembangkan guna memenuhi kebutuhan suatu

masyarakat atau budaya atau mengeksploitasi saluran komunikasi yang

tersedia untuk mentrasmisikannya.

3. Kebudayaan dan tempat kode dan tanda bekerja. Ini pada gilirannya

bergantung pada penggunaan kode-kode dan tanda-tanda itu untuk

keberadaan dan bentuknya sendiri (Vera, 2014: 9).

Dalam semiotika, untuk memahami tanda dan makna dalam suatu teks

terdapat dua pendekatan (Sobur, 2004: 31-35), yaitu:

1. Pendekatan semiotika struktural.

Dalam pendekatan ini dikembangkan oleh Ferdinand de Saussure (1857-1913)

dan Charles Sandes Pierce (1839-1914). Pendekatan ini mengandalkan kepada

keabadian,kestabilan, dan kemantapan tanda, kode dan makna-makna, serta

lebih menekankan pada proses signification, yaitu mengfungsikan tanda

(29)

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA 2. Pendekatan Semiotika Post Struktural

Dalam pendekatan ini dikembangkan oleh Jaques Derrida (1967). Pendekatan

post struktural ini dapat mengakomodasikan dinamika, ketidakpastian, gejolak,

dan kegelisahan-kegelisahan yang mencirikan budaya ketidakberaturan serta

lebih ditekankan pada proses penciptaan kreatif tanda dan kode-kode yang

tanpa batas. Dengan begitu semiotika post struktural lebih mengarah kepada penciptaan suatu rantai pertandaaan yang baru dengan menanggalkan

makna-makna konvensional dan kemudian secara bebas mencari makna-makna-makna-makna baru.

Dalam pendekatan semiotika struktural terdapat dua model makna yang

sangat berpenagruh. Dua model makna tersebut dikembangkan oleh Charles

Sandes Pierce dan Ferdinand de Saussure, kedua model yang dikembangkan oleh

mereka berpengaruh terhadap model-model berikutnya. Model makna dari Pierce

yang melihat tanda, acuannya, dan penggunaannya sebagai sebuah titik dalam

segitiga, serta masing-masing dari setiap elemen saling terkait satu sama lain, dan

dapat dipahami hanya dalam artian pihak lain.

Berbeda dengan Pierce, Saussure mengungkapkan bahwa tanda terdiri atas

bentuk fisik plus konsep mental terkait, dan konsep ini merupakan pemahaman

atas realitas, hanya melalui konsep orang yang menggunakannya. Saussure juga

lebih memperhatikan cara tanda-tanda terkait dengan objeknya Pierce, sehingga

model dasar dari Saussure berbeda penekanannya dengan Pierce, dan baginya,

tanda adalah sebuah objek fisik dengan makna dan sebuah tanda akan memiliki

makna ketika terkait dengan tanda-tanda lainnya. Saussure juga mengatakan

bahwa tanda terdiri atas penanda (signifier) dan petanda (signified), hubungan antara penanda dan petanda ini yang disebut pertandaan (signification). Dalam kategori tanda, Saussure hanya menaruh perhatian pada simbol, karena simbol

merupakan kata-kata.

Memberi makna pada tanda yang tersebar dalam teks terdapat tiga hal yang

harus diperhatikan, yaitu jenis makna tanda, jenis pemaknaan dan cara

menganalisis tanda.

1. Jenis makna tanda

Makna tanda dibedakan menjadi dua tingkatan yaitu tingkat denotasi dan

(30)

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA makna yang sesuai dengan yang ada di kamus, tetap dalam tempatnya dan

miskin informasi. Sedangkan makna konotasi adalah makna tanda yang

implisit, tidak langsung dan tidak pasti yang berarti terbuka terhadap

berbagai kemungkinan. Makna konotasi adalah makna yang sesuai

konteks dan dapat berubah sesuai konteks, dan kaya informasi (Vera,

kejadian-kejadian yang membentuk narasi. Sedangkan analisi paradigmatik pada

sebuah teks melibatkan penyelidikan pola-pola pasangan oposisi (berlawanan)

(31)

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA Charles Morris memudahkan kita memahami ruang lingkup kajian

semiotika yang menaruh perhatian atas ilmu tentang tanda-tanda. Menurut dia,

kajian semiotika yang menaruh perhatian atas ilmu tentang tanda-tanda. Menurut

dia, kajian semiotika pada dasarnya dapat di bedakan ke dalam tiga cabang

penyelidikan (Branches of inquiry) yakni sintaktik, semantik, dan pragmatik. (Wibowo, 2011: 4).

1. Semantik

Semantik membahas bagaimana tanda berhubungan dengan referensinya,

atau apa yang diwakili suatu tanda. Semiotika menggunakan dua dunia,

yaitu dunia benda (world of things) dan dunia tanda dan menjelaskan hubungan keduanya. Prinsip dasar dalam semiotika adalah bahwa

representasi selalu diperantai atau dimediasi oleh kesadaran interpretasi

seorang individu, dan setiap interpretasi atau makna dari suatu tanda akan

berubah dari suatu situasi ke situasi lainnya (Morissan, 2009: 29).

Semantik dalam bahasa Indonesia berasal dari bahasa Yunani „sema‟ (kata benda) yang berarti „tanda‟ atau „lambang‟. Kata kerjanya adalah„semaino‟ yang berarti „menandai‟atau „melambangkan‟. Yang dimaksud tanda atau lambang disini adalah tanda-tanda linguistik.

Jadi, ilmu semantik adalah ilmu yang mempelajari hubungan antara

tanda-tanda linguistik dengan hal-hal yang ditanda-tandainya. Ilmu tentang makna atau arti

semantik mengacu pada makna dari sebuah tanda. Dalam analisis semantik,

bahasa bersifat unik dan memiliki hubungan yang erat dengan budaya masyarakat

penuturnya. Maka, suatu hasil analisis pada suatu bahasa, tidak dapat digunakan

untuk menganalisi bahasa lain.

Kesulitan lain dalam menganalisis makna adalah adanya kenyataan bahwa

tidak selalu penanda dan referent-nya memiliki hubungan satu lawan satu. Yang

artinya, setiap tanda lingustik tidak selalu hanya memiliki satu makna.

Adakalanya, satu tanda lingustik memiliki dua acuan atau lebih. Dan sebaliknya,

dua tanda lingustik, dapat memiliki satu acuan yang sama.

2. Sintaktik

(32)

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA menjadi bagian dari sistem tanda yang lebih besar atau kelompok yang

diorganisir melalui cara tertentu. Sistem tanda seperti ini disebut kode

(code). Kode dikelola dalam berbagai aturan. Dengan demikian, tanda yang berbeda mengacu atau menunjukkan benda berbeda dan tanda

digunakan bersama-sama melalui cara-cara yang diperbolehkan

(Morissan, 2009: 30). Tanda-tanda tersebut disusun kedalam sistem

dengan tanda lainnya. Menurut pandangan semiotika tanda selalu

dipahami dalam hubungannya dengan tanda lainnya. Sintaksis semiotis

menganalisis hubungan antar tanda. Dalam suatu sistem yang sama,

sintaksis semiotis tidak dapat membatasi diri dengan hanya

mempelajari hubungan antar tanda, tetapi harus melihat

hubungan-hubungan lain yang pada prinsipnya bekerja sama.

Dalam situasi pembicaraan biasa tanda-tanda dari berbagai sistem tanda

berfungsi secara bersama-sama, sistem tanda bahasa berdampingan dengan sistem

tanda paralinguistik (getaran suara, intonasi) dan yang lain (gerak, sikap, pancaran

mata, mimik, jarak,dll). Pragmatik yaitu bidang yang mempelajari bagaimana

tanda menghasilkan perbedaan dalam kehidupan manusia atau dengan kata lain,

pragmatik adalah studi yang mempelajari penggunaan tanda serta efek yang

dihasilkan tanda.

Aspek pragmatik dari tanda memiliki peran penting dalam komunikasi,

khususnya untuk mempelajari mengapa terjadi pemahaman (understanding) atau

kesalahpahaman (misunderstanding) dalam berkomunikasi. Pragmatik mengacu pada pengaruh atau perilaku yang dimunculkan oleh sebuah tanda atau

sekelompok tanda-tanda.

Dari perspektif semiotika, kita harus memiliki pengertian sama, tidak saja

terhadap setiap kata dan tata bahasa yang digunakan, tetapi juga masyarakat dan

kebudayaan yang melatarbelakanginya, agar komunikasi dapat berlangsung

dengan baik. Sistem hubungan diantara tanda harus memungkinkan komunikator

untuk mengacu pada sesuatu yang sama. Kita harus memiliki kesatuan rasa (sense of coherance) terhadap pesan. Jika tidak, maka tidak akan ada pengertian komunikasi. Kita juga harus memastikan bahwa apabila kita menggunakan aturan

(33)

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA pemahaman yang sama terhadap tata bahasa yang kita gunakan (Morissan, 2009:

30).

2.2.5.1.Elemen-elemen Dasar Semiotika

Penggunaan metode semiotika dalam penelitian desain harus didasarkan pada pemahaman yang komprehensif mengenai elemen-elemen dasar semiotika.

Elemen dasar semiotika adalah tanda(penanda/petanda), aksis

tanda(sintagma/sistem), tingkatan tanda(denotasi/konotasi) (Piliang, 2003:

257-262).

1. Komponen Tanda

Saussure menjelaskan bahwa tanda sebagai suatu kesatuan yang tidak

dapat dipisahkan dari dua bidang, yaitu bidang penanda(signifier) untuk menjelaskan bentuk atau ekspresi dan bidang petanda(signified) untuk menjelaskan konsep atau makna.

2. Aksis Tanda

Di dalam konteks strukturalisme bahasa, tanda tidak dapat hanya dilihat

secara individu, akan tetapi dalam relasi dan kombinasinya dengan

tanda-tanda lainnya di dalam sebuah sistem. Analisis tanda-tanda berdasarkan sistem

atau kombinasi yang lebih besar ini (kalimat,buku,kitab) melibatkan apa

yang disebut aturan pengkombinasian (rule of combination), yang terdiri dari dua aksis, yaitu aksis paradigmatik, yaitu perbendaharaan tanda atau

kata (seperti kamus), serta aksis sintagmatik yaitu cara pemilihan dan

pengkombinasian tanda-tanda, berdasarkan aturan atau kode tertentu,

sehingga dapat menghasilkan sebuah ekspresi bermakna.

3. Tingkatan Tanda

Roland Barthes mengembangkan dua tingkatan pertandaan yang

memungkinkan untuk dihasilkannya makna yang juga bertingkat-tingkat,

yaitu denotasi dan konotasi. Denotasi adalah tingkat pertandaan yang

menjelaskan hubungan antara penanda dan pertanda, atau antara tanda dan

rujukannya pada realitas, yang menghasilkan makna yang eksplisit,

(34)

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA hubungan antara penanda dan pertanda, yang didalamnya beroperasi

makna yang tidak eksplisit, tidak langsung, dan tidak pasti (artinya terbuka

terhadap berbagai kemungkinan). Ia menciptakan makna-makna lapis dua,

yang terbentuk ketika penanda dikaitkan dengan berbagai aspek

psikologis. Selain itu, Roland Barthes juga melihat makna yang lebih

dalam tingkatannya, akan tetapi lebih bersifat konvensional, yaitu

makna-makna yang berkaitan dengan mitos.

2.2.6.Television Code

Dalam semiotika terdapat dua perhatian utama, yakni hubungan antara tanda dan maknanya, dan bagaimana suatu tanda dikombinasikan menjadi suatu

kode. Menurut John Fiske, semiotika adalah studi tentang pertanda dan makna dibangun dalam “teks” media; atau studi tentang bagaimana tanda dari jenis karya apapun dalam masyarakat yang mengkonsumsi makna (Vera, 2014: 34).

John Fiske berpendapat bahwa terdapat tiga bidang studi utama dalam

semiotika, yaitu seperti berikut (Vera, 2014: 34) :

1. Tanda itu sendiri. Hal ini terdiri atas studi tentang berbagai tanda yang

berbeda, cara tanda-tanda yang berbeda itu dalam menyampaikan makna,

dan cara tanda-tanda itu terkait dengan manusia yang menggunakannya.

Tanda adalah konstruksi manusia dan hanya bisa dipahami dalam artian

manusia yang menggunakannya.

2. Kode atau sistem yang mengorganisasikan tanda. Studi ini mencakup cara

berbagai kode dikembangkan guna memenuhi kebutuhan suatu masyarakat

atau budaya untuk mengeksploitasi saluran komunikasi yang tersedia

untuk mentrasmisikannya.

3. Kebudayaan tempat kode dan tanda bekerja. Ini pada gilirannya

bergantung pada penggunaan kode-kode dan tanda-tanda itu untuk

keberadaan dan bentuknya sendiri.

Tanda merupakan sesuatu yang bersifat fisik, bisa dipersepsi indra

manusia; tanda mengacu pada sesuatu diluar tanda itu sendiri; dan tergantung

Referensi

Dokumen terkait

selaku Ketua Program Studi Advertising & Marketing Communication Universitas Mercu Buana yang telah memberikan izin kepada penulis dalam penulisan skripsi ini.. Terima

Penelitian berfokus pada mekanisme rekrutmen dan pengusulan calon legislatif perempuan dengan menggunakan 3 tahap rekrutmen calon kandidat, yakni tahap

Oleh sebab itu, perlu dilakukan penelitian untuk menghasilkan sistem informasi yang dapat membantu para petani dalam proses penyimpanan data hasil produksi jamur tiram..

• Perguruan tinggi berada pada lahan yang berada dalam 1 (satu) hamparan dengan luas paling sedikit 10.000 m2 untuk Universitas, 8.000 m2 untuk Institut, dan 5.000 m2 untuk

Kerangka acuan disusun untuk program atau kegiatan yang akan dilakukan oleh FKTP. Program/kegiatan yang dibuat kerangka acuan adalah sesuai dengan Standar Akreditasi, antara

Penelitian ini bertujuan untuk, 1) Mendeskripsikan motivasi siswa pada mata pelajaran Ilmu Gizi kelas X jasa Boga SMK Negeri 9 Padang, 2) Mendeskripsikan hasil belajar

Dalam menangani suatu tindak pidana kekerasan dalam rumah tangga yang dilakukan oleh anak, hakim seharusnya memperhatikan dan mempertimbangkan akibat-akibat yang timbul

dihasilkan oleh arus bolak balik (Alternating Current) pada saluran transmisi tegangan tinggi tergolong radiasi nan-pengion dan di dalam spektrum gelombang