BAB II
TINJAUAN KEPUSTAKAAN
2.1 Penelitian Terdahulu
Untuk mengembangkan model penelitian harus didasarkan pada beberapa
penelitian terdahulu. Penelitian terdahulu tersebut digunakan sebagai dasar
pembentukan model dan hipotesis penelitian ini, dan dapat dilihat pada tabel
ringkasan penelitian terdahulu berikut:
Tabel 2. 1 Ringkasan Penelitian Terdahulu
PENULIS &
Lanjutan
(Buying customers) Variabel Dependen (endogen):
Implementasi Kerangka RtM (Implementation of the RtM framework) Variabel Control Sistem pembayaran Monitor produk Kinerja penjualan Pertumbuhan omset
Lanjutan
Lanjutan pasar (Market share growing)
Strategi dari perusahaan yang berbeda (Strategies of different companies)
Market share growing: Indian Tobacco Comp. Britannia Periode Pembayaran Hubungan dengan outlet:
Kepercayaan Intensitas komunikasi Kepuasan
Dukungan prinsipal: Periklanan Promosi dagang Promosi konsumen Selling-in :
Lanjutan
Lanjutan
Sumber : Jurnal danTesis
Jindal et al. (2006) membuktikan bahwa orientasi pelanggan untuk
mencari sesuatu memiliki kaitan dengan variasi routes to market yang digunakan,
namun dari beberapa variasi yang digunakan hanya sebagian saja yang memiliki
kaitan karena masih ada faktor-faktor lain yang juga turut mempengaruhinya.
dan umpan balik pelanggan (customer feed back). Tujuan dari penelitian ini adalah
untuk menguji bagaimana pengaruh faktor-faktor yang menjadikan pelanggan
sebagai pusat perhatian (customer centric) dalam variasi routes to market yang
digunakan oleh suatu perusahaan, tetapi tidak termasuk pengujian pada tata cara
pengelolaan portofolio rute (routes) secara keseluruhan. Sehingga pada akhirnya
diharapkan dapat mendorong perusahaan mampu mengatasi setiap kendala dalam
hubungan antar rute, konsistensi untuk menjaga citra merek, dan mengantarkan
semua produk kepada pelanggan sesuai dengan pesanan.
Ludick (2011) menyatakan pada penelitiannya, bahwa pemilihan dan
penerapan kerangka routes to market (RtM) yang tepat maka secara signifikan
berpengaruh terhadap penjualan, pendapatan bersih, dan kontribusi margin
perusahaan melalui peningkatan jumlah pembelian dan kepuasan pelanggan dengan
sistim pelayanan pelanggan yang baik. Jadi pada saat melakukan proses pemilihan
kerangka RtM, harus diperhatikan beberapa hal berikut:
1. Pelayanan pelanggan harus menjadi perhatian penting agar menjadi lebih
kompetitif di dalam persaingan.
2. Perlu standar pajangan (merchandising standards) untuk melakukan eksekusi
yang benar di setiap saluran.
3. Faktor-faktor bauran pemasaran (marketing-mix) menjadi pertimbangan penting
pada saat melakukan pengembangan RtM.
4. Motivasi untuk merekayasa ulang sistim RtM harus dilakukan secara
Hendratman (2009) menyatakan dari hasil penelitiannya bahwa kualitas
hubungan yang baik antara perusahaan dan pelanggan mampu meningkatkan
kinerja penjualan, karena pelanggan memiliki peranan penting untuk
mengkomunikasikan semua produk perusahaan kepada konsumen secara langsung.
Oleh karena itu diperlukan strategi pelayanan yang tepat dari para pelanggan agar
mampu meningkatkan kinerja penjualan perusahaan melalui promosi yang tepat
dan memantau produk secara rutin untuk menjaga ketersediaan dan keberadaan
produk perusahaan di pasar.
Sedangkan pada penelitian yang dilakukan oleh Aguglia et al. (2009)
tentang penjualan langsung (direct selling) produk hasil pertanian menyatakan,
bahwa ternyata pelanggan yang membeli produk hasil pertanian untuk diolah
menjadi makanan lain (produsen) lebih menyukai penjualan langsung daripada
pelanggan yang membeli produk hasil pertanian untuk segera dikonsumsi
(konsumen). Hal ini disebabkan oleh faktor efisiensi biaya distribusi dan biaya
transportasi yang harus dikeluarkan produsen untuk memperoleh bahan baku
ataupun menjual produk makanan yang mereka hasilkan, karena produk-produk
makanan tersebut memiliki umur atau batas kadaluarsa yang relatif pendek.
Walaupun penelitian yang dilakukan oleh Aguglia hanya pada area
tertentu saja, namun informasi ilmiah dari kajian ini adalah sistim distribusi
langsung (direct selling) cenderung lebih efektif digunakan pada segmentasi
tertentu tetapi belum tentu efisien dalam penggunaan biaya jika digunakan untuk
menjual serta mendistribusikan produk-produk makanan dengan kualitas baik dan
dan tidak perlu waktu yang lama untuk dikonsumsi. Jadi agar biaya lebih efisien,
maka produsen memilih lokasi produksinya dekat dengan sumber daya produknya.
Titus et al. (2013) menyatakan bahwa industri Fast Moving Consumer
Goods (FMCG) sangatlah kompetitif sehingga menyebabkan terbatasnya ruang
bagi pendatang baru untuk bisa berada di pasar karena sebagian besar pangsa pasar
telah dikuasai oleh pemain lama. Oleh karena itu diperlukan peran strategi distribusi
untuk mengelola semua gerai pengecer (retail outlet) agar tidak kehabisan
persediaan, karena gerai pengecer merupakan penghubung penting dalam saluran
distribusi dan memiliki kontak langsung dengan konsumen. Dengan demikian
outlet juga harus memiliki citra yang baik terhadap produk agar dapat
mempengaruhi pilihan konsumen. Beberapa rekomendasi yang disampaikan dari
hasil penelitian untuk menghadapi persaingan yang cukup ketat di pasar, adalah:
1. menggunakan media promosi dan iklan melalui spanduk dan poster untuk
meningkatkan kesadaran dan ketertarikan konsumen terhadap produk
2. menggunakan kalimat singkat (catchier tagline) tentang merek agar menarik dan
mudah diucapkan orang, sehingga mudah mengingat merek dan produk tersebut
3. menggunakan contoh produk (sample product) dan produk gratis (tester
product) kepada target konsumen baik yang baru maupun yang sudah lama
4. menggunakan program produk gratis (free product) dan promosi berhadiah
secara langsung ataupun melalui pengundian.
5. menggunakan program loyalitas pelanggan (outlets loyalties) melalui diskon
6. menggunakan program pelatihan untuk meningkatkan kemampuan penjual
dalam berkomunikasi dan meyakinkan pelanggan atau membuka layanan
pemesanan produk secara on-line melalui telepon dan internet
7. memanfaatkan program CSR (corporate social responsibility) untuk mendidik
dan melatih pelanggan tentang pengelolaan persediaan dan keuangan
8. memanfaatkan program pengoperasian (operational excellence) armada
kendaaraan angkut agar tepat sasaran dan hemat biaya.
Hanfan (2005) menyatakan dalam hasil penelitiannya bahwa, pengaruh
hubungan dengan outlet, citra perusahaan, dan kemampuan tenaga penjual terhadap
faktor-faktor selling-in yakni ketersediaan produk (products availability),
kelengkapan produk (products completeness), dan pengembalian produk (products
return) berpengaruh positif pada kinerja penjualan.
Yudith (2005), menyatakan secara empiris implikasi teoritis dan
manajerial dalam penelitiannya bahwa, ada beberapa faktor yang mempengaruhi
peningkatan penjualan (selling-in), yakni; hubungan distributor dengan outlet,
strategi pelayanan outlet, kemampuan tenaga pemasar, citra perusahaan yang baik,
dan kinerja pemasaran.
Wiryawan (2008), Kim (1999), dan Ismawanti (2008) membahas
mengenai keterkaitan selling-in, kepuasan pelanggan dan kaitannya dengan kinerja
pemasaran dengan menempatkannya sebagai prioritas untuk ditangani secara
maksimal, seperti halnya melakukan pemberian reward dan melakukan kunjungan
secara berkala ke outlet, memberikan pelatihan untuk tenaga penjual agar dapat
berpartisipasi terhadap semua masalah yang dihadapi outlet yang menjadi tanggung
jawabnya, dan berkomitmen untuk memberikan nilai tambah kepada pelanggan.
Semua rangkuman penelitian tersebut saling berkaitan dan merupakan
kelanjutan dari penelitian terdahulu yang secara umum berfokus pada hubungan
antara pembeli dan pemasok (buyer-supplier) melalui pendekatan routes-to-market
sebagai faktor yang saling mempengaruhi dengan kinerja penjualan, dan dilakukan
pada jenis perusahaan yang berbeda serta fokus di bidang industri dan distribusi.
2.2 Landasan Teori
Kondisi dasar sebuah perusahaan untuk mencapai tujuan adalah jika semua
hasil produksinya telah memenuhi keinginan dan pesanan konsumen sesuai bentuk,
ukuran, jumlah, waktu dan tempat. Semua persyaratan tersebut harus dipenuhi
perusahaan supaya tetap eksis, bertumbuh, dan berkelanjutan melalui kombinasi
komponen bauran pemasaran. Bentuk kombinasi aktifitas tersebut berupa distribusi
produk, yaitu suatu proses yang dilakukan untuk mendukung keberhasilan eksekusi
pemasaran di pasar dan dasar kebijakan untuk mengatasi kendala komunikasi antara
produsen dan konsumen dengan melibatkan semua perantara pemasaran.
Kotler dan Keller (2012) mengemukakan bahwa, “a manufacturer selling
a physical product and services might require three channels: a sales channel, a
delivery channel, and a service channel”. Ketiga bentuk saluran ini digunakan oleh perusahaan untuk memasarkan dan menjual produknya kepada seluruh target pasar
melalui sistim pemasaran.
Lee (1996), mengatakan “A marketing system is the organization and
mengatakan “marketing system is designed to encourage firms to compete
aggressively as long as they do it in a fair way”. Jadi sistem pemasaran merupakan
sebuah proses yang terstruktur dan digunakan dengan agresif oleh perusahaan untuk
memasarkan dan menjual produknya dengan cara yang adil (fair).
Untuk menjalankan sistim pemasaran (marketing system) yang sederhana dan efektif harus memenuhi tiga fungsi umum berikut:
1. Fungsi tukar menukar (Exchange functions), yang meliputi: pembelian, penjualan, dan harga.
2. Fungsi fisik (Physical functions), yang meliputi: perakitan, pengangkutan dan pemeliharaan, penyimpanan, pemrosesan dan pengemasan, penilaian dan standarisasi.
3. Fungsi fasilitas (Facilitating functions), yang meliputi: keuangan dan resiko yang dipikul, informasi pasar, penciptaan permintaan dan penawaran, dan riset pasar. (ILRI, 2014)
Ketiga fungsi tersebut menjelaskan bahwa saluran penjualan, saluran
pemasaran, dan saluran distribusi dapat didefinisikan sebagai saluran pasar (market
channel) sehingga dapat disebut juga sebagai sub sistim dari sistim pemasaran.
Selain memenuhi fungsi tukar menukar, fungsi fisik, dan fungsi fasilitas, semua
aktifitas pemasaran dapat dikelompokkan menjadi empat kelompok variabel (the
four P’s), yaitu: (1) produk: variasi, kualitas, disain, keunggulan, merek, kemasan, ukuran, pelayanan, jaminan, pengembalian; (2) harga: daftar, potongan, tunjangan,
jangka waktu pembayaran, persyaratan kredit; (3) promosi: promo penjualan,
periklanan, tenaga penjual, hubungan masyarakat, pemasaran langsung; (4) tempat:
saluran, cakupan, golongan, lokasi, persediaan, transportasi.
2.2.1 Pemasaran dan Penjualan (Marketing and Selling)
Sebuah perusahaan industri tentu memerlukan fungsi pemasaran untuk
Namun terkadang ada beberapa perusahaan melakukan pemisahaan antara fungsi
pemasaran dengan fungsi penjualan dengan tujuan untuk memberikan kesempatan
bagi para tenaga pemasar dan penjual untuk fokus melakukan tugas dan fungsinya
dalam memberikan kontribusi kepada perusahaan.
Perbedaan antara pemasaran (marketing) dengan penjualan (selling) tidak
hanya dari sekedar arti kata tetapi fokus pada siapa yang membutuhkan.
Menurut Levitt (1960) bahwa “Selling focuses on the needs of the seller,
marketing on the needs of the buyer. Selling is preoccupied with the seller’s need to convert his product into cash: marketing with the idea of satisfying the needs of the customer by means of the product and the whole cluster of things associated with creating, delivering, and finally consuming it”.
Selling atau penjualan adalah segala aktifitas yang berfokus pada
kebutuhan penjual dan hanya berorientasi pada nilai uang yang dihasilkan dari
penjualan produk, sedangkan marketing atau memasarkan adalah segala aktifitas
yang berfokus pada kebutuhan pembeli dengan mengutamakan cara-cara
pemenuhan kebutuhan, penyajian, dan pelayanan yang terbaik bagi suatu produk
hingga digunakan dan memuaskan pelanggan.
Jobber et. al. (2011) membedakan penjualan dan pemasaran berdasarkan
sasaran yang dituju atau orietasinya, seperti yang terlihat pada gambar berikut:
Sumber : Jobber, et. al., 2011
Konsep penjualan menyatakan bahwa setiap aktifitas harus dilakukan
dengan agresif tanpa melihat jenis produk yang dijual atau yang dibutuhkan oleh
pembeli, hal seperti ini sering terjadi pada saat kelebihan kapasitas (over capacity)
produksi. Karena pada kondisi tersebut fokus penjual hanya tertuju pada perolehan
hasil penjualan (sales volume) yang mampu mengembalikan semua biaya yang
dikeluarkan dan jumlah keuntungan optimal yang didapat. Sedangkan pada konsep
pemasaran dinyatakan bahwa yang menjadi kunci keberhasilan dalam mencapai
tujuan organisasi adalah efektifitas yang terbaik dibandingkan para pesaing,
terutama dalam hal perancangan produk, proses produksi, pengantaran pesanan,
dan cara mengkomunikasikan setiap nilai tambah yang akan diperoleh pelanggan
terhadap produk yang mereka beli. Jadi konsep pemasaran lebih berfokus pada
proses menawarkan dan menjual produk dengan menjadikan pelanggan sebagai
pusat penjualan (customer centric selling/CCS), dimana setiap pelanggan yang
membeli produk tidak hanya habis untuk dikonsumsi saja namun juga pelanggan
tersebut akan mendapatkan nilai tambah (value added) dari produk tersebut.
2.2.1.1 Pemasaran (Marketing)
Pemasaran sering dianggap sama dengan penjualan karena selalu
diyakini bahwa setiap produk dapat dijual melalui saluran penjualan dengan
usaha, biaya yang cukup, dan promosi yang agresif. Sehingga perlu upaya
peningkatan efisiensi pemasaran yang sejalan dengan bagian produksi,
melalui peningkatan pemahaman tentang keterbatasan metode penjualan
untuk mengimbangi kesalahan produksi, dan peningkatan pemahaman
Perreault dan McCarthy (2002) mengatakan “The marketing
concept means that an organization aims all its efforts at satisfying its
customers—at a profit”. Kotler dan Keller (2012) mengatakan “the marketing concept holds that the key to achieving organizational goals is
being more effective than competitors in creating, delivering, and
communicating superior customer value to your target markets”. Konsep
pemasaran merupakan penggunaan cara-cara oleh perusahaan untuk
mendapatkan keuntungan dari kepuasan pelanggan melalui efektifitas dan
efisiensi perencanaan yang lebih baik dibanding pesaing, melayani dan
memberikan sajian yang terbaik, serta membangun komunikasi yang dapat
memberikan nilai tambah bagi pelanggan dan target pasar.
Kotler dan Keller (2012) mengatakan bahwa “the following core
set of concepts; Needs, Wants, and Demands”. Jadi untuk memahami konsep pemasaran secara baik diperlukan pengetahuan tentang apa yang
menjadi konsep dasar pemasaran, yakni: kebutuhan (needs), keinginan
(wants), dan permintaan (demands).
Kebutuhan (needs) adalah segala sesuatu yang dibutuhkan manusia
untuk mempertahankan hidup, menjadi sejahtera dan merasa nyaman,
sehingga jika salah satu diantara kebutuhan tersebut tidak terpenuhi maka
konsumen merasa tidak atau kurang sejahtera. Oleh karena itu dapat
dikatakan bahwa kebutuhan adalah sesuatu yang harus ada, karena tanpa itu
Keinginan (wants) adalah segala tambahan atas kebutuhan manusia
yang diharapkan dapat terpenuhi agar merasa lebih puas. Jika tidak
terpenuhi maka sesungguhnya kesejahteraannya tidak berkurang.
Permintaan (demands) adalah segala keinginan atas suatu produk
tertentu yang didukung oleh ketersediaan dan kesanggupan untuk membeli.
Besar kecilnya permintaan dipengaruhi oleh produk yang sesuai
(appropriate) atau pas dengan kebutuhan, menarik perhatian (attractive),
mudah ditemukan dan terjangkau (approachable and affordable), serta
tersedia kapan dan dimana saja (available easily).
Semakin baik sistim pemasaran maka semakin mudah untuk
melakukan identifikasi potensi, membangun hubungan bisnis yang baik, dan
menjadikan produk sebagai solusi untuk memenuhi kebutuhan para
pelanggan. Sistim pemasaran dapat dioperasikan melalui satu atau lebih
saluran penjualan (sales channel), yang terdiri dari beberapa saluran
organisasi dengan ciri-ciri sama dan berfungsi seimbang atau bisa berupa
jalur khusus yang menghubungkan produsen dengan konsumen.
2.2.1.2 Penjualan
Definisi menjual meliputi variasi untuk menghadapi segala situasi
dan aktifitas yang menghasilkan penjualan atau seperti yang dinyatakan
oleh Jobber dan Lancaster (2009) bahwa “the nature and role of selling
(traditionally called salesmanship) is that its function is to make a sale.”
Berikut ditambahkan “…selling is only a part of the total marketing
marketing function”. Burnet (2008) mengatakan “The real definition of selling has to do with finding out what people or businesses do, where they
do it, and why they do it that way, and then helping them to do it better”.
Kemudian Bosworth et. al. (2010) mengatakan “selling is helping a buyer
achieve goals, solve problems, or satisfy needs”.
Jadi aktifitas menjual atau salesmanship adalah cara-cara yang
dilakukan penjual untuk mengubah produk menjadi uang. Ciri-ciri menjual
ini digambarkan oleh Jobber dan Lancaster (2009) seperti gambar berikut:
Sumber: Jobber dan Lancaster, 2011
Gambar 2. 2 Characteristics of Modern Marketing
Kunci keberhasilan pemasar dan penjual dalam menjual produk
adalah bagaimana mereka mampu membantu pembeli untuk mencapai
tujuan dan menyelesaikan masalah (problem solving and system selling),
memuaskan kebutuhan (adding value/satisfying needs). Sedangkan
menawarkan keunggulan dan manfaat suatu produk (marketing the product
and customer relationship management) adalah merupakan bagian dari
program pemasaran yang selalu dipantau oleh fungsi pemasaran untuk
Melihat tugas serta fungsi pemasar dan penjual yang cukup berat
dan memiliki orientasi berbeda sehingga kolaborasi antara bagian penjualan
dan bagian pemasaran sering dianggap akan menimbulkan konflik sehingga
perusahaan selalu berharap agar hal tersebut tidak terjadi. Oleh karena itu
perlu penjabaran yang rinci tentang fungsi dan tugas dari setiap bagian untuk
mencari solusi agar semuanya dapat tetap berinteraksi, dan mendorong
terjadinya peningkatan pendapatan.
Scott (2014) mengatakan, “sell-through and sell-in are terms used
in a specific type of sales channel”. Santos (2013) mengatakan “when a company sells into a distribution channel, these concepts (sell-through and
sell-in) are central to its success”. Jadi makna penjualan yang terjadi pada
saluran yang membeli produk untuk dijadikan stok berbeda dengan makna
penjualan untuk konsumen akhir, dan hal ini merupakan perbedaan antara
sell-trough dan sell-in. Bentuk transaksi yang umum terjadi pada kedua
saluran tersebut berupa pembelian produk oleh pengecer (retailers) dari
produsen atau distributor sebagai stok (inventory) untuk dijual kembali
secara tunai atau kredit kepada para rekanan atau konsumen, untuk
mendapat keuntungan dari selisih antara harga beli dengan harga jual
produk tersebut. Perlakuan transaksi jual beli (sell-in) seperti ini dapat
menguntungkan usaha kecil yang menjual berbagai jenis produk.
Sell-trough terjadi bilamana barang milik pengecer yang tidak
terjual akan dikembalikan (returned) kepada produsen atau distributor, dan
pengecer lain yang memiliki prospek penjualan lebih baik. Hal ini
tergantung dari kesepakatan awal antara produsen atau distributor dengan
pengecer, selain itu barang tersebut masih berkondisi baik atau sama persis
dengan kondisi awal pada saat produk diterima pengecer.
Efisiensi dalam kegiatan proses produksi barang atau jasa menjadi
fokus utama produsen daripada kegiatan penjualan, karena untuk menjual
produk sudah tentu diperlukan keahlian khusus dan struktur organisasi yang
rumit apalagi hanya untuk melayani pesanan dalam jumlah yang sedikit.
Pada akhirnya semua fungsi dan tugas pemasaran dan penjualan diserahkan
kepada perantara, sehingga diperlukan suatu kebijakan dan prosedur
tertentu dalam melakukan pemilihan dan penentuan saluran penjualan yang
efektif dan menguntungkan bagi produsen. Jadi keberhasilan pemasaran
tidak terlepas dari keberhasilan penjualan, seperti yang dibuktikan oleh
Yudith (2005) dalam penelitiannya bahwa semakin tinggi kinerja penjualan
akan semakin meningkatkan kinerja pemasaran.
2.2.2 Strategi Pemasaran (Marketing Strategy)
Strategi pemasaran dianggap baik jika diyakini mampu meningkatkan nilai
suatu bisnis melalui peningkatan keuntungan layaknya aset perusahaan yang lain.
Besar kecilnya keuntungan ditentukan oleh perkiraan arus kas yang dihasilkan
setelah dikurangi dengan biaya modal.
Perreault dan McCarthy (2002) mengatakan “a marketing strategy
specifies a target market and a related marketing mix”. Kotler et. al. (2005)
hopes to achieve its marketing objectives”. Guiltinan dan Paul (1999) menyatakan bahwa strategi pemasaran adalah pernyataan utama tentang harapan yang bisa
dicapai dengan melihat dampak yang terjadi pada permintaan konsumen tertentu.
Jadi strategi pemasaran dapat didefinisikan sebagai suatu gambaran besar aktifitas
perusahaan untuk mencapai tujuan pemasaran melalui kombinasi target pasar
dengan bauran pemasaran (marketing mix).
Pada saat menerapkan strategi pemasaran diperlukan pendekatan khusus
melalui program pemasaran seperti: iklan, promosi penjualan, pengembangan
produk, penjualan, dan distribusi. Kemudian untuk mengetahui strategi mana yang
paling bermanfaat diantara semua strategi pemasaran yang dibuat, hal pertama yang
perlu diperhatikan adalah jenis kebutuhan yang ingin dipengaruhi. Jenis kebutuhan
tersebut bisa berupa kebutuhan primer atau kebutuhan akan produk dasar, dan
kebutuhan selektif atau kebutuhan akan produk atau merek tertentu. Seperti yang
dikatakan Guiltinan dan Paul (1999) bahwa, strategi kebutuhan primer dirancang
untuk meningkatkan permintaan terhadap bentuk atau kelas produk dari dan bukan
pemakai yang sekarang.
Jadi strategi kebutuhan primer memerlukan rangsangan dari pendekatan
dari strategi lainnya, yakni strategi untuk menambah jumlah pemakai, dan strategi
untuk meningkatkan pembelian. Aktifitas peningkatan jumlah pelanggan harus
dilakukan secara agresif dengan menjaring pelanggan baru (acquisition strategies),
baik secara terbuka (head to head positioning) dengan pesaing ataupun dalam posisi
berbeda (differentiated position). Sedangkan aktifitas untuk mempertahankan
pembelian, meningkatkan daya tarik, dan menghilangkan semua potensi untuk
beralih merk melalui penjelasan rinci tentang keunggulan dan manfaat dari produk.
Faktor-faktor penyebab terjadinya perubahan strategi pemasaran, yaitu:
1. daur hidup produk; yakni suatu keadaan dimana strategi pemasaran harus
disesuaikan dengan tahapan daur hidup, mulai dari tahap perkenalan,
pertumbuhan, kedewasaan dan kemunduran
2. posisi persaingan perusahaan di pasar; yakni suatu keadaan dimana strategi
pemasaran harus disesuaikan dengan posisi perusahaan dalam persaingan,
sebagai pemimpin, penantang, pengikut atau hanya merupakan sebagian kecil
dari pasar
3. situasi ekonomi; yakni keadaan dimana strategi pemasaran harus disesuaikan
dengan kondisi ekonomi dan proyeksi masa depan. Jadi jenis dan kualitas
produk, pelayanan serta hubungan kemitraan, posisi dalam persaingan, kondisi
perekonomian lokal dan global adalah faktor-faktor diantara banyak faktor
lainnya yang dapat menyebabkan terjadinya perubahan dalam strategi
pemasaran.
2.2.3 Saluran Distribusi dan Routes-to-Market
Bagian pemasaran menggunakan saluran distribusi untuk memajang,
menjual, ataupun mengirimkan produk kepada para pembeli atau pengguna sebagai
langkah tindak lanjut untuk menjalankan semua rencana yang telah disusun dalam
strategi pemasaran. Saluran distribusi yang digunakan bisa bermacam-macam,
mulai dari penggunaan jaringan dunia maya, korespondensi konvensional dan
orang lain ataupun perusahaan lain sebagai perantara ataupun penyedia jasa
penunjang aktifitas perdagangan. Semua fasilitas yang digunakan untuk
mendukung aktifitas pemasaran tersebut diharapkan dapat menghasilkan transaksi
dengan calon-calon pembeli potensial.
Untuk merancang dan merealisasikan semua harapan bagian pemasaran
tersebut tentu diperlukan kombinasi yang terbaik diantara komunikasi, distribusi,
dan saluran jasa di setiap penawaran yang mereka berikan kepada target pasar.
Routes to Market (RtM) diperkenalkan sebagai sebuah metode atau strategi yang
menggambarkan saluran, pelanggan, alat-alat dan proses yang banyak digunakan
oleh bagian pemasaran, bagian penjualan, bagian distribusi, dan bagian pelayanan
pelanggan, untuk mengantarkan produk kepada konsumen. Peran RtM bukan
sebatas mendistribusikan produk namun juga mengajarkan cara berfikir, cara
membangun hubungan dengan pelanggan sebagai upaya untuk menggali lebih
banyak informasi dan peluang bisnis, serta dapat dijadikan konsep dasar pelanggan
tentang cara membangun interaksi bisnis.
2.2.3.1 Saluran Distribusi (Distribution Channel)
Perreault dan McCarthy (2002) mengatakan “A channel of
distribution is any series of firms (or individuals) who participate in the flow
of products from producer to final user or consumer”. Burnett (2008)
mengatakan “distribution channels are the means by which goods are
distributed from the manufacturer to the end user”. Szopa dan Pękała (2012)
mengatakan “a distribution channel is a group of dependend on each other
services form producers to buyers”. Saluran distribusi dapat didefinisikan sebagai suatu saluran yang terdiri dari sebuah atau beberapa unit individu
atau perusahaan yang ikut ambil bagian dalam pengantaran produk dari
produsen ke pembeli atau konsumen. Selanjutnya Cravens (2009)
mengatakan bahwa, ada beberapa pertimbangan untuk mengembangkan
strategi saluran distribusi, yaitu: (1) menentukan tipe rencana saluran, (2)
memutuskan intensitas distribusi, dan (3) memilih konfigurasi saluran.
Ketiga langkah pemilihan tersebut gambarkan sebagai berikut:
Sumber : Cravens, 2009
Gambar 2. 3 Langkah-Langkah Pemilihan Saluran Pemasaran
Szopa dan Pękała (2012) mengatakan “company decisions
regarding the type of distribution channel are considered in two structural
systems: vertical and horizontal”.
Ludick (2011) mengatakan “This firm-customer interaction suggests two broad factors that may influence the distribution structure:
1. From a firm's perspective, what kind of customers and trade channel it is targeting and to what level it is committed to delivering customer satisfaction (i.e. its customer orientation);
2. From the customers' perspective, to what extent customers are likely to search for the product and the price in the market (i.e. search
Kerjasama dan ketergantungan antara perusahaan dengan perantara
dipengaruhi oleh struktur distribusi vertikal maupun horizontal, dan sudut
pandang perusahaan (firm’s perspective) maupun sudut pandang pelanggan
(customer’s perspective) yang digunakan. Pada struktur vertikal terlihat bahwa ketergantungan perusahaan muncul saat membuat keputusan jika
terjadi perbedaan jumlah antara penerimaan dengan pengeluaran, sedangkan
struktur horizontal digunakan saat menentukan kebutuhan perantara.
Perbedaan-perbedaan tersebut akan selalu terjadi di setiap tingkatan
distribusi, karena menurut perspektif bisnis bahwa sebenarnya perusahaan
dan pelanggan memiliki target dan komitmen yang sama yaitu untuk
memberikan kepuasan. Padahal sebenarnya jika ditinjau dari perspektif
pelanggan ternyata pelanggan lebih suka mencari produk-produk kebutuhan
di pasar berdasarkan besaran harganya.
Saluran distribusi sebagai bagian dari strategi pemasaran berguna
untuk membuat suatu lokasi (jalan, toko/gerai, virtual shop, pengecer,
grosir, agen, telemarketer, direct mail) menjadi terlihat menarik bagi
konsumen untuk bertransaksi dengan mengkombinasikan elemen marketing
mix. Selain itu faktor-faktor lain untuk mencapai target pasar, seperti: lokasi
perusahaan, lokasi target, lokasi gudang persediaan, dan cara menjangkau
lokasi (transportasi pengiriman produk) juga butuh perhatian.
Lee (1996) mengatakan “a distribution channel can include
distributors, dealers, and retail outlets that purchase and stock significant
saluran utama produk produsen, manufaktur dan provider B2B (
business-to-business) adalah: 1) penjualan langsung ke pelanggan bisnis, dan 2)
penjualan melalui distributor. Burnett (2008) mengatakan “designing the
optimal distribution channel depends on the objectives of the firm and the
characteristics of available channel options”. Jadi semua unit dalam saluran distribusi sama-sama berfungsi untuk memuaskan pelanggan melalui
pengantaran pesanan sesuai dengan lokasi tujuan, jumlah, kualitas, dan
harga yang sesuai dengan penawaran. Seperti yang dikatakan oleh Weitz, et
al. (2004) bahwa, pemilihan dan penerapan saluran distribusi melalui
saluran business-to-business (B2B) ataupun consumer-goods tidak terlepas
dari peran penting resellers, yakni semua perusahaan di saluran distribusi
yang berfungsi untuk menghubungkan produsen dengan konsumen. Selain
bertujuan untuk memuaskan pelanggan, semua unit di saluran distribusi
mulai dari pengecer, wakil representatif produsen, kantor penjualan, dan
grosir bisa dimanfaatkan untuk melakukan berbagai aktifitas promosi yang
dapat mempengaruhi dan mendorong terjadinya permintaan. Seperti yang
dikatakan oleh Kotler dan Keller (2012) yakni, “the marketer uses
distribution channels to display, sell, or deliver the physical product or
service(s) to the buyer or user”.
Berdasarkan dari kutipan yang dikemukakan oleh Cravens (2009),
Szopa dan Pękała (2012), Ludick (2011), Lee (1996), Weitz, et al. (2004),
dan Burnett (2008) dapat dinyatakan bahwa saluran distribusi yang baik
1. Persiapan (preparation and design) untuk menentukan tipe saluran (vertikal atau horisontal) melalui pertimbangan dari sudut pandang
perusahaan ataupun pelanggan, bentuk saluran (langsung atau tidak
langsung), dan kehandalan model untuk berkompetisi dengan pesaing.
2. Perencanaan (planning) untuk menyusun tahapan kerja yang sejalan dengan strategi pemasaran dengan memanfaatkan informasi tentang
perilaku konsumen serta mengestimasi batas maksimum pelayanan yang
dibutuhkan pelanggan dalam hal variasi ukuran, jenis, waktu tunggu
pengantaran produk, lokasi gudang serta pasar yang strategis, dan
keanekaragaman produk yang ditawarkan
3. Prosedur (procedure) untuk melakukan sosialisasi peraturan dan petunjuk pelaksanaan, menjalankan tugas dan aktifitas, mendokumentasi
setiap hasil yang dicapai, melakukan evaluasi terhadap seluruh proses
dan aktifitas, dan memperbaharui proses sesuai pengalaman yang didapat
pada saat implementasi.
Hasil pelaksanaan seluruh proses dan aktifitas yang dibutuhkan
untuk membangun saluran distribusi adalah model Routes to Market/RtM
(rute ke pasar) yang efektif, efisien, dan kompetitif untuk mengantarkan
produk kepada konsumen. Setiap model RtM tersebut berguna untuk
membedakan proses pemilihan, pemesanan, dan penerimaan produk oleh
pelanggan, sehingga setiap susunan variasi distribusi yang muncul harus
diperkenalkan ke seluruh organisasi, institusi dan agensi karena posisinya
2.2.3.2 Rute ke Pasar (Routes-to-Market)
Raulerson, et al., (2009) menyatakan “A route is the combination
of resources selected by the vendor to communicate, provide, or support the
product or service to the customer at each step of the sales cycle”. Rute (routes) adalah hasil kombinasi sumberdaya andalan dan menguntungkan
yang dibangun oleh penjual (vendor) untuk mengantarkan produk kepada
target pasar. Kombinasi yang dimaksud dan harus dilakukan adalah:
1. A way to determine the optimal level of spending for each function in marketing, sales, and customer service, for each product or service, market segment, and competitive environment
2. A way to get everyone in these functions aligned and working together to maximize results. (Raulerson, et al., 2009)
Merancang dan membangun rute-rute agar membentuk suatu
sistim distribusi memerlukan sebuah metode atau yang disebut dengan
Routes to Market (RtM) yang mampu untuk: 1) menentukan batas optimal
(standard level) hasil yang dicapai; 2) sejalan dengan strategi pemasaran; 3)
dilakukan secara bersamaan oleh seluruh fungsi (pemasaran, penjualan, dan
pelayanan pelanggan); 4) disesuaikan dengan jenis produk yang dijual; 5)
diterapkan pada seluruh segmentasi pasar dan lingkungan persaingan.
Metode RtM ini memungkinkan setiap tim untuk saling bertukar
fungsi (cross-functional) dalam rangka pengembangan rencana taktis ke
pasar, menjelaskan peran dan aktifitas yang dilakukan oleh setiap fungsi
(pemasaran, penjualan, dan pelayanan pelanggan), serta mengukur
kemampuan setiap fungsi untuk mencapai sasaran (company’s objectives). Raulerson et al. (2009) mengatakan “RTM can be used as a
evaluate the profitability of entering a new market, or to think through corporate strategies for taking the company into fields where marketing, sales, distribution, or customer service could be different than where the
company has been before”.
Garrett dan Wilson, (2005) mengatakan “The routes to market (RTMs) are labelled with the name of a channel, but importantly these represent the ‘leading channel’, not the sole channel involved in the route, as a number of internal and third party units may work together on the
customer relationship”.
Boyle et. al., (2010) mengatakan “In order to better grow with our customers, the model focuses on three areas of customer service: Sales, Logistics and Execution. These areas are the components of a route to
market from bottlers to consumers”.
RtM adalah suatu metodologi yang cukup sederhana, namun cocok
untuk mengantisipasi segala perubahan pasar dan perilaku pembeli (buyer
behavior), efektif untuk dioperasikan, ampuh mendorong pertumbuhan
yang menguntungkan, dapat digunakan untuk mendiagnosa asumsi tentang
kemampuan suatu produk untuk diterima pasar, memberi keuntungan pada
saat memasuki pasar yang baru, dan informasi tentang hasil eksekusi strategi
perusahaan di lapangan oleh bagian pemasaran, bagian penjualan, bagian
distribusi, dan bagian layanan pelanggan agar tampil beda dari sebelumnya.
Selain sebagai sebuah metode serta kelengkapan untuk
mendiagnosa dan memeriksa kebenaran suatu asumsi, RtM juga selalu
dikaitkan dengan saluran hingga dinyatakan sebagai “leading channel”. Jadi RtM bukanlah rute layaknya rute pada siklus penjualan, melainkan
suatu bentuk hubungan kerjasama bisnis antara perusahaan dengan mitra
(third party) untuk tumbuh bersama pelanggan dengan memusatkan
logistik (logistic), dan pelaksanaan (execution). Dengan demikian perlu ada
pemahaman yang jelas mengenai tata kelola hubungan (relationship
management), identifikasi peluang dan rasa memiliki (opportunity
identification and ownership), pemenuhan administrasi (fulfilment
administration), pelaksanaan (implementation), dan dukungan pasca
penjualan (post sales/after sales support).
Jadi pertimbangan perusahaan saat memilih RtM sebagai instrumen
distribusi untuk menjual dan melayani pelanggan, adalah:
1. Sedikit yang dikeluarkan dan menjual lebih banyak.
2. Memberikan produk dan layanan yang tepat kepada pelanggan yang tepat pada waktu yang tepat.
3. Mempertahankan pelanggan yang sudah ada dan memelihara pelanggan
baru yang menguntungkan.
4. Mengoptimalkan bauran pemasaran, penjualan, dan saluran distribusi untuk memaksimalkan pendapatan dan keuntungan sepanjang siklus hidup produk (products life cycle).
5. Memastikan semua orang di bagian produksi, pemasaran, penjualan, layanan pelanggan, dan semua mitra distribusi selalu berjalan selaras dan bekerjasama untuk memaksimalkan hasil.
6. Menentukan batas optimal pengeluaran di masing-masing fungsi di bagian pemasaran, penjualan, dan layanan pelanggan, untuk setiap segmen pasar, produk dan layanan. (www.paramarketing.com, 2014)
Semua informasi tentang perilaku berbelanja konsumen terhadap
suatu produk juga diperlukan untuk menentukan variasi RtM yang bisa
dipakai dengan memperhatikan beberapa faktor berikut, yakni:
1. Faktor internal dan eksternal; lokasi atau letak toko pelanggan, cara mengunjungi, infrastruktur dan pembiayaan untuk mengelola rute distribusi.
2. Penjualan langsung; cocok untuk produk yang kompleks, kontak pribadi langsung kepada setiap pelanggan, mahal dan membuang waktu.
3. Penjualan melalui grosir; cocok untuk menjual produk yang bernilai rendah dan cepat tergantikan, keuntungan sedikit dan banyak rintangan. 4. Penjualan jarak jauh; lebih murah daripada lainnya, sulit untuk
untuk pesanan yang berulang-ulang dan tidak memerlukan demonstrasi produk.
5. Penjualan secara on-line; lebih hemat biaya, waktu pengoperasian bisnis 24 jam dan setiap hari, jangkauan audiens yang luas, sulit untuk membangun kepercayaan dan ketertarikan bisnis, tetapi memiliki website yang handal.
6. Kombinasi dari beberapa saluran; memberikan perubahan luar biasa untuk meraih audiens, membantu pengembangan strategi penjualan, namun sulit untuk mengelola multi saluran yang digunakan.
(www.smarta.com, 2014)
Keberhasilan penerapan RtM dapat diketahui dari hasil analisa
holistik penggabungan antara aktifitas dan kebutuhan fungsional. seperti
yang digambarkan oleh Navaro et al. (2010) berikut:
Sumber: Navaro et al. 2010
Gambar 2. 4 Pandangan Holistik Routes to Market
Semua aktifitas yang dilakukan saat penerapan RtM
dikelompokkan menjadi tiga aktifitas utama, yaitu; pertumbuhan (growing),
terus menerus (sustaining), dan pemberi nilai tambah (value adding).
aktifitas pemesanan, pendistribusian, dan penagihan; aktifitas pemberi nilai
tambah (adding value) meliputi aktifitas pemajangan dan jaminan mutu.
Persiapan yang dibutuhkan untuk menerapkan model RtM dimulai
dari merancang produk terbaik dan sesuai dengan kebutuhan pelanggan,
mencari outlet dan saluran potensial yang sesuai dengan rancangan produk,
serta mengamati prilaku membeli konsumen.
Semua informasi tersebut sangat penting bagi pengembangan
rancangan produk, pemajangan, strategi promosi, dan sebagainya agar dapat
menghasilkan permintaan. Seluruh tahapan aktifitas penerapan
digambarkan seperti berikut:
Sumber: ANON01, 2012
Gambar 2. 5 Langkah-Langkah Pemilihan Saluran Pemasaran
Ada dua area utama yang menjadi pusat perhatian, yaitu:
1. Area kendali konsumen (cosumer driven), yang meliputi semua isu serta permasalahan yang terjadi pada sisi konsumen (consumer
proposition) dan sisi pengecer atau saluran (retail/channel proposition).
(consumer need), target pasar yang membutuhkan (target market), dan
rancangan produk yang diinginkan (product design). Sedangkan
permasalahan pada sisi pengecer dimulai dari situasi persaingan
(competitive situation), pemilihan saluran (channel selection), lokasi
gudang (store location), dan perilaku pembeli (shopper behaviour)
2. Area fokus pelanggan (customer focused), yang meliputi semua isu serta permasalahan yang dapat mempengaruhi rantai nilai RtM (value
chain RTM) dan sistim penjualan RtM (selling system RtM).
Permasalahan pada sisi rantai nilai dimulai dari saat perancangan produk
(product design), penyusunan strategi pendistribusian (retail/channel
strategy), dan sistim pengelolaan bisnis pelanggan (customer business
system). Untuk permasalahan pada sistim penjualan terjadi sejak
penentuan strategi saluran (channel strategy), penyesuaian implementasi
dengan sistim bisnis pelanggan (customer business system), dan evaluasi
untuk peningkatan sistim bisnis industri (manufacturer business system).
Penerapan RtM dapat menggunakan lebih dari satu struktur saluran
distribusi langsung maupun tidak langsung tergantung pada sumber daya
Sumber: Raulerson et al. 2009
Gambar 2. 6 Struktur Saluran Distribusi
Aktifitas distribusi yang dibangun dengan menggunakan RtM dan
diterapkan pada saluran penjualan dapat dikelompokkan menjadi dua
aktifitas penjualan yaitu selling-in dan selling-out. Pelaksanaan kedua
aktifitas tersebut memerlukan peran perantara sebagai penghubung antara
produsen dengan konsumen, tetapi faktor yang tetap menjadi pertimbangan
pokok adalah efektifitas, optimalisasi biaya, dan kualitas pelayanan. Alur
kegiatan selling-in dan selling-out yang ada pada saluran penjualan tersebut
diilustrasikan pada gambar berikut:
Sumber: Kotler et al. 2005
Dalam penerapan RtM diperlukan beberapa tahapan penting, yakni:
membangun hubungan, mengidentifikasi peluang melalui pengamatan dan
survei, pemanfaatan peluang, kelengkapan administrasi dan pemutakhiran
data (database), pelaksanaan, monitoring dan perbaikan yang berkelanjutan.
Semua informasi yang diperoleh selama tahapan proses digunakan sebagai
dasar penyusunan strategi peningkatan penjualan dan kepuasan pelanggan
melalui aktifitas selling-in dan selling-out.
Setiap proses dan hasil yang diperoleh pada saat penerapan RtM
diukur dan dievaluasi dengan indikator kinerja pemasaran dan umpan balik
dari pelanggan. Angka selling-in yakni jumlah produk yang terjual di tingkat
produsen atau distributor dan digunakan untuk mengukur kemampuan
produk dapat diterima di tingkat perantara. Angka selling-out yakni jumlah
produk yang terjual di tingkat agen maupun pengecer dan digunakan untuk
mengukur kemampuan produk dapat diterima dan dikonsumsi oleh
konsumen. Sehingga secara keseluruhan total selling-in dan selling-out
tersebut bisa memberikan gambaran positif kinerja perusahaan.
Evaluasi yang dilakukan terhadap proses dan hasil selling-in dapat
dikelompokkan menjadi aktifitas pertumbuhan dan yang terus menerus
(growing and sustaining activities) pelanggan, yang meliputi aktifitas
peningkatan penerimaan, pengembangan, pemesanan, pendistribusian, dan
penerimaan pembayaran. Evaluasi proses selling-out meliputi hasil pemberi
nilai tambah (adding value), seperti pemajangan (merchandising) produk
penjualan menjadi selling-in dan selling-out ditujukan supaya bagian
pemasaran dapat lebih fokus dalam membuat alokasi anggaran promosi dan
merealisasikannya sesuai dengan target pelanggan dan konsumen, sehingga
biaya pemasaran dan distribusi menjadi lebih efektif dan efisien.
Selain menjadi instrumen kebijakan perusahaan dan bagian utama
pendistribusian produk, RtM juga merupakan teknik untuk menjual dan
merencanakan penjualan. Perencanaan dalam RtM merupakan faktor
penting untuk melihat kebiasaan dan kebutuhan pelanggan, mengetahui
alasan pelanggan tidak mau membeli, ketersediaan penjual dan saluran
distribusi, mengetahui bagaimana kedudukan kategori serta merek produk
saat ini di pasar dan target segmen, dan keunggulan serta kekurangan setiap
merek di setiap saluran untuk menjangkau semua segmen pelanggan.
RtM bagi sebuah perusahaan dapat dikatakan sebagai “The development of Strategic Plans, Strategy Maps and Operational Plans add a number of benefits to the organisation, including:
1. Clarification of strategy and definition of tactics to achieve the strategy. 2. Alignment of company’s mission and strategy with prioritised
management activities.
3. Initiatives, prioritisation, alignment, context and direction for
organisation’s initiatives.
4. People Development, clear direction for internal growth and
development of employees.
5. Roadmap for achieving the strategy.
6. Integration of strategy and roadmaps to operational plans for all
departments” (ANON03, 2015)
Pengembangan perencanaan strategis, peta strategi dan rencana
operasional yang baik pada proses penerapan RtM merupakan informasi
penting dan bermanfaat bagi model distribusi, bernilai bagi bisnis, karyawan
Dari beberapa perusahaan yang sudah menerapkan RtM menyatakan, bahwa “We are committed to creating a RTM model that
delivers value to our business, employees and customers. A destination route-to-market model that:
1. Delights our consumers through consistency and choice
2. Creates a compelling reason for our customers to purchase from company
3. Provides clarity, focus and opportunity for our front-line team members to optimise selling time
4. Supports revenue and profit growth for both our customers and company 5. Scales to support our varying customer needs
6. Optimises our cost-to-serve and maximises return on investment for company shareholders
7. Delivers a sustainable competitive advantage
8. Simplifies our processes and engages our employees to strive for the best
every day.” (ANON03, 2013)
Setiap model RtM harus memiliki komitmen yang dapat
memberikan nilai bagi perusahaan, karyawan, dan pelanggan. Hal ini
disebabkan karena tujuan utama RtM adalah: 1) menyenangkan pelanggan
melalui konsistensi dan pilihan; 2) mengetahui alasan pelanggan membeli
produk; 3) membangkitkan rasa optimis tim terdepan; 4) mendorong
pertumbuhan pendapatan serta keuntungan perusahaan dan pelanggan; 5)
membuat pertimbangan untuk pemenuhan kebutuhan pelanggan; 6)
mengoptimalkan biaya operasional untuk memaksimalkan investasi
pemodal; 7) menciptakan keunggulan kompetitif yang terus menerus; 8)
menyederhanakan prosedur dan mendorong karyawan untuk selalu menjadi
yang terbaik.
Navaro et al. (2010) mengatakan bahwa, “There are three sets of priorities that must be considered: customer needs and preferences, which determine satisfaction and affect growth potential; revenue growth, which determines market share and volume; and total cost-to-serve, which determines the economic feasibility and profitability of serving both
Ada tiga kelompok prioritas yang harus diperhatikan dalam saluran
distribusi, yakni: 1) kebutuhan dan pilihan pelanggan (customer needs and
preferences), yang menjadi dasar penentu kepuasan dan pertumbuhan yang
potensial; 2) pertumbuhan pendapatan (revenue growth), yang menjadi
dasar penentu pangsa pasar dan penjualan; dan 3) total biaya pelayanan
(total cost-to-serve), yang menjadi dasar penentu kelayakan ekonomi dan
manfaat dari pelayanan yang diberikan pada pelanggan secara individu
maupun kelompok (segment).
Ketiga prioritas perhatian yang dikemukakan oleh Navaro et al.
(2010) tersebut sesuai dengan pernyataan yang dikemukakan oleh Cravens
(2000), Szopa dan Pękała (2012), Ludick (2011), Lee (1996), Weitz, et. al.
(2004), dan Burnett (2008) tentang faktor-faktor yang diperlukan untuk
membangun saluran distribusi yang baik, kompetitif, dan bisa bertumbuh.
Faktor-faktor tersebut berupa proses pertimbangan yang didasarkan pada
sudut pandang perusahaan dan pelanggan, yang meliputi segala informasi
yang diperoleh pada saat proses persiapan (preparation), proses perincian
perencanaan (planning), dan proses penyusunan prosedur (procedure) yang
komprehensif. Seluruh faktor penentu tersebut dibangun dengan metode
Sumber: Cravens, 2000; Szopa dan Pękała, 2012; Ludick, 2011; Lee, 1996;
Weitz, et al., 2004; Burnett, 2008; Navaro et al., 2010
Gambar 2. 8 Model Routes to Market
Penerapan RtM diperlukan untuk memastikan kemampuan saluran
distribusi merealisasikan harapan bagian pemasaran melalui kombinasi
antara komunikasi, distribusi, dan saluran jasa yang digunakan agar semua
produk yang dihasilkan atau ditawarkan dapat berkompetisi dan menjadi
pilihan konsumen. Segala perbedaan dan kemungkinan dapat terjadi pada
saat penerapan RtM, khususnya isu positip maupun negatip yang
berhubungan dengan kualitas dan mutu pelayanan, yang meliputi; informasi
produk, batas wewenang dan interaksi sosial, jam kerja bisnis, batas
pesanan, kemudahan bernegosiasi, keberadaan kredit, pilihan pembayaran,
keamanan bertransaksi, waktu pengiriman, kebijakan pengembalian, dan
dukungan pasca pembelian.
2.2.4 Strategi Distribusi (Distribution Strategy)
Nickols (2012) mengatakan “Strategy is concerned with how you will
achieve your aims, not with what those aims are or ought to be, or how they are
especially by management has significant impact on success or failure of an
enterprise as well as on its bankruptcy or survival in the market”. Strategi adalah
langkah-langkah atau upaya yang digunakan oleh perusahaan untuk mencapai
sasaran melalui cara-cara yang ditetapkan dan secara signifikan dapat
mempengaruhi keberhasilan dan keberlangsungan hidup perusahaan di pasar.
Segetlija et al. (2011) mengatakan “Distribution encompasses a system of all activities that are related to the transfer of economic goods between manufacturers and consumers. It includes such a coordinated preparation of manufactured goods according to their type and volume, space and time, so that supply deadlines can be met (order fulfilment) or estimated demand can be
efficiently satisfied (when producing for an anonymous market)”.
Stern dan El-Ansary (2006) mengatakan “Distribution or marketing channels are systems of mutually dependent organisations included in the process
of making goods or services available for use or consumption”. Distribution adalah suatu sistim yang mengatur seluruh proses dan aktifitas langsung ataupun tidak
langsung yang berhubungan dengan pemindahan produk dari produsen ke
konsumen, dengan meliputi perencanaan produk dan volume, ruang dan waktu,
serta estimasi permintaan agar menjadi efisien dan efektif.
Strategi distribusi adalah seluruh langkah dan upaya yang digunakan oleh
perusahaan untuk memindahkan produk dari produsen hingga ke konsumen melalui
saluran langsung ataupun tidak langsung secara efektif dan efisien, dengan
melibatkan fungsi bagian pemasaran dan bagian penjualan untuk melakukan
seluruh aktifitas agar dapat memenuhi kebutuhan dan memuaskan pelanggan.
Strategi distribusi tersebut harus menggambarkan maksud yang jelas dan realistis,
konsisten dan stabil, berdampak signifikan terhadap keberhasilan atau kegagalan,
kondisi yang ada, sehingga semua penawaran dan permintaan dapat terpenuhi atau
diperkirakan dengan efisien dan memuaskan.
Strategi distribusi sebagai rencana aktifitas yang disusun berdasarkan
strategi pemasaran untuk mengantarkan produk ke konsumen melalui saluran
distribusi (channel of distribution) diharapkan dapat memastikan bahwa semua
produk benar-benar dikonsumsi atau digunakan oleh konsumen akhir. Hasil yang
diperoleh dari strategi distribusi yang baik dapat dilihat dari kemampuan
perusahaan untuk menjaga eksistensi dengan menyediakan produk-produk
berkualitas, pelayanan yang cepat dan tepat bagi pelanggan, penggunaan
infrastruktur dan sumber daya dengan optimal, dan konsistensi untuk menerapkan
semua kebijakan. Semua harapan tersebut dapat dilakukan melalui suatu saluran
yang terdiri dari beberapa unit internal dan eksternal yang bertujuan sama, yakni
untuk mendistribusikan produk dari produsen ke konsumen dengan tingkat
kepuasan yang dapat menciptakan permintaan atau pembelian yang berulang.
Strategi distribusi yang optimal, sejalan dengan tujuan perusahaan, dan
karakteristik target pasar, dibangun melalui saluran distribusi. Saluran distribusi
tersebut terdiri dari distributor, agen, dan pengecer (re-seller) yang membeli secara
langsung atau tidak langsung untuk dijadikan stok yang akan dijual kembali ke
konsumen. Untuk membangun strategi distribusi yang sesuai dengan harapan tentu
perlu metode yang dapat mendorong pertumbuhan yang menguntungkan bagi
perusahaan sesuai dengan objektif strategi pemasaran. Setiap metode yang
dijalankan sesuai dengan tahapan proses pembuatan rancangan (design), penentuan
objektif dan penyusunan prosedur.
Segetlija (2011) mengatakan “Distribution channel – one or more companies or individuals who participate in the flow of goods and services from
the manufacturer to the final user or consumer". Lee (1996) mengatakan “A
Distribution channel can include Distributors, Dealers, and Retail outlets that
purchase and stock significant quantities of a manufacturer’s products”. Pada setiap alur transformasi produk antar individu ataupun unit yang terjadi dalam
saluran distribusi, menimbulkan aktifitas tukar menukar atau jual beli yang rutin
dan berkelanjutan baik secara langsung dari produsen ke konsumen ataupun tidak
langsung dari produsen ke pengecer dan ke konsumen. Hasil yang diharapkan dari
aktifitas tersebut adalah keuntungan yang bersifat finansial maupun non finansial.
Stern dan El-Ansary (2006) menjelaskan beberapa istilah pada tahapan proses perdagangan seperti berikut:
1. Perantara terbentuk di dalam proses tukar menukar, karena mereka dapat meningkatkan efisiensi dari proses tersebut.
2. Saluran perantara dibentuk untuk menyesuaikan berbagai ketidaksesuaian melalui kinerja proses penyortiran.
3. Agen pemasaran bersama-sama bergantung pada pembentukkan saluran yang dibuat untuk melakukan rutinitas transaksi.
4. Saluran difasilitasi dengan proses pencarian.
Penjualan langsung yang dilakukan produsen melalui penjual
(salesperson) ke pelanggan bisnis (pabrik, toko dan pengguna langsung) sebagai
target pasar produk disebut dengan saluran langsung (direct channel).
Sumber: Weitz, et al., 2004
Pada bentuk penugasan yang diberikan produsen kepada para penjual atau
perantara dagang (trade salespeople) untuk menawarkan serta menjual produk ke
distributor dan reseller disebut dengan saluran distributor (distributor channel).
Sumber: Weitz, et al., 2004
Gambar 2. 10 Saluran Distributor
Perusahaan dapat menggunakan beberapa saluran distribusi sehingga
banyak istilah yang dipakai untuk menyebut penjual, misalnya: missionary
salespeoples yakni sebutan untuk karyawan produsen yang bertugas
mempromosikan semua produk kepada perusahaan lain, sedangkan realisasi
pembeliannya hanya bisa dilakukan melalui distributor yang ditunjuk. Secara
prinsip tugas penjual hanya sebatas membangun dan memelihara hubungan dengan
pelanggan, walaupun ada perusahaan produk konsumsi yang menugaskan
penjualnya untuk menawarkan dan menjual produk tidak hanya terbatas kepada
distributor melainkan juga kepada pengecer dan konsumen langsung. Jadi tugas dan
tanggungjawab penjual pada saluran distribusi tergantung kepada jenis atau posisi
pekerjaannya.
Dari kutipan yang dikemukakan oleh Nickols (2012), Nowakowska
(2009), Segetlija et al. (2011), Stern dan El-Ansary (2006), Lee (1996) tentang
strategi distribusi dan cara penentuan jumlah serta jenis saluran, maka diperlukan
distribusi sejak dari pemilihan model yang efektif dengan bentuk saluran distribusi
yang handal, mampu berkompetisi, dapat melayani dan memenuhi kebutuhan
konsumen dengan biaya yang optimal. Selain dapat mempengaruhi model strategi
distribusi, faktor-faktor tersebut juga dapat mempengaruhi model RtM yang akan
digunakan untuk membentuk saluran distribusi. Faktor-faktor tersebut adalah:
1. Persiapan (preparation & design), yakni seluruh aktifitas yang dilakukan sebelum menentukan pilihan model distribusi yang akan digunakan mulai dari
hasil penelitian pasar (market research) tentang prilaku konsumen berbelanja,
kegiatan pesaing pada produk dan target pasar yang sama, pemutakhiran data
pelanggan, dan merancang bentuk saluran (channel design) yang sesuai dengan
jenis serta disain produk yang ditawarkan dan tujuan strategi pemasaran. Jadi
indikator yang digunakan pada langkah rancangan adalah, hasil market research
dan channel design. (Stern dan El-Ansary, 2006)
Sumber: Stern dan El-Ansary, 2006
Gambar 2. 11 Model variabel Persiapan(preparation and design)
2. Perencanaan (planning), yakni seluruh rencana tindakan yang disusun secara sistematis, strategis, dan selaras dengan harapan pemasaran untuk memberikan
pelayanan serta pemenuhan kebutuhan yang efektif dan efisien untuk seluruh
target pasar yang menjadi cakupan (coverage) akhir produk. Pembuatan rencana
mampu untuk mengestimasi batas pelayanan (service level) yang dibutuhkan
pelanggan agar lebih kompetitif dan handal di pasar. Indikator yang digunakan
untuk mengukur perencanaan yaitu, cakupan (coverage) dan sasaran (objective)
yang ingin dicapai. (Segetlija, 2011) dan (Lee, 1996)
Sumber: Stern dan El-Ansary, 2006
Gambar 2. 12 Model variabel Perencanaan (planning)
3. Prosedur (procedures), yakni proses pembuatan pedoman dan peraturan untuk
melakukan sosialisasi, eksekusi dan implementasi, dokumentasi, evaluasi, dan
revisi terhadap proses dan kondisi yang terjadi pada saat implementasi. Bentuk
sosialisasi, eksekusi, dokumentasi, dan evaluasi yang dilakukan meliputi cara
pengelompokkan (assortments) terhadap objek, lokasi (location), batasan
maksimum atau minimum persediaan dan potensi penjualan (inventory), bentuk
dan jenis transportasi (transportation) yang digunakan untuk mengantarkan
produk. Semua prosedur dibutuhkan pada saat eksekusi dan implementasi, jika
terjadi ketidaksesuaian maka direvisi untuk mengantisipasi terjadinya kesalahan
yang sama di masa mendatang. Indikator yang digunakan untuk mengukur
prosedur yaitu, cara pengelompokkan (assortments), cara menentukan lokasi
(location), cara mengelola persediaan (inventory), dan cara mengelola
Sumber: Segetlija et al., 2011 dan El-Ansary, 2006
Gambar 2. 13 Model variabel Prosedur (procedures)
Dengan teratasinya ketiga faktor yang dapat mempengaruhi strategi
distribusi, maka untuk mengukur keberhasilannya dapat dilihat dari indikator yang
juga merupakan objektif dari strategi distribusi yaitu:
1. Efektif, yakni mampu memberikan maksud yang jelas dan realistis, konsisten
dan stabil, berdampak signifikan terhadap hasil, terukur secara kuantitatif
maupun kualitatif, dan relevan dengan segala situasi dan kondisi.
2. Efisien, yakni mampu memberdayakan seluruh sumberdaya dengan maksimal
dan penggunaan biaya yang optimal, sehingga menjadi kehandalan daya saing
tersendiri yang sulit ditiru oleh para pesaing dalam jangka pendek.
Sumber: Nickols, 2012; Nowakowska, 2009; Segetlija et al., 2011; Stern dan El-Ansary, 2006; Lee, 1996.
2.2.5 Kinerja Pemasaran
Kinerja merupakan indikator–indikator keberhasilan kerja atau prestasi
kerja sesungguhnya yang dicapai oleh seseorang atau sebuah organisasi karena
melaksanakan tugasnya dengan baik. Salah satu indikator keberhasilan organisasi
adalah langkah sukses yang dilakukan oleh manajemen pemasaran melalui
penerapan strategi pemasaran.
Kotler dan Keller (2012) mengatakan, bahwa “the set of tasks necessary for successful marketing management includes developing marketing strategies and plans, capturing marketing insights, connecting with customers, building strong brands, shaping the market offerings, delivering and communicating value, and creating long-term growth”.
Sedangkan menurut Burnett (2008), bahwa “sales forecasting is the
principal tool used in implementing the profit-direction element in the marketing
management concept”.
Kinerja pemasaran merupakan ukuran prestasi yang diperoleh organisasi
dari proses aktifitas pemasaran secara menyeluruh dan termasuk juga hasil
penjualan. Jika perusahaan ingin meningkatkan kinerja usahanya di masa
mendatang, maka diperlukan konsistensi untuk memperhatikan dan melakukan
monitoring setiap angka hasil pencapaian (scorecard) penjualan, aktifitas dan
program pemasaran, serta melakukan estimasi terhadap segala kemungkinan yang
dapat mempengaruhi pangsa pasar, tingkat kerugian pelanggan, kepuasan
pelanggan, kualitas produk, dan langkah lainnya. Demikian juga halnya dengan
faktor hukum, etika, sosial, serta lingkungan yang harus juga dijadikan referensi
Setiap hasil pencapaian dari aktifitas dan program yang akan dievaluasi
dan dinilai dijadikan indikator atau ukuran kinerja (Key Performance
Indicator/KPI) yang bisa diukur dan dipertanggungjawabkan validasinya dari sisi
sumber data dan proses pengolahannya sehingga dapat digunakan untuk
pengambilan keputusan, serta gambaran yang jelas dan terukur tentang kinerja
operasional semua tim. Jadi diperlukan perhatian khusus untuk mengelola dan
mengamati seluruh tahapan serta proses kerja seseorang melalui databa se yang
berisikan laporan hasil pencapaian mereka. Jobber dan Lancaster (2009)
mengatakan bahwa “the creation of a databank of quantitative measures over time
allows a rich source of information about how the salesforce is performing
measures”. Demikian juga dengan Rogers (2014) mengatakan bahwa “essentially,
KPI’s should provide visibility into current activity that will impact future sales team productivity”. Penelusuran terhadap indikator yang dicapai secara harian dapat membantu mengidentifikasi kekurangan (gaps) dan memberikan pengarahan
(coach) kepada para anggota tim, sehingga mampu mendorong pencapaian hasil
(outcome) bulanan, kuartalan, dan angka produktifitas tahunan.
Kotler dan Keller (2010) mengatakan bahwa, “two complementary
approaches to measuring marketing productivity are: (1) marketing metrics to
assess marketing effects and (2) marketing-mix modeling to estimate causal
relationships and measure how marketing activity affects outcomes”. Lambin dan Chumpitaz (2001) menunjukkan dua perbedaan dimensi kinerja, yakni; the first one
about the three operational measures of Corporate Performance (total
profitability and the success of innovation. Dari kedua pernyataan tersebut dapat
disederhanakan bahwa ukuran kinerja dan produktifitas didasarkan kepada dampak
yang ditimbulkan terhadap total penjualan, pangsa pasar, tingkat perputaran aktiva,
dan nilai keuntungan perusahaan secara keseluruhan, baik dari aktifitas pemasaran
maupun aktifitas kemitraan yang dibangun dengan para pemasok dan pelanggan.
Homa (2008) mengatakan bahwa, “most of these inter-related marketing
performance metrics trace conceptually from two core marketing frameworks the
Customer Satisfaction Model (CSM) and Hierarchy of Effects Models (HEM)”.
Model Kepuasan Pelanggan (CSM) adalah gabungan kerangka 6-P sebagai bentuk
pencerminan dari 4-P (product, price, place, promotions) yang langsung terkoneksi
dengan pengembangan 2-P lainnya (people and performance). Sedangkan pada
Model Dampak Hirarki (HEM) menggambarkan langkah-langkah sistimatis proses
pembelian mulai dari memberikan pengaruh cognitive effects (berfikir, merasakan,
memutuskan) yang dapat mengarahkan terjadinya pembelian, bagi setiap perilaku
(behavioral acts) pada saat berbelanja atau membeli produk.
Jobberet al. (2004) mengatakan bahwa, “objectives define what the selling
function is expected to achieve typically as in the following terms: sales volume,
market share, profitability, service levels, and salesforce costs”. Rogers (2014), mengatakan “It is important to keep in mind when discussing KPIs that there is a
difference between Lagging Indicators and Leading Indicators”. Objektif dari menjual sebagai aktifitas pemasaran, dalam KPI dibagi menjadi dua kelompok