DAFTAR ISI . . . i
DAFTAR TABEL . . . .. . ii
BAB I PENDAHULUAN . . . . . . . .. . . iii
1. Latar Belakang. . . . . . . .. . . 1
2. Rumusan Masalah . . . . . . . .. . . 3
3. Tujuan .. . . . . . 3
DAFTAR TABEL
BAB 1
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Indonesia merupakan negara agraris yang sebagian besar mata pencaharian penduduk adalah petani, sehingga pertanian merupakan salah satu sektor industri yang menyerap lebih banyak pekerja bila dibandingkan dengan sektor lain yaitu sekitar 44,5% (Pusat Data dan Informasi Departemen Pertanian, 2006). Sektor pertanian juga memberikan kontribusi yang signifikan terhadap Produk Domestik Bruto (PDB) sebagaimana dapat dilihat pada Tabel 1 (BPS, 2009) terbukti dengan prosentase penyerapan PDB pada sektor ini cukup besar yaitu tahun 2004 sebesar 14,34% dan mengalami penurunan pada tahun 2005 dan 2006. Keberlangsungan sektor pertanian dipengaruhi oleh sektor-sektor non pertanian yang saling terkait. Industri pupuk merupakan salah satu industri yang berpengaruh dalam penyediaan faktor produksi pertanian berupa pupuk.
Tabel 1 Persentase Kontribusi Sektor Pertanian terhadap PDB Tahun 2004-2006 Listrik, Gas & Air Bersih 1,03% 0,96% 0,91% Sumber : Badan Pusat Statistik Indonesia (2009)
Pupuk merupakan salah satu faktor produksi yang penting bagi pertanian. Keberadaan pupuk secara tepat baik jumlah, jenis, mutu, harga, tempat, dan waktu akan menentukan kuantitas dan kualitas produk pertanian yang dihasilkan. Pupuk juga dapat menyumbangkan 20% terhadap keberhasilan peningkatan produksi sektor pertanian, diantaranya produk pertanian beras yang mencapai swasembada di tahun 1984. Disamping itu, sektor pertanian hingga sekarang ditopang oleh pupuk anorganik yang konsumsinya
meningkat dari waktu ke waktu sejalan dengan semakin mahalnya pupuk organik (Setneg, 2009). Konsumsi pupuk anorganik terbesar selama ini adalah pupuk urea, dengan tingkat konsumsi rata-rata 71% dari tahun 1995 hingga tahun 2003 sebagaimana ditunjukkan pada Tabel 2 (fertilizer handbook 2003 dikutip oleh Wirjodirdjo et al). Tingkat konsumsi paling tinggi dibandingkan jenis pupuk lainnya menjadikan permintaan terhadap pupuk jenis urea sensitif terhadap harga dan sering mengalami kelangkaan.
Tabel 2 Perkembangan Konsumsi Pupuk di Indonesia (1995-2003) (juta ton)
Sumber : Fertilizer Hand Book (2003) dikutip oleh Wirjodirdjo et al
1.2 RumusanMasalah
a. Berapa jumlah konsumsi (juta ton) pupuk nasional ? b. Apa yang menyebabkan kelangkaan pupuk nasional ?
c. Bagaimana usaha yang dilakukan pemerintah dalam menanggulangi kelangkaan pupuk nasional ?
1.3 Tujuan
BAB II
PEMBAHASAN
Kondisi permasalahan yang dihadapi perpupukan Nasional saat ini semakin serius, antara lain disebabkan oleh: Terbatasnya pasokan gas sebagai bahan baku bagi industri pupuk; Ketidakseimbangan antara kebutuhan real pupuk yang semakin meningkat, sementara produksinya terbatas; Sistem distribusi yang berdistorsi sehingga menyebabkan kelangkaan pupuk di pasaran; Pola subsidi pupuk yang mengikuti pola subsidi gas.
Terbatasnya pasokan gas untuk produksi pupuk, padahal gas bumi merupakan komponen biaya produksi yang terbesar. Keterbatasan pasokan gas dikarenakan perusahaan gas alam berorientasi pada keuntungan, dimana perusahaan gas akan menjual pada harga yang paling tinggi (Setneg, 2009). Hal itu terjadi seiring diresmikannya liberalisasi sektor migas di Indonesia yang diatur dalam UU. 22 Tahun 2001 tentang Migas.
Kelancaran dalam pemenuhan pupuk pada usaha pertanian, menjadikan usaha ini semakin berdaya saing, tetapi kenyataannya permasalahan yang sering dihadapi petani adalah kelangkaan pasokan pupuk dan harga yang tidak terjangkau di tingkat petani. Kekurangan pupuk dapat mengakibatkan pertumbuhan tanaman menjadi tidak normal sehingga menurunkan hasil panen petani atau bahkan terjadi gagal panen. Gagal panen inilah yang selanjutnya menjadi ancaman terhadap ketahanan pangan dan lebih jauh lagi akan menurunkan tingkat pendapatan petani.
Kebutuhan pupuk yang semakin meningkat, sementara produksinya terbatas. Penyebabnya adalah jumlah kebutuhan pupuk Indonesia yang ditetapkan melalui Peraturan Menteri Pertanian lebih kecil dari kebutuhan di lapangan. Dalam menghitung kebutuhan pupuk setiap daerah, Departemen Pertanian menggunakan dasar luas lahan dan pemakaian pupuk normal setiap hektarnya, namun data yang digunakan dalam menentukan luas lahan masih simpang-siur baik dari deptan maupun BPS, selain itu perhitungan jumlah
4
pemakaian pupuk normal yang ditentukan Deptan berbeda dengan kebiasaan petani yang cenderung kelebihan dosis dalam penggunaan pupuk (Arifin, 2009).
Sistem distribusi dilakukan dengan sistem rayonisasi sehingga berpotensi terjadi distorsi. Selama ini Departemen Perdagangan (Depdag) berwenang menentukan tata niaga pupuk tentang penyaluran atau rayonisasi pemasaran pupuk bersubsidi dengan tujuan menjaga kepastian harga, kebutuhan, serta wilayah pemasaran pupuk bersubsidi. Namun sistem rayonisasi ini juga dapat menimbulkan jalur birokrasi yang rumit, apabila terdapat daerah yang mengalami kekurangan pasokan tidak dapat langsung ditangani oleh produsen lain, dikarenakan pupuk merupakan barang dalam pengawasan negara dalam pengalihan alokasi pupuk bersubsidi ke bukan daerah pemasaran yang ditentukan pemerintah dapat terjerat pidana. Selain itu penerapan sistem distribusi tertutup untuk pupuk bersubsidi yang diterapkan tahun 2009 dinilai berhasil menekan terjadinya penyelewengan, namun masih tetap berpotensi terjadi kelangkaan. Kelangkaan tersebut disebabkan karena sistem penerimaan di tingkat lini 4 belum optimal (Deptan, 2010).
Dari seluruh permasalahan di atas kondisi perpupukan nasional diperparah oleh tata kelola sistem produksi dan distribusi yang buruk dari setiap pelaku mulai dari distributor, pengecer, petani, hingga pemerintah. Sehingga pemaparan mengenai kondisi permasalahan perpupukan di Indonesia, menjadi hal yang penting dan perlu untuk diteliti lebih lanjut mengenai kebijakan pemerintah yang seharusnya dilakukan demi meningkatkan pendapatan petani dengan menjamin ketersediaan dan kestabilan harga pupuk jangka panjang. Kebijakan perpupukan nasional seharusnya berpihak pada kesejahteraan petani melalui peningkatan pendapatan, namun sebaliknya selama ini kebijakan-kebijakan tersebut justru mengesampingkan kepentingan petani.
BAB III
KESIMPULAN
DAFTAR PUSTAKA
Anonim 2010. Permasalahan Pupuk dan Langkah-Langkah Penanganannya.
http://www.setneg.go.id. Diakses tanggal 3 Oktober 2013
Arifin 2009. Membedah Masalah Perpupukan Nasional. Republika, 12 – 13 Juni 2009
Deptan 2010. Konservasi dan Pemberdayaan Pupuk Nasional. http://deptan.go.id.
Diakses tanggal 3 Oktober 2013
Suswono 2009. The Indonesian Food Security in The Perspective of Gloal Economy and National Sovereignity. International Seminar The Future of Global Fod and Safety. Bogor
TUGAS MATA KULIAH TEKNOLOGI PUPUK
KONDISI DAN PERMASALAHAN PRODUKSI PUPUK DI
INDONESIA
Oleh