• Tidak ada hasil yang ditemukan

Penerapan Pembelajaran Berbasis Masalah (1)

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2018

Membagikan "Penerapan Pembelajaran Berbasis Masalah (1)"

Copied!
11
0
0

Teks penuh

(1)

Penerapan Pembelajaran Berbasis Masalah untuk

Mengeksplorasi Kemampuan Berpikir Reflektif Siswa

Kelas VII SMP dalam Pemecahan Masalah Matematika

pada Pokok Bahasan Aritmetika Sosial

Theresia Veni Dwi Lestari1), Haniek Sri Pratini2) 1)Universitas Sanata Dharma Yogyakarta; theresia.veni@yahoo.co.id 2)UniversitasSanata Dharma Yogyakarta; hanieksripratini@gmail.com

Abstrak. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui: (1) keterlaksanaan pembelajaran dengan menggunakan model pembelajaran berbasis masalah untuk mengeksplorasi kemampuan berpikir reflektif siswa (2) kemampuan berpikir reflektif siswa berkemampuan akademik tinggi, sedang, atau rendah pada saat mengerjakan soal tes materi aritmetika sosial di kelas VII-Appreciation SMP Joannes Bosco Yogyakarta. Penelitian ini adalah penelitian deskriptif kualitatif. Subyek penelitian ini adalah 21 siswa kelas VII-Appreciation SMP Joannes Bosco Yogyakarta. Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Februari sampai Juli 2015. Data dalam penelitian ini dikumpulkan melalui observasi, rekaman video, wawancara dan tes tertulis. Hasil observasi dianalisis secara kuantitatif. Video pembelajaran dianalisis secara kualitatif dengan membuat transkripsi video, reduksi data, dan kategorisasi. Jawaban tes tertulis dan hasil wawancara dianalisis secara kualitatif untuk mengetahui cara berpikir reflektif siswa. Langkah-langkah yang digunakan adalah: (1) reduksi data (2) kategorisasi data (3) sistesisasi. Hasil penelitian yang diperoleh adalah (1) pembelajaran berbasis masalah yang diterapkan berjalan dengan baik dengan persentase keterlaksanaan RPP 89,77%. Pada pembelajaran berbasis masalah ini, kegiatan mengeksplorasi kemampuan berpikir reflektif siswa tampak saat guru banyak memberikan pertanyaan yang mendorong siswa untuk berpikir reflektif dan siswa menanggapi dengan antusias. Siswa memberikan ide penyelesaian masalah, menanggapi pertanyaan, diskusi tentang pemecahan masalah dalam kelompok, dan belajar memutuskan penyelesaian masalah yang digunakan. (2) Kemampuan berpikir reflektif siswa kelompok atas, sedang atau bawah dipengaruhi oleh tingkat kesukaran soal yang dihadapi. Pada soal dengan tingkat kesulitan mudah, siswa kelompok sedang lebih berpikir secara reflektif dibanding siswa kelompok atas dan bawah. Pada soal dengan tingkat kesulitan sedang, siswa kelompok atas lebih berpikir secara reflektif dibanding siswa kelompok sedang dan bawah.

Kata Kunci. berpikir reflektif, pembelajaran berbasis masalah, pemecahan masalah matematika, aritmetika sosial

1. Pendahuluan

(2)

Berpikir reflektif adalah aktivitas mental yang sadar bahwa seseorang memeriksa tindakannya, keputusannya, dan batinnya dalam situasi yang ada di seluruh proses penyelesaian masalah. Harapannya, dengan kemampuan berpikir reflektif siswa akan mampu mengontrol aktivitas berpikir yang terjadi pada dirinya sendiri dan proses penyelesaian masalah yang dilakukan siswa dapat lebih jelas dan terarah.

Kemampuan berpikir reflektif perlu dikembangkan karena tuntutan zaman yang mengharuskan seseorang untuk mencari, memilih, dan menggunakan informasi, setiap orang selalu berhadapan dengan berbagai masalah dan pilihan, serta adanya kemampuan memandang sesuatu dengan cara yang berbeda dalam pemecahan masalah (Wahab, 1996 & Maulana, 2007 dalam Muin & Lia, 2013). Selain itu, menurut Suharna dkk (2013), kesulitan siswa dalam menyelesaikan masalah disebabkan karena kurangnya pembelajaran yang melibatkan berpikir reflektif.

Berdasarkan hal tersebut di atas, kemampuan berpikir reflektif sangatlah penting untuk dikembangkan, akan tetapi di sisi lain kemampuan berpikir reflektif siswa masih kurang bahkan belum terlihat dengan jelas dalam pembelajaran matematika. Fenomena-fenomena yang menunjukkan bahwa siswa kurang/belum memunculkan kemampuan berpikir reflektif yaitu siswa tidak bertanya ketika mengalami kesulitan dalam belajar, siswa kurang memberikan ide-ide atau gagasan-gagasan dalam penyelesaian masalah matematis, dan siswa kurang mampu menangkap apa yang diketahui dan ditanyakan dalam soal yang ada.

Salah satu model pembelajaran yang dapat mendukung aktivitas berpikir reflektif adalah

Problem Based Learning (PBL). Pembelajaran berbasis masalah yang berdasarkan pandangan konstruktivisme ini dapat memicu tumbuh kembangnya kemampuan berpikir reflektif pada siswa, karena proses pembelajaran diawali dengan permasalahan yang mendukung proses berpikir reflektif dan siswa membangun pengetahuannya sendiri melalui pengalaman belajarnya.

2. Berpikir Reflektif (

Reflective Thinking

)

2.1. Pengertian Berpikir Reflektif

Berpikir adalah suatu proses mental dalam mengolah informasi yang dimiliki untuk menciptakan pengetahuan baru, yang melibatkan kerja-kerja mental seperti mempertimbangkan, mengabstraksi, menalar, membayangkan dan memecahkan masalah untuk mencapai suatu sasaran. Refleksi merupakan kegiatan mengingat, merenungkan, mencermati, dan menganalisis kembali suatu tindakan yang telah dilakukan dalam observasi (Asrori, 2009: 54). Jadi, berpikir reflektif dalam konteks pemecahan masalah yaitu sebagai aktivitas mental yang sadar bahwa seseorang memeriksa tindakannya, keputusannya, dan batinnya dalam situasi yang ada di seluruh proses penyelesaian masalah.

2.2. Tahap-tahap Berpikir Reflektif

(3)

1) Adanya kesulitan yang dirasakan atau kesadaran akan adanya masalah

Kesulitan mungkin dirasakan dengan adanya kepastian yang memadai, sehingga hal ini menyebabkan akal budi memikirkan pemecahannya yang mungkin atau menimbulkan kegelisahan atau kejutan yang tidak jelas baru kemudian mencetuskan upaya yang pasti untuk mengetahui apa yang sebenarnya terjadi. Pada langkah ini, siswa merasakan adanya permasalahan setelah mengalami langsung pengalaman dalam situasi belajar.

2) Menentukan letak dan batas permasalahan

Langkah ini menuntun siswa untuk berpikir kritis yang terkendali dan pemikiran yang tidak terkendali. Berdasarkan pengalaman pada langkah pertama tersebut siswa mempunyai masalah khusus yang merangsang pikirannya, dalam langkah ini siswa mencermati permasalahan dan timbul upaya mempertajam masalah sampai pada menentukan faktor-faktor yang diduga menyebabkan timbulnya masalah.

3) Saran pemecahan yang mungkin

Siswa mempunyai atau mencari informasi yang diperlukan untuk memecahkan masalah tersebut, dalam langkah ini siswa memikirkan dan merumuskan penyelesaian masalah dengan mengumpulkan data-data pendukung. Saat bertindak siswa dipimpin oleh pengalamannya sendiri.

4) Pengembangan melalui penalaran dari langkah ketiga

Pada langkah ini siswa mengembangkan berbagai kemungkinan dan solusi untuk memecahkan masalah. Siswa berusaha untuk mengadakan penyelesaian masalah dengan memunculkan hipotesis penyelesaian masalah. Pada langkah ini siswa memutuskan saran penyelesaian masalah yang terbaik untuk digunakan sebagai pemecahan masalah.

5) Melakukan pengamatan dan percobaan lebih lanjut sampai pada penarikan kesimpulan Pada langkah ini, siswa mencoba mempraktikkan salah satu kemungkinan pemecahan yang dipandang terbaik. Hasilnya akan membuktikan betul tidaknya pemecahan masalah itu atau diterima tidaknya hipotesis penyelesaian masalah sebelumnya. Bilamana pemecahan masalah itu salah atau kurang tepat, maka akan dicobanya kemungkinan yang lain sampai ditemukan pemecahan masalah yang tepat untuk sampai pada kesimpulan.

2.3. Taraf Berpikir Reflektif

Menurut John Lannin dkk (2014), ada tiga kemungkinan sikap siswa dalam menghadapi permasalahan antara lain: (a) menyadari permasalahan namun ia tidak mencoba menyelesaikan permasalahan dan langsung keluar dari permasalahan; (b) menyadari permasalahan kemudian ia mencoba untuk menemukan penyelesaian, namun ia keluar dari siklus tanpa mendapatkan penyelesaian dari permasalahan atau (c) menyadari permasalahan kemudian ia mencoba untuk menemukan penyelesaian secara terus-menerus hingga menemukan hasil yang benar.

(4)

tetapi keluar dari masalah tanpa menemukan jawaban yang tepat.

(3)

Siswa tidak

berpikir reflektif.

3. Metode Penelitian

3.1. Jenis Penelitian

Penelitian ini adalah penelitian yang bersifat kualitatif deskriptif karena bertujuan mendeskripsikan suatu gejala, peristiwa atau kejadian yang terjadi pada masa sekarang. Penelitian deskriptif adalah penelitian yang berusaha untuk membuat deskripsi terhadap fenomena tersebut secara faktual dan cermat (Ibnu Hadjar, 1996: 274). Fenomena yang dimaksud dalam penelitian ini adalah pembelajaran berbasis masalah dengan pokok bahasan Aritmetika Sosial dan cara berpikir reflektif siswa dalam menyelesaikan masalah matematika. Penelitian cara berpikir reflektif siswa diteliti secara akurat berdasarkan tahap-tahap berpikir reflektif menurut Dewey (1933). Penelitian ini dilakukan di SMP Joannes Bosco Yogyakarta pada tahun ajaran 2014/2015. Kegiatan penelitian ini dilaksanakan pada minggu kedua bulan Februari hingga minggu kedua bulan Juli pada tahun ajaran 2014/2015, Pengambilan data dilakukan pada minggu keempat bulan April sampai minggu pertama bulan Juni tahun 2015.

3.2. Subjek dan Objek Penelitian

Subjek penelitian ini adalah 21 dari 28 orang siswa kelas VII-Appreciation SMP Joannes Bosco Yogyakarta yang mengikuti pembelajaran berbasis masalah untuk mengeksplorasi kemampuan berpikir reflektif siswa pada materi Aritmetika Sosial. Tujuh siswa lain direduksi karena tidak mengikuti pembelajaran berbasis masalah secara keseluruhan. Obyek penelitian ini adalah penerapan pembelajaran berbasis masalah dan cara berpikir reflektif siswa dalam pemecahan masalah matematika di kelas VII-Appreciation SMP Joannes Bosco Yogyakarta pada materi Aritmetika Sosial.

3.3. Data, Instrumen dan Metode Analisis Data

Terdapat dua data yang diperoleh dalam penelitian ini yaitu data keterlaksanaan pembelajaran berbasis masalah dan data cara berpikir reflektif siswa. Data keterlaksanaan pembelajaran berbasis masalah berupa transkrip video pembelajaran, hasil observasi keterlaksanaan pembelajaran berbasis masalah yang diisi oleh observer, dan hasil observasi aktifitas berpikir reflektif siswa dalam kelompok yang diisi oleh observer. Data cara berpikir reflektif siswa berupa uraian jawaban siswa yang diperoleh dari pemberian tes hasil belajar yang diisi oleh siswa. Selain itu, data cara berpikir reflektif siswa juga diperoleh dari hasil wawancara antara peneliti dengan siswa.

(5)

Tabel 1. Data, Instrumen Penelitian dan Metode Analisis Data

Transkrip video Handycam Membuat transkrip video pembelajaran dan dideskripsikan, setelah itu berlanjut ke proses penen-tuan topik-topik data, dan kategorisasi data.

Hasil observasi

Model pembelajaran berbasis masalah dikatakan da-pat terlaksana dengan baik apabila keterlaksanaan lebih dari atau sama dengan 80%.

Keterlaksanaan

=

skor keterlaksanaan yang diperoleh

skor keterlaksanaankeseluruhan

×

100

Model pembelajaran berbasis masalah dikatakan da-pat mengeksplorasi kemampuan berpikir reflektif siswa apabila persentase banyak siswa yang melakukan aktifitas berpikir reflektif sesuai indika-tor mengalami kenaikan pada akhir pembelajaran.

Persentase

=

banyak siswa yang melakukan indikator

jumlahseluruh indikator

×

100

siswa Soal Tes Tertulis Uraian jawaban siswa dideskripsikan, sedangkanhasil wawancara ditranskripkan. Setelah itu, kedu-anya dianalisis melalui tahap-tahap berikut ini.

a. Reduksi data b. Kategorisasi data c. Sistesisasi

Setelah itu, sintesis data disimpulkan mana saja siswa yang berpikir reflektif (keluar dari permasala-han dengan atau tanpa menemukan jawaban) dan mana saja siswa yang tidak berpikir reflektif. Hasil

wawan-cara

Panduan Wawancara

4. Hasil Penelitian dan Pembahasan

Proses pengambilan data yang dilakukan dalam 6 kali pertemuan pembelajaran yang masing-masing berlangsung selama dua jam pelajaran, kemudian dilakukan pembagian kuesioner serta wawancara kepada siswa.

4.1.

Keterlaksanaan Pembelajaran Berbasis Masalah

Pengamatan keterlaksanaan program pembelajaran berbasis masalah dilakukan oleh 2 observer selama proses pembelajaran di kelas VII-Appreciation semester genap tahun ajaran 2014/2015 SMP Joannes Bosco Yogyakarta. Perhitungan keterlaksanan proses pelaksanaan pembelajaran, diberikan skor 1 pada pernyataan tanda cek () kolom “ya” untuk kegiatan yang terlaksana dan skor 0 apabila yang diberi tanda cek () kolom “tidak” untuk kegiatan yang tidak terlaksana. Selanjutnya skor seluruhnya dijumlah dan diperoleh data sebagai berikut.

Tabel 2. Data Keterlaksanaan Pembelajaran Berbasis Masalah Skor Keterlaksanaan Pembelajaran Berbasis Masalah

(6)

ke-1 2 3 4 5 Observer 1 33 40 40 33 36 Observer 2 36 35 37 35 34 Rata-rata 34,5 37,5 38,5 34 35 Skor maks 40 40 40 40 40 Persentase 86,25% 93,75% 96,35% 85% 87,5%

Berdasarkan data rincian keterlaksanaan pembelajaran berbasis masalah pada tabel 4.1 diperoleh secara rata-rata adalah 89,77%. Persentase keterlaksanaan keseluruhan pembelajaran berbasis masalah lebih dari 80% maka dapat dikatakan bahwa penerapan model pembelajaran berbasis masalah telah terlaksana dengan baik di kelas

VII-Appreciation semester genap tahun ajaran 2014/2015 SMP Joannes Bosco Yogyakarta.

Pembelajaran diawali dengan menyampaikan tujuan pembelajaran, apersepsi materi, dan menyiapkan siswa dalam kelompok-kelompok kecil. Pembelajaran inti yang terjadi yaitu guru mengorientasikan siswa pada masalah, mengorganisasi siswa untuk belajar, membimbing penyelidikan individual maupun kelompok, siswa mengembangkan dan menyajikan hasil diskusi, serta menganalisa dan mengevaluasi proses pemecahan masalah. Pembelajaran diakhiri dengan penarikan kesimpulan yang dilakukan oleh siswa dengan guru sebagai fasilitatornya. Pada pembelajaran berbasis masalah ini, kegiatan mengeksplorasi kemampuan berpikir reflektif siswa tampak saat guru banyak memberikan pertanyaan yang mendorong siswa untuk berpikir reflektif dan siswa menanggapi dengan antusias. Siswa memberikan ide penyelesaian masalah, menanggapi pertanyaan, diskusi tentang pemecahan masalah dalam kelompok, dan belajar memutuskan penyelesaian masalah yang digunakan.

Tabel 3. Persentase Banyak Siswa yang Melakukan Aktivitas Berpikir Reflektif

N0

kelompoknya tentang permasalahan yang ada.

81% 62% 86% 86% 95%

3. Siswa menentukan permasalahan apa

yang hendak diselesaikan dalam soal. 95% 91% 95% 95% 100%

4. Siswa menentukan data/informasi yang

diketahui dalam soal. 95% 91% 95% 95% 100%

5. Siswa membaca referensi/buku sebagai

sumber informasi tentang konsep

kelompoknya tentang penyelesaian-penyelesaian permasalahan.

86% 71% 86% 86% 100%

8. Siswa memberi ide tentang penyelesaian

(7)

9. Siswa melakukan pengecekan kembali terhadap penyelesaian masalah yang diperoleh.

38% 38% 43% 43% 67%

Berdasarkan tabel 3 tentang persentase banyak siswa yang melakukan aktifitas berpikir reflektif dalam kelompok dihasilkan bahwa pada pertemuan keempat dan kelima terdapat peningkatan persentase siswa yang melakukan aktifitas berpikir reflektif seperti: membaca soal untuk memahami permasalahan. Peningkatan terjadi dari pertemuan ketiga yaitu 95% naik menjadi 100%, sedangkan pertemuan 1 persentase siswa yang membaca soal terlebih dahulu untuk memahami masalah sudah 100%.

Selain itu, persentase siswa yang berdiskusi tentang permasalahan naik pada pertemuan kelima dibanding dengan pertemuan lainnya. Persentase pertemuan pertama 81%, pertemuan kedua 62%, pertemuan ketiga 86%, pertemuan keempat 86% naik menjadi 95%. Persentase aktivitas berpikir reflektif siswa dalam kelompok yang mengalami kenaikan yaitu aktivitas menentukan apa yang diketahui dan ditanyakan dalam soal, membaca buku referensi, bertanya pada guru, memberi ide tentang pemecahan masalah, bertanya dan menanggapi pendapat teman, dan melakukan pengecekan pada jawaban yang diperoleh. Hal ini menunjukkan siswa mampu melakukan aktifitas-aktivitas yang menunjang untuk berpikir secara reflektif karena kemampuan berpikir reflektif sangatlah penting untuk membantu siswa pada saat pemecahan masalah.

4.2.

Cara Berpikir Reflektif Siswa

Data cara berpikir reflektif siswa berupa data jawaban tes siswa dan data hasil wawancara. Langkah pertama jawaban tes siswa dideskripsikan, sedangkan hasil wawancara ditranskripsikan. Kedua data saling melengkapi untuk menentukan topik data berdasarkan tahap-tahap berpikir reflektif (Dewey, 1933). Setelah topik data ditentukan, langkah selanjutnya adalah menentukan kategori data. Langkah terakhir adalah sintesisasi data untuk melihat hubungan atau sifat-sifat diantara kategori-kategori data yang terbentuk kemudian mengambil kesimpulan apakah siswa berpikir reflektif atau tidak.

Tabel 4. Hasil Tes dari 21 Subyek Penelitian

Nila

Berdasarkan nilai tes evaluasi yang terdapat pada tabel 4 dapat ditentukan 27% dari 21 siswa yaitu 6 siswa, berada di kelas atas (SKA) yaitu S6, S7, S15, S18, S21 dan S26. Sebesar 27% siswa yang berada di kelas bawah (SKB) yaitu S3, S9, S11, S14, S20, dan S23. Sisanya ada 46% siswa yang berada di kelas sedang (SKS) yaitu ada 9 siswa di antaranya: S1, S4, S8, S13, S16, S17, S24, S28, dan S29.

Berdasarkan 7 soal tes yang berada pada tingkat kesukaran soal mudah atau sedang ini, akan ditampilkan kemampuan berpikir reflektif siswa pada setiap nomor soal berdasarkan siswa kelompok atas, sedang ataupun bawah.

(8)

Taraf

Tabel 6. Persentase Banyak Siswa pada Setiap Taraf Berpikir Soal Nomor 2

Taraf

Tabel 7. Persentase Banyak Siswa pada Setiap Taraf Berpikir Soal Nomor 3

Taraf

Tabel 8. Persentase Banyak Siswa pada Setiap Taraf Berpikir Soal Nomor 4

Taraf

Tabel 9. Persentase Banyak Siswa pada Setiap Taraf Berpikir Soal Nomor 5

(9)

Tabel 10. Persentase Banyak Siswa pada Setiap Taraf Berpikir Soal Nomor 6

Tabel 11. Persentase Banyak Siswa pada Setiap Taraf Berpikir Soal Nomor 7

Taraf

R1 : Siswa berpikir reflektif hingga keluar dari masalah dengan menemukan jawaban yang tepat R2 : Siswa berpikir reflektif tetapi keluar dari masalah tanpa menemukan jawaban yang tepat TR : Siswa tidak berpikir reflektif

SKA : Siswa kelompok atas SKS : Siswa kelompok sedang SKB : Siswa kelompok bawah

n : Banyak siswa keseluruhan pada SKA/ SKS/ SKB A : Banyak siswa yang melakukan R1/ R2 / TR

a. Soal nomor satu

Pada soal nomor satu yang memiliki tingkat kesukaran “mudah” ini, siswa kelompok sedang lebih banyak yang berpikir reflektif dibandingkan dengan siswa kelompok atas dan siswa kelompok bawah. Hal ini ditunjukkan dengan persentase banyak siswa yang berpikir reflektif, yaitu kelompok atas 33,3% (R1), kelompok sedang 77,8% (R1 + R2 = 55,6% + 22,2%), dan kelompok bawah 16,7% (R1).

b. Soal nomor dua

Pada soal nomor dua yang memiliki tingkat kesukaran soal “mudah” ini, siswa kelompok sedang lebih banyak yang berpikir reflektif dibandingkan dengan siswa kelompok atas dan siswa kelompok bawah. Hal ini ditunjukkan dengan persentase banyak siswa yang berpikir reflektif, yaitu kelompok atas 50% (R1), kelompok sedang 55,6% (R1 + R2 = 33,3% + 22,2%), dan kelompok bawah 16,7% (R2).

c. Soal nomor tiga

Pada soal nomor tiga yang memiliki tingkat kesukaran “sedang” ini, siswa kelompok atas lebih banyak yang berpikir reflektif dibandingkan dengan siswa kelompok sedang dan siswa kelompok bawah. Hal ini ditunjukkan dengan persentase banyak siswa yang berpikir reflektif, yaitu kelompok atas 83,3% (R1 + R2 = 33,3% + 50%), kelompok sedang 66,7% (R1 + R2 = 11,1% + 55,6%), dan kelompok bawah 33,3% (R2).

d. Soal nomor empat

(10)

siswa kelompok bawah. Hal ini ditunjukkan dengan persentase banyak siswa yang berpikir reflektif, yaitu kelompok atas 50% (R1), kelompok sedang 55,6% (R1 + R2 = 44,4% + 11,1%), dan kelompok bawah 16,7% (R2).

e. Soal nomor lima

Pada soal nomor lima yang memikili tingkat kesukaran “sedang” ini, siswa kelompok atas lebih banyak yang berpikir reflektif dibandingkan dengan siswa kelompok sedang dan siswa kelompok bawah. Hal ini ditunjukkan dengan persentase banyak siswa yang berpikir reflektif, yaitu kelompok atas 100% (R1 + R2 = 33,3% + 66,7%), kelompok sedang 66,7% (R2), dan kelompok bawah 33,3% (R2).

f. Soal nomor enam

Pada soal nomor enam yang memiliki tingkat kesukaran “sedang”, siswa kelompok sedang lebih banyak yang berpikir reflektif dibandingkan dengan siswa kelompok atas dan siswa kelompok bawah. Hal ini ditunjukkan dengan persentase banyak siswa yang berpikir reflektif, yaitu kelompok atas 66,7% (R1 + R2 = 33,3% + 33,3%), kelompok sedang 77,8% (R2), dan kelompok bawah 16,7% (R2).

g. Soal nomor tujuh

Pada soal nomor tujuh yang memiliki tingkat kesukaran “sedang”, siswa kelompok atas lebih banyak yang berpikir reflektif (keluar dari masalah dengan mendapat jawaban benar) dibandingkan dengan siswa kelompok sedang dan siswa kelompok bawah. Hal ini ditunjukkan dengan persentase banyak siswa yang berpikir reflektif, yaitu kelompok atas 66,7% (R1 + R2 = 50% + 16,7%), kelompok sedang 66,7% (R1 + R2= 33,3% + 33,3%), dan kelompok bawah 16,7% (R2).

Kemampuan berpikir reflektif siswa kelompok atas, sedang atau bawah dipengaruhi oleh tingkat kesukaran soal yang dihadapi. Soal tes diberikan dalam dua tingkat kesukaran yaitu mudah dan sedang. Soal nomor 1, 2, dan 4 adalah soal-soal yang memiliki tingkat kesukaran mudah. Soal nomor 3, 5, 6, dan 7 adalah soal-soal yang memiliki tingkat kesukaran sedang. Pada soal dengan tingkat kesukaran mudah, hasil berpikir reflektif yang dialami siswa adalah kelompok sedang lebih reflektif daripada kelompok atas dan kelompok bawah. Pada soal dengan tingkat kesukaran sedang, hasil berpikir reflektif yang dialami siswa adalah kelompok atas lebih reflektif daripada kelompok sedang dan kelompok bawah.

5. Kesimpulan dan Saran

Pembelajaran berbasis masalah yang diterapkan berjalan dengan baik dengan persentase keterlaksaan RPP 89,77%. Pada pembelajaran berbasis masalah ini, kegiatan mengeksplorasi kemampuan berpikir reflektif siswa tampak saat guru banyak memberikan pertanyaan yang mendorong siswa untuk berpikir reflektif dan siswa menanggapi dengan antusias. Siswa memberikan ide penyelesaian masalah, menanggapi pertanyaan, diskusi tentang pemecahan masalah dalam kelompok, dan belajar memutuskan penyelesaian masalah yang digunakan.

(11)

Penelitian kualitatif tak lepas dari metode pengumpulan data dengan cara wawancara. Oleh karena itu, sebelum melakukan wawancara peneliti diharapkan benar-benar menyiapkan pedoman wawancara dan memperkirakan waktu yang dibutuhkan untuk melakukan wawancara agar data yang hendak digali dapat diperoleh secara maksimal. Selain itu, penelitian dapat dikembangkan dengan menggunakan soal dengan tingkat kesukaran mudah, sedang, dan sukar.

Daftar Pustaka

Abdul Muin & Lia Kurniawati. 2013. Meningkatkan Kemampuan Berpikir Reflektif Matematik Melalui Pembelajaran Berbasis Masalah dan Metacognitif. Pusat Penelitian dan Penerbitan Lembaga Penelitian dan Pengabdian Masyarakat: Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah. Jakarta

Asrori, Muhammad. 2009. Penelitian Tindakan Kelas. Bandung: CV Wacana

Dewey, John. 1933. How We Think: A Restatement Of The Relation Of Reflective Thinking To The Educative Process. Lexington: D.C. Heath and Company

Hery Suharna dkk. 2013. Berpikir Reflektif Mahasiswa dalam Menyelesaikan Masalah Matematika.

KNPM V Himpunan Matematika Indonesia, Juni 2013, 280-291

Hullfish, H. G. and Smith P.G. 1974. Berpikir Reflektif: Suatu Metode Pendidikan Modern.

Diterjemahkan oleh: Ametembun. Bandung: Fakultas Ilmu Pendidikan I.K.I.P Bandung

Ibnu Hadjar. 1996. Dasar-dasar Metodologi Penelitian Kwantitatif dalam Pendidikan. Jakarta: Raja Grafindo Persada

Gambar

Tabel 1. Data, Instrumen Penelitian dan Metode Analisis Data
Tabel 3. Persentase Banyak Siswa yang Melakukan Aktivitas Berpikir Reflektif
Tabel 7. Persentase Banyak Siswa pada Setiap Taraf Berpikir Soal Nomor 3
Tabel 10. Persentase Banyak Siswa pada Setiap Taraf Berpikir Soal Nomor 6

Referensi

Dokumen terkait

Keempat, BI rate hanya berpengaruh secara parsial terhadap harga saham di enam Indeks Sektoral BEI, yaitu Indeks Sektor Properti dan Real Estate , Indeks Sektor

Yang dimaksud sumber data dalam penelitian adalah subyek dari mana data..

Sesuai dengan penjelasan yang didapatkan dari Ny.F.B bahwa persalinannya berlangsung di RSUD S.K. Lerik Kota Kupang, yang ditolong oleh Bidan. Informasi yang

82 Tahun 2001 sehingga seharusnya ti- dak berlaku untuk air limbah yang dibuang ke laut, (2) parameter suhu limbah bahang terlalu longgar untuk dapat mewujudkan baku mutu suhu

Instrumen atau alat yang digunakan untuk pengumpulan data dan informasi mengenai masalah pengaruh layanan informasi terhadap kesehatan mental siswa kelas VII SMP

Del Arco et al ., (2007) telah melakukan interkalasi asam mefenamat dan meklofenamat pada struktur antarlapis hidrotalsit Mg/Al dengan anion antarlapis Cl menggunakan

Berdasarkan hasil wawancara yang telah penulis lakukan dengan Harun Zainal selaku ketua Umum Pimpinan Cabang Muhammadiyah (PCM) Pao Tombolo menerangkan bahwa strategi

Berdasarkan Surat Penetapan Pemenang Lelang Nomor : 07/TAP/DPU/BM-13/POKJA/2015 tanggal 15 Juli 2015 tentang Penetapan Pemenang Lelang Paket Pekerjaan Peningkatan (Lanjutan) Jalan