STUDI PEMANFAATAN SUMBERDAYA HUTAN
OLEH MASYARAKAT DESA PENYANGGA
TAMAN NASIONAL BALURAN
Oleh :
RINI NOVI MARLIANI E34101037
DEPARTEMEN KONSERVASI SUMBERDAYA HUTAN DAN EKOWISATA FAKULTAS KEHUTANAN
RINGKASAN
RINI NOVI MARLIANI. E34101037. Studi Pemanfaatan Sumberdaya Hutan oleh Masyarakat Desa Penyangga Taman Nasional Baluran. Di bawah bimbingan Dr. Ir. Rinekso Soekmadi, M. Sc. F dan Ir. Agoes Sriyanto, MS.
Menurut Soekmadi (2005), kawasan konservasi harus memberikan manfaat
nyata bagi masyarakat. Paradigma pemanfaatan sumberdaya alam hayati
seharusnya tidak hanya dibatasi pada pemanfaatan jasa hutan dan lingkungan
semata, melainkan juga harus dimungkinkan pemanfaatan bentuk lain yang secara
riel mampu berkontribusi nyata terhadap peningkatan kesejahteraan masyarakat
tanpa mengganggu fungsi kawasan secara keseluruhan. Dukungan terhadap
keberhasilan pengelolaan kawasan konservasi sangat bergantung pada
keberhasilan pengelolaan dalam mengenerate manfaat bagi masyarakat.
Penelitian ini bertujuan untuk mengkaji karakteristik masyarakat pemanfaat
desa penyangga Taman Nasional Baluran (TN Baluran) yang memanfaatkan
sumberdaya hutan, mengidentifikasi bentuk-bentuk pemanfaatan sumberdaya
hutan ya ng dilakukan oleh pemanfaat di dalam kawasan TN Baluran,
mengkalkulasi manfaat nyata yang diperoleh pemanfaat dari pemanfaatan
sumberdaya hutan yang berada di TN Baluran serta menghitung tingkat
ketergantungan pemanfaat terhadap sumberdaya hutan di dalam kawasan TN
Baluran dan menganalisis harapan para pihak terhadap keberadaan TN Baluran
dalam rangka meningkatkan sistem pengelolaan TN Baluran.
Berdasarkan kelompok umur, persentase pemanfaat sumberdaya hutan
terbesar didominasi oleh pemanfaat yang berusia 28-55 tahun yaitu sebesar
84,00%. Pemanfaat sumberdaya hutan sebanyak 90,66% memiliki jumlah anggota
keluarga 3-6 orang. Sebagian besar pemanfaat sumberdaya hutan berlatar
belakang Sekolah Dasar (baik tamat maupun tidak tamat) sebesar 70,00%.
Tingkat pendidikan secara tidak langsung mempengaruhi mata pencaharian dan
pendapatan yang diperoleh. Sebagian besar pemanfaat sumberdaya hutan bermata
pencaharian sebagai buruh tani (59,33%). Sebanyak 46% pemanfaat sumberdaya
hutan memiliki pendapatan di luar sumberdaya hutan sebesar Rp. 30.000,00
sampai Rp. 90.000,00/bulan. Rendahnya pendapatan diluar sumberdaya hutan,
sebagai pekerjaan sambilan atau bahkan pekerjaan utama dalam memenuhi
kebutuhan hidup sehari- hari.
Dari hasil penelitian diperoleh data bahwa jenis sumberdaya hutan dan
persentase pemanfaat di sekitar TN Baluran antara lain kayu bakar (20,74%),
rumput (18,09%), rambanan (15,16%), biji akasia (9,84%), daun gebang (8,24%),
ikan (7,18%), asam (6,38%), kroto (4,52%), madu (2,93%), biji gebang/kelanting
(2,66%), kemiri (2,39%), dan gadung (1,36%).
Nilai pemanfaatan sumberdaya hutan oleh masyarakat sekitar TN Baluran
relatif cukup besar. Untuk nilai pemanfaatan per tahun dari 150 pemanfaat
sumberdaya hutan dalam penelitian ini sebesar Rp. 613.026.278,90. Kayu bakar
adalah sumberdaya hutan yang paling banyak dimanfaatkan dengan nilai
pemanfaatan Rp. 147.691.760,10/tahun. Sedangkan tingkat ketergantungan
masyarakat pemanfaat desa penyangga terhadap sumberdaya hutan TN Baluran
secara umum sebesar 68,98% dan kontribusi nominal absolut paling tinggi yaitu
pemanfaat berpendapatan tinggi (Rp. 7.739.800,00/thn).
Pemanfaatan sumberdaya hutan yang dilakukan oleh masyarakat desa
penyangga TN Baluran merupakan bukti ketergantungan mereka terhadap
kawasan TN Baluran dalam rangka memenuhi kebutuhan hidupnya. Hal ini
dianggap illegal oleh petugas atau pengelola TN Baluran. Ketergantungan
masyarakat dan pandangan yang illegal dari pengelola atau petugas TN Baluran
menimbulkan ketegangan diantara keduanya. Oleh karena itu, untuk menciptakan
suatu pola hubungan yang lebih baik antara pengelola TN Baluran dengan
masyarakat, dimungkinkan adanya pemanfaatan sumberdaya hutan yang
dilakukan dengan cara dan mekanisme yang aman serta tanpa merusak fungsi
kawasan secara keseluruhan sehingga kelestarian kawasan lebih terjamin dan
STUDI PEMANFAATAN SUMBERDAYA HUTAN
OLEH MASYARAKAT DESA PENYANGGA
TAMAN NASIONAL BALURAN
Oleh :
RINI NOVI MARLIANI E34101037
Skripsi
Sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Kehutanan pada
Departemen Konservasi Sumberdaya Hutan dan Ekowisata
DEPARTEMEN KONSERVASI SUMBERDAYA HUTAN DAN EKOWISATA FAKULTAS KEHUTANAN
LEMBAR PENGESAHAN
Judul Penelitian : Studi Pemanfaatan Sumberdaya Hutan oleh
Masyarakat Desa Penyangga Taman Nasional
Baluran
Nama : Rini Novi Marliani
Nomor Pokok : E34101037
Menyetujui :
Dosen Pembimbing I : Dosen Pembimbing II :
Dr. Ir. Rinekso Soekmadi, M. Sc. F Ir. Agoes Sriyanto, MS
Tanggal : Tanggal :
Mengetahui :
Dekan Fakultas Kehutanan Institut Pertanian Bogor
Prof. Dr. Ir. Cecep Kusmana, MS Tanggal :
RIWAYAT HIDUP
Rini Novi Marliani, itulah nama lengkap yang diberikan
kedua orang tua penulis. Penulis lahir dari seorang ayah yang
bernama Yana Suryana dan seorang ibu yang bernama Istie
Suhaty. Tepatnya, penulis lahir pada tanggal 26 Maret 1983
di kota Sumedang. Terlahir sebagai anak pertama dari dua
bersaudara.
Jenjang pendidikan pertama yang dilaluinya adalah belajar di Taman
Kanak-kanak PGRI Cikadu pada tahun 1987. Kemudia n dilanjutkan pada sekolah dasar
yaitu Sekolah Dasar Negeri Cikadu pada tahun 1989. Bekal pendidikan dasar itu
telah mengantarkannya ke gerbang pendidikan yang lebih tinggi yaitu SLTP
Negeri 3 Situraja pada tahun 1995 dan pada tahun 1998 diterima pada SMU
Negeri 1 Situraja. Pada tahun 2001, penulis berhasil diterima di perguruan tinggi
sebagai mahasiswa pada Departemen Konservasi Sumberdaya Hutan, Fakultas
Kehutanan Institut Pertanian Bogor (IPB) melalui jalur USMI (Undangan Seleksi
Masuk IPB). Selama menempuh pendidikannya di perguruan tinggi tersebut,
penulis pernah mengikuti P3H (Praktek Pengenalan dan Pengelolaan Hutan) di
Cagar Alam Leuweung Sancang-Taman Wisata Kamojang dan Kesatuan
Pemangkuan Hutan (KPH) Indramayu pada tahun 2004 dan pada awal tahun 2005
penulis juga mengikuti PKLP (praktek Kerja Lapang Profesi) di Taman Nasional
Baluran, Jawa Timur.
Dalam rangka penyelesaian pendidikan Program Sarjana ini, penulis
melaksanakan penelitian dengan judul “Studi Pemanfaatan Sumberdaya Hutan
KATA PENGANTAR
Puji dan syukur penulis panjatkan ke hadirat Allah SWT, penguasa seluruh
alam, karena berkat izin-Nya, kekuasaan-Nya serta kasih sayang-Nya karya kecil
ini dapat penulis selesaikan. Skripsi yang berjudul “Studi Pemanfaatan Sumberdaya Hutan Oleh Masyarakat Desa Penyangga Taman Nasional Baluran” ini diajukan untuk memenuhi syarat dalam memperoleh gelar sarjana pada Departemen Konservasi Sumberdaya Hutan dan Ekowisata, Fakultas
Kehutanan Institut Pertanian Bogor.
Selama penyusunan skripsi ini tidak dapat dimungkiri banyak sekali
hambatan yang penulis hadapi. Berkat kearifan dan kemurahan-Nya serta bantuan
dari berbagai pihak, skripsi ini dapat penulis selesaikan. Untuk itu, dengan segala
hormat, penulis mengucapkan terima kasih kepada berbagai pihak yang telah
membantu dalam penyusunan skripsi ini.
Tak ada gading yang tak retak, tak ada manusia yang sempurna. Dengan
segala kerendahan hati, penulis mengharapkan saran dan kritik dari semua pihak
yang berkepentingan dengan karya ini. Akhirnya dengan kemampuan yang
terbatas dan dengan segala kekurangan, penulis masih memiliki harapan, semoga
karya kecil ini bermanfaat baik bagi penulis maupun pembaca serta dunia
pendidikan yang tak pernah lekang ditelan waktu.
Bogor, November 2005
UCAPAN TERIMA KASIH
Puji dan syukur penulis panjatkan ke hadirat Allah SWT, karena berkat
izin-Nya, kekuasaan-Nya serta kasih sayang-Nya karya kecil ini dapat penulis
selesaikan. Dengan segala hormat, penulis mengucapkan terima kasih kepada :
1. Papa dan Mama yang senantiasa penuh kasih sayang dan doa agar penulis
tetap tegar sehingga mampu menyelesaikan skripsi ini serta adik tercinta, Ati
Suryawati yang selalu menghibur penulis dalam suka dan duka.
2. Bapak Dr. Ir. Rinekso Soekmadi, M. Sc. F dan Bapak Ir. Agoes Sriyanto, MS
selaku pembimbing yang telah membimbing penulis dengan kesabaran dan
kearifan serta memotivasi penyelesaian skripsi ini.
3. Bapak Prof. Dr. Ir. Zahrial Coto, M. Sc sebagai penguji wakil dari
Departemen Hasil Hutan dan Bapak Dr. Ir. Dodik Ridho Nurrochmat, M. Sc
sebagai penguji wakil dari Departemen Manajemen Hutan.
4. Bapak Ir. Hendrik Siubelan, MM sebagai kepala Balai TN Baluran yang telah
mengizinkan penulis untuk melakukan penelitian di TN Baluran yang
dipimpinnya. Serta seluruh petugas baik Polisi Hutan (Polhut), Pengendali
Ekosistem Hutan (PEH) maupun staf lainnya di TN Baluran yang telah
membantu penulis dalam memperoleh data.
5. Keluarga Bapak RM. Wiwied Widodo, S.Hut dan keluarga Ibu Siti dengan
penuh kebaikannya membantu dan mengizinkan penulis untuk tinggal
bersamanya selama penelitian.
6. Masyarakat Desa Wonorejo, Desa Sumberwaru, Desa Sumberanyar, Desa
Bajulmati dan Desa Watukebo yang juga telah membantu penulis dalam
memperoleh data.
7. Bapak dan Ibu di KPAP DKSHE, Ibu Evan, Ibu Tuti, Ibu Titin, Ibu Eti, Bapak
Acu dan Teh Sri yang telah membantu penulis dalam administrasinya.
8. Seluruh mahasiswa DKSHE angkatan 38 : Yanie, Purie, Beti dan rekan-rekan
lain, terimakasih atas kebersamaannya dalam suka dan duka selama ini.
9. Rekan-rekan satu daerah yang bersama-sama telah menempuh pendidikan di
IPB ini : Titin dan Rinto, terimakasih atas bantuannya.
10.Ayi, terimakasih atas semua cinta, doa dan motivasinya.
DAFTAR ISI
Halaman
DAFTAR TABEL... vii
DAFTAR GAMBAR... viii
DAFTAR LAMPIRAN... ix
I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang ... 1
B. Permasalahan... 3
C. Tujuan Penelitian... 4
D. Manfaat Penelitian... 4
II. TINJAUAN PUSTAKA A. Taman Nasional... 5
B. Interaksi Masyarakat Sekitar dengan Taman Nasional... 7
C. Manfaat Sumberdaya Hutan... 10
D. Penilaian... 12
III. KONDISI LOKASI PENELITIAN A. Sejarah, Letak dan Luas Kawasan... 14
B. Aksesibilitas ... 15
C. Topografi ... 15
D. Iklim ... 15
E. Geologi dan Tanah... 16
F. Hidrologi ... 16
G. Kondisi Flora dan Fauna ... 17
H. Kondisi Sosek Masyarakat Sekitar TN Baluran... 17
IV. METODOLOGI PENELITIAN A. Lokasi dan Waktu Penelitian... 21
B. Obyek Penelitian... 21
C. Kerangka Pemikiran... 21
D. Batasan Studi... 23
V. HASIL DAN PEMBAHASAN
A. Karakteristik Pemanfaat Sumberdaya Hutan ... 28
B. Jenis-jenis Sumberdaya Hutan yang dimanfaatkan... 32
C. Nilai Manfaat Sumberdaya Hutan... 52
D. Persepsi Para Pihak Mengenai Pemanfaatan Sumberdaya Hutan... 56
VI. KESIMPULAN DAN SARAN
A. Kesimpulan... 61B. Saran... 62
DAFTAR PUSTAKA... 63
DAFTAR TABEL
Halaman
Tabel 1. Beberapa Gunung yang terdapat dalam Kawasan TN Baluran... 15
Tabel 2. Luas dan Batas-batas Desa Penyangga TN Baluran... 18
Tabel 3. Jumlah Dusun, RT dan RW di Desa Penyangga TN Baluran... 18
Tabel 4. Jumlah Penduduk Desa Penyangga TN Baluran Tahun 2004 ... 18
Tabel 5. Tingkat Pendidikan Masyarakat Desa Penyangga TN Baluran... 19
Tabel 6. Jenis Pekerjaan Masyarakat Penyangga TN Baluran... 20
Tabel 7. Rekapitulasi Pengumpulan Data ... 25
Tabel 8. Nilai Manfaat Tiap Sumberdaya Hutan ... 27
Tabel 9. Rekapitulasi Nilai Manfaat Seluruh Jenis Sumberdaya Hutan... 27
Tabel 10. Umur Pemanfaat Sumberdaya Hutan... 28
Tabel 11. Jumlah Anggota Keluarga Pemanfaat Sumberdaya Hutan... 29
Tabel 12. Tingkat Pendidikan Pemanfaat Sumberdaya Hutan... 29
Tabel 13. Mata Pencaharian Pemanfaat Sumberdaya Hutan ... 30
Tabel 14. Kepemilikan Lahan Pemanfaat Sumberdaya Hutan ... 31
Tabel 15. Pendapatan di Luar Sumberdaya Hutan... 32
Tabel 16. Persentase Sumberdaya Hutan yang Dimanfaatkan oleh Masyarakat Desa Penyangga TN Baluran ... 33
Tabel 17. Tata Waktu Pemanfaatan Sumberdaya Hutan dalam kawasan TN Baluran... 33
Tabel 18. Rata-rata Harga Tiap Jenis Sumberdaya Hutan TN Baluran... 53
Tabel 19. Nilai Sumberdaya Hutan yang Dimanfaatkan oleh Masyarakat Desa Penyangga TN Baluran ... 54
DAFTAR GAMBAR
Halaman
Gambar 1. Kerangka Pemikiran Penelitian... 22
Gambar 2. Tahapan-tahapan untuk Mendapatkan Informasi... 25
Gambar 3. Tegakan Pohon Gebang... 34
Gambar 4. Aksi Pengambilan Daun Gebang ... 35
Gambar 5. Aksi Pembuangan Lidi Daun Gebang... 35
Gambar 6. Tumpukan Kelanting di Dalam Kawasan ... 37
Gambar 7. Aksi Pengambilan Biji Akasia ... 39
Gambar 8. Penyelipan Biji Akasia di Jalan Raya ... 39
Gambar 9. Kegiatan dalam Penyelipan Biji Akasia ... 40
Gambar 10. Dampak Penyelipan (kebakaran) ... 40
Gambar 11. Akasia Siap Angkut... 40
Gambar 12. Aksi Pengambilan Asam ... 42
Gambar 13. Aksi Pengambilan Kayu Bakar ... 43
Gambar 14. Pengikatan Kayu Bakar untuk Dijual... 43
Gambar 15. Aksi Pengambilan Rumput dengan Sepeda... 44
Gambar 16. Aksi Pengambilan Rumput dengan Cikar ... 44
Gambar 17. Aksi Pengambilan Rambanan dengan Sepeda ... 46
Gambar 18. Bekas Pengambilan Madu... 47
Gambar 19. Pengambilan Umpan untuk Mancing ... 50
Gambar 20. Kegiatan Memancing di Sekitar Pantai TN Baluran... 50
DAFTAR LAMPIRAN
Halaman Lampiran 1. Karakteristik Pemanfaat Sumberdaya Hutan... 66
Lampiran 2. Pemanfaatan Sumberdaya Hutan di TN Baluran... 71
Lampiran 3. Nilai Manfaat Sumberdaya Hutan TN Baluran... 82
Lampiran 4. Tingkatan Pendapatan Total Pemanfaat Sumberdaya Hutan
Berdasarkan Kelompok Pendapatan... 94 Lampiran 5. Peta Lokasi Pemanfaatan Sumberdaya Hutan di TN Baluran... 98
I. PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Hutan dengan keanekaragaman hayati yang tinggi baik flora maupun fauna,
di dalamnya memiliki berbagai manfaat. Pemanfaatan hutan dapat dikelompokkan
menjadi manfaat tangible maupun manfaat intangible. Manfaat tangible merupakan manfaat yang diperoleh dari sumberdaya alam berbentuk material dan
dapat dikuantifikasikan dalam nilai ekonomi seperti kayu, getah, rotan,
buah-buahan, kulit dan lain sebagainya. Sedangkan manfaat intangible merupakan manfaat yang diperoleh dari sumberdaya alam tetapi tidak langsung yang masih
dianggap sebagai barang publik dan dinikmati semua orang seperti rekreasi,
hidrologi, pendidikan, penelitian, penga turan iklim dan sebagainya. Berbagai
manfaat tersebut merupakan aset nasional yang harus dikelola dan dipertahankan
sebagai suatu kawasan konservasi agar dapat memberi manfaat bagi kesejahteraan
masyarakat.
Sistem kawasan konservasi Indonesia, mencakup taman nasional dan
jenis-jenis kawasan konservasi lainnya, memberikan manfaat yang tak ternilai dan
sangat penting (Merrill dan Elfian 2001). Beberapa manfaat tersebut
dikategorikan oleh Dixon dan Sherman (1990) antara lain : manfaat rekreasi,
perlindungan daerah aliran, proses-proses ekologis, keragaman hayati, pendidikan
dan penelitian, manfaat-manfaat konsumtif, manfaat- manfaat non konsumtif serta
nilai- nilai masa depan.
Secara umum tujuan pengembangan taman nasional untuk kepentingan
perlindungan dan pelestarian alam, penelitian, ilmu pengetahuan, pendidikan,
menunjang budidaya, pariwisata dan rekreasi. Tetapi fakta di lapangan ternyata
adanya aktifitas pemanfaatan sumberdaya hutan, khususnya dilakukan oleh
masyarakat sekitar yang tidak mungkin dihindarkan karena kehidupan masyarakat
setempat sangat bergantung terhadap kawasan taman nasional. Kegiatan
pemanfaatan tersebut dipersepsikan sebagai tekanan terhadap taman nasional yang
dikhawatirkan dapat mengancam kelestarian sumberdaya yang ada didalamnya.
Seringkali pihak pengelola menetapkan kebijaksanaan yang kurang
aspek-aspek perlindungan kawasan. Masyarakat dilarang memasuki kawasan dan
tidak boleh memanfaatkan sumberdaya hutan yang ada didalamnya. Pelarangan
tersebut lebih banyak didasarkan pada asumsi bahwa bila suatu sumberdaya alam
di dalam kawasan lindung dimanfaatkan akan dapat menimbulkan kerusakan dan
asumsi ini diperkuat oleh ketentuan peraturan-peraturan yang ada saat ini yang
tidak mengizinkan pemanfaatan langsung atas sumberdaya hutan. Jika
pengelolaan taman nasional diterapkan dengan peraturan yang ketat seperti itu,
akan dapat menimbulkan ketegangan dengan masyarakat di sekitarnya yang
selama hidupnya mempunyai ketergantungan erat dengan sumberdaya alam yang
berasal dari taman nasional.
Berdasarkan asumsi di atas, maka pengelolaan taman nasional perlu diubah
dengan paradigma baru sehingga dalam pengelolaannya tidak saja hanya
kepentingan masyarakat lebih diperhatikan tetapi masyarakat dapat memberi
dukungan terhadap keberhasilan pengelolaan taman nasional. Pentingnya
perubahan paradigma baru tersebut dipertegas dalam hasil Kongres Taman
Nasional Se-Dunia ke-V di Durban, Afrika Selatan tahun 2003 (Soekmadi 2005),
yang memandatkan bahwa pengelolaan kawasan konservasi harus mampu
memberikan manfaat ekonomi bagi para pihak yang berkepentingan, termasuk
masyarakat yang tinggal di dalam dan sekitar kawasan konservasi.
Menurut MacKinnon et al. (1993), bahwa keberhasilan pengelolaan banyak bergantung pada kadar dukungan dan penghargaan yang diberikan masyarakat
sekitarnya kepada kawasan yang dilindungi. Di tempat dimana kawasan
dilindungi dipandang sebagai penghalang bagi kepentingan penduduk maka
penduduk setempat akan dapat menggagalkan upaya pelestarian. Tetapi bila
pelestarian dianggap sebagai sesuatu yang positif manfaatnya, penduduk setempat
sendiri yang akan bekerjasama dengan pengelola dalam melindungi kawasan itu
dari pengembangan yang membahayakan. Selain itu, Soekmadi (2005) juga
menyatakan bahwa kawasan konservasi harus memberikan manfaat nyata bagi
masyarakat. Paradigma pemanfaatan sumberdaya alam hayati seharusnya tidak
hanya dibatasi pada pemanfaatan jasa hutan dan lingkungannya semata,
melainkan juga harus dimungkinkan pemanfaatan bentuk lain yang secara riel
menganggu fungsi kawasan secara keseluruhan. Dukungan terhadap keberhasilan
pengelolaan kawasan konservasi sangat bergantung pada keberhasilan
pengelolaan dalam mengenerate manfaat bagi masyarakat.
Sehubungan dengan hal tersebut di atas, untuk mengetahui seberapa manfaat
nyata yang diperoleh oleh masyarakat pemanfaat sumbedaya hutan dengan
keberadaan sumberdaya alam di TN Baluran, maka dilakukan studi pemanfaatan
sumberdaya hutan oleh masyarakat desa penyangga TN Baluran.
B. Permasalahan
Pada masyarakat agraris peran sumberdaya hutan utamanya dimanfaatkan
untuk konsumsi langsung dan subsisten. Sedangkan pada masyarakat yang lebih
modern utamanya dimanfaatkan untuk konsumsi langsung yang bersifat produktif
misalnya pemanenan kayu dan non kayu dan konsumsi tidak langsung seperti
fungsi estetis, fungsi hidrologis, fungsi konservasi dan sebagainya (McNelly
1992).
Jumlah penduduk dan kebutuhan hidup yang semakin meningkat disertai
dengan kondisi sosial ekonomi yang kurang memadai telah mengakibatkan
tekanan-tekanan dalam kawasan yang semakin berat terhadap sumberdaya hutan
baik secara kualitas maupun secara kuantitas. Kebutuhan akan sumberdaya hutan
untuk memenuhi keperluan hidupnya, telah mendorong masyarakat di sekitar
kawasan TN Baluran untuk memanfaatkan sumberdaya hutan dari dalam kawasan
TN Baluran. Masyarakat cenderung memilih masuk kawasan hutan untuk
memanfaatkan sumberdaya hutan yang ada didalamnya. Pemanfaatan sumberdaya
hutan tersebut berupa kayu bakar, rumput, rambanan, gebang, asam, kemiri,
gadung, madu, biji akasia, kroto dan ikan.
Pemanfaatan sumberdaya hutan yang dilakukan oleh masyarakat tersebut
tentu saja dilarang oleh pengelola kawasan TN Baluran karena mereka memiliki
asumsi bahwa pemanfaatan yang dilakukan masyarakat tidak memperhatikan
C. Tujuan
Tujuan yang ingin dicapai dalam penelitian ini adalah sebagai berikut :
1. Mengkaji karakteristik masyarakat desa penyangga TN Baluran yang
memanfaatkan sumberdaya hutan.
2. Mengidentifikasi bentuk-bentuk pemanfaatan sumberdaya hutan yang
dilakukan oleh masyarakat di dalam kawasan TN Baluran.
3. Mengkalkulasi manfaat nyata yang diperoleh masyarakat pemanfaat
sumberdaya hutan dari pemanfaatannya di TN Baluran serta menghitung
tingkat ketergantungan pemanfaat terhadap sumberdaya hutan di dalam
kawasan TN Baluran.
4. Menganalisis harapan para pihak terhadap keberadaan TN Baluran dalam
rangka meningkatkan sistem pengelolaan TN Baluran.
D. Manfaat
Penelitian ini diharapkan dapat digunakan sebagai bahan pertimbangan
dalam pengelolaan TN Baluran guna memberikan ruang kelola atau manfaat bagi
II. TINJAUAN PUSTAKA
A. Taman Nasional
Menurut Suratmo (1980) dalam Suhaeri (1994), banyak definisi yang dipakai untuk menggambarkan taman nasional. Definisi tersebut biasanya berbeda
untuk satu negara dengan negara lainnya. Perbedaan tersebut disebabkan adanya
beberapa faktor yang berpengaruh seperti keadaan areal, luas areal, kebutuhan
perkembangan suatu populasi, latar belakang politik, keadaan masyarakat, adat
istiadat dan lain sebagainya.
Berdasarkan UU No. 5 Tahun 1990 mengenai Konservasi Sumberdaya
Alam Hutan dan ekosistemnya, Taman Nasional didefinisikan sebagai berikut :
Taman Nasional adalah suatu kawasan pelestarian alam yang mempunyai ekosistem asli dikelola dengan zonasi, yang dimanfaatkan untuk tujuan penelitian, ilmu pengetahuan, pendidikan, menunjang budidaya, pariwisata dan rekreasi.
Kawasan taman nasional mempunyai beberapa karakteristik khas yang
berbeda dengan kawasan konservasi lain. Sidang umum IUCN yang
diselenggarakan di New Delhi pada tahun 1969, memberikan lima karakteristik
umum taman nasional (Wiratno et al. 2004) diantaranya : 1. Areal taman nasional harus yang cukup luas.
2. Taman Nasional harus mengandung isi yang istimewa, dimana jenis-jenis
vegetasi dan binatangnya, habitat dan letak geomorfologinya serta keindahan
alamnya masih dalam keadaan utuh.
3. Terdapat sistem penjagaan dan perlindungan yang efektif, dimana satu atau
beberapa ekosistem secara fisik tidak berubah karena adanya eksploitasi dan
pemukiman manusia.
4. Kebijakan dan manajemen dipegang oleh badan pemerintah pusat yang
mempunyai kompetensi sepenuhnya yang harus segera mengambil
langkah-langkah pencegahan atau meniadakan semua bentuk gangguan atau
pengrusakan terhadap ekosistem dan isi taman nasional.
5. Kemungkinan pengembangan pariwisata, dimana para pengunjung
diperkenankan memasuki taman nasional dengan persyaratan-persyaratan
khusus untuk kepentingan mencari inspirasi, pendidikan, kebudayaan dan
Pembangunan taman nasional ditujukan untuk menciptakan pengelolaan
yang berhasil guna dan mewujudkan upaya konservasi sumberdaya alam yang
berfungsi sebagai pelindung unsur ekologi dan sistem penyangga kehidupan,
pengawetan keragaman jenis plasma nutfah serta pelestarian pemanfaatan
penunjang kehidupan dan kesejahteraan masyarakat (Direktorat Taman Nasional
dan Hutan Wisata 1984). Menurut Hartono (1986) dalam Setiawan (1999) tujuan utama pembangunan taman nasional adalah menjaga keutuhan keterwakilan
ekosistem. Keterwakilan ekosistem ini berarti melindungi ekosistem itu dari
kerusakan dan merehabilitasi kembali apa yang sudah terlanjur rusak, disamping
itu haruslah ada upaya menghilangkan sebab kerusakan dan menghentikan
kegiatan perusakan tersebut.
Adapun sasaran yang hendak dicapai dalam pembangunan taman nasional
seperti pedoman yang dikeluarkan oleh Direktorat Taman Nasional dan Hutan
Wisata meliputi empat hal pokok, yaitu :
a. Memperbaiki fungsi kawasan konservai semaksimal mungkin sesuai dengan
daya dukungnya,
b. Menciptakan hubungan antara konservasi dan kepentingan pembangunan
melalui pengembangan budidaya pertanian dan perikanan dari aneka ragam
jenis yang ada sebagai sumber plasma nutfah,
c. Meningkatkan pelayanan bagi pengunjung untuk memanfaatkan taman
nasional baik untuk penelitian, wisata, pengambilan gambar dan penulisan
untuk publikasi maupun kegiatan lainnya, dan
d. Membantu meningkatkan kesejahteraan masyarakat di sekitar taman nasional
antara lain dengan menyediakan lapangan kerja, memacu terciptanya jasa
angkutan dan akomodasi serta mendorong pembangunan di berbagai sektor
lainnya.
Menurut Direktorat Perlindungan dan Pengawetan Alam (1982) untuk
menjamin berhasilnya pengelolaan taman nasional dalam usaha mencapai sasaran
pokok proteksi dan kegembiraan perlu adanya ruang bagi para pengunjung dan
a. Sanctuary zone/mintakat inti, di daerah ini tidak ada kegiatan manusia dan yang hanya boleh dilakukan adalah tindakan-tindakan yang diperlukan untuk
preservasi dan penelitian,
b. Wilderness zone/mintakat rimba, daerah ini merupakan jalan berpemandangan indah, jalan-jalan yang melalui hutan lebat, jalan setapak dan lain- lain serta
menjadi tempat berlindung yang menarik dan sederhana dan tempat yang tepat
untuk melihat satwa yang menarik bagi pengunjung taman nasional,
c. Intensive use zone/mintakat pemanfaatan, pada prinsipnya pengelolaannya bertujuan untuk dapat dicapai pengunjung yang banyak dan intensif, sehingga
tersedia fasilitas-fasilitas bagi pengunjung,
d. Zona pemanfaatan khusus, mencakup tanah yang diperlukan untuk pelayanan
pengelolaan,
e. Zona perbaikan, merupakan daerah yang termasuk dalam kawasan yang
dilindungi, dimana seperti bekas perladangan dan penggembalaan ternak, dan
f. Zona historis, termasuk kawasan prasejarah atau menunjukkan kearkeologian
dan kawasan lain yang menunjukkan wajah budaya.
B. Interaksi Masyarakat Sekitar dengan Taman Nasional
Interaksi merupakan suatu hubungan yang terjadi antara dua faktor atau
lebih yang saling mempengaruhi dan saling memberikan aksi reaksi (Moen 1973,
diacu dalam Firmansyah 2004).
Masyarakat di sekitar taman nasional adalah sekumpulan individu, keluarga
dan komunitas tradisional atau modern yang bertempat tinggal tetap atau terus
menerus pada suatu areal tertentu. Areal ini berada di dalam atau berbatasan
dengan suatu kawasan taman nasional yang telah berdiri atau telah diusulkan
sebagai kawasan taman nasional (West dan Brechin 1995, diacu dalam Wibisono
1997). Kondisi sosial ekonomi masyarakat di sekitar taman nasional relatif rendah
ini merupakan faktor pendorong yang kuat untuk melakukan tekanan-tekanan
terhadap sumberdaya alam di taman nasional (Alikodra 1989).
Pengelolaan kawasan dilindungi oleh agen spesifik mempengaruhi berbagai
macam kelompok masyarakat. Kelompok tersebut meliputi masyarakat yang
tinggal di dalam atau di luar kawasan, terutama sejumlah orang yang
itu juga meliputi sejumlah orang yang memiliki pengetahuan, kapasitas dan
aspirasi yang berhubungan dengan pengelolaannya serta sejumlah orang yang
mengenal nilai budaya, agama dan rekreasi di kawasan tersebut (Borini dan
Feyerabend 1999).
Berdasarkan hasil kongres Taman Nasional Se-Dunia pada tahun 2003,
memandatkan bahwa pengelolaan kawasan konservasi harus mampu memberikan
manfaat ekonomi bagi para pihak yang berkepentingan, termasuk masyarakat
yang tinggal di dalam dan di sekitar kawasan konservasi. Masyarakat tersebut
akan termotivasi berperan serta untuk kepentingan pengelolaan kawasan dalam
jangka panjang. Hal ini akan berimplikasi terbukanya akses bagi masyarakat
terhadap pemanfaatan potensi sumberdaya alam yang terdapat dalam kawasan
secara berkesinambungan (Soekmadi 2005).
Menurut Phillips (2002) peraturan yang sangat tegas menyatakan bahwa
tidak ada kawasan dilindungi dapat sukses dalam jangka waktu yang lama jika
berlawanan dengan kondisi lokal. Selain itu juga menurut MacKinnon et al. (1993), bahwa keberhasilan pengelolaan banyak bergantung pada kadar dukungan
dan penghargaan yang diberikan kepada kawasan yang dilindungi oleh
masyarakat sekitar. Di tempat dimana kawasan dilindungi dipandang sebagai
penghalang, penduduk setempat dapat menggagalkan pelestarian. Tetapi bila
pelestarian dianggap sebagai sesuatu yang positif manfaatnya, penduduk setempat
sendiri yang akan bekerjasama dengan pengelola dalam melindungi kawasan itu
dari pengembangan yang membahayakan.
Beberapa penyebab terjadinya interaksi yang cukup penting antara manusia
dan sumberdaya hutan (Alikodra 1985) adalah :
a. Tingkat pendapatan masyarakat sekitar kawasan relatif rendah
b. Tingkat pendidikannya relatif rendah
c. Rata-rata pemilikan lahan yang sempit dan kurang intensif pengelolaannya
d. Laju pertumbuhan penduduk yang pesat dengan kepadatan cukup tinggi
Menurut MacKinnon et al. (1993), interaksi masyarakat dengan kawasan yang dilindungi dapat diarahkan pada suatu tingkat integrasi dimana keperluan
masyarakat akan sumberdaya alam dapat dipenuhi tanpa mengganggu atau
penyangga sosial yaitu daerah penyangga yang berguna untuk mengalihkan
perhatian masyarakat dalam memenuhi kebutuhan hid upnya, sehingga mereka
tidak merugikan hutan tersebut. Daerah penyangga juga dapat berfungsi sebagai
usaha pertanian intensif, tempat untuk mengembangkan dan membina hubungan
tradisional antara manusia dengan alam.
Di Indonesia, setiap kawasan konservasi yang berbatasan dengan
pemukiman hampir selalu mendapat tekanan dari masyarakat, baik berupa
pemukiman di dalam kawasan maupun pemanfaatan potensinya. Seperti halnya,
TN Baluran yang berdampingan dengan beberapa desa diantaranya Desa
Wonorejo, Desa Sumberanyar dan Desa Sumberwaru pada Kecamatan
Banyuputih, Kabupaten Situbondo serta Desa Bajulmati dan Desa Watukebo
pada kecamatan Wongsorejo, Kabupaten Banyuwangi (Direktorat Perlindungan
Hutan dan Pelestarian Alam 1996) . Selain itu, terdapat juga beberapa pemukiman
di dalam kawasan TN Baluran. Hal tersebut menimbulkan kecenderungan
masyarakat untuk memasuki dan mengambil kekayaan alam dari dalam taman
nasional. Menurut Soekmadi 1987 dan Setianingrum 1996, interaksi yang terjadi
antara masyarakat desa sekitar TN Baluran dengan sumberdaya alam yang
terdapat di dalam kawasan tersebut berupa : pengambilan kayu bakar, gadung,
ules, buah asam, buah kemiri, biji akasia, rotan, bambu, rumput, madu, dan nener
serta penggembalaan ternak secara liar.
Berdasarkan studi kasus di Desa Sumberwaru (Setianingrum 1996),
jenis-jenis sumberdaya hutan yang dimanfaatkan oleh masyarakat Desa Sumberwaru
dari dalam kawasan TN Baluran dan persentase pemanfaat di desa tersebut antara
lain kayu bakar (20,28%), kemiri (5,63%), asem (5,63%), nener (17,46%), gadung
(2,25%), bambu (3,38%), biji akasia (8,73%), rumput (17,75%), rambanan
(4,23%), gebang (7,04%), ikan (3,10%), madu (1,97%) dan kerang (2,54%).
Beberapa jenis sumberdaya hutan tersebut dimanfaatkan oleh masyarakat secara
musiman dan sebagian yang lainnya dimanfaatkan sepanjang tahun. Kayu bakar
dimanfaatkan masyarakat sepanjang tahun dan frekuensinya meningkat pada
musim kemarau, jenis sumberdaya hutan lainnya yang dimanfaatkan sepanjang
tahun yaitu gebang, bambu, rumput, rambanan, ikan, madu dan kerang.
(Oktober-November), asem (Juni- Agustus), nener (September-Januari), gadung
(September-Oktober) dan biji akasia (Juni-Agustus).
C. Manfaat Sumberdaya Hutan
Manfaat adalah pertambahan nilai pasar hasil tanaman, ikan serta barang
lain karena perbaikan kualitas lingkungan (Hufschmidt et al. 1987). Sedangkan yang dimaksud Sumberdaya hutan adalah benda-benda hayati, non hayati dan
turunannya, serta jasa yang berasal dari hutan. Benda-benda hayati meliputi hasil
nabati dan hewani beserta turunannya, sedangkan benda-benda non hayati berupa
sumber air, udara bersih, dan lain- lain yang tidak termasuk benda-benda tambang.
Untuk jasa yang biasa diperoleh dari hutan adalah berupa jasa wisata. Keindahan
dan keunikan, perburuan dan lain- lain (Undang-Undang Nomor 41 Tahun 1999
tentang Kehutanan).
Dengan demikian berdasarkan manfaatnya, jenis sumberdaya hutan dapat
dibedakan dalam dua golongan yaitu manfaat tangible dan manfaat intangible. Manfaat tangible merupakan manfaat yang diperoleh dari sumberdaya alam berbentuk material yang dipungut dan dimanfaatkan langsung oleh masyarakat
seperti kayu, getah, rotan, buah-buahan, kulit dan lain sebagainya. Sedangkan
manfaat intangible merupakan manfaat yang diperoleh dari sumberdaya alam tetapi tidak dirasakan langsung oleh masyarakat seperti rekreasi, hidrologi,
pendidikan, penelitian, pengaturan iklim dan sebagainya.
Keberadaan kawasan konservasi masih belum dirasakan manfaaatnya secara
optimal, baik oleh masyarakat sekitar (dan di dalam kawasan), maupun bagi
daerah dimana kawasan tersebut berada. Oleh karena itu, paradigma pemanfaatan
sumberdaya alam hayati seharusnya tidah hanya dibatasi pada pemanfaatan jasa
hutan dan lingkungannya semata, melainkan juga harus dimungkinkan
pemanfaatan bentuk lain yang secara riel mampu berkontribusi nyata terhadap
peningkatan kesejahteraan masyarakat tanpa menganggu fungsi kawasan secara
keseluruhan (Soekmadi 2005).
Pemanfaatan kawasan taman nasional secara umum mencakup kegiatan di
dalam pemanfaatan atas potensi sumberdaya alam taman nasional berupa:
a) Pemanfaatan kawasan sebagai sumber plasma nutfah, untuk selanjutnya
taman nasional antara lain untuk kepentingan budidaya jamur, budidaya
tanaman obat, budiadaya tanaman hias, penangkaran satwa dan lain- lain.
b) Pemanfaatan hasil hutan bukan kayu yang mencakup pengambilan dan
pemungutan hasil hutan bukan kayu dengan tidak merusak fungsi kawasan
taman nasional seperti pengambilan madu, pengambilan getah, pengambilan
buah, pengambilan umbi- umbian dan lain- lain.
c) Pemanfaatan jasa wisata dan lingkungan yang mencakup pemanfaatan potensi
wisata dan jasa lingkungan tanpa merusak fungsi kawasan taman nasional
seperti pemanfaatan obyek wisata untuk kegiatan pariwisata dan rekreasi
alam, pemanfaatan air, pemanfaatan keindahan dan kenyamanan, pemanfaatan
untuk penelitian dan pendidikan, dan lain- lain.
Menurut Sriyanto (2005), kegiatan pemanfaatan tradisio nal pada kawasan
pelestarian alam adalah kegiatan pemanfaatan sumberdaya alam hayati dan
ekosistemnya yang ada dalam kawasan elestarian alam oleh masyarakat
lokal/setempat yang secara tradisional kehidupan sehari- harinya tergantung pada
kawasan pelestarian alam. Oleh karena itu, kegiatan pemanfaatan tradisional pada
kawasan pelestarian alam dapat dilaksanakan apabila :
a. Untuk memenuhi kebutuhan sehari- hari masyarakat lokal/setempat sekitar
kawasan pelestarian alam.
b. Untuk memenuhi kebutuhan adat masyarakat lokal/setempat sekitar kawasan
pelestarian alam.
Mengingat kegiatan pemanfaatan tradisional pada kawasan pelestarian alam
merupakan kegiatan yang spesifik, maka dalam pelaksanaannya harus
memperhatikan hal-hal sebagai berikut (Sriyanto 2005) :
a. Kriteria lokasi yang digunakan untuk kegiatan pemanfaatan tradisional
b. Jenis-jenis sumberdaya alam hayati dan ekosistemnya yang dapat
dimanfaatkan dalam kegiatan pemanfaatan tradisional
c. Peserta, dalam hal ini masyarakat lokal/setempat yang secara tradisional
berinteraksi terhadap kawasan pelestarian alam
d. Tata cara pemungutan meliputi inventarisasi dan identifikasi, cara
D. Penilaian
Nilai adalah persepsi manusia yang merupakan harga sesuatu yang dinilai
oleh setiap individu dan tergantung pada waktu dan tempat (Davis dan Johnson
1987). Sedangkan penilaian diartikan sebagai pendugaan terhadap nilai dari
sesuatu, kemudian dinyatakan harganya. Jenis nilai yang dimaksudkan secara
umum adalah nilai pasar. Dalam keadaan dimana tidak ada pasar sama sekali
untuk komoditi-komoditi dari jenis-jenis yang akan dinilai digunakan standar lain
yaitu dengan substitusi atau nilai barang penggantinya (Duerr 1960).
Peran dari adanya pengelolaan taman nasional adalah mencegah hilangnya
atau menambahkan nilai sumberdaya yang merupakan asetnya tersebut. Penilaian
sumberdaya dapat menggunakan teknik ekonomi untuk mengatur secara
kuantitatif nilai pemanfaatan dan non pemanfaatan sebuah taman nasional (Merril
dan Elfian 2001).
Beberapa metode yang dapat digunakan untuk melakukan penilaian ekonomi
dari hasil hutan diantaranya :
1. Metode Nilai Pasar
Nilai pasar adalah nilai atau angka rupiah yang ditetapkan untuk transaksi
atau jual beli di pasar. Nilai yang dianggap standar adalah nilai pasar, yakni harga
yang ditetapkan untuk penjual dan pembeli tanpa campur tangan pihak lain atau
keadaan kompetisi sempurna (Davis dan Johnson 1987).
Harga pasar dari sebuah barang adalah cara yang paling lazim digunakan
untuk menentukan nilai barang tersebut (Lowe and Le wis 1980, diacu dalam
Wibisono 1997).
2. Metode Nilai Relatif
Metode nilai relatif pada prinsipnya adalah menilai suatu barang yang
belum ada pasarnya dengan memperbandingkannya dengan barang lain yang
sudah diketahui harga pasarnya dan dalam penilaian tersebut apabila sekali suatu
benda yang dinilai masyarakat/sudah diketahui harga pasarnya, maka nilai benda
itupun dapat diketahui (Davis dan Johnson 1987).
3. Metode Biaya Pengadaan
menilai manfaat dari suatu barang dengan cara menghitung korbanan-korbanan
yang dikeluarkan oleh konsumen agar dapat mengkonsumsi barang yang akan
dikonsumsinya (Davis dan Johnson 1987). Dalam hal manfaat barang dan jasa
hutan jika digunakan untuk konsumsi sendiri, metode biaya perjalanan
dimodifikasi menjadi metode biaya pengadaan. Metode biaya pengadaan ini pada
prinsipnya menghitung berapa uang yang dikorbankan untuk konsumen untuk
memperoleh barang yang akan dikonsumsinya.
Terdapat lima karakteristik dari kawasan konservasi yang membuat
penilaian ekonomi sumberdaya menjadi sulit (Dixon and Sherman 1990) antara
lain :
a. Tidak ada persaingan : tidak ada kompetisi dalam mengkonsumsi jasa-jasa
yang diberikan oleh kawasan konservasi.
b. Tidak ada pengecualian : akses yang terbuka terhadap sumberdaya sering
menyebabkan tidak adanya harga pasar terhadap sumberdaya tersebut kendati
pun nilai aktualnya cukup besar.
c. Manfaat mengalir ke luar kawasan : manfaat kawasan konservasi dapat
menyebar ke wilayah pemukiman penduduk non-tempatan, propinsi atau
negara lain, yang menyebabkan harga jasa-jasa ini di bawah nilai
sesungguhnya.
d. Ketidakpastian : kegagalan pasar terjadi karena informasi yang tidak lengkap
atau tidak benar mengenai kelangkaan sumberdaya alam yang terdapat di
dalam kawasan konservasi.
Tidak dapat diperbaharui : seandainya suatu kawasan konservasi rusak, jelas
akan memakan waktu berabad-abad untuk dapat mengembalikannya lagi seperti
sediakala, sehingga suplai barang dan jasa menjadi tidak elastis yang
III. KONDISI UMUM LOKASI PENELITIAN
A. Sejarah, Letak dan Luas Kawasan
Upaya penunjukan kawasan Baluran menjadi suaka margasatwa telah
dirintis oleh Kebun Raya Bogor sejak tahun 1928, rintisan tersebut didasarkan
kepada usulan AH. Loedeboer yang menguasai daerah tersebut yang sebelumnya
daerah ini sebagai lokasi perburuan.
Tahun 1937 kawasan Baluran ditetapkan sebagai suaka margasatwa dengan
Surat Keputusan Pemerintah Hindia Belanda Nomor 9 Tahun 1937 (Lembaran
Negara No. 544 tahun 1937). Tujuan dijadikannya kawasan Baluran sebagai suaka
margasatwa pada waktu itu adalah untuk melindungi berbagai jenis satwa langka
dari kepunahan. Pada tanggal 6 Maret 1980 bertepatan dengan hari Pengumuman
Strategi Pelestarian Dunia, Suaka Margasatwa Baluran dideklarasikan oleh
Menteri Pertanian Republik Indonesia sebagai taman nasional.
Secara administratif pemerintahan, TN Baluran terletak di Kecamatan
Banyuputih kabupaten Situbondo, Propinsi Jawa Timur. Secara geografis terletak
pada 7º29'10" - 7º55'5" LS dan 114º29'20"-114º39'10" BT. Daerah ini terletak di
ujung timur Pulau Jawa. Sebelah Utara berbatasan dengan Selat Madura, sebelah
Timur berbatasan dengan Selat Bali, sebelah Selatan berbatasan dengan Sungai
Bajulmati, Desa Wonorejo dan sebelah Barat berbatasan dengan Sungai Klokoran,
Desa Sumberwaru.
Luas TN Baluran berdasarkan Surat Keputusan Menteri Kehutanan Nomor :
279/Kpts-VI/1997 tanggal 23 Maret 1997 seluas 25.000 hektar, sedangkan
berdasarkan S.K. Dirjen PKA Nomor : 187/Kpts-DJ-V/1999 tanggal 13 Desember
1999 zonasi Taman Nasional Baluran terdiri dari :
a. Zona inti seluas 12.000 Ha
b. Zona rimba seluas 5.637 Ha (perairan = 1.063 Ha dan daratan = 4.574 Ha)
c. Zona pemanfaatan intensif seluas 800 Ha
d. Zona pemanfaatan khusus seluas 5.780 Ha
e. Zona rehabilitasi seluas 783 Ha
Sedangkan dari segi pengelolaan, kawasan TN Baluran dibagi menjadi tiga
Seksi Konservasi Wilayah, yaitu :
b. Seksi Konservasi Wilayah II Bekol, meliputi Resort Bama dan Lempuyang
c. Seksi Konservasi Wilayah III Karangtekok, meliputi Resort Pondok Jaran dan
Labuhan Merak.
B. Aksesibilitas
Aksesibilitas ke dan dari TN Baluran dapat dikatakan sangat lancar, ini
disebabkan adanya jalan raya antar Pulau Bali dan Banyuwangi dengan Surabaya
yang melintasi kawasan. Dengan demikian TN Baluran dapat dijangkau dengan
kendaraan darat dari berbagai kota-kota penting di sekitarnya.
C. Topografi
TN Baluran mempunyai bentuk topografi datar sampai bergunung-gunung
dan mempunyai ketinggian antara 0 sampai 1.247 meter di atas permukaan laut.
Bentuk topografi datar sampai berombak relatif mendominasi kawasan ini.
Dataran rendah di kawasan ini terletak di sepanjang pantai yang merupakan batas
kawasan sebelah timur dan utara. Sedangkan di selatan dan barat mempunyai
bentuk lapangan relatif bergelombang. Daerah tertinggi terletak di tengah-tengah
kawasan, diantaranya Gunung Baluran (1.247 m). Daerah ini topografinya
berbukit sampai bergunung. Beberapa gunung yang terdapat dalam kawasan serta
ketinggiannya dapat dilihat pada tabel di bawah ini :
Tabel 1. Beberapa Gunung yang terdapat dalam Kawasan TN Baluran Tahun 1995
No Nama Gunung Tinggi (m dpl)
1 Gunung Klosot 940
2 Gunung Baluran 1.247
3 Gunung Glengseran 124
4 Gunung Montor 64
5 Gunung Kakapa 114
6 Gunung Priuk 211
Sumber : Rencana Pengelolaan TN Baluran (Buku I : Tahun 1995-2020)
D. Iklim
TN Baluran beriklim monsoon dengan musim kemarau yang panjang.
Musim hujan terjadi pada bulan Desember sampai bulan April, sedangkan musim
kemarau terjadi pada bulan Mei sampai bulan November. Menurut Schmidt dan
Fergusson, TN Baluran termasuk dalam kelas iklim tipe E dengan temperatur
7 knots dan arah angin dipengaruhi oleh arus tenggara yang kuat. Pengaruhnya
terlihat pada distribusi musim panas dan hujan dimana pada bulan April sampai
dengan Oktober musim kemarau dan akhir bulan Oktober sampai dengan awal
April musim hujan (Anonim 1995).
E. Geologi dan Tanah
TN Baluran didominasi oleh batuan vulkanik tua dan batuan alluvium.
Batuan vulkanik tua hampir mendominasi seluruh kawasan, sedangkan batuan
alluvium terletak di sepanjang pantai meliputi daerah Pandean, Tanjung Sedano,
Tanjung Sumber Batok dan Tanjung Lumut.
Jenis tanah yang ada di dalam kawasan TN Baluran antara lain : Andosol
(5,52%), Latosol (20,23%), Mediteran merah kuning dan Grumusol (51,25%),
serta aluvium (23%).
Berdasarkan data yang ada, jenis tanah di TN Baluran dikelompokkan pada
jenis tanah yang ada di daerah datar hingga cekung, berombak, berbukit sampai
bergunung. Jenis tanah yang mempunyai penyebaran di daerah bukit adalah
Andosol dan Latosol. Daerah yang lebih rendah jenis tanahnya terdiri dari
Mediteran merah kuning dan Grumusol, sedangkan daerah yang paling rendah
(cekung) jenis tanahnya didominasi oleh alluvium. Tanah jenis ini merupakan
tanah yang kaya akan mineral, tetapi miskin akan bahan organik. Demikian juga
tanah yang mempunyai kesuburan kimiawi yang tinggi tetapi kesuburan fisiknya
rendah karena sebagian besar berpori dan tidak bisa menyimpan air dengan baik
(tidak baik untuk tanah persawahan karena jumlah airnya tidak tercukupi). Tanah
yang berwarna hitam yang menyelimuti setengah daerah dataran rendah (antara
lain Bekol), ditumbuhi rumput yang sangat subur sehingga disenangi oleh satwa
pemakan rumput. Namun tanah jenis ini mempunyai ciri khas mudah longsor dan
sangat berlumpur pada musim penghujan. Sebaliknya bila musim kemarau sedang
berlangsung, permukaan tanah menjadi pecah-pecah dengan patahan sedalam
lebih kurang 80 cm dan lebar lebih kurang 10 cm.
F. Hidrologi
Di TN Baluran terdapat dua buah sungai yang cukup besar, yaitu Sungai
membentuk batas TN Baluran di sebelah Selatan dan Barat bermuara pada Pantai
Utara dan Timur Pulau Jawa. Mata air yang berasal dari resapan air masuk
kedalam tanah dan akhirnya muncul di permukaan tanah yang lebih rendah
terdapat di Kelor, Popongan, Bama, Mesigit (daerah pantai), Teluk Air Tawar dan
Tanjung Sedano. Di Kacip terdapat sumber air yang berpengaruh terhadap
kehidupan satwa dan petugas TN Baluran yang bertugas di Resort Bekol dan
sekitarnya, terutama pada musim kemarau (Anonim 1995).
G. Kondisi Flora dan Fauna
TN Baluran merupakan satu-satunya kawasan di Pulau Jawa yang memiliki
padang savana alamiah. Luasnya ± 10.000 Ha atau sekitar 40% dari luas kawasan.
Kawasan Baluran mempunyai ekosistem yang lengkap yaitu Hutan Mangrove,
Hutan Pantai, Hutan Payau/Rawa, Hutan Savana dan Hutan Musim (daratan tinggi
dan dataran rendah).
Tumbuhan khas Baluran adalah widoro bekol (Zizyphus rotundifolia). Tumbuhan lainnya adalah asam (Tamarindus indica), gadung (Dischorea hispida), pilang (Acacia leucophloea), kemiri (Aleuritas moluccana), kepuh (Sterculia foetida), gebang (Corypha utan), walikukun (Schoutenia ovata), mimbo (Azadirachta indica), kesambi (Schleicera oleosa), lontar (Borassus sp.) dan lain-lain.
Di kawasan ini terdapat sekitar 155 jenis burung yang sudah langka, antara
lain walet ekor-jarum (Hirundapus caudacutus). Mamalia besar yang merupakan satwa langka adalah banteng (Bos javanicus) dan ajag (Cuon alpinus). Satwa lainnya babi hutan (Sus sp.), kijang (Muntiacus muntjak), rusa sambar (Cervus timorensis), macan tutul (Panthera pardus), kerbau liar (Bubalus bubalis), lutung (Presbytis cristata), monyet ekor-panjang (Macaca fascicularis), merak (Pavo muticus), ayam hutan (Gallus sp), dan lain- lain.
H. Kondisi Sosial Ekonomi Masyarakat Desa Penyangga TN Baluran
H. 1. Letak dan Luas Desa Penyangga TN Baluran
TN Baluran berdekatan dengan lima desa dari dua kecamatan dan kabupaten
yang berbeda antara lain Desa Wonorejo, Desa Sumberwaru, Desa Sumberanyar
desa lainnya yaitu Desa Bajulmati dan Desa Watukebo yang terletak di
Kecamatan Wongsorejo Kabupaten Banyuwangi.
Tabel 2. Luas dan Batas-batas Desa Penyangga TN Baluran
Batas-batas Desa No Desa Luas (km2)
Utara Selatan Barat Timur 1 Wonorejo 239,190 TN Baluran Sungai Bajulmati Ds.Sumberwaru Pantai Selat Bali 2 Sumberwaru 111,270 Pantai Selat
Madura
Hutan dan
Ds.Wonorejo Ds.Sumberanyar
Pantai dan Ds.Wonorejo 3 Sumberanyar 97,710 Pantai Selat
Madura Kawasan Peg.Ijen Ds.Sumberejo Ds.Sumberwaru 4 Bajulmati 12,43 Ds.Wonorejo Ds.Sidodadi Ds.Bimorejo Ds.Watukebo 5 Watukebo 145,79 Kab.Situbondo Ds.Sidowangi Bondowoso Ds.Bajulmati
Sumber : Monografi desa dan kecamatan yang bersangkutan Tahun 2004
H. 2. Pemerintahan Desa Penyangga TN Baluran
Dilihat dari pemerintahannya, kelima desa penyangga TN Baluran memiliki
dusun, Rukun Warga dan Rukun Tetangga yang jumlahnya berbeda dengan
rincian sebagai berikut :
Tabel 3. Jumlah Dusun, RT dan RW di Desa Penyangga TN Baluran
No Desa Dusun Jumlah RW Jumlah RT
3 Sumberanyar
Mimbo 3 7
Sumber : Monografi desa dan kecamatan yang bersangkutan Tahun 2004
H. 3. Kependudukan
Jumlah penduduk di lima desa penyangga kawasan TN Baluran sebanyak
42.893 orang, dengan rincian pada tabel berikut :
Tabel 4. Jumlah Penduduk Desa Penyangga TN Baluran Tahun 2004
No. Desa Laki-laki Perempuan Jumlah
H. 4. Pendidikan
Tingkat pendidikan masyarakat dari lima desa penyangga TN Baluran
umumnya masih tergolong rendah, sebagian besar tingkat pendidikan yang
mereka miliki hanya mencapai jenjang SD.
Tingkat pendidikan yang rendah dapat mencerminkan tingkat kesadaran
yang rendah terhadap kelestarian alam, sehingga yang lebih diutamakan adalah
pemenuhan kebutuhan hidup. Hal ini dapat lebih memungkinkan timbulnya
kecenderungan memilih alternatif untuk mengeksploitasi potensi kawasan hutan
tanpa memikirkan dampak kerusakan yang dapat ditimbulkan bila eksploitasi
tersebut dilakukan secara berlebihan dan terus menerus. Tingkat pendidikan
masyarakat dari lima desa penyangga TN Baluran dapat dilihat pada tabel berikut:
Tabel 5. Tingkat Pendidikan Masyarakat Desa Penyangga TN Baluran
No Tingkat Pendidikan Wonorejo Sumberwaru Sumberanyar Bajulmati Watukebo
1. Belum Sekolah ∗ ) ∗ ) 1.434 1.177 870
Sumber : Monografi desa dan kecamatan yang bersangkutan tahun 2004 Keterangan : ∗ ) Tidak ada data
H. 5. Mata Pencaharian
Sebagian besar masyarakat di lima desa penyangga TN Baluran bergerak
pada sektor pertanian dan perkebunan yaitu sebagai petani dan buruh tani,
sedangkan yang lainnya adalah karyawan, pedagang, peternak, penggembala,
tukang, nelayan dan pensiunan. Dalam sektor pertanian, jumlah buruh tani yang
tidak memiliki lahan cukup tinggi. Disamping itu pertanian juga dilaksanakan
pada lahan kering, dan bergantung pada musim serta kondisi pengairan. Hal ini
menyebabkan tingkat perambahan oleh masyarakat desa ke dalam kawasan TN
Baluran pada musim kemarau cukup tinggi.
Jenis-jenis tanaman yang ditanam pada lahan pertanian adalah padi, jagung,
ubi kayu, kacang tanah, kacang hijau, kedelai, dan buah-buahan seperti mangga,
pisang serta sayuran. Perkebunan yang ada terdiri dari kebun kelapa, kapuk dan
membuka kesempatan masyarakat untuk memperoleh lapangan pekerjaan dengan
harapan dapat mengurangi tingkat ketergantungan terhadap kawasan TN Baluran.
Secara lengkap mata pencaharian masyarakat desa penyangga kawasan TN
Baluran dapat dilihat pada tabel di bawah ini :
Tabel 6. Jenis Pekerjaan Masyarakat Desa Penyangga TN Baluran
No Jenis Pekerjaan Wonorejo Sumberwaru
Sumberanyar Bajulmati Watukebo
1. PNS 142 53 58 47 34
2. ABRI 32 10 13 12 12
3. Swasta 27 107 295 143 18
4. Wiraswasta 90 860 1.867 82 35
5. Petani 451 924 1.521 1.321 1.647
6. Tukang 167 60 227 - -
7. Buruh Tani 2.726 1.485 1.624 2.541 1.704
8. Pensiunan 38 72 25 13 14
9. Nelayan 1.134 360 3.739 151 -
10. Jasa - 15 806 130 47
11. Peternak 1.100 89 950 4 9
12. Pedagang 134 131 340 219 61
Jumlah 5.897 4.166 11.465 4.663 3.581
Sumber : Monografi desa dan kecamatan yang bersangkutan tahun 2004
H. 6. Ketergantungan Masyarakat Desa Penyangga terhadap Kawasan TN Baluran
Seperti telah diuraikan di atas, terdapat beberapa faktor yang menjadi
penyebab tingginya tingkat ketergantungan masyarakat desa sekitar kawasan TN
Baluran yaitu daerah yang kering, terbatasnya lahan pertanian, perkebunan dan
peternakan, lahan pertanian yang kurang produktif karena tergantung pada musim
dan pengairan, pemilikan lahan pertanian per keluarga yang kecil bahkan tidak
sedikit keluarga yang tidak memiliki lahan sama sekali.
Faktor-faktor di atas menimbulkan kurangnya kesadaran atau minat
masyarakat untuk menjaga kelestarian sumber daya alam yang terdapat di dalam
IV. METODOLOGI PENELITIAN
A. Lokasi dan Waktu Penelitian
Penelitian tentang Studi Pemanfaatan Sumberdaya Hutan Oleh Masyarakat
Desa Penyangga TN Baluran dilakukan di TN Baluran, Jawa Timur. Daerah
penyangga TN Baluran yang menjadi desa-desa penelitian mencakup Desa
Wonorejo, Desa Sumberwaru, Desa Sumberanyar, Desa Bajulmati dan Desa
Watukebo. Waktu yang diperlukan untuk penelitian ini selama dua bulan yaitu
Bulan Juli-Agustus 2005.
B. Obyek Penelitian
Obyek yang diteliti adalah masyarakat yang tinggal di desa penyangga TN
Baluran yang memanfaatkan sumberdaya hutan.
C. Kerangka Pemikiran
Kerangka pemikiran dalam penelitian ini berdasarkan pada Teori Rambo.
Menurut Rambo (1983) dalam Iskandar (2001), faktor- faktor sistem biofisik atau ekosistem di sekitar manusia sangat beragam bergantung pada dimana manusia itu
tinggal, termasuk di dalamnya iklim, udara, air, tanah, tanaman dan binatang.
Sehingga di dalam kehidupan manusia senantiasa terjadi interaksi timbal balik
sistem sosial yang dipengaruhi latar belakang budaya dan sistem biofisik atau
ekosistem. Hubungan timbal balik yang erat antara dua sub sistem itu dapat
berjalan dengan baik dan teratur karena adanya arus energi, materi dan informasi.
Dalam penelitian ini, sistem biofisik atau ekosistem yang dimaksud adalah
Taman Nasional beserta potensinya sebagai satu kesatuan ekosistem. Di dalam
sistem sosial terdapat potensi sumberdaya manusia, sedangkan di dalam ekosistem
taman nasional terdapat potensi sumberdaya taman nasional. Potensi sumberdaya
taman nasional ini memiliki suatu nilai yang terkandung akibat adanya hubungan
pemanfaatan sumberdaya taman nasional oleh masyarakat sekitar hutan. Dalam
rangka memanfaatkan sumberdaya taman nasional, masyarakat juga memiliki
berbagai harapan dengan keberadaan taman nasional. Sehingga dengan
memperhatikan pemanfaatan tersebut menimbulkan suatu hipotesis dukungan
manfaat taman nasional dan harapan- harapan masyarakat dengan keberadaan
taman nasional. Hipotesis tersebut menyatakan jika manfaat yang diperoleh lebih
besar daripada harapan maka semakin besar juga dukungan terhadap pengelolaan
taman nasional. Sebaliknya jika manfaat yang diperoleh lebih kecil daripada
harapan maka semakin kecil juga dukungan terhadap pengelolaan taman nasional.
Dari hipotesis dukungan tersebut akan mempengaruhi pola manajemen
taman nasional sehingga menentukan tercapai atau tidaknya Sustainable Park Management. Dengan tercapainya Sustainable Park Management akan memberikan keuntungan baik terhadap sumberdaya manusia maupun sumberdaya
taman nasional yaitu kelestarian sumberdaya taman nasional lebih terjamin dan
kesejahteraan masyarakat dapat ditingkatkan.
Kerangka pemikiran tersebut tersaji pada gambar di bawah ini :
Gambar 1. Kerangka Pemikiran Penelitian Sistem sosial
-Populasi -Kebutuhan -Teknologi -Struktur sosial -Ideologi
Ekosistem Alam (Taman Nasional) -Iklim
-Tanah
-Flora dan Fauna Seleksi, adaptasi
dan interaksi
Aliran energi, materi dan informasi
Aliran energi, materi dan informasi
Potensi Sumberdaya Taman Nasional Potensi SDM
Karakteristik Sosek Masyarakat Desa Sekitar Hutan
Hubungan Pemanfaatan
Hipotetik Dukungan
Manfaat > Ekspektasi Dukungan Tinggi
Manfaat < Ekspektasi Dukungan Rendah
Pola management
D. Batasan Studi
1. Penelitian ini difokuskan pada pemanfaatan sumberdaya hutan oleh
masyarakat yang tinggal di desa penyangga TN Baluran.
2. Desa penyangga adalah daerah penyangga kawasan TN Baluran dimana di
daerah tersebut terjadi aktivitas pemanfaaatan sumb erdaya hutan yang
dilakukan oleh masyarakatnya. Daerah penyangga TN Baluran tersebut
mencakup Desa Wonorejo, Desa Sumberwaru, Desa Sumberanyar, Desa
Bajulmati dan Desa Watukebo.
3. Responden adalah masyarakat desa penyangga kawasan TN Baluran yang
memanfaatkan sumberdaya hutan dari dalam kawasan taman nasional.
4. Sumberdaya hutan adalah benda-benda hayati yang dimanfaatkan masyarakat
desa penyangga TN Baluran. Sumberdaya yang dimaksud adalah kayu bakar,
rambanan, rumput, gebang, madu, asam, biji akasia, kroto, ikan, kemiri, dan
gadung.
5. Manfaat nyata adalah manfaat yang dapat didekati dengan nilai/harga pasar
yang ditetapkan dalam transaksi jual beli di pasar.
E. Metode Penelitian 1. Jenis Data
Jenis data yang akan diambil terdiri dari dua jenis data yaitu data utama dan
data penunjang.
Data utama berupa :
a. Karakteristik masyarakat pemanfaat sumberdaya hutan (umur, jumlah anggota
keluarga, tingkat pendidikan, mata pencaharian, kepemilikan lahan dan
pendapatan di luar sumberdaya hutan)
b. Jenis sumberdaya hutan yang dimanfaatkan
c. Volume tingkat pemanfaat sumberdaya hutan
d. Intensitas/frekuensi pengambilan/pemanfaatan sumberdaya hutan
e. Lokasi pemanfaatan sumberdaya hutan di TN Baluran
f. Cara pengambilan sumberdaya hutan dari kawasan TN Baluran
g. Harga pasar sumberdaya hutan
Sedangkan data penunjang berupa : a. Kondisi umum lokasi penelitian
b. Kondisi sosial ekonomi lokasi penelitian
c. Peta-peta TN Baluran
d. Laporan- laporan berkaitan dengan penelitian
2. Pengumpulan Data
Pengumpulan data dilakukan dengan cara :
a. Studi pustaka
Studi pustaka ini dilakukan untuk mengumpulkan data penunjang dalam
lokasi penelitian.
b. Observasi langsung
Observasi langsung dilakukan dengan mengamati sumberdaya hutan yang
diperoleh di lapangan dan pengamatan perilaku masyarakat dalam
pemanfaatan sumberdaya hutan. Selain itu observasi langsung ini dilakukan
untuk mengetahui lokasi- lokasi pemanfaatan sumberdaya hutan dalam
kawasan TN Baluran serta memetakannya di dalam peta kawasan TN Baluran.
Observasi langsung dilengkapi juga dengan pengambilan dokumentasi
mengenai aktivitas pemanfaatan sumberdaya hutan.
c. Wawancara
Wawancara dilakukan secara langsung, sehingga segala hal yang tidak
tercantum dalam kuesioner, tapi dianggap penting dapat ditanyakan. Dalam
pengumpulan data ini telah diwawancarai sebanyak 150 orang pemanfaat
sumberdaya hutan yang berasal dari atau tinggal dalam desa penyangga
meliputi Desa Wonorejo (41 orang), Desa Sumberwaru (36 orang), Desa
Sumberanyar (32 orang), Desa Bajulmati (31 orang) dan Desa Watukebo (10
orang). Pemanfaat sumberdaya hutan tersebut diketahui dari informasi yang
ditanyakan sebelumnya terhadap para informan baik itu perangkat desa, tokoh
masyarakat maupun petugas TN Baluran bahkan dari pemanfaat sumberdaya
Tahapan-tahapan untuk memperoleh informasi mengenai jumlah pemanfaat
sumberdaya hutan dalam desa penyangga digambarkan sebagai berikut di bawah
ini:
Gambar 2. Tahapan-tahapan untuk mendapatkan informasi
Sedangkan untuk mempermudah dalam pengumpulan data maka disajikan
tabel rekapitulasi pengumpulan data sebagai berikut :
Tabel 7. Rekapitulasi Pengumpulan Data
No Jenis Data Bentuk Data Sumber Data Cara Pengumpulan Ket
a. Karakteristik masyarakat pemanfaat sumberdaya hutan (umur, jumlah anggota keluarga, tingkat pendidikan, mata pencaharian, kepemilikan lahan dan pendapatan di luar sumberdaya hutan)
b. Jenis sumberdaya hutan yang dimanfaatkan (berupa apa sumberdaya hutan yang dimanfaatkan, bagian mana yang dimanfaatkan, tujuan dari pemanfaatan)
c. Volume tingkat pemanfaat sumberdaya hutan (Berapa jumlah pemanfaatan per unit)
Responden dan d. Intensitas/frekuensi pemanfaatan
sumberdaya hutan (berapa kali pemanfaatan sumberdaya hutan per minggu, pada saat kapan/musim apa pemanfaatan tersebut)
e. Lokasi pemanfaatan sumberdaya hutan (dimana lokasi pemanfaatan sumberdaya hutan yang terdapat di dalam kawasan, jarak lokasi tersebut dengan tempat tingga l pemanfaat) petugas TN Baluran
Pemanfaat sumberdaya hutan
No Jenis Data Bentuk Data Sumber Data Cara Pengumpulan Ket
f. Cara pengambilan sumberdaya hutan dari dalam kawasan (bagaimana cara pengambilannya, adakah kerusakan yang ditimbulkan dengan adanya pemanfaatan sumberdaya hutan)
Responden dan
g. Harga pasar sumberdaya hutan (berapa harga pasarnya/harga yang dapat diperbandingkan dengan harga pasar)
Responden dan h. Harapan dari berbagai pihak
terhadap keberadaan TN baluran
Responden dan
a. Kondisi umum lokasi penelitian (sejarah,letak, luas kawasan; iklim; geologi dan tanah; hidrologi; kondisi flora dan fauna)
Kantor b. Kondisi sosial ekonomi lokasi
penelitian (kependudukan; pendidikan dan kesehatan; mata pencaharian; penggunaan lahan; ketergantungan masyarakat pemanfaat desa penyangga terhadap kawasan TN Baluran)
Kantor
c. Peta-peta TN Baluran (peta kawasan TN Baluran; peta zonasi kawasan TN Baluran; peta kerawanan TN Baluran)
Kantor
d. Laporan-laporan yang berkaitan dengan penelitian
3. Pengolahan Data dan Analisis Data
Data-data yang diperoleh disajikan dalam bentuk tabulasi dan diolah
sehingga mendapatkan manfaat dari sumberdaya hutan dalam terminologi uang
secara riel (monetary term). Metode yang dipergunakan dalam penelitian ini dengan pendekatan harga pasar untuk sumberdaya hutan yang telah diketahui nilai
pasarnya. Sedangkan sumberdaya hutan yang belum diketahui nilai pasarnya
tetapi dapat dipertukarkan atau dibandingkan dengan barang atau jasa yang telah
ada nilai pasarnya, penilaian digunakan dengan menggunakan nilai relatif.
Setiap jenis sumberdaya hutan dihitung nilai rielnya dalam bentuk rupiah
dari penjumlahan beberapa lokasi yang memanfaatkan sumberdaya hutan tersebut.
Misalnya untuk jenis A, lokasi yang memanfaatan jenis A dibagi menjadi 3 lokasi
penjumlahan dari nilai A1, A2, dan A3 (?A). Begitu pun untuk jenis sumberdaya
hutan lainnya disajikan dalam tabel yang berbeda.
Tabel 8. Nilai Manfaat Tiap Jenis Sumberdaya Hutan
Jenis Sumberdaya Hutan (A)
Desa 1 (A1) Desa 2 (A2) Desa 3 (A3)
Rata-rata Rata-rata Rata-rata
Nilai manfaaat Nilai manfaat total
(Rp/thn)
Catatan : V = volume (unit) F = frekuensi (minggu) H = nilai pasar/nilai relatif (Rp) n = jumlah pemanfaat
Nilai manfaat (Rp/tahun) = F x H x V x n
Berdasarkan manfaat riel tiap jenis sumberdaya hutan tersebut, kemudian
dilakukan rekapitulasi manfaat riel seluruh jenis sumberdaya hutan dalam bentuk
rupiah/tahun seperti tersaji pada tabel berikut:
Tabel 9. Rekapitulasi Nilai Manfaat Seluruh Jenis Sumberdaya Hutan
Jenis Sumberdaya Hutan Jenis A Jenis B Jenis C dst
Niali Manfaat tiap jenis sumberdaya hutan (Rp/ Thn) A B C dst
Nilai Manfaatl seluruh jenis sumberdaya hutan (Rp/ Thn) ? ( A+B+C……...+dst )
Tahap terakhir yang harus dilakukan adalah analisis data, yaitu analisis tabel
yang sudah dibuat. Analisis ini dilakukan secara deskriptif yaitu suatu analisis
yang memberikan penjelasan, keterangan dan gambaran tentang subyek
V. HASIL DAN PEMBAHASAN
A. Karakteristik Pemanfaat Sumberdaya Hutan
Karakteristik pemanfaat sumberdaya hutan pada lima desa penelitian
disajikan dalam bentuk tabel (tabulasi) yang meliputi umur, jumlah anggota
keluarga, tingkat pendidikan, mata pencaharian, kepemilikan lahan dan
pendapatan di luar sumberdaya hutan.
A.1. Umur
Umur pemanfaat sumberdaya hutan berkisar antara 24-74 tahun. Dengan
kisaran umur tersebut, pemanfaat sumberdaya hutan dikelompokkan menjadi
delapan kelompok umur yaitu yang berumur antara 21-27 tahun, 28-34 tahun,
35-41 tahun, 42-48 tahun, 49-55 tahun 56-62 tahun, 63-69 tahun dan 70-76 tahun.
Hasil perhitungan disajikan pada tabel 10 dibawah ini.
Tabel 10. Umur Pemanfaat Sumberdaya Hutan
Jumlah Pemanfaat Tiap Desa Desa
Berdasarkan kelompok umur pada tabel 10 diketahui bahwa persentase
pemanfaat sumberdaya hutan terbesar didominasi oleh pemanfaat yang berusia
28-55 tahun yaitu sebesar 84,00%. dari data tersebut dapat dikatakan bahwa
pemanfaat sumberdaya hutan terbesar dilakukan oleh kelompok umur produktif.
Tingginya jumlah pemanfaat sumberdaya hutan yang termasuk ke dalam
kelompok usia produktif merupakan indikasi adanya keterbatasan lapangan
pekerjaan yang mampu memberikan pendapatan memadai bagi pemanfaat
sumberdaya hutan tersebut sehingga menyebabkan pemanfaatan sumberdaya
hutan di TN Baluran menjadi suatu alternatif yang mampu memberikan tambahan
A. 2. Jumlah Anggota Keluarga
Jumlah anggota keluarga pemanfaat sumberdaya hutan berkisar antara 2-8
orang. Data selengkapnya disajikan dalam tabel 11.
Tabel 11. Jumlah Anggota Keluarga Pemanfaat Sumberdaya Hutan
Jumlah Pemanfaat Tiap Desa Desa
Keterangan : * ) termasuk kepala keluarga
Sebanyak 90,66% memiliki jumlah anggota keluarga 3-6 orang. Hal ini
dapat dijelaskan, semakin banyak jumlah anggota keluarga, semakin banyak
kebutuhan hidup yang harus dipenuhi. Akibatnya semakin banyak keluarga yang
mencari tambahan penghasilan dengan mencari sumberdaya hutan.
A. 3. Tingkat Pendidikan
Sebagian besar pemanfaat sumberdaya hutan berlatar belakang pendidikan
Sekolah Dasar (baik tamat maupun tidak tamat) sebesar 70,00%. Perincian
selengkapnya disajikan dalam tabel 12.
Tabel 12. Tingkat Pendidikan Pemanfaat Sumberdaya Hutan Jumlah Pemanfaat Tiap Desa
Desa
Berdasarkan tabel 12, tingkat pendidikan terakhir pemanfaat sumberdaya
hutan umumnya rendah hanya berpendidikan Sekolah Dasar (SD) bahkan ada
yang tidak pernah sekolah. Tingkat pendidikan yang rendah tersebut akan
mempengaruhi tingkat kesadaran mengenai pentingnya fungsi perlindungan dan