BAB I
PENDAHULUAN
Harta dalam Alquran disebut dengan al-mal jamaknya al-amwal yang secara literal memiliki arti cenderung pada, doyong, miring, suka, senang, simpati kepada, menyokong, membantu, melangkah menuju, menyimpang dari, menghindar dari, mengelak, berpihak pada, dan mengalahkan.1 Al-Mal khususnya
uang, merupakan sesuatu yang membuat semua dan setiap orang suka, bahkan jika perlu ia siap menggapainya dengan menghalalkan segala cara.
Dalam terminologi syariat, para ulama memformulasikan al-mal dengan rumusan yang berbeda-beda antara yang satu dengan yang lainnya. Menurut ulama Hanafiah, al-mal adalah sesuatu yang menurut tabiatnya orang merasa senang dengan dan memungkinkan pengawetannya dalam kurun waktu tertentu sampai kepada diperlukan pada waktu nanti. Adapun menurut kebanyakan ulama fiqih selain Hanafiah, al-mal dirumuskan dengan sesuatu yang memiliki harga material dikalangan manusia dan pemanfaatannya dibolehkan oleh syariat terutama di waktu-waktu longgar serta ada kesempatan memilih, tidak di saat-saat waktu sempit apabila dalam keadaan kritis atau bahaya.2 Dewasa ini, pengertian
al-mal/al-amwal umumnya dihubungkan dengan benda-benda atau barang-barang yang memiliki atau ditaksir dengan harga uang.
Dari pengertian harfiah tentang harta atau harta kekayaan, dapat dipahami bahwa pada dasarnya setiap orang menyenangi harta, apapun nama atau sebutannya. Sebagaimana disebutkan dalam Alquran surat al-Fajr ayat 20 :
“Dan kamu semua manusia mencintai al-mal dengan kecintaan yang berlebihan”
Karena kecintaannya yang berlebihan terhadap al-mal, maka banyak orang yang siap melakukan apa saja (penipuan, penggelapan, pencurian, perjudian,
penyuapan, perampokan, korupsi dan lain sebagainya) guna mendapatkan harta kekayaan. Namun demikian, Alquran memberikan rambu-rambu tertentu untuk memperoleh dan menggunakan al-amwal dengan cara-cara yang memenuhi standar hukum maupun moral (etika). Ayat-ayat dan hadits dibawah ini, hanya merupakan sebagian dari sekian banyak ayat dan hadits yang besinggungan dengan ihwal kehartabendaan atau harta kekayaan di satu pihak dan dunia kerja atau usaha untuk mendapatkan harta tersebut di pihak lain.
Satu hal penting yang layak dicatat ialah bahwa meskipun Alquran itu sangat menghargai arti dan peran penting al-amwal bagi kehidupan manusia, namun pada saat yang bersamaan, Alquran juga mengingatkan secara serius perihal kemungkinan al-amwal bisa merusak kehidupan manusia manakala terdapat kekeliruan atau kesalahan dalam cara memperoleh dan menggunakannya. Itulah pula sebabnya mengapa sejumlah ayat Alquran mengingatkan manusia agar berhati-hati dengan al-amwal yang bisa mencelakakan meskipun pada saat yang bersamaan sangat pula dibutuhkan.3
BAB II
3 Muhammad Amin Suma, Tafsir Ayat Ekonomi: Teks,Terjemahan, dan Tafsir,
PEMBAHASAN
A. Tafsir Ayat dan Hadits
al-Amwal
Pertama: Harta adalah Ujian
1. Surat at-Taghabun : 15
a. Teks Ayat dan Terjemahannya
“Sesungguhnya hartamu dan anak-anakmu hanyalah cobaan (bagimu), dan di sisi Allah-lah pahala yang besar.”
b. Makna Mufradat
1)
terdapat perbedaan pendapat dikalangan ulama ahli tafsir tentang maksud dari kalimat ini. Imam Al Qurthubi berkata : “yang dimaksud dengan disini yakni kecintaan.” Adapun menurut pendapat lain
bermakna ujian atau cobaan.2)
Maksudnya adalah surga.4c. Tafsir Global
Ayat ini menjelaskan bahwa pada dasarnya harta dan anak merupakan cobaan dan ujian dari Allah untuk hamba-hamba-Nya. Jangan sampai karena adanya anak dan harta menyebabkan kita lalai dan berbuat maksiat kepada Allah swt. Oleh karena itu, Allah menjajikan barang siapa yang bisa lolos dari ujian dan cobaan yang berupa anak dan harta maka Allah akan memberinya pahala yang besar yaitu surge.
d. Tafsir Ayat
“Sesungguhnya hartamu dan anak-anakmu hanyalah cobaan (bagimu),” Maksudnya adalah ujian dan cobaan yang akan membawamu pada usaha yang diharamkan dan tidak
menunaikan hak Allah, maka janganlah kalian menaati mereka jika menyebabkan maksiat kepada Allah. Kata fitnah dalam ayat ini lebih dipahami sebagai ujian dan cobaan. Sebagaimana perkataan ibnu mas’ud : “Janganlah salah seorang diantara kalian berkata: ‘Ya Allah, peliharalah aku dari fitnah (ujian).’ Sebab tidak ada seorangpun dari kalian yang kembali kepada harta, keluarga, dan anak kecuali ia diliputi fitnah (ujian). Akan tetapi, katakanlah: ‘Ya Allah, sesungguhnya aku berlindung kepada-Mu dari ujian yang menyesatkan’.”
Diriwayatkan oleh imam Ahmad bahwa Abu Buraidah berkata,”Rasulullah saw. Pernah berkhotbah, kemudian datang Hasan r.a dan Husain r.a. keduanya memakai baju gamis berwarna merah, keduanya berjalan dan terjatuh. Kemudian Rasulullah saw. turun dari mimbar, menggendong keduanya dan meletakkannya dihadapannya lalu bersabda, ‘benarlah Allah dan Rasul-Nya. Sesungguhya harta dan anak kamu itu merupakan fitnah (cobaan). Aku telah melihat dua anak yang berjalan dan terjatuh ini, dan aku tidak sabar sehingga aku menghentikan khotbahku dan menggendong keduanya.’
“Dan di sisi Allah-lah pahala yang besar.” Yang dimaksud dengan pahala yang besar disini adalah surga. Sebab surga adalah balasan yang paling tinggi dan menurut para mufassir tidak ada pahala yang lebih besar dari pada surga. Disatu sisi harta dan anak bisa menjerumuskan manusia ke dalam kemaksiatan, namun di sisi lain justru bisa menjadi peluang meraih pahala yang besar dari Allah swt.5
e. Istinbat Ayat
Dari ayat diatas, dapat disimpulkan sebagai berikut:
1) Pada dasarnya harta dan anak merupakan cobaan dan ujian dari Allah untuk hamba-hamba-Nya. Kekayaan yang diamanatkan oleh Allah kepada
kita, semua itu adalah titipan dan amanah yang diberikan oleh Allah sebagai ujian, jangan sampai karena adanya anak dan harta menyebabkan kita lalai dan berbuat maksiat kepada Allah swt.
2) Disatu sisi harta dan anak bisa menjerumuskan manusia ke dalam kemaksiatan, namun di sisi lain justru bisa menjadi peluang meraih pahala yang besar dari Allah swt. Karena Allah telah menjajikan, barang siapa yang bisa lolos dari ujian dan cobaan yang berupa anak dan harta maka Allah akan memberinya pahala yang besar yaitu surga.
Kedua: Harta adalah Perhiasan Dunia
1. Surat al-Kahfi : 46a. Teks Ayat dan Terjemahannya
“Harta dan anak-anak adalah perhiasan kehidupan dunia tetapi amalan-amalan yang kekal lagi saleh adalah lebih baik pahalanya di sisi Tuhanmu serta lebih baik untuk menjadi harapan.”
b. Makna Mufradat
1)
yaitu amalan-amalan shaleh dari semua jenis peribadatan dan yang mendekatkan diri kepada Allah swt.2)
yaitu suatu keajaiban yang diangan-angankan dan dinanti-nanti oleh setiap manusia.c. Makna Global
Pada ayat sebelumnya6 menjelaskan tentang kenisbian kehidupan dunia yang
dilukiskan laksana air hujan yang turun dan menghidupkan pepohonan dengan indahnya, tetapi kemudian dalam waktu yang relatif tidak terlalu lama, berangsur-angsur mengalami kekeringan dan daun-daunnya kemudian berguguran. Pada ayat
ini kemudian dijelaskan bahwa kehidupan duniawi itu benar-benar dihiasi oleh harta dan keturunan yang sangat dicintai manusia, tetapi pada saat yang bersamaan Allah swt tetap mengingatkan keabadian amal shaleh yang kekal di balik kehidupan duniawi yang nisbi itu.
d. Tafsir Ayat
Harta kekayaan dan anak keturunan merupakan sebagian dari perhiasan kehidupan dunia, bukan perhiasan dari kehidupan akhirat yang langgeng (kekal), mengingat harta dan anak keturuna adalah cepat rusak atau musnah dan lalu menghilang. Dalam kehidupan dunia ini, harta kekayaan dan anak keturunan lebih ditonjolkan karena dalam harta kekayaan terhimpun keindahan dan kemanfaatan, sementara dalam anak keturunan terkumpul kekuatan dan pertahanan, maka tersusunlah kehidupan dunia. Lebih dari itu, dalam kehidupan sosial kenyataan menunjukan bahwa sesorang, terutama yang memiliki kedudukan penting, tidak merasa cukup dengan hanya memiliki anak keturunan. Akan tetepi, sangat mungkin termasuk didalamnya anak buah atau pengikut yang selalu berlomba-lomba untuk mendapatkan jumlah terbanyak.
Singkatnya setiap komunitas dapat dipastikan berkeinginan untuk memiliki pendukung atau pengikut sebanyak-banyaknya. Akan tetapi, bagaimanapun semua itu dipastikan tidak akan berjalan lama dan akan ditelan zaman.
Para ulama berbeda pendapat dalam menafsirkan penggalan ayat:
Para ulama salaf, termasuk didalamnya Ibnu Abbas, menafsirkan kalimat tersebut dengan shalat lima waktu dan zikir.7
Sementara mufassir kontemporer, didalamnya Wahbah al-Zuhaili, memasukan aspek lain, semisal membantu orang-orang kafir termasuk amalan-amalan kekal. Sebagaimana ungkapan Ali bin Abi Thalib: “Harta dan keturunan itu ladang dunia, sedangkan amal shaleh itu ladang akhirat. Allah menghimpunkan keduanya untuk (kekuatan) umat dan bangsa,”8
e. Istinbat Ayat
Dari ayat diatas, dapat disimpulkan beberapa hal berikut:
1) Kehidupan duniawi itu bersifat sementara, tidak akan lama, apalagi abadi selamanya. Seperti halnya harta dan keturunan yang sebatas perhiasan dunia saja. Oleh karena itu, maka waspadalah dengan kehidupan dunia yang bisa jadi sangat menipu dan palsu.
2) Amalan yang kekal abadi adalah amalan-amalan shaleh saja. para ulama tafsir berbeda pendapat tentang jenis amalan-amalan shaleh itu sendiri. Indahnya perbedaan pendapat disini tidak dalam konteks pertentangan, melainkan dalam konteks melengkapi. Apalagi ungkapan kata mutiara Ali bin Abi Thalib di atas, yang intinya perlu memadukan antara ladang dunia dengan ladang akhirat.9
Ketiga: Anjuran Bekerja dan Usaha Mencari Harta
1. Surat al-Jumu’ah: 10a. Teks Ayat dan Terjemahannya
7 Ibnu Katsir, Tafsir Al-Qur’an al-Azhim, jil. 3, hlm. 85.
8 Wahbah al-Zuhaili, al-Tafsir fi al-Aqidah wa al-Syari’h wa al-Manhaj.
9 Muhammad Amin Suma, Tafsir Ayat Ekonomi: Teks,Terjemahan, dan Tafsir,
“Apabila Telah ditunaikan shalat, Maka bertebaranlah kamu di muka bumi; dan carilah karunia Allah dan ingatlah Allah banyak-banyak supaya kamu beruntung.”
b. Makna Mufradat
1)
maka hendaklah kamu (umat islam) bertebaran. Kata intasyara artinya terbentang, tersiar, tersebar, atau terpencar. Adapun yang dimaksuddengannya adalah bertebaran dimuka bumi usai melaksanakan shalat
Jumat.
2)
terdapat perbedaan pendapat dikalangan ahli tafsir tentang maksud dari kalimat ini. Salah satunya ada yang menafsirkan denganmakna rezeki dari jual-beli atau perdagangan. Seperti penggalan ayat yang
menyatakan:
“ini adalah rezeki dari Rabb-ku.”10
c. Tafsir Global
Pada ayat sebelumnya11 dijelaskan bahwa bagaimanapun sibuknya orang-orang
beriman di hari Jumat karena melakukan aktivitas ekonomi dan keuangan, maka ketika kumandang adzan dilantunkan maka orang-orang beriman harus bergegas meninggalkan aktivitas ekonomi tersebut untuk melaksanakan shalat Jumat secara berjamaah. Kemudian pada ayat ini dijelaskan apabila usai memimpin atau mengikuti shalat Jumat tersebut, barulah dipersilahkan kembali untuk melaksanakan aktivitas ekonomi sebagaimana dilakukan sebelum masuk waktu shalat Jumat.
d. Tafsir Ayat
“Apabila Telah ditunaikan shalat, Maka bertebaranlah kamu di muka bumi” al-Qurthubi dalam tafsirnya mengatakan bahwa perintah ini merupakan perintah yang menunjukan hukum boleh ( bukan wajib), seperti halnya dalam ayat berikut :12
“Dan apabila kamu telah menyelesaikan ibadah haji, maka bolehlah berburu.”Pada ayat diatas, Allah berfirman: Apabila kalian selesai menunaikan shalat, maka bertebaranlah kalian di bumi untuk berniaga dan memenuhi kebutuhan.13
Jadi intinya, manakala telah menghadiri pangilan adzan dan setelah menunaikan shalatnya, maka dipersilahkan bertebaran kembali di muka bumi, untuk berdagang atau melakukan aktivitas lain yang membawa mashlahat bagi kehidupanmu dan silahkan juga mencari pemberian Allah serta nikmat-nikmat-Nya. Dan adapun yang dimaksud dengan:
“Dan carilah karunia Allah.” Maksudnya adalah rezeki-Nya.14
Maksudnya adalah disaat-saat kita sedang berdagang atau berbisnis, sebaiknya tetap berzikir kepada Allah swt dengan zikir yang sangat banyak. Intinya, jangan sampai urusan duniawi (termasuk bisnis dan semua aktivitas yang bermotifkan
12 Lihat Surat al-Maidah: 2.
ekonomi), itu menyebabkanmu lupa diri dari hal-hal yang memberikan manfaat di akhirat kelak.15
e. Istinbat Ayat
Dari ayat diatas, dapat disimpulkan:
1) Setelah selesai melaksanakan shalat Jumat, orang-orang beriman dibolehkan kembali bertebaran di muka bumi untuk melakukan berbagai aktivitas keduniawian. Ini mengisyaratkan prinsip keseimbangan antara ibadah di satu pihak dengan muamalah di pihak lain.
2. Hadits tentang Usaha yang Paling Baik
a. Teks Hadits dan Terjemahnya
ههننأأ " ، مألنس
أ وأ ههييلأع
أ ههلنلا َّىلنص
أ ي
ي بهننلا ن
ه ع
أ
ل
أ ئهسسس
ه
:
: ل
أ َاسسقأ ؟ ب
ه سسيأط
ي أأ ب
ه سسس
ي ك
أ ليا ي
ي أ
أ
رورهبيمأ ععييبأ ليكهوأ ، ههدهيأبه لهجهرنلا لهمأعأ
ٍ
Dari Nabi saw, sesungguhnya Beliau pernah ditanya: “Pekerjaan apa yang paling baik?” Rasulullah saw menjawab: “pekerjaan sesorang yang dilakukan dengan tangannya sendiri dan setiap jual beli yang baik”.
b. Peringkat Hadits
15 Muhammad Amin Suma, Tafsir Ayat Ekonomi: Teks,Terjemahan, dan Tafsir,
Hadits diatas adalah hadits shahih dengan berbagai sanad yang ada. Abdullah bin Abdurrahman Al Bassam berkata: “Hadits di atas diriwayatkan oleh Al Bazzar dan dinilai shahih oleh Al Hakim.”16
Dikatakan didalam At-Talkhis, “Hadits tadi diriwayatkan oleh Al Hakim dan Ath-Thabrani, adapun Bukhari, Ibnu Abi Hatim, Al Baihaqi mengunggulkan hadits ini adalah mursal dari Sa’id bin Umar.”17
Dikatakan di dalam Bulugh Al Amani, “Hadits di atas diriwayatkan oleh Imam Ahmad dan diriwayatkan oleh As-Suyuthi dalam Al-Jami’ Ash-Shagir. Hadits ini diriwayatkan oleh Al Baihaqi secara mursal dan ia berkata, ‘Ini adalah hadits yang terpelihara’.”18
c. Makna Mufradat
1)
ب
ه س
ي ك
أ ليا
: Usaha yang dilakukan dengan tangan sendiri. Al-Kasbuadalah mencari rizki dan melakukannya dengan tindakan dan kerja keras.
2)
ب
ه يأط
ي أأ
: Maksudnya perbuatan yang paling utama, paling banyakkeberkahan dan paling halal.
3)
عييبأ
: Dua orang yang melakukan akad/transaksi. Penafsiran secaraumum berarti saling tukar-menukar.
4)
رورهبيمأ
: Jual beli yang mabrur adalah jual beli yang tidak dicampurdengan perbuatan dosa, seperti berbohong, menipu, sumpah palsu dan lain sebagainya.
d. Perbedaan Pendapat di Kalangan Ulama
Para ulama berbeda pendapat mengenai jenis pekerjaan yang paling baik:
16Abdullah bin Abdurrahman Al Bassam, Taudih al-Ahkam min Bulugul Maram,
jil.4, hlm. 223.
17 Ibid.
Al Mawardi berkata, “Pekerjaan yang paling baik adalah pertanian, karena ia lebih mendekati kepada sifat tawakkal.” Al Hafidz Ibnu Hajar mengatakan bahwa Pekerjaan terbaik dari harta orang kafir, yaitu dengan berjihad. Ini pekerjaan Nabi saw, karena dai dalamnya terdapat unsur meninggikan kalimat Allah.
Syaikh Abdurrahman As-Sa’di berkata, “Para ulama berbeda pendapat mengenai pekerjaan duniawi yang paling utama, di antara mereka ada yang mengutamakan pertanian dan di antara mereka juga ada yang mengutamakan perdagangan serta sebagian ulama lainnya mengutamakan pekerjaan dengan tangan dari industri dan keterampilan.”
Adapun Abdullah bin Abdurrahman Al Bassam mengatakan bahwa sesungguhnya pekerjaan yang paling utama adalah pekerjaan yang sesuai dengan kondisi seseorang. Seluruh pekerjaan harus bersifat bersih dan tidak ada unsur penipuan serta melakukan kewajiban dari berbagai segi.
Ibnu Muflih di dalam Al Adab Asy-Syar’iyah berkata yang kesimpulannya sebagai berikut: Sunnah hukumnya bekerja walaupun sudah berkecukupan, sebagaimana juga diperbolehkan bekerja yang halal demi menambah harta dan pangkat, kesejahteraan, kenikmatan dan dalam rangka menamba mensejahterakan keluarga disertai dengan keselamatan agama, harga diri, sifat rendah hati dan dalam rangka melepaskan tanggung jawab.
Bekerja menjadi wajib hukumnya bagi orang yang tidak memiliki makanan pokok dan orang yang harus memberi nafkah keluarganya berdasarkan sabda Rasulullah saw: “Cukuplah seseorang dianggap berdosa dengan menelantarkan orang yang menjadi tanggungannya.” (HR. Muslim, 996)
orang lain dan untuk dirinya sendiri. Ia menjadi lebih utama dari meluangkan waktu hanya untuk ibadah sunnah, karena di dalamnya terdapat manfaat untuk orang lain. Sebaik-baiknya manusia adalah sosok yang dapat memberi manfaat kepada orang lain.19
e. Istinbat Hadits
1) Hadits di atas merupakan dalil bahwa ajaran islam menganjurkan untuk bergerak, bekerja dan berusaha termasuk melakukan aktivitas ekonomi. 2) Hadits di atas menunjukan bahwa pekerjaan yang paling utama adalah
pekerjaan seseorang dengan tangannya.
3) Hadits di atas menunjukan bahwa sesungguhnya berdagang adalah pekerjaan paling baik, yaitu apabila ia terlepas dari transaksi yang haram, seperti riba, penipuan, pemalsuan dan lain sebagainya, yang berupa memakan harta manusia dengan cara yang bathil.
4) Hadits di atas menunjukan bahwa kebaikan itu sebagaimana ada di dalam ibadah, maka ia juga ada di dalam muamalah. Apabila seorang muslim bersih dalam penjualan, pembuatan, pekerjaan dan kemahirannya, maka perbuatan ini termasuk kebaikan di mana ia mendapat pahala dunia dan akhirat.
5) Hadits di atas menunjukan bahwaperbuatan apapun yang dilakukan oleh setiap muslim untuk memperbaiki dirinya dan tidak memperdulikan (merasa cukup) dengan apa-apa yang ada di tangan manusia, maka ia termasuk pekerjaan-pekerjaan yang baik. Setiap manusia harus menerima pekerjaan, kemahiran dan jenis industri yang sesuai dengan kemampuan dirinya.
6) Ungkapan ar-Rajul (laki-laki) di dalam hadits ini bersifat umum. Karena kaum laki-laki pada umumnya adalah orang-orang yang bekerja dan mencarikan nafkah.
7) Jual beli yang baik adalah jual beli yang terjadi dengan tuntutan syariat, yaitu dengan terkumpulnya syarat, rukun, dan hal-hal yang
menyempurnakan jual beli, tidak adanya hal yang mencegah dan hal yang merusak syarat-syarat jual beli.
B. Konsep Harta
Secara bahasa harta berasal dari bahasa Arab yaitu al-mal jamaknya al-amwal
yang asal katanya
ليم ليمب لام
-
-
yang berarti condong, cenderung, atau berpaling dari tengah kesalah satu sisi. Menurut istilah syar’i harta diartikan sebagai segala sesuatu yang dimanfaatkan pada sesuatu yang legal menurut hukum syara’ (hukum islam) seperti jual beli, pinjaman, konsumsi dan hibah atau pemberian. Berdasarkan pengertian tersebut, maka seluruh apapun yang digunakan oleh manusia dalam kehidupan dunia merupakan harta. Uang, tanah, kendaraan, rumah, perhiasan, perabotan rumah tangga, hasil perkebunan, dan pakaian termasuk kategori al-amwal, harta kekayaan.20C. Hakikat Kepemilikan Harta
Dari konsep harta di atas, dapat kita ketahui bahwa harta memiliki implikasi dan multi efek yang sangat luas. Tidak hanya berpengaruh terhadap sikap kepemilikannya, akan tetapi lebih jauh lagi akan berpengaruh terhadap mekanisme hak milik dan pemanfaatannya. Oleh karena itu, penting bagi kita memahami dengan benar tentang hakikat kepemilikan harta.
Muhammad Sholahuddin dalam bukunya21 mengatakan bahwa hakikat harta itu
terbagi menjadi tiga:
1) Allah adalah Pencipta dan Pemilik Harta yang Hakiki
Di dalam ayat-ayat Alquran, Allah swt, terkadang menisbatkan langsung kepemilikan harta tersebut kepada diri-Nya.
“Dan berikanlah kepada mereka, sebagian harta Allah yang telah Dia berikan kepada kalian.”22
Allah swt. langsung menisbatkan (menyandarkan) harta kepada diri-Nya yang berarti ‘harta milik Allah’ dalam ayat tersebut. Hal ini ditunjukan oleh penggunaan kata ‘min maalillah’, yang bermakna sebagian harta Allah swt. Allah adalah pemilik mutlak daari karta yang ada di seluruh dunia. Dengan kata lain, tidak ada pemilik harta yang hakiki termasuk manusia, kecuali Allah swt.
2) Harta adalah Fasilitas bagi Kehidupan Manusia
Setelah menyatakan bahwa Allah adalah pemilik harta yang hakiki, kemudian Allah menganugrahkannya kepada umat manusia. Penganugrahan dari Allah ini dalam rangka memberi fasilitas bagi kehidupan manusia. Dialah yang telah memberikan segalanya kepada manusia, termasuk harta kekayaan yang ada di muka bumi ini.
“Dialah (Allah) yang telah menciptakan apa saja yang ada di muka bumi buat kalian semua”23
Jelaslah, bahwa Allah swt. telah menciptakan semua harta yang ada di dunia ini untuk memenuhi kebutuhan manusia dan juga makhluk lainnya. Selain itu, Allah juga banyak menegaskan bahwa harta kekayaan yang dimiliki manusia adalah berasal dari pemberian-Nya.
3) Allah Menganugerahkan Kepemilikan Harta kepada Manusia
Allah swt memberi manusia sebagian dari harta-Nya setelah ia berupaya mencari kekayaan, maka jadilah manusia disebut “mempunyai” harta. Hai ini tampak di dalam ayat Alquran yang kadangkala menyebutkan harta sebagai milik manusia.
“Dan janganlah sebahagian kamu memakan harta sebahagian yang lain di antara kamu dengan jalan yang bathil”24
Ayat diatas memberi pengertian bahwa harta ketika dikaitkan dengan manusia berarti dimiliki oleh manusia sebatas hidup di dunia dan itu pun jika diperoleh dengan jalan yang dibenarkan oleh syariat islam.
Berdasarkan semua itu, dapat dikatakan bahwa harta hakikatnya hanyalah milik Allah, sedangkan manusia hanyalah memiliki harta dalam arti diberi kuasa oleh Allah swt. Dengan demikian, cara mendapatkannya haruslah sesuai dengan aturan Islam.
D. Sifat dan Kedudukan Harta
Dengan memahami penafsiran surat at-Taghabun ayat 15 dan surat al-Kahfi ayat 46 yang telah dijelaskan diatas, dapat disimpulakan bahwa sifat dan kedudukan harta adalah sabagai berikut:
1) Harta adalah Perhiasan Dunia
“Harta dan anak-anak adalah perhiasan kehidupan duni”25
Kebutuhan manusia dan kesenangan manusia terhadap harta sama dengan kebutuhan manusia terhadap anak atau keturunan. Jadi, kebutuhan manusia terhadap harta adalah kebutuhan yang mendasar dan harus dipenuhi. Akan tetapi jangan sampai harta tersebut membuat kita terlena, karena pada hakikatnya harta itu bersifat sementara.
2) Harta adalah Ujian
“Sesungguhnya hartamu dan anak-anakmu hanyalah cobaan (bagimu),”26
Harta adalah fitnah (ujian dan cobaan) yang harus diemban oleh manusia. Sebagaimana yang telah kita bahas diatas, bahwa hakikatnya harta adalah titipan. Manusia tidak memiliki harta secara mutlak, manusia hanya bertugas sebagai pengelola sesuai dengan yang dikehendaki-Nya.
Berdasarkan semua itu, kita haruslah waspada dengan harta yang bisa jadi sangat menipu dan palsu. Jangan sampai karena harta menyebabkan kita lalai dan berbuat maksiat kepada Allah swt. Disatu sisi harta memang bisa menjerumuskan manusia ke dalam kemaksiatan, namun di sisi lain justru bisa menjadi peluang meraih pahala yang besar dari Allah swt. Maka oleh karena itu, pergunakanlah harta dengan sebaik-baiknya.
E. Fungsi Harta
Harta dipelihara manusia karena manusia membutuhkan manfaat dari harta tersebut. Fungsi harta juga sangat banyak, ada yang baik dan banyak juga yang buruk. Dibawah ini adalah beberapa dari fungsi harta:27
1) Untuk menyempurnakan pelaksanaan ibadah yang khas (mahdhah), contoh pakaian untuk menutup aurat ketika shalat.
2) Untuk meningkatkan ketakwaan kepada Allah, sebab kefakiran mendekatkan kepada kukufuran sehingga pemilikan harta ditujukan untuk meningkatkan keimanan kepada Allah.
3) Untuk meneruskan kehidupan dari satu periode ke periode berikutnya. 4) Untuk menyeimbangkan antara kehidupan dunia dan akhirat
5) Untuk mengembangkan dan menegakkan ilmu-ilmu, karena saat ini menuntut ilmu tanpa modal adalah sesuatu yang sulit dilaksanakan.
6) Untuk memutarkan peranan-peranan kehidupan
7) Untuk menumbuhkan silaturahim, Karena adanya perbedaan dan keperluan.
BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan
DAFTAR PUSTAKA
Al Bassam, Abdullah bin Abdurrahman. 2006. Taudhih Al Ahkam min Bulugh Al Maram. Jakarta : Pustaka Azzam
Al Qurthubi. 2001.Tafsir Al Qurthubi Jilid.18, Jakarta: Pustaka Azzam.
Sholahuddin, Muhammad. 2007.Asas-asas Ekonomi Islam. Jakarta : Rajawali Pers.
Suhendi, Hendi. 2008. Fiqih Muamalah. Jakarta: Rajawali Pers