KELOMPOK G R A M E D I A
ISBN 10: 602-0885-13-5 ISBN 13: 978-602-0885-13-1 Bhuana Ilmu Populer (Kelompok Gramedia)
Jl. Palmerah Barat 29-37, Unit 1 - Lantai 2, Jakarta10270 T: (021) 53677834, F: (021) 53698138
Buku Teks Komprehensif
Meningioma
Prof. Dr. dr. Iskandar Japardi, SpBS(K)
Ketua Departemen Ilmu Bedah Saraf
Fakultas Kedokteran Universitas Sumatera Utara
RSUP H. Adam Malik
Medan – Sumatera Utara
Buku Teks Komprehensif Meningioma
Prof. Dr. dr. Iskandar Japardi, SpBS(K)
ISBN 10: 602-0885-13-5
ISBN 13: 978-602-0885-13-1
Editor Kepala: Prof. Dr. dr. Iskandar Japardi, SpBS(K)
Pengayakan Bahasa: Dr. Dwi Widayati, M.Hum
Editing Radiologi: dr. Elvita Rahmi Daulay, M.Ked(Rad), SpRad(K)
Editing Patologi: dr. Sufitni, M.Kes, SpPA. dr. Sufida, SpPA
Penata Letak: Maria Theresa & Aditya Ramadita
©2015, PT Bhuana Ilmu Populer
Jl. Palmerah Barat 29–37, unit 1, lantai 2, Jakarta 10270
Diterbitkan pertama kali oleh
Penerbit PT Bhuana Ilmu Populer
No. Anggota IKAPI: 246/DKI/04
Kuipan Pasal 72:
Sanksi Pelanggaran Undang-Undang Hak Cipta (UU No. 19 Tahun 2002)
1. Barangsiapa dengan sengaja dan tanpa hak melakukan perbuatan se ba-gai mana dimaksud dalam Pasal 2 ayat (1) atau Pasal 49 ayat (1) dan ayat (2) dipidana dengan pidana penjara masing-masing paling singkat 1 (satu) bulan dan/atau denda paling sedikit Rp1.000.000,00 (satu juta rupiah), atau pidana penjara paling lama 7 (tujuh) tahun dan/atau denda paling banyak Rp5.000.000.000,00 (lima miliar rupiah).
2. Barangsiapa dengan sengaja menyiarkan, memamerkan, menge darkan, atau menjual kepada umum suatu Ciptaan atau barang hasil pelanggaran Hak Cipta atau Hak Terkait sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dipidana dengan pidana penjara paling lama 5 (lima) tahun dan/atau denda paling banyak Rp500.000.000,00 (lima ratus juta rupiah).
© Hak Cipta dilindungi Undang-Undang. Diterbitkan oleh PT Bhuana Ilmu Populer
DAFTAR ISI
Kata Pengantar ... v
Bab 1 Asal Meningioma ... 1
Iskandar Japardi
Bab 2 Biologi Meningioma ... 25
Iskandar Japardi
Bab 3 Biologi Molekular dan Genetik ... 40
Rr Suzy Indharty
Bab 4 Neuropatologi Meningioma ... 61
Iskandar Japardi
Bab 5 Meningioma dan Edema Otak ... 91
Iskandar Japardi
Bab 6 Gejala Klinis Meningioma ... 109
Iskandar Japardi
Bab 7 Angiogenesis Meningioma ... 120
Iskandar Japardi
Bab 8 Prinsip Umum Operasi Meningioma ... 143
Julius July
Bab 9 Meningioma Olfactory Groove ... 153
Iskandar Japardi
Bab 10 Meningioma Fossa Media ... 179
Iskandar Japardi
Bab 11 Meningioma Petroclival Teknik Transpetrosal Fossa Media Anterior ... 188
Iskandar Japardi
Bab 12 Meningioma Petroclival Teknik Petrosal Posterior ... 198
Iskandar Japardi
Bab 13 Meningioma Petroclival Teknik Retrosigmoid Suboccipital ... 209
Bab 14 Meningioma Petroclival ... 219
Iskandar Japardi
Bab 15 Meningioma Suprasellar ... 229
Iskandar Japardi
Bab 16 Meningioma Tuberculum Sellae ... 240
Iskandar Japardi
Bab 17 Meningioma Clinoidalis Anterior ... 258
Iskandar Japardi
Bab 18 Meningioma Clinoidalis Posterior ... 278
Iskandar Japardi
Bab 19 Meningioma Intrasellar dan Diaphragma Sellae ... 281
Iskandar Japardi
Bab 20 Meningioma Sphenoid Wing ... 290
Iskandar Japardi
Bab 21 Meningioma Foramen Magnum ... 324
Iskandar Japardi
Bab 22 Meningioma Konveksitas ... 346
Rr Suzy Indharty
Bab 23 Meningioma Konveksitas Serebellar ... 377
Iskandar Japardi
Bab 24 Meningioma Parasagittal ... 384
Iskandar Japardi
Bab 25 Meningioma Falx ... 406
Iskandar Japardi
Bab 26 Meningioma Sinus Cavernosus ... 427
Iskandar Japardi
Bab 27 Meningioma Tentorial... 453
Iskandar Japardi
Bab 28 Meningioma Cerebellopontine Angle ... 475
Abdul Gofar Sastrodiningrat
Bab 29 Meningioma Falcotentorial ... 486
Iskandar Japardi
Bab 30 Meningioma Torcular dan Peritorcular ... 500
Bab 31 Meningioma Intraventrikular ... 518
Iskandar Japardi
Bab 32 Meningioma Multipel Intrakranial ... 527
Iskandar Japardi
Bab 33 Meningioma pada Anak ... 544
Iskandar Japardi
Bab 34 Invasi Sinus Dural pada Meningioma ... 555
Iskandar Japardi
Bab 35 Invasi Meningioma pada Sinus Sagitalis Superior ... 562
Iskandar Japardi
Bab 36 Meningioma Metastasis ... 573
Iskandar Japardi
Bab 37 Meningioma Orbita ... 586
Rr Suzy Indharty
Bab 38 Meningioma Spinal ... 601
Rr Suzy Indharty
Bab 39 Terapi Radiasi dan Radiosurgery Meningioma Intrakranial ... 627
Iskandar Japardi
Bab 40 Kemoterapi pada Intrakranial Meningioma ... 644
Iskandar Japardi
Bab 41 Peneliian Meningioma ... 652
Adril Arsyaad Hakim dan kawan-kawan
P E N D A h u l u A N
Meningioma merupakan suatu tumor central
nervous system (CNS) kedua terbanyak pada
de-wasa dan kebanyakan jinak, serta pertumbuhan
lambat yang berasal dari arachnoid cap cell.
In-siden meningioma pertahun 2,3 per 100.000,
bertambah dengan usia dan puncaknya pada
dekade ketujuh dari kehidupan.1 Identifikasi
tu-mor meningioma dengan ukuran yang kecil
bi-asanya ditemukan secara kebetulan saat
dilaku-kan pemeriksaan radiologis. Meningioma lebih
sering pada wanita dengan perbandingan
laki-laki dan wanita sekitar 1:2 untuk semua jenis
meningioma pada semua posisi dan tingkatan
meningioma yang tinggi lebih sering pada
laki-laki,2 sedangkan pada tulang belakang
perban-dingannya adalah 1:10. Berdasarkan
karakter-istik histologi, ditemukan bahwa meningioma
tipe jinak ditemukan sekitar 80% dari semua
jenis meningioma, dan sisanya, yaitu tipe
atypi-cal sebesar 15-20% dan anaplastic/malignant
sebesar 1-3%. Angka rekuren 5 tahun, 5%
set-elah reseksi total. Angka rekuren 5 tahun pada
tipe atypical 40%, dan anaplastic meningioma
sampai 80%.1 Kelainan genetik penting adalah
pada proses tumorigenesis meningioma,
ter-utama loss of heterozygosity (LOH) pada
kro-mosom 22 dan tumor herediter, seperti
neuro-fibromatosis tipe 2 (NF2).
Tipe meningioma yang agresif dan ganas
lebih sering ditemukan pada laki-laki. Beberapa
jenis faktor pertumbuhan antara lain growth
factor–mediated growth dysregulation atau
oncogene, tumor angiogenesisdan vascular
en-dothelial growth factor (VEGF).
Peranan hormon seks pada meningioma
berhubungan dengan pertumbuhan tumor,
seperti hubungan antara progresivitas tumor
dan hilangnya reseptor progesteron.3 Risiko
bertambah berhubungan dengan hilangnya gen
neurofibromatosis tipe 2 (NF2), radiasi ionisasi,
dan cedera kepala, sedangkan peranan
hor-mon seks terhadap perkembangan meningioma
masih belum pasti.4
3
BIOlOGI MOlEKulAR
DAN GENETIK
Buku Teks Komprehensif Meningioma
Meningioma melekat pada dura dan
da-pat terletak dimana saja di ruang kepala atau
kanalis spinalis. Ada banyak tipe meningioma
berdasarkan klasifikasi menurut World Health
Organization (WHO), yaitu meningioma grade
I, seperti meningothelial, fibrous, transitional,
psammomatous, angiomatous, microcystic,
se-cretory, lymphoplasmacyte-rich, dan
metaplas-tic, meningioma derajat II, seperti chordoid,
clear cell, dan atypical, dan yang lebih agresif
adalah meningioma derajat III, yaitu papillary,
rhabdoid, dan anaplastic. Meningioma atypical
dan anaplastic termasuk pada tipe histologis,
seperti di atas, tetapi harus memenuhi beberapa
kriteria tambahan, yaitu seluleritas dan indeks
mitosis yang bertambah, adanya nekrosis, dan
adanya keganasan pada sitologi. Meningioma
jarang metastasis dan umumnya pertumbuhan
meningioma bersifat ekspansi dan lokal invasi.
K E l A I N A N A N K R O M O S O M D A N
G E N S u P R E S I T u M O R
Perubahan yang paling sering dialami pada
meningioma adalah monosomi dari kromosom
22 dan ini merupakan perubahan cytogenetic
pertama yang ditemukan pada tumor padat. Ini
berhubungan antara lengan panjang kromosom
22 (22q) dan meningioma yang pertama pada
penderita dengan NF2. Penderita dengan NF2,
dominan kelainan inherited, sering ditemukan
dengan bilateral vestibular schwannoma,
me-ningioma multiple, dan lain tumor sistem saraf.
Sekitar 50% meningioma memunyai allelic yang
hilang pada 22q12.2, suatu daerah encoding
gen NF2. Hampir semua NF2 berhubungan
de-ngan meningioma, dan 54-78% meningioma
sporadik memunyai hilangnya pada daerah ini.5
Walaupun gambaran patologi pada tumor
meningioma telah diketahui sejak awal,
patofi-siologi meningioma masih belum diketahui
de-ngan baik. Petunjuk awal perubahan genetik
pada meningioma berawal dari pemeriksaan
genetik penderita dengan NF2. Pada awal 1970
telah dikloning calon gen NF2 yang disebut
schwannomin/ moesin-ezrin-radixin-like
pro-tein (MERLIN). Kemudian, dengan
mengguna-kan analisis linkage diketahui bahwa gen
terse-but terletak pada kromosom 22.6 Struktur yang
mirip antara merlin dan protein ERM (ezrin,
ra-dixin, dan moesin), merlin memunyai implikasi
dalam mengatur berbagai proses membran dan
cytoskeleton-based cellular, termasuk migrasi
sel, kontak sel-sel, dan proliferasi sel.7 Merlin
terletak pada sel membran dan terdiri atas tiga
domain utama, termasuk suatu amino-terminal
protein 4.1 permukaan sel glycoprotein-binding
domain (FERM domain).1 NF2 merupakan bagian
dari tumor suppressor dan famili protein 4.1. Loss
of heterozygosity (LOH) dari kromosom 22 pada
meningioma fibroblastic ditemukan seba nyak
95%, tetapi pada meningioma mengingothelial
hanya 33%. Analisis dari protein NF2
memper-lihatkan adanya perbedaan ekspresi yang
ber-hubungan dengan histologi meningioma dan
berkurangnya ekspresi NF2 pada 28,5%
meni-ngioma meningothelial, tetapi 86% pada
sub-tipe yang lain.8 Pemeriksaan molekular modern
menunjukan bahwa mutasi tidak hanya
biologi Molekular dan Geneik
banyak ditemukan pada meningioma sporadik.9
Umumnya, mutasi yang terjadi adalah
hilang-nya satu alel kromosom 22 dan ini mendukung
hipoptesis “two-hit” untuk tumorgenesis.10
Namun, terdapat kontroversi dengan
ber-bagai penjelasan yang menyatakan bahwa
meni-ngioma tidak berhubungan dengan mutasi NF2.
Pada beberapa pemeriksaan dengan teknik
kon-vensional ditemukan kesalahan penentuan
mu-tasi NF2 atau NF2 yang tidak aktif akibat proses
metilasi. Selain itu, pada sebagian besar
meni-ngioma tidak ditemukan adanya mutasi NF2.
Para peneliti telah menemukan bahwa supresi
gen lain pada berbagai lokasi kromosom juga
berhubungan dengan tumorgenesis pada
meni-ngioma, seperti lengan panjang kromosom 22
dan kromosom lainnya. Perubahan ekspresi dari
anggota famili protein 4.1 lain pada kromosom
18, yaitu DAL-1 telah teridentifikasi lebih dari
tiga perempat meningioma dengan
immuno-histokimia serta selalu berhubungan dengan
hi-langnya NF2. Pemeriksaan lebih lanjut
menun-jukan bahwa kurangnya protein DAL-1 yang
sedikit atau tidak signifikan lebih sering
ditemu-kan pada meningioma anaplastik (87%)
diban-dingkan dengan meningioma atypical (70-76%).
Hal ini memberi kesan bahwa hilangnya DAL-1
merupakan awal proses tumorigenesis pada
meningioma. Mekanisme terjadinya inaktivasi
DAL-1 masih belum diketahui.11 Meningioma
merupakan tumor pertama yang dianalisis
un-tuk mencari kelainan genetik. Analisis ini
perta-ma kali dilakukan dengan menggunakan
pewar-naan Giemsa dan semakin berkembang dengan
metode yang lebih baik, seperti fluorescence
in situ hybridizatuion (FISH), comparative
ge-nomic hybridization, dan spectral karyotyping.
Kelainan kromosom 22 dalam bentuk LOH atau
hilangnya sebagian kromosom 22q merupakan
kelainan yang paling sering ditemukan pada
se-mua tipe meningioma. Meningioma yang terjadi
pada penderita NF2 selalu memperlihatkan
ke-lainan kromosom 22q, tetapi pada meningioma
sporadik hanya sekitar 50%. Mutasi gen famili,
seper ti 1p, 9q, 10q, dan 17q lebih sering
ditemu-kan pada meningioma akibat radiasi
dibanding-kan dengan meningioma sporadik.12
K R O M O S O M 1
Berhubungan dengan fenotipe tumor yang
le-bih agresif. Kelainan kromosom kedua yang
pa-ling sering pada meningioma adalah hilangnya
1p. Secara umum, penambahan aberasi
karyo-type, yaitu 1p sesuai dengan tingkatan tumor
meningioma antara lain 13-26 % pada tumor
derajat I, 40-76 % pada tumor derajat II, dan
70-100 % pada tumor derajat III. Hilangnya
kro-mososm 1p ditemukan berhubungan dengan
progresivitas tumor pada beberapa penderita
dengan meningioma rekuren.13 Hal ini memberi
kesan bahwa hilangnya informasi genomik dari
1p berhubungan dengan progresivitas
meni-ngioma daripada pembentukan tumor.
Hilang-nya 1p juga berhubungan dengan progresivitas
keganasan pada rekuren meningioma, memberi
kesan bahwa hilangnya 1p berhubungan dengan
progresif meningioma dari pada pembentukan
tumor. Hilangnya 1p juga berhubungan dengan
Buku Teks Komprehensif Meningioma
meningioma apabila 1p masih baik. Tambahan
kelainan kromosom yang berhubungan dengan
meningioma high-grade selain hilangnya 1q
adalah 6q, 10p, 14q, dan 18q.14 Gen untuk
tis-sue inhibitor metalloproteinase 3 (TIMP3) pada
22q12.3 telah digambarkan sebagai suatu gen
supresi tumor pada semua perbedaan tumor.15
Hipermetilasi dari gen TIMP3 merupakan gen
supresi tumor yang telah terdeteksi lebih sering
pada meningioma dengan hilangnya 1p.5
K R O M O S O M 9
Hilangnya materi genetik pada kromosom 9
se-ring ditemukan pada meningioma ganas, tetapi
jarang pada yang jinak atau atypical. Lengan
pendek kromosom 9 menarik perhatian karena
gen supresi tumor CDKN2A (p16/NK4a/MTS1),
p14ARF, dan CDKN2B (p15INK4b/MTS2) pada
9p21 mengalami inaktivasi pada tumor
manu-sia. Hilangnya kromosom 9p dapat ditentukan
dengan kombinasi comparative genomic
hy-bridization (CGH) dan analisis microsatellite
yang ditemukan sebesar 38% pada meningioma
derajat III dan 5% pada meningioma derajat I.16
Analisis dengan fluorescent in situ hybridization
(FISH) memperlihatkan seringnya hilang 9p21
atau monosomy 9 dua sampai tiga kali lebih
tinggi pada agresi tumor.17
K R O M O S O M 10
Rempel et al (1993) menemukan adanya
hu-bungan antara hilangnya alel pada kromosom
10 dengan progresivitas meningioma.18
Anali-sis LOH atau CGH mendeteksi hilangnya lengan
panjang kromosom 10. Namun, tidak ditemukan
gen supresi tumor yang spesifik pada kromosom
10.17 Pada studi mapping, beberapa perbedaan
sering hilangnya daerah pada kromosom 10,
tetapi studi ini indikasi bahwa susunan
hilang-nya alel pada kromosom 10 sangat kompleks
dan konsisten tidak ada satupun daerah yang
hilang dapat diidentifikasi.19
K R O M O S O M 14
Pada pemeriksaan sitogeneik meningioma, hi-langnya kromosom 14 ditemukan keiga
terba-nyak setelah aberasi kromosom 22 dan 1.20
Ke-nyataannya, kelainan kromosom 14 ditemukan
pada semua meningioma derajat III dibandingkan
dengan meningioma grade I yaitu sebesar 31%,
grade II 40-70%, dan sampai 100% pada
meni-ngioma grade III.21 Hilangnya 1p dan 14q sering
pada meningioma anaplasic dan berhubungan
dengan memburuknya prognosis. Tingginya
frekuensi hilangnya kromosom 14q pada
meni-ngioma derajat inggi memberi kesan adanya
keterlibatan pada progresivitas meningioma.
Hi-langnya lengan kromosom ini merupakan suatu
parameter prognosik independen yang jelek
dan bila dikombinasikan dengan ingkat histolo
-gis dan usia penderita, akan dapat diideniikasi kemungkinan rekurensi yang inggi.22
Hilangnya kromosom 9 pada meningioma
cenderung identifikasi dari sejumlah calon gen.
Hilangnya 9p pada meningioma ditemukan 5%
pada grade I, 18% grade II, dan 38% grade III
dari-biologi Molekular dan Geneik
pada meningioma jinak atau atypical.23 Target
gen dan mekanisme tumorigenic dari berbagai
hilangnya kromosom pada meningioma masih
belum jelas. Perubahan 9p berhubungan
de-ngan spesifik hilangnya CDKN2A/p16 (encoding
p16), p14ARF (encoding p14), dan CDKN2B p15ARF
(encoding p15).24 Semua tiga tumor supresor
terletak pada 9p21. Pada p14 merupakan
tu-mor supresor yang terlibat dengan pengaturan
apoptosis sel melalui modulasi jaras p53 dan
p16 dan p15 kontrol progresif siklus sel melalui
G1/S-fase checkpoint.25
Hilangnya CDKN2A, p14ARF, dan CDKN2B
pada meningioma diperoleh 0% pada grade
I, 3% grade II, dan 38% grade III.23 Yang mirip,
meningioma grade III dengan CDKN2A yang baik
memunyai hasil akhir yang baik daripada
nya CDKN2A. Ini memberi kesan bahwa
hilang-nya regulasi siklus sel pada G1/S-fase checkpoint
berhubungan dengan klinis tumor agresif dan
komponen kritis dari progresivitas keganasan.
Hilangnya kromosom 10 berhubungan
de-ngan progresivitas meningioma. Hilangnya
kro-mosom 10 pada meningioma ditemukan 5-12%
grade I, 29-40% grade II, dan 40-58% grade III.
Beberapa studi mengatakan bahwa
frekuen-sinya tinggi.26 Sejumlah anggota calon gen telah
diidentifikasi pada daerah kromosom
10q23-q25, disebut gen PTEN, MXII, dan DMBT1.
Pe-rubahan PTEN telah ditemukan pada sindroma
Cowden, tetapi jarang pada meningioma. Studi
juga gagal identifikasi mutasi MXII atau DMBT1
pada meningioma.25
Sitogenetik hilangnya kromosom 14
meru-pakan ketiga paling sering deteksi kelainan pada
meningioma setelah aberasi dari kromosom 22
dan 1. Kelainan kromosom 14 ditemukan 100%
pada meningioma grade III dibandingkan 31%
pada grade I.20 Frekuensi yang sangat tinggi dari
hilangnya 14q pada tumor high grade memberi
kesan bahwa keterlibatan meningioma
pro-gresif. Hilangnya lengan kromosom ini
indepen-den tidak sesuai indepen-dengan parameter prognosis,
apabila dikombinasi dengan tingkat histologis
dan usia penderita, dapat diidentifikasi
pen-derita pada risiko tinggi untuk kambuh
kemba-li.21 Gen supresi meningioma yang spesifik telah
diidentifikasi dari kromosom 14 pada 14q11.2
dengan ekspresi NDGR2 yang berkurang 40%
dari meningioma anaplastic dan atypical
de-ngan sifat agresif.27
K R O M O S O M 17
Frekuensi yang tinggi dari amplifikasi
kromo-som 17q pada meningioma ganas atau
anaplas-tik 42% dibandingkan dengan meningioma low
grade 0%, cenderung studi dari ribosomal
pro-tein S6 kinase (RPS6K), suatu proto-oncogene
yang terletak pada 17q23.18 Tumor supresi gen
TP53 yang terletak pada lengan pendek
kromo-som 17 merupakan salah satu dari mutasi gen
yang umum ditemukan pada kanker manusia
terutama astrocytoma. Mutasi gen TP53 jarang
ditemukan pada meningioma. Mutasi TP53
sering menambah stabilitas protein p53 yang
berlawanan dengan wild-type p53 dan deteksi
melalui immunohistochemistry. Mekanisme
stabilisasi juga cenderung meningkatkan
Buku Teks Komprehensif Meningioma
penumpukan p53 dengan tingkat keganasan.28
Namun, peranan biologi dari penumpukan p53
pada meningioma masih tidak jelas.
K R O M O S O M 18
Hilangnya kromosom 18 sering pada
meningio-ma atypical dan anaplastic, tetapi jarang pada
meningioma jinak. Pada pemeriksaan memberi
kesan bahwa MADH2, MADH4, APM-1, dan DCC
tidak sebagai target inaktivasi gen pada
hilang-nya 18q pada progresivitas meningioma.29
Banyak kelainan Sitogenik yang
berhubung-an dengberhubung-an progresivitas dberhubung-an histologis
meni-ngioma. Aberasi kromosom ini termasuk
ada-nya dicentric atau ring chromosome, hilangnya
kromosom lengan 1p, 6q, 7, 9p, 10, 14q, 18q,
19, atau 20 dan amplifikasi dari 1q, 9q, 12q,
15q, 17q, atau 20q. Bagaimana perubahan
kro-mosom dapat menyebabkan kecenderungan
progresivitas tumor, masih belum diketahui,
walaupun beberapa mutasi kromosom dan gen
yang timbul berhubungan khas dengan derajat
meningioma baik jinak, atypical, maupun
ana-plastic. Sebagai contoh, hilangnya kromosom
14q lebih bertanggung jawab menyebabkan
se-seorang memperoleh meningioma jinak. Sekitar
dua pertiga meningioma anaplastic
memperli-hatkan perubahan supresi tumor gen yang
ter-letak pada kromosom 9p. Kelainan molekular
lain yang jarang adalah seperti hilangnya
fos-fatase dan tensin yang sama dengan delesi gen
cyclin-dependent kinase inhibitor 2c dan
ampli-fikasi gen ribosomal protein S6 kinase.6,8
Perubahan sitogenetik juga dapat termasuk
perubahan dalam nomor kromosom, yaitu 60%
dari meningioma ditemukan hypodiploid, 33%
diploid, 4,5% hyperdiploid, dan 2,5%
hypotri-ploid. Karyotype yang kompleks dengan
hypo-diploid memunyai susunan, seperti ring
chro-mosome, dicentric, double minute, dan satelit
yang tampaknya berhubungan dengan
karakter-istik tumor agresif. Selain itu, diidentifikasi juga
bahwa terdapat suatu fenotipe mikrosatelit
yang tidak stabil pada meningioma.
Bertambah-nya bukti memberi kesan bahwa umumBertambah-nya
tu-mor ini berbeda, sehingga dapat menerangkan
sifat yang lebih agresif dari familial,
radiation-induced, dan meningioma anak-anak.30,31
M E N I N G I O M A D A N h O R M O N S E K S
Meningioma sellar berhubungan dengan defek
lapangan pandang, yaitu atrofi optik
bitempo-ral. Cushing menemukan seorang penderita
dengan gejala penglihatan yang jelek selama
kehamilan, tetapi membaik setelah melahirkan.
Hubungan antara kehamilan atau menstruasi
dengan jeleknya gejala neurologi (biasanya
penglihatan) dilaporkan kembali oleh peneliti
lain dan didukung dengan bukti nyata bahwa
dua pertiga atau mayoritas penderita
meni-ngioma adalah wanita. Hal ini memicu
perta-nyaan mengenai ketergantungan hormon
de-ngan meningioma. Pertumbuhan meningioma
bertambah selama kehamilan dan fase luteal
dari siklus menstruasi.32 Sebagai tambahan,
in-siden meningioma bertambah pada penderita
biologi Molekular dan Geneik
secara statistik terdapat hubungan antara
obe-sitas dengan meningioma. Hipotesis hubungan
ini lebih mengarah pada berkembangnya
hor-mone-related tumor.34
Reseptor steroid telah ditemukan pada
meningioma. reseptor estrogen dan androgen
ditemukan pada meningioma, expressi reseptor
progesteron lebih sering. Expressi reseptor
pro-gesteron81% ditemukan pada wanita dan 40%
pada laki-laki dengan meningioma, dan sedikit
ditemukan pada sel arachnoid normal. Expressi
reseptor progesteron tinggi pada meningioma
jinak (50-80%), dan proporsi sebaliknya
ter-hadap proliferasi tumor dan tingkatannya.
Pe-nelitian mendapatkan adanya persentasi yang
tinggi dari sel meningioma yang memunyai
reseptor progesteron dan androgen.32
Resep-tor progesteron telah diidentifikasi dari sitosol
sel granulasi arachnoid manusia (diperkirakan
sebagai asal meningioma). Dari pengukuran
terhadap semua reseptor hormon ditemukan
22% dari meningioma positif untuk reseptor
estrogen, 75% positif untuk reseptor
progester-on, dan 63% positif untuk reseptor androgen.
Yang menarik adalah bahwa ekspresi reseptor
progesteron pada meningioma memberikan
hasil akhir klinis yang lebih baik dibandingkan
dengan yang tanpa reseptor progesteron atau
adanya reseptor estrogen pada meningioma.
Hal ini berhubungan dengan banyaknya jumlah
kelainan karyotype. Peningkatan keterlibatan
kromosom 14 dan 22 padatumor akan
menam-bah bertammenam-bahnya potensi sifat klinis yang
le-bih agresif dan rekurensi.34
h u B u N G A N K l I N I S M E N I N G I O M A
D E N G A N FA M I l I A l T u M O R
Telah lama diketahui bahwa meningioma
ber-samaan dengan bilateral acoustic
schwanno-ma merupakan suatu gambaran dari sindroma
NF2.10 Secara genetik molekular diperoleh
bahwa tidak terdapat hubungan antara tingkat
penyakit dengan lokus NF2. Tipe meningioma
yang paling sering berkembang pada gen famili
ini adalah meningothelial. Namun, insiden tipe
meningothelial pada meningioma sporadik le bih
rendah dibandingkan dengan mutasi NF2.12,35
Sindroma tumor inherited lain yang memunyai
insiden yang sama dengan meningioma adalah
Werneer, Cowden, Gorlin, dan multiple
endo-crine neoplasia (MEN) tipe 1.36,37 Meningioma
juga ditemukan pada penderita yang mengalami
Li-Fraumeni, Turner, dan Hunter-MacDonald.
Meningioma kebanyakan menunjukan adanya
kelainan kromosom 22. Pemeriksaan DNA
jar-ingan tumor dengan metode genetik molekular
menggunakan marker polymorphic DNA
menda-pati bahwa hilangnya kromosom 22 sering
ter-jadi pada penderita tumor meningioma.38
I D E N T I F I K A S I G E N N F 2
S E B A G A I T u M O R S u P R E S I G E N
Sekitar 50% dari meningioma derajat I (WHO)
memunyai monosomi kromosom 22, yaitu 10%
diantaranya menunjukan hilangnya interstitial
allelic yang melibatkan kromosom 22q12.39
In-siden hilangnya alel pada kromosom 22
Buku Teks Komprehensif Meningioma
pemeriksaan array-CGH, ditemukan bahwa
kromosom 22 sering hilang pada meningioma
fibroblastic (80%) dan meningioma transitional
(>60%), tetapi relatif jarang pada meningioma
meningothelial (<40%).40
Gen NF2 telah teridentifikasi dan secara
klinis berhubungan dengan meningioma dan
sindrom NF2. Mutasi alel NF2 dapat
memper-cepat pertumbuhan meningioma.41 NF2 telah
diketahui berperan sebagai tumor supresi gen
pada meningioma.42 Pada meningioma,
hilang-nya protein tumor supresi ini sering disertai
dengan hilangnya satu gen NF2 dan mutasi
alel yang lain. Hilangnya produksi protein ini
disebabkan oleh metilasi promoter NF2 yang
akan menonaktifkan ekspresi duplikat gen
wild-type.41
Pertama sekali hubungan antara kelainan
kromosom 22 dan meningioma ditemukan
pada penderita dengan NF2. Yang menarik
adalah bahwa meningioma terjadi pada 50%
penderita dengan NF2. Gen NF2 terletak pada
kromosom 22q12 dan memproduksi protein
schwannomin atau merlin. Kode gen NF2 untuk
produksi protein tumor suppression (TuS), yaitu
schwannomin/merlin merupakan bagian dari
pita 4.1 famili dari cytoskeleton.
Kemungkin-an schwannomin atau merlin berperan dalam
fungsi cytoskeleton, seperti inhibisi hubungan
dan jaras penghubung sekunder (seperti Ras).
Insersi atau hilangnya gen ini menyebabkan
hi-langnya fungsi protein merlin, sehingga adhesi
sel menurun dan kemudian memicu
tumorigen-esis. Pengurangan ekspresi schwannomin atau
merlin pada meningioma sporadik telah
ter-bukti.43 Yang menarik adalah adanya variasi
mu-tasi gen NF2 di antara subtipe meningioma. Di
antara tiga subtipe meningioma menurut WHO
derajat I, mutasi gen NF2 paling sering terjadi
pada meningioma fibroblastic dan transitional,
yaitu sebesar 70-80%, sedangkan meningioma
meningothelial hanya 25%. Hal ini memberi
kesan bahwa terdapat perbedaan sitogenetik
pada tumorigenesis dari subtipe meningioma.44
Penelitian pada hewan percobaan mendukung
teori ini, tetapi terdapat kesan bahwa hilangnya
merlin saja tidak cukup untuk memicu
meningi-oma. Pada meningioma atypical dan anaplastik
terdapat mutasi gen NF2 sebesar 70%. Oleh
ka-rena itu, mutasi gen NF2 mungkin terlibat
da-lam tumorigenesis, tetapi tidak progresif.45
Insiden hilangnya gen wild-type NF2
ber-beda-beda bergantung pada subtipe
meningi-omanya. Insiden mutasi NF2 tinggi pada
Meni-ngioma fibroblastic, yaitu lebih dari 50%,
sedangkan mutasi pada meningioma subtipe
lain hanya sekitar 18%.41 Hilangnya kedua gen
wild-type NF2 juga jarang terjadi pada
anak-anak dengan meningioma.46 Imunohistokimia
terhadap hasil produksi protein dari gen NF2
yang dikenal sebagai merlin menunjukan
bah-wa protein ini umum ditemukan pada tumor
meningothelial, tetapi jarang pada meningioma
variasi lainnnya.47 Hilangnya gen wild-type NF2
tidak hanya terjadi pada tumor meningioma,
tetapi juga pada schwannoma, ependymoma
spinal, dan mesotheliomamalignant, yaitu
seki-tar 60%.48 Akan tetapi, pada jenis tumor lain
yang juga ditemukan mutasi adalah melanoma
biologi Molekular dan Geneik
Sekitar 30% dari semua jenis meningioma
dan mayoritas meningioma meningothelial
tidak mengalami mutasi atau hilangnya alel 22q
dan methylation aberrant dari gen NF2. Gen
yang terlibat dalam proses onkogenesis pada
meningioma ini masih belum diketahui.
Hilang-nya ekspresi heterozigositas pada meni ngioma
mengindikasikan hilangnya satu du plikat gen
DAL1 (juga dikenal sebagai EPB41L3; 4.1B) pada
kromosom 18p11.32.50 Dari peme riksaan
im-munohistokimia diperkirakan hilangnya
ekspre-si produkekspre-si protein adalah mencapai 76% dari
semua jenis meningioma.51 Penelitian
menun-jukan bahwa tidak terdapat kelainan sejumlah
duplikat pada daerah anggota famili yang lain,
seperti ezrin, radixin, dan moesin.
Hilangnya interstitial 22q yang tidak
me-libatkan lokus NF2 mengindikasi adanya lokasi
gen supresi tumor meningioma yang lain pada
lengan kromosom ini. Hilangnya homozygous
kromosom 22q12 pada meningioma sporadik
menunjukan identifikasi gen β-adaptin (AP1B1
atau BAM22) pada daerah yang hilang.
T R A N S K R I P S I G E N N F 2 D A N
P R O D u K S I P R O T E I N
Tumor supresi gen pada kromosom 22q12.2
terdiri atas tujuh belas ekson dan
membung-kus daerah genomik sebesar 95 kb (kilobase).52
Terdapat setidaknya delapan transkripsi encode
yang terdaftar dan dapat dibaca pada bingkai.
Umumnya pemeriksaan fokus pada isoform
1 dan beberapa isoform 2, walaupun belum
diketahui fungsi protein tersebut.53 Transkripsi
protein sekitar 6.1 kb dan 2.7 kb terdapat pada
jaringan-jaringan lain dengan perbandingan
terhadap jaringan spesifik.54 Beberapa jaringan
juga mengekspresikan transkripsi protein
seki-tar 3.9 kb.55 Simpulan bahwa hubungan variasi
encode protein, yaitu sekitar 47% teridentifikasi
terdapat pada beberapa anggota famili 4.1/ERM
dari protein terlibat dalam komponen
sitoske-letal terhadap protein sel membran termasuk
moesin, ezrin, dan radixin atau yang sering
di-sebut merlin.56
Domain N-terminal memunyai struktur
“globular” yang diikuti dengan daerah
alpha-helical dan domain C-terminal. Sekitar 65%
do-main N-terminal dari anggota famili tampak
ho-molog dan berbeda dengan domain C-terminal
yang berkurang homolognya, yaitu kurang dari
30%. Lipatan merlin mengalami interaksi antara
residu 8 - 121 dengan residu 200 – 320 dan
mem-bentuk suatu struktur globularN-terminal yang
berisi daerah FERM dan yang diperlukan untuk
lokalisasi membran. Daerah ini dapat
menga-lami gangguan akibat beberapa mutasi NF2.54
Residu 580-595 dari C-terminal berinteraksi
de-ngan residu 302-308 dari struktur globular ini.55
Interaksi ini dengan daerah globular N-terminal
diatur oleh proses fosforilasi pada serine 518.
Apabila fosforilasi merlin tidak dapat dilipat,
akan terjadi inaktivasi dari kemampuan yang
dapat menghambat pertumbuhan dan relokasi
dari membran sel. Fosforilasi ini dikeluarkan
dari proses p21- Kinase Activation (PAKs) dan
cAMP Protein Kinase Dependen A (PKA).56
De-fosforilasi dikeluarkan dari proses myosin
Buku Teks Komprehensif Meningioma
proses fosforilasi pada 2 proses selanjutnya
(threonine 230 dan serine 315) oleh ACT1/PKB.
Hal ini juga menyebabkan ketidakmampuan
un-tuk menghambat pertumbuhan pembenun-tukan
ikatan C-terminal terhadap daerah globular
N-terminal dan merlin untuk proses degradasi.57
Protein merlin dapat menghambat jaras
RAS-ERK dengan cara menghambat ERM (ezrin,
radixin, moesin)-dependent aktivasi RAS yang
berhubungan dengan pembentukan protein
kompleks yang terdiri atas ERM, Grb2, SOS,
RAS, dan filamen aktin.58 Merlin berinteraksi
dengan setidaknya 34 protein lain dan proses
interaksi ini memengaruhi atau memodifikasi
encode protein yang mirip dengan variasi NF2
yang masih sulit digambarkan.
Pengetahuan mengenai kedua variasi
domi-nan masih belum diketahui, yaitu 16 ekson
(isoform 2) dan kode untuk protein yang lebih
pendek (590 residu) dengan suatu perubahan
C-terminal yang tidak tampak memunyai
ke-mampuan berinteraksi dengan domain globular
N-terminal. Variasi hubungan ini tidak tampak
memunyai fungsi supresi tumor. Domain
N-terminal tampak memunyai kemampuan yang
besar terhadap ikatan beberapa protein
de-ngan ikatan merlin, seperti SLC9A3R1/NHERF/
EBP50.54
M u TA S I N F 2 PA D A M E N I N G I O M A
D A N R A N G K A I A N N yA u N T u K
F u N G S I P R O T E I N
Hilangnya satu alel dengan mutasi alel NF2
ter-jadi pada semua tingkatan meningioma.
Pene-litian metaanalisis dari mutasi NF2 pada tumor
NF2 famili dan tumor sporadik dilaporkan
se-banyak 1141 kasus.59 Kejadian perubahan
ek-son tunggal lebih menyebabkan hal yang tidak
benar dibandingkan dengan kejadian somatik.
Mutasi somatik lebih mudah mengubah bingkai
yang dapat memengaruhi rangkaian co ding
mer-lin. Mutasi somatik pada meningioma lebih
se-ring terjadi pada kode transkripsi untuk domain
5` FERM, tetapi tidak terjadi mutasi pada ekson
14 dan 15. Kejadian mutasi somatik secara
pa-tologi berbeda antara tumor meni ngioma dan
schwannoma yang belakangan ini diketahui
me-munyai mutasi ekson 14 dan 15. Mutasi utama
dalam potongan encode protein melalui isoform
1 dan 2 berhasil dideteksi sekitar 10% dari
se-mua kelompok perubahan kecil yang tidak
ter-potong dalam ekson 2 dan 3. Hal ini memberi
kesan bahwa daerah ini berpe ngaruh penting
terhadap aktivitas tumor supresi oleh isoform
1 merlin. Beberapa variasi hubungan NF2 tidak
dipengaruhi oleh mutasi kecil yang
menyebab-kan bingkai miring dalam rangkaian coding dari
ekson 2 dan 3. Kebanyak an mutasi baik
penem-patan yang tidak tepat atau hilang maupun yang
memengaruhi tempat yang berhubungan
ter-utama pada 5` akhir dari gen, da pat
menyebab-kan codon berhenti atau terpotong sehingga
produksi protein tidak berfungsi.60,61 Namun,
masih terdapat kesulitan untuk menjelaskan
mengapa penderita de ngan adanya mutasi satu
gen NF2 menyebabkan berkembangnya
biologi Molekular dan Geneik
M E D I A S I FA K T O R
P E R T u M B u h A N D A N O N KO G E N
M E N I N G I O M A , A N G I O G E N E S I S ,
D A N T u M O R I G E N E S I S
Peran aktivasi onkogen pada patogenesis
meningioma masih belum dapat ditentukan.
Progresivitas dari meningioma jinak menjadi
meningioma atypical atau ganas, selain
ber-hubungan dengan hilangnya kromosom 22q
juga berhubungan dengan penumpukan
bebe-rapa kelainan kromosom tambahan, terutama
hilangnya 1p, 2p, 6q, 10, 14q, dan 18q de ngan
tambahan pada 20q, 12q, 15q, 1q, 9q, dan
17q.60 Hilangnya kromosom pada 1p dan 14q
terutama berhubungan dengan progresivitas
dari meningioma jinak menjadi meningioma
atypical atau ganas.61 Meningioma pada
manu-sia memperlihatkan peningkatan ekspresi dari
onkogen c-sis dan c-myc. Onkogen yang jarang,
Ha-ras dan c-mos memunyai aktivasi yang
ting-gi pada individu dengan tumor intrakranial,
ter-masuk meningioma. Telah dikemukakan bahwa
nuclear transcription-regulating genc-myc dan
c-fos normal berada dibawah pengaturan gen
supresi tumor dan menghilang pada
meningio-ma. Hasilnya adalah >70% terjadi pada ekspresi
proto-onkogen mRNA untuk c-myc dan c-fos.
Mutasi gen supresi tumor TP53 adalah penanda
untuk transformasi meningioma malignan dan
proto-onkogen bcl-2 yang juga berhubungan
dengan grade yang tinggi. Lebih lanjut, ekspresi
onkogen ROS1 untuk reseptor tyrosine kinase
sering ditemukan pada meningioma. Hal ini
mengindikasikan adanya kemungkinan peranan
dari asal tumor ini.
Pada meningioma, progresivitas histologi
dari jinak menjadi anaplastik berhubungan
dengan aktivitas telomerase.62Telomerase
ada-lah enzim ribonucleoprotein yang bertanggung
jawab terhadap replikasi telomerik DNA.
Reak-tivasi tampak terjadi pada beberapa kanker,
termasuk glioma ganas. Aktivitas telomerase
terjadi pada sekitar setengah dari menigioma
atypical dan malignant, tetapi sebaliknya
ja-rang pada tumor jinak. Aktivitas telomerase
seperti juga ekspresi hTERT mRNA (encode
sub-unit katalitik dari telomerase manusia, yaitu
ke-balikan dari transkripsi), sangat banyak
ditemu-kan pada meningioma anaplastic dan atypical,
serta diketahui secara pasti aktivitasnya kurang
pada meningioma jinak.63 Komponen katalitik
dari kompleks telomerase bertambah sesuai
dengan tingkatan meningioma. Kemungkinan
hal ini berhubungan dengan up regulation gen
ini. Sel-sel normal berhenti memisah apabila
telomerase DNA yang memendek akibat proses
mitosis. Dengan terus bertambahnya
telome-rase DNA, sel-sel kanker dapat mencegah
diferensiasi terminal dan penuaan. Penelitian
memperlihatkan bahwa tidak ditemukan satu
jenis onkogen yang berimplikasi langsung pada
perkembangan meningioma. Kemungkinan hal
ini disebabkan oleh onkogen multipel.64
EPidErMal Growth FaC tor (EGF)
ATA u T R A N S F O R M I N G G R O w T h
FaC tor-α (tGF-α)
Epidermal Growth Factor Receptor (EGFR)
Buku Teks Komprehensif Meningioma
manusia. Namun, tidak ditemukan hubungan
antara subtipe histopatologi atau tingkatan
tumor dengan EGFR pada meningioma.65 Pada
selaput otak manusia dan tikus dewasa tidak
memperlihatkan adanya EGFR, tetapi
seba-liknya tampak pada meninges tikus yang baru
lahir. Hal ini memberi kesan adanya suatu
per-anan dalam pertumbuhan meningens.
Resep-tor ini juga telah ditunjukan pada kultur sel-sel
meni ngioma. Transforming growth factor-α
(TGF- α) merupakan suatu agonis EGFR yang
poten dan protein ini telah terbukti
ditemu-kan pada pen derita meningioma. Pertambahan
eks presi TGF-α ditemukan pada tumor rekuren
seiring dengan bertambahnya waktu, walaupun
histologis tumornya jinak.66
Aktivasi jaras sinyal transduksi EGF dapat
merangsang proliferasi sel dan sintesis DNA
pada meningioma manusia. Tampak bahwa
ja-ras sinyal transduksi EGF dapat dihambat
de-ngan terapi calcium channel antagonist secara
in vitro dan in vivo.
PlatElEt-dErivEd Growth
FaC tor (PdGF)
Platelet-Derived Growth Factor (PDGF)
dipro-duksi oleh meningioma. PDGF dapat
merang-sang proliferasi dan sintesis DNA melalui
meka-nisme yang melibatkan onkogen c-fos.67 Analisis
de ngan Northern blot menunjukan adanya
pro-to-onkogen c-sis/PDGF-2 dan gen PDGF pada
meningioma manusia, tetapi pada meningens
normal hanya ditemukan gen PDGF tanpa
ada-nya proto-oncogen. Penelitian
memperlihat-kan bahwa PDGF merupamemperlihat-kan suatu komponen
dari “conditioned media” yang diproduksi dari
kultur meningioma dan dapat merangsang
pertumbuh an sel meningioma dan
neuroblasto-ma pada kultur sel serum-free. Efek autokrin ini
dapat dihambat oleh antibodi terhadap PDGF,
terutama antibodi terhadap PDGF-BB.68
Ekspresi berlebihan dari faktor
pertumbuh-an ypertumbuh-ang disebabkpertumbuh-an oleh disregulasi produksi
autocrine loop dapat menyebabkan proliferasi
sel-sel tumor meningkat. Penelitian mengenai
proses pertumbuhan ini sangat menarik karena
memberi peluang penghambatan berbagai
re-septor faktor pertumbuhan dengan terapi
sis-temik.
Fibroblast Growth FaC tor (FGF)
Reseptor Fibroblast Growth Factor (FGF) dan
juga protein FGF ditemukan pada semua
meni-ngioma. FGF telah dilaporkan mampu
merang-sang proliferasi sel dan sintesis DNA pada kultur
meningioma manusia.69
insulin-likE Growth FaC tor (iGF)
D A N S O M AT O S TAT I N
Penderita dengan akromegali memunyai
insi-den tinggi menderita meningioma dibandingkan
dengan populasi umum. Reseptor I dan II dari
Insulin-like Growth Factor (IGF) telah
ditemu-kan pada meningioma, yaitu IGF-I positif pada
77% meningioma dan IGF-II pada 69%. Glick
(1989) adalah yang pertama kali menunjukan
biologi Molekular dan Geneik
meningkat pertumbuhannya dengan
pembe-rian insulin.70
Reseptor somatostatin terdapat pada
me-ningioma dengan densitas tinggi, dan
pening-katan somatostatin secara in vitro menghambat
proliferasi sel-sel meningioma. Schulz (2000)
memperlihatkan bahwa 73% meningioma positif
adalah untuk reseptor somatostatin subtipe
s st2A.71 Garcia-Luna (1993) melaporkan
peng-gunaan klinis dari octreotide, yaitu suatu agonis
somatostatin kerja panjang pada tiga penderita
meningioma yang tidak dapat direseksi.
Peme-riksaan subjektif memperlihatkan perbaikan
gejala tetapi tidak ditemukan perubahan
ukur-an meningioma pada CT scan. Hal ini memberi
kesan bahwa octreotide aman diberikan, tetapi
belum dapat disimpulkan peranannya. 66
VA S c u l A R E N D O T h E l I A l G R O w T h
FaC tor (vEGF)
VEGF disekresi oleh meningioma dan dua dari
reseptor VEGF terdapat pada pembuluh darah
intratumoral dari tumor ini.65 Umumnya
meni-ngioma memberikan hasil positif untuk
peme-riksaan protein VEGF dan reseptor VEGF. Pada
meningioma VEGF berimplikasi menyebabkan
edema peritumoral dan angiogenesis. Beberapa
penelitian mengenai hubungan edema
peritu-moral pada meningioma dengan ekspresi VEGF
dideteksi melalui transkripsi mRNA dan
immu-niohistokimia protein dalam tumor. Hubungan
derajat meningioma dan ekspresi VEGF kurang
jelas, tetapi beberapa laporan menunjukan
adanya suatu hubungan yang positif, sedangkan
laporan lainnya menunjukan tidak ada
hubung-annya. Penelitian lebih lanjut memperlihatkan
tidak adanya hubungan VEGF dan tingkat
meni-ngioma dengan pertambahan densitas
mirko-vaskular dan kemampuan invasi. Sebaliknya,
pada penelitian lain memperlihatkan adanya
hubungan yang kuat antara ekspresi VEGF dan
neovaskularisasi pada meningioma. Pada
prin-sipnya VEGF diatur oleh faktor transkripsi
hy-poxia inducible factor-1 (HIF-1). Tampak bahwa
HIF-1 dan VEGF meningkat pada emboli
meni-ngioma.72 Data memberi kesan bahwa VEGF
memiliki fungsi lain selain angiogenesis pada
meningioma, seperti merangsang
pertumbuh-an tumor.
T E R l I B AT N yA G E N D A l A M
P R O G R E S I V I TA S M E N I N G I O M A
AT y P I c A l D A N A N A P l A S T I c
Pada meningioma atypical dan anaplastic,
hi-langnya satu alel dan mutasi dari alel NF2
me-nimbulkan frekuensi yang sama pada tumor
WHO derajat I. Meningioma atypical dan
ana-plastic memperlihatkan tambahan sejumlah
gen abnormal yang terdiri atas tambahan,
am-plifikasi atau hilangnya gen yang memengaruhi
banyak kromosom. Hilangnya kromosom
ter-jadi pada 1p, 6q, 10, 14q, dan 18q, sedangkan
pertam bahannya terjadi pada 1q, 9q, 12q, 15q,
17q, dan 20. Namun, pada meningioma
atypi-cal sering disertai hilangnya 9p dan bertambah
atau amplikasi jumlah rendah kromosom 17q23
Buku Teks Komprehensif Meningioma
Kehilangan pada kromosom 1p
merupa-kan kelainan kedua yang tersering. Peta daerah
yang sering mengalami kehilangan kromosom
adalah pada 1p36 dan 1p33-34.73 Beberapa gen
tumor supresi pada daerah ini telah diketahui
termasuk P73, CDKN2C, RAD54L, dan ALPL
de-ngan hasil yang tidak meyakinkan. Kebanyakan
gen pada daerah ini memunyai kecenderungan
untuk mengalami mutasi atau hipermetilasi.
Hilangnya kromosom 9p berhubungan
dengan progresivitas meningioma anaplastic,
yaitu hilangnya satu duplikat homozygous dan
mutasi dari duplikat CDKN2A, CDKN2B, dan
p14ARF pada 9p21. CDKN2A dan p14ARF
umum-nya terjalin dengan baik. Keduaumum-nya memuumum-nyai
promoter sendiri pada ekson pertama, dengan
p14ARF terpotong pada ekson kedua dan ketiga
dari CDKN2A. Ketiga gen ini juga sering terlibat
dalam glioblastoma primer yang sering disertai
dengan hilangnya satu homozygous.74 Protein
di encode oleh CDKN2A dan CDKN2B. Keduanya
menghambat jaras RB1 dengan cara mengikat
dan menghambat pembentukan CDK4 dan CDK6
heterodimer dengan cyclin D1 yang diperlukan
untuk fosforilasi RB1 pada titik batas siklus sel.
Hilangnya deregulasi proses ini menyebabkan
sel yang masuk ke dalam fase S tidak sesuai
dengan siklus sel. Jika ini terjadi dengan jaras
p53 yang normal, selnya akan mengalami
apop-tosis. P14ARF adalah suatu regulator negatif dari
protein MDM2 yang terlibat dalam degradasi
p53. Hilangnya p14ARF menyebabkan deregulasi
kontrol protein MDM2, yaitu degradasi protein
p53 yang tidak tepat dan deregulasi jaras p53.
Walaupun sering terjadi hilangnya
kromo-som 10, gen target yang defenitif belum
da-pat diidentifikasi. Gen PTEN yang pada 10q23
sangat jarang diidentifikasi mengalami mutasi.
Calon gen target yang telah diidentifikasi
me-ngalami delesi pada 14q, yaitu gen NDRG2.
Hi-permetilasi pada duplikat pertahanan tampak
bersamaan dengan hilangnya ekspresi gen.75
Walaupun mutasi TP53 (17p13.1) sangat
ja-rang ditemukan, pertambahan jumlah duplikat
pada daerah 17q21 dan gen RPS6KB1 memberi
harap an sebagai target potensial.
T E R A P I M E N I N G I O M A K E D E PA N
Terapi meningioma ke depan dengan
me-tode baru mengandalkan pengetahuan biologi
molekular dari tumor ini untuk menghentikan
pertumbuhannya.
I N h I B I T O R A N G I O G E N E S I S
Salah satu Inhibitor angiogenesis adalah
interferon-α, yaitu suatu sitokain produksi leu -kosit yang berhubungan dengan Transforming
Growth Factor-β (TGF- β) dan Tumor Necrosis Factor (TNF). Inhibitor ini telah diteliti
memu-nyai mekanisme untuk menghambat
pertum-buhan meningioma. Interferon bekerja dengan
menghambat angiogenesis dan juga proliferasi
sel-sel tumor. Penelitian in vivo dan in vitro
menunjukan bahwa interferon memunyai efek
pada meningioma. Kaba (1997) menggunakan
terapi interferon-α pada meningioma ganas dan
biologi Molekular dan Geneik
metabolisme meningioma yang diberikan terapi
interferon-α.76 Hasil penelitian tersebut
mem-perlihatkan stabilitas meningioma dan toleransi
toksisitas terhadap terapi interferon dengan
efek samping berupa flu dan leukopenia.76,77
Endothelin (ET) merupakan suatu pepida
yang terdiri atas 21 asam amino dengan iga
isoform (ET-1, ET-2, dan ET-3). Efeknya diperoleh
melalui dua subipe reseptor, yaitu ET-A dan
ET-B. Endothelin juga merupakan suatu
angio-genik yang menimbulkan vasokonstriktor
(mela-lui reseptor ET-A) dan vasodilator (mela(mela-lui
resep-tor ET-B), serta meningkatkan mitogenesis dan
ekspresi c-Fos dari sel-sel neuronal. Hipotesis ET
menyebabkan terjadinya angiogenesis dan
be-kerja sebagai suatu faktor pertumbuhan autokrin
atau parakrin pada tumor otak. Harland (1998)
menjumpai bahwa ekspresi reseptor ET-A
memi-liki kadar yang lebih inggi pada meningioma
dibandingkan dengan korteks normal, dan
disim-pulkan bahwa PD 156707, yaitu suatu antagonis
reseptor ET-A yang berainitas inggi memberikan
harapan sebagai terapi pada masa depan.78
Verotoxin adalah obat neoplasma terbaru
dengan target pada glycolipid
globotriaosylcer-amide (Gb3) pada sel-sel tumor dan
neovasku-larisasi tumor. Verotoxin atau Shiga-like toxin
diproduksi oleh Escherichia colistrain patogenik
dan berhubungan dengan patogenesis dari
sin-droma hemolitik uremia, perdarahan colitis, dan
mikroangiopati. Verotoxin merupakan protein
ribosome-inactivating tipe II dengan target pada
sel-sel yang mengekspresikan glycolipid Gb3 (CD
77). Toksinnya terdiri atas subunit-A (enzim) dan
subunit-B (antigen). Subunit-B merupakan
gliko-lipid spesifik dalam sel yang diketahui meninggi
pada beberapa jenis kanker. Reseptor Verotoxin
ditemukan pada meningioma ganas.79
A N TA G O N I S T G R O w T h h O R M O N E
Growth hormone dan insulin-like growth
fac-tor-1 (IGF-1) berperan dalam tumorigenesis
meningioma, yang pada penderita akromegali
memunyai insiden yang lebih tinggi menderita
meningioma. Hal ini menunjukan keterlibatan
IGF-1 pada pertumbuhan meningioma. Growth
hormone diproduksi dan disekresi oleh kelenjar
pituitary anterior dan merangsang sintesis
IGF-1 di dalam hati yang memunyai efek untuk
menghasilkan pertumbuhan normal. Penelitian
in vitro dan in vivo menunjukan bahwa reseptor
hormon pertumbuhan terdapat dalam
meni-ngioma (jinak, anaplastic, dan atypic) dan
inhi-bisi terhadap reseptor tersebut dapat
mengu-rangi pertumbuhan dari tumor tersebut.80
I N h I B I S I J A R A S S I N yA l T R A N S D u K S I
Pertumbuhan meningioma pada kultur sel-sel
meningioma dengan rangsangan EGF dan PDGF
dapat dihambat oleh antagonis calsium
chan-nel.81 Namun, penelitian lain menunjukan
bah-wa tidak terdapat hubungan calcium channel
antogonist dengan sinyal kalsium. Namun,
di-hipotesiskan bahwa calcium channel antagonist
berpotensi sebagai obat kemoterapi. Efek
cal-cium channel antagonist bekerja melalui
peng-hambatan siklus sel yang progresif, yaitu
Buku Teks Komprehensif Meningioma
K l O N A l I TA S M E N I N G I O M A
Inaktivasi X-kromosom dan mutasi tunggal gen
NF2 mengindikasikan bahwa kebanyakan
me-ningioma soliter bersifat monoklonal walaupun
reaksi rantai polimerase memberi kesan bahwa
sejumlah kecil mungkin bersifat poliklonal.83,84
Tampaknya inaktivasi atau mutasi X-kromosom
yang sama pada gen NF2 ditemukan pada
me-ningioma rekuren dan sporadik yang multipel,
dan ini mengindikasikan bahwa tumor bersifat
monoklonal.85 Beberapa meningioma sporadis
yang multipel dapat dijelaskan sebagai akibat
dari mutasi NF2.86
Yang menarik adalah bahwa beberapa
pen-derita dengan meningioma multipel
memper-lihatkan analisis X-kromosom dan mutasi gen
NF2 yang memberi kesan bahwa tumor
multi-pel ini asalnya monoklonal. Ini mendukung
kon-sep penyebaran dura dari meningioma
multi-pel melalui ruang subarachnoid.75 Sekitar 50%
meningioma multipel memperlihatkan
perbe-daan mutasi gen NF2. Namun, masih belum
diketahui fungsi dari semua potongan variasi
pada gen NF2. Sebaliknya, telah diketahui
bah-wa interaksi merlin dengan berbagai
pasangan-nya dan mekanisme hilangpasangan-nya protein wild-type
secara mendetail cenderung menyebabkan
berkembangnya meningioma, schwannoma,
ependymoma, dan mesothelioma. Gen yang
terlibat dalam meningioma progresif, baik
da-lam bentuk atypical maupun anaplastik masih
kurang diketahui. Mekanisme perkembangan
meningioma meningothelial dan berbagai tipe
yang jarang secara genetik telah ditemukan.
Namun, masih diperlukan penelitian lanjutan
untuk mempelajari perkembangan meningioma
pada tingkat molekular.80
S I M P u l A N
Tumorigenesis meningioma memunyai
hubung-an terhadap kejadihubung-an awal, seperti radiasi,
cedera kepala, dan/atau suatu predisposisi
genetik. LOH dari kromosom 22 dan mutasi
gen NF2 berimplikasi 50% pada meningioma
sporadik dan 100% pada meningioma yang
berhubungan dengan NF2. Encode gen NF2
untuk sitoskeletal protein schwannomin atau
merlin kemungkinan menghambat fungsi dalam
sel. Progresivitas tumor dapat juga disebabkan
oleh ekspresi onkogen, unregulated growth
factor-mediated atau sex hormone-mediated
sinyal transduction, dan/atau inflammatory
cascade dysfunction. Disregulasi sistem ini
cenderung menyebabkan tumor angiogenesis
dan proliferasi sel. Penelitian secara in vitro
dan in vivo pada immortal sel line meningioma
dan model xenograft memberi arti untuk kajian
lebih lanjut dari tumorigenesis meningioma.
Dengan pengertian lebih baik tentang biologi
molekular dari perkembangan dan pertumbuhan
meningioma, modalitas terapi dapat digunakan
untuk terapi tumor ini apabila modalitas operasi
biologi Molekular dan Geneik
T I N J A u A N P u S TA K A
Riemenschneider MJ, Perry A, Reifenberger G. 1.
Histological classiicaion and molecular geneics of meningiomas. Lancet Neurol 2006;5:1045-1054
Marosi C, Hassler M, Roessler K, Reni M, Sant M, 2.
Mazza E, et al. Meningiomas. Crit Rev Oncol Hematol
2008;676:153-171
Vernooij MW, Ikram MA, Tanghe HL, et al. incidental 3.
indings on brain MRI in the general populaion. N Engl Med 2007;357:18-21
Harrison MJ, Wolfe DE, Lau TS, Mitnick RJ, Sachdev 4.
VP. Radiaion-induced meningiomas: experience at the Mount Sinai Hospital and review of the
literature. J Neurosurg 1991;75:564-574
Lomas J, Bello MJ, Arjona D, et al. Geneic and 5.
epigeneic alteraion of the NF2 gene in sporadic meningiomas. Genes Cromosomes Cancer
2005;42:314-319
Seizinger BR, Roudeau G, Ozelius LJ, et al. Common 6.
pathogeneic mechanism for three tumor types in bilateral acousic neuroibromatosis. Science 1987;236:317-319
James MF, Han S, Polizzano C, Plotkin SR, Manning 7.
BD, Stemmer-Rachamimov AO, et al. NF2/merlin is a novel negaive regulator of mTOR cpmplex 1, and acivaion of mTORC1 is associated with meningioma and schwannoma growth. Mol Cell
Biol 2009;29:4250-4261
Evans JJ, Jeun SS, Lee JH, et al. Molecular alteraions 8.
in the neuroibromatosis type 2 gene and its protein rarely occurring in meningothelial meningiomas. J Neurosurg 2001;94:111-117
Messerini L, Vitelli F, De Viis LR, et al. Microsatellite 9.
instability in sporadic mucinous colorectal
carcinomas: relaionship to clinic-pathological variables. J Pathol 1997;182:380-384
Watkins D, Rutledge MH, Sarrazin J, et al. Loss of 10.
heterozygosity on chromosom 22 in human gliomas does not inacivate the neuroibromatosis 2 gene. Cancer Genet Cytogenet. 1996;92:73-78
Perry A, Cai DX, Schelthauer BW, et al. Merlin, 11.
DAL-1, and progesterone receptor expression
in clinicopathologic subsets of meningioma: a correlaive immunohistochemical study of 175 cases. J Neuropathol Exp Neurol 2000;59:872-879
Shoshan Y, Chernova O, Juen SS, et al. Radiaion-12.
induced meningioma: a disinct molecular geneic patern? J Neuropathol Exp Neurol 2000;59:614-620
Bello MJ, Leone PE, Nebreda P, et al. Allelic status of 13.
chromosom 1 in neoplasms of the nervous system.
Cancer Genet Cytogenet 1995;83:160-164
Al-Mety O, Kadri PA, Pravdenkova S, Sewyer JR, 14.
Stangeby C, Husain M. Malignant progression in meningioma: documentaion of a series and analysis of cytogeneic indings. J Neurosurg 2004;101(2):210-218
Barski D, Wolter M, Reifenberger G, Riemenschneider 15.
MJ. Hypermethylaion and transcripional
downregulaion of the TIMP3 gene is associated with allelic loss on 22q123 and malignancy in
meningiomas. Brain Pathol 2010;20:623-631
Rempel SA, Schwechheimer K, Davis RL, Cavenee 16.
WK, Rosenblum ML. Loss of heterozygosity for loci
on chromosom 10 is associated with morphologically
malignant meningioma progression. Cancer Res
1993;53(10, Suppl):2386-2392
Perry A, Banerjee R, Lohse C M, Kleinschmidt-De-17.
Buku Teks Komprehensif Meningioma anaplasic meningiomas: toward a geneic model of meningioma progression. Proc Natl Acad Sci USA
1997;94:14719-14724
Dirven C M, Grill J, Lamfers M L, et al. Gene therapy 19.
for meningioma: improved gene delivery with
targeted adenoviruses. J Neurosurg
2002;97:441-449
Tse JY, Ng HK, Lo KW, et al. Analysis of cell cycle 20.
regulators: p16INK4A, pRb, and CDK4 in low and
high-grade meningiomas. Hum Pathol 1998;29:1200-1207
Cai DX, Banerjee R, Scheithauer BW, Lohse CM, 21.
Kleinschmidt-Demasters BK, Perry A. Chromosome
1p and 14q FISH analysis in clinicopathologic subsets of meningioma: diagnosic and prognosic implicaions. J Neuropathol Exp Neurol 2001;60:628-636
Maillo A, Orfao A, Sayagues JM, et al. New 22.
classiicaion scheme for the prosnosic straiicaion of meningioma on the basis of chromosome 14 abnormaliies, paient age, and tumor histopathology. J Clin Oncol 2003;21:3285-3295
Bostrom J, Meyer-Putlitz B, Wolter M, Blaschke B, 23.
Weber RG, Lichter P, et al. Alteraions of the tumor suppressor genes CDKN2A (p16(INK4a)), p14(ARF),
CDKN2B (p15(INK4b)), and CDKN2C (p18(INK4c)) in atypical and anaplasic meningiomas. Am J Pathol 2001;159:661-669
Mawrin C, Perry A. Pathological classiicaion and 24.
molecular geneics of meningiomas. J Neurooncol 2010;99:379-391
Liu Y, Pang JC, Dong S, Mao B, Poon WS, Ng HK. 25.
Aber rant CpG island hypermethylaion proile is
a ssociated with atypical and anaplasic meningi-omas. Hum Pathol 2005;36:416-425 suppressor gene frequenly inacivated in clinically aggressive meningioma. Cancer Res
2005;65:7121-7126
Karamitopoulou E, Perentes E, Tolnay M, Probst 28.
A. Prognosic signiicance of MIB-1, p53, and bcl-2 immunoreacivity in meningiomas. Hum Pathol 1998;29:140-145
Buschges R, Bostrom J, Wolter M, Blaschke B, Weber 29.
RG, Lichter P, et al. Analysis of human meningiomas for aberraions of the MADH2, MADH4, APM-1, and DCC tumor suppressor genes on the long arm of
chromosom 18. Int J Cancer 2001;92:551-554
Bethke L, Murray A, Webb E, et al. Comprehensive 30.
analysis of DNA repai gene variants and risk of
meningioma. J Natl Cancer Inst
2008;100(4):270-276
Al-Mety O, Topsakal C, Pravdenkova S, Sawyer 31.
JR, Harrison MJ. Radiaion-induced meningiomas: clinical, pathological, cytokineic, and cytogeneic characterisics. J Neurosurg 2004;100(6):1002-1013
Lamszus K. Meningioma pathology, geneics, and 32.
biology. J Neuropathol Exp Neurol 2004;63:275-286
Wen PY, Quant E, Drappatz J, Beroukhim R, 33.
Norden AD. Medical therapies for meningiomas. J
Neurooncol 2010;99:365-378
Ragel BT, Jensen RL. Pathophysiology of meningio-34.
biologi Molekular dan Geneik
Louis DN, Ramesh V, Gusella JF. Neuropathology 35.
and molecular geneics of neuroibromatosis 2 and related tumors. Brain Pathol 1995;5:163
Heinrich B, Hartmann C, Stemmer-Rachamimov 36.
AO, et al. Muliple meningiomas: Invesigaing the molecular basis of sporadic and familial forms. Int J
Cancer 2003;103:483
Asgharian B, Chen YJ, Patronas NJ, et al. Meningiomas 37.
may be a component tumor of muliple endocrine neoplasia type 1. Clin Cancer Res 2004;10:869
Schoemaker MJ, Swerdlow AJ, Higgins CD, et al. 38.
Cancer incidence in women with Turner syndrome in Great Britain: a naional cohort study. Lancet O ncol 2008;9:239-246
Dumanski JP, Rouleau GA, Nordenskjold M, et al. 39.
Molecular geneic analysis of chromosom 22 in 81 cases of meningioma. Cancer Res 1990;50:58-63
Hansson CM, Buckley PG, Grigelioniene G, et al. 40.
Comprehensive geneic and epigeneic analysis of sporadic meningioma for macro-mutaions on 22q and micro-mutaions within the NF2 locus. BMC Ge-nomics 2007;8:16
Rouleau GA, Merel P, Lutchman M, et al. Alteraion 41.
in a new gene encoding a putaive membrane-or-ganizing protein causes neuroibromatosis type 2. Nature 1993;363:515
Lekanne Deprez RH, Bianchi AB, Groen NA, et al. 42.
Frequent NF2 gene transcript mutaions in sporadic
meningiomas and vesibular schwannomas. Am J
Hum Genet 1994;54:10-22
Lee JH, Sundaram V, Stein DJ, Kinney SE, Stacey DW, 43.
Golubic M. Reduced expression of schwannomin/
merlin in human sporadic meningiomas.
Neurosur-gery 1997;40(3):578-587
Akagi K, Kurahashi H, Arita N, et al. Deleion map-44.
ping of the long arm of chromosom 22 in human
meningiomas. Int J Cancer 1995;61(2):178-182
Kalamarides M, Niwa-Kawakita M, Leblois H, et al. 45.
NF2 gene inacivaion in arachnoidal cells is rate-limiing for meningioma development in the mouse. Gene Dev 2002;16(9):1060-1065
Begnami MD, Rushing EJ, Sani M, et al. Evalua-46.
ion of NF2 gene delaion in pediatric meningiomas usin g chromogenic in situ hybridizaion. Int J Surg Pathol 2007;15:110
Den Bakker MA, van Tilborg AA, Kros JM, et al. Trun-47.
cated NF2 proteins are not detected in meningiomas
and schwannomas. Neuropathology 2001;21:168
Rutledge MH, Rouleau GA. Role of the neuroibro-48.
matosis type 2 gene in the development of tumors of
the nervous system. Neurosurg Focus 2005;19:E6
Robinson BW, Musk AW, Lake RA. Malignant meso-49.
thelioma. Lancet 2005;366:97
Nunes F, Shen Y, Niida Y, et al. Inacivaion paterns 50.
of NF2 and DAL-1/4.1B (EPB41L3) in sporadic
me-ningioma. Cancer Genet Cytogenet 2005;162:35
van Tilborg AA, Morolli B, Giphart-Gassler M, et al. 51.
Lack of geneic and epigeneic changes in menin-giomas without NF2 loss. J Pathol 2006;208:564
Chang LS, Akhmametyeva EM, Wu Y, et al. Muliple 52.
transcripion iniiaion sites, alternaive splicing, and diferenial polyadenylaion contribute to the complexity of human neuroibromatosis 2 tran-scripts. Genomics 2002;79:63
Trofater JA, MacCollin MM, Ruter JL, et al. A no-53.