BAB 2
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Konsep Usaha Kesehatan Sekolah (UKS) 2.1.1 Pengertian Usaha Kesehatan Sekolah (UKS)
Pengertian kesehatan sebenarnya telah diatur dalam UU No.9 Tahun 1960
tentang pasal-pasal kesehatan. Kesehatan dalam tubuh adalah keadaan yang
meliputi kesehatan badan, rohani (mental) dan sosial dan bukan hanya keadaan
bebas dari penyakit cacat dan kelemahan (Natoadmodjo, 2012). Dalam UU No.23
Tahun 1992 Pasal 45 tentang Kesehatan Sekolah ditegaskan bahwa kesehatan
sekolah diselenggarakan untuk meningkatkan kemampuan hidup sehat peserta
didik dalam lingkungan hidup sehat sehingga pesrta didik dapat belejar, tumbuh
dan kembang secara harmonis dan optimal sehingga dapat menjadikan sumber
daya yang berkualitas (Kemenkes RI, 2011).
Usaha kesehatan sekolah (UKS) merupakan wahana untuk meningkatkan
kemampuan untuk hidup sehat, yang pada gilirannya menghasilkan derajat
kesehatan yang optimal (Depdiknas, 2009). UKS adalah segala usaha yang
dilakukan untuk meningkatkan kesehatan peserta didik pada setiap jalur, jenis dan
jenjang pendidikan mulai dari TK/RA sampai SMA/SMK/MA (Dinkes, 2010).
UKS adalah upaya membina dan mengembangkan kebiasaaan hidup sehat yang
dilakukan secara terpadu melalui program pendidikan dan pelayanan kesehatan.
UKS adalah bagian dari usaha kesehatan pokok yang menjadi beban tugas
UKS merupakan usaha yang dapat dijadikan jalur untuk membantu peserta
didik selama di sekolah secara sadar, berencana, terarah dan bertanggung jawab
dalam lingkup kesehatan.
2.1.2 Tujuan Usaha Kesehatan Sekolah (UKS)
Secara umum tujuan UKS yaitu meningkatkan kemampuan hidup sehat dan
derajat kesehatan peserta didik serta meningkatkan lingkungan yang sehat
sehingga tercapai pertumbuhan dan perkembangan yang optimal dalam upaya
membentuk manusia indonesia yang berkualitas sedangkan tujuan khususnya
adalah untuk memupuk kebiasaan hidup sehat dan mempertinggi derajat
kesehatan anak sekolah yang memiliki pengetahuan dan sehat fisik mental
maupun sosial (Mubarak & Chayatin, 2009).
2.1.3 Sasaran Usaha Kesehatan Sekolah (UKS)
Sasaran pelayanan UKS adalah seluruh peserta didik dari berbagai tingkat
pendidikan sekolah mulai dari taman kanak-kanak, pendidikan dasar, pendidikan
menengah, pendidikan agama, pendidikan kejuruan, dan pendidikan khusus/
sekolah luar biasa (Notoatmodjo, 2012).
UKS untuk sekolah dasar diprioritaskan pada kelas I, III, dan kelas VI
alasannya karena: kelas I merupakan fase penyesuaian dalam lingkungan sekolah
yang baru dan lepas dari pengawasasan orang tua, kemungkinan kontak dengan
berbagai penyebab penyakit lebih besar karena ketidaktahuan dan
ketidakmengertian tentang kesehatan. Disamping itu kelas I adalah saat yang baik
untuk diberikan imunisasi ulangan dan kelas I ini dilakukan penjaringan untuk
mempermudah pengawasan untuk jenjang berikutnya. Kemudian dilaksanakan di
kelas III untuk mengevaluasi hasil pelaksanaan UKS dikelas I dahulu dan
langkah-langkah selanjutnya yang akan dilakukan didalam program pembinaan
UKS serta untuk kelas VI itu sendiri dilakukan dalam rangka mempersiapkan
kesehatan peserta didik ke jenjang pendidikan selanjutnya, sehingga memerlukan
pemeliharaan dan pemeriksaan kesehatan yang cukup (Effendi, 1998).
Sasaran pembinaan dan pengembangan UKS terdiri dari sasaran primer,
sekunder dan tersier. Sasaran primer yaitu peserta didik, sasaran sekunder yaitu
guru, pamong belajar/ tutor orang tua, pengelola pendidikan dan pengelola
kesehatan, serta tim pelaksana UKS disetiap jenjang, dan sasaran tertier yaitu
lembaga pendidikan mulai dari tingkat prasekolah sampai pada sekolah lanjutan
tingkat atas, termasuk satuan pendidikan luar sekolah dan perguruan agama serta
pondok pesantren beserta lingkungannya (Kemenkes Ri, 2011).
2.2 Pelaksanaan Usaha Kesehatan Sekolah (UKS)
Kemdikbud (2012) menyatakan organisasi tim pembinaan dan pelaksana
UKS dilaksanakan secara terpadu dan terkoordinasi berdasarkan keputusan
bersama menteri yang terdiri atas: tim pembina UKS pusat, tim pembina UKS
provinsi, tim pembina UKS kabupaten/ kota, tim pembina UKS kecamatan dan
tim pelaksana UKS di sekolah dan perguruan agama.
Fungsi dari tim pembina UKS pusat adalah sebagai pembantu menteri
dalam melaksanakan pembinaan serta pengembangan UKS dan tugas tim pembina
UKS pusat adalah merumuskan kebijakan, pedoman umum dan standarisasi
pembinaan dan pengembangan UKS, menjalin hubungan kerja dan kementrian
dengan lintas sektor, pihak swasta dan LSM baik di dalam maupun luar negeri
sesuai dengan ketentuan yang berlaku, melaksanakan monitoring dan evaluasi
program pembinaan dan pengembangan UKS secara nasional, melaporkan
pelaksanaan tugas kepada Menteri Pendidikan, dan Kebudayaan, Menteri
Kesehatan, Menteri Agama, dan Menteri Dalam Negeri, melaksanakan
ketatausahaan tim pembina UKS pusat (Kemdikbud, 2012).
Fungsi tim pembina UKS provinsi adalah untuk melaksanakan pembinaan
dan pengembangan UKS di tingkat provinsi serta berfungsi sebagai pembina dan
koordinator program UKS seluruh kabupaten/ kota yang ada di wilayahnya
sedangkan tugas tim pembina UKS provinsi adalah menyusun petunjuk teknis
pelaksanaan UKS, mensosialisasikan kebijakan pembinaan dan pengembangan
UKS, melaksanakan program pembinaan dan pengembangan UKS di provinsi,
menjalin hubungan baik dan kemitraan dengan lintas sektor, pihak swasta dan
LSM baik dalam negeri maupun luar negeri sesuai ketentuan yang berlaku,
melaksanakan monitoring dan evaluasi program pembinaan dan pengembangan
UKS, membuat laporan berkala kepada tim pembina UKS pusat, melaksanakan
ketatausahaan tim pembina UKS provinsi (Kemdikbud, 2012).
Fungsi tim pembina UKS kabupaten/ kota sebagai pembina, koordinator dan
pelaksana program UKS di daerahnya berdasarkan kebijakan yang ditetapkan oleh
pusat, provinsi dan kabupaten/ kota dan tugasnya adalah menyusun petunjuk
teknis UKS, mensosialisasikan kebijakan pembinaan dan pengembangan UKS,
LSM baik didalam maupun luar negeri sesuai ketentuan yang berlaku,
melaksanakan pemantauan dan evaluasi pelaksanaan program pembinaan dan
pengembangan UKS, membuat laporan berkala kepada tim pembina UKS
provinsi, melaksanakan ketatausahaan tim pembina UKS kabupaten/ kota
(Dinkes, 2010).
Fungsi tim pembina UKS kecamatan adalah sebagai pembina, penanggung
jawab dan pelaksanaan program UKS di daerah kerjanya berdasarkan kebijakan
yang ditetapkan tim pembina UKS kabupaten/ kota. Kedudukan petugas
puskesmas di tingkat kecamatan sebagai Tim pembina UKS kecamatan dan
tugasnya adalah untuk membina dan melaksanakan UKS, mensosialisasikan
kebijakan pembinaan dan pengembangan UKS, melaksanakan program
pembinaan dan pengembangan UKS, pemantauan dan evaluasi pelaksanaan
pembinaan dan pengembangan UKS, mengkoordinasikan pelaksanaan program
UKS di wilayahnya sesuai dengan pedoman dan petunjuk tim pembina UKS,
membuat laporan pelaksanaan program pembinaan dan pengembangan UKS
kepada tim pembina UKS kabupaten/ kota, dan melaksanakan ketatausahaan tim
pembina UKS kecamatan (Dinkes, 2010).
Tim pelaksana UKS di sekolah dan perguruan agama berfungsi sebagai
penanggung jawab dan pelaksana program UKS di sekolah dan perguruan agama
berdasarkan prioritas kebutuhan dan kebijakan yang ditetapkan oleh tim pembina
UKS kabupaten/ kota dan tanggung jawabnya adalah melaksanakan tiga program
pokok UKS yang terdidi dari pendidikan kesehatan, pelayanan kesehatan, dan
UKS, menjalin kerjasama dengan orang tua/ komite sekolah, instansi lain dan
masyarakat dalam pelaksanaan kegitan UKS, menyusun program melaksanakan
penilaian/ evaluasi dan menyampaikan laporan kepada tim pembina UKS
kecamatan dan melaksanakan ketatausahaan tim pelaksana UKS di sekolah
(kemdikbud, 2012).
2.3 Program Pembinaan Peserta Didik
Program pembinaan peserta didik dilaksanakan untuk meningkatkan
kemampuan hidup sehat dan meningkatkan derajat kesehatan peserta didik yang
dilakukan sebagai upaya menanamkan prinsip hidup sehat sedini mungkin. Cara
yang paling tepat untuk mengajarkan anak sekolah dalam meningkatkan
kebiasaan berprilaku hidup sehat dan bersih melalui Trias UKS (Dinkes, 2010).
2.3.1 Pendidikan Kesehatan (Health Education In School)
Pendidikan kesehatan adalah usaha untuk menyiapkan peserta didik agar
dapat tumbuh kembang sesuai, selaras, seimbang dan sehat fisik, mental, sosial
maupun lingkungan melalui kegiatan bimbingan, pelajaran/ latihan yang
diperlukan bagi perananya saat ini maupun dimasa mendatang (Efendi, 1998).
Pendidikan kesehatan bagi peserta didik diperoleh melalui kegiatan
kurikuler yang dilaksanakan untuk semua mata pelajaran (khususnya pengetahuan
alam, agama, penjaskes) dan dapat juga dilaksanakan melalui muatan lokal. Pada
SD pelaksanaan diberikan melalui peningkatan pengetahuan, penanaman nilai dan
sikap positif terhadap prinsip hidup sehat dan peningkatan keterampilan dalam
melaksanakan hal yang berkaitan dengan pemeliharaan, pertolongan dan
menjaga kebersihan diri, mengenal pentingnya imunisasi, mengenal makanan
sehat, mengenal bahaya penyakit diare, influenza dan demam berdarah, menjaga
kebersihan lingkungan, membiasakan membuang sampah pada tempatnya,
mengenal cara menjaga kebersihan alat reproduksi, mengenal bahaya merokok
bagi kesehatan, mengenal bahaya minuman keras, mengenal bahaya narkoba,
mengenal cara menolak ajakan menggunakan narkoba, mengenal cara menolak
pelecehan seksual (Dinkes, 2010).
Pelaksanaan pendidikan juga didapat dari kegiatan ekstrakurikuler dengan
tujuan untuk menambah dan menanamkan perilaku sehat, memperluas
pengetahuan, keterampilan siswa yang bermanfaat bagi kehidupan peserta didik.
Kegiatan ekstrakurikuler dalam pendidikan kesehatan diantaranya kegiatan yang
melibatkan peserta didik dan guru misalnya: kerja bakti sosial, lomba yang
berhubungan dengan kesehatan, kader kesehatan sekolah (dokter kecil) dan MPR,
permainan, diskusi, permainan peran dan simulasi, bimbingan hidup sehat,
kegiatan penyuluhan kesehatan, latihan keterampilan dan partisipasi pelayanan
kesehatan (Kemdikbud, 2012).
Program pelaksanaan pendidikan kesehatan mempunyai tujuan agar peserta
memiliki pengetahuan tentang ilmu kesehatan, termasuk cara hidup sehat dan
teratur, memiliki nilai dan sikap positif terhadap prinsip hidup sehat, memiliki
keterampilan dalam melaksanakan hal yang berkaitan dengan pemeliharaan,
pertolongan, dan perawatan kesehatan, memiliki kebiasaan hidup sehari-hari yang
sesuai dengan syarat kesehatan, memiliki kemampuan dan kecakapan (life skills)
termasuk bertambahnya tinggi badan dan berat badan secara harmonis
(proporsional), mengerti dan dapat menerapkan prinsip-prinsip pengutamaan
pencegahan penyakit dalam kaitannya dengan kesehatan dan keselamatan dalam
kehidupan sehari-hari, memiliki daya tangkal terhadap pengaruh buruk dari luar
(narkoba, arus informasi dan gaya hidup yang tidak sehat), dan memiliki tingkat
kesegaran jasmani yang memadai dan derajat kesehatan yang optimal serta
mempunyai daya tahan tubuh yang baik terhadap penyakit (Dinkes, 2010).
Tujuan pendidikan kesehatan bagi para peserta didik dapat tercapai secara
optimal, apabila dalam pelaksanaan hendaknya memperhatikan hal sesuai dengan
tingkat kemampuan dan perbedaan individual. Peserta didik hendaknya terlibat
dalam peran aktif sesuai dengan situasi dan kondisi setempat, selalu mengacu
pada pendidikan kesehatan. Metode yang digunakan dalam proses blajar mengajar
meliputi: kerja kelompok, diskusi/ ceramah, belajar perorangan, pemberian tugas,
tanya jawab dan simulasi (peragaan) (Notoatmodjo, 2012).
2.3.2 Pelayanan Kesehatan (School Health Service)
Pelayanan kesehatan di sekolah adalah upaya peningkatan (promotif),
pencegahan (preventif), pengobatan (kuratif) dan pemulihan (rehabilitatif) yang
dilakukan secara serasi dan terpadu terhadap peserta didik yang pada khususnya
dan warga sekolah pada umumnya dibawah koordinasi pembina UKS dengan
bimbingan teknis dan pengawasan puskesmas setempat (Dinkes, 2010).
Kegiatan peningkatan (promotif) dilaksanakan melalui kegiatan
penyuluhan kesehatan dan latihan keterampilan yang dilaksanakan secara
keterampilan teknis dalam rangka pemeliharaan kesehatan dan pembentukan
peran serta aktif peserta didik dalam pelayanan kesehatan yang terdiri dari dokter
kecil, kader kesehatan remaja, palang merah remaja dan saka bhakti husada/
pramuka, pembinaan sarana keteladanan yang ada di lingkungan sekolah, yaitu
pembinaan warung sekolah sehat dan lingkungan sekolah yang terpelihara serta
bebas dari faktor pembawa penyakit, dan pembinaan keteladanan berperilaku
hidup bersih dan sehat kecacingan (PHBS) (Kemdikbud, 2012).
Kegiatan pencegahan (preventif) dilaksanakan melalui kegiatan peningkatan
daya tahan tubuh, kegiatan pemutusan mata rantai penularan penyakit dan
kegiatan penghentian proses penyakit pada tahap dini sebalum timbul penyakit,
yaitu pemeliharaan kesehatan yang bersifat umum maupun yang bersifat khusus
untuk penyakit-penyakit tertentu misalnya demam berdarah dan muntaber,
penjaringan (screening) kesehatan bagi anak yang baru masuk sekolah,
pemeriksaan berkala kesehatan setiap 6 bulan, mengikuti (memonitor/ memantau)
pertumbuhan peserta didik, imunisasi peserta didik dari kelas I sampai kelas VI di
sekolah dasar dan madrasah, usaha pencegahan penularan penyakit dengan jalan
memberantas sumber infeksi dan pengawasan kebersihan lingkungan sekolah dan
perguruan agama, serta konseling kesehatan remaja di sekolah dan perguruan
agama oleh kader kesehatan sekolah, guru BP, dan guru agama dan puskesmas
oleh dokter puskesmas atau tenaga kesehatan lain (Dinkes, 2010).
Kegiatan penyembuhan dan pemulihan (kuratif dan rehabilitatif) dilakukan
melalui kegiatan mencegah komplikasi dan kecacatan akibat proses penyakit atau
berfungsi optimal, yaitu: diagnosis dini, pengobatan ringan, pertolongan pertama
pada kecelakaan dan pertolongan pertama pada penyakit serta rujukan medik
(Kemdikbud, 2012).
Tujuan pelayanan kesehatan adalah meningkatkan derajat kesehatan peserta
didik dan seluruh warga masyarakat sekolah secara optimal dan secara khususnya
tujuan dari pelayanan kesehatan adalah meningkatkan kemampuan dan
keterampilan melakukan tindakan hidup sehat dalam rangka membentuk perilaku
hidup sehat, meningkatkan daya tahan tubuh peserta didik terhadap penyakit dan
mencegah terjadinya penyakit, kelainan dan cacat serta menghentikan proses
penyakit dan pencegahan komplikasi akibat penyakit/ kelainan pengembalian
fungsi dan peningkatan kemampuan peserta didik yang cedera/ cacat agar dapat
berfungsi optimal (Natoatmodjo, 2012).
Kemdikbud (2012) menyatakan sada beberapa pelayanan kesehatan
diantaranya pelayanan kesehatan di sekolah dan pelayanan kesehatan di
puskesmas. Pelayanan kesehatan di sekolah didelegasikan kepada guru, setelah
ditatar/ dibimbing petugas puskesmas (kegiatan promotif dan preventif) dan
sebagian pelayanan kesehatan hanya boleh dilakukan oleh petugas puskesmas dan
dilaksanakan sesuai waktu yang telah direncanakan. Pelayanan kesehatan di
puskesmas adalah bagi peserta didik yang dirujuk dari sekolah (khusus untuk
kasus yang tidak dapat diatasi oleh sekolah) dengan memiliki buku/ kartu rujukan
sesuai tingkat pelayanan. Tugas dan fungsi puskesmas adalah melaksanakan
pembinaan kesehatan dalam rangka usaha kesehatan sekolah yaitu memberikan
bimbingan teknis medik kepada kepala sekolah dan guru dalam melaksanakan
UKS, memberikan penyuluhan tentang kesehatan dan UKS khususnya kepada
kepala sekolah, guru dan pihak lain, memberikan pelatihan/ penataan kepada guru
UKS dan kader UKS, melakukan penjaringan, pemeriksaan berkala serta rujukan,
memberikan pembinaan dan pelaksanaan konseling dan menginformasikan
kepada kepala sekolah tentang derajat kesehatan dan tingkat kesegaran jasmani
peserta didik dan cara peningkatannya.
2.3.3 Pembinaan Lingkungan Sekolah Sehat
Lingkungan merupakan faktor penunjang dari tumbuh kembang peserta
didik, dikarenakan dari faktor inilah peserta didik dapat menerapkan kebiasaan
dan tingkah lakunya dalam lingkungan. Sekolah merupakan tempat yang tepat
untuk memberikan pengalaman dan pengetahuan dalam pelaksanaan pembinaan
lingkungan sekolah sehat. Lingkungan sekolah sehat merupakan salah satu unsur
penting dalam membina kesehatan sekolah karena lingkungan kehidupan yang
sehat sangat diperlukan untuk meningkatkan kesehatan murid, guru dan pegawai
sekolah serta peningkatan daya serap murid dalam proses belajar mengajar
(Oktaferani, 2013). Pembinaan lingkungan sekolah sehat perlu dilaksanakan
karena lingkungan mempengaruhi kesehatan fisik, mental dan sosial, lingkungan
sekolah yang sehat merupakan kondisi yang mendukung keberhasilan proses
blajar mengajar secara keseluruhan serta tidak terlepas dengan tumbuh kembang
peserta didik (Kemdikbud, 2012).
Effendi (1998) menyatakan program lingkungan sekolah sehat terbagi atas:
penyediaan air yang bersih, pemeliharaan penampungan air bersih, pengadaan dan
pemeliharaan tempat pembuangan sampah, pengadaan dan pemeliharaan air
limbah, pemeliharaan WC/ jamban, pemeliharaan kamar mandi, pemeliharaan
kebersihan dan keterampilan ruang kelas, ruang perpustakaan, ruang
laboratorium, dan ruang ibadah, pemeliharaan kebun sekolah (termasuk
penghijauan sekolah), pengadaaan dan pemeliharaan kantin sekolah, dan
pengadaan serta pemeliharaan pagar sekolah (Dinkes, 2010)
Lingkungan Psikis, yaitu kegiatan memberikan perhatian terhadap
perkembangan peserta didik, memberikan perhatian khusus terhadap anak-anak
didik yang bermasalah, dan membina hubungan kejiwaan antara guru dengan
peserta didik (Efendy, 1998). Menurut Notoatmodjo (2012) lingkungan
psikososial di sekolah meliputi sikap, perasaan, dan nilai dari petugas sekolah.
Iklim psikososial yang positif serta budaya yang baik dapat meningkatkan
pencapaian pendidikan dan moral dari petugas sekolah. Keamanan psikologis,
hubungan interpersonal yang positif, penghargaan atas keberhasilan seseorang
serta lingkungan belajar yang mendukung merupakan seluruh bagian dari
lingkungan psikososial sekolah berwawasan promosi kesehatan (SBPK) harus
menjamin lingkungan psikososial yang positif dengan cara penerapan kebijakan
sekolah yang suportif, merangsang aktivitas kelompok yang mempromosikan
kebersamaan, persahabatan, saling pengertian dan rasa memiliki, penyediaan
kesempatan bagi siswa untuk belajar di lingkungan yang kompetitif dengan
dukungan yang memadai dalam mengahadapi tantangan, pengembangan suasana
(caring), saling percaya dan menjaga kerahasiaan, kerja sama dan belajar aktif
(active learning) di ruang kelas, pendekatan yang memusatkan perhatian pada
siswa (student centered) dan pendekatan berdasarkan keterampilan dalam proses
belajar mengajar, menciptakan situasi beajar yang baik didalam maupun diluar
kelas, memecahkan masalah serta mengambil keputusan, dan komunikasi yang
baik antar siswa dan guru.
Lingkungan mental dan sosial adalah program melalui usaha pemantapan
sekolah sebagai lingkungan pendidikan dengan meningkatkan pelaksanaan konsep
ketahanan sekolah (7K), sehingga terciptanya suasana dan hubungan
kekeluargaan yang akrab dan erat antara sesama warga sekolah. selain
peningkatan pelaksanaan konsep 7K program pembinaan dilakukan dalam bentuk
kegiatan konseling kesehatan, bakti sosial masyarakat sekolah terhadap
lingkungan, perkemahan, pembelajaran, teater, musik, olahraga, kepramukaan,
PMR, dokter kecil, dan kader kesehatan remaja, karnaval, bazaar, lomba (Dinkes,
2010). Menurut Effendy (1998) lingkungan sosial adalah kegiatan membina
hubungan harmonis antara guru dengan guru, guru dengan peserta didik, pesrta
didik dengan peserta didik lainnya dan membina hubungan harmonis antara guru,
murid, karyawan sekolah serta masyarakat sekolah.
Pembinaan lingkungan sekolah sehat kepada peserta didik dilaksanakan
agar dapat menerapkan pentingnya UKS diantaranya dengan melaksanakan
kegiatan kerja bakti kebersihan sekolah secara rutin dan terencana, kerja bakti
dengan lingkungan masyarakat sekitar sekolah, membuang sampah pada
organik dan kompos, tidak mencoret-coret dinding dan bangku, menyiram jamban
sampai bersih sesudah dipakai, mengolah sampah organik menjadi kompos,
membuat pemelihara kapling, kebun sekolah, dan mengikuti kegiatan dinamika
kelompok (wisata, olahraga, dan kesenian) (Dinkes, 2010).
2.4 Masalah Kesehatan yang dapat dikurangi melalui UKS
Delawati 2007 (dalam Masita, 2009) menyatakan bahwa ada masalah
kesehatan yang dapat dicegah dengan pelaksanaan UKS yaitu: sanitasi dan air
bersih, kekerasan dan kecelakaan, masalah kesehatan reproduksi remaja,
kecacingan dan kebersihan diri maupun lingkungan, masalah gizi dan anemia,
imunisasi, merokok, alkohol dan penyalahgunaan narkoba, kesehatan gigi,
penyakit infeksi (malaria, gangguan saluran nafas, HIV/AIDS dan IMS lainnya
serta gangguan kesehatan mental.
2.5 Hasil yang diharapkan dari Program UKS
Effendi (1998) menyatakan hasil yang dapat diharapkan dari terlaksananya
program UKS untuk peserta didik adalah: 1) siswa memiliki pengetahuan, sikap
dan keterampilan untuk melaksanakan hidup sehat dan mampu memecahkan
masalah kesehatan sederhana dengan turut berpartisipasi aktif dalam UKS, RT
dan lingkungan masyarakat, 2) siswa sehat fisik, mental maupun sosial dan siap
untuk menjalani kehidupan keluarga yang sehat sejahtera dan mandiri, 3) siswa
memiliki daya hayat dan daya tangkal terhadap pengaruh buruk pergaulan bebas,
penyalahgunaan napza, kenakalan remaja dan tauran, 4) siswa memiliki
kemampuan untuk mengambil keputusan yang benar untuk menghadapi
keterampilan pemeliharaan dan membina keberhasilan, kelestarian lingkungan
fisik di rumah dan sekolah, 6) siswa mempunyai status kesehatan dan kesegaran
jasmani yang baik, 7) siswa bebas dari penyakit menular dan penyakit seksual,
dan 8) siswa bebas dari kebiasaan merokok, minum alkohol dan menggunakan
napza. Dari segi lingkungan sekolah adalah semua ruangan dan kamar mandi/ WC
dan perkarangan sekolah bersih, tidak ada sampah, serta tersedianya sumber air