• Tidak ada hasil yang ditemukan

Analisis Dimensi dan Kestabilan Pemecah Gelombang Pelabuhan Perikanan Lampulo Banda Aceh

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2019

Membagikan "Analisis Dimensi dan Kestabilan Pemecah Gelombang Pelabuhan Perikanan Lampulo Banda Aceh"

Copied!
40
0
0

Teks penuh

(1)

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

Perlidungan pantai dapat ditimbulkan secara alami oleh pantai maupun dengan bantuan manusia. Perlindungan pantai secara alami dapat berupa dunes maupun karang laut ataupun lamun yang tumbuh secara alami. Sedangkan Perlindungan pantai dengan bantuan manusia dapat berupa struktur bangunan pengaman pantai, penambahan timbunan pasir, maupun penanaman mangrove pada daerah pantai.

Untuk mendukung penelitian, maka dalam bab ini dikemukakan beberapa teori yang diambil dari literatur-literatur yang berhubungan dengan penelitian yang dilaksanakan. Teori-teori yang diuraikan adalah sebagai berikut :

2.1 Lay Out Pelabuhan

Lay Out Pelabuhan merupakan gambar tata letak fasilitas laut seperti dermaga, breakwater dan fasilitas darat seperti kantor, mushola, kantin, gudang dan lain-lain. Suatu lay out pelabuhan pada pelabuhan perikanan dapat memberikan petunjuk tentang keadaan fisik daerah pelabuhan termasuk kegiatan kapal ikan yang beroperasi pada pelabuhan tersebut (Triatmodjo, 2003:45).

(2)

2.2 Angin

Angin adalah udara yang bergerak yang diakibatkan oleh rotasi bumi dan juga karena adanya perbedaan tekanan udara di sekitarnya. Angin bergerak dari tempat bertekanan udara tinggi ke tempat bertekanan udara rendah (http://id.wikipedia.org, 2010). Data angin diperlukan untuk peramalan tinggi, periode dan arah gelombang.

2.2.1 Pembangkitan Gelombang Oleh Angin

Gelombang yang terjadi di lautan dapat dibangkitkan atau diakibatkan oleh berbagai gaya. Beberapa jenis gaya pembangkit gelombang antara lain, gaya gravitasi benda-benda langit, letusan gunung berapi, gempa bumi. Dalam penyusunan Tugas Akhir ini, akan difokuskan pada pembangkitan gelombang oleh angin. Angin yang berhembus di atas permukaan air akan memindahkan energinya ke air.

Kecepatan angin akan menimbulkan tegangan pada permukaan laut, sehingga permukaan air yang semula tenang akan terganggu dan timbul riak gelombang kecil diatas permukaan air. Apabila kecepatan angin bertambah, riak tersebut menjadi semakin besar. Apabila angin berhembus terus pada akhirnya akan terbentuk gelombang. Semakin lama dan semakin kuat angin berhembus semakin besar gelombang yang terbentuk (Triadmodjo, 1999).

2.2.2 Mawar Angin (Wind Rose)

(3)

yang diperoleh berupa data kecepatan angin maksimum harian selama 10 tahun. Data yang diperoleh tersebut selanjutnya dilakukan pengelompokkan berdasarkan arah dan kecepatan. Hasil pengelompokkan (pengolahan) dibuat dalam bentuk tabel atau diagram yang disebut dengan mawar angin atau wind rose seperti pada Gambar 2.1. Dengan tabel atau mawar angin maka karakteristik angin dapat dibaca dengan tepat (Triatmojo, 1999).

Gambar 2.1 Mawar angin (Wind Rose)

2.2.3 Fetch dan Gelombang Signifikan

Fetch adalah panjang keseluruhan suatu daerah pembangkitan gelombang

(4)

Perencanaan bangunan pantai biasanya menggunakan karakteristik gelombang di laut dalam, yang ditetapkan berdasarkan pengukuran gelombang di lapangan atau berdasarkan hasil peramalan gelombang dengan menggunakan data angin dan fetch.

Gambar 2.2 Perhitungan fetch

Fetch dapat didefinisikan sebagai panjang daerah pembangkit gelombang

pada arah datangnya angin. Dalam meninjau pembangkitan gelombang di laut, fetch dibatasi oleh bentuk daratan yang mengelilingi laut.

Pada daerah pembentuk gelombang, gelombang tidak hanya dibangkitkan dalam arah yang sama dengan angin tetapi juga dalam berbagai sudut terhadap arah angin (Triatmodjo, 2003:99). Apabila bentuk pembangkit tidak teratur, maka untuk keperluan peramalan gelombang ditentukan fetch efektif dengan persamaannya adalah sebagai berikut:

(5)

Dimana:

Feff = fetch rerata efektif;

Xi = panjang segmen fetch yang diukur dari titik observasi ke ujung akhir fetch;

𝜃 = deviasi pada kedua sisi dari arah angin, dengan menggunakan pertambahan 6o sampai sebesar 42o pada kedua sisi arah angin.

Gelombang signifikan adalah gelombang individu (individual wave) yang dapat mewakili suatu spektrum gelombang (Triatmodjo, 1999:131). Gelombang yang terjadi di alam tidaklah teratur (acak) dan sangat kompleks, dimana masing-masing gelombang di dalam suatu spectrum (deretan) gelombang mempunyai karakteristik yang berbeda-beda. Dalam kita mempelajari gelombang, kita beranggapan bahwa gelombang itu teratur dan sama karakteristiknya. Asumsi ini hanya untuk memudahkan kita untuk dapat mempelajari karakteristiknya. Maka dari itu gelombang alam harus dianalisis secara statistik (Triatmodjo, 1999). Analisis statistik gelombang diperlukan untuk mendapatkan beberapa karakteristik gelombang (Triatmodjo, 1999), yaitu:

1. Gelombang representatif (gelombang signifikan) 2. Probabilitas kejadian gelombang

3. Gelombang ekstrim

(6)

dari suatu pencatatan diurutkan dari nilai tertinggi hingga nilai terendah atau sebaliknya, maka akan dapat ditentukan nilai dari tinggi gelombang signifikan (Hs), dengan s merupakan rerata dari n persen gelombang tertinggi yang telah diurutkan. Dengan bentuk seperti itu akan dapat dinyatakan karakteristik gelombang alam dalam bentuk gelombang tunggal.

Misalnya H10 rerata dari 10% gelombang tertinggi dari pencatatan

gelombang yang telah diurutkan. Bentuk yang paling banyak dipakai adalah H33

atau rerata dari 33% gelombang tertinggi dari pencatatan gelombang yang telah diurutkan. Karena sering dipakai maka H33 sering disebut sebagai tinggi

gelombang signifikan (H33 = Hs). Cara yang sama juga dapat diterapkan untuk

menentukan Ts atau periode gelombang signifikan (Triatmodjo, 1999).

2.3 Gelombang

Gelombang di laut dapat dibedakan menjadi beberapa macam yang tergantung pada gaya pembangkitnya. Gelombang tersebut adalah gelombang angin (gelombang yang dibangkitkan oleh tiupan angin), gelombang pasang surut (gelombang yang dibangkitkan oleh gaya tarik benda-benda langit terutama gaya tarik matahari dan bulan terhadap bumi), gelombang tsunami (gelombang yang terjadi akibat letusan gunung berapi atau gempa didasar laut), gelombang kecil (misalkan gelombang yang dibangkitkan oleh kapal yang bergerak), dan sebagainya (Triatmodjo, 1999).

(7)

dimensi, dan bentuknya yang random (Triatmodjo, 1999). Ada beberapa teori dengan berbagai tingkat kekomplekannya dan ketelitian untuk menggambarkan fenomena gelombang di alam, diantaranya adalah teori airy, teori Stokes, teori Gerstner, teori Mich, teori knoidal, dan teori tunggal. Teori gelombang airy

adalah teori gelombang kecil, sedangkan teori yang lain adalah teori gelombang amplitudo terbatas (finite amplitude waves).

Dari berbagai teori diatas, teori gelombang Airy adalah teori yang paling sederhana. Teori gelombang Airy sering disebut teori gelombang linier atau teori gelombang amplitudo kecil (Triatmodjo, 1999). Berdasarkan kedalaman relatifnya, yaitu perbandingan antara kedalaman laut (d) dan panjang gelombang (L). maka gelombang diklasifikasikan menjadi tiga (Triadmodjo, 1999) yaitu:

1. Gelombang di laut dangkal (shallow water)  d/L ≤ 1/20

 tanh (2πd/L) ≈ (2πd/L)

 C = √gd

 L = T √gd

2. Gelombang di laut transisi (transitional water)  1/20 < d/L < ½

(8)

3. Gelombang di laut dalam (deep water)  d/L ≤ 1/20

 tanh (2πd/L) ≈ (2πd/L)

 C = C0 = √gd

 L = L0 = T √gd

Keterangan:

d/L = Kedalaman relative;

C = Cepat rambat gelombang (m); L = Panjang gelombang (m); G = Gravitasi 9,81 m/dt2; T = Periode gelombang (dt).

2.3.1 Deformasi Gelombang

Deformasi gelombang adalah suatu perubahan sifat gelombang yang terjadi pada saat ada gelombang bergerak merambat menuju ke pantai. Apabila suatu deretan gelombang bergerak dari laut dalam menuju pantai, maka gelombang tersebut akan mengalami deformasi atau perubahan bentuk yang disebabkan oleh proses refraksi dan pendangkalan gelombang, difraksi, refleksi, dan gelombang pecah (Triatmodjo, 1999).

(9)

2.3.2 Analisa Gelombang

Pengetahuan akan gelombang sangat penting dalam perencanaan pelabuhan dan bangunan pelindung pantai. Tergantung dari kegunaan pelabuhan, tinggi gelombang dan kecepatan arus. Gelombang dilaut dapat dibedakan menjadi beberapa macam tergantung gaya yang mengakibatkan. Gaya-gaya tersebut dapat berupa angin, gaya tarik matahari dan bulan (pasang surut), tsunami akibat letusan gunung berapi atau gempa, gaya akibat kapal dan sebagainya.

Menurut Triatmodjo (1999:154), untuk pekerluan perencanaan bangunan pantai sering dilakukan peramalan gelombang berdasarkan data angin. Pemakaian data angin untuk keperluan peramalan gelombang dilakukan mengingat kurangya kegiatan pengumpulan data gelombang di Indonesia, karena disebabkan mahalnya peralatan pencatat gelombang disamping resiko hilang atau rusaknya peralatan cukup besar. Gelombang dapat menimbulkan energi untuk membentuk pantai, menimbulkan arus dan transport sedimen dalam arah tegak lurus di sepanjang pantai, serta menyebabkan gaya-gaya yang bekerja pada bangunan pantai. Gelombang merupakan factor utama dalam penentuan tata letak (lay out) pelabuhan, alur pelayaran dan perencanaan suatu konstruksi bangunan pantai (Febriansyah, 2012).

2.3.3 Prediksi Gelombang

(10)

kecepatan dan arah mata angin dianalisis distribusi arahnya yang kemudian digambarkan sesuai dengan arah mata angin, untuk mendapatkan arah tiupan angin yang dominan Hasil dari persentase arah tiupan angin yang dominan akan digunakanuntuk perncanaan gelombang. Data angin yang di peroleh adalah data angin dari pengukuran di darat, oleh karena itu data inharus di transfer menjadi data angin laut sehingga dapat digunakan sebagai analisis prediksi gelombang. Rumus yang aka digunakan sebgai berikut:

UL = (𝑈𝑍𝑧)x (U10) ……….. (2.2)

Uw = RL . UL ..…..……….. (2.3)

UA = 0,71 . Uw1,23 ....……….. (2.4)

di mana:

[U10]L = kecepatan angin pada ketinggian 10 m di atas tanah (knot);

Uz = kecepatan angin yang di ukur pada elevasi Z m di atas tanah (knot);

Z = ketinggian alat ukur di atas tanah (m); Uw = kecepatan angin di laut (m/det);

UA = kecepatan seret angin (m/det);

RL = hubungan kecepatan angin laut dan angin darat.

(11)

akan terbentuk gelombang. Semakin lama dan semakin kuat angin berhembus, semakin besar gelombang yang terbentuk (Triadmodjo, 1999).

Tinggi dan periode gelombang yang dibangkitkan dipengaruhi oleh kecepatan angin (U), lama hembusan angin (D), fetch (F) dan arah angin. Pada umumnya pengukuran angin dilakukan didaratan, sedangkan di dalam rumus- rumus pembangkitan gelombang, data angin yang digunakan adalah yang ada di atas permukaan laut. Oleh karena itu diperlukan transformasi data angin diatas daratan (yang terdekat dengan lokasi studi) ke data angin di atas permukaan laut (Triadmodjo, 1999). Hubungan antara angin diatas laut dan angin diatas daratan terdekat diberikan oleh persamaan berikut:

RL = 𝑈𝑊

𝑈𝐿 ……….……….(2.5)

di mana:

UL = Kecepatan angin yang diukur di darat (m/dt);

Uw = Kecepatan angin di laut (m/dt);

R = Nilai koreksi hubungan kecepatan angin di darat dan dilaut.

(12)

Gambar 2.3 Merupakan hasil dari pengamatan yang dilakukan di Great Lake, Amerika Serikat di peroleh gambar yang menghubungkan antara kecepatan angin di laut dan didarat. Nilai UA digunakan untuk menghitung besarnya

gelombang dan periode gelombang yang terjadi.

Rumus peramalan gelombang yang ditentukan berdasarkan pernyataan berikut (Anonim, 1984), tinggi dan periode gelombang dapat dicari dengan menggunakan rumus :

Tinggi gelombang (H)

1,616 x 10-2x (UA x Fetch0,5) ……… (2.6)

Periode gelombang (T)

6,238 x 10-1x ((UA x Fetch)1/3) ………..(2.7)

di mana:

UA = tegangan angin (m/det);

F = panjang fetch (m).

2.3.4 Refraksi Gelombang

Refraksi gelombang adalah perubahan bentuk pada gelombang akibat adanya perubahan kedalaman laut. Di laut dalam, gelombang menjalar tanpa dipengaruhi dasar laut, akan tetapi di laut transisi dan laut dangkal, dasar laut mempengaruhi bentuk gelombang (Triatmodjo, 1999).

(13)

terhadap tinggi dan arah gelombang serta distribusi energi gelombang di sepanjang pantai. Besarnya nilai refraksi dihitung dengan rumus:

LO = 1,56 x T2 ……….(2.8)

Lo = panjang gelombang di laut dalam (m); Kr = koefisien refraksi;

Ks = koefisien shoaling;

𝛼0 = sudut datang gelombang di laut dalam dan garis pantai (o);

(14)

Co = cepat rambat gelombang di laut dalam (m/det);

L = panjang gelombang di pantai (m);

C1 = cepat rambat gelombang di pantai (m/det);

T = periode gelombang (det); H1 = tingi gelombang (m).

Perubahan arah gelombang akibat refraksi akan menghasilkan konvergensi (penguncupan) atau divergensi (penyebaran) energi gelombang dan mempengaruhi energi gelombang yang terjadi di suatu tempat di daerah pantai (Triatmodjo, 1999). Seperti yang terlihat pada Gambar 2.4.

Gambar 2.4 Refraksi gelombang

(15)

Pada lokasi 1, garis orthogonal gelombang mengincup sedangkan di lokasi 2 garis orthogonal menyebar. Karena energi diantara kedua garis orthogonal adalah konstan sepanjang lintasan, berarti energi gelombang tiap satuan lebar di lokasi 1 adalah lebih besar dari pada di lokasi 2 (karena jarak antar garis orthogonal di lokasi 1 lebih kecil dari pada jarak antar garis orthogonal di laut dalam dan jarak antar garis orthogonal di lokasi 2 lebih besar dari pada jarak antar garis orthogonal di laut dalam). Misal akan direncanakan suatu dermaga pelabuhan, maka lokasi 2 akan lebih cocok dari pada lokasi 1, karena bangunan-bangunan yang direncanakan akan menahan energi gelombang yang lebih kecil (Triatmodjo, 1999).

2.3.5 Refleksi Gelombang

Refleksi gelombang adalah suatu fenomena ketika suatu gelombang datang mengenai atau membentur suatu rintangan (misal: ujung dermaga), maka gelombang tersebut akan di pantulkan sebagian ataupun seluruhnya. Tinjauan refleksi gelombang sangat penting di dalam perencanaan bangunan pantai. Suatu bangunan pantai yang mempunyai sisi miring dan terbuat dari batu akan bisa menyerap energi gelombang lebih banyak dibandingkan dengan bangunan tegak dan masif.

Pada bangunan vertikal, halus, dan berdinding tidak permeable, gelombang akan di pantulkan seluruhnya (Triatmodjo, 1999). Besar kemampuan suatu bangunan memantulkan gelombang diberikan oleh koefisien refleksi (X), yaitu perbandingan antara tinggi gelombang refleksi (Hr) dengan tinggi gelombang datang (Hi).

X = 𝐻𝑟

(16)

di mana :

X = koefisien refleksi;

Hr = tinggi gelombang refleksi;

Hi = tinggi gelombang datang.

Koefisien refleksi bangunan diperkirakan berdasarkan tes model. Koefisien refleksi berbagai tipe bangunan diberikan pada Tabel 2.1 berikut ini:

Tabel 2.1 Koefisien refleksi (Triatmodjo, 1999)

Tipe bangunan X

Dinding vertikal dengan puncak di atas air 0.7 - 1.0 Dinding vertikal dengan puncak terendaml 0.5 - 0.7

Tumpukan batu sisi miring 0.3 - 0.6

Tumpukan blok beton 0.3 - 0.5

Bangunan vertikal dengan peredam energi (diberi lubang) 0.02 - 0.2

2.3.6 Difraksi Gelombang

(17)

Apabila tidak terjadi difraksi gelombang, daerah di belakang rintangan akan tenang. Namun, karena adanya proses difraksi, maka daerah tersebut terpengaruh oleh gelombang dating. Transfer energi ke daerah terlindung menyebabkan terbentuknya gelombang di daerah tersebut, meskipun tidak sebesar gelombang di luar daerah terlindung (Triatmodjo, 1999). Dalam hal ini dapat dilihat pada Gambar 2.5 yang menunjukkan terjadinya difraksi gelombang.

Gambar 2.5 Difraksi gelombang (Triadmodjo, 1999)

2.3.7 Gelombang Pecah

Gelombang yang menjalar dari laut dalam menuju pantai mengalami perubahan bentuk karena adanya pengaruh perubahan kedalaman laut. Pengaruh kedalaman laut mulai terasa pada kedalaman lebih kecil dari setengah kali panjang gelombang. Di laut dalam profil gelombang adalah sinusoidal, semakin menuju ke perairan yang lebih dangkal puncak gelombang semakin tajam dan lembah gelombang semakin datar.

(18)

oleh kemiringannya, yaitu perbandingan antara tinggi dan panjang gelombang. Gelombang pecah biasanya terjadi di daerah pantai di mana kecepatan gelombang akan menurun karena perubahan kedalaman perairan. Tinggi gelombang dapat dihitung dengan rumus dibawah ini:

H’O = tinggi gelombang laut dalam ekivalen (m);

db = kedalaman air pada saat gelombang pecah (m); db

Hb = didapat dari grafik kedalaman gelombang pecah; m = kemiringan dasar laut;

(19)

Terdapat beberapa jenis gelombang pecah yaitu surging, plunging, dan spilling. Semua jenis tersebut dibedakan oleh dasar perairan tempat pecahnya gelombang pecah dapat dibedakan menjadi tiga tipe berikut ini:

1. Spilling

Spilling biasanya terjadi apabila gelombang dengan kemiringan kecil menuju ke pantai yang datar (kemiringan kecil). Gelombang mulai pecah pada jarak yang cukup jauh dari pantai dan pecahnya terjadi berangsur-angsur. Buih terjadi pada puncak gelombang selama mengalami pecah dan meninggalkan suatu lapis tipis buih pada jarak yang cukup panjang. Gelombang ini lebih sering terjadi, dimana kemiringan dasarnya lebih kecil sekali, oleh karena itu reaksinya lebih lambat, sangat lama dan biasanya digunakan untuk berselancar. Spilling berhubungan dengan gelombang yang curam yang dihasilkan oleh lautan ketika timbul badai.

2. Plunging

Apabila kemiringan gelombang dan dasar bertambah, gelombang akan pecah dan puncak gelombang akan memutar dengan massa air pada puncak gelombang akan terjun ke depan. Energi gelombang pecah dihancurkan dalam turbulensi, sebagian kecil di pantulkan pantai ke laut, dan tidak banyak gelombang baru terjadi pada air yang lebih dangkal.

3. Surging

(20)

Gambar 2.6 Penentuan tinggi gelombang pecah

2.3.8 Gelombang Rencana dan Periodenya

Dalam perencanaan bangunan pantai, frekuensi gelombang-gelombang besar merupakan salah satu faktor yang mempengaruhinya. Untuk menentukan gelombang dengan periode ulang tertentu dibutuhkan data gelombang dalam jangka waktu pengukuran cukup panjang (beberapa tahun). Data tersebut bisa berupa data pengukuran gelombang atau data gelombang hasil prediksi (peramalan) berdasarkan data angin (Triatmodjo, 1999).

(21)

HS = Σ H𝑛Si ………(2.25)

HS(T) = tinggi gelombang signifikan untuk periode ulang T tahun (m);

HS = tinggi gelombang signifikan rata-rata (m);

S = standar deviasi (m);

N = jumlah data;

YTR,𝑆𝑛, 𝑌𝑛 = parameter statistik, (Tabel 2.2, 2.3, 2.4).

Pemilihan periode ulang gelombang ditentukan berdasarkan pada tingkat kerusakan yang ditimbulkan oleh gelombang tersebut (CERC (b), 1984:7-212). Tingkat kerusakan yang diizinkan berkisar antara 0% s/d 30% dan dihitung dengan rumus sebagai berikut :

𝐻

𝐻𝐷=0 = K ………….……….. (2.29)

di mana :

H = tinggi gelombang yang dapat mengakibatkan kerusakan tertentu (m); HD=0 = tinggi gelombang dengan tingkat kerusakan 0-5% (m);

K = koefisien kerusakan (Tabel 2.4).

(22)

Tabel 2.2 Hubungan Yn dengan besarnya sampel (n) (Soemarto, 1985 : 149)

Tabel 2.3 Hubungan Sn dengan besarnya sampel (n) (Soemarto, 1985 : 149)

n 0 1 2 3 4 5 6 7 8 9

2.3.9 Gelombang yang Terjadi di Pantai

(23)

2.3.10 Gelombang Disain

Gelombang disain yang digunakan sebagai acuan perencanaan breakwater ditentukan dengan membandingkan antara nilai db dengan nilai Hpantai. Sebelum

menentukan tinggi gelombang desain yang akan di pakai, maka terlebih dahulu di hitung gelombang pecah dari arah utara dan arah timur laut.

Dari hasil perhitungan keduanya dibandingkan ketinggian gelombang dengan gelombang desain. Nilai terkecil dari kedua nilai tersebut digunakan sebagai tinggi gelombang perencanaan (Hd), hal ini berdasarkan asumsi apabila

nilai Hpantai lebih besar dari Hpecah maka nilai Hd tidak pernah tercapai karena

gelombang karena gelombang telah pecah (Triatmodjo, 2003:88).

2.4 Fluktuasi Muka Air Laut

Elevasi muka air laut merupakan parameter sangat penting di dalam perencanaan bangunan pantai. Beberapa proses alam yang terjadi dalam waktu yang bersamaan membentuk variasi muka air laut dengan periode panjang. Proses tersebut meliputi tsunami, gelombang badai (Storm surge), kenaikan muka air karena gelombang (wave set up),

(24)

Gambar 2.7 Wave set up dan wave set down

2.4.1 Pasang Surut

Pasang surut adalah fluktuasi (naik turunnya) muka air laut karena adanya gaya tarik benda-benda di langit, terutama bulan dan matahari terhadap massa air laut di bumi. Gaya tarik menarik antara bulan dengan bumi lebih mempengaruhi terjadinya pasang surut air laut daripada gaya tarik menarik antara matahari dengan bumi, sebab gaya tarik bulan terhadap bumi nilainya 2,2 kali lebih besar daripada gaya tarik matahari terhadap bumi. Hal ini terjadi karena meskipun massa bulan lebih kecil dari pada massa matahari, akan tetapi jarak bulan terhadap bumi jauh lebih dekat dari pada jarak bumi terhadap matahari (Triatmodjo, 1999).

2.4.2 Naiknya Muka Air Karena Angin (Wind Set Up)

(25)

Kenaikan muka air laut pada suatu daerah yang disebabkan oleh badai dapat dilihat pada Gambar 2.8.

Gambar 2.8 Kenaikan muka air laut karena badai

2.4.3 Kenaikan Elevasi Muka Air Laut Karena Pemanasan Global (Sea Level Rise)

Efek rumah kaca menyebabkan bumi menjadi panas, sehingga dapat dihuni kehidupan. Disebut efek rumah kaca karena kemiripannya dengan apa yang terjadi dalam sebuah rumah kaca ketika matahari bersinar. Sinar matahari yang masuk melalui atap dan dinding kaca menghangatkan ruangan di dalamnya sehingga suhu menjadi lebih tinggi daripada di luar. Hal ini disebabkan karena kaca menghambat sebagian panas untuk keluar (kaca sebagai penangkap panas). Di bumi, efek rumah kaca dihasilkan oleh gas-gas tertentu dalam jumlah kecil di atmosfer (disebut gas rumah kaca).

(26)

sehingga mengakibatkan kenaikan muka air laut. Di dalam perencanaan bangunan pantai, kenaikan muka air laut yang disebabkan oleh pemanasan global ini harus diperhitungkan (Triatmodjo, 1999). Hal ini dapat dilihat pada Gambar 2.9 yang menunjukkan perkiraan dari kenaikan muka air laut akibat pemanasan global.

Gambar 2.9 Perkiraan kenaikan muka air laut karena pemanasan global

Gambar diatas memberikan perkiraan besarnya kenaikan muka air laut dari tahun 1990 sampai 2100 yang disertai perkiraan batas atas dan batas bawah. Grafik tersebut didasarkan pada anggapan bahwa suhu bumi meningkat seperti yang terjadi saat ini, tanpa ada tindakan untuk mengatasinya.

2.5 Pemecah Gelombang (Breakwater)

(27)

Pada prinsipnya, pemecah gelombang dibuat sedemikian rupa sehingga mulut pelabuhan tidak menghadap ke arah gelombang dan arus dominan yang terjadi di lokasi pelabuhan. Gelombang yang dating dengan membentuk sudut terhadap garis pantai dapat menimbulkan arus sepanjang pantai. Kecepatan arus yang besar ini dapat mengangkut sedimen dasardan membawanya searah dengan arus tersebut. Hal ini dapat menyebabkan pendangkalan. Hal-hal yang harus diketahui dalam perencanaan pemecah gelombang antara lain adalah tata letak, penentuan kondisi perencanaan, dan seleksi tipe struktur yang akan digunakan.

Gambar 2.10 Breakwater rubble mound

(28)

1. Berfungsi sebagai pelindungi kolam perairan pelabuhan yang terletak dibelakangnya dari serangan gelombang yang dapat mengakibatkan terganggunya aktivitas di perairan pelabuan baik pada saat pasang, badai maupun peristiwa alam lainya di laut.

2. Gelombang yang menjalar mengenai suatu bangunan peredam gelombang sebagian energinya akan dipantulkan (Refleksi), sebagian diteruskan (Transmisi) dan sebagian dihancurkan (Dissipasi) melalui pecahnya gelombang, kekentalan fluida, gesekan dasar dan lain-lainnya.

3. Pembagian besarnya energi gelombang yang dipantulkan, dihancurkan dan diteruskan tergantung karakteristik gelombang datang (periode, tinggi, kedalaman air), tipe bangunan peredam gelombang dan geometrik bangunan peredam (kemiringan, elevasi, dan puncak bangunan).

4. Berkurangnya energi gelombang di daerah terlindung akan mengurangi pengiriman sedimen di daerah tersebut. Maka pengiriman sedimen sepanjang pantai yang berasal dari daerah di sekitarnya akan diendapkan dibelakang bangunan. Pantai di belakang struktur akan stabil dengan terbentuknya endapan sediment tersebut.

2.5.1 Jenis-jenis Pemecah Gelombang (Breakwater Rubble Mound)

Berdasarkan bentuknya, pemecah gelombang dapat dibedakan menjadi 3 (tiga) macam:

1. Pemecah gelombang sisi tegak

(29)

dukung besar dan tahan terhadap erosi. Bisa dibuat dari blok-blok beton massa yang disusun secara vertical, caisson beton, turap beton, atau baja. Adapun syarat yang harus diperhatikan tinggi gelombang maksimum rencana harus ditentukan dengan baik.

2. Pemecah gelombang sisi miring

Dibuat dari tumpukan batu alam yang dilindungi oleh lapis pelindung berupa batu besar atau beton dengan ukuran tertentu. Bersifat fleksibel. Kerusakan yang terjadi karena serangan gelombang tidak secara tiba-tiba.

3. Pemecah Gelombang Campuran

Pemecah gelombang tipe ini dibuat apabila kedalaman air sangat besar dan tanah dasar tidak mampu menahan beban dari pemecah gelombang sisi tegak.

Tabel 2.5 Keuntungan dan kerugian dari ketiga tipe pemecah gelombang

Tipe Keuntungan Keugian

Breakwater sisi miring

1. Elevasi puncak bangunan

rendah 1. Jumlah material besar

2. Gelombang refleksi kecil 2. Pelaksanaan pekerjaan lama

3. Kerusakan berangsur-angsur 3. Lebar dasar besar

4. Perbaikan mudah 4. Kemungkinan rusak pada

saat pelaksanaan

3. Luas perairan lebih besar 3. Elevasi puncak bangunan

tinngi 4. Sisi dalm bisa digunakan

sebagai dermaga 4. Perlu Caisson yang luas

5. Biaya perawatan kecil 5.Jika rusak sulit diperbaiki

6. Erosi kaki pondasi

7. Diperlukan peralatan berat

Breakwater campuran

1. Pelaksanaan cepat 1. Mahal

2. Luas perairan pelabuhan luas 2. Perlu tempat pembuatan

caisson

(30)

2.5.2 Kriteria Desain Pemecah Gelombang (Breakwater)

Pengaman pantai dengan menggunakan bangunan pelindung pantai memerlukan desain yang tepat dan efektif agar diperoleh kegunaan secara optimal. Parameter-parameter yang penting dalam desain dan perencanaan suatu bangunan pengaman pantai seperti tinggi gelombang rencana, keadaan topografis perairan, fungsi dan tujuan pengamanan. Sehingga pemahaman dan aplikasi yang tepat akan sangat mendukung untuk tercapainya desain yang optimal baik secara teknis maupun ekonomis. Beberapa aspek pekerjaan yang harus diperhatikan dalam perencanaan sebuah system pemecah gelombang (breakwater) adalah sebagai berikut:

1. Layout breakwater

Orientasi dari breakwater terhadap gelombang dan area yang akan diproteksi sangatlah menentukan keberhasilan fungsi dari breakwater, dan sejauh mana sistem breakwater akan berpengaruh terhadap lingkungan sekitar.

2. Pengaruh breakwater terhadap topografi sekitar

Profil alami daerah pantai merupakan keseimbangan alami dari aksi gelombang laut, supply sedimentasi dan bentuk topografi pantai. Pembangunan breakwater akan merubah keseimbangan tersebut yang bisa berpengaruh kepada daerah yang diproteksi breakwater dan daerah disekitarnya.

3. Harmonisasi dengan lingkungan sekitar

(31)

sejauh mana sistem breakwater akan berpengaruh terhadap lingkungan sekitar. Ketenangan air yang dihasilkan oleh breakwater disisi lain juga mengurangi sirkulasi air di daerah yang dinaunginya. Pada banyak kasus, terjadi penurunan kualitas air yang signifikan. Yang pada akhirnya menurunkan kualitas hidup diperairan tersebut. Pada sisi landscaping, bahkan pembangunan breakwater tertentu dapat merusak keindahan dan keterpaduan antara komponen lingkungan.

4. Konsisi desain

Orientasi dari breakwater terhadap gelombang dan area yang akan diproteksi sangatlah menentukan keberhasilan fungsi dari breakwater dan sejauh mana system breakwater akan berpengaruh terhadap lingkungan sekitar. Harmonisasi dengan lingkungan sekitar, ketenangan air yang dihasilkan oleh breakwater di sisi lain.

5. Parameter perhitungan

Parameter yang diperlukan dalam perhitungakan desain breakwater diantaranya:

 Arah bengkel: Angin merupakan salah satu unsure pembentuk gelombang.

 Level pasang surut: Keadaan pasang surut termasuk menentukan tinggi dari BW.

(32)

2.5.3 Breakwater Susunan Batu (Rubble Mound)

Breakwater susunan batu (rubble mounds) adalah breakwater yang terdiri

dari tumpukan atau susunan batu alam, dimana pada perhitungan elevasi dan lebar puncak pemecah gelombangnya tergantung pada limpasan (overtopping) yang diizinkan. Air yang melimpasi puncak breakwater akan mengganggu ketenangan air pada kola pelabuahan. Elevasi puncak bangunan dihitung berdasarkan kanaikan (run up) gelombang seperti pada Gambar 2.11 yang tergantung pada karakteristik gelombang, kemiringan bangunan, kekerasan lapis puncak dan porositas.

Gambar 2.11 Run up gelombang (Triatmodjo, 2003:139)

(33)

kedalaman air pada kaki bangunan, kemiringan dasar laut di depan bangunan dan karakteristik gelombang. Karena banyaknya variable yang berpengaruh, maka besarnya run up dapat didekati dengan bilangan Irribaren, seperti berikut:

Ir = 𝑡𝑎𝑛𝜃

(𝐻𝑜/𝐿𝑜)0.5 ………...……….(2.30)

di mana :

Ir = bilangan irribaren;

𝜃 = sudut kemiringan sisi pemecah gelombang (O); Ho = tinggi gelombang di lokai bangunan (m);

Lo = panjang gelombang di laut dalam (m).

Pada waktu gelombang menghantam suatu bangunan, maka gelombang tersebut akan mengalami run up pada permukaan bangunan. Run up sangat penting untuk perencanaan suatu bangunan pantai. Karena pada saat gelombang menuju bangunan yang ada di pantai ada beberapa factor yang terjadi pada bangunan tersebut salah satunya adalah factor tekanan gelombang yang menghantam bangunan tersebut yang berpengaruh pada kestabilan. Adapun run up yang terjadi dapat dilihat pada Gambar 2.12 (Triatmodjo, 2003:139).

ds

Titik run up maksimum

RcosØ h

H’O

(34)

2.5.4 Perencanaan Kemiringan Breakwater

Kemiringan suatu breakwater rubble mound direncanakan dengan mengacu kepada nomogram (Kramadibrata, 1985:186) yang memberikan hubungan antara berat batu dengan tinggi gelombang seperti pada Gambar 2.13.

Gambar 2.13 Nomogram kemiringan susunan batu (Kramadibrata, (1985:139)

2.5.5 Perhitungan Berat Batu Pelindung

Berat batu pelindung dari suatu pemecah gelombang susunan batu (rubble mound) dapat dihitung dengan menggunakan rumus empiris sebagai berikut (Triatmodjo, 2003:133):

Untuk lapis pertama (W)

W = 𝛾𝑟 𝐻3

𝐾𝐷(𝑆𝑟−1)𝑐𝑜𝑡𝜃 ...………(2.31)

Untuk pelindung lapis kedua (W2)

(35)

Untuk pelindung bawah pertama (W3)

0,1W – 0,003W …..………..(2.33)

Untuk pelindung bawah kedua (W4)

0,005W ……….………….(2.34)

Untuk lapis inti (W5)

2,5 x 10-4 W – 1,67 x 10-4 W ………..(2.35)

di mana :

W = berat batu lapis luar (ton);

𝛾𝑟 = berat jenis batu, 𝛾𝑟 = 2,65 ton/m3; H = tinggi gelombang rencana (m); KD = koefisien stabilitas;

Sr = 𝛾𝛾𝑟

𝑤

𝛾𝑤 = berat jenis air laut, 𝛾𝑤 =1,03 ton/m3;

𝜃 = sudut talud bangunan pelindung (O).

2.5.6 Perhitungan Ukuran (Gradasi) Batu Pelindung

Ukuran (gradasi) batu pelindung untuk tiap lapisan pada breakwater susunan batu (rubble mound) menurut Hudson dan Jackson (Tritmodjo, 2003:136) dapat dihitung dengan menggunakan rumus empiris berikut:

Untuk lindung lapis pertama (W1)

0,75W – 1,25W ………..(2.36)

(36)

0,75W – 1,25W ………..(2.37)

Untuk pelindung bawah pertama (W3)

0,70W – 1,30W ….………..(2.38)

Untuk pelindung bawah kedua (W4)

0,005W – 1,50W .……….(2.39)

Untuk lapis inti (W5)

0,30W – 1,70W ...….………..(2.40)

2.5.7 Perhitungan Tebal Lapsisan

Tebal lapisan dihitung berdasarkan jumlah minimal lapisan batu dan parameter dari batu (Triatmodjo, 2003:138). Tebal lapisan dihitung dengan rumus sebagai berikut:

t = n.𝑘(w/𝛾𝑟)13 ………….………(2.41)

di mana:

t = tebal lapis (m); n = jumlah lapis;

𝑘∆ = Koefisien lapis (Lampiran A.5).

2.5.8 Perhitungan Lebar Puncak dan Jumlah Butir Batu

(37)

B = n.𝑘(w/𝛾𝑟)13 ………(2.42) W = berat butir batu pelindung (ton);

𝛾𝑟 = berat jenis batu pelindung (𝛾𝑟= 2,65 ton/m3).

2.5.9 Perhitungan Pelindung Kaki

Menurut (Triatmodjo, 2003:136) pelindung kaki suatu breakwater susunan batu (rubble mound) minimal adalah 3m atau dapat dihitung dengan

(38)

2.5.10 Perhitungan Tinggi Gelombang

Tinggi breakwater dapat dihitung dengan menggunakan rumus empiris sebagai berikut (Triatmodjo, 2003:143):

Hst = d + HWL + Ru + 0,5 ………..(2.46)

di mana :

Hst = tinggi bangunan pemecah gelombang (m);

HWL = elevasi muka air tertinggi (m);

d = kedalaman laut di lokasi perencanaan (m); Ru = Run up (m).

2.5.11 Analisa Stabilitas Breakwater Rubble Mound

(39)

γtanah = berat jenis tanah (t/m3);

γw = berat jenis laut 1,03 (t/m3);

𝛾𝑟 = berat jenis batu 2,65 (t/m3);

∅ = sudut geser tanah (o);

D = kedalaman konstruksi breakwater (m); B = lebar breakwater (m);

L = panjang breakwater (m) W = berat konstruksi sendiri (t/m3); A = luas penampang konstruksi (t/m3).

Stabilitas breakwater rubble mound sangat dipengaruhi oleh gaya gelombang yang menyebabkan susunan batuan menjadi terguling atau bergeser. Persamaan yang digunakan untuk menghitung stabilitas sebagai berikut:

SF = 𝑄𝑢𝑙𝑡

𝑊 > 2 ………..(2.50)

di mana :

W = berat konstruksi sendiri (t/m3);

2.6 Faktor Kerusakan Breakwater

(40)

Gambar

Gambar 2.1 Mawar angin (Wind Rose)
Gambar 2.2 Perhitungan fetch
Gambar 2.3 Hubungan kecepatan angin dilaut dan didarat (Triadmodjo, 1999)
Gambar 2.4 Refraksi gelombang
+7

Referensi

Dokumen terkait

Hasil: Berdasarkan penelitian yang dilakukan didapatkan hasil bahwa tidak ada hubungan antara faktor-faktor yang berhubungan dengan kejadian KPD pada ibu bersalin tahun

Untuk Persada Swalayan (Jl. MT Haryono), proporsi pengguna dan pelanggar jalan tidaklah berbeda secara signifikan. Tata guna lahan pada daerah ini adalah kawasan

Setiap orang yang terdapat sebagai penulis pada naskah tersebut telah berkontribusi substansi dan intelektual dengan ini menyatakan memberikan persetujuan untuk

Sebagai seorang mahasiswa muslim, mereka harus memiliki pandangan dunia yang mencerminan keyakinannya sebagai muslim tetapi tetap bisa berdialog dengan berbagai

game,software).. pertama kali pada tahun 2003 dan merupakan tahapan lanjutan dalam evolusi menuju mobile multi media communication. Dengan EDGE, operator selular

Bedasarkan data dari penelitian, diduga bahwa pola makan tinggi lemak dapat menjadi faktor risiko dari seseorang yang mempunyai kadar kolesterol yang tinggi, karena menurut

Dari pembahasan pada penelitian dapat diambil kesimpulan bahwa dengan menggunakan graf dapat ditemukan suatu algoritma pewarnaan titik yang digunakan untuk menyusun