• Tidak ada hasil yang ditemukan

Pengaruh Penambahan Tepung Bit Merah dan Hasil Parutan Bit Merah dalam Pembuatan Biskuit Terhadap Kandungan Gizi dan Cita Rasanya

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2016

Membagikan "Pengaruh Penambahan Tepung Bit Merah dan Hasil Parutan Bit Merah dalam Pembuatan Biskuit Terhadap Kandungan Gizi dan Cita Rasanya"

Copied!
120
0
0

Teks penuh

(1)

PENGARUH PENAMBAHAN TEPUNG BIT MERAH DAN HASIL PARUTAN BIT MERAH DALAM PEMBUATAN BISKUIT

TERHADAP KANDUNGAN GIZI DAN CITA RASANYA

SKRIPSI

OLEH:

WINDA MELISA BR GINTING NIM.091000019

FAKULTAS KESEHATAN MASYARAKAT UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

(2)

PENGARUH PENAMBAHAN TEPUNG BIT MERAH DAN HASIL PARUTAN BIT MERAH DALAM PEMBUATAN BISKUIT

TERHADAP KANDUNGAN GIZI DAN CITA RASANYA

SKRIPSI

Diajukan sebagai salah satu syarat Untuk memperoleh gelar Sarjana Kesehatan Masyarakat

OLEH:

WINDA MELISA BR GINTING NIM.091000019

FAKULTAS KESEHATAN MASYARAKAT UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

(3)
(4)

ABSTRAK

Bit merah (Beta vulgaris L) sangat layak untuk dipertimbangkan dalam menunjang diversifikasi pangan. Untuk mendukung program diversifikasi pangan, perlu diperkenalkan hasil olahan bit merah untuk mendapatkan alternatif makanan baru. Bit merah cukup berpotensi sebagai sumber zat gizi karena mengandung sejumlah zat gizi makro maupun zat gizi mikro. Salah satu olahan yang dapat dibuat dari bit merah yaitu biskuit, sehingga dapat menambah keanekaragaman biskuit yang telah ada di pasaran.

Penelitian ini merupakan penelitian eksperimen pembuatan biskuit dengan penambahan tepung bit merah dan hasil parutan bit merah sebesar 20%. Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui pengaruh penambahan tepung bit merah dan hasil parutan bit merah terhadap kandungan gizi dan cita rasa biskuit. Kandungan gizi yang meliputi fosfor, kalsium dan zat besi ditentukan dengan analisis SSA

(Spektrofotometri Serapan Atom). Sementara itu, kandungan energi, karbohidrat, protein dan lemak dihitung berdasarkan DKBM (Daftar Komposisi Bahan Makanan). Analisis organoleptik yang meliputi aroma, warna, rasa, dan tekstur biskuit ditentukan dengan menggunakan skala hedonik.

Hasil penelitian menunjukkan bahwa kandungan fosfor, kalsium dan zat besi lebih tinggi dibandingkan dengan biskuit tanpa penambahan bit merah. Biskuit penambahan tepung bit merah memiliki kandungan fosfor 129,73 mg, kalsium 91,26 mg, dan zat besi 3,95 mg sementara itu, biskuit penambahan hasil parutan bit merah memiliki kandungan fosfor 91,53 mg, kalsium 65,81 mg dan zat besi 3,11 mg. Berdasarkan perhitungan DKBM (Daftar Komposisi Bahan Makanan) biskuit penambahan tepung bit merah memiliki kandungan energi, karbohidrat, dan lemak yang lebih tinggi, sementara itu biskuit penambahan hasil parutan bit merah hanya kandungan lemak yang tinggi.

Hasil uji organoleptik menunjukkan bahwa biskuit dengan penambahan parutan bit merah disukai panelis baik dari segi aroma, warna, rasa, maupun tekstur dibandingkan dengan penambahan tepung bit merah. Berdasarkan analisis sidik ragam, penambahan tepung bit merah dan hasil parutan bit merah memberi pengaruh yang berbeda nyata terhadap aroma, rasa, dan tekstur.

Disarankan kepada masyarakat agar dapat menjadikan biskuit bit sebagai makanan alternatif. Juga, perlu dilakukan penelitian dalam pemanfaatan bit merah untuk penganekaragaman makanan lainnya.

(5)

ABSTRACT

Beetroot (Beta vulgaris L) is significantly suitable to consider in supporting the food diversification. To support food diversification need to be introduced products beetroot to get a new food alternatives. Beetroot is potential as a source of nutrients, as well of its macro and micro nutrients contents. One of processed that can be made from beetroot that is biscuit that can be kind of biscuit on the market.

This study was the experiment of making biscuit with the addition beetroot flour and beetroot grated for 20%. The purpose of this experimental study to find influence the addition beetroot flour and beetroot grated of nutrients composition and flavor of biscuit. Nutrients composition of phosphorus, calsium, and iron based on the analysis of AAS (Atomic Absorption Spectrophotometry). Meanwhile, composition of calorie, carbohydrates, proteins and fats calculation based of DKBM (Lisf of Food Composition). For organoleptic test including aroma, color, flavor and texture of biscuit was conducted through hedonic scale.

The result of this experiment showed that composition of phosphorus, calsium and iron higher than the biscuit without addition of beetroot. Biscuit beetroot flour have content of phosphorus 129,73 mg, calsium 91,26 mg, and iron 3,95 mg meanwhile biscuit beetroot grated have content of phosphorus 91,53 mg, calsium 65,81 mg and iron 3,11 mg. Based on calculation of DKBM (List of Food Composition), showed that the biscuit beetroot flour has highest content of energy, carbohydrate, and fat, meanwhile the biscuit beetroot grated only content of fat that high.

The result of organoleptic test show that biscuit by beetroot grated of 20% more preferred by the panelists in terms of aroma, color, flavor and texture than the addition flour beetroot. Based on the analysis of variance, the addition of beetroot flour and beetroot grated brought a significant influence on aroma, flavor,and texture of biscuit.

It is recommended for people to take beetroot biscuit as alternative food. Also, it is necessary to research the use of beetroot for other foods diversification.

Keyword : biscuit, beetroot, nutrient composition, flavor.

(6)

Nama : Winda Melisa Br. Ginting Tempat/Tanggal Lahir : Kabanjahe / 28 Agustus 1991 Jenis Kelamin : Perempuan

Agama : Islam

Anak ke : 1 dari 1 bersaudara

Status Perkawinan : Belum Menikah

Alamat Rumah : Jl. Muli Br. Sebayang No. 7B Kabanjahe

Riwayat Pendidikan :

1. Tahun 1996-1997 : TK Dewi Sartika Kabanjahe 2. Tahun 1997-2003 : SD Negeri No. 040447 Kabanjahe 3. Tahun 2003-2006 : SMP Negeri 1 Kabanjahe

4. Tahun 2006-2009 : SMA Negeri 1 Tiga Panah

(7)

KATA PENGANTAR

Puji dan syukur penulis ucapkan kepada Allah SWT karena atas segala rahmat dan karunia-Nya lah sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi yang berjudul

“Pengaruh Penambahan Tepung Bit Merah dan Hasil Parutan Bit Merah dalam Pembuatan Biskuit Terhadap Kandungan Gizi dan Cita Rasanya”, guna memenuhi salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Kesehatan Masyarakat.

Selama penyusunan skripsi mulai dari awal hingga akhir selesainya skripsi ini penulis banyak mendapat bimbingan, dukungan, serta bantuan dari berbagai pihak. Oleh karena itu dalam kesempatan ini penulis mengucapkan terima kasih yang sebesar-besarnya kepada:

1. Bapak Dr. Drs. Surya Utama, M.S, selaku Dekan Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Sumatera Utara (FKM USU).

2. Bapak Prof. Dr. Ir. Albiner Siagian, M.Si, selaku Ketua Departemen Gizi Kesehatan Masyarakat Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Sumatera Utara

.

3. Ibu Dr. Ir. Evawany Yunita Aritonang, M.Si, selaku Dosen Pembimbing I skripsi sekaligus sebagai Ketua Penguji yang telah banyak meluangkan waktu, tulus, dan sabar memberikan bimbingan, pengarahan, dukungan, nasihat, serta arahan kepada penulis dalam penyelesaian skripsi ini.

(8)

pengarahan, dukungan, serta arahan kepada penulis dalam penyelesaian skripsi ini.

5. Ibu Ernawati Nasution, SKM, M.Kes, selaku dosen penguji II yang telah banyak memberikan masukan serta saran-saran kepada penulis dalam perbaikan skripsi ini serta memberikan dukungan dan bimbingan selama penulis menjalani pendidikan.

6. Ibu Ir. Etti Sudaryati, MKM, Ph.D, selaku dosen penguji III yang telah banyak memberikan masukan serta saran-saran kepada penulis dalam perbaikan skripsi ini serta memberikan dukungan dan bimbingan selama penulis menjalani pendidikan.

7. Ibu Eka Lestari Mahyuni, SKM, M.Kes, selaku dosen Pembimbing Akademik yang memberikan dukungan dan saran-saran serta membimbing selama penulis menjalani pendidikan.

8. Bapak Al’hamra, sebagai Kepala Laboratorium Makanan dan Minuman Balai Riset dan Standarisari Industri Medan (BARISTAND) yang telah memberikan izin memperoleh data-data yang mendukung penulis dalam menyelesaikan penelitian.

9. Bapak Marihot Samosir S.T, yang telah sabar memberikan masukan, saran-saran serta membantu penulis dalam segala urusan administrasi.

(9)

11.

Teristimewa untuk kedua orang tua tercinta, Bapak (M. Ginting) dan Mamak (R. Br. Tarigan), yang telah banyak memberikan yang terbaik bagi penulis, setia

mendampingi, selalu senantiasa memberikan do’a, kasih sayang, semangat, dan

dukungan kepada penulis selama ini.

12. Mami (R. Br. Kacaribu), Mama (J. Tarigan), Kak Irma Debora Tarigan, Dek Eyke Natalia Tarigan dan Dean Teopilus Tarigan, serta seluruh keluarga yang

telah memberikan do’a dan semangat selama ini.

13. Keluarga Cemara (Adelina Irmayani Lubis, Andi Yusri Rangkuti SKM, Dewi Juliatin SKM, Dwi Putri S.N, Fadilah Ismy SKM, Ilham Khairi, Rahma Fazrina SKM, Rizqiana Halim), kalian adalah keluarga kecilku yang selalu setia disaat suka maupun duka, terima kasih buat do’a, semangat dan dukungannya.

14. Teman seperjuangan Nurwahyu Utami SKM, Yati Oktaviani SKM, dan teman-temanku di Departemen Gizi Kesehatan Masyarakat, kak Angela, kak Fitra, kak Lamria, kak Icha, kak Tami, Anggi, Atina, Christi, Devi, Etha, Puput, Rahmi, Santi, Suli, Vella, dan kepada teman-teman stambuk 2009 dan semua pihak yang tidak dapat disebutkan satu persatu yang telah banyak membantu,

memberikan semangat, dukungan, dan do’a kepada penulis selama ini.

(10)

Penulis menyadari masih banyak kekurangan dalam penulisan skripsi ini. Untuk itu penulis mengharapkan kritik dan saran yang membangun dari semua pihak dalam rangka penyempurnaan skripsi ini. Akhir kata penulis berharap skripsi ini dapat bermanfaat terutama untuk kemajuan ilmu pengetahuan.

Medan, Juni 2013

(11)

DAFTAR ISI

3.3. Prosedur Pelaksanaan Eksperimen ... 26

3.3.1. Tempat dan Waktu Penelitian... 26

3.3.2. Bahan ... 26

3.3.3. Alat ... 28

3.3.4. Tahapan Penelitian ... 29

(12)

BAB IV HASIL PENELITIAN ... 43 4.1. Karakteristik Biskuit dengan Penambahan Tepung Bit .

Merah dan Hasil Parutan Bit Merah ... 43 4.2. Deskriptif Panelis ... 44 4.3. Analisis Organoleptik Aroma Biskuit dengan ...

Penambahan Tepung Bit Merah dan Hasil Parutan Bit

Merah... ... 44 4.4. Analisis Organoleptik Warna Biskuit dengan ...

Penambahan Tepung Bit Merah dan Hasil Parutan Bit

Merah ... 46 4.5. Analisis Organoleptik Rasa Biskuit dengan ...

Penambahan Tepung Bit Merah dan Hasil Parutan

Bit Merah ... 47 4.6. Analisis Organoleptik Tekstur Biskuit dengan ...

Penambahan Tepung Bit Merah dan Hasil Parutan ...

Bit Merah ... 49 4.7. Perhitungan Zat Gizi Biskuit dengan Penambahan ...

Tepung Bit Merah dan Hasil Parutan Bit Merah ... 51 4.8. Analisis Kandungan Mineral Biskuit dengan ...

Penambahan Tepung Bit Merah dan Hasil Parutan ...

Bit Merah ... 54 BAB V PEMBAHASAN ... 56 5.1. Karakteristik Biskuit yang Dihasilkan ... 56 5.2. Tingkat Kesukaan Panelis terhadap Aroma Biskuit ...

dengan Penambahan Tepung Bit Merah dan Hasil ...

Parutan Bit Merah ... 56 5.3. Tingkat Kesukaan Panelis terhadap Warna Biskuit ...

dengan Penambahan Tepung Bit Merah dan Hasil ...

Parutan Bit Merah ... 57 5.4. Tingkat Kesukaan Panelis terhadap Rasa Biskuit

dengan Penambahan Tepung Bit Merah dan Hasil ...

Parutan Bit Merah ... 59 5.5. Tingkat Kesukaan Panelis terhadap Tekstur Biskuit ...

dengan Penambahan Tepung Bit Merah dan Hasil ...

Parutan Bit Merah ... 60 5.6. Kandungan Zat Gizi Biskuit dengan Penambahan ...

Tepung Bit Merah dan Hasil Parutan Bit Merah ... Berdasarkan Perhitungan DKBM (Daftar Komposisi ...

Bahan Makanan ... 61 5.7. Hasil Analisis Kandungan Mineral Biskuit dengan ...

Penambahan Tepung Bit Merah dan Hasil Parutan Bit .

(13)

BAB VI KESIMPULAN DAN SARAN ... 64 6.1. Kesimpulan ... 64 6.2. Saran... ... 65 DAFTAR PUSTAKA

(14)

DAFTAR TABEL

Tabel 2.1. Klasifikasi Ilmiah Tanaman Bit ... 8

Tabel 2.2. Komposisi Kimia Bit ... 11

Tabel 2.3. Syarat Mutu Biskuit Menurut SNI 01-2973-1992 ... 11

Tabel 2.4. Kandungan Gizi Biskuit dengan Berbagai Variasi Penambahan Tepung Pisang Kepok per 100 gram ... 13

Tabel 2.5. Komposisi Gizi Biskuit Ubi Jalar Orange dalam 100 gram ... 13

Tabel 2.6. Kandungan Zat Gizi Biskuit dengan Penambahan Berbagai ... Variasi Tepung Wortel per 100 gram ... 14

Tabel 3.1. Jumlah Pemakaian Bahan yang Digunakan dalam Pembuatan .. Biskuit Hasil Modifikasi Resep... 27

Tabel 3.2. Tingkat Penerimaan Konsumen ... 35

Tabel 3.3. Interval Persentase Dan Kriteria Kesukaan ... 40

Tabel 3.4. Daftar Analisis Sidik Ragam ... 40

Tabel 4.1 Karakteristik Biskuit dengan Penambahan Tepung Bit Merah .. dan Hasil Parutan Bit Merah ... 43

Tabel 4.2. Hasil Analisis Organoleptik Aroma Biskuit... 44

Tabel 4.3. Hasil Analisa Sidik Ragam terhadap Aroma... 45

Tabel 4.4. Hasil Uji Ganda Duncan terhadap Aroma... 46

Tabel 4.5. Hasil Analisis Organoleptik Warna Biskuit ... 46

Tabel 4.6. Hasil Analisa Sidik Ragam terhadap Warna ... 47

Tabel 4.7. Hasil Analisis Organoleptik Rasa Biskuit ... 48

Tabel 4.8. Hasil Analisa Sidik Ragam terhadap Rasa ... 49

Tabel 4.9. Hasil Uji Ganda Duncan terhadap Rasa ... 49

Tabel 4.10. Hasil Analisis Organoleptik Tekstur Biskuit ... 50

Tabel 4.11. Hasil Analisa Sidik Ragam terhadap Tekstur ... 51

Tabel 4.12. Hasil Uji Ganda Duncan Tekstur ... 51

Tabel 4.13. Kandungan Gizi Biskuit dengan Penambahan Tepung Bit ... Merah dan Hasil Parutan Bit Merah Berdasarkan ... Perhitungan DKBM (Daftar Komposisi Bahan Makanan ... 53

(15)

DAFTAR GAMBAR

Gambar 2.1. Kerangka Konsep Penelitian ... 23

Gambar 3.1. Diagram Alir Proses Pembuatan Tepung Bit ... 29

Gambar 3.2. Diagram Alir Proses Pemarutan Bit Merah ... 30

Gambar 3.3. Diagram Alir Proses Pembuatan Biskuit ... 33

Gambar 4.1 Biskuit dengan Penambahan Tepung Bit Merah dan Hasil... Parutan Bit Merah ... 43

Gambar 4.2. Histogram Hasil Analisis Organoleptik Aroma Biskuit ... 45

Gambar 4.3. Histogram Hasil Analisis Organoleptik Warna Biskuit ... 47

Gambar 4.4. Histogram Hasil Analisis Organoleptik Rasa Biskuit ... 48

Gambar 4.5. Histogram Hasil Analisis Organoleptik Tekstur Biskuit... 50

(16)

DAFTAR LAMPIRAN

Lampiran 1. Surat Keterangan Telah Selesai Melakukan Penelitian Lampiran 2. Formulir Uji Organoleptik

Lampiran 3 Rekapitulasi Data Skor Hasil Penilaian Organoleptik Panelis terhadap Aroma Biskuit dengan Penambahan Tepung Bit Merah dan Hasil Parutan Bit Merah

Lampiran 4. Rekapitulasi Data Skor Hasil Penilaian Organoleptik Panelis terhadap Warna Biskuit dengan Penambahan Tepung Bit Merah dan Hasil Parutan Bit Merah

Lampiran 5. Rekapitulasi Data Skor Hasil Penilaian Organoleptik Panelis terhadap Rasa Biskuit dengan Penambahan Tepung Bit Merah dan Hasil Parutan Bit Merah

Lampiran 6. Rekapitulasi Data Skor Hasil Penilaian Organoleptik Panelis terhadap Tekstur Biskuit dengan Penambahan Tepung Bit Merah dan Hasil Parutan Bit Merah

Lampiran 7. Kandungan Gizi Biskuit dengan Penambahan Tepung Bit Merah dan Hsil Parutan Bit Merah Berdasarkan Perhitungan DKBM (Daftar Komposisi Bahan Makanan)

(17)

ABSTRAK

Bit merah (Beta vulgaris L) sangat layak untuk dipertimbangkan dalam menunjang diversifikasi pangan. Untuk mendukung program diversifikasi pangan, perlu diperkenalkan hasil olahan bit merah untuk mendapatkan alternatif makanan baru. Bit merah cukup berpotensi sebagai sumber zat gizi karena mengandung sejumlah zat gizi makro maupun zat gizi mikro. Salah satu olahan yang dapat dibuat dari bit merah yaitu biskuit, sehingga dapat menambah keanekaragaman biskuit yang telah ada di pasaran.

Penelitian ini merupakan penelitian eksperimen pembuatan biskuit dengan penambahan tepung bit merah dan hasil parutan bit merah sebesar 20%. Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui pengaruh penambahan tepung bit merah dan hasil parutan bit merah terhadap kandungan gizi dan cita rasa biskuit. Kandungan gizi yang meliputi fosfor, kalsium dan zat besi ditentukan dengan analisis SSA

(Spektrofotometri Serapan Atom). Sementara itu, kandungan energi, karbohidrat, protein dan lemak dihitung berdasarkan DKBM (Daftar Komposisi Bahan Makanan). Analisis organoleptik yang meliputi aroma, warna, rasa, dan tekstur biskuit ditentukan dengan menggunakan skala hedonik.

Hasil penelitian menunjukkan bahwa kandungan fosfor, kalsium dan zat besi lebih tinggi dibandingkan dengan biskuit tanpa penambahan bit merah. Biskuit penambahan tepung bit merah memiliki kandungan fosfor 129,73 mg, kalsium 91,26 mg, dan zat besi 3,95 mg sementara itu, biskuit penambahan hasil parutan bit merah memiliki kandungan fosfor 91,53 mg, kalsium 65,81 mg dan zat besi 3,11 mg. Berdasarkan perhitungan DKBM (Daftar Komposisi Bahan Makanan) biskuit penambahan tepung bit merah memiliki kandungan energi, karbohidrat, dan lemak yang lebih tinggi, sementara itu biskuit penambahan hasil parutan bit merah hanya kandungan lemak yang tinggi.

Hasil uji organoleptik menunjukkan bahwa biskuit dengan penambahan parutan bit merah disukai panelis baik dari segi aroma, warna, rasa, maupun tekstur dibandingkan dengan penambahan tepung bit merah. Berdasarkan analisis sidik ragam, penambahan tepung bit merah dan hasil parutan bit merah memberi pengaruh yang berbeda nyata terhadap aroma, rasa, dan tekstur.

Disarankan kepada masyarakat agar dapat menjadikan biskuit bit sebagai makanan alternatif. Juga, perlu dilakukan penelitian dalam pemanfaatan bit merah untuk penganekaragaman makanan lainnya.

(18)

ABSTRACT

Beetroot (Beta vulgaris L) is significantly suitable to consider in supporting the food diversification. To support food diversification need to be introduced products beetroot to get a new food alternatives. Beetroot is potential as a source of nutrients, as well of its macro and micro nutrients contents. One of processed that can be made from beetroot that is biscuit that can be kind of biscuit on the market.

This study was the experiment of making biscuit with the addition beetroot flour and beetroot grated for 20%. The purpose of this experimental study to find influence the addition beetroot flour and beetroot grated of nutrients composition and flavor of biscuit. Nutrients composition of phosphorus, calsium, and iron based on the analysis of AAS (Atomic Absorption Spectrophotometry). Meanwhile, composition of calorie, carbohydrates, proteins and fats calculation based of DKBM (Lisf of Food Composition). For organoleptic test including aroma, color, flavor and texture of biscuit was conducted through hedonic scale.

The result of this experiment showed that composition of phosphorus, calsium and iron higher than the biscuit without addition of beetroot. Biscuit beetroot flour have content of phosphorus 129,73 mg, calsium 91,26 mg, and iron 3,95 mg meanwhile biscuit beetroot grated have content of phosphorus 91,53 mg, calsium 65,81 mg and iron 3,11 mg. Based on calculation of DKBM (List of Food Composition), showed that the biscuit beetroot flour has highest content of energy, carbohydrate, and fat, meanwhile the biscuit beetroot grated only content of fat that high.

The result of organoleptic test show that biscuit by beetroot grated of 20% more preferred by the panelists in terms of aroma, color, flavor and texture than the addition flour beetroot. Based on the analysis of variance, the addition of beetroot flour and beetroot grated brought a significant influence on aroma, flavor,and texture of biscuit.

It is recommended for people to take beetroot biscuit as alternative food. Also, it is necessary to research the use of beetroot for other foods diversification.

Keyword : biscuit, beetroot, nutrient composition, flavor.

(19)

BAB I PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang

Indonesia merupakan daerah tropis yang kaya akan hasil sumber daya alam. Salah satu hasilnya adalah sayuran. Seperti yang kita ketahui sayuran merupakan salah satu sumber pangan yang begitu penting untuk dikonsumsi oleh masyarakat, karena kandungan gizi pada sayuran sendiri sudah terbukti berperan penting dalam menunjang kesehatan tubuh.

Untuk hidup sehat, makanan yang kita konsumsi harus mengandung zat gizi, seperti karbohidrat, protein, lemak, vitamin dan mineral. Zat gizi vitamin dan mineral banyak dikandung oleh sayuran dan buah-buahan. Sayuran merupakan bahan pangan yang mudah didapatkan di berbagai tempat. Hanya saja, masih banyak orang yang tidak suka mengonsumsinya dengan berbagai alasan. Padahal dengan kandungan vitamin dan mineralnya yang begitu lengkap serta bervariasi, sayuran merupakan bahan pangan yang sangat penting bagi kita. Selain kandungan vitamin dan mineralnya, sayuran juga banyak mengandung serat yang melancarkan pencernaan (Novary,1997).

(20)

makanan yang dikonsumsi sehingga dapat meningkatkan status gizi masyarakat (Almatsier, 2011).

Salah satu sayuran yang mempunyai potensi untuk dikembangkan di Indonesia adalah bit. Pemilihan bit merah sebagai bahan penambahan karena bit merah merupakan salah satu jenis sayuran yang mempunyai banyak manfaat bagi kesehatan. Menurut Wirakusumah (2007) beberapa nutrisi yang terkandung dalam umbi bit antara lain, vitamin A, B, C. Selain vitamin, umbi bit juga merupakan sumber mineral seperti fosfor, kalsium dan zat besi. Selain itu, kandungan zat gizi lain yang terkandung dalam umbi bit adalah serat atau fiber jenis selulosa yang dapat membantu mengatasi gangguan kolesterol.

Tanaman umbi bit dengan nama latin Beta vulgaris L termasuk kedalam famili Chenopodiaceae.Tanaman bit ini biasanya dimanfaaatkan sebagai pewarna alami makanan karena mengandung senyawa betalain yang membuat daging umbi bit berwarna merah keunguan ataupun sering juga dikonsumsi sebagai sari buah. Walaupun sudah diolah menjadi sari buah namun terkadang tidak semua masyarakat menyukai bit, karena rasa bit sedikit langu dan masih ada tercium aroma tanah.

Menurut Badan Pusat Statistik (2010) perkembangan sektor holtikultura sayuran dari tahun 2007-2009 mengalami pasang surut karena minat masyarakat menanam sayuran tergantung permintaan pasar dan harga jual petani yang juga tidak pernah stabil. Pada 2008 hingga 2010, produksi sayuran mencapai 1,145 juta ton.

(21)

kelompok ekonomi dan kelompok umur. Menurut Moehji (2000) biskuit sering dikonsumsi oleh anak balita, anak usia sekolah, dan orang tua, yang biasa dikonsumsi sebagai makanan selingan atau makanan bekal. Harga biskuit yang terjangkau oleh berbagai kelompok ekonomi juga menjadi satu alasan mengapa biskuit banyak disukai oleh masyarakat.

Menurut SNI (1992), biskuit merupakan jenis kue kering yang dibuat dari adonan keras, berbentuk pipih, bila dipatahkan penampang potongannya bertekstur padat, dapat berkadar lemak tinggi atau rendah. Konsumsi rata-rata kue kering di kota besar dan pedesaan di Indonesia 0,40 kg/kapita/tahun.

Secara umum bahan pembuatan biskuit adalah tepung terigu. Karena biasanya dibuat dari tepung terigu, biskuit hanya mengandung zat gizi makro seperti karbohidrat, protein dan lemak dan sedikit mengandung zat gizi lainnya seperti zat fosfor, kalsium dan zat besi. Oleh karena itu, dengan adanya teknologi fortifikasi diharapkan biskuit tidak lagi sekedar makanan ringan yang mengandung zat gizi makro saja. Melalui penambahan tepung bit merah dan hasil parutan bit merah dalam pembuatan biskuit diharapkan dapat meningkatkan kandungan gizi biskuit, terlebih terhadap kandungan mineral seperti, zat besi, kalsium, dan fosfor.

(22)

tambahan dalam pembuatan makanan yang sudah dikenal oleh masyarakat, salah satunya adalah biskuit. Dalam hal ini, penambahan tepung bit merah dan hasil parutan bit merah merupakan salah satu bentuk pengolahan makanan tambahan atau jajanan yang dimana dapat memberi sumbangan zat gizi yang dibutuhkan.

Penetapan perbandingan sebesar 20% dilakukan karena peneliti telah melakukan penelitian pendahuluan sebelum melakukan penelitian ini. Berdasarkan hasil penelitian pendahuluan, apabila persentase terlalu besar akan menghasilkan adonan biskuit yang sulit dicetak. Berdasarkan beberapa penelitian yang telah dilakukan menunjukan penambahan bit dalam berbagai jenis pangan menunjukkan peningkatan kandungan vitamin dan mineral pada makanan tersebut. Lily Yenawaty (2011) melakukan penelitian dalam rangka penggunaan bit yang dimanfaatkan sebagai pewarna alami pada mie dan menunjukkan bahwa kandungan vitamin A, C dan khususnya antioksidan lebih tinggi jika dibandingkan dengan mie pada umumnya.

(23)

tepung limbah tahu sebagai salah satu pengembangan produk inovatif yang bergizi tinggi dalam upaya pemenuhan gizi masyarakat.

Berdasarkan hasil penelitian yang telah dilakukan diatas, peneliti mencoba memanfaatkan tepung bit merah dan hasil parutan bit merah dalam pembuatan biskuit.

Hal ini menarik untuk diteliti dalam sebuah penelitian yang berjudul

”Pengaruh Penambahan Tepung Bit Merah dan Hasil Parutan Bit Merah dalam

Pembuatan Biskuit terhadap Kandungan Gizi dan Cita Rasanya”.

1.2. Rumusan Masalah

Rumusan masalah dalam penelitian ini adalah “Apakah ada pengaruh penambahan tepung bit merah dan hasil parutan bit merah dalam pembuatan biskuit

terhadap kandungan gizi dan cita rasanya”.

1.3. Tujuan Penelitian

1.3.1. Tujuan Umum

Mengetahui pengaruh penambahan tepung bit merah dan hasil parutan bit merah dalam pembuatan biskuit terhadap kandungan gizi dan cita rasanya.

1.3.2. Tujuan Khusus

1. Mengetahui pengaruh penambahan bit merah dalam bentuk tepung dan hasil parutannya terhadap cita rasa biskuit yang dilihat dari indikator aroma.

(24)

3. Mengetahui pengaruh penambahan bit merah dalam bentuk tepung dan hasil parutannya terhadap cita rasa biskuit yang dilihat dari indikator rasa.

4. Mengetahui pengaruh penambahan bit merah dalam bentuk tepung dan hasil parutannya terhadap cita rasa biskuit yang dilihat dari indikator tekstur.

5. Mengetahui kandungan zat gizi biskuit. 1.4. Manfaat Penelitian

1. Memberikan informasi kepada masyarakat tentang penganekaragaman suatu produk dari bit yang selama ini hanya dikonsumsi sebagai sayuran.

2. Sebagai salah satu usaha penganekaragaman pengolahan pangan agar tidak cepat rusak.

(25)

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Bit (Beta vulgaris L)

Spesies liar bit diyakini berasal dari sebagian wilayah Mediterania dan Afrika Utara dengan penyebaran kearah timur hingga wilayah barat India dan ke arah barat sampai Kepulauan Kanari dan pantai barat Eropa yang meliputi Kepulauan Inggris dan Denmark. Teori yang ada sekarang menunjukkan bahwa bit segar mungkin berasal dari persilangan B vurgaris var. maritime (bit laut) dengan B . patula. Spesies liar sekerabatnya adalah B. atriplicifolia dan B.macrocarpa. Awalnya, bit merah mungkin adalah jenis yang terutama digunakan sebagai sayuran daunan, dan ketertarikan menggunakan umbinya terjadi kemudian, mugkin setelah tahun 1500. (Rubatzky,1998).

Umbi bit adalah salah satu bahan pangan yang berwarna merah keunguan. Pigmen yang memengaruhi warna merah keungunan pada bit adalah pigmen betalain

yang merupakan kombinasi dari pigmen ungu betacyanin dan pigmen kuning

betaxanthin. Kandungan pigmen pada bit diyakini sangat bermanfaat mencegah penyakit kanker, terutama kanker kolon. Sebuah penelitian yang pernah dilakukan membuktikan bahwa bit berpotensi sebagai penghambat mutasi sel pada penderita kanker (Astawan, 2008).

(26)

sangat efisien dan menyebabkan tanaman agak toleran terhadap kekeringan (Rubatzky, 1998).

Bit hanya dapat tumbuh dengan baik di dataran tinggi dengan ketinggian lebih dari 1.000 dpl, terutama bit merah. Akan tetapi jenis bit putih dapat ditanam pada daerah dengan ketinggian 500 dpl. Walaupun dapat tumbuh, namun bit yang ditanam di dataran rendah tidak mampu membentuk umbi (Sunarjono, 2004).

Tanaman bit dapat dipanen pada umur 2,5-3 bulan. Semakin tua tanaman bit, semakin banyak kandungan gula sehingga rasanya bertambah manis. Begitu pula dengan kadar vitamin C yang semakin tinggi, tetapi jika terlalu tua umbinya menjadi agak keras atau mengayu (Setiawan, 1995).

Dalam taksonomi tumbuhan, Beta vulgaris L diklasifikasikan sebagai berikut (Splittstoesser, 1984)

Tabel 2.1. Klasifikasi Ilmiah Tanaman Bit

Klasifikasi Ilmiah

Kingdom Plantae (tumbuhan)

Subkingdom Tracheobionta (tumbuhan berpembuluh)

Super Divisi Spermatophyta (mengandung biji)

Divisi Magnoliophyta (tumbuhan berbunga)

Kelas Magnoliopsida

Sub Kelas Hamamelidae

Ordo Caryophyllales

Famili Chenopodiaceae

Genus Beta

Spesies Beta vulgaris L

Sumber: Splittstoesser, (1984) 2.1.1. Manfaat Bit

(27)

juga mengandung karbohidrat, protein, dan lemak yang berguna untuk kesehatan tubuh. Disamping itu juga ada beberapa mineral yang terkandung dalam umbi bit seperti zat besi, kalsium dan fosfor.

Dalam hal ini, bit bekerja dengan cara yang menakjubkan untuk merangsang sistem peredaran darah dan membantu membangun sel darah merah. Bit juga membersihkan dan memperkuat darah sehingga darah dapat membawa zat gizi ke seluruh tubuh sehingga jumlah sel darah merah tidak akan berkurang. Di Eropa timur bit sudah sangat dikenal sehingga digunakan untuk pengobatan leukemia.

Bit merupakan sumber yang potensial akan serat pangan serta berbagai vitamin dan mineral yang dapat digunakan sebagai sumber antioksidan yang potensial dan membantu mencegah infeksi. Kandungan pigmen yang terdapat pada bit, diyakini sangat bermanfaat untuk mencegah penyakit kanker, terutama kanker kolon (usus besar) (Santiago dan Yahlia 2008).

Menurut Kelly (2005) bit sangat baik untuk membersihkan darah dan membuang deposit lemak sehingga sangat baik dikonsumsi bagi mereka yang menderita kecanduan obat, penyakit hati, premenopause, dan kanker. Bit sangat berkhasiat membersihkan hati, juga sangat menguntungkan bagi darah dan merupakan obat pencahar yang baik.

Beberapa penelitian menunjukkan bahwa kandungan senyawa kimia yang terdapat dalam bit sangat bermanfaat bagi kesehatan, antara lain:

(28)

3. Memaksimalkan perkembangan otak bayi 4. Mengatasi anemia

5. Sebagai anti kanker (Astawan, 2008).

Menurut Wirakusumah (2007) bit melindungi banyak organ tubuh penting, memperkuat fungsi ginjal, kantung empedu, dan hati, serta bekerja melawan batu ginjal. Bit mengandung zat anti radang sehingga membantu meredakan reaksi alergi. Bit juga sangat membantu mengatur siklus haid dan mengurangi masalah haid, terutama haid yang tidak teratur.

2.1.2. Jenis-Jenis Bit

Menurut Setiawan (1995) ada beberapa jenis bit. Jenis itu dikelompokkan menjadi dua sebagai berikut :

1. Bit Putih atau Bit Potong (Beta vulgaris L. Var. cicla L)

Tanaman ini ditanam khusus untuk menghasilkan daun besar, berdaging renyah, separuh keriting, dan mengkilat ketimbang umbinya. Tulang daunnya besar dan berwarna. Warna tulang daun biasanya putih, merah atau hijau. Warna lembar daun berkisar dari hijau muda hingga hijau tua. Dimana umbinya berwarna merah keputih-putihan.

2. Bit merah(Beta vulgaris L. Var. Rubra L)

(29)

2.1.3. Komposisi Kimia Buah Bit

Secara umum buah bit mempunyai kandungan gizi yang baik. Berikut adalah komposisi kimia rata-rata bit segar.

Tabel 2.2. Komposisi Kimia Bit

Substansi Kandungan

Energi (kal) 42

Protein (g) 1,6

Lemak (g) 0,1

Karbohidrat (g) 9,6

Kalsium (mg) 27

Fosfor (mg) 43

Serat (g) 2,5

Besi (mg) 1,0

Vitamin A(mg) 20

Vitamin B (mg) 0,02

Vitamin C (mg) 43

Sumber: Daftar Komposisi Bahan Makanan Depkes RI, 2005. 2.2. Biskuit

Menurut SNI 01-2973-1992 biskuit adalah produk yang diperoleh dengan memanggang adonan dari tepung terigu dengan penambahan makanan lain dan dengan atau tanpa penambahan bahan tambahan pangan yang diizinkan.

(30)

Tabel 2.3. Syarat Mutu Biskuit Menurut SNI 01-2973-1992

No Kriteria Uji Klasifikasi

1. Air Maksimum 5%

2. Protein Minimum 9%

3. Lemak Minimum 9.5%

4. Karbohidrat Minimum 70%

5. Abu Maksimum 1.6%

Sumber: Standar Nasional Indonesia (1992). 2.2.1. Klasifikasi Biskuit

Menurut SNI 01-2973-1992, biskuit diklasifikasikan dalam 4 jenis : 1. Biskuit keras

Biskuit keras adalah jenis biskuit yang dibuat dari adonan keras, berbentuk pipih, bila dipatahkan penampang potongannya bertekstur padat, dapat berkadar lemak tinggi atau rendah.

2. Crackers

Crackers adalah jenis biskuit yang dibuat dari adonan keras, melalui proses fermentasi atau pemeraman, berbentuk pipih yang rasanya lebih mengarah kerasa asin dan renyah, serta bila dipatahkan penampang potongannya berlapis-lapis.

3. Cookies

(31)

4. Wafer

Wafer adalah jenis biskuit yang dibuat dari adonan cair, berpori-pori kasar, renyah dan bila dipatahkan penampang potongannya berongga-rongga.

2.2.2. Jenis-Jenis Biskuit

Berbagai penelitian mengenai pengaruh penambahan berbagai jenis tepung dalam pembuatan biskuit telah banyak dilakukan antara lain: : Penelitian Suryani Utami (2012) yang berjudul pengaruh penambahan tepung pisang kepok terhadap daya terima biskuit sebagai alternatif makanan tambahan anak sekolah, pada pembuatan biskuit, kandungan kalsium dan tiamin meningkat setelah dilakukan penambahan tepung pisang kapok.

Tabel 2.4 Kandungan Gizi Biskuit dengan Berbagai Variasi Penambahan Tepung Pisang Kepok per 100 gram

Kandungan Gizi

(32)

sekolah dasar di Desa Ujung Bawang Kecamatan Dolok Silau Kabupaten Simalungun. Zat gizi biskuit dapat dilihat pada tabel 2.5

Tabel 2.5 Komposisi Gizi Biskuit Ubi Jalar Orange dalam 100 gram

No. Zat Gizi Kadar

Selanjutnya penelitian Yusi Febrina (2012), yang berjudul pengaruh penambahan tepung wortel terhadap daya terima dan kadar vitamin A pada biskuit. Berdasarkan penambahan tepung wortel terlihat peningkatan kandungan vitamin A. Tabel 2.6. Kandungan Zat Gizi Biskuit dengan Penambahan Berbagai Variasi

Tepung Wortel per 100 gr

(33)

2.2.3. Bahan-Bahan Pembuat Biskuit

Bahan yang digunakan dalam pembuatan biskuit dibedakan menjadi bahan pengikat (binding material) dan bahan pelembut (tenderizing material). Bahan pengikat terdiri dari tepung, air, susu bubuk, putih telur, sedangkan bahan pelembut terdiri dari gula, lemak atau minyak (shortening), bahan pengembang, dan kuning telur (Faridah, 2008).

1. Tepung terigu

Tepung terigu adalah bahan utama dalam pembuatan biskuit dan memengaruhi proses pembuatan adonan. Fungsi tepung adalah sebagai struktur biskuit. Sebaiknya dalam pembuatan biskuit menggunakan tepung terigu protein rendah (8-9%). Jika menggunakan tepung terigu jenis ini akan menghasilkan kue yang rapuh dan kering merata.

2. Air

Biskuit keras memerlukan air sekitar 20% dari berat tepung. Air dalam pembuatan biskuit berfungsi sebagai pelarut bahan secara merata, memperkuat gluten, mengatur kekenyalan adonan dan mengatur suhu adonan.

3. Gula

(34)

4. Susu Bubuk

Susu ini memiliki reaksi mengikat terhadap protein tepung. Dalam pembuatan biskuit susu berfungsi untuk meningkatkan cita rasa dan aroma biskuit serta menambah nilai gizi produk.

5. Telur

Telur berpengaruh terhadap tekstur produk patiseri sebagai hasil dari fungsi emulsifikasi, pelembut tekstur, dan daya pengikat. Telur digunakan untuk menambah rasa dan warna. Telur juga membuat produk lebih mengembang karena menangkap udara selama pengocokan. Putih telur bersifat sebagai pengikat/pengeras. Kuning telur bersifat sebagai pengempuk.

6. Lemak

Lemak yang biasa digunakan dalam pembuatan biskuit adalah yang berasal dari lemak susu (butter) atau dari lemak nabati (margarine). Lemak merupakan salah satu komponen penting dalam pembuatan biskuit. Di dalam adonan, lemak memberikan fungsi shortening dan fungsi tesktur sehingga biskuit menjadi lebih lembut. Selain itu,lemak juga berfungsi sebagai pemberi flavor.

7. Garam

(35)

8. Bahan Pengembang

Kelompok leavening agents (pengembang adonan) merupakan kelompok senyawa kimia yang akan terurai menghasilkan gas di dalam adonan. Salah satu

leavening agents yang sering digunakan dalam pengolahan biskuit adalah baking powder. Baking powder memiliki sifat cepat larut pada suhu kamar dan tahan selama

pengolahan. Fungsi bahan pengembang adalah untuk meng“aerasi” adonan, sehingga

(36)

2.2.4. Resep dan Cara Pembuatan Biskuit Salah satu resep dalam membuat biskuit adalah:

1. Tepung terigu 250 gram

2. Gula halus 125 gram

3. Mentega 100 gram

4. Tepung Meizena 10 gram

5. Susu bubuk 25 gram

6. Baking Powder ½ sdt

7. Garam ½ sdt

8. Kuning telur ayam 2 butir

9. Air 50 ml

Cara membuat biskuit meliputi beberapa proses, yaitu:

1. Campur mentega, kuning telur, garam, gula lalu mixer sampai rata.

2. Campur tepung terigu, baking powder, susu bubuk, dan tepung meizena lalu diayak.

3. Campuran 1 dan campuran 2 dicampur lalu tambahkan air dan diadoni selama 15 menit.

4. Adonan dipipihkan dan dicetak sesuai selera.

5. Letakkan adonan kue yang telah dibentuk dalam loyang yang sudah diolesi mentega.

(37)

2.3. Cita Rasa Makanan

Menurut Wirakusumah (1990) yang dikutip oleh Nurfatimah (2011), kesukaan terhadap makanan didasari oleh sensorik, sosial, psikologi, agama, emosi, budaya, kesehatan, ekonomi, cara persiapan dan pemasakan makanan, serta faktor-faktor terkait lainnya. Penilaian seseorang terhadap kualitas makanan berbeda-beda tergantung selera dan kesenangannya. Walaupun demikian ada beberapa aspek yang dapat dinilai yaitu persepsi terhadap cita rasa makanan, nilai gizi dan higiene atau kebersihan makanan tersebut.

1. Penampilan dan Cita Rasa Makanan

Menurut Moehji (1992) yang dikutip oleh Nurfatimah (2011), cita rasa makanan mencakup 2 aspek utama yaitu penampilan makanan sewaktu dihidangkan dan rasa makanan pada saat dimakan. Kedua aspek tersebut sama pentingnya untuk diperhatikan agar benar-benar dapat menghasilkan makanan yang memuaskan. Daya penerimaan terhadap suatu makanan ditentukan oleh rangsangan yang ditimbulkan oleh makanan melalui indera penglihat, penciuman serta perasa atau pencecap. Walaupun demikian faktor utama yang akhirnya memengaruhi daya penerimaan terhadap makanan yaitu rangsangan cita rasa yang ditimbulkan oleh makanan itu. Oleh karena itu, penting sekali dilakukan penilaian cita rasa untuk mengetahui daya penerimaan konsumen.

(38)

Warna makanan juga memegang peranan utama dalam penampilan makanan karena merupakan rangsangan pertama pada indera mata. Warna makanan yang menarik dan tampak alamiah dapat meningkatkan cita rasa.

2. Konsistensi atau Tekstur Makanan

Konsistensi atau tekstur makanan juga merupakan komponen yang turut menentukan cita rasa makanan karena sensitifitas indera cita rasa dipengaruhi oleh konsistensi makanan. Makanan yang berkonsistensi padat atau kental akan memberikan rangsangan lebih lambat terhadap indera kita.

Penyajian makanan merupakan faktor tertentu dalam penampilan hidangan yang disajikan. Jika penyajian makanan tidak dilakukan dengan baik, seluruh upaya yang telah dilakukan guna menampilkan makanan dengan cita rasa tinggi akan tidak berarti. Penampilan makanan waktu disajikan akan merangsang indera terutama penglihatan yang berkaitan dengan cita rasa makanan itu. Apabila penampilan makanan yang disajikan merangsang saraf melalui indera penglihatan sehingga mampu membangkitkan selera untuk mencicipi makanan itu, maka pada tahap selanjutnya rasa makanan itu akan ditentukan oleh rangsangan terhadap indera penciuman dan indera perasa.

(39)

2.4. Uji Organoleptik

Menurut Soekarto (2002) yang dikutip oleh Nurfatimah (2011), penilaian organoleptik yang disebut juga penilaian indera atau penilaian sensorik merupakan suatu cara penilaian yang sudah sangat lama dikenal dan masih sangat umum digunakan. Metode penilaian ini banyak digunakan karena dapat dilaksanakan dengan cepat dan langsung. Dalam beberapa hal, penilaian dengan indera bahkan memiliki ketelitian yang lebih baik dibandingkan dengan alat ukur yang paling sensitif.

Menurut Rahayu (1998), sistem penilaian organoleptik telah dibakukan dan dijadikan alat penilaian di dalam Laboratorium. Penilaian organoleptik juga telah digunakan sebagai metode dalam penelitian dan pengembangan produk. Dalam hal ini prosedur penilaian memerlukan pembakuan yang baik dalam cara penginderaan maupun dalam melakukan analisa data.

Indera yang berperan dalam uji organoleptik adalah indera penglihatan, penciuman, pencicipan. Panel diperlukan untuk melaksanakan penilaian organoleptik dalam penilaian mutu atau sifat-sifat sensorik suatu komoditi, panel bertindak sebagi instrumen atau alat. Panel ini terdiri atas orang atau kelompok yang bertugas menilai sifat dari suatu komoditi. Orang yang menjadi anggota panel disebut panelis.

(40)

hedonik, misalnya amat sangat suka, sangat suka, suka, agak suka, netral, agak tidak suka, tidak suka, sangat tidak suka dan amat sangat tidak suka.

2.5. Panelis

Menurut Rahayu (1998), dalam penilaian organoleptik dikenal tujuh macam panel, yaitu panel perseorangan, panel terbatas, panel terlatih, panel agak terlatih,panel tidak terlatih, panel konsumen dan panel anak-anak. Perbedaan ketujuh panel tersebut didasarkan pada keahlian dalam melakukan penilaian organoleptik. 1. Panel Perseorangan

Penel perseorangan adalah orang yang sangat ahli dengan kepekaan spesifik yang sangat tinggi yang diperoleh karena bakat atau latihan-latihan yang sangat intensif. Panel perseorangan sangat mengenal sifat, peranan dan cara pengolahan bahan yang akan dinilai dan menguasai metode-metode analisis organoleptik dengan sangat baik. Keuntungan menggunakan panelis ini adalah kepekaan tinggi, bias dapat dihindari, penilaian efisien.

2. Panel Terbatas

(41)

3. Panel Terlatih

Panel terlatih terdiri dari 15-25 orang yang mempunyai kepekaan cukup baik. Untuk menjadi panelis terlatih perlu didahului dengan seleksi dan latihan-latihan. Panelis ini dapat menilai beberapa rangsangan sehingga tidak terlampau spesifik. 4. Panel Agak Terlatih

Panel agak terlatih terdiri dari 15-25 orang yang sebelumya dilatih untuk mengetahui sifat-sifat tertentu.

5. Panel Tidak Terlatih

Panel tidak terlatih terdiri dari 25 orang awam yang dapat dipilih berdasarkan jenis suku-suku bangsa, tingkat sosial dan pendidikan. Panel tidak terlatih hanya diperbolehkan menilai sifat-sifat organoleptik yang sederhana seperti sifat kesukaan, tetapi tidak boleh digunakan dalam uji pembedaan.

6. Panel Konsumen

Panel konsumen terdiri dari 30 hingga 100 orang yang tergantung pada target pemasaran komoditi. Panel ini mempunyai sifat yang sangat umum dan dapat ditentukan berdasarkan perorangan atau kelompok tertentu.

7. Panel Anak-anak

(42)

2.6. DKBM (Daftar Komposisi Bahan Makanan)

DKBM (Daftar Komposisi Bahan Makanan) adalah suatu daftar yang memuat angka-angka kandungan zat gizi berbagai jenis makanan, baik mentah maupun masak atau hasil olahan yang ada di Indonesia. Daftar Komposisi Bahan Makanan memuat sepuluh jenis zat gizi dan energi. Zat gizi tersebut meliputi protein, lemak, karbohidrat, kalsium, fosfor, besi, vitamin A, vitamin B1, vitamin C, dan air.

1. Penggunaan DKBM (Daftar Komposisi Bahan Makanan)

Untuk memudahkan penggunaannya, bahan makanan dalam Daftar Komposisi Bahan Makanan dikelompokkan menjadi sepuluh golongan, yaitu : a. Serealia (padi-padian), umbi, dan hasil olahannya

b. Kacang-kacangan, biji-bijian, dan hasil olahannya c. Daging dan hasil olahannya

d. Telur dan hasil olahannya

e. Ikan, kerang, udang, dan hasil olahannya f. Sayuran dan hasil olahannya

(43)

2.7. Kerangka Konsep Penelitian

Gambar 2.1 Kerangka Konsep Penelitian

Dalam pembuatan biskuit ini terdiri dari tepung terigu tepung, bit merah dan hasil parutan bit merah, dengan perbandingan penambahan pada masing-masing biskuit pada sebesar 20%.

2.8. Hipotesis Penelitian

1. Ho : Tidak ada pengaruh penambahan bit merah dalam bentuk tepung dan hasil parutannya terhadap cita rasa biskuit dilihat dari indikator aroma.

Ha : Ada pengaruh penambahan bit merah dalam bentuk tepung dan hasil parutannya terhadap cita rasa biskuit dilihat dari indikator aroma.

2. Ho : Tidak ada pengaruh penambahan bit merah dan hasil parutannya terhadap cita rasa biskuit dilihat dari indikator warna.

Ha : Ada pengaruh penambahan bit merah dan hasil parutannya terhadap cita rasa biskuit dilihat dari indikator warna.

3. Ho : Tidak ada pengaruh penambahan bit merah dalam bentuk tepung dan hasil parutannya terhadap cita rasa biskuit dilihat dari indikator rasa.

Biskuit

(44)

Ha : Ada pengaruh penambahan bit merah dalam bentuk tepung dan hasil parutannya terhadap cita rasa biskuit dilihat dari indikator rasa.

4. Ho : Tidak ada pengaruh penambahan bit merah dalam bentuk tepung dan hasil parutannya terhadap cita rasa biskuit dilihat dari indikator tekstur.

(45)

BAB III

METODE PENELITIAN

3.1. Jenis Penelitian

Jenis penelitian yang digunakan adalah bersifat eksperimen dengan menggunakan desain penelitian deskriptif yaitu untuk menggambarkan kandungan gizi dan cita rasa biskuit. Sedangkan untuk mengetahui pengaruhnya, maka digunakan uji statistik.

3.2. Defenisi Operasional

1. Tepung terigu adalah tepung yang diperoleh dari hasil penggilingan biji gandum. 2. Penambahan tepung bit merah 20% adalah pemakaian tepung bit dalam

pembuatan biskuit dengan perbandingan 20% tepung bit dan 80% tepung terigu. 3. Penambahan hasil parutan bit merah 20% adalah pemakaian hasil parutan bit

dalam pembuatan biskuit dengan perbandingan 20% hasil parutan bit merah dan 80% tepung terigu.

4. Biskuit adalah makanan kering yang dibuat dengan memanggang adonan yang mengandung bahan dasar tepung terigu dan tepung bit, lemak, bahan pengembang, dan penambahan bahan makanan lain yang diizinkan.

5. Uji organoleptik adalah cara pengujian yang dilakukan untuk mengetahui tingkat kesukaan panelis terhadap cita rasa biskuit dengan penambahan tepung bit dengan menggunakan skala hedonik empat titik acuan.

(46)

7. Rasa adalah daya terima panelis terhadap biskuit bit yang dirasakan secara subyektif oleh indera pengecap.

8. Aroma adalah bau khas yang dihasilkan oleh biskuit bit yang dibedakan oleh indera penciuman.

9. Tekstur adalah konsistensi atau kerenyahan dari biskuit bit yang diukur secara subyektif oleh indera pengecap.

3.3. Prosedur Pelaksanaan Eksperimen

Prosedur pelaksanaan eksperimen merupakan langkah-langkah yang telah ditentukan dalam melaksanakan percobaan pembuatan biskuit dengan penambahan tepung bit merah dan hasil parutan bit merah. Adapun prosedur pelaksanaan eksperimen meliputi tempat dan waktu, bahan dan alat serta tahapan penelitian. 3.3.1. Tempat dan Waktu Penelitian

Eksperimen dan pengambilan data untuk uji organoleptik biskuit bit dilakukan di Laboratorium Gizi Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Sumatera Utara (FKM-USU), sedangkan untuk pengujian zat gizi biskuit dilakukan di Balai Riset dan Standardisasi Industri Medan. Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Februari sampai bulan Mei 2013.

3.3.2. Bahan

(47)

a. Bahan untuk pembuatan biskuit

1. Air 5. Kuning telur

2. Baking powder 6. Meizena

2. Bit segar 7. Tepung terigu

A1 : Perlakuan dengan menggunakan tepung bit merah sebagai bahan dasar

pembuatan biskuit

A2 : Perlakuan dengan menggunakan hasil parutan bit merah sebagai bahan dasar

pembuatan biskuit

b. Bahan untuk penilaian zat gizi biskuit

1. Ammonium molibdat 5. Asam perklorat 2. Ammonium metavanadat 6. HCl

3. Aquadest 7. HNO3

(48)

10. Larutan standart Cl3 13. Larutan standart Mg

11. Larutan standart Fe 3.3.3. Alat

a. Alat untuk pembuatan biskuit

1. Alat perajang 7. Mixer

2. Ayakan halus 8. Oven

3. Baskom 9. Pisau

4. Blender 10. Parutan

5. Garpu 11. Penggiling adonan

6. Loyang 12. Timbangan

b. Alat untuk uji organoleptik

1. Formulir uji organoleptik 2. Alat tulis c. Alat untuk penilaian zat gizi biskuit

1. Ayakan halus 9. Oven

2. Botol aquadest 10. Neraca analitis

3. Corong 11. Pengaduk

4. Gelas ukur 12. Pipet tetes

5. Kertas saring 13. Spektrofotometer

6. Lumpang porselin 14. Spritus

7. Labu erlenmeyer 15. Tanur listrik

(49)

3.3.4. Tahapan Penelitian

a. Prosedur Pembuatan Tepung Bit

Prosedur pembuatan tepung bit dapat dilihat pada Gambar 3.1

Gambar 3.1. Diagram Alir Pembuatan Tepung Bit

Bagan di atas menjelaskan bahwa pembuatan tepung bit dilakukan dengan mengupas bit terlebih dahulu. Kemudian diiris tipis dan dikeringkan menggunakan oven. Setelah bit kering maka bit diblender dan kemudian diayak sehingga menghasilkan tepung yang halus.

b. Prosedur Pembuatan Hasil Parutan Bit Bit segar

Pengupasan Kulit

Pencucian

Pengirisan

Penggilingan/penepungan

Pengayakan

(50)

Prosedur pembuatan hasil parutan bit dapat dilihat pada Gambar 3.1

Gambar 3.2. Diagram Alir Proses Pemarutan Bit Merah

Bagan di atas menjelaskan bahwa pemarutan bit dilakukan dengan mengupas bit terlebih dahulu. Setelah dicuci, dan diparut kemudian disaring sekitar 5-10 meit untuk mendapatkan air tetesan hasil parutan bit yang akan digunakan dalam pembuatan biskuit dengan penambahan hasil parutan bit merah.

c. Prosedur Pembuatan Biskuit

Prosedur pembuatan biskuit dengan penambahan tepung bit merah dan hasil parutan bit merah melalui beberapa tahap yaitu : tahap persiapan, tahap pelaksanaan dan tahap penyelesaian.

Bit segar

Pengupasan Kulit

Pencucian

Pemarutan

Disaring sekitar 5-10 menit

(51)

1) Tahap Persiapan

- Menyiapkan semua alat, bahan utama dan bahan tambahan yang diperlukan dalam pembuatan biskuit dengan penambahan tepung bit merah dan hasil parutan bit merah.

- Menimbang bahan-bahan yang diperlukan dalam pembuatan biskuit. 2) Tahap Pelaksanaan

- Tahap pelaksanaan dalam pembuatan biskuit dengan penambahan tepung bit merah dan hasil parutan bit merah meliputi tahap pencampuran, pembentukan dan pengovenan.

a) Pencampuran

- Mentega, kuning telur, gula halus, dan garam dicampur dengan mixer sampai rata (campuran 1).

- Tepung bit merah, tepung terigu, baking powder, susu bubuk, dan meizena dicampur kering (campuran 2).

- Hasil parutan bit merah, tepung terigu, bbaking powder, susu bubuk dan meizena dicampur kering (campuran 3).

- Campuran 1 dan campuran 2 dijadikan satu kemudian ditambah dengan air dan diadoni selama 15 menit.

- Campuran 1 dan campuran 3 dijadikan satu kemudian ditambah dengan air dan diadoni selama 15 menit.

b) Pembentukan atau pencetakan

(52)

- Diletakkan dalam loyang yang telah diolesi dengan mentega. c) Pemanggangan atau pengovenan

Adonan yang sudah dibentuk kemudian dimasukkan dalam oven yang sudah dipanaskan terlebih dahulu dengan suhu 1500C, kemudian dipanggang selama 25-30 menit.

d) Pengangkatan atau pendinginan

Setelah biskuit matang kemudian diangkat dan dikeluarkan dari oven dalam keadaan masih lembek karena setelah dingin biskuit akan menjadi keras/renyah. 3) Tahap Penyelesaian

- Biskuit dimasukkan dalam kemasan sesuai dengan kelompoknya. Pengemasan dilakukan setelah biskuit dingin.

- Dilakukan uji organoleptik biskuit (aroma, warna, rasa dan tekstur).

(53)

Tepung terigu 200 gr Hasil Parutan Bit Merah 50 gr

Gula Halus 125 gr

Diuleni sampai bisa di bentuk

Adonan dipipihkan setebal 2mm

Prosedur pembuatan biskuit dapat dilihat pada Gambar 3.2 di bawah ini:

Gambar 3.3. Diagram Alir Proses Pembuatan Biskuit Adonan dicetak dalam bentuk lingkaran

Letakan biskuit pada loyang

(54)

d. Tahapan Perhitungan Zat Gizi Biskuit

Kandungan zat gizi biskuit (energi, karbohidrat, protein, lemak) dihitung secara manual dengan melihat DKBM (Daftar Komposisi Bahan Makanan) sedangkan untuk zat gizi biskuit (fosfor, kalsium, zat besi) dilakukan dgn metode SSA (Spektrofotometri Serapan Atom).

1) Pengamatan Subjektif

Penilaian secara subjektif dilakukan dengan uji organoleptik. Uji organoleptik adalah penilaian yang menggunakan indera. Jenis uji organoleptik yang digunakan adalah uji kesukaan/hedonik menyatakan suka/tidaknya terhadap suatu produk.

Uji organoleptik adalah pengujian yang dilakukan untuk mengetahui tingkat kesukaan konsumen dengan mempergunakan skala hedonik sembilan titik sebagai acuan yaitu:

1. Amat suka 2. Sangat suka 3. Suka 4. Agak suka

5. Biasa (bukan “tidak suka” dan bukan “suka”) 6. Agak tidak suka

(55)

Namun, untuk mempermudah panelis dan peneliti skala ini dikecilkan menjadi menjadi 4 tingkatan dengan skor yang paling rendah adalah 1 dan skor yang paling tinggi adalah 4. Berdasarkan tingkatannya, tingkat penerimaan konsumen dapat diketahui sesuai dengan Tabel 3.3 berikut.

Tabel 3.3. Tingkat Penerimaan Konsumen

Organoleptik Skala Hedonik Skala Numerik

Warna

Untuk penilaian organoleptik suatu produk diperlukan alat instumen, alat yang digunakan terdiri dari orang/kelompok yang disebut panel, orang yang bertugas sebagai panel disebut panelis.

Panelis dalam penelitian ini adalah panelis yang tidak terlatih yang diambil dari mahasiswa/i Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Sumatera Utara sebanyak 30 orang dengan kriteria sebagai berikut:

(56)

3. Tidak lelah 4. Bisa bekerja sama

- Langkah-langkah pada Uji Organoleptik

a) Mempersilahkan panelis untuk duduk di ruangan yang telah disediakan.

b) Membagikan sampel, air minum dalam kemasan, formulir penilaian dan alat tulis.

c) Memberikan penjelasan singkat kepada panelis tentang cara memulai dan cara pengisian formulir.

d) Memberikan kesempatan kepada panelis untuk memulai dan menuliskan penilaian pada lembar formulir penilaian.

e) Mengumpulkan formulir yang telah diisi oleh panelis.

f) Setelah formulir penilaian dikumpulkan kemudian dianalisi dengan menggunakan analisa sidik ragam.

2)Pengamatan Objektif

Pengamatan secara objektif dalam penentuan kadar zat besi, kalsium dan fosfor dilakukan dengan menggunakan metode SSA (Spektrofotometri Serapan Atom).

(57)

mengalami proses penguapan-pelarut, sublimasi akan menyerap sejumlah sinar. Jumlah sinar diserap akan sebanding dengan konsentrasi unsur yang dianalisis.

Cara kerja dalam menentukan kadar zat besi : 1. Ditimbang 5 gr ke dalam cawan porselin

2. Kemudian sampel di dalam cawan diabukan ke dalam furnace pada suhu 6500C selama 3 jam

3. Dilarutkan sampel yang telah menjadi abu dengan HCl 5 N sebanyak 25 ml 4. Kemudian sampel disaring ke dalam labu takar 50 ml dengan cara

menyemprotkan aquadest panas dan dibilas dengan kertas saring 5. Sampel dianalisis dengan SSA

Perhitungan :

Cara kerja dalam menentukan kadar kalsium : 1. Ditimbang 5 gram sampel

2. Kemudian diabukan, sampai terbentuk abu putih

3. Kemudian, abu ditambahkan dengan campuran larutan standart Ca dan Mg ke dalam tabung kimia.

4. Setelah itu, ditambahkan larutan Cl3

5. Sampel dianalisis dengan SSA Perhitungan :

(58)

Cara kerja dalam menentukan kadar fosfor : 1. Ditimbang 5 gram sampel

2. Kemudian diabukan, sampai terbentuk abu putih

3. Kemudian, abu ditambahkan dengan pereaksi amonium

4. Setelah itu ditambahkan larutan standar Fosfor dan diamkan selama 10 menit sampai pengembangan warna terjadi

5. Lalu, intensitas warna diukur dengan spektropotometer pada panjang gelombang 420 nm.

6. Kemudian dibuat kurva standar dan dihitung kadar Fosfor Perhitungan :

Kadar Fosfor

Dimana :

O = berat fosfor dari pembacaan kurva, yang dinyatakan dalam mg P = faktor pengenceran

W = berat sampel

3.4. Pengolahan dan Analisa Data

Untuk mengetahui ada tidaknya perbedaan pada masing-masing perlakuan maka digunakan Analisa Sidik Ragam dan Uji Duncan.

Untuk mengetahui daya terima dari panelis dilakukan analisis deskriptif kualitatif persentase yaitu kualitatif yang diperoleh dari panelis harus dianalisis dahulu untuk dijadikan data kuantitatif. Skor nilai untuk mendapatkan persentase dirumuskan sebagai berikut :

% = x100

(59)

Keterangan

% = Skor persentase

n = Jumlah skor yang diperoleh

N = Skor ideal (skor tertinggi x jumlah panelis)

Untuk mengubah data skor persentase menjadi nilai kesukaan konsumen, analisisnya sama dengan analisis kualitatif dengan nilai yang berbeda, yaitu sebagai berikut :

Nilai tertinggi = 4 (suka)

Nilai terendah = 1 (tidak suka)

Jumlah kriteria yang ditentukan = 4 kriteria

Jumlah panelis = 30 orang

a. Skor maximum = jumlah panelis x nilai tertinggi = 30 x 4 = 120

b. Skor minimum = jumlah panelis x nilai terndah = 30 x 1 = 30

c. Persentase maximum =

= = 100%

d. Persentase minimum =

= = 25%

e. Rentangan = Persentase maximum – Persentase Minumim = 100% - 25% = 75%

(60)

Berdasarkan hasil perhitungan tersebut, maka dapat dibuat interval persentase dan kriteria kesukaan sebagai berikut.

Tabel 3.3 Interval Persentase dan Kriteria Kesukaan

Persentase (%) Kriteria Kesukaan

81,25 – 100,00

Setelah mengetahui bagaimana penerimaan panelis terhadap biskuit yang dihasilkan, langkah selanjutnya adalah mengetahui ada atau tidaknya perbedaan pada organoleptik biskuit, maka dapat dilakukan Uji Analisis Varians (Anova).

(61)

2. Faktor Koreksi (FK)

Faktor koreksi : (∑Yi)2

r x t 3. Jumlah Kuadrat (JK)

a. Jumlah kuadrat perlakuan : (Yi) 2 x (Yi) 2 t

b. Jumlah kuadrat panelis : ∑ (Yi)2 r

c. Junlah kuadrat error : JK total – JK perlakuan – JK panelis 4. Jumlah kuadrat rata-rata

a. Jumlah kuadrat perlakuan : JK perlakuan : db perlakuan b. Jumlah kuadrat panelis : JK panelis : db panelis c. Jumlah kuadrat error : JK error : db error

5. F Hitung : JKR perlakuan : JKR error

Bandingkan F. Hitung dengan F. Tabel

Bila F. Hitung > F. Tabel = Ho di tolak, Ha di terima

Bila F. Hitung < F. Tabel = Ho di terima, Ha di tolak

Bila F. Hitung > F. Tabel berarti ada perbedaan antara perlakuan-perlakuan tersebut. Untuk mengetahui pengaruh perbedaan tiap-tiap perlakuan maka di lanjutkan dengan Uji Ganda Duncan (Duncan’s Multiple Range Test).

FK

(62)

Dengan Uji Ganda Duncan maka dapat diketahui perlakuan mana yang paling berbeda dengan perlakuan lainnya dan perlakuan mana yang hanya sedikit berbeda dengan perlakuan lainnya.

Sy =

Kemudian dilanjutkan dengan menghitung range tingkat nyata 5% dengan melihat derajat bebas galat dimana di peroleh

(63)

BAB IV

HASIL PENELITIAN

4.1.Karakteristik Biskuit dengan Penambahan Tepung Bit Merah dan Hasil Parutan Bit Merah

Berdasarkan kedua perlakuan yang berbeda terhadap biskuit dengan penambahan tepung bit merah dan hasil parutan bit merah maka dihasilkan biskuit yang berbeda. Perbedaan kedua biskuit yang dihasilkan dapat dilihat pada gambar 4.1 dan tabel 4.1 berikut ini

Gambar 4.1 Biskuit dengan Penambahan Tepung Bit Merah dan Hasil Parutan Bit Merah

Tabel 4.1. Karakteristik Biskuit dengan Penambahan Tepung Bit Merah dan Hasil Parutan Bit

Karakteristik Biskuit

A1 A2

Aroma Khas biskuit Khas biskuit

Warna Cokelat Merah Muda

Rasa Khas bit Khas Biskuit

Tekstur Sedikit keras Renyah

Keterangan :

A1 : Penambahan Tepung Bit Merah 20%

(64)

4.2. Deskriptif Panelis

Panelis adalah 30 orang mahasiswa Fakultas Kesehatan Masyarakat (FKM) Universitas Sumatera Utara (USU) yang masih aktif kuliah dari jalur SLTA maupun jalur Ekstensi. Panelis terdiri dari laki-laki dan perempuan. Umur panelis berkisar antara 18-42 tahun. Pada saat dimintai tanggapan/penilaiannya, secara visual panelis tidak dalam keadaan sakit, tidak mengalami cacat fisik pada organ yang dipakai untuk menilai dan dalam keadaan emosional yang stabil.

4.3. Analisis Organoleptik Aroma Biskuit dengan Penambahan Tepung Bit Merah dan Hasil Parutan Bit Merah

Hasil analisis organoleptik aroma biskuit dengan skala hedonik dapat dilihat pada tabel 4.2 di bawah ini:

Tabel 4.2. Hasil Analisis Organoleptik Aroma Biskuit

Aroma Biskuit

A1 : Penambahan Tepung Bit Merah 20%

A2 : Penambahan Hasil Parutan Bit Merah 20%

Berdasarkan Tabel 4.2 di atas dapat dilihat dari total skor kedua perlakuan dalam uji organoleptik terhadap aroma, biskuit A2 memiliki total skor tertinggi yaitu

(65)

Gambar 4.2. Histogram Hasil Analisis Organoleptik Aroma Biskuit Hasil analisa sidik ragam terhadap aroma biskuit bit dapat dilihat pada tabel 4.3 berikut ini.

Tabel 4.3. Hasil Analisa Sidik Ragam terhadap Aroma Sumber perbedaan hasil penilaian terhadap aroma biskuit bit merah A1 dan A2, dengan nilai

FHitung 4,26 ternyata lebih besar dari FTabel 4,18. Hal ini menunjukkan bahwa

penambahan tepung bit merah dan hasil parutan bit merah memberi pengaruh yang berbeda nyata terhadap aroma biskuit yang dihasilkan. Oleh karena adanya perbedaan antara kedua perlakuan tersebut, maka dilanjutkan dengan Uji Ganda Duncan dan didapatkan hasilnya seperti tabel 4.4 :

16.7

Sangat Suka Suka Kurang Suka Tidak Suka Persentase

Skala Hedonik Organoleptik Aroma

(66)

Tabel 4.4. Hasil Uji Ganda Duncan terhadap Aroma

Perlakuan A1 A2

Rata-rata 2,87 3,27

A2- A1 = 3,27-2,87 = 0,4 > 0,37 Jadi, A2 A1

Berdasarkan Uji Duncan seperti hasil tabel di atas, dapat disimpulkan bahwa tingkat kesukaan panelis terhadap aroma biskuit hasil parutan bit merah A2 (20%)

tidak sama dengan aroma biskuit tepung bit merah A1 (20%).

4.4. Analisis Organoleptik Warna Biskuit dengan Penambahan Tepung Bit Merah dan Hasil Parutan Bit Merah

Warna makanan yang menarik dapat memengaruhi tingkat kesukaan panelis dan membangkitkan selera makan. Hasil analisis organoleptik warna biskuit dengan skala hedonik dapat dilihat pada tabel 4.5 di bawah ini:

Tabel 4.5. Hasil Analisis Organoleptik Warna Biskuit

Warna Biskuit

A1 : Penambahan Tepung Bit Merah 20%

A2 : Penambahan Hasil Parutan Bit Merah 20%

Berdasarkan Tabel 4.5 di atas dapat dilihat dari total skor kedua perlakuan dalam uji organoleptik terhadap warna, pada sampel A1 dan A2 yaitu hampir sama

(67)

Gambar 4.3. Histogram Hasil Analisis Organoleptik Warna Biskuit

Hasil analisa sidik ragam terhadap warna biskuit bit dapat dilihat pada tabel 4.6 berikut ini.

Tabel 4.6. Hasil Analisa Sidik Ragam terhadap Warna Sumber sehingga dapat disimpulkan bahwa tidak ada perbedaan warna pada setiap perlakuan. 4.5. Analisis Organoleptik Rasa Biskuit dengan Penambahan Tepung Bit Merah

dan Hasil Parutan Bit Merah

Hasil analisis organoleptik rasa biskuit dengan skala hedonik dapat dilihat pada tabel 4.7 di bawah ini.

(68)

Tabel 4.7. Hasil Analisis Organoleptik Rasa Biskuit

A1 : Penambahan Tepung Bit Merah 20%

A2 : Penambahan Hasil Parutan Bit Merah 20%

Berdasarkan Tabel 4.7 di atas dapat dilihat dari total kedua skor perlakuan dalam uji organoleptik terhadap rasa, biskuit A2 memiliki total skor tertinggi yaitu

102 (85%) dengan kriteria sangat suka. Hal ini menunjukkan bahwa rasa biskuit A2

lebih disukai dibandingkan dengan rasa biskuit A1. Untuk melihat adanya perbedaan

persentase jumlah skor setiap sampel dapat dilihat seperti pada pada gambar 4.4.

Gambar 4.4. Histogram Hasil Analisis Organoleptik Rasa Biskuit

Hasil analisa sidik ragam terhadap rasa biskuit bit dapat dilihat pada tabel 4.8 berikut ini.

Sangat Suka Suka Kurang Suka Tidak Suka Persentase

Skala Hedonik Organoleptik Rasa

(69)

Tabel 4.8. Hasil Analisa Sidik Ragam terhadap Rasa berbeda nyata terhadap rasa biskuit yang dihasilkan. Oleh karena adanya perbedaan antara kedua perlakuan tersebut, maka dilanjutkan dengan Uji Ganda Duncan dan didapatkan hasilnya seperti tabel 4.9 :

Tabel 4.9. Hasil Uji Ganda Duncan terhadap Rasa

Perlakuan A1 A2

Rata-rata 2,8 3,4

A2- A1 = 3,4-2,8 = -0,6 > 0,42 Jadi, A2 A1

Berdasarkan Uji Duncan seperti hasil tabel di atas, dapat disimpulkan bahwa tingkat kesukaan panelis terhadap rasa biskuit hasil parutan bit merah A2 (20%) tidak

sama dengan rasa biskuit tepung bit merah A1 (20%).

4.6. Analisis Organoleptik Tekstur Biskuit dengan Penambahan Tepung Bit Merah dan Hasil Parutan Bit Merah

Gambar

Gambar 2.1. Kerangka Konsep Penelitian ...................................................
Tabel 2.1.  Klasifikasi Ilmiah Tanaman Bit
Tabel 2.2.  Komposisi Kimia Bit
Tabel 2.3.  Syarat Mutu Biskuit Menurut SNI 01-2973-1992
+7

Referensi

Dokumen terkait

Hasil penelitian uji organoleptik terhadap warna, aroma, rasa, dan tekstur, biskuit oeleh 30 ibu balita yang paling disukai adalah biskuit dengan campuran tepung

Hasil penelitian uji organoleptik terhadap warna, aroma, rasa, dan tekstur, biskuit oeleh 30 ibu balita yang paling disukai adalah biskuit dengan campuran tepung pisang

Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui daya terima biskuit tepung buah pepaya berdasarkan analisis organoleptik terhadap rasa, aroma, warna, dan tekstur biskuit tepung

Daya terima adalah tingkat kesukaan panelis terhadap warna, rasa, aroma, dan tekstur cookies yang dibuat dengan penambahan tepung biji nangka dan kubis merah

Hasil penelitian uji organoleptik terhadap warna, aroma, rasa, dan tekstur, biskuit oeleh 30 ibu balita yang paling disukai adalah biskuit dengan campuran tepung pisang

Analisa Sidik Ragam Skor Hasil Uji Organoleptik Panelis terhadap Aroma Biskuit yang Dimodifikasi Tepung Biji Nangka, Tepung Kacang Merah, dan Tepung Pisang.

Hasil penelitian uji organoleptik terhadap warna, aroma, rasa, dan tekstur, biskuit oeleh 30 ibu balita yang paling disukai adalah biskuit dengan campuran tepung pisang

Puji dan syukur penulis ucapkan kepada Allah SWT karena atas segala rahmat dan karunia-Nya lah sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi yang berjudul “Pengaruh