• Tidak ada hasil yang ditemukan

Analisa Ketangguhan dan Struktur Mikro Pada Daerah Las Dan Haz Hasil Pengelasan Tungsten Inert Gas ( TIG ) Pada Aluminium Alloy 6061

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Analisa Ketangguhan dan Struktur Mikro Pada Daerah Las Dan Haz Hasil Pengelasan Tungsten Inert Gas ( TIG ) Pada Aluminium Alloy 6061"

Copied!
35
0
0

Teks penuh

(1)

BAB 2

TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Aluminium

2.1.1 Latar Belakang

Aluminium adalah logam yang memiliki rumus kimia Al dikenal sebagai logam yang ringan dan memiliki ketahanan korosi yang tinggi terhadap udara, air, oli dan beberapa cairan kimia. Massa jenis nya sekitar ½ dari baja atau tembaga (Cu). Masa jenisnya yaitu 2,7gr/cm3. Karena keistimewaan sifatnya itu, paduan aluminum banyak digunakan sebagai struktur suatu konstruksi untuk mengurangi beban atau beratnya. (Sunawon, 2006)

Aluminium dan paduan aluminium termasuk logam ringan yang mempunyai kekuatan tinggi, tahan terhadap karat dan merupkan konduktor listrik yang baik. Logam ini dipakai secara luas dalam teknik pengelasan busur listrik dengan gas mulia menyebabkan pengelasan aluminium dan paduannya menjadi sederhana dan dapat dipercaya.karena hal ini maka penggunaan aluminium dan paduannya didalam banyak bidang telah berkembang (Wiryosumarto, 2006)

Gambar 2.1 Aluminium

2.1.2 Sejarah Aluminium

Tahun 1825, ahli kimia Denmark “Orsted” berhasil memisahkan aluminium murni dengan cara memanaskan aluminium chloride dengan kalium amalgam dan kemudian memisahkan merkuri dengan cara destilasi.

(2)

(Na3AlF6) pada temperatur 960 °C dalam bentuk kotak yang dilapisi karbon dan kemudian melewatkan arus listrik. Cara inidikenal dengan proses Hall– Heroult, karena bersama seorangPrancis bernama Paul Heroult.

Tahun 1888, ahli kimia Jerman Karlf Josef Bayern menemukan cara memperoleh alumina dari bauksit “disebut dengan proses Bayer”. (Davis, Jr, 1993), dan sampai saat ini masih digunakan untuk memproduksi alumina dari bauksit. (Sunawon, 2006)

Aluminium adalah logam yang berwaarna putih perak dan tergolong ringan yang mempunyai massa jenis 2,7 gr cm–3.

Sifat-sifat yang dimilki aluminium antara lain :

1. Ringan, tahan korosi dan tidak beracun maka banyak digunakan untuk alat rumah tangga seperti panci, wajan dan lain-lain.

2. Reflektif, dalam bentuk aluminium foil digunakan sebagai pembungkus makanan, obat, dan rokok.

3. Daya hantar listrik dua kali lebih besar dari Cu maka Al digunakan sebagai kabel pada tiang listrik.

4. Paduan Al dengan logam lainnya menghasilkan logam yang kuat seperti Duralium (campuran Al, Cu, mg) untuk pembuatan badan peswat.

5. Al sebagai zat reduktor untuk oksida MnO2 dan Cr2O3.

Aluminium terdapat melimpah dalam kulit bumi, yaitu sekitar 7,6%. Dengan kelimpahan sebesar itu, aluminium merupakan unsur ketiga terbanyak setelah oksigen dan silikon, serta merupakan unsur logam yang paling melimpah. Namun, aluminium tetap merupakan logam yang mahal karena pengolahannya sukar. Mineral aluminium yang bernilai ekonomis adalah bauksit yang merupakan satu-satunya sumber aluminium. Kriloit digunakan

pada peleburan aluminium, sedang tanah liat banyak digunakan untuk membuat batu bata, keramik. Di Indonesia, bauksit banyak ditemukan di pulau Bintan dan di Tayan, Kalimantan Barat.

(3)

1. Sektor industri otomotif, untuk membuat bak truk dan komponen kendaraan bermotor, badan pesawat terbang.

2. Sektor pembangunan perumahan;untuk kusen pintu dan jendela. 3. Sektor industri makanan ,untuk kemasan berbagai jenis produk. 4. Sektor lain, misal untuk kabel listrik, perabotan rumah tangga dan

barangkerajinan.

2.1.3. Proses Pembuatan Aluminium

Aluminium yang sangat reaktif dengan oksigen Al2O3. Proses reduksi ini tidak semudah mereduksi besi (menggunakan batu bara), karena aluminium merupakan reduktor yang lebih kuat dari karbon. Produksi aluminium dimulai dari pengambilan bahan tambang (bauksit, corrundum, gibbsite, boehmite,diaspore, dan sebagainya). Diolah dengan proses Bayer dan juga proses Hall-Heroult. Namun ada pula proses pembuatan aluminium melalui proses daur ulang. (Harsono Wiryosumarto 2000)

1. Proses bayer

(4)

Gambar 2.2 Skema Proses Bayer

2. Proses Hall-Heroult

Selanjutnya adalah tahap peleburan alumina dengan cara reduksi melalui proses elektrolisis menurut proses Hall-Heroult. Dalam proses Hall-Heroult, aluminum oksida dilarutkan dalam lelehan kriolit (Na3AlF6) dalam bejana baja berlapis grafit yang sekaligus berfungsi sebagai katode. Selanjutnya elektrolisis dilakukan pada suhu 950 °C. Sebagai anode digunakan batang grafit.Setelah diperoleh Al2O3 murni, maka proses selanjutnya adalah elektrolisis leburan Al2O3. Pada elektrolisis ini Al2O3 dicampur dengan CaF2 dan 2-8% kriolit (Na3AlF6) yang berfungsi untuk menurunkan titik lebur Al2O3 (titik lebur Al2O3murni mencapai 2000 °C), campuran tersebut akan melebur pada suhu antara 850-950 °C. Anode dan katodenya terbuat dari grafit. Reaksi yang terjadi sebagai berikut:

Al2O3 (l) : 2Al3+ (l) + 3O2- (l)

Anode (+) : 3O2- (l) + 3/2 O2 (g) + 6e− Katode (-) : 2Al3+ (l) + 6e-+ 2Al (l)

Reaksi sel : 2Al3+ (l) + 3O2- (l) + 2Al (l) + 3/2 O2 (g)

(5)

pot di mana pada pot tersebut terikat serangkaian batang karbon dibagian atas pot sebagai katoda. Karbon anoda berada dibagian bawah pot sebagai lapisan pot, dengan aliran arus kuat 5-10 V antara anoda dan katodanya proses elektrolisis terjadi. Tetapi, arus listrik dapat diperbesar sesuai keperluan, seperti dalam keperluan industri. Alumina mengalami pemutusan ikatan akibat elektrolisis, lelehan aluminium akan menuju kebawah pot, yang secara berkala akan ditampung menuju cetakan berbentuk silinder atau lempengan. Masing – masing pot dapat menghasilkan 66.000-110.000 ton aluminium per tahun(Anonymous,2009). Secara umum, 4 ton bauksit akan menghasilkan 2 ton alumina, yang nantinya akan menghasilkan 1 ton aluminium.

Gambar 2.3 Proses Hall-Heroult

2.1.4 Jenis Aluminium Paduan

1. Jenis Aluminium Murni (seri 1000)

Jenis ini adalah aluminium dengan kemurnian antara 99,0% - 99,9%. Aluminium seri ini bersifat tahan karat, konduksi panas dan konduksi listrik baik, mampu-las dan mampu-potong. Kekurangannya ialah kekuatan yang rendah

2. Jenis Paduan Al-CU (Seri 2000)

(6)

biasanya digunakan pada konstruksi pesawat terbang seperti duralumin (2017) dan super duralumin (2014)

3. Jenis Paduan Al-Mn (Seri 3000)

Jenis paduan ini tidak dapat diperlaku-panaskan sehingga penaikan kekuatannya hanya dapat diusahakan melalui pengerjaan dingin dalam proses pembuatannya. Dalam hal kekuatan, jenis paduan ini lebih unggul dari jenis Al murni.

4. Jenis Paduan Al-Si (Seri 4000)

Jenis paduan ini tidak dapat diperlaku-panaskan. Jenis ini dalam keadaan cair mempunyai sifat mampu-alir yang baik dan proses pembekuannya hampir tidak terjadi retak. Karena sifat-sifatnya, maka jenis paduan jenis Al-Si banyak digunakan sebagai bahan atau logam las dalam pengelasan paduan aluminium baik paduan cor maupun paduan tempa.

5. Jenis paduan Al-Mg (Seri 5000)

Jenis paduan ini tidak dapat diperlaku-panaskan, tetapi mempunyai sifat yang baik dalam daya tahan korosi, terutama korosi air laut, dan dalam sifat mampu-lasnya.Paduan Al-Mg banyak banyak digunakan tidak hanya dalam konstruksi umum, tetapi juga untuk tangki-tangki penyimpanan gas alam cair dan oksige cair.

6. Jenis Paduan Al-Mg-Si (Seri 6000)

Jenis paduan ini dapat diperlaku-panaskan dan mempunyai sifat mampu-potong, mampu-las dan daya tahan korosi yang cukup. Sifat yang kurang baik dari paduan ini adalah terjadinya pelunakan pada daerah las sebagai akibat dari panas pengelasan yang timbul.

7. Jenis Paduan Al-Zn (Seri 7000)

(7)

2.1.5 Sifat Mampu Las Aluminium

1. Sifat-sifat umum paduan aluminium

Dalam hal pengelasan, paduan aluminium mempunyai sifat yang kurang baik bila dibandingkan dengan baja. Sifat-sifat yang kurtang baik atau merugikan tersebut adalah:

a. karena panas jenis dan daya hantar panasnya yang tinggi maka sulit untuk memanaskan dan mencairkan di sebagian kecil daerah las

b. Paduan aluminium mudah teroksidasi dan membentuk oksidasi aluminium Al2O3 yang mempumyai titik cair tinggi. Karena sifat ini maka peleburan antara logam dasar dan logam las menjadi terhalang.

c. Karena mempunyai sifat koefisien muai yang besar, maka mudah sekali terjadi deformasi sehingga paduan-paduan yang mempunyai sifat getas akan cenderung membentuk retak-panas.

d. Karena perbedaan yang tinggi antara kelarutan hydrogen dalam logam cair dan logam padat, maka dalam proses pembekuan yang terlalu cepat akan terbentuk rongga halus bekas kantong-kantong hydrogen.

e. Paduan aluminium mempunyai berat jenis rendah, karena itu banyak zat-zat lain yang terbentuk selama pengelasan akan tegelam. Keadaan ini memudahkan terkandungnya zat-zat yang tidak dikehendaki ke dalamnya. f. Karena titik cair dan viskositasnya rendah, maka daerah yang kena

pemanasan mudah mencair dan jutuh menetes.

Namun akhir-akhir ini sifat yang kurang baik tersebut telas dapat diatasi dengan alat dan teknik las yang lebih maju dan dengan menggunakan gas mulia sebagai pelindung selama pengelasan. Dengan kemajuan ini maka sifat mampu las dari paduan aluminium menjadi lebih baik. (Harsono Wiryosumarto 2000)

2. Retak las pada paduan aluminium

(8)

melintang dan retak kawah. Sedangkan retak yang terjadi pada proses pencairan disebabkan karena adanya pengendapan dari senyawa bertitik cair rendah seperti Mg, Si, Cu, Zn dan lain-lainnya.

Beberapa hal yang di perkirakan menjadi penyebab terjadinya retak las adalah penggunaan logam las yang tidak sesuai dengan logam induk, suhu antar lapis las, tegangan penahan dan juru las yang kurang terampil. Sebagai contoh terbentuknya retak manic membujur yang disebabkan oleh tidak sesuaianya logam las dan loigam induk adalah bila paduan Al-Mg-Si dilas dengan menggunakan logam las yang sama. Retak melintang terjadi karena adanya tegangan penahan arah memanjang yang besar. Sedangkan retak halus yang sukar untuk diperiksa walaupun dengan pemeriksaan radiografi biasanya sebebkan oleh terlalu tingginya suhu antar lapis. (Harsono Wiryosumarto 2000)

3. Lubang-lubang halus pada paduan aluminium

Lubang halus yang terjadi pada proses pengelasan aluminium di sebabkan oleh gas hydrogen yang larut kedalam aluminium cair. Karena batas kelarutan turun pada waktu pendinginan maka gas hydrogen keluar dari larutan membentuk gelembung halus seperti terlihat pada gambar 2.4 usaha yang piling baik untuk menhindarinya adalah menghilangkan sumber hydrogen baik yang berbentuk zat-zat organic seperti minyak yang berbentuk uap air. (Harsono Wiryosumarto 2000)

(9)

4. Pengaruh panas pengelasan pada paduan aluminium

Panas pengelasan pada paduan aluminium akan menyebabkan terjadinya pencairan sebagian, rekristalisasi, pelarutan padat atau pengendapan, tergantung pada tingginya suhu pada daerah las. Karena perubahan struktur ini biasanya terjadi penurunan kekuatan korosi dan kadang-kadang daerah las menjadi getas. Struktur mikro daerah HAZ dari paduan dapat diperlaku-panaskan ditunjukkan pada gambar 2.5

Gambar 2.5 Struktur Mikro Daerah Las Dari Aluminium yang Dapat Diperlaku-Panaskan (Harsono Wiryosumarto2000)

Pada paduan yang dapat dikeras endapkan, akan terjadi butir-butir endapan yang kasar sehingga pada daerah ini terjadi penurunan kekuatan dan ketahan korosi yang paling besar. Dari uraian diatas dapat disimpulkan bahwa makin besar masukan panas makin besar pula sifat-sifat mekanik yang baik. (Harsono Wiryosumarto 2000)

2.2 Pengelasan

2.2.1 Ruang Lingkup Dan Defenisi Pengelasan

Lingkup penggunaan teknik pengelasan dalam konstruksi sangat luas, meliputi perkapalan, jembatan, rangka baja, bejanan tekan, pipa pesat, pipa saluran, kendaraan rel dan sebagainya.

(10)

Karena itu rancangan las dan cara pengelasan harus betul-betul memperhatikan kesesuaian antara sifat-sifat las dengan kegunaan konstruksi serta keadaan di sekitarnya. (Harsono, 2000)

Pengelasan (welding) adalah salah satu teknik penyambungan logam dengan cara mencairkan sebagian logam induk dan logam pengisi dengan atau tanpa tekanan dan dengan atau tanpa logam tambahan dan menghasilkan sambungan yang kontinu. Dari definisi tersebut terdapat empat kata kunci untuk menjelaskan definisi pengelasan yaitu mencairkan sebagian logam, logam pengisi, tekanan dan sambungan kontinu. Dari definisi diatas, proses pengelasan dapat dibuat skemanya sebagai berikut:

Gambar 2.6 Skema Definisi Proses Pengelasan (Sonawan , 2006)

Berdasarkan definisi dari DIN (Deutsche Industrie Norman) las adalah ikatan metalurgi pada sambungan logam atau logam paduan yang dilaksanakan dalam keadaan lumer atau cair. Dari defines tersebut dapat dijabarkan lebih lanjut bahwa las adalah sambungan setempat dari beberapa batang logam dengan menggunakan energi panas (Wiryosumarto, 2000)

Las (welding) adalah suatu cara untuk menyambung benda padat dengan jalan mencairkannya melalui pemanasan. Untuk berhasilnya penyambungan diperlukan beberapa persyaratan yang harus dipenuhi, yakni:

- Bahwa benda padat tersebut dapat cair/lebur oleh panas

- Bahwa antara benda-benda padat yang disambung tersebut terdapat kesesuaian sifat lasnya sehingga tidak melemahkan atau mengagalkan sambungan tersebut

(11)

2.2.2 Sejarah Pengelasan

Berdasarkan penemuan benda-benda sejarah dapat diketahui bahwa teknik penyambungan logam telah diketahui sejak dari zaman prasejarah, misalnya pembrasingan logam paduan emas-tembaga dan pematrian paduan timbal-timah. Menurut keterangan yang didapat telah diketahui dan dipraktekkan dalam rentang waktu antara tahun 4000 sampai 3000 SM. Sumber energi panas yang dipergunakan pada waktu itu diperkirakan dihasilkan dari pembakaran kayu atau arang (Wiryosumarto, 2000)

Setelah energi listrik dapat dipergunakan dengan mudah, teknologi pengelasan maju dengan pesat sehingga menjadi suatu teknik penyambungan yang mutakhir. Cara-cara dan teknik-teknik pengelasan yang banyak digunakan pada waktu itu seperti las busur, las resistansi listrik, las termit dan las gas, pada umumnya diciptakan pada akhir abad ke-19 (Wiryosumarto, 2000).

Alat-alat dari busur dipakai secara luas setelah alat tersebut digunakan dalam praktek oleh Benardes dalam tahun 1985. Dalam penggunaan yang pertama ini Bernades memakai elektroda yang dibuat dari batang karbon atau grafit. dengan mendekatkan elektroda ke dalam logam induk atau logam yang akan dilas sejarak kira-kira 2 mm, maka terjadi busur listrik yang merupakan sumber panas dalam proses pengelasan. Karena panas yang timbul, maka logam pengisi yang terbuat dari logam yang sama dengan logam induk mencair dan mengisi tempat sambungan. Dalam tahun 1989, Zerner mengembangkan cara pengelasan busur yang baru dengan menggunakan busur listrik yang dihasilkan oleh dua batang karbon. Dengan cara ini busur yang dihasilkan ditarik ke logam dasar oleh gaya elektromagnet sehingga terjadi semburan busur yang kuat (Wiryosumarto, 2000).

(12)

elektroda yang terbungkus yang sangat luas penggunaannya pada waktu ini (Wiryosumarto, 2000).

Gambar 2.7 Perkembangan Cara Pengelasan (Wiryosumarto , 2000)

2.2.3. Klasifikasi Pengelasan

Hingga saat ini terdapat sekitar 35 jenis pengelasan yang diciptakan oleh manusia. Dari keseluruhan jenis tersebut hanya dua jenis yang paling popular di Indonesia, yakni pengelasan dengan menggunakan busur nyala listrik (shielded metal arc welding/SMAW), dan las karbit (oxy acetylene welding/OAW). Di

beberapa kegiatan industri yang mempergunakan teknologi canggih di Indonesia, telah dipakai jenis TIG (tungsten inert gas welding), MIG (metal gas welding atau CO2 welding), las tahan listrik (electric resistance welding/ERW), las busur terbenam (submerged arc welding/SAW) (Widharto, 2006).

2.2.4. Jenis-Jenis Pengelasan

1. Las berdasarkan panas tenaga listrik

(13)

dipakai di mana-mana untuk hamper semua keperluan pengelasan. Untuk keselamatan kerja maka tegangan yang dipakai hanya 23 – 45 volt saja, sedang untuk pencairan pengelasan dipakai arus listrik hingga 500 ampere. Untuk mencegah oksidasi (reaksi dengan O2), bahan penambah las (elektroda) dilindungi dengan selapis zat pelindung (flux atau slag)yang sewaktu pengelasan ikut mencair. Karena berat jenisnya lebih ringan dari bahan metal yang dicairkannya, maka caran flux teresebut mengapung di atas cairan metal tersebut, sekaligus mengisolasi metal tersebut untuk beroksidasi dengan udara luar, dan sewaktu mendingin/membeku, flux tersebut juga ikut membeku dan tetap melindungi metal dari reaksi oksidasi (Widharto, 2006).

Gambar 2.8 SMAW (shielded metal arc welding), (Widharto, 2006).

(14)

Gambar 2.9 SAW (Submerged Arc Welding), (Sonawan , 2006)

c. ESW (electroslag welding), yaitu pengelasan busur terhenti. Pengelasan ini sejesnis dengan SAW namun bedanya demikian busur nyala mencairkan flux, busur terhenti dan proses pencairan flux berjalan terus dan menjadi bahan pengantar arus listrik (konduktif), sehingga elektroda terhubungkan dengan benda yang dilas melalui konduktor tersebut. Panas yang dihasilkan dari tahanan terhadap arus listrik melalui cairan flux/slag cukup tinggi untuk mencairkan bahan tambahan las dan bahan dasar yang di las. Karena volume slag dan cairan las sangat besar, maka jenis pengelasan ini hanya dipakai untuk pengelasan datar (flat) saja. Pada awal dan akhir pengelasan dipasang suatu penampung untuk memberikan waktu cukup untuk bagi flux untuk mencair cukup banyak dan menciptakan suatu cairan slag yang konduktif (Widharto, 2006).

(15)

d. Stud welding, yaitu las baut pondasi, berguna untuk menyambung bagian suatu konstruksi baja dengan bagian yang terdapat didalam beton (baut angker, shear connector dan lain-lain). Pengelasan dilaksanakan dengan menmpergunakan tang las khusus. Sebelum dilas, semua bahan harus bersih dari karat, cat, galvanis, cadmium plating, minyak dan lain-lain. Sewaktu pengelasan, tang las (welding gun) harus dijaga pada posisi tetap hingga jalur las mendingin. Jenis elektoda harus hydrogen (kandungan air rendah), bergaris tengah 5/32 atau 3/16 inchi (Widharto, 2006).

e. ERW (electric resistance weld), yaitu las tahanan listik. Dengan tahanan yang besar, panas yang dihasilkan oleh aliran listrik menjadi sedemikian tingginya sehingga mencairkan logam yang akan dilas. Contohnya pengelasan pelat-pelat dinding pesawat (Widharto, 2006). f. EBW (electron bearn welding), las pemboman electron, adalah suatu

pengelasan yang pencairan disebabkan oleh panas yang dihasilkan dari suatu berkas loncatan electron yang dikonsentrasikan/ dimanfaatkan dan diarahkan pada benda yang dilas. Pengelasan dilaksanakan di dalam ruang hampa, sehingga menghapus kemungkinan oksidasi atau kontaminasi dengan zat kimia lainnya (Widharto, 2006).

2. Las berdasarkan Panas dari Kombinasi Busur Nyala Listrik dan Gas Kekal a. GMAW (gas metal arc welding), yaitu pengelasan dengan gas. Nyala

yang dihasilkan berasal dari busur nyala listrik, yang dipakai sebagai pencair metal yang dilas dan metal penambah. Sebagai pelindung oksidasi dipakai gas pelindung yang berupa gas kekal (inert) atau CO2 oleh karena jenis las ini disebut pula CO2 welding (Widharto, 2006).

(16)

b. GTAW (gas tungsten arc welding) atau TIG (tungsten inert gas) welding, adalah pengelasan dengan memakai busur nyala yang dihasilkan oleh elektroda tetap terbuat dari tungsten. Sedangkan sebagai bahan penambah terbuat dari bahan yang sama atau sejenis dengan bahan yang dilas dan terpisah dari pistol las (welding gun). Untuk mencegah oksidasi dipakai gas pelindung yang keluar dari welding gun. Biasanya gas pelindung tersebut berupa gas mulia (99%

Argon). Jenis las baik untuk penyambungan bahan metal dan bahan-bahan campuran yang tipis. Jenis las ini sangat baik untuk pengelasan pertama (jalan las pertama) atau root bead/stringer bead (Widharto, 2006).

Gambar 2.12 Gas Tungsten Arc Welding (Sonawan , 2006)

(17)

sehingga di samping tampak bagus dan halus juga tidak mengalami perubahan structural material yang berarti (Widharto, 2006).

d. EGW(electro gas welding) adalah jenis las MIG yang otomatis dan hanya dipakai untuk posisi pengelasan vertical saja (Widharto, 2006). 3. Las berdasarkan atas panas dari pembakaran campuran gas

OAW (oxy acetylene welding) biasa disebut gas karbit atau las autogen. Panas didapat dari hasil pembakaran gas acetylene (C2H2) dengan oksigen (O2). Karena panas yang dihasilkan tidak terlalu tinggi, maka jenis las ini hanya baik untuk pengelasan pelat baja tipis saja (3 mm). untuk pelat yang tebal diperlukan waktu pemanasan pendahuluan yang cukup lama sehingga tidak ekonomis. Jenis las ini baik pula untuk pemanasan pendahuluan untuk pelat-pelat baja yang sangat tebal sebelum dilas dengan listrik. Oleh karenanya jenis las ini sangat baik dipakai untuk pemotongan baja, kecuali baja paduan seperti stainless steel yang sangat peka terhadap oksidasi. Mutu las karbit pada umumnya kurang baik ditinjau dari segi kekuatannya mengingat banyaknya bahan las yang teroksidasi karena dipakainya oksigen sebagai bahan pemanasnya (Widharto, 2006).

Gambar 2.13 Oxy Acetylene Welding (Sonawan , 2006)

4. Las berdasarkan ledakan dan reaksi eksotermis

(18)

tersedia. Cara ini praktis untuk menyambung kabel-kabel, kawat baja, wire rope atau seling, dan pelekatan arde pada tiang baja. Hasil sambungan ini cukup sempurna karena boleh dikatan hampir tidak terdapat proses oksidai yang melemahkan sambungan tersebut (Widharto, 2006)

b. TW (termit welding) adalah las yang mempergunakan proses reaksi kimia eksotermis yang menghasilkan suhu yang sangat tinggi untuk melebur metal yang dilas. Las ini dipakai untuk penyambungan benda-benda besar/tebal dan diperlukan waktu yang lebih lama dari las ledakan. (Widharto, 2006)

Gambar 2.14 Termit Welding (Sonawan , 2006)

2.2.5 Metalurgi Pengelasan

(19)

Dalam pengelasan cair bermacam-macam cacat terbentuk dalam logam las, misalnya pemisahan atau segregasi, lubang halus dan retak. Banyaknya cacat yang terjadi tergantung pada kecepatan pembekuan. Semua kejadian selama proses pendinginan dalam pengelasan hampir sama dengan pendinginan dalam pengecoran. Perbedaan yang terjadi adalah kecepatan pendinginan dalam las lebih tinggi, Sumber panas dalam las bergerak terus, pencairan dan pembekuan terjadi secara teru menerus, Pembekuan logam las mulai dari dinding logam induk dan logam las harus menjadi satu dengan logam induk. Pada proses pembekuan logam las terjadi tiga proses reaksi metalurgi, prosestersebut adalah : (Wiryosumarto, 2000).

1. Pemisahan

Di dalam logam las terdapat tiga jenis pemisahan, yaitu pemisahan makro, pemisahan gelombang dan pemisahan mikro. Pemisahan makro adalah

perubahan komponen secara perlahan-lahan yang terjadi mulai dari sekitar garis lebur menuju ke garis sumbu las, Sedangkan pemisahan gelombang adalah perubahan komponen karena pembekuan terputus yang terjadi pada proses terbentuknya gelombang manik las. Pemisahan mikro adalah perubahan komponen yang terjadi dalam satu pilar atau dalam bagian dari satu pilar. 2. Lubang-lubang Halus

(20)

3. Oksidasi

Aluminium adalah logam yang sangat aktif. Kalau berada di lingkungan yang menghasilkan oksigen, Logam ini bereaksi untuk membentuk sebuah selaput tipis oksida yang transparan di seluruh permukaan yang terbuka. Selaput ini mengendalikan laju korosi dan melindungi logam di bawahnya. Oleh karena itu, komponen-komponen yang terbuat dari aluminium dan paduannya bisa memiliki umur yang panjang. Jika selaput ini rusak, maka selaput tersebut tidak dapat dipulihkan lagi, korosi logam ini akan berlangsung cepat sekali. Pembentukan lapisan oksida (Al2O3) ditandai dengan perubahan visual dari permukaan aluminium (Al) yang mana warna semula mengkilap (perak) berangsur-angsur berubah lebih buram seiring laju pertumbuhan lapisan oksida yang disebabkan oleh kontak langsung dengan oksigen (O2). Ketika mill scale dari logam aluminium dibuka dan mengalami kontak langsung dengan udara (atmosfer) pembentukan aluminium oksida berlangsung sangat cepat sampai laju oksidasinya berjalan lambat setelah 10 hari. Laju penebalan ini dapat digambarkan berupa grafik logaritma di mana penebalannya suatu saat akan konstan. Lapisan aluminium oksida ini sangat berongga (porous) dan dapat menyerap embun atau sumber hidrokarbon lainnya dan tumbuh menebal menjadi Hydrated-oxid alumina (Al2O3.H2O) yang memiliki lapisan kimia bercampur air penyebab porosity. Aluminium oksida memiliki titik leleh yang besar yang mencapai 2038° C, yang mana tiga kali titik leleh paduan aluminiumnya. Jika lapisan ini tidak dibersihkan pada saat akan dilakukan pengelasan maka prose pengelasanya sulit dilakukan dan kualitas hasil lasanya menurun. (Anjar leksono,2005 )

(21)

2.3 Pengelasan TIG (Tungsten Inert Gas)

Las TIG (Tungsten Inert Gas) adalah salah satu pengelasanbusur listrik berpelindung gas mulia di mana elektroda tidak diumpankan. Las TIG dapat menjangkau pada proses pengelasan yang luas dan mempunyai kemampuan yang tinggi untuk menyatukan logam serta dapat pula mengelas pada segala posisi pengelasan dengan kepadatan yang tinggi, daya busurnya tidak tergantung pada bahan tambah yang diperlukan, sehingga las TIG dimungkinkan untuk mengelas berbagai jenis logam (Sukamto, 2009).

TIG (Tungsten Inert Gas) welding adalah jenis las listrik yang menggunakan bahan tungsten (wolfarm) sebagai elektroda yang tidak terkonsumsi, elektroda ini digunakan hanya untuk menghasilkan busur nyala listrik. (Widharto, 2006).

Bahan penambah berupa batang las (rod), yang dicairkan oleh busur nyala tersebut mengisi kampuh bahan induk. Untuk mencegah oksidasi digunakan gas mulai (seperti Argon, Helium, Freon) dan CO2 sebagai gas lindung. Jenis las ini dapat digunakan dengan atau tanpa bahan penambah, las ini menghasilkan sambungan las yang bermutu tinggi dengan peralatan yang relative lebih murah (Widharto, 2006).

(22)

Gambar 2.16 Pengelasan TIG (Widharto, 2006)

2.3.1 Prinsip Kerja Pengelasan TIG (Tungsten Inert Gas)

Proses dari pengelasan TIG menggunakan gas lindung untuk mencegah terjadinya oksidasi pada bahan las yang panas(Widharto, 2006).

Busur nyala listrik dihasilkan dari arus listrik melalui konduktor dan mengionisasi gas pelindung. Busur terjadi antara ujung elektroda tungsten dengan logam induk. Panas yang dihasilkan busur langsung mencairkan logam induk dan juga logam las berupa kawat las (rod). Penggunaan kawat las tidak selalu dilaksankan (hanya jika dipandang perlu sebagai logam penambah) Pencairan kawat las dilaksanakan diujung kolam las sambil pengelasan berjalan (Widharto, 2006).

Terdapat 4 komponen dasar dari pengelasan TIG, yaitu : 1. Obor (torch)

2. Elektoda tak terkonsumsi 3. Sumber arus las

(23)

Gambar 2.17 Skema Pengelasan TIG (Widharto, 2006).

2.3.2 Keuntungan dan Kerungian Proses TIG (Tungsten Inert Gas)

a. Keuntungan Proses

Berikut ini adalah beberapa keuntungan penggunaan TIG:

1. Mengahasilkan sambungan las bermutu tinggi, biasanya bebas cacat

2. Bebas dari terbentuknya percikan las (spatter)

3. Dapat digunakan dengan atau tanpa bahan tambahan (filler metal)

4. Penetrasi (tembusan) pengelasan akar dapat dikendalikan dengan baik

5. Produksi pengelasan tinggi dan murah

6. Dapat menggunakan sumber tenaga yang relative murah

7. Memungkinkan untuk mengendalikan variable las secara akurat 8. Dapat digunakan pada hamper semua jenis metal termasuk

pengelasan metal berbeda

9. Memungkinkan pengendalian mandiri sumber panas maupun penambahan filler metal (Widharto, 2006).

b. Kerugian proses

Berikut ini adalah beberapa keuntungan penggunaan TIG:

(24)

2. Memerlukan keterampilan tangan dan koordinasi juru las lebih tinggi dibanding dengan las GMAW atau SMAW (Widharto, 2006).

2.3.3 Sumber Arus Las

Sumber listrik yang digunakan untuk pengelasan TIG dapat berupa listrik DC atau listrik AC.Pada umumnya pada pengelasan TIG sumber listrik yang dipergunakan mempunyai karakteristik yang lamban, sehingga dalam hal menggunakan listrik DC untuk memulai menimbulkan busur perlu ditambah dengan listrik AC frekuensi tinggi. (Wiryosumarto, 2000).

1. Arus Bolak Balik (AC)

Proses las TIG arus AC dilaksanakan dengan menggunakan las AC. Proses ini memiliki dua keunggulan dibanding dengan proses TIG arus DC.

a. Aksi pembersihan (cleaning action)

(25)

Gambar 2.18 Aksi Pembersihan Lapisan Oksida (Sonawan, 2006)

b. Aksi Penembusan

Jika saat elektorda bermuatan positif terjadi aksi pembersihan maka saat sebaliknya yaitu elektroda berrnuatan negatif akan terjadi aksi penembusan. Elektron sekarang bergerak dari elektroda ke arah permukaan logam induk tanpa adanya hambatan karena lapisan oksida telah terkelupas. Tingkat penembusan yang dihasilkan dengan aksi ini cukup dalam berbeda dengan aksi sebelumnya (aksi pembersihan). Kedalaman penembusan logam induk menjadi ciri dari aksi penembusan ini (Sonawan, 2006).

2. Arus Searah (DC)

(26)

Gambar 2.19 Diagram Rangkaian Listrik dari Mesin Las Listrik DC (Wiryosumarto, 2000)

Arus DC positif (polaritas balik) menghasilkan karakteristik aksi pembersihan dengan penetrasi dangkal dan arus DC negatif menghasilkan penembusan. Arus DC positif umumnya dipakai pada pengelasan pelat-pelat tipis, sedangkan arus DC negatif dipakai pada kasus pengelasan pelat tebal karena memanfaatkan dalamnya penetrasi/penembusan logam las. (Sunawon, 2006).

Gambar 2.20 Perbedaan Karakteristik Arus AC dan DC

Pemakaian Jenis Arus Dalam Pengelasan Beberapa Jenis Logam dapat dilihat pada table berikut:

Tabel 2.1 Penggunaan Mesin Las TIG untuk Beberapa Logam

Logam Listrik AC

(27)

2.4 Struktur Mikro

Struktur mikro adalah gambaran dari kumpulan fasa-fasa yang dapat diamati melalui teknik metalografi. Struktur mikro suatu logam dapat dilihat dengan menggunakan mikroskop. Mikroskop yang dapat digunakan yaitu mikoroskop optik dan mikroskop elektron. Sebelum dilihat dengan mikroskop, permukaan logam harus dibersihkan terlebih dahulu, kemudian reaksikan dengan reagen kimia untuk mempermudah pengamatan. Proses ini dinamakan etching. (Wiryosumarto, 2000).

Untuk mengetahui sifat dari suatu logam, kita dapat melihat struktur mikronya. Setiap logam dengan jenis berbeda memiliki struktur mikro yang berbeda. Dengan melalui diagram fasa, kita dapat meramalkan struktur mikronya dan dapat mengetahui fasa yang akan diperoleh pada komposisi dan temperatur tertentu. Dan dari struktur mikro kita dapat melihat:

a. Ukuran dan bentuk butir

b. Distribusi fasa yang terdapat dalam material khususnya logam c. Pengotor yang terdapat dalam material

(28)

Gambar 2.21 Struktur Mikro pada Logam (Wiryosumarto, 2000).

2.4.1 Struktur Pada Daerah Las

Selama pendinginan dari logam cair sampai menuju suhu kamar, logam las mengalami serangkaian perubahan fasa. Baja karbon rendah (kandungan C < 0,1%) akan mengalami perubahan-perubahan fasa cair menjadi Ferrite δ ketika pembekuan berlangsung kemudian berubah menjadi Austenite γ dan akhirnya menjadi Ferrite α dan Pearlite. Struktur mikro yang akan terbentuk di tentukan pada saat pendinginan. Ada beberapa faktor yang mempengaruhi struktur mikro, sepertikomposisi akhir logam las, filler serta kondisi udara sekitar pengelasan. (Wiryosumarto, 2000).

Proses pendinginan pada las berlangsung secarakontinu, yaitu proses penurunan suhu berlangsung tanpa adanya penurunan suhu secara mendadak. Menurut Abson dan Pargeter (1986), struktur mikro yang mungkin terbentuk dari pengelasan adalah:

1. Proeutectoid Ferrrite, terdiri dari grain boundaryFerrite dan intragranular polygonal Ferrite pada suhu 1000-650 ℃.

2. Widmanstatten Ferrrite atau Ferrite with aligned second phase pada suhu 750-650 ℃.

(29)

4. Bainite, terbentuk pada suhu 400-500 ℃.

5. Martensite, terjadi jika pendinginan berlangsung sangat cepat.

Proses pendinginan hasil pengelasan pada umumnya berlangsung secara cepat sehingga untuk menganalisa struktur mikro hasil pengelasan tidak dapat digunakan diagram fasa. Diagram fasa hanya dapat dipergunakan untuk kondisi dimana laju pendinginan sangat lambat dan proses difusi atom berlangsung. Karena itu untuk menganalisa struktur mikro hasil pengelasan dapat digunakan diagram Continuous Cooling Transformation (CCT), berikut strukur mikro pada daerah Las dapat dilihat pada gambar 2.22.

Gambar 2.22 Struktur Mikro Daerah Las (Wiryosumarto, 2000)

2.4.2 Struktur mikro daerah HAZ (Heat affected Zone)

(30)

Gambar 2.23 Struktur Mikro Pada Daerah HAZ (Heat affected Zone) (Wiryosumarto, 2000).

2.5 Pengujian Hasil Pengelasan

2.5.1.Uji Impact

Uji impact adalah pengujian dengan menggunakan pembebanan yang cepat (rapid loading). Pengujian impak merupakan suatu pengujian yang mengukur ketahanan bahan terhadap beban kejut. Inilah yang membedakan pengujian impak dengan pengujian tarik dan kekerasan, di mana pembebanan dilakukan secara perlahan-lahan. Pengujian impak merupakan suatu upaya untuk mensimulasikan kondisi operasi material yang sering ditemui dalam perlengkapan transportasi atau konstruksi di mana beban tidak selamanya terjadi secara perlahan-lahan melainkan datang secara tiba-tiba, contoh deformasi pada bumper mobil pada saat terjadinya tumbukan kecelakaan.(Schonmetz, Alois)

(31)

Sifat keuletan suatu bahan dapat diketahui dari pengujian tarik dan pengujian impact, tetapi dalam kondisi beban yang berbeda. Beban pada pengujian impact seperti yang telah dijelaskan diatas adalah secara tiba-tiba, sedangkan pada pengujian tarik adalah perlahan-lahan. Dari hasil pengujian tarik dapat disimpulkan perkiraan dari hasil pengujian impact. Tetapi dari pengujian impact dapat diketahui sifat ketangguhan logam dan harga impact untuk temperatur yang berbeda-beda, mulai dari temperatur yang sangat rendah (-30oC) sampai temperatur yang tinggi. Sedangkan pada percobaan tarik, temperatur kerja adalah temperatur kamar.

Diagram uji impact dapat dilihat pada gambar 2.24.

Gambar 2.24 Diagram Uji Impak

2.5.2. Pengujian Impact Metode Charpy

Batang uji Charpy banyak digunakan di Amerika Serikat, Benda uji Charpy memiliki luas penampang lintang bujur sangkar (10 x 10 mm) dan

(32)

temperature sebagai upaya untuk mengetahui temperatur transisi prinsip dasar pengujian charpy ini adalah besar gaya kejut yang dibutuhkan untuk mematahkan benda uji dibagi dengan luas penampang patahan.

Mula-mula bandul Charpy disetel di bagian atas, kemudian dilepas sehingga menabrak benda uji dan bandul terayun sampai ke kedudukan bawah Jadi dengan demikian, energi yang diserap untuk mematahkan benda uji ditunjukkan oleh selisih perbedaan tinggi bandul pada kedudukan atas dengan tinggi bandul pada kedudukkan bawah (tinggi ayun). Segera setelah benda uji diletakkan, kemudian bandul dilepaskan sehingga batang uji akan melayang (jatuh akibat gaya gravitasi). Bandul ini akan memukul benda uji yang diletakkan semula dengan energi yang sama.

Energi bandul akan diserap oleh benda uji yang dapat menyebabkan benda uji patah tanpa deformasi (getas) atau pun benda uji tidak sampai putus yang berarti benda uji mempunyai sifat keuletan yang tinggi.Permukaan patah membantu untuk menentukan kekuatan impact dalam hubungannya dengan temperatur transisi bahan. Daerah transisi yaitu daerah dimana terjadi perubahan patahan ulet ke patahan getas. Bentuk perpatahan dapat dilihat langsung dengan mata telanjang atau dapat pula dengan bantuan mikroskop.Alat metode charpy dapat dilihat pada gambar 2.25

(33)

Untuk mencari energi yang dibutuhkan untuk mematahkan sampel (energi yang diserap) dinyatakan dalam persamaan:

E = P.D (cos β– cos α) (2.1)

Keterangan:

E = Energi yang dibutuhkan untuk mematahkan sampel (Joule)

P = Berat Palu x gravitasi yaitu 251,664 N

D = Jarak lengan pengayun yaitu 0,6490

Cos β = Sudut akhir pemukulan

Cos α = Sudut awal pemukulan yaitu konstan 147o

Sedangkan untuk mendapatkan nilai impak maka dapat dihitung menggunakan persamaan:

Ki = E/Ai (2.2)

Keterangan:

Ki = Nilai impak (Joule/mm2)

E = Energi yang dibutuhkan untuk mematahkan sampel (Joule)

Ai = Luas penampang sampel (mm2)

2.5.3 Faktor Penyebab Patah Getas Pada Pengujian Impact

1. Notch

Notch pada material akan menyebabkan terjadinya konsentrasi tegangan pada daerah yang lancip sehingga material lebih mudah patah. Selain itu notch juga akan menimbulkan triaxial stress. Triaxial stress ini sangat berbahaya karena tidak akan terjadi deformasi plastis dan menyebabkan material menjadi getas. Sehingga tidak ada tanda-tanda bahwa material akan mengalami kegagalan.

2. Temperatur

Pada temperatur tinggi material akan getas karena pengaruh vibrasi elektronnya yang semakin rendah, begitupun sebaliknya.

1. Strainrate

(34)

sempat mengalami deformasi plastis, karena pergerakan atomnya (dislokasi). Dislokasi akan bergerak menuju ke batas butir lalu kemudian patah. Namun pada uji impak, strain rate yang diberikan sangat tinggi sehingga dislokasi tidak sempat bergerak, apalagi terjadi deformasi plastis, sehingga material akan mengalami patah transgranular, patahnya ditengah-tengah ato. Karena dislokasi tidak sempat bergerak ke batas butir. Kemudian, dari hasil percobaan akan didapatkan energi dan temperatur. Dari data tersebut, kita akan buat diagram harga impak terhadap temperatur. Energi akan berbanding lurus dengan harga impak. Kemudian kita akan mendapakan temperatur transisi. Temperatur transisi adalah range temperature di mana sifat material dapat berubah dari getas ke ulet jika material dipanaskan. Temperatur transisi ini bergantung pada berbagai hal, salah satunya aspek metalurgi material, yaitu kadar karbon. Material dengan kadar karbon yang tinggi akan semakin getas, dan harga impaknya kecil, sehingga temperatur transisinya lebih besar.

2.5.4 Jenis Jenis Patahan

1. Patahan Getas

Patahan yang terjadi pada benda yang getas, misalnya: besi tuang, dapat dianalisis Permukaan rata dan mengkilap, potongan dapat dipasangkan kembali, keretakan tidak dibarengi deformasi, nilai pukulan takik rendah. Bentuk patahan getas dapat dilihat pada gambar 2.27

(35)

2. Patahan Liat

Patahan yang terjadi pada benda yang lunak, misalnya: baja lunak, tembaga, dapat dianalisis Permukaan tidak rata buram dan berserat, pasangan potongan tidak bisa dipasang lagi, terdapat deformasi pada keretakan, nilai pukulan takik tinggi, patahan liat dapat dilihat pada gambar 2.28

Gambar 2.28 Patahan Liat (Wiryosumarto, 2000).

3. Patahan Campuran

Patahan yang terjadi pada bahan yang cukup kuat namun ulet, misalnya pada baja temper Gabungan patahan getas dan patahan liat, permukaan kusam dan sedikit berserat, potongan masih dapat dipasangkan, ada deformasi pada retakan, patahan campuran dapat dilihat pada gambar 2.29

Gambar

Gambar 2.1 Aluminium
Gambar 2.2 Skema Proses Bayer
Gambar 2.3 Proses Hall-Heroult
Gambar 2.4 Terjadinya lubang halus pada pengelasan aluminum (Harsono
+7

Referensi

Dokumen terkait

Pareto ABC digunakan untuk mengetahui prioritas item yang digunakan di apotek di Kabupaten Bantul yaitu dengan melihat nilai pakai, nilai investasi dan nilai indeks

Apabila dikemudian hari terdapat kesalahan/kekeliruan dalam penginputan data PUPNS 2015, saya bertanggung jawab penuh terhadap data tersebut dan tidak akan menyalahkan pihak

Pentingnya ketepatan waktu penyampaian laporan keuangan supaya dapat menimbulkan reaksi bagi para pelaku pasar modal dipengaruhi oleh profitabilitas (Baridwan, 2004:5),

Jika harta bersama tersebut harus di bagi antara 50 % untuk istri dan 50 % untuk suami maka dirasa sangat tidak adil, Untuk menjunjung rasa keadilan itu maka

1) berkas B-1 KWK Pemohon yang diambil oleh Pemohon dari Kantor Termohon, dan telah berada dalam penguasaan Pemohon hingga acara pembuktian dilaksanakan dan

Dari hasil penelitian menunjukkan bahwa evaluasi pelatihan vokasi juru sembelih halal dapat dianalisa dengan empat aspek evaluasi yang saling terikat dan berpengaruh

Misalkan kita memiliki sebuah gambar yang bergerak secara real time, f (x, y, t) merujuk kepada tingkat keabu-abuan(x, y) di waktu t. Asumsi masing-masing piksel bergerak tetapi

Selain dari beberapa karya di atas, Fazlur Rahman pernah menulis artikel yang berjudul “Iqbal in Modern Muslim Thoght” Rahman mencoba melakukan survei terhadap