• Tidak ada hasil yang ditemukan

Embriogenesis Somatik dari Salak Padangsidempuan (Salacca sumatrana Becc.) pada Media MS Diperkaya dengan Lisin

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Embriogenesis Somatik dari Salak Padangsidempuan (Salacca sumatrana Becc.) pada Media MS Diperkaya dengan Lisin"

Copied!
5
0
0

Teks penuh

(1)

BAB 2

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Tanaman Salak

Tanaman salak termasuk ke dalam famili Palmae dengan sub famili Calamoideae, sub famili Calamoideae terbagi menjadi dua tribe yaitu Calamae dan Lepidocaryeae. Tribe Calamae terbagi menjadi beberapa sub tribe diantaranya Calamineae (salak) (Ashari, 2005). Salak serumpun dengan kelapa, kelapa sawit, aren (enau), palem, pakis yang bercabang rendah dan tegak. Salak adalah tumbuhan monokotil yang batangnya hampir tidak kelihatan karena tertutup pelepah daun yang tersusun rapat dan berduri, dari batang yang berduri itu tumbuh tunas baru yang dapat menjadi anakan atau tunas bunga buah salak dalam jumlah yang banyak (Soetomo, 2001).

Tanaman salak termasuk golongan tanaman yang berumah dua (dioecious), yaitu suatu golongan tanaman yang mempunyai bunga jantan atau betina terpisah dalam pohon yang berbeda. Dengan demikian, dikenal tanaman salak jantan (hanya menghasilkan bunga jantan) dan tanaman salak betina (penghasil bunga betina) (Ashari, 2005). Daging buah salak berwarna putih kekuningan atau merah tergantung pada jenisnya. Biji berbentuk bulat hingga bulat telur, satu buah salak mengandung 1 – 3 biji. Rasa buah manis, manis agak asam atau manis agak sepat (Tjahjadi, 2006).

2.1.1 Jenis-jenis Salak

(2)

tumbuh di Serawak dan Kalimantan Timur. Perbedaan mencolok antara jenis salak budidaya dan salak liar terletak pada bentuk batangnya. Tipe liar lainnya seperti Salacca affinis dan Salacca wallichiana (salak bangkok) bertipe panjang menjalar pada permukaan tanah sedangkan tipe budidaya batangnya tumbuh tegak (Ashari, 2005).

2.1.2 Salak Padangsidempuan

Salak padangsidempuan merupakan buah khas dari Sumatera Utara tepatnya di Desa Sibakua daerah Kabupaten Tapanuli Selatan, Kota Padangsidempuan. Salak yang tumbuh di Padangsidempuan lebih dikenal dengan sebutan salak sibakua. Buah yang rasanya manis bercampur asam dan agak sepat ini banyak mengandung vitamin A, vitamin C dan beta karoten (Lingga, 2012).

Daging buah pada salak mengandung tanin, saponin dan flavonoida. Rasa sepat yang timbul pada buah salak disebabkan karena adanya kandungan zat tanin. Daging buah salak berkhasiat sebagai antioksidan, menjaga kesehatan mata, anti diabetes, menurunkan kolesterol dan anti diare (Sirait, 2007).

Menurut Soetomo (2001), buah salak mengandung gizi tinggi bila dibandingkan dengan pisang, nenas dan papaya. Kandungan gizi setiap 100 gram buah salak dari bagian yang dapat dimakan terdiri atas: kalori 77 kal, kalsium 28 g, karbohidrat 20,9 g, protein 0,4 g, lemak 0 g, fosfor 18 mg, besi 4,2 mg, vitamin B1 0,04 mg, vitamin C 2 mg dan air 78 mg.

2.2 Kultur Jaringan

Perbanyakan bibit secara kultur jaringan menggunakan bahan vegetatif atau organ tanaman lalu dibiakkan secara in vitro dan menghasilkan bibit-bibit tanaman dalam jumlah banyak pada waktu singkat, serta sifat dan kualitas yang sama dengan induknya. Teknik kultur jaringan saat ini telah berkembang menjadi suatu teknologi bioteknologi yang bermanfaat untuk memproduksi bibit-bibit unggul, pemuliaan tanaman, pelestarian plasma nutfah dan kreasi varietas baru untuk perbaikan kualitas tanaman (Zulkarnain, 2009).

(3)

tumbuh dalam kultur jaringan diberikan untuk memperoleh efek pertumbuhan (Pandiangan, 2011). Penggunaan zat pengatur tumbuh yang perlu diperhatikan adalah ketepatan memilih jenis dan konsentrasi yang sesuai dengan jenis tanaman dan kondisi fisiologis dari eksplan. Hal ini disebabkan karena setiap eksplan mempunyai respon tersendiri terhadap pemberian zat pengatur tumbuh (Lizawati, 2012).

2.3 Zat Pengatur Tumbuh

Zat pengatur tumbuh merupakan substansi (bahan) organik (selain vitamin dan unsur mikro) yang dalam jumlah sedikit mampu merangsang, menghambat atau sebaliknya mengubah proses fisiologis (Gardner et al. 2008). Pada teknik kultur jaringan seperti, inisiasi akar, embriogenesis dan induksi kalus sangat sulit dilakukan tanpa melibatkan zat pengatur tumbuh. Zat pengatur tumbuh yang hadir dalam suatu media sangat berpengaruh nyata untuk kultur. Senyawa-senyawa lain yang memiliki karakteristik yang sama dengan hormon tetapi diproduksi secara eksogen, dikenal sebagai zat pengatur tumbuh. Macam-macam zat pengatur tumbuh yaitu auksin, sitokinin, giberelin, asam absisat, dan etilen (Zulkarnain, 2009). Dua golongan zat pengatur tumbuh yang sangat penting dalam kultur jaringan adalah sitokinin dan auksin (Lizawati, 2012).

2.3.1 Auksin (2,4–D)

Auksin dalam aktivitas kultur jaringan dikenal sebagai hormon yang mampu menginduksi kalus dan mendorong proses pembentukan embrio (Santoso dan Nursandi, 2004). Secara umum diketahui bahwa auksin dalam konsentrasi tinggi mendorong embrio somatik secara efektif (Lizawati, 2012). Auksin yang paling banyak digunakan pada kultur in vitro adalah IAA (indole-3-acetic acid), NAA (α-naphthalenaacetic acid) dan 2,4–D (2,4-dichlorophenoxyacetic acid) (Zulkarnain, 2009). Pada berbagai hasil penelitian menunjukkan bahwa 2,4–D merupakan auksin yang efektif untuk induksi kalus embriogenik (Purnamaningsih, 2002). 2,4–D merupakan golongan auksin yang sering digunakan untuk menginduksi pembentukan kalus embriogenik pada serealia (Menneses et al.

(4)

2.3.2 Sitokinin (Kinetin)

Sitokinin merupakan kelompok hormon tumbuh yang sangat penting dalam kultur jaringan (Santoso dan Nursandi, 2004). Hormon tumbuh yang terdapat dalam media, terutama golongan sitokinin sangat menentukan sel embrio berdiferensiasi menjadi tanaman sempuma (Barunawati et al. 2006). Sitokinin mempengaruhi berbagai proses fisiologis di dalam tumbuhan (Pandiangan, 2011). Sitokinin yang pertama kali ditemukan adalah kinetin (Santoso dan Nursandi, 2004). Sitokinin yang paling banyak digunakan adalah BAP, kinetin, zeatin dan 2–ip dalam menginduksi embriogenesis somatik (Sondahl et al. 1994).

2.4 Embriogenesis Somatik

Lima tipe dasar dari mikropropagasi, yaitu kultur meristem, proliferasi tunas aksilar, induksi pucuk adventif, organogenesis dan embriogenesis somatik (Zulkarnain, 2009). Embriogenesis somatik, yaitu proses diferensiasi meristem bipolar yang berupa bakal tunas dan akar. Dua meristem diperlukan untuk pertumbuhan tanaman utuh. Embrio yang terbentuk selanjutnya akan tumbuh dan berkembang menjadi tanaman utuh. Pertumbuhan dan perkembangan embrio berlangsung secara bertahap melalui proses identik dengan proses embriogenesis pada tanaman dikotil, yaitu dengan terbentuknya struktur bipolar melalui tahapan bulat (globular), jantung, (heart stage), torpedo dan akhirnya berkecambah menjadi planlet (Yuliarti, 2010).

Tahap-tahap embriogenesis somatik menurut Bhojwani dan Razdan (1989), yaitu: Tahap Perkembangan (Development Phase), embrio somatik berkembang dari kumpulan sel meristematis menjadi bentuk globural, bentuk hati, bentuk torpedo dan kotiledon; Tahap Konversi (Conversion Phase), setelah mencapai bentuk kotiledon, embrio somatik berkecambah, ini yang disebut tahap konversi; Tahap Maturasi (Maturation Phase), kemudian embrio somatik mengalami perubahan biokimia dan menjadi keras.

(5)

jaringan. Tanaman yang menggunakan embrio somatik mempunyai peluang yang lebih tinggi dalam keberhasilan kultur karena embrio somatik berasal dari satu sel somatik. Eksplan yang digunakan bersifat meristematik, umumnya memberikan keberhasilan pembentukan embrio somatik yang lebih tinggi. Eksplan yang digunakan dapat berupa aksis embrio zigotik muda dan dewasa, kotiledon, mata tunas, epikotil maupun hipokotil (Purnamaningsih, 2002), akar, batang, daun, biji, tunas, anther, kepala sari dan lain-lain (Santoso dan Nursandi, 2004).

2.5 Asam Amino (Lisin)

Komponen penyusun medium mikropropagasi meliputi unsur makro dan mikro, zat pengatur tumbuh, air, asam amino dan matriks medium. Kasein hidrolisat merupakan sumber nitrogen organik di dalam media kultur, penambahan kasein hidrolisat dapat memberikan pengaruh yang menguntungkan dalam penelitian. Kasein hidrolisat dapat digantikan dengan berbagai asam amino untuk memenuhi kebutuhan nitrogen organik (Zulkarnain, 2009). Di dalam media kultur jaringan, asam amino merupakan sumber N–organik (Yusnita, 2004). Sumber N organik dapat dianggap penting dalam kasus tertentu, terutama diperlukan pada saat inisiasi kalus (Santoso dan Nursandi, 2004).

Asam amino merupakan sumber N-organik yang lebih cepat diserap oleh eksplan daripada N yang terdapat dalam media. Asam amino dalam penelitian tertentu sudah terbukti memberikan hasil positif pada kultur in vitro. Asam amino adalah salah satu faktor penunjang keberhasilan kultur jaringan tanaman yang merupakan salah satu yang berperan dalam induksi pembentukan kalus (Zulkarnain, 2009).

Referensi

Dokumen terkait

Lopez (Eds.), Handbook of Positive Psychology (pp. Oxford University Press. Forgiveness: Theory, Research, and Practice. New York: The Guilford Press. HIV: Manual untuk

Pada pendidikan kejuruan, peserta didik di arahkan untuk mempunyai kemampuan dalam bidang tertentu khususnya pada program keahlian yang ada.salah satu pendidikan

tinggi dibandingkan dengan yang tidak menikah. d) Memiliki aset ekonomi yang lebih baik. Pernikahan akan mengumpulkan dua sumber pendapatan dari. sepasangan suami-istri menjadi

[r]

Prinsip syariah adalah aturan perjanjian berdasarkan hukum Islam antara bank dan pihak lain untuk penyimpanan dana dan/atau pembiayaan kegiatan usaha, atau

Aqidah Akhlak materi Asmaul Husna melalui penerapan model.. pembelajaran kooperatif tipe Make a Match peserta didik kelas I MI. Nurul Huda Dawuhan Trenggalek

Etika yang dimiliki oleh seorang auditor merupakan suatu prinsip untuk melakukan proses pengumpulan dan melakukan evaluasi terhadap bahan bukti tentang informasi

[r]