3.1 Waktu dan Tempat
1. Persiapan bahan baku biodiesel dilakukan di laboratorium PIK (Proses
Industri Kimia) Universitas Sumatera Utara selama 2 minggu.
2. Pengujian kandungan biodiesel dilakukan di PPKS (Pusat Penelitian
Kelapa Sawit) Medan selama 2 minggu.
3. Pengujian nilai kalor bahan bakar dan performansi dilakukan di
Laboratorium Motor Bakar Universitas Sumatera Utara selama 2 minggu.
3.2 Alat dan Bahan 3.2.1 Alat
Adapun alat yang digunakan dalam penelitian ini adalah:
1. Oven
Digunakan untuk memanaskan minyak dan bahan lainnya saat proses
transesterifikasi. Berikut oven yang ditunjukkan pada gambar 3.1
sebagai berikut :
Gambar 3.1 Oven
Digunakan sebagai wadah cairan. Berikut Erlenmeyer yang
ditunjukkan pada gambar 3.2 sebagai berikut :
Gambar 3.2 Erlenmeyer
3. Labu leher tiga
Digunakan sebagai wadah pada proses pemanasan guna mereaksikan
minyak dengan katalis KOH. Berikut gambar labu leher tiga yang
ditunjukkan pada gambar 3.3 sebagai berikut :
Gambar 3.3 Labu Leher Tiga
4. Hotplate Stirrer
Digunakan sebagai penghasil panas dan medan magnet bagi magnetik
Gambar 3.4 Hotplate Stirrer
5. Magnetik Strirrer
Digunakan untuk menghasilkan putaran dalam labu leher tiga guna
mengaduk campuran minyak dan katalis. Berikut magnetic stirrer
yang ditunjukkan pada gambar 3.5 sebagai berikut :
Gambar 3.5 Magnetik Stirrer
6. Termometer
Digunakan untuk mengukur temperatur cairan. Berikut gambar
7. Beaker Glass
Digunakan sebagai wadah cairan. Berikut gambar beaker glass yang
ditunjukkan pada gambar 3.7 sebagai berikut :
Gambar 3.7 Beaker Glass
8. Corong Pemisah
Digunakan untuk memisahkan biodiesel dari metanol, gliserol dan air.
Berikut gambar corong pemisah yang ditunjukkan pada gambar 3.8
sebagai berikut :
Gambar 3.8 Corong Pemisah
9. Statif dan Klem
Digunakan sebagai penyangga dan pencengkram corong pemisah.
Berikut gambar statif dan klem yang ditunjukkan pada gambar 3.9
Gambar 3.9 Statif dan Klem
10. Bom Kalorimeter
Digunakan untuk mengukur nilai kalor bahan bakar. Berikut gambar
bom kalorimeter yang ditunjukkan pada gambar 3.10 sebagai berikut :
Gambar 3.10 Bom Kalorimeter
11. TQ Small Engine Test Bed TD115-MKII
Berikut gambar TQ Small Engine Test Bed TD 115-MKII yang
Gambar 3.11 TQ Small Engine Test Bed TD115-MKII
Spesifikasi:
Model : ROBIN-FUJI TD115-MKII
Type : 1 silinder, 4 langkah, dan horizontal
Max output : 4.2 kW
Rated output : 2.5 kW
Max speed : 3600 rev/min
Bore : 70 mm
Stroke : 60 mm
Compression ratio : 21 : 1
Weight : 45 kg
Fuel injection timing : 23° BTDC
(Sumber : Manual Book of TD 110-115,2000)
12. TecQuipment TD114
TecQuipment TD114 digunakan untuk melihat data keluaran yang
akan digunakan untuk perhitungan performansi mesin. Data keluaran
temperature (oC), tekanan udara (mmH2O), serta jumlah bahan bakar
yang dihabiskan (ml). TecQuipment TD114 ditunjukkan pada gambar
3.12 di bawah ini:
Gambar 3.12 TecQuipment TD114
13.Supercarjer
Supercarjer adalah suatu mesin mekanisme untuk menyuplai udara
dengan kepadatan yang melebihi kepadatan udara atmosfer ke dalam
silinder pada langkah hisap sehingga daya yang dihasilkan lebih besar.
Berikut gambar supercarjer yang ditunjukkan pada gambar 3.13 sebagai
Gambar 3.13 Supercarjer
3.2.2. Bahan
Adapun bahan yang digunakan dalam penelitian ini adalah:
1. Minyak Canola
2. Air
3. Etanol
4. Metanol
5. Es batu
3.3 Prosedur Penelitian
Terdapat beberapa tahapan penting dalam penelitian seperti yang dapat
dilihat pada gambar 3.14 berikut :
Gambar 3.14 Garis Besar Tahapan Penelitian
Pembuatan biodiesel dimulai dengan pengadaan minyak biji canola.
Setelah minyak didapatkan, dilakukan pengujian terhadap kadar asam lemak
bebas (free fatty acid/FFA) yang terkandung dalam minyak. Berikut minyak
canola seperti yang ditunjukkan pada gambar 3.15 sebagai berikut :
Gambar 3.15 Minyak Canola
Sejumlah sampel minyak direkasikan dengan etanol dan phenolphtalein
lalu dititrasi dengan KOH. Setelah dilakukan perhitungan didapatkan kadar
FFA pada minyak kurang dari 1% atau bisa dikatakan hampir tidak ada, Pembuatan
biodiesel
Pengujian karakteristik
biodiesel
Pengujian nilai kalor bahan
bakar
dengan demikian dapat langsung dilanjutkan ke proses transesterifikasi.
Berikut proses transesterifikasi seperti yang ditunjukkan pada gambar 3.16
sebagai berikut :
Gambar 3.16 Proses Transesterifikasi
Proses transesterifikasi dilakukan dengan meraksikan minyak canola
dengan sejumlah metanol pada perbandingan fraksi mol tertentu. Dalam
reaksi digunakan katalis KOH untuk menurunkan energi aktivasi dari reaksi.
Selanjutnya minyak hasil proses transesterifikasi dipisahkan dari gliserol
yang terbentuk selama reaksi dengan menggunakan corong pemisah. Berikut
pemisahan dari gliserol seperti yang ditunjukkan pada gambar 3.17 sebagai
Gambar 3.17 Pemisahan dari Gliserol
Minyak hasil transesterifikasi yang sudah dipisahkan dari gliserol sudah
berupa metil ester kotor, selanjutnya dilakukan proses pencucian dengan
menggunakan air pada suhu tertentu sampai bahan pengotor habis. Berikut
proses pencucian seperti yang ditunjukkan pada gambar 3.18 sebagai berikut :
Gambar 3.18 Pencucian
Setelah proses pencucian selesai, metil ester kemudian dipanaskan
didalam oven untuk menghilangkan kadar air sehingga didapatkan metil ester
Gambar 3.19 Metil Ester Canola
3.3.1 Pengujian Kadar Asam Lemak Bebas
Berikut adalah prosedur pengujian kadar asam lemak bebas (FFA)
Gambar 3.20 Diagram Alir Pengujian Kadar FFA
*kadar FFA sampel dihitung dengan persamaan: Dimasukkan sejumlah sampel minyak canola (dalam gram) kedalam erlenmeyer
Mulai
Campuran dikocok kuat hingga sampel larut
Campuran tersebut diambil sebanyak 10 ml
Ditambahkan 3 tetes phenolphtalein
Campuran tersebut diambil sebanyak 10 ml
Ditambahkan 3 tetes phenolphtalein
Larutan dititrasi dengan KOH 0,1 N
Apakah larutan sudah berubah warna menjadi merah rosa?
Dicatat volume KOH yang terpakai
Dihitung kadar FFA sampel*
Selesai
Dimana: T = normalitas KOH
V = volume larutan KOH yang terpakai (ml)
M = berat molekul FFA (gr/mol)
3.3.2 Prosedur Transesterifikasi
Gambar 3.21 Diagram Alir Proses Transesterifikasi
*sementara minyak dipanaskan, KOH sebanyak 1% dari berat minyak
dilarutkan kedalam metanol dengan perbandingan sebagai berikut: Mulai
Dimasukkan sejumlah minyak (dalam gram) kedalam labu leher tiga
Dimasukkan KOH (dilarutkan dalam metanol*)
sebanyak 1% dari berat minyak kedalam labu leher
tiga
Campuran dipanaskan selama 60 menit pada rentang suhu 40-60 oC
Dipisahkan metil ester dari gliserol dengan corong pemisah
Metil ester dicuci dengan air hangat hingga bekas cucian bening
Dipanaskan dalam oven pada suhu 115 oC selama 2 jam untuk menghilangkan kadar air
Dimana: G = massa methanol yang diperlukan
M = massa bahan baku yang akan di transesterifikasi
3.3.3 Proses Pencampuran Solar dengan Biodiesel Biji Canola
Prosedur pencampuran solar dengan biodiesel biji canola dapat dilakukan
dengan menghitung takaran biodiesel dan solar sebagai berikut :
B 5% =
x 1000 ml
= 50 ml
Maka solar yang dibutuhkan untuk dicampurkan dengan biodiesel biji canola
yaitu:
= 1000 ml solar-50 ml biodiesel biji canola
= 950 ml solar
Berikut seterusnya untuk mencari takaran solar dan biodiesel biji canola
dengan variasi yang berbeda. Setelah mendapatkan takaran solar dan biodiesel
masing-masing kemudian dicampurkan berdasarkan takaran yang sudah
ditentukan dan selanjutnya dituang kedalam botol sampel. Berikut solar dan
biodiesel setelah dicampur yang ditunjukkan pada gambar 3.22 sebagai berikut :
3.3.4 Pengujian Karakteristik Biodiesel
Pengujian karakteristik biodiesel dilakukan di Pusat Penelitian Kelapa
Sawit (PPKS) dan Laboratorium Proses Industri Kimia Universitas
Sumatera Utara dimana parameter yang diteliti antara lain:
- Angka Asam
- Titik Kabut (Cloud Point)
- Titik Nyala (Flash Point)
- Kadar Ester
- Densitas
- Kandungan Belerang
- Viskositas
- Gliserol Bebas
- Gliserol Total
3.3.5 Bahan Baku
Bahan yang menjadi objek pengujian ini adalah:
1. Solar 100%
2. Solar + Biodiesel canola 5% atau (B5)
3. Solar + Biodiesel canola 10% atau (B10)
4. Solar + Biodiesel canola 15% atau (B15)
5. Solar + Biodiesel canola 20% atau (B20)
3.4 Metode Pengumpulan Data
Data yang dipergunakan dalam pengujian ini meliputi :
1. Data primer, merupakan data yang diperoleh langsung dari pengukuran
dan pembacaan pada unit instrumentasi dan alat ukur pada masing –
2. Data sekunder, merupakan data tentang karakteristik bahan bakar yang
digunakan dalam pengujian.
3.5 Metode Pengolahan Data
Data yang diperoleh dari hasil pengujian diolah menggunakan rumus yang
ada, kemudian hasil dari peritungan disajikan dalam bentuk tabulasi dan
grafik.
3.6 Pengamatan dan Tahap Pengujian
Parameter yang ditinjau dalam pengujian ini adalah:
1. Torsi motor (T)
2. Daya motor (N)
3. Konsumsi bahan bakar spesifik (SFC)
4. Efisiensi thermal brake aktual
5. Efisiensi volumetris
6. Heat loss
7. Persentase heat loss
Prosedur pengujian dibagi menjadi beberapa tahap, yaitu :
1. Pengujian mesin diesel menggunakan bahan bakar solar
2. Pengujian mesin diesel menggunakan bahan bakar solar + biodiesel biji
bunga canola 5%
3. Pengujian mesin diesel menggunakan bahan bakar solar + biodiesel biji
bunga canola 10%
4. Pengujian mesin diesel menggunakan bahan bakar solar + biodiesel biji
5. Pengujian mesin diesel menggunakan bahan bakar solar + biodiesel biji
bunga canola 20%
3.7 Prosedur Pengujian Nilai Kalor Bahan Bakar
Alat yang digunakan dalam pengukuran nilai kalor bahan bakar ini adalah
alat uji Bom Kalorimeter. Peralatan yang digunakan meliputi:
1. Kalorimeter, sebagai tempat air pendingin dan tabung bom.
2. Tabung bom, sebagai tempat pembakaran bahan bakar yang diuji.
3. Tabung gas oksigen.
4. Alat ukur tekanan gas oksigen, untuk mengukur jumlah oksigen yang
dimasukkan ke dalam tabung bom.
5. Termometer, dengan akurasi pembacaan skala 0.010C.
6. Elektromotor yang dilengkapi pengaduk untuk mengaduk air pendingin.
7. Spit, untuk menentukan jumlah volume bahan bakar.
8. Pengatur penyalaan (skalar), untuk menghubungkan arus listrik ke tangkai
penyala pada tabung bom.
9. Cawan, untuk tempat bahan bakar di dalam tabung bom.
10. Pinset untuk memasang busur nyala pada tangkai, dan cawan pada
dudukannya.
Adapun tahapan pengujian yang dilakukan adalah sebagai berikut:
1. Diisi cawan bahan bakar dengan bahan bakar yang akan diuji.
2. Digulung dan memasang kawat penyala pada tangkai penyala yang ada
3. Ditempatkan cawan yang berisi bahan bakar pada ujung tangkai penyala,
serta mengatur posisi kawat penyala agar berada tepat diatas permukaan
bahan bakar yang berada didalam cawan dengan menggunakan pinset.
4. Diletakkan tutup bom yang telah dipasangi kawat penyala dan cawan
berisi bahan bakar pada tabungnya serta dikunci dengan ring “O” sampai
rapat.
5. Diisi bom dengan oksigen (30 bar).
6. Diisi tabung kalorimeter dengan air pendingin sebanyak 1250 ml.
7. Ditempatkan bom yang telah terpasang kedalam tabung kalorimeter.
8. Dihubungkan tangkai penyala penutup bom dengan kabel sumber arus
listrik.
9. Ditutup kalorimeter dengan penutup yang telah dilengkapi dengan
pengaduk.
10. Dihubungkan dan mengatur posisi pengaduk pada elektromotor.
11. Ditempatkan termometer melalui lubang pada tutup kalorimeter.
12. Dihidupkan elektromotor selama 5 (lima) menit kemudian membaca dan
mencatat temperatur air pendingin pada termometer.
13. Dinyalakan kawat penyala dengan menekan saklar.
14. Dipastikan kawat penyala telah menyala dan putus dengan memperhatikan
lampu indikator selama elektromotor terus bekerja.
15. Dibaca dan dicatat kembali temperatur air pendingan setelah 5 (lima)
menit dari penyalaan berlangsung.
16. Dimatikan elektromotor pengaduk dan mempersiapkan peralatan untuk
17. Diulang pengujian sebanyak 5 (lima) kali berturut-turut.
3.8 Prosedur Pengujian Performansi Mesin Diesel
Prosedur pengujian performansi motor dilakukan dengan langkah-langkah
sebagai berikut :
1. Instrumen mesin diesel dikalibrasi sebelum digunakan.
2. Dimasukkan bahan bakar kedalam saluran bahan bakar mesin.
3. Dioperasikan mesin dengan cara memutar poros engkol mesin, kemudian
memanaskan mesin selama 10 menit.
4. Diatur putaran mesin pada 1800 rpm menggunakan tuas kecepatan sambil
melihat data analog pada instrumen.
5. Diletakkan beban statis pada dynamometer.
6. Dihitung lama waktu konsumsi bahan bakar sebanyak 8 ml dengan
menggunakan stopwatch.
7. Dicatat data keluaran pada papan instrumen meliputi torsi, tekanan udara
pada manometer, temperatur gas buang, dan waktu konsumsi bahan bakar.
8. Diulang pengujian dengan menggunakan variasi putaran yang berbeda
(1800 rpm, 2000 rpm, 2200 rpm, 2400 rpm, 2600 rpm, 2800 rpm).
Secara lebih real urutan pengujian akan diperlihatkan pada gambar 3.23 di
bawah ini.
1 2 3
5
9
8 7
6
Gambar 3.23 Set-up Pengujian Performansi Mesin Diesel Keterangan:
1. Mengatur posisi gas.
2. Memasukkan bahan bakar.
3. Memasang supercarjer.
4. Menghidupkan mesin TD-111 dengan menarik tuas engkol.
5. Mengalirkan air pendingin dari kran.
6. Menghidupkan Tec-equipment TD-115.
7. Mengatur posisi jarum pengukur torsi pada posisi nol.
8. Memberikan beban pada lengan beban.
9. Mencatat hasil pembacaan RPM (putaran).
10.Mencatat waktu menghabiskan 8 ml bahan bakar.
11.Mencatat hasil pembacaan torsi (Nm).
12.Mencatat hasil pembacaan tekanan udara.
BAB IV
HASIL DAN ANALISA PENGUJIAN 4.1 Hasil Biodiesel Biji Canola
Berikut hasil analisis yang dilakukan di Pusat Penelitian Kelapa Sawit
(PPKS) Sumatera Utara dan Laboratorium Proses Industri Kimia USU. Berikut
karakteristik dari biodiesel biji canola yang ditunjukkan pada tabel 4.1 sebagai
berikut :
Tabel 4.1 Karakteristik Biodiesel Biji Canola
Parameter Satuan Hasil Standar Metode
Uji SNI ASTM
50 Gravimetri Viskositas cSt 4,35 2,3-6 1,9-6 Uji Lab PIK
Bebas 0,02 Kromatografi
Gliserol
Total 0,24 Kromatografi
4.2 Hasil Pengujian Bom Kalorimeter
Pengujian bom kalorimeter untuk mendapatkan nilai kalor daripada bahan
bakar. Nilai kalor bahan bakar didapat dengan melihat perbedaan suhu air
Berikut ditampilkan hasil pengujian bom kalorimeter pada table 4.2,
beserta nilai HHV dan LHV dari bahan bakar :
Tabel 4.2 Hasil Pengujian Bom Kalorimeter
Bahan
Bakar Pengujian T1
4.3 Hasil Pengujian Engine Tes Bed TD -111
Dari Engine Tes Bed TD -111 di lakukan pengujian dan hasil uji diamati pada
bakar sebanyak 5 variasi, variasi putaran mesin sebanyak 6 variasi, dan variasi
beban statis sebanyak 2 variasi yaitu 3,5 kg dan 4,5 kg.
4.3.1 Hasil Pengujian Dengan Bahan Bakar Solar
Hasil pembacaan instrumen alat ukur untuk Solar adalah seperti pada tabel
4.3 di bawah sebagai berikut :
Tabel 4.3 Hasil Pengujian Bahan Bakar Solar
Beban
4.3.2. Hasil Pengujian Bahan Bakar Solar + Biodiesel Biji Canola 5%
Hasil pembacaan instrumen alat ukur untuk Solar + Biodiesel Biji Canola
Tabel 4.4 Hasil Pengujian Bahan Bakar Solar + Biodiesel Biji Canola 5%
4.3.3. Hasil Pengujian Bahan Bakar Solar + Biodiesel Biji Canola 10%
Hasil pembacaan instrumen alat ukur untuk Solar + Biodiesel Biji Canola
10%, seperti pada tabel 4.5 di bawah adalah sebagai berikut :
Tabel 4.5 Hasil Pengujian Bahan Bakar Solar + Biodiesel Biji Canola 10%
2800 7.1 60 26 210
4.3.4. Hasil Pengujian Bahan Bakar Solar + Biodiesel Biji Canola 15%
Hasil pembacaan instrumen alat ukur untuk Solar + Biodiesel Biji Canola
15% seperti pada tabel 4.6 di bawah adalah sebagai berikut :
Tabel 4.6 Hasil Pengujian Bahan Bakar Solar + Biodiesel Biji Canola 15%
2800 10 58 22 200
4.3.5. Hasil Pengujian Bahan Bakar Solar + Biodiesel Biji Canola 20%
Hasil pembacaan instrumen alat ukur untuk Solar + Biodiesel Biji Canola
15% seperti pada tabel 4.7 di bawah adalah sebagai berikut :
Tabel 4.7 Hasil Pengujian Bahan Bakar Solar + Biodiesel Biji Canola 20%
Beban
4.4 Pengujian Performansi Motor Bakar Diesel
Data yang diperoleh dari pembacaan langsung alat uji mesin diesel 4
langkah 1 silinder TD – 111 melalui alat pembaca TD – 115 selanjutnya akan
diproses dan dikalkulasi untuk mendapatkan besar performansi dari mesin diesel
4.4.1 Daya
Besarnya daya dari masing-masing pengujian dan tiap variasi beban
dihitung dengan menggunakan persamaan 2.1.
Untuk pengujian dengan bahan bakar Solar:
Beban : 3,5 Kg
Dengan perhitungan yang sama dapat diketahui besarnya daya yang
dihasilkan dari masing-masing pengujian baik dalam semua variasi persentase
biodiesel, dan kondisi pembebanan dan putaran mesin seperti ditunjukkan dalam
Tabel 4.8 dibawah ini :
Tabel 4.8 Data Perhitungan Untuk Daya
2000 1.97 1.95 1.81 1.72 1.67
2200 2.21 2.16 2.03 1.96 1.90
2400 2.46 2.41 2.26 2.16 2.09
2600 2.69 2.69 2.50 2.37 2.31
2800 2.96 2.93 2.73 2.67 2.55
Pada pembebanan 3,5 kg daya terendah terjadi pada pengujian dengan menggunakan bahan bakar Solar + Minyak Canola 20 % pada putaran
mesin 1800 rpm sebesar 1,08 kW sedangkan daya tertinggi terjadi pada
pengujian dengan menggunakan bahan bakar Solar pada putaran mesin
2800 rpm sebesar 2,34 kW.
Pada pembebanan 4,5 kg daya terendah terjadi pada pengujian dengan menggunakan bahan bakar Solar + Minyak Canola 20 % pada putaran
mesin 1800 rpm sebesar 1,47 kW sedangkan daya tertinggi terjadi pada
pengujian dengan menggunakan bahan bakar Solar pada putaran mesin
2800 rpm sebesar 2,96 kW.
Daya terbesar terjadi pada penggunaan solar karena nilai kalor solar yang besar yaitu 42789,53 kJ/kgoC.
Perbandingan besarnya daya untuk masing-masing pengujian pada setiap variasi
Gambar 4.1 Grafik Daya vs Putaran mesin untuk beban 3,5 kg
Gambar 4.2 Grafik Daya vs Putaran mesin untuk beban 4,5 kg
Dari grafik dapat dilihat bahwa daya tertinggi terjadi pada penggunaan solar sedangkan daya terendah terjadi pada penggunaan solar + biodiesel
minyak canola 20%. Hal ini disebabkan nilai kalor solar yang besar yaitu
42789,53 kJ/kg sehingga daya yang dibangkitkannya juga besar.
0
1800 2000 2200 2400 2600 2800
D
Daya Pembebanan 3,5 kg
SOLAR
1800 2000 2200 2400 2600 2800
D
Daya pada Pembebanan 4,5 kg
SOLAR
B 5%
B 10%
B 15%
4.4.2. Laju Aliran Bahan Bakar ( ̇ )
Laju aliran bahan bakar didapat adalah banyaknya bahan bakar yang habis
terpakai selama periode pemakaian
̇
dimana:
sgf = spesifik gravitasi solar (0.842)
Vf = volume bahan bakar yang diuji (8 ml)
tf = waktu yang dibutuhkan untuk menghabiskan bahan bakar (detik)
Dengan menggunakan harga sgf, dan tf yang didapat dari percobaan, maka
didapatlah laju aliran bahan bakar teoritis menggunakan bahan bakar Solar pada
kondisi:
Beban : 3.5 kg
Putaran mesin : 1800 rpm
Waktu : 115 detik
̇
̇ = 0,22 kg/jam
Dengan cara yang sama untuk setiap pengujian pada putaran mesin, variasi
beban dan variasi persentase bahan bakar maka hasil perhitungan mf untuk
kondisi tersebut dapat dilihat pada tabel 4.9 dibawah ini:
Tabel 4.9 Data Perhitungan Untuk Laju Aliran Bahan Bakar
2000 0.23 0.24 0.23 0.23 0.24
2200 0.25 0.26 0.24 0.26 0.24
2400 0.27 0.27 0.28 0.28 0.28
2600 0.31 0.32 0.32 0.31 0.33
2800 0.34 0.36 0.36 0.35 0.37
4.5
1800 0.20 0.21 0.22 0.21 0.21
2000 0.22 0.24 0.23 0.25 0.25
2200 0.25 0.26 0.26 0.27 0.28
2400 0.28 0.30 0.30 0.32 0.32
2600 0.30 0.33 0.32 0.34 0.35
2800 0.33 0.36 0.37 0.38 0.40
Pada pembebanan 3,5 kg, mf terendah terjadi pada saat menggunakan Solar + M.Canola 10 % pada putaran mesin 1800 rpm yaitu sebesar 0.20
kg/jam sedangkan mf tertinggi pada saat menggunakan Solar + M.Canola
20 % pada putaran mesin 2800 yaitu sebesar 0.37 kg/jam.
Pada pembebanan 4,5 kg, mf terendah terjadi pada saat menggunakan solar pada putaran mesin 1800 rpm yaitu sebesar 0.20 kg/ jam, sedangkan
mf tertinggi pada saat menggunakan Solar + M.Canola 20% pada putaran
mesin 2800 rpm yaitu sebesar 0.40 kg/jam
Perbandingan masing-masing nilai mf pada setiap pembebanan dengan variasi
bahan bakar dan variasi putaran mesin dapat dilihat pada Gambar 4.3 dan 4.4 di
Gambar 4.3 Grafik mf vs putaran mesin untuk beban 3,5 kg
Gambar 4.4 Grafik mf vs putaran mesin untuk beban 4,5 kg
4.4.3 Rasio udara bahan bakar (AFR)
Rasio udara bahan bakar (AFR) dari masing-masing jenis pengujian
dihitung berdasarkan persamaan berikut :
AFR = ̇
1800 2000 2200 2400 2600 2800
m
Laju Aliran Bahan Bakar Beban 3.5 Kg
SOLAR
1800 2000 2200 2400 2600 2800
m
Laju Aliran Bahan Bakar Beban 4.5 kg
SOLAR
B5%
B 10%
B 15%
Dimana :
AFR = air fuel ratio
a = laju aliran massa udara (kg/jam)
̇ = laju aliran massa bahan bakar (kg/jam)
Besarnya laju aliran udara (ma) diperoleh dengan membandingkan
besarnya tekanan udara masuk yang telah diperoleh melalui pembacaan air flow
manometer terhadap kurva viscous flowmeter calibration seperti pada gambar 4.5
berikut :
Gambar 4.5 Viscous Flow Meter
Pada pengujian ini dianggap tekanan udara sebesar 100 kPa dan temperatur udara
27°C, maka besar laju aliran udara yang diperoleh harus dikalikan dengan faktor
pengali berikut :
Cf = 3564 x Pa x
Cf = 3564 x 1 x
Untuk pengujian dengan menggunakan solar, beban 3,5 kg dan putaran
mesin 1800 rpm tekanan udara masuk didapati 17 mmH2O, dengan melakukan
interpolasi pada kurva viscous flow meter, dan kemudian dikalikan dengan faktor
koreksi sehingga didapat massa udara yang sebenarnya:
pengujian, maka dapat dihitung besarnya AFR.
Untuk pengujian dengan menggunakan solar pada putaran 1800 rpm dan
beban 3.5 kg maka didapatkan besar AFR teori:
1 98
AFR = 83,27
Hasil perhitungan AFR untuk masing-masing pengujian pada tiap variasi
beban, putaran mesin dan persentase biodiesel dapat dilihat pada tabel 4.10
dibawah ini:
Tabel 4.10 Air Fuel Ratio
2000 81.97 81.73 76.52 71.5 61.75
2200 83.12 80.16 74.57 68.36 62.58
2400 81.56 79.25 71.69 70.01 63.11
2600 80.72 79.61 69.54 67.89 61.23
2800 79.4 78.99 67.02 66.32 62.17
4.5
1800 86.17 73.87 70.89 68.9 60.48
2000 81.9 77.74 68.82 64.06 57.29
2200 81.52 73.65 66.76 63.76 58.32
2400 80.75 73.23 66.25 62.32 56.37
2600 80.32 71.87 64.05 63.13 55.81
2800 79.53 71.13 63.48 61.4 55.21
Pada pembebanan 3,5 kg AFR terendah terjadi pada saat menggunakan biodiesel 20 % pada putaran mesin 2600 rpm yaitu 61,23 sedangkan AFR
tertinggi terjadi pada penggunaan Solar pada putaran mesin 1800 rpm
yaitu 83,27.
Pada pembebanan 4,5 kg AFR terendah terjadi pada saat menggunakan solar + M.Canola 20% pada putaran mesin 2800 rpm yaitu 55,21
sedangkan AFR tertinggi terjadi pada penggunaan solar pada putaran
mesin 1800 rpm yaitu 86,17. Perbandingan harga AFR masing-masing
pengujian pada setiap variasi beban dan putaran dapat dilihat pada gambar
Gambar 4.6 Grafik AFR vs putaran mesin pada pembebanan 3,5 kg
Gambar 4.7 Grafik AFR vs putaran mesin pada pembebanan 4,5 kg
Dari grafik terlihat biodiesel 20 % memiliki Air Fuel Ratio terendah dan solar memiliki Air Fuel Ratio tertinggi.
4.4.4 Efisiensi Volumentris
Efisiensi volumentris didefinisikan sebagai volum aliran udara yang
memasuki sistem isap dibagi dengan laju aliran yang digunakan oleh piston.
Dengan memasukkan harga tekanan dan temperature udara yaitu sebesar
0
1800 2000 2200 2400 2600 2800
A
FR
Putaran (rpm)
AFR pada pembebanan 3,5 kg
SOLAR
1800 2000 2200 2400 2600 2800
A
FR
Putaran (rpm) AFR pada pembebanan 4,5 kg
SOLAR
B 5%
B 10%
B 15%
100 kPa dan suhu 27oC, maka dihitung nilai massa jenis udara dengan persamaan
2.12.
ṁa
dimana:
ṁa = laju aliran udara (kg/jam) ρa = kerapatan udara (kg/m3
)
Vs = volume langkah torak (m3)= 0.00023 (berdasarkan spesifikasi mesin)
Dengan diperolehnya massa jenis udara, maka dapat dihitung besarnya
efisiensi volumetrik untuk masing-masing pengujian dengan variasi persentase
biodiesel, putaran mesin dan beban.
Diasumsikan udara sebagai gas ideal sehingga massa jenis udara dapat
diperoleh dengan persamaaan berikut:
ρa = Pa Ta
Dimana:
R = Konstanta gas (untuk udara = 287 J/kg K)
Dengan memasukkan harga tekanan dan temperature udara yaitu sebesar
100 kPa dan suhu 27oC, maka diperoleh massa jenis udara sebesar:
ρa = 28 2 2 3 100000
= 1.18 kg/m3
Dengan diperolehnya massa jenis udara, maka dapat dihitung besarnya
efisiensi volumetris untuk masing-masing pengujian dengan variasi bahan bakar,
putaran mesin, dan beban.
Untuk pengujian menggunakan solar beban 3.5 kg pada putaran mesin 1800
1 18 x 100 %
ηv = 122,61 %
Harga effisiensi volumetrik untuk masing-masing pengujian dapat dihitung
dengan melakukan perhitungan yang sama dengan perhitungan di atas dengan
variasi beban, putaran mesin, dan bahan bakar dengan beberapa variasi seperti
ditunjukkan pada tabel 4.11 dibawah ini:
Tabel 4.11 Efisiensi Volumentris
Beban (kg)
Putaran (rpm)
EFISIENSI VOLUMENTRIS (%)
Pada pembebanan 3,5 kg efisiensi volumetris terendah terjadi pada penggunaan Solar + M.Canola 20 % dengan putaran mesin 2600 rpm yaitu
sebesar 88.53% sedangkan efisiensi volumetris tertinggi terjadi pada
penggunaaan solar pada putaran mesin 2400 rpm yaitu sebesar 128.59%
Pada pembebanan 4,5 kg efisiensi volumetris terendah terjadi pada penggunaan Solar + M.Canola 20 % dengan putaran mesin 2000 rpm yaitu
sebesar 100.50% sedangkan efisiensi volumetris tertinggi terjadi pada
penggunaaan solar pada putaran mesin 1800 rpm yaitu sebesar 126.61%
Perbandingan efisiensi volumetrik dari masing-masing pengujian pada tiap
variasi putaran dapat dilihat pada Gambar 4.8 dan 4.9 berikut:
Gambar 4.8 Grafik efisiensi volumentrik vs putaran mesin pada beban 3,5 kg
0
1800 2000 2200 2400 2600 2800
E
Ef.Volumentris pada pembebanan 3,5 kg
SOLAR
B 5%
B 10%
B 15%
Gambar 4.9 Grafik efisiensi volumentrik vs putaran mesin pada beban 4,5 kg
Efisiensi volumetris dipengaruhi oleh laju aliran udara, besar putaran mesin dan kalor bahan bakar, semakin tinggi kandungan biodiesel
semakin rendah pula efisiensi volumetrisnya. Hal ini dikarenakan waktu
pembakaran yang semakin singkat.
4.4.5 Daya Aktual
Daya aktual didapat dengan mengalikan daya hasil pembacaan dengan
efisiensi volumetris, dan efisiensi mekanis, dapat dihitung dengan menggunakan
persamaan berikut
Pa=
Dimana: besar adalah 0,70-0,90 untuk mesin diesel dan yang
diambil untuk perhitungan ini adalah 0,70
Untuk beban 3,5 kg putaran mesin 1800 dengan bahan bakar Solar maka
didapat daya aktual:
Pa=
1800 2000 2200 2400 2600 2800
E
Ef.Volumentris pada pembebanan 4,5 kg
SOLAR
B 5%
B 10%
B 15%
= 0,57 kW
Dengan menggunakan cara yang sama untuk setiap variasi putaran mesin,
beban dan bahan bakar maka didapat hasil seperti pada tabel 4.12 dibawah ini:
Tabel 4.12 Daya Aktual
Beban
(kg) Putaran
DAYA AKTUAL (kW)
Solar Solar +M.
pada putaran mesin 1800 rpm yaitu sebesar 0,37 kW.
aktual terkecil terjadi pada penggunaan Solar + M.Canola 20 % putaran
mesin 1800 rpm yaitu sebesar 0.77 kW.
Berikut grafik menunjukkan hubungan antara daya aktual dan putaran mesin
pada Gambar 4.10 dan 4.11 di bawah ini.
Gambar 4.10 Grafik Daya aktual vs putaran mesin pada pembebanan 3,5 kg
0
1800 2000 2200 2400 2600 2800
D
Daya aktual pada Pembebanan 3,5 kg
SOLAR
B 5%
B 10%
B 15%
Gambar 4.11 Grafik Daya aktual vs putaran mesin pada pembebanan 4,5 kg
Dari grafik dapat dilihat bahwa solar memiliki daya aktual yang besar dari seluruh variasi bahan bakar biodiesel yang ada, disebabkan oleh efisiensi
volumentrik solar yang paling tinggi dari semua variasi bahan bakar
biodiesel yang ada dan meningkat saat putaran mesin dinaikkan.
4.4.6 Efisiensi Termal Aktual
Efisiensi termal aktual adalah perbandingan antara daya aktual dengan laju
aliran bahan bakar dan nilai LHV masing-masing sesuai dengan variasi persentase
biodiesel yang didapat melalui percobaan bom kalori meter.
Efisiensi termal aktual dapat dihitung dengan persamaan 2.5. Dengan
memasukkan nilai-nilai ke persamaan untuk beban 3,5 kg putaran mesin 1800 rpm
menggunakan solar didapatkan nilai efisiensi termal:
η =
1800 2000 2200 2400 2600 2800
D
Daya aktual pada pembebanan 4,5 kg
SOLAR
B 5%
B 10%
B 15%
Dengan menggunakan cara yang sama maka didapatkan besar efisiensi
termal aktual untuk variasi putaran mesin, pembebanan, dan bahan bakar seperti
pada tabel 4.13 dibawah:
Tabel 4.13 Efisiensi Termal Aktual
Beban (kg)
Putaran (rpm)
EFISIENSI TERMAL AKTUAL (%)
Solar Solar penggunaan solar putaran mesin 2800 rpm sebesar 29.89% sedangkan
efisiensi termal aktual terendah terjadi pada penggunaan solar +biodiesel
minyak canola 20 % putaran mesin 1800 rpm yaitu sebesar 16.33%
Pada pembebanan 4,5 kg efisiensi termal aktual tertinggi terjadi pada penggunaan solar putaran mesin 2800 rpm yaitu sebesar 40.68%
Solar + biodiesel minyak canola 20 % putaran 1800 rpm yaitu sebesar
26.86%
Perbandingan nilai efisiensi termal aktual untuk setiap variasi
pembebanan,bahan bakar dan putaran dapat dilihat pada gambar 4.12 dan
4.13 dibawah ini.
Gambar 4.12 Efisiensi termal aktual vs putaran mesin pada pembebanan 3,5 kg
0
1800 2000 2200 2400 2600 2800
E
EF Termal aktual beban 3,5 kg
SOLAR
1800 2000 2200 2400 2600 2800
E
EF Termal aktual beban 4,5 kg
SOLAR
B 5%
B 10%
B 15%
Efisiensi termal aktual cenderung tinggi pada penggunaan bahan bakar solar dikarenakan nilai kalor bahan bakar solar yang tinggi
dibandingkan seluruh variasi biodiesel, sedangkan efisiensi termal
aktual terendah terjadi pada penggunaan biodiesel 20% karena nilai
kalor bahan bakar yang rendah.
4.4.7 Konsumsi Bahan Bakar Spesifik (SFC)
Konsumsi bahan bakar spesifik dari masing-masing pengujian pada
tiap-tiap variasi beban, putaran dan bahan bakar dapat dihitung dengan menggunakan
persamaan berikut :
SFC = ̇
Dengan diperolehnya besar laju aliran bahan bakar pada subbab 4.4.2
maka untuk pengujian dengan menggunakan bahan Solar dengan beban 3,5 kg ada
putaran mesin 1800 rpm didapat nilai SFC :
SFC =
0 5
SFC = 199,36 (gr/kWh)
Dengan menggunakan cara yang sama untuk variasi beban, bahan bakar,
dan putaran mesin maka didapatkan hasil perhitungan SFC seperti pada tabel 4.14
di bawah ini:
Tabel 4.14 Spesific Fuel Consumption
Beba n (kg)
Putara n (rpm)
SPESIFIC FUEL CONSUMPTION (gr/kWh)
2200 191.30 201.19 208.93 228.65 254.13
2400 184.52 193.65 204.33 226.38 240.92
2600 185.78 190.34 200.64 222.24 232.31
2800 177.88 180.29 186.85 195.56 199.60
4.5
1800 170.23 213.50 224.41 240.23 258.63
2000 170.41 206.99 215.71 237.16 251.03
2200 169.04 195.23 211.87 230.57 250.65
2400 163.57 182.71 196.31 216.17 239.07
2600 156.47 175.63 188.10 205.77 230.71
2800 149.56 162.94 173.48 180.17 215.85
Pada pembebanan 3,5 kg SFC tertinggi terjadi pada penggunaan biodiesel 20 % putaran mesin 1800 rpm yaitu sebesar 273.34 gr/kWh dan SFC
terendah terjadi pada penggunaan bahan bakar solar putaran mesin 2800
rpm yaitu sebesar 177.88 gr/kWh.
Pada pembebanan 4,5 kg SFC tertinggi terjadi pada penggunaan biodiesel 20 % putaran mesin 1800 rpm yaitu sebesar 258.63 gr/kWh dan SFC
terendah terjadi pada penggunaan bahan bakar solar pada putaran mesin
2800 yaitu sebesar 149.56 gr/kWh.
Perbandingan nilai SFC untuk masing-masing pengujian bahan bakar
Gambar 4.14 SFC vs putaran mesin pada pembebanan 3,5 kg
Gambar 4.15 SFC vs putaran mesin pada pembebanan 4,5 kg
Dilihat dari kedua grafik dapat disimpulkan SFC terbesar terjadi pada biodiesel 20%,hal ini dipengaruhi besarnya SFC dipengaruhi oleh nilai
kalor bahan bakar, nilai kalor yang rendah mengakibatkan konsumsi bahan
bakar semakin tinggi.
0
1800 2000 2200 2400 2600 2800
S
SFC pada Pembebanan 3,5 kg
SOLAR
1800 2000 2200 2400 2600 2800
S
SFC pada Pembebanan 4,5 kg
SOLAR
B 5%
B 10%
B 15%
4.4.8 Heat Loss
Besarnya heat loss yang terjadi pada mesin untuk setiap pengujian dapat
dihitung menggunakan persamaan berikut ini
Heat Loss = Cp x (ma + mf) x (Te-Ta)
Dimana : Te = Suhu exhaust (°C)
Ta = Suhu ambient / suhu udara luar (asumsi 27°C)
Cp = panas jenis udara pada tekanan konstan (1.005 Kj/Kg°K)
Untuk pengujian menggunakan bahan bakar solar dengan pembebanan 3,5
kg dan putaran 1800 rpm maka diperoleh heat loss sebesar :
Heat Loss = Cp x (ma + mf)x (Te – Ta )
Heat Loss = 1.005 x (17,98 + 0,22) x (125 – 27)
= 1819.24 W
Dengan cara perhitungan yang sama untuk masing-masing pengujian dapat
diketahui besarnya heat loss yang ditunjukkan pada tabel 4.15 berikut ini :
Tabel 4.15 Heat Loss
4.5
Pada pembebanan 3,5 kg heat loss tertinggi terjadi pada penggunaan solar pada putaran mesin 2800 rpm yaitu sebesar 5025.91 W, sedangkan heat
loss terendah terjadi pada penggunaan biodiesel 20% putaran mesin 1800
rpm yaitu sebesar 1729.01W.
Pada pembebanan 4,5 kg heat loss tertinggi terjadi pada penggunaan solar pada putaran mesin 2800 yaitu sebesar 4835.49 W sedangkan heat loss
terendah terjadi pada penggunaan biodiesel 20 % pada putaran mesin 1800
rpm yaitu sebesar 1337.82 W.
Perbandingan nilai heat loss untuk masing-masing pengujian pada setiap
variasi beban dan putaran mesin dapat dilihat pada gambar berikut :
0
1800 2000 2200 2400 2600 2800
H
Heat Loss pada Pembebanan 3.5 kg
SOLAR
B 5%
B 10%
B 15%
Gambar 4.16 Heat Loss vs putaran mesin pada pembebanan 3,5 kg
Gambar 4.17 Heat Loss vs putaran mesin pada pembebanan 4,5 kg
Dari grafik pengujian diatas menunjukkan, semakin tinggi putaran mesin menyebabkan heat loss mengalami peningkatan. Semakin tinggi putaran
maka konsumsi bahan bakar meningkat sehingga jumlah kalor yang
dilepaskan semakin banyak. Heat loss tertinggi terjadi pada bahan bakar
solar dengan beban 3,5 kg dan 4,5 kg.
4.3.9 Persentase Heat Loss
Besarnya persentase panas yang terbuang dari mesin dapat dihitung
dengan menggunakan persamaan berikut :
% Heat Loss = p ma mf Te – Ta
Dengan memasukkan nilai Te dan LHV untuk Solar pada putaran 1800
rpm, pembebanan 3,5 kg maka didapat % heat loss sebagai berikut :
1 005 1 984091 0 2159 125– 2
1800 2000 2200 2400 2600 2800
H
Heat Loss pada Pembebanan 4.5 kg
SOLAR
B 5%
B 10%
B 15%
= 18,71 %
Dengan menggunakan perhitungan yang sama pada variasi nilai LHV
untuk setiap persentase biodiesel, dan putaran maka didapat nilai persentase heat
loss seperti ditunjukkan pada tabel 4.16 di bawah ini.
Tabel 4.16 Persentase Heat Loss
Beba
sedangkan persentase heat loss terendah terjadi pada pemakaian biodiesel
20 % putaran mesin 1800 rpm yaitu sebesar 15.69 %
sedangkan persentase heat loss terendah terjadi pada penggunaan biodiesel
20% putaran mesin 1800 rpm yaitu sebesar 15.46%
Hasil dari persentase heat loss untuk masing-masing bahan bakar,
pembebanan dapat dilihat pada gambar 4.18 dan 4.19 di bawah ini.
Gambar 4.18 % Heat loss vs putaran mesin pada pembebanan 3,5 kg
0
1800 2000 2200 2400 2600 2800
%
%heat loss pada pembebanan 3,5 kg
SOLAR
1800 2000 2200 2400 2600 2800
%
%heat loss pada pembebanan 4,5 kg
SOLAR
B 5%
B 10%
B 15%
Gambar 4.19 % Heat loss vs putaran mesin pada pembebanan 4,5 kg
Dari grafik pengujian diatas, semakin tinggi putaran mesin menyebabkan persentase heat loss meningkat. Persentase heat loss terbesar terjadi pada
bahan bakar solar dikarenakan nilai kalor bahan bakar solar cenderung
tinggi dibanding biodiesel canola. Heat loss terendah terjadi pada biodiesel
canola 20% putaran 1800 rpm dikarenakan nilai kalor bahan bakar yang
BAB V
KESIMPULAN DAN SARAN
5.1 Kesimpulan
1. Berdasarkan hasil pengujian dan analisa data diperoleh kesimpulan
bahwasanya jika dibandingkan dengan solar, penambahan biodiesel canola
ke dalam solar dengan menggunakan supercarjer pada mesin
mengakibatkan :
a. Daya menurun 1,28% - 18,75 % penurunan terbesar terjadi pada
biodiesel canola 20% pada beban 3,5 kg putaran 2800 rpm.
b. Laju aliran massa bahan bakar menurun 0,35 % - 14,18 %,
penurunan terbesar terjadi pada penggunaan biodiesel canola 20%
beban 4,5 kg putaran 2400 rpm.
c. Air Fuel Ratio menurun 0,29- 30,57%, penurunan terbesar air fuel
ratio terjadi pada penggunaan biodiesel canola 20% beban 4,5 kg
putaran 2800 rpm.
d. Efisiensi volumentris menurun 0,70 % -38,61 %, penurunan
terbesar efisiensi volumentris terjadi pada penggunaan biodiesel
20% beban 3,5 kg putaran 2400 rpm.
e. Efisiensi termal aktual menurun 2,01 % - 11,81 %, penurunan
terbesar efisiensi termal actual terjadi pada penggunaan biodiesel
canola 20% beban 4,5 kg putaran 1800 rpm.
f. Konsumsi bahan bakar spesifik naik 1,355 % - 47,46 %, kenaikan
konsumsi bahan bakar spesifik yang terbesar terjadi pada
penggunaan biodiesel canola 20% beban 4,5 kg putaran mesin
1800 rpm.
g. Heat loss menurun 0,07 % - 33,14 %, penurunan terbesar heat loss
terjadi pada penggunaan biodiesel 20% beban 4,5 kg putaran 1800
2. Dibandingkan tanpa menggunakan supercarjer jika dibandingkan dengan
solar, penambahan biodiesel canola ke dalam solar pada mesin dengan
bahan dan variasi bahan bakar yang sama diperoleh bahwa :
a. Daya meningkat 2,6 % - 25,3 %
b. Laju aliran bahan bakar meningkat 0,76 % - 7,9 %
c. AFR meningkat 15,27 % - 34,52 %
d. Efisiensi volumentris meningkat 20,15 % - 56,23 %
e. Efisiensi termal aktual meningkat 8,6 % - 63,8 %
f. Konsumsi bahan bakar spesifik menurun 31,2 % - 70,6 %
3. Kinerja mesin terbaik terdapat pada solar, hal ini disebabkan nilai kalor
solar yang paling tinggi yaitu 42789,53 kJ/kg dan kinerja mesin terburuk
terdapat pada biodiesel canola 20% disebabkan oleh nilai kalor biodiesel
canola 20% yang paling rendah dari semua variasi bahan bakar yaitu
35730,68 kJ/kg.
4. Laju aliran udara cenderung tinggi yaitu sebesar 17,98 kg/jam, hal ini
disebabkan oleh supercarjer yang memperbesar jumlah udara yang masuk
ke dalam ruang bakar.
5. Penggunaan supercarjer mengakibatkan konsumsi bahan bakar semakin
boros, hal ini disebabkan jumlah bahan bakar yang dibutuhkan lebih
banyak seiiring dengan jumlah udara yang dihasilkan lebih besar untuk
proses pembakaran.
5.2 Saran
1. Mengembangkan pengujian ini dengan menggunakan biodiesel dari bahan
baku berbeda seperti minyak biji anggur (grapeseed oil), minyak biji
wijen, dan lemak hewan.
2. Mengembangkan pengujian dengan menggunakan variasi campuran bahan