• Tidak ada hasil yang ditemukan

Kajian Eksperimental Performansi Mesin Diesel Satu Silinder Dengan Menggunakan Supercarjer Berbahan Bakar Solar Dan Campuran Solar Biodiesel Biji Canola Chapter III V

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Kajian Eksperimental Performansi Mesin Diesel Satu Silinder Dengan Menggunakan Supercarjer Berbahan Bakar Solar Dan Campuran Solar Biodiesel Biji Canola Chapter III V"

Copied!
60
0
0

Teks penuh

(1)

3.1 Waktu dan Tempat

1. Persiapan bahan baku biodiesel dilakukan di laboratorium PIK (Proses

Industri Kimia) Universitas Sumatera Utara selama 2 minggu.

2. Pengujian kandungan biodiesel dilakukan di PPKS (Pusat Penelitian

Kelapa Sawit) Medan selama 2 minggu.

3. Pengujian nilai kalor bahan bakar dan performansi dilakukan di

Laboratorium Motor Bakar Universitas Sumatera Utara selama 2 minggu.

3.2 Alat dan Bahan 3.2.1 Alat

Adapun alat yang digunakan dalam penelitian ini adalah:

1. Oven

Digunakan untuk memanaskan minyak dan bahan lainnya saat proses

transesterifikasi. Berikut oven yang ditunjukkan pada gambar 3.1

sebagai berikut :

Gambar 3.1 Oven

(2)

Digunakan sebagai wadah cairan. Berikut Erlenmeyer yang

ditunjukkan pada gambar 3.2 sebagai berikut :

Gambar 3.2 Erlenmeyer

3. Labu leher tiga

Digunakan sebagai wadah pada proses pemanasan guna mereaksikan

minyak dengan katalis KOH. Berikut gambar labu leher tiga yang

ditunjukkan pada gambar 3.3 sebagai berikut :

Gambar 3.3 Labu Leher Tiga

4. Hotplate Stirrer

Digunakan sebagai penghasil panas dan medan magnet bagi magnetik

(3)

Gambar 3.4 Hotplate Stirrer

5. Magnetik Strirrer

Digunakan untuk menghasilkan putaran dalam labu leher tiga guna

mengaduk campuran minyak dan katalis. Berikut magnetic stirrer

yang ditunjukkan pada gambar 3.5 sebagai berikut :

Gambar 3.5 Magnetik Stirrer

6. Termometer

Digunakan untuk mengukur temperatur cairan. Berikut gambar

(4)

7. Beaker Glass

Digunakan sebagai wadah cairan. Berikut gambar beaker glass yang

ditunjukkan pada gambar 3.7 sebagai berikut :

Gambar 3.7 Beaker Glass

8. Corong Pemisah

Digunakan untuk memisahkan biodiesel dari metanol, gliserol dan air.

Berikut gambar corong pemisah yang ditunjukkan pada gambar 3.8

sebagai berikut :

Gambar 3.8 Corong Pemisah

9. Statif dan Klem

Digunakan sebagai penyangga dan pencengkram corong pemisah.

Berikut gambar statif dan klem yang ditunjukkan pada gambar 3.9

(5)

Gambar 3.9 Statif dan Klem

10. Bom Kalorimeter

Digunakan untuk mengukur nilai kalor bahan bakar. Berikut gambar

bom kalorimeter yang ditunjukkan pada gambar 3.10 sebagai berikut :

Gambar 3.10 Bom Kalorimeter

11. TQ Small Engine Test Bed TD115-MKII

Berikut gambar TQ Small Engine Test Bed TD 115-MKII yang

(6)

Gambar 3.11 TQ Small Engine Test Bed TD115-MKII

Spesifikasi:

Model : ROBIN-FUJI TD115-MKII

Type : 1 silinder, 4 langkah, dan horizontal

Max output : 4.2 kW

Rated output : 2.5 kW

Max speed : 3600 rev/min

Bore : 70 mm

Stroke : 60 mm

Compression ratio : 21 : 1

Weight : 45 kg

Fuel injection timing : 23° BTDC

(Sumber : Manual Book of TD 110-115,2000)

12. TecQuipment TD114

TecQuipment TD114 digunakan untuk melihat data keluaran yang

akan digunakan untuk perhitungan performansi mesin. Data keluaran

(7)

temperature (oC), tekanan udara (mmH2O), serta jumlah bahan bakar

yang dihabiskan (ml). TecQuipment TD114 ditunjukkan pada gambar

3.12 di bawah ini:

Gambar 3.12 TecQuipment TD114

13.Supercarjer

Supercarjer adalah suatu mesin mekanisme untuk menyuplai udara

dengan kepadatan yang melebihi kepadatan udara atmosfer ke dalam

silinder pada langkah hisap sehingga daya yang dihasilkan lebih besar.

Berikut gambar supercarjer yang ditunjukkan pada gambar 3.13 sebagai

(8)

Gambar 3.13 Supercarjer

3.2.2. Bahan

Adapun bahan yang digunakan dalam penelitian ini adalah:

1. Minyak Canola

2. Air

3. Etanol

4. Metanol

5. Es batu

(9)

3.3 Prosedur Penelitian

Terdapat beberapa tahapan penting dalam penelitian seperti yang dapat

dilihat pada gambar 3.14 berikut :

Gambar 3.14 Garis Besar Tahapan Penelitian

Pembuatan biodiesel dimulai dengan pengadaan minyak biji canola.

Setelah minyak didapatkan, dilakukan pengujian terhadap kadar asam lemak

bebas (free fatty acid/FFA) yang terkandung dalam minyak. Berikut minyak

canola seperti yang ditunjukkan pada gambar 3.15 sebagai berikut :

Gambar 3.15 Minyak Canola

Sejumlah sampel minyak direkasikan dengan etanol dan phenolphtalein

lalu dititrasi dengan KOH. Setelah dilakukan perhitungan didapatkan kadar

FFA pada minyak kurang dari 1% atau bisa dikatakan hampir tidak ada, Pembuatan

biodiesel

Pengujian karakteristik

biodiesel

Pengujian nilai kalor bahan

bakar

(10)

dengan demikian dapat langsung dilanjutkan ke proses transesterifikasi.

Berikut proses transesterifikasi seperti yang ditunjukkan pada gambar 3.16

sebagai berikut :

Gambar 3.16 Proses Transesterifikasi

Proses transesterifikasi dilakukan dengan meraksikan minyak canola

dengan sejumlah metanol pada perbandingan fraksi mol tertentu. Dalam

reaksi digunakan katalis KOH untuk menurunkan energi aktivasi dari reaksi.

Selanjutnya minyak hasil proses transesterifikasi dipisahkan dari gliserol

yang terbentuk selama reaksi dengan menggunakan corong pemisah. Berikut

pemisahan dari gliserol seperti yang ditunjukkan pada gambar 3.17 sebagai

(11)

Gambar 3.17 Pemisahan dari Gliserol

Minyak hasil transesterifikasi yang sudah dipisahkan dari gliserol sudah

berupa metil ester kotor, selanjutnya dilakukan proses pencucian dengan

menggunakan air pada suhu tertentu sampai bahan pengotor habis. Berikut

proses pencucian seperti yang ditunjukkan pada gambar 3.18 sebagai berikut :

Gambar 3.18 Pencucian

Setelah proses pencucian selesai, metil ester kemudian dipanaskan

didalam oven untuk menghilangkan kadar air sehingga didapatkan metil ester

(12)

Gambar 3.19 Metil Ester Canola

3.3.1 Pengujian Kadar Asam Lemak Bebas

Berikut adalah prosedur pengujian kadar asam lemak bebas (FFA)

(13)

Gambar 3.20 Diagram Alir Pengujian Kadar FFA

*kadar FFA sampel dihitung dengan persamaan: Dimasukkan sejumlah sampel minyak canola (dalam gram) kedalam erlenmeyer

Mulai

Campuran dikocok kuat hingga sampel larut

Campuran tersebut diambil sebanyak 10 ml

Ditambahkan 3 tetes phenolphtalein

Campuran tersebut diambil sebanyak 10 ml

Ditambahkan 3 tetes phenolphtalein

Larutan dititrasi dengan KOH 0,1 N

Apakah larutan sudah berubah warna menjadi merah rosa?

Dicatat volume KOH yang terpakai

Dihitung kadar FFA sampel*

Selesai

(14)

Dimana: T = normalitas KOH

V = volume larutan KOH yang terpakai (ml)

M = berat molekul FFA (gr/mol)

3.3.2 Prosedur Transesterifikasi

(15)

Gambar 3.21 Diagram Alir Proses Transesterifikasi

*sementara minyak dipanaskan, KOH sebanyak 1% dari berat minyak

dilarutkan kedalam metanol dengan perbandingan sebagai berikut: Mulai

Dimasukkan sejumlah minyak (dalam gram) kedalam labu leher tiga

Dimasukkan KOH (dilarutkan dalam metanol*)

sebanyak 1% dari berat minyak kedalam labu leher

tiga

Campuran dipanaskan selama 60 menit pada rentang suhu 40-60 oC

Dipisahkan metil ester dari gliserol dengan corong pemisah

Metil ester dicuci dengan air hangat hingga bekas cucian bening

Dipanaskan dalam oven pada suhu 115 oC selama 2 jam untuk menghilangkan kadar air

(16)

Dimana: G = massa methanol yang diperlukan

M = massa bahan baku yang akan di transesterifikasi

3.3.3 Proses Pencampuran Solar dengan Biodiesel Biji Canola

Prosedur pencampuran solar dengan biodiesel biji canola dapat dilakukan

dengan menghitung takaran biodiesel dan solar sebagai berikut :

B 5% =

x 1000 ml

= 50 ml

Maka solar yang dibutuhkan untuk dicampurkan dengan biodiesel biji canola

yaitu:

= 1000 ml solar-50 ml biodiesel biji canola

= 950 ml solar

Berikut seterusnya untuk mencari takaran solar dan biodiesel biji canola

dengan variasi yang berbeda. Setelah mendapatkan takaran solar dan biodiesel

masing-masing kemudian dicampurkan berdasarkan takaran yang sudah

ditentukan dan selanjutnya dituang kedalam botol sampel. Berikut solar dan

biodiesel setelah dicampur yang ditunjukkan pada gambar 3.22 sebagai berikut :

(17)

3.3.4 Pengujian Karakteristik Biodiesel

Pengujian karakteristik biodiesel dilakukan di Pusat Penelitian Kelapa

Sawit (PPKS) dan Laboratorium Proses Industri Kimia Universitas

Sumatera Utara dimana parameter yang diteliti antara lain:

- Angka Asam

- Titik Kabut (Cloud Point)

- Titik Nyala (Flash Point)

- Kadar Ester

- Densitas

- Kandungan Belerang

- Viskositas

- Gliserol Bebas

- Gliserol Total

3.3.5 Bahan Baku

Bahan yang menjadi objek pengujian ini adalah:

1. Solar 100%

2. Solar + Biodiesel canola 5% atau (B5)

3. Solar + Biodiesel canola 10% atau (B10)

4. Solar + Biodiesel canola 15% atau (B15)

5. Solar + Biodiesel canola 20% atau (B20)

3.4 Metode Pengumpulan Data

Data yang dipergunakan dalam pengujian ini meliputi :

1. Data primer, merupakan data yang diperoleh langsung dari pengukuran

dan pembacaan pada unit instrumentasi dan alat ukur pada masing –

(18)

2. Data sekunder, merupakan data tentang karakteristik bahan bakar yang

digunakan dalam pengujian.

3.5 Metode Pengolahan Data

Data yang diperoleh dari hasil pengujian diolah menggunakan rumus yang

ada, kemudian hasil dari peritungan disajikan dalam bentuk tabulasi dan

grafik.

3.6 Pengamatan dan Tahap Pengujian

Parameter yang ditinjau dalam pengujian ini adalah:

1. Torsi motor (T)

2. Daya motor (N)

3. Konsumsi bahan bakar spesifik (SFC)

4. Efisiensi thermal brake aktual

5. Efisiensi volumetris

6. Heat loss

7. Persentase heat loss

Prosedur pengujian dibagi menjadi beberapa tahap, yaitu :

1. Pengujian mesin diesel menggunakan bahan bakar solar

2. Pengujian mesin diesel menggunakan bahan bakar solar + biodiesel biji

bunga canola 5%

3. Pengujian mesin diesel menggunakan bahan bakar solar + biodiesel biji

bunga canola 10%

4. Pengujian mesin diesel menggunakan bahan bakar solar + biodiesel biji

(19)

5. Pengujian mesin diesel menggunakan bahan bakar solar + biodiesel biji

bunga canola 20%

3.7 Prosedur Pengujian Nilai Kalor Bahan Bakar

Alat yang digunakan dalam pengukuran nilai kalor bahan bakar ini adalah

alat uji Bom Kalorimeter. Peralatan yang digunakan meliputi:

1. Kalorimeter, sebagai tempat air pendingin dan tabung bom.

2. Tabung bom, sebagai tempat pembakaran bahan bakar yang diuji.

3. Tabung gas oksigen.

4. Alat ukur tekanan gas oksigen, untuk mengukur jumlah oksigen yang

dimasukkan ke dalam tabung bom.

5. Termometer, dengan akurasi pembacaan skala 0.010C.

6. Elektromotor yang dilengkapi pengaduk untuk mengaduk air pendingin.

7. Spit, untuk menentukan jumlah volume bahan bakar.

8. Pengatur penyalaan (skalar), untuk menghubungkan arus listrik ke tangkai

penyala pada tabung bom.

9. Cawan, untuk tempat bahan bakar di dalam tabung bom.

10. Pinset untuk memasang busur nyala pada tangkai, dan cawan pada

dudukannya.

Adapun tahapan pengujian yang dilakukan adalah sebagai berikut:

1. Diisi cawan bahan bakar dengan bahan bakar yang akan diuji.

2. Digulung dan memasang kawat penyala pada tangkai penyala yang ada

(20)

3. Ditempatkan cawan yang berisi bahan bakar pada ujung tangkai penyala,

serta mengatur posisi kawat penyala agar berada tepat diatas permukaan

bahan bakar yang berada didalam cawan dengan menggunakan pinset.

4. Diletakkan tutup bom yang telah dipasangi kawat penyala dan cawan

berisi bahan bakar pada tabungnya serta dikunci dengan ring “O” sampai

rapat.

5. Diisi bom dengan oksigen (30 bar).

6. Diisi tabung kalorimeter dengan air pendingin sebanyak 1250 ml.

7. Ditempatkan bom yang telah terpasang kedalam tabung kalorimeter.

8. Dihubungkan tangkai penyala penutup bom dengan kabel sumber arus

listrik.

9. Ditutup kalorimeter dengan penutup yang telah dilengkapi dengan

pengaduk.

10. Dihubungkan dan mengatur posisi pengaduk pada elektromotor.

11. Ditempatkan termometer melalui lubang pada tutup kalorimeter.

12. Dihidupkan elektromotor selama 5 (lima) menit kemudian membaca dan

mencatat temperatur air pendingin pada termometer.

13. Dinyalakan kawat penyala dengan menekan saklar.

14. Dipastikan kawat penyala telah menyala dan putus dengan memperhatikan

lampu indikator selama elektromotor terus bekerja.

15. Dibaca dan dicatat kembali temperatur air pendingan setelah 5 (lima)

menit dari penyalaan berlangsung.

16. Dimatikan elektromotor pengaduk dan mempersiapkan peralatan untuk

(21)

17. Diulang pengujian sebanyak 5 (lima) kali berturut-turut.

3.8 Prosedur Pengujian Performansi Mesin Diesel

Prosedur pengujian performansi motor dilakukan dengan langkah-langkah

sebagai berikut :

1. Instrumen mesin diesel dikalibrasi sebelum digunakan.

2. Dimasukkan bahan bakar kedalam saluran bahan bakar mesin.

3. Dioperasikan mesin dengan cara memutar poros engkol mesin, kemudian

memanaskan mesin selama 10 menit.

4. Diatur putaran mesin pada 1800 rpm menggunakan tuas kecepatan sambil

melihat data analog pada instrumen.

5. Diletakkan beban statis pada dynamometer.

6. Dihitung lama waktu konsumsi bahan bakar sebanyak 8 ml dengan

menggunakan stopwatch.

7. Dicatat data keluaran pada papan instrumen meliputi torsi, tekanan udara

pada manometer, temperatur gas buang, dan waktu konsumsi bahan bakar.

8. Diulang pengujian dengan menggunakan variasi putaran yang berbeda

(1800 rpm, 2000 rpm, 2200 rpm, 2400 rpm, 2600 rpm, 2800 rpm).

(22)
(23)

Secara lebih real urutan pengujian akan diperlihatkan pada gambar 3.23 di

bawah ini.

1 2 3

5

9

8 7

6

(24)

Gambar 3.23 Set-up Pengujian Performansi Mesin Diesel Keterangan:

1. Mengatur posisi gas.

2. Memasukkan bahan bakar.

3. Memasang supercarjer.

4. Menghidupkan mesin TD-111 dengan menarik tuas engkol.

5. Mengalirkan air pendingin dari kran.

6. Menghidupkan Tec-equipment TD-115.

7. Mengatur posisi jarum pengukur torsi pada posisi nol.

8. Memberikan beban pada lengan beban.

9. Mencatat hasil pembacaan RPM (putaran).

10.Mencatat waktu menghabiskan 8 ml bahan bakar.

11.Mencatat hasil pembacaan torsi (Nm).

12.Mencatat hasil pembacaan tekanan udara.

(25)

BAB IV

HASIL DAN ANALISA PENGUJIAN 4.1 Hasil Biodiesel Biji Canola

Berikut hasil analisis yang dilakukan di Pusat Penelitian Kelapa Sawit

(PPKS) Sumatera Utara dan Laboratorium Proses Industri Kimia USU. Berikut

karakteristik dari biodiesel biji canola yang ditunjukkan pada tabel 4.1 sebagai

berikut :

Tabel 4.1 Karakteristik Biodiesel Biji Canola

Parameter Satuan Hasil Standar Metode

Uji SNI ASTM

50 Gravimetri Viskositas cSt 4,35 2,3-6 1,9-6 Uji Lab PIK

Bebas 0,02 Kromatografi

Gliserol

Total 0,24 Kromatografi

4.2 Hasil Pengujian Bom Kalorimeter

Pengujian bom kalorimeter untuk mendapatkan nilai kalor daripada bahan

bakar. Nilai kalor bahan bakar didapat dengan melihat perbedaan suhu air

(26)

Berikut ditampilkan hasil pengujian bom kalorimeter pada table 4.2,

beserta nilai HHV dan LHV dari bahan bakar :

Tabel 4.2 Hasil Pengujian Bom Kalorimeter

Bahan

Bakar Pengujian T1

4.3 Hasil Pengujian Engine Tes Bed TD -111

Dari Engine Tes Bed TD -111 di lakukan pengujian dan hasil uji diamati pada

(27)

bakar sebanyak 5 variasi, variasi putaran mesin sebanyak 6 variasi, dan variasi

beban statis sebanyak 2 variasi yaitu 3,5 kg dan 4,5 kg.

4.3.1 Hasil Pengujian Dengan Bahan Bakar Solar

Hasil pembacaan instrumen alat ukur untuk Solar adalah seperti pada tabel

4.3 di bawah sebagai berikut :

Tabel 4.3 Hasil Pengujian Bahan Bakar Solar

Beban

4.3.2. Hasil Pengujian Bahan Bakar Solar + Biodiesel Biji Canola 5%

Hasil pembacaan instrumen alat ukur untuk Solar + Biodiesel Biji Canola

(28)

Tabel 4.4 Hasil Pengujian Bahan Bakar Solar + Biodiesel Biji Canola 5%

4.3.3. Hasil Pengujian Bahan Bakar Solar + Biodiesel Biji Canola 10%

Hasil pembacaan instrumen alat ukur untuk Solar + Biodiesel Biji Canola

10%, seperti pada tabel 4.5 di bawah adalah sebagai berikut :

Tabel 4.5 Hasil Pengujian Bahan Bakar Solar + Biodiesel Biji Canola 10%

(29)

2800 7.1 60 26 210

4.3.4. Hasil Pengujian Bahan Bakar Solar + Biodiesel Biji Canola 15%

Hasil pembacaan instrumen alat ukur untuk Solar + Biodiesel Biji Canola

15% seperti pada tabel 4.6 di bawah adalah sebagai berikut :

Tabel 4.6 Hasil Pengujian Bahan Bakar Solar + Biodiesel Biji Canola 15%

(30)

2800 10 58 22 200

4.3.5. Hasil Pengujian Bahan Bakar Solar + Biodiesel Biji Canola 20%

Hasil pembacaan instrumen alat ukur untuk Solar + Biodiesel Biji Canola

15% seperti pada tabel 4.7 di bawah adalah sebagai berikut :

Tabel 4.7 Hasil Pengujian Bahan Bakar Solar + Biodiesel Biji Canola 20%

Beban

4.4 Pengujian Performansi Motor Bakar Diesel

Data yang diperoleh dari pembacaan langsung alat uji mesin diesel 4

langkah 1 silinder TD – 111 melalui alat pembaca TD – 115 selanjutnya akan

diproses dan dikalkulasi untuk mendapatkan besar performansi dari mesin diesel

(31)

4.4.1 Daya

Besarnya daya dari masing-masing pengujian dan tiap variasi beban

dihitung dengan menggunakan persamaan 2.1.

Untuk pengujian dengan bahan bakar Solar:

Beban : 3,5 Kg

Dengan perhitungan yang sama dapat diketahui besarnya daya yang

dihasilkan dari masing-masing pengujian baik dalam semua variasi persentase

biodiesel, dan kondisi pembebanan dan putaran mesin seperti ditunjukkan dalam

Tabel 4.8 dibawah ini :

Tabel 4.8 Data Perhitungan Untuk Daya

(32)

2000 1.97 1.95 1.81 1.72 1.67

2200 2.21 2.16 2.03 1.96 1.90

2400 2.46 2.41 2.26 2.16 2.09

2600 2.69 2.69 2.50 2.37 2.31

2800 2.96 2.93 2.73 2.67 2.55

 Pada pembebanan 3,5 kg daya terendah terjadi pada pengujian dengan menggunakan bahan bakar Solar + Minyak Canola 20 % pada putaran

mesin 1800 rpm sebesar 1,08 kW sedangkan daya tertinggi terjadi pada

pengujian dengan menggunakan bahan bakar Solar pada putaran mesin

2800 rpm sebesar 2,34 kW.

 Pada pembebanan 4,5 kg daya terendah terjadi pada pengujian dengan menggunakan bahan bakar Solar + Minyak Canola 20 % pada putaran

mesin 1800 rpm sebesar 1,47 kW sedangkan daya tertinggi terjadi pada

pengujian dengan menggunakan bahan bakar Solar pada putaran mesin

2800 rpm sebesar 2,96 kW.

 Daya terbesar terjadi pada penggunaan solar karena nilai kalor solar yang besar yaitu 42789,53 kJ/kgoC.

Perbandingan besarnya daya untuk masing-masing pengujian pada setiap variasi

(33)

Gambar 4.1 Grafik Daya vs Putaran mesin untuk beban 3,5 kg

Gambar 4.2 Grafik Daya vs Putaran mesin untuk beban 4,5 kg

 Dari grafik dapat dilihat bahwa daya tertinggi terjadi pada penggunaan solar sedangkan daya terendah terjadi pada penggunaan solar + biodiesel

minyak canola 20%. Hal ini disebabkan nilai kalor solar yang besar yaitu

42789,53 kJ/kg sehingga daya yang dibangkitkannya juga besar.

0

1800 2000 2200 2400 2600 2800

D

Daya Pembebanan 3,5 kg

SOLAR

1800 2000 2200 2400 2600 2800

D

Daya pada Pembebanan 4,5 kg

SOLAR

B 5%

B 10%

B 15%

(34)

4.4.2. Laju Aliran Bahan Bakar ( ̇ )

Laju aliran bahan bakar didapat adalah banyaknya bahan bakar yang habis

terpakai selama periode pemakaian

̇

dimana:

sgf = spesifik gravitasi solar (0.842)

Vf = volume bahan bakar yang diuji (8 ml)

tf = waktu yang dibutuhkan untuk menghabiskan bahan bakar (detik)

Dengan menggunakan harga sgf, dan tf yang didapat dari percobaan, maka

didapatlah laju aliran bahan bakar teoritis menggunakan bahan bakar Solar pada

kondisi:

Beban : 3.5 kg

Putaran mesin : 1800 rpm

Waktu : 115 detik

̇

̇ = 0,22 kg/jam

Dengan cara yang sama untuk setiap pengujian pada putaran mesin, variasi

beban dan variasi persentase bahan bakar maka hasil perhitungan mf untuk

kondisi tersebut dapat dilihat pada tabel 4.9 dibawah ini:

Tabel 4.9 Data Perhitungan Untuk Laju Aliran Bahan Bakar

(35)

2000 0.23 0.24 0.23 0.23 0.24

2200 0.25 0.26 0.24 0.26 0.24

2400 0.27 0.27 0.28 0.28 0.28

2600 0.31 0.32 0.32 0.31 0.33

2800 0.34 0.36 0.36 0.35 0.37

4.5

1800 0.20 0.21 0.22 0.21 0.21

2000 0.22 0.24 0.23 0.25 0.25

2200 0.25 0.26 0.26 0.27 0.28

2400 0.28 0.30 0.30 0.32 0.32

2600 0.30 0.33 0.32 0.34 0.35

2800 0.33 0.36 0.37 0.38 0.40

 Pada pembebanan 3,5 kg, mf terendah terjadi pada saat menggunakan Solar + M.Canola 10 % pada putaran mesin 1800 rpm yaitu sebesar 0.20

kg/jam sedangkan mf tertinggi pada saat menggunakan Solar + M.Canola

20 % pada putaran mesin 2800 yaitu sebesar 0.37 kg/jam.

 Pada pembebanan 4,5 kg, mf terendah terjadi pada saat menggunakan solar pada putaran mesin 1800 rpm yaitu sebesar 0.20 kg/ jam, sedangkan

mf tertinggi pada saat menggunakan Solar + M.Canola 20% pada putaran

mesin 2800 rpm yaitu sebesar 0.40 kg/jam

Perbandingan masing-masing nilai mf pada setiap pembebanan dengan variasi

bahan bakar dan variasi putaran mesin dapat dilihat pada Gambar 4.3 dan 4.4 di

(36)

Gambar 4.3 Grafik mf vs putaran mesin untuk beban 3,5 kg

Gambar 4.4 Grafik mf vs putaran mesin untuk beban 4,5 kg

4.4.3 Rasio udara bahan bakar (AFR)

Rasio udara bahan bakar (AFR) dari masing-masing jenis pengujian

dihitung berdasarkan persamaan berikut :

AFR = ̇

1800 2000 2200 2400 2600 2800

m

Laju Aliran Bahan Bakar Beban 3.5 Kg

SOLAR

1800 2000 2200 2400 2600 2800

m

Laju Aliran Bahan Bakar Beban 4.5 kg

SOLAR

B5%

B 10%

B 15%

(37)

Dimana :

AFR = air fuel ratio

a = laju aliran massa udara (kg/jam)

฀฀̇ = laju aliran massa bahan bakar (kg/jam)

Besarnya laju aliran udara (ma) diperoleh dengan membandingkan

besarnya tekanan udara masuk yang telah diperoleh melalui pembacaan air flow

manometer terhadap kurva viscous flowmeter calibration seperti pada gambar 4.5

berikut :

Gambar 4.5 Viscous Flow Meter

Pada pengujian ini dianggap tekanan udara sebesar 100 kPa dan temperatur udara

27°C, maka besar laju aliran udara yang diperoleh harus dikalikan dengan faktor

pengali berikut :

Cf = 3564 x Pa x ฀฀฀฀

Cf = 3564 x 1 x

(38)

Untuk pengujian dengan menggunakan solar, beban 3,5 kg dan putaran

mesin 1800 rpm tekanan udara masuk didapati 17 mmH2O, dengan melakukan

interpolasi pada kurva viscous flow meter, dan kemudian dikalikan dengan faktor

koreksi sehingga didapat massa udara yang sebenarnya:

pengujian, maka dapat dihitung besarnya AFR.

Untuk pengujian dengan menggunakan solar pada putaran 1800 rpm dan

beban 3.5 kg maka didapatkan besar AFR teori:

฀฀฀ 1 98

AFR = 83,27

Hasil perhitungan AFR untuk masing-masing pengujian pada tiap variasi

beban, putaran mesin dan persentase biodiesel dapat dilihat pada tabel 4.10

dibawah ini:

Tabel 4.10 Air Fuel Ratio

(39)

2000 81.97 81.73 76.52 71.5 61.75

2200 83.12 80.16 74.57 68.36 62.58

2400 81.56 79.25 71.69 70.01 63.11

2600 80.72 79.61 69.54 67.89 61.23

2800 79.4 78.99 67.02 66.32 62.17

4.5

1800 86.17 73.87 70.89 68.9 60.48

2000 81.9 77.74 68.82 64.06 57.29

2200 81.52 73.65 66.76 63.76 58.32

2400 80.75 73.23 66.25 62.32 56.37

2600 80.32 71.87 64.05 63.13 55.81

2800 79.53 71.13 63.48 61.4 55.21

 Pada pembebanan 3,5 kg AFR terendah terjadi pada saat menggunakan biodiesel 20 % pada putaran mesin 2600 rpm yaitu 61,23 sedangkan AFR

tertinggi terjadi pada penggunaan Solar pada putaran mesin 1800 rpm

yaitu 83,27.

 Pada pembebanan 4,5 kg AFR terendah terjadi pada saat menggunakan solar + M.Canola 20% pada putaran mesin 2800 rpm yaitu 55,21

sedangkan AFR tertinggi terjadi pada penggunaan solar pada putaran

mesin 1800 rpm yaitu 86,17. Perbandingan harga AFR masing-masing

pengujian pada setiap variasi beban dan putaran dapat dilihat pada gambar

(40)

Gambar 4.6 Grafik AFR vs putaran mesin pada pembebanan 3,5 kg

Gambar 4.7 Grafik AFR vs putaran mesin pada pembebanan 4,5 kg

 Dari grafik terlihat biodiesel 20 % memiliki Air Fuel Ratio terendah dan solar memiliki Air Fuel Ratio tertinggi.

4.4.4 Efisiensi Volumentris

Efisiensi volumentris didefinisikan sebagai volum aliran udara yang

memasuki sistem isap dibagi dengan laju aliran yang digunakan oleh piston.

Dengan memasukkan harga tekanan dan temperature udara yaitu sebesar

0

1800 2000 2200 2400 2600 2800

A

FR

Putaran (rpm)

AFR pada pembebanan 3,5 kg

SOLAR

1800 2000 2200 2400 2600 2800

A

FR

Putaran (rpm) AFR pada pembebanan 4,5 kg

SOLAR

B 5%

B 10%

B 15%

(41)

100 kPa dan suhu 27oC, maka dihitung nilai massa jenis udara dengan persamaan

2.12.

฀฀ ṁa ฀฀฀

dimana:

ṁa = laju aliran udara (kg/jam) ρa = kerapatan udara (kg/m3

)

Vs = volume langkah torak (m3)= 0.00023 (berdasarkan spesifikasi mesin)

Dengan diperolehnya massa jenis udara, maka dapat dihitung besarnya

efisiensi volumetrik untuk masing-masing pengujian dengan variasi persentase

biodiesel, putaran mesin dan beban.

Diasumsikan udara sebagai gas ideal sehingga massa jenis udara dapat

diperoleh dengan persamaaan berikut:

ρa = Pa Ta

Dimana:

R = Konstanta gas (untuk udara = 287 J/kg K)

Dengan memasukkan harga tekanan dan temperature udara yaitu sebesar

100 kPa dan suhu 27oC, maka diperoleh massa jenis udara sebesar:

ρa = 28 2 2 3 100000

= 1.18 kg/m3

Dengan diperolehnya massa jenis udara, maka dapat dihitung besarnya

efisiensi volumetris untuk masing-masing pengujian dengan variasi bahan bakar,

putaran mesin, dan beban.

Untuk pengujian menggunakan solar beban 3.5 kg pada putaran mesin 1800

(42)

฀฀ 1 18 x 100 %

ηv = 122,61 %

Harga effisiensi volumetrik untuk masing-masing pengujian dapat dihitung

dengan melakukan perhitungan yang sama dengan perhitungan di atas dengan

variasi beban, putaran mesin, dan bahan bakar dengan beberapa variasi seperti

ditunjukkan pada tabel 4.11 dibawah ini:

Tabel 4.11 Efisiensi Volumentris

Beban (kg)

Putaran (rpm)

EFISIENSI VOLUMENTRIS (%)

(43)

 Pada pembebanan 3,5 kg efisiensi volumetris terendah terjadi pada penggunaan Solar + M.Canola 20 % dengan putaran mesin 2600 rpm yaitu

sebesar 88.53% sedangkan efisiensi volumetris tertinggi terjadi pada

penggunaaan solar pada putaran mesin 2400 rpm yaitu sebesar 128.59%

 Pada pembebanan 4,5 kg efisiensi volumetris terendah terjadi pada penggunaan Solar + M.Canola 20 % dengan putaran mesin 2000 rpm yaitu

sebesar 100.50% sedangkan efisiensi volumetris tertinggi terjadi pada

penggunaaan solar pada putaran mesin 1800 rpm yaitu sebesar 126.61%

Perbandingan efisiensi volumetrik dari masing-masing pengujian pada tiap

variasi putaran dapat dilihat pada Gambar 4.8 dan 4.9 berikut:

Gambar 4.8 Grafik efisiensi volumentrik vs putaran mesin pada beban 3,5 kg

0

1800 2000 2200 2400 2600 2800

E

Ef.Volumentris pada pembebanan 3,5 kg

SOLAR

B 5%

B 10%

B 15%

(44)

Gambar 4.9 Grafik efisiensi volumentrik vs putaran mesin pada beban 4,5 kg

 Efisiensi volumetris dipengaruhi oleh laju aliran udara, besar putaran mesin dan kalor bahan bakar, semakin tinggi kandungan biodiesel

semakin rendah pula efisiensi volumetrisnya. Hal ini dikarenakan waktu

pembakaran yang semakin singkat.

4.4.5 Daya Aktual

Daya aktual didapat dengan mengalikan daya hasil pembacaan dengan

efisiensi volumetris, dan efisiensi mekanis, dapat dihitung dengan menggunakan

persamaan berikut

Pa= ฀฀฀ ฀฀ ฀

Dimana: besar adalah 0,70-0,90 untuk mesin diesel dan yang

diambil untuk perhitungan ini adalah 0,70

Untuk beban 3,5 kg putaran mesin 1800 dengan bahan bakar Solar maka

didapat daya aktual:

Pa= ฀฀฀ ฀฀ ฀

1800 2000 2200 2400 2600 2800

E

Ef.Volumentris pada pembebanan 4,5 kg

SOLAR

B 5%

B 10%

B 15%

(45)

= 0,57 kW

Dengan menggunakan cara yang sama untuk setiap variasi putaran mesin,

beban dan bahan bakar maka didapat hasil seperti pada tabel 4.12 dibawah ini:

Tabel 4.12 Daya Aktual

Beban

(kg) Putaran

DAYA AKTUAL (kW)

Solar Solar +M.

pada putaran mesin 1800 rpm yaitu sebesar 0,37 kW.

(46)

aktual terkecil terjadi pada penggunaan Solar + M.Canola 20 % putaran

mesin 1800 rpm yaitu sebesar 0.77 kW.

Berikut grafik menunjukkan hubungan antara daya aktual dan putaran mesin

pada Gambar 4.10 dan 4.11 di bawah ini.

Gambar 4.10 Grafik Daya aktual vs putaran mesin pada pembebanan 3,5 kg

0

1800 2000 2200 2400 2600 2800

D

Daya aktual pada Pembebanan 3,5 kg

SOLAR

B 5%

B 10%

B 15%

(47)

Gambar 4.11 Grafik Daya aktual vs putaran mesin pada pembebanan 4,5 kg

 Dari grafik dapat dilihat bahwa solar memiliki daya aktual yang besar dari seluruh variasi bahan bakar biodiesel yang ada, disebabkan oleh efisiensi

volumentrik solar yang paling tinggi dari semua variasi bahan bakar

biodiesel yang ada dan meningkat saat putaran mesin dinaikkan.

4.4.6 Efisiensi Termal Aktual

Efisiensi termal aktual adalah perbandingan antara daya aktual dengan laju

aliran bahan bakar dan nilai LHV masing-masing sesuai dengan variasi persentase

biodiesel yang didapat melalui percobaan bom kalori meter.

Efisiensi termal aktual dapat dihitung dengan persamaan 2.5. Dengan

memasukkan nilai-nilai ke persamaan untuk beban 3,5 kg putaran mesin 1800 rpm

menggunakan solar didapatkan nilai efisiensi termal:

η = ฀฀

1800 2000 2200 2400 2600 2800

D

Daya aktual pada pembebanan 4,5 kg

SOLAR

B 5%

B 10%

B 15%

(48)

Dengan menggunakan cara yang sama maka didapatkan besar efisiensi

termal aktual untuk variasi putaran mesin, pembebanan, dan bahan bakar seperti

pada tabel 4.13 dibawah:

Tabel 4.13 Efisiensi Termal Aktual

Beban (kg)

Putaran (rpm)

EFISIENSI TERMAL AKTUAL (%)

Solar Solar penggunaan solar putaran mesin 2800 rpm sebesar 29.89% sedangkan

efisiensi termal aktual terendah terjadi pada penggunaan solar +biodiesel

minyak canola 20 % putaran mesin 1800 rpm yaitu sebesar 16.33%

 Pada pembebanan 4,5 kg efisiensi termal aktual tertinggi terjadi pada penggunaan solar putaran mesin 2800 rpm yaitu sebesar 40.68%

(49)

Solar + biodiesel minyak canola 20 % putaran 1800 rpm yaitu sebesar

26.86%

Perbandingan nilai efisiensi termal aktual untuk setiap variasi

pembebanan,bahan bakar dan putaran dapat dilihat pada gambar 4.12 dan

4.13 dibawah ini.

Gambar 4.12 Efisiensi termal aktual vs putaran mesin pada pembebanan 3,5 kg

0

1800 2000 2200 2400 2600 2800

E

EF Termal aktual beban 3,5 kg

SOLAR

1800 2000 2200 2400 2600 2800

E

EF Termal aktual beban 4,5 kg

SOLAR

B 5%

B 10%

B 15%

(50)

 Efisiensi termal aktual cenderung tinggi pada penggunaan bahan bakar solar dikarenakan nilai kalor bahan bakar solar yang tinggi

dibandingkan seluruh variasi biodiesel, sedangkan efisiensi termal

aktual terendah terjadi pada penggunaan biodiesel 20% karena nilai

kalor bahan bakar yang rendah.

4.4.7 Konsumsi Bahan Bakar Spesifik (SFC)

Konsumsi bahan bakar spesifik dari masing-masing pengujian pada

tiap-tiap variasi beban, putaran dan bahan bakar dapat dihitung dengan menggunakan

persamaan berikut :

SFC = ฀฀̇

Dengan diperolehnya besar laju aliran bahan bakar pada subbab 4.4.2

maka untuk pengujian dengan menggunakan bahan Solar dengan beban 3,5 kg ada

putaran mesin 1800 rpm didapat nilai SFC :

SFC =

0 5

SFC = 199,36 (gr/kWh)

Dengan menggunakan cara yang sama untuk variasi beban, bahan bakar,

dan putaran mesin maka didapatkan hasil perhitungan SFC seperti pada tabel 4.14

di bawah ini:

Tabel 4.14 Spesific Fuel Consumption

Beba n (kg)

Putara n (rpm)

SPESIFIC FUEL CONSUMPTION (gr/kWh)

(51)

2200 191.30 201.19 208.93 228.65 254.13

2400 184.52 193.65 204.33 226.38 240.92

2600 185.78 190.34 200.64 222.24 232.31

2800 177.88 180.29 186.85 195.56 199.60

4.5

1800 170.23 213.50 224.41 240.23 258.63

2000 170.41 206.99 215.71 237.16 251.03

2200 169.04 195.23 211.87 230.57 250.65

2400 163.57 182.71 196.31 216.17 239.07

2600 156.47 175.63 188.10 205.77 230.71

2800 149.56 162.94 173.48 180.17 215.85

 Pada pembebanan 3,5 kg SFC tertinggi terjadi pada penggunaan biodiesel 20 % putaran mesin 1800 rpm yaitu sebesar 273.34 gr/kWh dan SFC

terendah terjadi pada penggunaan bahan bakar solar putaran mesin 2800

rpm yaitu sebesar 177.88 gr/kWh.

 Pada pembebanan 4,5 kg SFC tertinggi terjadi pada penggunaan biodiesel 20 % putaran mesin 1800 rpm yaitu sebesar 258.63 gr/kWh dan SFC

terendah terjadi pada penggunaan bahan bakar solar pada putaran mesin

2800 yaitu sebesar 149.56 gr/kWh.

Perbandingan nilai SFC untuk masing-masing pengujian bahan bakar

(52)

Gambar 4.14 SFC vs putaran mesin pada pembebanan 3,5 kg

Gambar 4.15 SFC vs putaran mesin pada pembebanan 4,5 kg

 Dilihat dari kedua grafik dapat disimpulkan SFC terbesar terjadi pada biodiesel 20%,hal ini dipengaruhi besarnya SFC dipengaruhi oleh nilai

kalor bahan bakar, nilai kalor yang rendah mengakibatkan konsumsi bahan

bakar semakin tinggi.

0

1800 2000 2200 2400 2600 2800

S

SFC pada Pembebanan 3,5 kg

SOLAR

1800 2000 2200 2400 2600 2800

S

SFC pada Pembebanan 4,5 kg

SOLAR

B 5%

B 10%

B 15%

(53)

4.4.8 Heat Loss

Besarnya heat loss yang terjadi pada mesin untuk setiap pengujian dapat

dihitung menggunakan persamaan berikut ini

Heat Loss = Cp x (ma + mf) x (Te-Ta)

Dimana : Te = Suhu exhaust (°C)

Ta = Suhu ambient / suhu udara luar (asumsi 27°C)

Cp = panas jenis udara pada tekanan konstan (1.005 Kj/Kg°K)

Untuk pengujian menggunakan bahan bakar solar dengan pembebanan 3,5

kg dan putaran 1800 rpm maka diperoleh heat loss sebesar :

Heat Loss = Cp x (ma + mf)x (Te – Ta )

Heat Loss = 1.005 x (17,98 + 0,22) x (125 – 27)

= 1819.24 W

Dengan cara perhitungan yang sama untuk masing-masing pengujian dapat

diketahui besarnya heat loss yang ditunjukkan pada tabel 4.15 berikut ini :

Tabel 4.15 Heat Loss

(54)

4.5

 Pada pembebanan 3,5 kg heat loss tertinggi terjadi pada penggunaan solar pada putaran mesin 2800 rpm yaitu sebesar 5025.91 W, sedangkan heat

loss terendah terjadi pada penggunaan biodiesel 20% putaran mesin 1800

rpm yaitu sebesar 1729.01W.

 Pada pembebanan 4,5 kg heat loss tertinggi terjadi pada penggunaan solar pada putaran mesin 2800 yaitu sebesar 4835.49 W sedangkan heat loss

terendah terjadi pada penggunaan biodiesel 20 % pada putaran mesin 1800

rpm yaitu sebesar 1337.82 W.

Perbandingan nilai heat loss untuk masing-masing pengujian pada setiap

variasi beban dan putaran mesin dapat dilihat pada gambar berikut :

0

1800 2000 2200 2400 2600 2800

H

Heat Loss pada Pembebanan 3.5 kg

SOLAR

B 5%

B 10%

B 15%

(55)

Gambar 4.16 Heat Loss vs putaran mesin pada pembebanan 3,5 kg

Gambar 4.17 Heat Loss vs putaran mesin pada pembebanan 4,5 kg

 Dari grafik pengujian diatas menunjukkan, semakin tinggi putaran mesin menyebabkan heat loss mengalami peningkatan. Semakin tinggi putaran

maka konsumsi bahan bakar meningkat sehingga jumlah kalor yang

dilepaskan semakin banyak. Heat loss tertinggi terjadi pada bahan bakar

solar dengan beban 3,5 kg dan 4,5 kg.

4.3.9 Persentase Heat Loss

Besarnya persentase panas yang terbuang dari mesin dapat dihitung

dengan menggunakan persamaan berikut :

% Heat Loss = p ma mf Te – Ta ฀฀฀฀฀

Dengan memasukkan nilai Te dan LHV untuk Solar pada putaran 1800

rpm, pembebanan 3,5 kg maka didapat % heat loss sebagai berikut :

฀฀฀฀฀฀฀฀ 1 005 1 984091 0 2159 125– 2

1800 2000 2200 2400 2600 2800

H

Heat Loss pada Pembebanan 4.5 kg

SOLAR

B 5%

B 10%

B 15%

(56)

= 18,71 %

Dengan menggunakan perhitungan yang sama pada variasi nilai LHV

untuk setiap persentase biodiesel, dan putaran maka didapat nilai persentase heat

loss seperti ditunjukkan pada tabel 4.16 di bawah ini.

Tabel 4.16 Persentase Heat Loss

Beba

sedangkan persentase heat loss terendah terjadi pada pemakaian biodiesel

20 % putaran mesin 1800 rpm yaitu sebesar 15.69 %

(57)

sedangkan persentase heat loss terendah terjadi pada penggunaan biodiesel

20% putaran mesin 1800 rpm yaitu sebesar 15.46%

Hasil dari persentase heat loss untuk masing-masing bahan bakar,

pembebanan dapat dilihat pada gambar 4.18 dan 4.19 di bawah ini.

Gambar 4.18 % Heat loss vs putaran mesin pada pembebanan 3,5 kg

0

1800 2000 2200 2400 2600 2800

%

%heat loss pada pembebanan 3,5 kg

SOLAR

1800 2000 2200 2400 2600 2800

%

%heat loss pada pembebanan 4,5 kg

SOLAR

B 5%

B 10%

B 15%

(58)

Gambar 4.19 % Heat loss vs putaran mesin pada pembebanan 4,5 kg

 Dari grafik pengujian diatas, semakin tinggi putaran mesin menyebabkan persentase heat loss meningkat. Persentase heat loss terbesar terjadi pada

bahan bakar solar dikarenakan nilai kalor bahan bakar solar cenderung

tinggi dibanding biodiesel canola. Heat loss terendah terjadi pada biodiesel

canola 20% putaran 1800 rpm dikarenakan nilai kalor bahan bakar yang

(59)

BAB V

KESIMPULAN DAN SARAN

5.1 Kesimpulan

1. Berdasarkan hasil pengujian dan analisa data diperoleh kesimpulan

bahwasanya jika dibandingkan dengan solar, penambahan biodiesel canola

ke dalam solar dengan menggunakan supercarjer pada mesin

mengakibatkan :

a. Daya menurun 1,28% - 18,75 % penurunan terbesar terjadi pada

biodiesel canola 20% pada beban 3,5 kg putaran 2800 rpm.

b. Laju aliran massa bahan bakar menurun 0,35 % - 14,18 %,

penurunan terbesar terjadi pada penggunaan biodiesel canola 20%

beban 4,5 kg putaran 2400 rpm.

c. Air Fuel Ratio menurun 0,29- 30,57%, penurunan terbesar air fuel

ratio terjadi pada penggunaan biodiesel canola 20% beban 4,5 kg

putaran 2800 rpm.

d. Efisiensi volumentris menurun 0,70 % -38,61 %, penurunan

terbesar efisiensi volumentris terjadi pada penggunaan biodiesel

20% beban 3,5 kg putaran 2400 rpm.

e. Efisiensi termal aktual menurun 2,01 % - 11,81 %, penurunan

terbesar efisiensi termal actual terjadi pada penggunaan biodiesel

canola 20% beban 4,5 kg putaran 1800 rpm.

f. Konsumsi bahan bakar spesifik naik 1,355 % - 47,46 %, kenaikan

konsumsi bahan bakar spesifik yang terbesar terjadi pada

penggunaan biodiesel canola 20% beban 4,5 kg putaran mesin

1800 rpm.

g. Heat loss menurun 0,07 % - 33,14 %, penurunan terbesar heat loss

terjadi pada penggunaan biodiesel 20% beban 4,5 kg putaran 1800

(60)

2. Dibandingkan tanpa menggunakan supercarjer jika dibandingkan dengan

solar, penambahan biodiesel canola ke dalam solar pada mesin dengan

bahan dan variasi bahan bakar yang sama diperoleh bahwa :

a. Daya meningkat 2,6 % - 25,3 %

b. Laju aliran bahan bakar meningkat 0,76 % - 7,9 %

c. AFR meningkat 15,27 % - 34,52 %

d. Efisiensi volumentris meningkat 20,15 % - 56,23 %

e. Efisiensi termal aktual meningkat 8,6 % - 63,8 %

f. Konsumsi bahan bakar spesifik menurun 31,2 % - 70,6 %

3. Kinerja mesin terbaik terdapat pada solar, hal ini disebabkan nilai kalor

solar yang paling tinggi yaitu 42789,53 kJ/kg dan kinerja mesin terburuk

terdapat pada biodiesel canola 20% disebabkan oleh nilai kalor biodiesel

canola 20% yang paling rendah dari semua variasi bahan bakar yaitu

35730,68 kJ/kg.

4. Laju aliran udara cenderung tinggi yaitu sebesar 17,98 kg/jam, hal ini

disebabkan oleh supercarjer yang memperbesar jumlah udara yang masuk

ke dalam ruang bakar.

5. Penggunaan supercarjer mengakibatkan konsumsi bahan bakar semakin

boros, hal ini disebabkan jumlah bahan bakar yang dibutuhkan lebih

banyak seiiring dengan jumlah udara yang dihasilkan lebih besar untuk

proses pembakaran.

5.2 Saran

1. Mengembangkan pengujian ini dengan menggunakan biodiesel dari bahan

baku berbeda seperti minyak biji anggur (grapeseed oil), minyak biji

wijen, dan lemak hewan.

2. Mengembangkan pengujian dengan menggunakan variasi campuran bahan

Gambar

Gambar 3.4 Hotplate Stirrer
Gambar 3.16 Proses Transesterifikasi
Gambar 3.18 Pencucian
Gambar 3.19 Metil Ester Canola
+7

Referensi

Dokumen terkait

Besarnya daya aktual motor diesel dengan menggunakan bahan bakar solar dan dengan menggunakan campuran bahan bakar solar dengan Hi-Cester untuk setiap

 Efisiensi termal aktual cenderung tinggi pada penggunaan bahan bakar Akra Sol pada putaran mesin yang tinggi, hal tersebut dikarenakan nilai kalor bahan bakar

Besarnya daya aktual motor diesel dengan menggunakan bahan bakar solar dan dengan menggunakan campuran bahan bakar solar dengan Hi-Cester untuk setiap

Bahan bakar yang digunakan dalam pengujian yaitu biodiesel biji

Biodiesel adalah bahan bakar mesin diesel yang berupa ester mono alkil asam- asam lemak rantai panjang, yang diturunkan dari minyak tumbuh-tumbuhan

Teknologi Pengolahan Biodiesel dari MInyak Goreng Bekas dengan Teknik Mikrofiltrasi dan Transesterifikasi Sebagai Alternatif Bahan Bakar Mesin Diesel.. Balai Riset

Sebagai Bahan Bakar Alternatif Mesin Diesel. Jurnal Penelitian Saintek. Penggerak Mula Motor Bakar Torak. Uji Performance Mesin Diesel Menggunakan Biodiesel Dari Minyak Goreng

Universitas Sumatera Utara... 79