• Tidak ada hasil yang ditemukan

Kajian Eksperimental Performansi Mesin Diesel Satu Silinder Dengan Menggunakan Supercarjer Berbahan Bakar Solar Dan Campuran Solar Biodiesel Biji Canola

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Kajian Eksperimental Performansi Mesin Diesel Satu Silinder Dengan Menggunakan Supercarjer Berbahan Bakar Solar Dan Campuran Solar Biodiesel Biji Canola"

Copied!
109
0
0

Teks penuh

(1)
(2)
(3)
(4)
(5)
(6)

DAFTAR PUSTAKA

1. Arismundar,Wiranto,(2002) Penggerak Mula Motor Bakar Torak.Edisi kelima,Bandung : ITB.

2. Daun,J.K, Michael Eskin, N.A., Hickling., (2011) Canola :

Chemistry,Production,Processing,and Utilization.Urbana : AOCS Press. 3. Gunstone,Frank., (2009) Rapeseed and Canola Oil :

Production,Processing,

Properties and Uses.Australia : Blackwell Publishing Asia.

4. Heywood. John B. 1998. Internal Combustion Engines Fundamental. New York.McGraw Hill Book Company.

5. Jessop,J.P ,Toelken., H.R.(1986).Flora of Australia Lycopodiaceae Rosaceae

South Austalian Government Printing Division.5(1) : 445

6. Kubota, S., Takigawa., (2001) Diesel Engine Performance.New Jersey : Prentice Hall.

7. Mahadi : Efek Penggunaan Supercharger terhadap Unjuk Kerja dan Kosntruksi pada Sebuah Mesin Diesel,2007 USU Repository (2007)

8. Pulkrabek,Willard W ., Engineering Fundamentals Of The Internal Combustion Engine.New Jersey : Prentice Hall.

8. Rangkuti,C.,(1996) Panduan Praktikum Bom Kalorimeter.

9. Rieger, M. A., Lamond, M., Preston,C., Powles, S.B., dan Roush, R. (2002)

Pollen-mediated Movement Of Herbicide Resistance Between Commercial

Canola Fields.Edisi Keempat.London: Gene Technology Regulator. 10. Setiawati,Edwar., (2007) Teknologi Pengolahan Biodiesel dari Minyak

Goreng

Bekas dengan Teknik Mikrofiltrasi dan Transesterifikasi Sebagai

Alternatif

Bahan Bakar Mesin Diesel.Banjarbaru.Balai Riset dan Standardisasi Industri.

(7)

12. http://www.wikipedia.com/canadian oil diakses pada 17 November 2016 13. Y.A.Cengel.,M.A.Boles., (2006) Thermodynamics : An Engineering

(8)

3.1 Waktu dan Tempat

1. Persiapan bahan baku biodiesel dilakukan di laboratorium PIK (Proses Industri Kimia) Universitas Sumatera Utara selama 2 minggu.

2. Pengujian kandungan biodiesel dilakukan di PPKS (Pusat Penelitian Kelapa Sawit) Medan selama 2 minggu.

3. Pengujian nilai kalor bahan bakar dan performansi dilakukan di Laboratorium Motor Bakar Universitas Sumatera Utara selama 2 minggu.

3.2 Alat dan Bahan

3.2.1 Alat

Adapun alat yang digunakan dalam penelitian ini adalah: 1. Oven

Digunakan untuk memanaskan minyak dan bahan lainnya saat proses transesterifikasi. Berikut oven yang ditunjukkan pada gambar 3.1 sebagai berikut :

Gambar 3.1 Oven

(9)

Digunakan sebagai wadah cairan. Berikut Erlenmeyer yang ditunjukkan pada gambar 3.2 sebagai berikut :

Gambar 3.2 Erlenmeyer 3. Labu leher tiga

Digunakan sebagai wadah pada proses pemanasan guna mereaksikan minyak dengan katalis KOH. Berikut gambar labu leher tiga yang ditunjukkan pada gambar 3.3 sebagai berikut :

Gambar 3.3 Labu Leher Tiga

4. Hotplate Stirrer

(10)

Gambar 3.4 Hotplate Stirrer

5. Magnetik Strirrer

Digunakan untuk menghasilkan putaran dalam labu leher tiga guna mengaduk campuran minyak dan katalis. Berikut magnetic stirrer yang ditunjukkan pada gambar 3.5 sebagai berikut :

Gambar 3.5 Magnetik Stirrer

6. Termometer

Digunakan untuk mengukur temperatur cairan. Berikut gambar termometer yang ditunjukkan pada gambar 3.6 sebagai berikut :

(11)

7. Beaker Glass

Digunakan sebagai wadah cairan. Berikut gambar beaker glass yang ditunjukkan pada gambar 3.7 sebagai berikut :

Gambar 3.7 Beaker Glass

8. Corong Pemisah

Digunakan untuk memisahkan biodiesel dari metanol, gliserol dan air. Berikut gambar corong pemisah yang ditunjukkan pada gambar 3.8 sebagai berikut :

Gambar 3.8 Corong Pemisah

9. Statif dan Klem

(12)

Gambar 3.9 Statif dan Klem 10. Bom Kalorimeter

Digunakan untuk mengukur nilai kalor bahan bakar. Berikut gambar bom kalorimeter yang ditunjukkan pada gambar 3.10 sebagai berikut :

Gambar 3.10 Bom Kalorimeter 11. TQ Small Engine Test Bed TD115-MKII

(13)

Gambar 3.11 TQ Small Engine Test Bed TD115-MKII Spesifikasi:

Model : ROBIN-FUJI TD115-MKII

Type : 1 silinder, 4 langkah, dan horizontal Max output : 4.2 kW

Rated output : 2.5 kW Max speed : 3600 rev/min

Bore : 70 mm

Stroke : 60 mm

Compression ratio : 21 : 1 Weight : 45 kg

Fuel injection timing : 23° BTDC

(Sumber : Manual Book of TD 110-115,2000)

12. TecQuipment TD114

(14)

temperature (oC), tekanan udara (mmH2O), serta jumlah bahan bakar

yang dihabiskan (ml). TecQuipment TD114 ditunjukkan pada gambar 3.12 di bawah ini:

Gambar 3.12 TecQuipment TD114

13.Supercarjer

(15)

Gambar 3.13 Supercarjer

3.2.2. Bahan

Adapun bahan yang digunakan dalam penelitian ini adalah: 1. Minyak Canola

(16)

3.3 Prosedur Penelitian

Terdapat beberapa tahapan penting dalam penelitian seperti yang dapat dilihat pada gambar 3.14 berikut :

Gambar 3.14 Garis Besar Tahapan Penelitian

Pembuatan biodiesel dimulai dengan pengadaan minyak biji canola. Setelah minyak didapatkan, dilakukan pengujian terhadap kadar asam lemak bebas (free fatty acid/FFA) yang terkandung dalam minyak. Berikut minyak canola seperti yang ditunjukkan pada gambar 3.15 sebagai berikut :

Gambar 3.15 Minyak Canola

Sejumlah sampel minyak direkasikan dengan etanol dan phenolphtalein lalu dititrasi dengan KOH. Setelah dilakukan perhitungan didapatkan kadar FFA pada minyak kurang dari 1% atau bisa dikatakan hampir tidak ada,

Pembuatan biodiesel

Pengujian karakteristik

biodiesel

Pengujian nilai kalor bahan

bakar

(17)

dengan demikian dapat langsung dilanjutkan ke proses transesterifikasi. Berikut proses transesterifikasi seperti yang ditunjukkan pada gambar 3.16 sebagai berikut :

Gambar 3.16 Proses Transesterifikasi

(18)

Gambar 3.17 Pemisahan dari Gliserol

Minyak hasil transesterifikasi yang sudah dipisahkan dari gliserol sudah berupa metil ester kotor, selanjutnya dilakukan proses pencucian dengan menggunakan air pada suhu tertentu sampai bahan pengotor habis. Berikut proses pencucian seperti yang ditunjukkan pada gambar 3.18 sebagai berikut :

Gambar 3.18 Pencucian

(19)

Gambar 3.19 Metil Ester Canola

3.3.1 Pengujian Kadar Asam Lemak Bebas

(20)

Gambar 3.20 Diagram Alir Pengujian Kadar FFA *kadar FFA sampel dihitung dengan persamaan:

Dimasukkan sejumlah sampel minyak canola (dalam gram) kedalam erlenmeyer

Mulai

Campuran dikocok kuat hingga sampel larut

Campuran tersebut diambil sebanyak 10 ml

Ditambahkan 3 tetes phenolphtalein

Campuran tersebut diambil sebanyak 10 ml

Ditambahkan 3 tetes phenolphtalein

Larutan dititrasi dengan KOH 0,1 N

Apakah larutan sudah berubah warna menjadi merah rosa?

Dicatat volume KOH yang terpakai

Dihitung kadar FFA sampel*

Selesai

(21)

Dimana: T = normalitas KOH

V = volume larutan KOH yang terpakai (ml) M = berat molekul FFA (gr/mol)

3.3.2 Prosedur Transesterifikasi

(22)

Gambar 3.21 Diagram Alir Proses Transesterifikasi

*sementara minyak dipanaskan, KOH sebanyak 1% dari berat minyak dilarutkan kedalam metanol dengan perbandingan sebagai berikut:

Mulai

Dimasukkan sejumlah minyak (dalam gram) kedalam labu leher tiga

Dimasukkan KOH (dilarutkan dalam metanol*)

sebanyak 1% dari berat minyak kedalam labu leher

tiga

Campuran dipanaskan selama 60 menit pada rentang suhu 40-60 oC

Dipisahkan metil ester dari gliserol dengan corong pemisah

Metil ester dicuci dengan air hangat hingga bekas cucian bening

Dipanaskan dalam oven pada suhu 115 oC selama 2 jam untuk menghilangkan kadar air

(23)

Dimana: G = massa methanol yang diperlukan

M = massa bahan baku yang akan di transesterifikasi

3.3.3 Proses Pencampuran Solar dengan Biodiesel Biji Canola

Prosedur pencampuran solar dengan biodiesel biji canola dapat dilakukan dengan menghitung takaran biodiesel dan solar sebagai berikut :

B 5% =

x 1000 ml

= 50 ml

Maka solar yang dibutuhkan untuk dicampurkan dengan biodiesel biji canola yaitu:

= 1000 ml solar-50 ml biodiesel biji canola = 950 ml solar

Berikut seterusnya untuk mencari takaran solar dan biodiesel biji canola dengan variasi yang berbeda. Setelah mendapatkan takaran solar dan biodiesel masing-masing kemudian dicampurkan berdasarkan takaran yang sudah ditentukan dan selanjutnya dituang kedalam botol sampel. Berikut solar dan

biodiesel setelah dicampur yang ditunjukkan pada gambar 3.22 sebagai berikut :

(24)

3.3.4 Pengujian Karakteristik Biodiesel

Pengujian karakteristik biodiesel dilakukan di Pusat Penelitian Kelapa Sawit (PPKS) dan Laboratorium Proses Industri Kimia Universitas Sumatera Utara dimana parameter yang diteliti antara lain:

- Angka Asam

- Titik Kabut (Cloud Point) - Titik Nyala (Flash Point) - Kadar Ester

- Densitas

- Kandungan Belerang - Viskositas

- Gliserol Bebas - Gliserol Total

3.3.5 Bahan Baku

Bahan yang menjadi objek pengujian ini adalah: 1. Solar 100%

2. Solar + Biodiesel canola 5% atau (B5) 3. Solar + Biodiesel canola 10% atau (B10) 4. Solar + Biodiesel canola 15% atau (B15) 5. Solar + Biodiesel canola 20% atau (B20)

3.4 Metode Pengumpulan Data

Data yang dipergunakan dalam pengujian ini meliputi :

(25)

2. Data sekunder, merupakan data tentang karakteristik bahan bakar yang digunakan dalam pengujian.

3.5 Metode Pengolahan Data

Data yang diperoleh dari hasil pengujian diolah menggunakan rumus yang ada, kemudian hasil dari peritungan disajikan dalam bentuk tabulasi dan grafik.

3.6 Pengamatan dan Tahap Pengujian

Parameter yang ditinjau dalam pengujian ini adalah: 1. Torsi motor (T)

2. Daya motor (N)

3. Konsumsi bahan bakar spesifik (SFC) 4. Efisiensi thermal brake aktual

5. Efisiensi volumetris 6. Heat loss

7. Persentase heat loss

Prosedur pengujian dibagi menjadi beberapa tahap, yaitu : 1. Pengujian mesin diesel menggunakan bahan bakar solar

2. Pengujian mesin diesel menggunakan bahan bakar solar + biodiesel biji bunga canola 5%

3. Pengujian mesin diesel menggunakan bahan bakar solar + biodiesel biji bunga canola 10%

(26)

5. Pengujian mesin diesel menggunakan bahan bakar solar + biodiesel biji bunga canola 20%

3.7 Prosedur Pengujian Nilai Kalor Bahan Bakar

Alat yang digunakan dalam pengukuran nilai kalor bahan bakar ini adalah alat uji Bom Kalorimeter. Peralatan yang digunakan meliputi:

1. Kalorimeter, sebagai tempat air pendingin dan tabung bom. 2. Tabung bom, sebagai tempat pembakaran bahan bakar yang diuji. 3. Tabung gas oksigen.

4. Alat ukur tekanan gas oksigen, untuk mengukur jumlah oksigen yang dimasukkan ke dalam tabung bom.

5. Termometer, dengan akurasi pembacaan skala 0.010C.

6. Elektromotor yang dilengkapi pengaduk untuk mengaduk air pendingin. 7. Spit, untuk menentukan jumlah volume bahan bakar.

8. Pengatur penyalaan (skalar), untuk menghubungkan arus listrik ke tangkai penyala pada tabung bom.

9. Cawan, untuk tempat bahan bakar di dalam tabung bom.

10. Pinset untuk memasang busur nyala pada tangkai, dan cawan pada dudukannya.

Adapun tahapan pengujian yang dilakukan adalah sebagai berikut: 1. Diisi cawan bahan bakar dengan bahan bakar yang akan diuji.

(27)

3. Ditempatkan cawan yang berisi bahan bakar pada ujung tangkai penyala, serta mengatur posisi kawat penyala agar berada tepat diatas permukaan bahan bakar yang berada didalam cawan dengan menggunakan pinset. 4. Diletakkan tutup bom yang telah dipasangi kawat penyala dan cawan

berisi bahan bakar pada tabungnya serta dikunci dengan ring “O” sampai

rapat.

5. Diisi bom dengan oksigen (30 bar).

6. Diisi tabung kalorimeter dengan air pendingin sebanyak 1250 ml. 7. Ditempatkan bom yang telah terpasang kedalam tabung kalorimeter. 8. Dihubungkan tangkai penyala penutup bom dengan kabel sumber arus

listrik.

9. Ditutup kalorimeter dengan penutup yang telah dilengkapi dengan pengaduk.

10. Dihubungkan dan mengatur posisi pengaduk pada elektromotor. 11. Ditempatkan termometer melalui lubang pada tutup kalorimeter.

12. Dihidupkan elektromotor selama 5 (lima) menit kemudian membaca dan mencatat temperatur air pendingin pada termometer.

13. Dinyalakan kawat penyala dengan menekan saklar.

14. Dipastikan kawat penyala telah menyala dan putus dengan memperhatikan lampu indikator selama elektromotor terus bekerja.

15. Dibaca dan dicatat kembali temperatur air pendingan setelah 5 (lima) menit dari penyalaan berlangsung.

(28)

17. Diulang pengujian sebanyak 5 (lima) kali berturut-turut.

3.8 Prosedur Pengujian Performansi Mesin Diesel

Prosedur pengujian performansi motor dilakukan dengan langkah-langkah sebagai berikut :

1. Instrumen mesin diesel dikalibrasi sebelum digunakan.

2. Dimasukkan bahan bakar kedalam saluran bahan bakar mesin.

3. Dioperasikan mesin dengan cara memutar poros engkol mesin, kemudian memanaskan mesin selama 10 menit.

4. Diatur putaran mesin pada 1800 rpm menggunakan tuas kecepatan sambil melihat data analog pada instrumen.

5. Diletakkan beban statis pada dynamometer.

6. Dihitung lama waktu konsumsi bahan bakar sebanyak 8 ml dengan menggunakan stopwatch.

7. Dicatat data keluaran pada papan instrumen meliputi torsi, tekanan udara pada manometer, temperatur gas buang, dan waktu konsumsi bahan bakar. 8. Diulang pengujian dengan menggunakan variasi putaran yang berbeda

(1800 rpm, 2000 rpm, 2200 rpm, 2400 rpm, 2600 rpm, 2800 rpm).

(29)
(30)

Secara lebih real urutan pengujian akan diperlihatkan pada gambar 3.23 di bawah ini.

1 2 3

5

9

8 7

6

(31)
[image:31.595.114.209.82.254.2]

Gambar 3.23Set-up Pengujian Performansi Mesin Diesel Keterangan:

1. Mengatur posisi gas. 2. Memasukkan bahan bakar. 3. Memasang supercarjer.

4. Menghidupkan mesin TD-111 dengan menarik tuas engkol. 5. Mengalirkan air pendingin dari kran.

6. Menghidupkan Tec-equipment TD-115.

7. Mengatur posisi jarum pengukur torsi pada posisi nol. 8. Memberikan beban pada lengan beban.

9. Mencatat hasil pembacaan RPM (putaran). 10.Mencatat waktu menghabiskan 8 ml bahan bakar. 11.Mencatat hasil pembacaan torsi (Nm).

12.Mencatat hasil pembacaan tekanan udara.

(32)

BAB IV

HASIL DAN ANALISA PENGUJIAN

4.1 Hasil Biodiesel Biji Canola

[image:32.595.127.499.297.590.2]

Berikut hasil analisis yang dilakukan di Pusat Penelitian Kelapa Sawit (PPKS) Sumatera Utara dan Laboratorium Proses Industri Kimia USU. Berikut karakteristik dari biodiesel biji canola yang ditunjukkan pada tabel 4.1 sebagai berikut :

Tabel 4.1 Karakteristik Biodiesel Biji Canola

Parameter Satuan Hasil Standar Metode Uji SNI ASTM

Angka mg

0,17 Maks 0,8

Maks 0,5

AOCS Cd 3d-

Asam KOH/gr 63

Cloud

°C -8 Maks

18 -

AOCS Cc 6-

Point 25

Flash

Point °C 183 Min

100

Min 93

AOCS Cc 9c- 95 Kadar

Ester %massa 96,5

Min

96,5 -

Gas Kromatografi Densitas kg/m3 868 850-890 - Uji Lab PIK Belerang %massa 0,04

Maks 100

Maks

50 Gravimetri Viskositas cSt 4,35 2,3-6 1,9-6 Uji Lab PIK

Gliserol

%massa 0

Maks 0,02

Maks Gas

Bebas 0,02 Kromatografi

Gliserol

%massa 0

Maks 0,24

Maks Gas

Total 0,24 Kromatografi

4.2 Hasil Pengujian Bom Kalorimeter

(33)
[image:33.595.137.516.145.621.2]

Berikut ditampilkan hasil pengujian bom kalorimeter pada table 4.2, beserta nilai HHV dan LHV dari bahan bakar :

Tabel 4.2Hasil Pengujian Bom Kalorimeter

Bahan

Bakar Pengujian T1 (0C)

T2 (0C)

HHV (kJ/kg) LHV (kJ/kg) LHV rata-rata (kJ/kg) Solar

1 25,29 25,98 47058,94 43818,94

42789,53 2 26,1 26,77 45588,35 42348,35

3 26,86 27,54 46323,65 43083,65 4 25,88 26,55 45588,35 42348,35 5 26,82 27,49 45588,35 42348,35

Solar + BC 5%

1 25,82 26,49 45588,35 42348,35

41465,997 2 26,67 27,32 44117,76 40877,76

3 27,41 28,06 44117,76 40877,76 4 25,7 26,36 44853,06 41613,06 5 26,81 27,47 44853,06 41613,06

Solar + BC 10%

1 25,72 26,37 44117,76 40877,76

39995,405 2 26,49 27,14 44117,76 40877,76

3 27,24 27,87 42647,17 39407,17 4 27,91 28,52 41176,58 37936,58 5 25,71 26,36 44117,76 40877,76

Solar + BC 15%

1 25,72 26,35 42647,17 39407,17

38083,635 2 26,47 27,08 41176,58 37936,58

3 27,13 27,74 41176,58 37936,58 4 27,82 28,41 39705,98 36465,98 5 25,68 26,3 41911,87 38671,87

Solar + BC 20%

1 25,45 26,05 40441,28 37201,28

35730,688 2 26,18 26,77 39705,98 36465,98

3 26,83 27,4 38235,39 34995,39 4 27,67 28,79 38235,39 34995,39 5 25,91 26,62 38235,39 34995,39

4.3 Hasil Pengujian Engine Tes Bed TD -111

(34)

bakar sebanyak 5 variasi, variasi putaran mesin sebanyak 6 variasi, dan variasi beban statis sebanyak 2 variasi yaitu 3,5 kg dan 4,5 kg.

4.3.1 Hasil Pengujian Dengan Bahan Bakar Solar

[image:34.595.131.497.245.602.2]

Hasil pembacaan instrumen alat ukur untuk Solar adalah seperti pada tabel 4.3 di bawah sebagai berikut :

Tabel 4.3 Hasil Pengujian Bahan Bakar Solar

Beban (Kg)

Putaran (rpm)

Torsi (Nm)

Waktu (s)

mmH2O T exhaust (°C)

3.5

1800 6.7 115 17 125

2000 7.1 103 18 140

2200 7.5 91 20 160

2400 7.6 80 21 170

2600 7.8 68 22 180

2800 8 63 24 210

4.5

1800 8.65 119 17 140

2000 8.65 99 18 150

2200 8.8 91 20 160

2400 9 81 21 170

2600 9.2 74 22.5 190

2800 9.3 69 24 210

4.3.2. Hasil Pengujian Bahan Bakar Solar + Biodiesel Biji Canola 5%

(35)
[image:35.595.132.497.106.459.2]

Tabel 4.4 Hasil Pengujian Bahan Bakar Solar + Biodiesel Biji Canola 5% Beban (kg) Putaran (rpm) Torsi (Nm) Waktu (s)

mmH2O T exhaust (°C)

3.5

1800 7 115 16.5 130

2000 7.2 101 18 145

2200 7.5 90 19 160

2400 7.6 83 20 175

2600 7.7 70 22 190

2800 7.8 63 24 210

4.5

1800 8 117 16 140

2000 8.2 106 18 150

2200 8.5 86 19 160

2400 8.6 79 20.5 170

2600 8.7 68 21.5 190

2800 9.1 60 22.5 210

4.3.3. Hasil Pengujian Bahan Bakar Solar + Biodiesel Biji Canola 10%

[image:35.595.128.497.575.743.2]

Hasil pembacaan instrumen alat ukur untuk Solar + Biodiesel Biji Canola 10%, seperti pada tabel 4.5 di bawah adalah sebagai berikut :

Tabel 4.5 Hasil Pengujian Bahan Bakar Solar + Biodiesel Biji Canola 10%

Beban (kg) Putaran (rpm) Torsi (Nm) Waktu

(s) mmH2O

T exhaust (°C)

3.5

1800 5.75 120 17 130

2000 6.1 115 21 140

2200 6.5 91 23 150

2400 6.6 81 25 160

(36)

2800 7.1 60 26 210

4.5

1800 9.2 118 17 130

2000 9.4 103 19 150

2200 9.6 92 21 160

2400 9.8 79 22 170

2600 9.9 67 24 190

2800 10.1 60 25 210

4.3.4. Hasil Pengujian Bahan Bakar Solar + Biodiesel Biji Canola 15%

Hasil pembacaan instrumen alat ukur untuk Solar + Biodiesel Biji Canola 15% seperti pada tabel 4.6 di bawah adalah sebagai berikut :

Tabel 4.6 Hasil Pengujian Bahan Bakar Solar + Biodiesel Biji Canola 15%

Beban (kg)

Putaran (rpm)

Torsi (Nm)

Waktu

(s) mmH2O

T exhaust (°C)

3.5

1800 6 120 16 140

2000 6.2 115 18 150

2200 6.5 90 19 160

2400 6.6 81 21 170

2600

6.9

74 22 180

2800 7 63 23 210

4.5

1800 9 118 16 140

2000 9.3 100 17.5 150

2200 9.4 96 18.5 160

2400 9.6 76 20 175

(37)

2800 10 58 22 200

4.3.5. Hasil Pengujian Bahan Bakar Solar + Biodiesel Biji Canola 20%

[image:37.595.131.497.231.588.2]

Hasil pembacaan instrumen alat ukur untuk Solar + Biodiesel Biji Canola 15% seperti pada tabel 4.7 di bawah adalah sebagai berikut :

Tabel 4.7 Hasil Pengujian Bahan Bakar Solar + Biodiesel Biji Canola 20%

Beban (kg)

Putaran (rpm)

Torsi

(Nm) Waktu (s) mmH2O

T exhaust (°C)

3.5

1800 5.75 120 15 150

2000 5.9 114 17 160

2200 6.1 91 18 175

2400 6.25 80 20 190

2600 6.4 74 21 200

2800 6.5 63 23 220

4.5

1800 7.8 100 15 110

2000 8 92 16 120

2200 8.25 99 17.5 140

2400 8.3 95 18.5 150

2600 8.5 80 20 160

2800 8.7 71 22 180

4.4 Pengujian Performansi Motor Bakar Diesel

(38)

4.4.1 Daya

Besarnya daya dari masing-masing pengujian dan tiap variasi beban dihitung dengan menggunakan persamaan 2.1.

Untuk pengujian dengan bahan bakar Solar: Beban : 3,5 Kg

Putaran mesin : 1800 rpm Pb =

Pb = 1.26 kW

[image:38.595.91.537.478.749.2]

Dengan perhitungan yang sama dapat diketahui besarnya daya yang dihasilkan dari masing-masing pengujian baik dalam semua variasi persentase biodiesel, dan kondisi pembebanan dan putaran mesin seperti ditunjukkan dalam Tabel 4.8 dibawah ini :

Tabel 4.8 Data Perhitungan Untuk Daya

Beban (kg)

Putaran (rpm)

Daya (kW)

Solar Solar +M.Canola 5% Solar +M.Canola 10% Solar +M.Canola 15% Solar +M.Canola 20% 3.5

1800 1.26 1.32 1.08 1.13 1.08

2000 1.49 1.51 1.28 1.30 1.24

2200 1.73 1.73 1.50 1.50 1.40

2400 1.91 1.91 1.66 1.66 1.57

2600 2.12 2.10 1.90 1.88 1.74

2800 2.34 2.29 2.08 2.05 1.90

(39)

2000 1.97 1.95 1.81 1.72 1.67

2200 2.21 2.16 2.03 1.96 1.90

2400 2.46 2.41 2.26 2.16 2.09

2600 2.69 2.69 2.50 2.37 2.31

2800 2.96 2.93 2.73 2.67 2.55

 Pada pembebanan 3,5 kg daya terendah terjadi pada pengujian dengan menggunakan bahan bakar Solar + Minyak Canola 20 % pada putaran mesin 1800 rpm sebesar 1,08 kW sedangkan daya tertinggi terjadi pada pengujian dengan menggunakan bahan bakar Solar pada putaran mesin 2800 rpm sebesar 2,34 kW.

 Pada pembebanan 4,5 kg daya terendah terjadi pada pengujian dengan menggunakan bahan bakar Solar + Minyak Canola 20 % pada putaran mesin 1800 rpm sebesar 1,47 kW sedangkan daya tertinggi terjadi pada pengujian dengan menggunakan bahan bakar Solar pada putaran mesin 2800 rpm sebesar 2,96 kW.

 Daya terbesar terjadi pada penggunaan solar karena nilai kalor solar yang besar yaitu 42789,53 kJ/kgoC.

(40)
[image:40.595.133.495.81.605.2]

Gambar 4.1 Grafik Daya vs Putaran mesin untuk beban 3,5 kg

Gambar 4.2 Grafik Daya vs Putaran mesin untuk beban 4,5 kg

 Dari grafik dapat dilihat bahwa daya tertinggi terjadi pada penggunaan solar sedangkan daya terendah terjadi pada penggunaan solar + biodiesel minyak canola 20%. Hal ini disebabkan nilai kalor solar yang besar yaitu 42789,53 kJ/kg sehingga daya yang dibangkitkannya juga besar.

0 0,5 1 1,5 2 2,5 3 3,5

1800 2000 2200 2400 2600 2800

D a ya ( kW ) Putaran (rpm)

Daya Pembebanan 3,5 kg

SOLAR

B 5%

B 10

B 15 %

B 20 %

0 0,5 1 1,5 2 2,5 3 3,5

1800 2000 2200 2400 2600 2800

D a y a ( kW ) Putaran (rpm)

Daya pada Pembebanan 4,5 kg

SOLAR

B 5%

B 10%

B 15%

(41)

4.4.2. Laju Aliran Bahan Bakar ( ̇ )

Laju aliran bahan bakar didapat adalah banyaknya bahan bakar yang habis terpakai selama periode pemakaian

̇

dimana:

sgf = spesifik gravitasi solar (0.842)

Vf = volume bahan bakar yang diuji (8 ml)

tf = waktu yang dibutuhkan untuk menghabiskan bahan bakar (detik) Dengan menggunakan harga sgf, dan tf yang didapat dari percobaan, maka

didapatlah laju aliran bahan bakar teoritis menggunakan bahan bakar Solar pada kondisi:

Beban : 3.5 kg Putaran mesin : 1800 rpm Waktu : 115 detik

̇

̇ = 0,22 kg/jam

Dengan cara yang sama untuk setiap pengujian pada putaran mesin, variasi beban dan variasi persentase bahan bakar maka hasil perhitungan mf untuk kondisi tersebut dapat dilihat pada tabel 4.9 dibawah ini:

Tabel 4.9 Data Perhitungan Untuk Laju Aliran Bahan Bakar

Beban (kg)

Putaran (rpm)

mƒ (kg/jam) Solar Solar

+M.Canola 5%

Solar +M.Canola 10%

Solar +M.Canola 15%

Solar +M.Canola 20%

(42)

2000 0.23 0.24 0.23 0.23 0.24

2200 0.25 0.26 0.24 0.26 0.24

2400 0.27 0.27 0.28 0.28 0.28

2600 0.31 0.32 0.32 0.31 0.33

2800 0.34 0.36 0.36 0.35 0.37

4.5

1800 0.20 0.21 0.22 0.21 0.21

2000 0.22 0.24 0.23 0.25 0.25

2200 0.25 0.26 0.26 0.27 0.28

2400 0.28 0.30 0.30 0.32 0.32

2600 0.30 0.33 0.32 0.34 0.35

2800 0.33 0.36 0.37 0.38 0.40

 Pada pembebanan 3,5 kg, mf terendah terjadi pada saat menggunakan Solar + M.Canola 10 % pada putaran mesin 1800 rpm yaitu sebesar 0.20 kg/jam sedangkan mf tertinggi pada saat menggunakan Solar + M.Canola 20 % pada putaran mesin 2800 yaitu sebesar 0.37 kg/jam.

 Pada pembebanan 4,5 kg, mf terendah terjadi pada saat menggunakan solar pada putaran mesin 1800 rpm yaitu sebesar 0.20 kg/ jam, sedangkan mf tertinggi pada saat menggunakan Solar + M.Canola 20% pada putaran mesin 2800 rpm yaitu sebesar 0.40 kg/jam

(43)
[image:43.595.130.495.82.544.2]

Gambar 4.3 Grafik mf vs putaran mesin untuk beban 3,5 kg

Gambar 4.4 Grafik mf vs putaran mesin untuk beban 4,5 kg

4.4.3 Rasio udara bahan bakar (AFR)

Rasio udara bahan bakar (AFR) dari masing-masing jenis pengujian dihitung berdasarkan persamaan berikut :

AFR = ̇

̇ 0 0,05 0,1 0,15 0,2 0,25 0,3 0,35 0,4

1800 2000 2200 2400 2600 2800

m f (kg /j a m ) Putaran (rpm)

Laju Aliran Bahan Bakar Beban 3.5 Kg

SOLAR B 5% B 10% B 15% B 20% 0 0,05 0,1 0,15 0,2 0,25 0,3 0,35 0,4 0,45

1800 2000 2200 2400 2600 2800

m f (kg /j a m ) Putaran rpm)

Laju Aliran Bahan Bakar Beban 4.5 kg

SOLAR

B5%

B 10%

B 15%

(44)

Dimana :

AFR = air fuel ratio

a = laju aliran massa udara (kg/jam)

฀฀̇ = laju aliran massa bahan bakar (kg/jam)

[image:44.595.112.531.288.537.2]

Besarnya laju aliran udara (ma) diperoleh dengan membandingkan besarnya tekanan udara masuk yang telah diperoleh melalui pembacaan air flow manometer terhadap kurva viscous flowmeter calibration seperti pada gambar 4.5 berikut :

Gambar 4.5 Viscous Flow Meter

Pada pengujian ini dianggap tekanan udara sebesar 100 kPa dan temperatur udara 27°C, maka besar laju aliran udara yang diperoleh harus dikalikan dengan faktor pengali berikut :

Cf = 3564 x Pa x ฀฀฀฀ Cf = 3564 x 1 x

(45)

Untuk pengujian dengan menggunakan solar, beban 3,5 kg dan putaran mesin 1800 rpm tekanan udara masuk didapati 17 mmH2O, dengan melakukan

interpolasi pada kurva viscous flow meter, dan kemudian dikalikan dengan faktor koreksi sehingga didapat massa udara yang sebenarnya:

= =

2.5 = 30-1,5x

x = 18,9

ma = 18,9 x 0,946531125 ma = 17,98 kg/jam

Dengan cara yang sama maka didapat nilai ma untuk masing-masing pengujian, maka dapat dihitung besarnya AFR.

Untuk pengujian dengan menggunakan solar pada putaran 1800 rpm dan beban 3.5 kg maka didapatkan besar AFR teori:

฀฀฀ 1 98

AFR = 83,27

Hasil perhitungan AFR untuk masing-masing pengujian pada tiap variasi beban, putaran mesin dan persentase biodiesel dapat dilihat pada tabel 4.10 dibawah ini:

Tabel 4.10 Air Fuel Ratio

Beban (kg)

Putaran (rpm)

AFR

Solar Solar +M.Canola 5% Solar +M.Canola 10% Solar +M.Canola 15% Solar +M.Canola 20%

(46)

2000 81.97 81.73 76.52 71.5 61.75

2200 83.12 80.16 74.57 68.36 62.58

2400 81.56 79.25 71.69 70.01 63.11

2600 80.72 79.61 69.54 67.89 61.23

2800 79.4 78.99 67.02 66.32 62.17

4.5

1800 86.17 73.87 70.89 68.9 60.48

2000 81.9 77.74 68.82 64.06 57.29

2200 81.52 73.65 66.76 63.76 58.32

2400 80.75 73.23 66.25 62.32 56.37

2600 80.32 71.87 64.05 63.13 55.81

2800 79.53 71.13 63.48 61.4 55.21

 Pada pembebanan 3,5 kg AFR terendah terjadi pada saat menggunakan biodiesel 20 % pada putaran mesin 2600 rpm yaitu 61,23 sedangkan AFR tertinggi terjadi pada penggunaan Solar pada putaran mesin 1800 rpm yaitu 83,27.

(47)
[image:47.595.149.514.321.541.2]

Gambar 4.6 Grafik AFR vs putaran mesin pada pembebanan 3,5 kg

Gambar 4.7 Grafik AFR vs putaran mesin pada pembebanan 4,5 kg

 Dari grafik terlihat biodiesel 20 % memiliki Air Fuel Ratio terendah dan solar memiliki Air Fuel Ratio tertinggi.

4.4.4 Efisiensi Volumentris

Efisiensi volumentris didefinisikan sebagai volum aliran udara yang memasuki sistem isap dibagi dengan laju aliran yang digunakan oleh piston.

Dengan memasukkan harga tekanan dan temperature udara yaitu sebesar 0 10 20 30 40 50 60 70 80 90

1800 2000 2200 2400 2600 2800

A

FR

Putaran (rpm)

AFR pada pembebanan 3,5 kg

SOLAR B 5% B 10% B 15% B 20% 0 10 20 30 40 50 60 70 80 90 100

1800 2000 2200 2400 2600 2800

A

FR

Putaran (rpm)

AFR pada pembebanan 4,5 kg

SOLAR

B 5%

B 10%

B 15%

(48)

100 kPa dan suhu 27oC, maka dihitung nilai massa jenis udara dengan persamaan 2.12.

฀฀ ṁa ฀฀฀

dimana:

ṁa = laju aliran udara (kg/jam)

ρa = kerapatan udara (kg/m3

)

Vs = volume langkah torak (m3)= 0.00023 (berdasarkan spesifikasi mesin) Dengan diperolehnya massa jenis udara, maka dapat dihitung besarnya efisiensi volumetrik untuk masing-masing pengujian dengan variasi persentase biodiesel, putaran mesin dan beban.

Diasumsikan udara sebagai gas ideal sehingga massa jenis udara dapat diperoleh dengan persamaaan berikut:

ρa = Pa

Ta

Dimana:

R = Konstanta gas (untuk udara = 287 J/kg K)

Dengan memasukkan harga tekanan dan temperature udara yaitu sebesar 100 kPa dan suhu 27oC, maka diperoleh massa jenis udara sebesar:

ρa = 28 2 2 3 100000

= 1.18 kg/m3

Dengan diperolehnya massa jenis udara, maka dapat dihitung besarnya efisiensi volumetris untuk masing-masing pengujian dengan variasi bahan bakar, putaran mesin, dan beban.

(49)

฀฀ 1 18 x 100 %

ηv = 122,61 %

[image:49.595.89.535.303.709.2]

Harga effisiensi volumetrik untuk masing-masing pengujian dapat dihitung dengan melakukan perhitungan yang sama dengan perhitungan di atas dengan variasi beban, putaran mesin, dan bahan bakar dengan beberapa variasi seperti ditunjukkan pada tabel 4.11 dibawah ini:

Tabel 4.11 Efisiensi Volumentris

Beban (kg)

Putaran (rpm)

EFISIENSI VOLUMENTRIS (%)

Solar Solar +M.Canola

5%

Solar +M.Canola 10%

Solar +M.Canola 15%

Solar +M.Canola 20%

3.5

1800 122.61 119.00 122.61 107.34 96.98

2000 119.84 116.84 116.31 101.83 91.22

2200 119.84 114.12 114.12 99.95 90.94

2400 128.59 108.18 108.23 95.47 89.98

2600 125.85 109.85 108.32 98.60 88.53

2800 123.27 115.27 106.55 102.28 90.38

4.5

(50)

 Pada pembebanan 3,5 kg efisiensi volumetris terendah terjadi pada penggunaan Solar + M.Canola 20 % dengan putaran mesin 2600 rpm yaitu sebesar 88.53% sedangkan efisiensi volumetris tertinggi terjadi pada penggunaaan solar pada putaran mesin 2400 rpm yaitu sebesar 128.59%

[image:50.595.131.494.351.564.2]

 Pada pembebanan 4,5 kg efisiensi volumetris terendah terjadi pada penggunaan Solar + M.Canola 20 % dengan putaran mesin 2000 rpm yaitu sebesar 100.50% sedangkan efisiensi volumetris tertinggi terjadi pada penggunaaan solar pada putaran mesin 1800 rpm yaitu sebesar 126.61% Perbandingan efisiensi volumetrik dari masing-masing pengujian pada tiap variasi putaran dapat dilihat pada Gambar 4.8 dan 4.9 berikut:

Gambar 4.8 Grafik efisiensi volumentrik vs putaran mesin pada beban 3,5 kg 0 20 40 60 80 100 120 140

1800 2000 2200 2400 2600 2800

E f. V ol u m e n tr is (% ) Putaran (rpm)

Ef.Volumentris pada pembebanan 3,5 kg

SOLAR

B 5%

B 10%

B 15%

(51)
[image:51.595.131.497.83.301.2]

Gambar 4.9 Grafik efisiensi volumentrik vs putaran mesin pada beban 4,5 kg

 Efisiensi volumetris dipengaruhi oleh laju aliran udara, besar putaran mesin dan kalor bahan bakar, semakin tinggi kandungan biodiesel semakin rendah pula efisiensi volumetrisnya. Hal ini dikarenakan waktu pembakaran yang semakin singkat.

4.4.5 Daya Aktual

Daya aktual didapat dengan mengalikan daya hasil pembacaan dengan efisiensi volumetris, dan efisiensi mekanis, dapat dihitung dengan menggunakan persamaan berikut

Pa= ฀฀ ฀ ฀฀ ฀

Dimana: besar adalah 0,70-0,90 untuk mesin diesel dan yang diambil untuk perhitungan ini adalah 0,70

Untuk beban 3,5 kg putaran mesin 1800 dengan bahan bakar Solar maka didapat daya aktual:

Pa= ฀฀ ฀ ฀฀ ฀

= 1,26 x 1,22 x 0,70 0 20 40 60 80 100 120 140

1800 2000 2200 2400 2600 2800

E f. V ol u m e n tr is Putaran

Ef.Volumentris pada pembebanan 4,5 kg

SOLAR

B 5%

B 10%

B 15%

(52)

= 0,57 kW

Dengan menggunakan cara yang sama untuk setiap variasi putaran mesin, beban dan bahan bakar maka didapat hasil seperti pada tabel 4.12 dibawah ini:

Tabel 4.12 Daya Aktual

Beban

(kg) Putaran

DAYA AKTUAL (kW)

Solar Solar +M. Canola 5% Solar +M.Canola 10% Solar +M.Canola 15% Solar +M.Canola 20% 3.5

1800 0.57 0.62 0.40 0.37 0.37

2000 0.68 0.70 0.54 0.52 0.47

2200 0.81 0.78 0.59 0.52 0.46

2400 0.84 0.85 0.64 0.58 0.52

2600 0.86 0.88 0.69 0.66 0.57

2800 0.98 0.95 0.67 0.65 0.59

4.5

1800 0.98 0.90 0.83 0.82 0.77

2000 1.06 0.95 0.89 0.89 0.85

2200 1.12 1.10 0.92 0.91 0.90

2400 1.19 1.16 1.01 1.05 0.97

2600 1.32 1.21 1.07 1.10 1.04

2800 1.40 1.26 1.18 1.15 1.15

 Pada pembebanan 3,5 kg daya aktual terbesar terjadi pada penggunaan solar putaran mesin 2800 rpm yaitu sebesar 0,98 kW sedangkan daya terendah terjadi pada penggunaan bahan bakar Solar + M.Canola 20% pada putaran mesin 1800 rpm yaitu sebesar 0,37 kW.

(53)

aktual terkecil terjadi pada penggunaan Solar + M.Canola 20 % putaran mesin 1800 rpm yaitu sebesar 0.77 kW.

[image:53.595.113.511.239.486.2]

Berikut grafik menunjukkan hubungan antara daya aktual dan putaran mesin pada Gambar 4.10 dan 4.11 di bawah ini.

Gambar 4.10 Grafik Daya aktual vs putaran mesin pada pembebanan 3,5 kg 0

0,2 0,4 0,6 0,8 1 1,2 1,4 1,6

1800 2000 2200 2400 2600 2800

D

a

y

a

A

kt

u

a

l

(kW

)

Putaran (rpm)

Daya aktual pada Pembebanan 3,5 kg

SOLAR

B 5%

B 10%

B 15%

(54)
[image:54.595.131.496.83.301.2]

Gambar 4.11 Grafik Daya aktual vs putaran mesin pada pembebanan 4,5 kg

 Dari grafik dapat dilihat bahwa solar memiliki daya aktual yang besar dari seluruh variasi bahan bakar biodiesel yang ada, disebabkan oleh efisiensi volumentrik solar yang paling tinggi dari semua variasi bahan bakar biodiesel yang ada dan meningkat saat putaran mesin dinaikkan.

4.4.6 Efisiensi Termal Aktual

Efisiensi termal aktual adalah perbandingan antara daya aktual dengan laju aliran bahan bakar dan nilai LHV masing-masing sesuai dengan variasi persentase biodiesel yang didapat melalui percobaan bom kalori meter.

Efisiensi termal aktual dapat dihitung dengan persamaan 2.5. Dengan memasukkan nilai-nilai ke persamaan untuk beban 3,5 kg putaran mesin 1800 rpm menggunakan solar didapatkan nilai efisiensi termal:

η = ฀฀

฀฀฀฀ x 100%

ηa x 100%

ηa = 22,23% 0 0,2 0,4 0,6 0,8 1 1,2 1,4 1,6

1800 2000 2200 2400 2600 2800

D a y a A kt u a l (kW ) Putaran (rpm)

Daya aktual pada pembebanan 4,5 kg

SOLAR

B 5%

B 10%

B 15%

(55)

Dengan menggunakan cara yang sama maka didapatkan besar efisiensi termal aktual untuk variasi putaran mesin, pembebanan, dan bahan bakar seperti pada tabel 4.13 dibawah:

Tabel 4.13 Efisiensi Termal Aktual

Beban (kg)

Putaran (rpm)

EFISIENSI TERMAL AKTUAL (%)

Solar Solar +M.Canola 5% Solar +M.Canola 10% Solar +M.Canola 15% Solar +M.Canola 20% 3.5

1800 22.23 19.76 17.52 17.98 16.33

2000 23.56 20.49 17.86 18.57 16.73

2200 25.08 20.70 19.34 19.73 18.27

2400 25.80 22.57 19.72 21.31 20.05

2600 27.69 24.38 22.68 21.83 20.32

2800 29.89 27.88 25.36 23.62 22.75

4.5

1800 36.31 29.46 28.81 28.60 26.86

2000 36.53 30.99 29.00 28.89 27.87

2200 37.88 31.14 30.58 28.93 29.16

2400 38.58 31.49 30.90 29.58 30.03

2600 39.97 31.52 29.60 29.36 28.97

2800 40.68 32.98 32.00 30.75 29.94

 Pada pembebanan 3,5 kg efisiensi termal aktual tertinggi terjadi pada penggunaan solar putaran mesin 2800 rpm sebesar 29.89% sedangkan efisiensi termal aktual terendah terjadi pada penggunaan solar +biodiesel minyak canola 20 % putaran mesin 1800 rpm yaitu sebesar 16.33%

(56)

Solar + biodiesel minyak canola 20 % putaran 1800 rpm yaitu sebesar 26.86%

[image:56.595.148.514.185.430.2]

Perbandingan nilai efisiensi termal aktual untuk setiap variasi pembebanan,bahan bakar dan putaran dapat dilihat pada gambar 4.12 dan 4.13 dibawah ini.

Gambar 4.12 Efisiensi termal aktual vs putaran mesin pada pembebanan 3,5 kg

Gambar 4.13 Efisiensi termal aktual vs putaran mesin pada pembebanan 4,5 kg 0 5 10 15 20 25 30 35 40

1800 2000 2200 2400 2600 2800

E F T e rm a l a kt u a l (% ) Putaran (rpm)

EF Termal aktual beban 3,5 kg

SOLAR B 5% B 10% B 15% B 20% 0 5 10 15 20 25 30 35 40 45

1800 2000 2200 2400 2600 2800

E F T e rm a l a kt u a l (% ) Putaran (rpm)

EF Termal aktual beban 4,5 kg

SOLAR

B 5%

B 10%

B 15%

[image:56.595.148.514.481.723.2]
(57)

 Efisiensi termal aktual cenderung tinggi pada penggunaan bahan bakar solar dikarenakan nilai kalor bahan bakar solar yang tinggi dibandingkan seluruh variasi biodiesel, sedangkan efisiensi termal aktual terendah terjadi pada penggunaan biodiesel 20% karena nilai kalor bahan bakar yang rendah.

4.4.7 Konsumsi Bahan Bakar Spesifik (SFC)

Konsumsi bahan bakar spesifik dari masing-masing pengujian pada tiap-tiap variasi beban, putaran dan bahan bakar dapat dihitung dengan menggunakan persamaan berikut :

SFC = ฀฀̇

Dengan diperolehnya besar laju aliran bahan bakar pada subbab 4.4.2 maka untuk pengujian dengan menggunakan bahan Solar dengan beban 3,5 kg ada putaran mesin 1800 rpm didapat nilai SFC :

SFC =

0 5

SFC = 199,36 (gr/kWh)

Dengan menggunakan cara yang sama untuk variasi beban, bahan bakar, dan putaran mesin maka didapatkan hasil perhitungan SFC seperti pada tabel 4.14 di bawah ini:

Tabel 4.14 Spesific Fuel Consumption

Beba n (kg)

Putara n (rpm)

SPESIFIC FUEL CONSUMPTION (gr/kWh)

Solar Solar +M.Canola 5% Solar +M.Canola 10% Solar +M.Canola 15% Solar +M.Canola 20% 3.5

(58)

2200 191.30 201.19 208.93 228.65 254.13 2400 184.52 193.65 204.33 226.38 240.92 2600 185.78 190.34 200.64 222.24 232.31 2800 177.88 180.29 186.85 195.56 199.60

4.5

1800 170.23 213.50 224.41 240.23 258.63 2000 170.41 206.99 215.71 237.16 251.03 2200 169.04 195.23 211.87 230.57 250.65 2400 163.57 182.71 196.31 216.17 239.07 2600 156.47 175.63 188.10 205.77 230.71 2800 149.56 162.94 173.48 180.17 215.85

 Pada pembebanan 3,5 kg SFC tertinggi terjadi pada penggunaan biodiesel 20 % putaran mesin 1800 rpm yaitu sebesar 273.34 gr/kWh dan SFC terendah terjadi pada penggunaan bahan bakar solar putaran mesin 2800 rpm yaitu sebesar 177.88 gr/kWh.

 Pada pembebanan 4,5 kg SFC tertinggi terjadi pada penggunaan biodiesel 20 % putaran mesin 1800 rpm yaitu sebesar 258.63 gr/kWh dan SFC terendah terjadi pada penggunaan bahan bakar solar pada putaran mesin 2800 yaitu sebesar 149.56 gr/kWh.

(59)
[image:59.595.132.493.84.301.2]

Gambar 4.14 SFC vs putaran mesin pada pembebanan 3,5 kg

Gambar 4.15 SFC vs putaran mesin pada pembebanan 4,5 kg

 Dilihat dari kedua grafik dapat disimpulkan SFC terbesar terjadi pada biodiesel 20%,hal ini dipengaruhi besarnya SFC dipengaruhi oleh nilai kalor bahan bakar, nilai kalor yang rendah mengakibatkan konsumsi bahan bakar semakin tinggi.

0 50 100 150 200 250 300

1800 2000 2200 2400 2600 2800

S FC ( g r/ kW h ) Putaran (rpm)

SFC pada Pembebanan 3,5 kg

SOLAR B 5% B 10% B 15% B 20% 0 50 100 150 200 250 300

1800 2000 2200 2400 2600 2800

S FC ( g r/ kW h ) Putaran (rpm)

SFC pada Pembebanan 4,5 kg

SOLAR

B 5%

B 10%

B 15%

[image:59.595.132.494.349.574.2]
(60)

4.4.8 Heat Loss

Besarnya heat loss yang terjadi pada mesin untuk setiap pengujian dapat dihitung menggunakan persamaan berikut ini

Heat Loss = Cp x (ma + mf) x (Te-Ta) Dimana : Te = Suhu exhaust (°C)

Ta = Suhu ambient / suhu udara luar (asumsi 27°C)

Cp = panas jenis udara pada tekanan konstan (1.005 Kj/Kg°K) Untuk pengujian menggunakan bahan bakar solar dengan pembebanan 3,5 kg dan putaran 1800 rpm maka diperoleh heat loss sebesar :

Heat Loss = Cp x (ma + mf)x (Te – Ta )

Heat Loss = 1.005 x (17,98 + 0,22) x (125 – 27) = 1819.24 W

[image:60.595.95.535.493.735.2]

Dengan cara perhitungan yang sama untuk masing-masing pengujian dapat diketahui besarnya heat loss yang ditunjukkan pada tabel 4.15 berikut ini :

Tabel 4.15 Heat Loss

Beba n (kg)

Putara n (rpm)

HEAT LOSS (W)

Solar Solar +M.Canola 5% Solar +M.Canola 10% Solar +M.Canola 15% Solar +M.Canola 20% 3.5

(61)

4.5

1800 1819.59 1885.39 2001.21 1936.60 1337.82 2000 2441.11 2313.34 2315.14 2307.85 1599.41 2200 2923.36 2650.77 2785.99 2637.57 2120.51 2400 3302.60 3080.44 3153.12 3180.03 2439.59 2600 4121.99 3697.95 3862.10 3681.07 2855.54 2800 4835.49 4359.44 4634.87 4100.89 3614.72

 Pada pembebanan 3,5 kg heat loss tertinggi terjadi pada penggunaan solar pada putaran mesin 2800 rpm yaitu sebesar 5025.91 W, sedangkan heat loss terendah terjadi pada penggunaan biodiesel 20% putaran mesin 1800 rpm yaitu sebesar 1729.01W.

 Pada pembebanan 4,5 kg heat loss tertinggi terjadi pada penggunaan solar pada putaran mesin 2800 yaitu sebesar 4835.49 W sedangkan heat loss terendah terjadi pada penggunaan biodiesel 20 % pada putaran mesin 1800 rpm yaitu sebesar 1337.82 W.

Perbandingan nilai heat loss untuk masing-masing pengujian pada setiap variasi beban dan putaran mesin dapat dilihat pada gambar berikut :

0 1000 2000 3000 4000 5000 6000

1800 2000 2200 2400 2600 2800

H e a t L o s s ( W ) Putaran (rpm)

Heat Loss pada Pembebanan 3.5 kg

SOLAR

B 5%

B 10%

B 15%

(62)

Gambar 4.16 Heat Loss vs putaran mesin pada pembebanan 3,5 kg

Gambar 4.17 Heat Loss vs putaran mesin pada pembebanan 4,5 kg

 Dari grafik pengujian diatas menunjukkan, semakin tinggi putaran mesin menyebabkan heat loss mengalami peningkatan. Semakin tinggi putaran maka konsumsi bahan bakar meningkat sehingga jumlah kalor yang dilepaskan semakin banyak. Heat loss tertinggi terjadi pada bahan bakar solar dengan beban 3,5 kg dan 4,5 kg.

4.3.9 Persentase Heat Loss

Besarnya persentase panas yang terbuang dari mesin dapat dihitung dengan menggunakan persamaan berikut :

% Heat Loss = p ma mf Te – Ta ฀฀฀฀฀

Dengan memasukkan nilai Te dan LHV untuk Solar pada putaran 1800 rpm, pembebanan 3,5 kg maka didapat % heat loss sebagai berikut :

฀฀฀฀฀฀฀฀ 1005 1 984091 0 2159 125–2 0

1000

2000

3000 4000 5000 6000

1800 2000 2200 2400 2600 2800

H

e

a

t

Los

s

(W

)

Putaran (rpm)

Heat Loss pada Pembebanan 4.5 kg

SOLAR

B 5%

B 10%

B 15%

[image:62.595.147.512.138.372.2]
(63)

= 18,71 %

Dengan menggunakan perhitungan yang sama pada variasi nilai LHV untuk setiap persentase biodiesel, dan putaran maka didapat nilai persentase heat loss seperti ditunjukkan pada tabel 4.16 di bawah ini.

Tabel 4.16 Persentase Heat Loss

Beba n (kg)

Putara n (rpm)

% HEAT LOSS

Solar Solar +M.Canola 5% Solar +M.Canola 10% Solar +M.Canola 15% Solar +M.Canola 20% 3.5

1800 18.71 18.11 17.21 16.04 15.69

2000 19.56 18.81 18.38 17.32 17.07

2200 20.86 20.00 20.19 18.99 17.68

2400 22.74 22.21 20.92 19.88 19.41

2600 24.69 23.53 22.63 21.91 21.18

2800 26.51 25.21 23.78 23.16 22.22

4.5

1800 20.41 17.28 16.93 16.12 15.46

2000 21.57 18.66 18.13 17.51 17.83

2200 22.86 19.99 18.91 18.75 18.30

2400 24.03 20.98 20.57 19.70 20.11

2600 24.89 22.26 21.78 21.51 20.92

2800 26.89 24.73 24.19 22.88 22.38

 Pada pembebanan 3,5 kg persentase heat loss tertinggi terjadi pada penggunaan solar putaran mesin 2800 rpm yaitu sebesar 26.51% sedangkan persentase heat loss terendah terjadi pada pemakaian biodiesel 20 % putaran mesin 1800 rpm yaitu sebesar 15.69 %

(64)

sedangkan persentase heat loss terendah terjadi pada penggunaan biodiesel 20% putaran mesin 1800 rpm yaitu sebesar 15.46%

[image:64.595.149.513.211.424.2]

Hasil dari persentase heat loss untuk masing-masing bahan bakar, pembebanan dapat dilihat pada gambar 4.18 dan 4.19 di bawah ini.

Gambar 4.18 % Heat loss vs putaran mesin pada pembebanan 3,5 kg 0 5 10 15 20 25 30

1800 2000 2200 2400 2600 2800

% h e a t los s Putaran (rpm)

%heat loss pada pembebanan 3,5 kg

SOLAR B 5% B 10% B 15% B 20% 0 5 10 15 20 25 30

1800 2000 2200 2400 2600 2800

% h e a t los s Putaran (rpm)

%heat loss pada pembebanan 4,5 kg

SOLAR

B 5%

B 10%

B 15%

(65)

Gambar 4.19 % Heat loss vs putaran mesin pada pembebanan 4,5 kg

(66)

BAB V

KESIMPULAN DAN SARAN

5.1 Kesimpulan

1. Berdasarkan hasil pengujian dan analisa data diperoleh kesimpulan bahwasanya jika dibandingkan dengan solar, penambahan biodiesel canola ke dalam solar dengan menggunakan supercarjer pada mesin mengakibatkan :

a. Daya menurun 1,28% - 18,75 % penurunan terbesar terjadi pada biodiesel canola 20% pada beban 3,5 kg putaran 2800 rpm.

b. Laju aliran massa bahan bakar menurun 0,35 % - 14,18 %, penurunan terbesar terjadi pada penggunaan biodiesel canola 20% beban 4,5 kg putaran 2400 rpm.

c. Air Fuel Ratio menurun 0,29- 30,57%, penurunan terbesar air fuel ratio terjadi pada penggunaan biodiesel canola 20% beban 4,5 kg putaran 2800 rpm.

d. Efisiensi volumentris menurun 0,70 % -38,61 %, penurunan terbesar efisiensi volumentris terjadi pada penggunaan biodiesel 20% beban 3,5 kg putaran 2400 rpm.

e. Efisiensi termal aktual menurun 2,01 % - 11,81 %, penurunan terbesar efisiensi termal actual terjadi pada penggunaan biodiesel canola 20% beban 4,5 kg putaran 1800 rpm.

f. Konsumsi bahan bakar spesifik naik 1,355 % - 47,46 %, kenaikan konsumsi bahan bakar spesifik yang terbesar terjadi pada penggunaan biodiesel canola 20% beban 4,5 kg putaran mesin 1800 rpm.

(67)

2. Dibandingkan tanpa menggunakan supercarjer jika dibandingkan dengan solar, penambahan biodiesel canola ke dalam solar pada mesin dengan bahan dan variasi bahan bakar yang sama diperoleh bahwa :

a. Daya meningkat 2,6 % - 25,3 %

b. Laju aliran bahan bakar meningkat 0,76 % - 7,9 % c. AFR meningkat 15,27 % - 34,52 %

d. Efisiensi volumentris meningkat 20,15 % - 56,23 % e. Efisiensi termal aktual meningkat 8,6 % - 63,8 %

f. Konsumsi bahan bakar spesifik menurun 31,2 % - 70,6 %

3. Kinerja mesin terbaik terdapat pada solar, hal ini disebabkan nilai kalor solar yang paling tinggi yaitu 42789,53 kJ/kg dan kinerja mesin terburuk terdapat pada biodiesel canola 20% disebabkan oleh nilai kalor biodiesel canola 20% yang paling rendah dari semua variasi bahan bakar yaitu 35730,68 kJ/kg.

4. Laju aliran udara cenderung tinggi yaitu sebesar 17,98 kg/jam, hal ini disebabkan oleh supercarjer yang memperbesar jumlah udara yang masuk ke dalam ruang bakar.

5. Penggunaan supercarjer mengakibatkan konsumsi bahan bakar semakin boros, hal ini disebabkan jumlah bahan bakar yang dibutuhkan lebih banyak seiiring dengan jumlah udara yang dihasilkan lebih besar untuk proses pembakaran.

5.2 Saran

1. Mengembangkan pengujian ini dengan menggunakan biodiesel dari bahan baku berbeda seperti minyak biji anggur (grapeseed oil), minyak biji wijen, dan lemak hewan.

(68)

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Biodiesel

2.1.1 Sejarah Penggunaan Bahan Bakar Biodiesel

Penggunaan biodiesel telah ada sejak tahun 1853, bertahun-tahun sebelum mesin diesel pertama kali ditemukan. Mesin diesel pertama, ditemukan oleh Rudolf Diesel pada 10 Agustus 1893, yang dapat bekerja hanya dengan menggunakan minyak yang berasal dari kacang tanah. Tetapi ada sejumlah hambatan yang dialami mesin diesel konvensional jika memakai bahan bakar minyak nabati secara langsung. Penyebab hal ini adalah bahwa derajat kekentalan (viskositas) minyak nabati adalah sepuluh sampai dua puluh kali viskositas solar. Sifat fisik ini merupakan penyebab buruknya atomisasi dan mengakibatkan pembakaran tidak sempurna yang telah dites sejak tahun 1920 oleh ilmuan

Madhot. Flash point (titik

nyala) dari minyak nabati terlalu tinggi kurang lebih 240°C dan kecenderungan terjadinya polimerisasi karena oksidasi dan pemanasan akan mengakibatkan pembentukan deposit (kerak) dalam ruang bakar. Oleh karena itu, operasi jangka / waktu panjang mesin diesel dengan bahan bakar 100 % minyak nabati maupun campurannya dengan bahan bakar fosil akan mengakibatkan kerusakan (umur pendek) mesin diesel (Srivastava &Prassad, 2000).

(69)

tahun 1989. Saat ini, 100 % biodiesel tersedia di berbagai stasiun pengisisan bahan bakar umum di Eropa.

2.1.2 Definisi Biodiesel

Biodiesel merupakan bahan bakar yang terdiri dari campuran mono--alkil ester dari rantai panjang asam lemak, yang dipakai sebagai alternatif bagi bahan bakar dari mesin diesel dan terbuat dari sumber terbaharui seperti minyak sayur atau lemak hewan. Biodiesel juga merupakan salah satu energy terbarukan jenis Bahan Bakar Nabati (BBN) yang dapat menggantikan Bahan Bakar Minyak (BBM) jenis minyak solar tanpa memerlukan modifikasi pada mesin dan menghasilkan emisi yang lebih bersih.

Peningkatan penggunaan biodiesel produksi dalam negri sebagai bahan bakar untuk sektor transportasi,industri,dan pembangkit listrik dapat meningkatkan pertumbuhan ekonomi nasional (pro-growth), penciptaan lapangan kerja (projob), pemerataan pembangunan dengan orientasi pengentasan kemiskinan (propoor), dan kepedulian terhadap lingkungan (pro-environment). Di Indonesia standar dan mutu jenis biodiesel ditetapkan dan diatur dalam keputusan Direktur Jenderal Energi Baru Terbarukan dan Konservasi Energi Nomor : 723K/10/DJE/2013, yang mengacu pada SNI 7182:2012 Biodiesel (Direktorat Jenderal Energi Baru Terbarukan,2013)

Dibandingkan dengan solar, adapun kelebihan biodiesel diantaranya yaitu : 1. Bahan bakar yang ramah lingkungan karena menghasilkan emisi yang

jauh lebih baik (bebas sulfur, smoke number rendah)

2. Cetane number lebih tinggi sehingga efisiensi pembakaran lebih baik dibandingkan minyak solar.

3. Memiliki sifat Biodegrable (dapat terurai)

(70)

5. Memiliki sifat pelumasan yang lebih baik dibanding solar sehingga mesin lebih awet dan tahan lama.

6. Biodiesel mengandung sulfur yang rendah dibanding solar sehingga tidak terlalu banyak mengeluarkan zat toksik.

7. Motor diesel tidak membutuhkan modifikasi khusus untuk menggunakan biodiesel.

[image:70.595.87.539.339.584.2]

Biodiesel yang dihasilkan harus memiliki standar dan mutu yang ditetapkan oleh Direktorat Jenderal Energi Terbarukan seperti yang ditunjukkan tabel 2.1 dibawah ini :

(71)

2.1.3 Pembuatan Biodiesel

Hampir seluruh minyak nabati dapat diolah menjadi biodiesel. Minyak nabati yang dapat diolah menjadi biodiesel dapat dihasilkan oleh berbagai macam jenis tumbuhan seperti kanola, inti sawit, kemiri sunan, bunga matahari, biji anggur, jagung dan ratusan tanaman penghasil minyak lainnya. Namun bahan utama pembuatan biodiesel yang sering digunakan adalah minyak jarak pagar karena minyak ini bukan merupakan minyak untuk pangan karena minyak jarak ini memiliki sifat sangat beracun. Biodiesel merupakan cairan kekuningan pada bagian atas dipisahkan dengan mudah dengan menuang dan menyingkirkan bagian bawah dari cairan. Untuk skala besar produk bagian bawah dapat dimurnikan untuk memperoleh gliserin yang berharga mahal, juga sabun dan sisa metanol yang tidak bereaksi. Proses pembuatan biodiesel dapat dilakukan dengan reaksi kimia yang menggunakan dua cara yaitu :

1.Transesterifikasi

Saat ini sebagian besar biodiesel muncul dari sumber daya yang dapat dimakan, seperti lemak hewan, minyak sayur, dan bahkan limbah minyak goreng dengan katalis kondisi biasa. Namun konsumsi tinggi katalis membuat biodiesel saat ini lebih mahal daripada bahan bakar yang diturunkan dari minyak bumi. Transesterifikasi adalah pertukaran alcohol dengan suatu ester untuk membentuk ester yang baru.

Tahapan proses transesterifikasi pembuatan biodiesel selalu menginginkan agar produk biodiesel dengan jumlah yang maksimum. Berikut hal-hal yang mempengaruhi proses transesterifikasi yaitu :

a. Pengaruh air dan asam lemak bebas

(72)

sehingga jumlah katalis menjadi berkurang. Katalis harus terhindar dari kontak dengan udara agar tidak mengalami reaksi dengan uapair dan karbon dioksida.

b. Pengaruh perbandingan molar alkohol dengan bahan mentah

Secara stoikiometri, jumlah alkohol yang dibutuhkan untuk reaksi adalah 3 mol untuk setiap 1 mol trigliserida untuk memperoleh 3 mol alkil ester dan 1 mol gliserol. Perbandingan alkohol dengan minyak nabati 4,8:1 dapat menghasilkan konversi 98% (Bradshaw and Meuly,1944). Secara umum ditunjukkan bahwa semakin banyak jumlah alkohol yang digunakan, maka konversi yang diperoleh juga akan semakin bertambah. Pada rasio molar 6:1, setelah 1 jam konversi yang dihasilkan adalah 98-99%, sedangkan pada 3:1 adalah 74-89%. Nilai perbandingan yang terbaik adalah 6:1 karena dapat memberikan konversi yang maksimum.

c.Pengaruh jenis alcohol

Pada rasio 6:1, methanol akan memberikan perolehan ester yang tertinggi dibandingkan dengan menggunakan etanol atau butanol.

d. Pengaruh jenis katalis

Alkali katalis (katalis basa) akan mempercepat reaksi transesterifikasi bila dibandingkan dengan katalis asam. Katalis basa yang paling populer untuk reaksi transesterifikasi adalah natrium hidroksida (NaOH), kalium hidroksida (KOH), natrium metoksida (NaOCH3), dan kalium metoksida (KOCH3). Katalis sejati bagi reaksi sebenarnya adalah ion metilat (metoksida). Reaksi transesterifikasi akan menghasilkan konversi yang maksimum dengan jumlah katalis 0,5-1,5% berat minyak nabati.

e. Metanolisis Crude dan Refined Minyak Nabati

Perolehan metil ester akan lebih tinggi jika menggunakan minyak nabati refined. Namun apabila produk metil ester akan digunakan sebagai bahan bakar mesin diesel, cukup digunakan bahan baku berupa minyak yang telah dihilangkan getahnya dan disaring.

(73)

Esterifikasi adalah tahap konversi dari asam lemak bebas (FFA) menjadi ester. Esterifikasi mereaksikan asam lemak dengan alcohol. Reaksi ini merupakan reaksi kesetimbangan, jadi memerlukan katalis untuk mempercepat tercapainya keadaan setimbang. Katalis yang cocok adalah yang berkarakter asam kuat, dan karena ini asam sulfat, asam sulfonat organic atau resin penukar kation asam kuat merupakan katalis terpilih dalam praktek industrial.

2.2 Biodiesel dengan Biji Canola

Kanola (canola) adalah sebutan bagi sekelompok kultivar rapa (Brassica napus Kelompok Oleifera) yang dipatenkan. Kanola umumnya diolah untuk menghasilkan minyak rapa berkadar asam erukat rendah dan pakan berkadar glukosinolat rendah. Minyak kanola juga dikenal dengan nama minyak "LEAR" (singkatan dari Low Erucic Acid Rapeseed). Dalam literatur tentang rapa, minyak dengan kadar rendah untuk asam erukat dan glukosinolat juga dikenal sebagai "00-quality" (dibaca sebagai "double-low" atau "double-O-quality"). Kanola pada awalnya dikembangkan di Kanada oleh Keith Downey dan Baldur Stefansson pada tahun 1970-an. Nama aslinya, "canola", berasal dari akronim "Canadian oil, low acid" yang diperkenalkan pada tahun 1978.Nama ini dipakai karena adanya asosiasi negatif terhadap kata "rape" (perkosaan) di Amerika Utara, sekaligus untuk membedakannya dengan minyak rapa biasa waktu itu yang memiliki kadar asam erukat yang lebih tinggi.

(74)

2006). Menurut (Jessop dan Toelken, 1986) tanaman canola diklasifikasikan sebagai berikut:

Kerajaan : Plantae Divisi : Magnoliophyta Kelas : Magnoliophyta Ordo : Capparales Famili : Brassicaceae Genus : Brassica

Spesies : Brassica napus L.

Manfaat dan kegunaan dari biji canola yaitu :

 Canola sebagai bahan baku biodiesel sifatnya yang terbaharukan dan teruraikan.

 Canola digunakan sebagai bahan pangan.

 Canola dapat digunakan sebagai pelumas.

 Canola kaya akan vitamin E, omega 3, omega 6, omega 9, dan termasuk antioksidan yang bermanfaat sebagai produk kecantikan. Berikut adalah gambar biji canola seperti yang ditunjukkan gambar 2.1 sebagai berikut

Gambar 2.1 Biji Canola

Sumber : http://www.wikipedia.com/canola oil.html (diakses tanggal 17 November 2016)

(75)

Tabel 2.2 Statistik Negara Penghasil Canola

Negara

Produksi

Negara

Produksi (Metrik

Ton)

(Metrik Ton)

Uni Eropa 21102 Rusia 1393 Kanada 17960 Amerika 1004 Cina 14458 Belarusia 676 India 7300 Pakistan 320 Australia 3760 Kazakhstan 242

Ukraina 2352

Sumber : USDA Foreign Agricultural Service Production Supply and Distribution Online Database.

2.3 Mesin Diesel

Mesin diesel juga disebut “Motor Penyalaan Kompresi” oleh karena penyalaannya dilakukan dengan menyemprotkan bahan bakar ke dalam udara yang bertekanan dan bertemperatur tinggi sebagai akibat dari proses kompresi di dalam ruang bakar. Mesin diesel pertama kali ditemukan oleh Rudolf Diesel pada tahun 1982.

Agar bahan bakar diesel dapat terbakar dengan sendirinya, maka perbandingan kompresi mesin diesel harus berkisar antara 15-22, sedangkan tekanan kompresinya mencapai 20-40 bar dengan suhu 500-700°C. Aplikasi dari motor diesel banyak pada industri-industri sebagai motor stasioner ataupun untuk kendaraan-kendaraan dan kapal laut dengan ukuran yang besar. Hal ini dikarenakan motor diesel mengkonsumsi bahan bakar ± 25% lebih rendah dari motor bensin.

(76)

menyenangkan. Namun dipandang dari segi ekonomi, bahan bakar serta polusi udara, motor diesel masih lebih disukai (Mathur, 1980).

[image:76.595.214.410.321.512.2]

Konsep awal Rudolf Diesel pada mesin ciptaannya adalah dengan mengasumsikan adanya penambahan kalor pada temperature konstan sehingga mesin yang dibuatnya dapat berjalan dengan siklus Carnot. Namun,akhirnya disadari bahwa untuk mewujudkan mesin tersebut secara praktikal adalah sangat sulit karena pemasukan panas yang dapat dilakukan persiklus sangat kecil. Konsep selanjutnya Rudolf Diesel menggunakan penambahan kalor pada saat tekanan konstan. Konsep siklus tersebut secara teoritis dapat berjalan, oleh karena itu siklus teoritis ini dinamakan atas namanya yaitu Siklus Diesel. Siklus diesel tersebut ditunjukkan pada gambar 2.2 dan 2.3 di bawah ini.

Gambar 2.2 Diagram P-v

Sumber :http://www.linasundaritermodinamika.blogspot.co.id/diagram p-v siklus diesel.html (diakses 17 November 2016)

Keterangan Gambar :

P = Tekanan (atm)

V = Volume Spesifik (m3/kg) Qm = Kalor yang masuk (KJ) Qk = Kalor yang keluar (KJ)

Keterangan grafik sebagai berikut berikut :

(77)

2. Langkah kompresi (1-2) ialah proses isentropik.

3. Proses pembakaran volume konstan (2-3) dianggap sebagai proses pemasukan kalor pada volume konstan.

4. Langkah kerja (3-4) ialah proses isentropic

5. Proses pembuangan (4-1) dianggap sebagai proses pengeluaran kalor pada volume konstan.

6. Langkah buang (1-0) ialah proses tekanan konstan.

Diagram T-S

Gambar 2.3 Diagram T-S

Sumber :http://www.linasundaritermodinamika.blogspot.co.id/diagram t-s siklus diesel.html (diakses 17 November 2016)

Keterangan Gambar: 1-2 Kompresi Isentropik.

2-3 Pemasukan Kalor pada Tekanan Konstan. 3-4 Ekspansi Isentropik.

4-1 Pengeluaran Kalor pada Volume Konstan.

2.3.1 Prinsip Kerja Mesin Diesel

(78)

Gambar 2.4 Prinsip Kerja Mesin Diesel Sumber :http://www.google.com/prinsip kerja diesel.html (diakses 17 November

2016) 1.Langkah Isap

Piston bergerak dari TMA (Titik Mati Atas) ke TMB (Titik Mati Bawah), kemudian katup isap terbuka dan katup buang tertutup. Karena piston bergerak ke bawah, maka di dalam silinder terjadi ke vakuman sehingga udara bersih akan terhisap dan mengalir masuk ke dalam ruang silinder melalui katup isap.

2.Langkah Kompresi

Poros engkol terus berputar, piston bergerak dari TMB ke TMA. Karena piston bergerak ke atas dan kedua katup tertutup, maka udara bersih dalam silinder akan terdorong dimampatkan di ruang bakar, akibatnya silinder tertekan sehingga tekanan dan temperature naik hingga 35 atm dan temperature 500-700°C.

3.Langkah Usaha

Pada langkah ini kedua katup masih tertutup, akibat semprotan bahan bakar di ruang bakar akan menyebabkan terjadi ledakan pembakaran yang akan meningkatkan suhu dan tekanan di ruang bakar. Tekanan yang besar tersebut akan mendorong piston ke bawah yang menyebkan terjadi gaya aksial. Gaya aksial ini dirubah dan diteruskan oleh poros engkol menjadi gaya putar.

(79)

Pada langkah ini, piston bergerak dari TMB ke TMA. Bersamaan itu juga katup buang membuka dan katup masuk tertutup, sehingga udara sisa pembakaran akan didorong keluar dari ruang silinder menuju exhaust manifold.

<

Gambar

Gambar 3.23 Set-up Pengujian Performansi Mesin Diesel
Tabel 4.1 Karakteristik Biodiesel Biji Canola
Tabel 4.2 Hasil Pengujian Bom Kalorimeter
Tabel 4.3 Hasil Pengujian Bahan Bakar Solar
+7

Referensi

Dokumen terkait

Biodiesel adalah bahan bakar mesin diesel yang berupa ester mono alkil asam- asam lemak rantai panjang, yang diturunkan dari minyak tumbuh-tumbuhan

Penelitian ini bertujuan untuk menganalisa performansi mesin diesel TD-115 serta melihat pengaruh dari panambahan supercarjer dengan menggunakan bahan bakar alternatif

Sebagai Bahan Bakar Alternatif Mesin Diesel. Jurnal Penelitian Saintek. Penggerak Mula Motor Bakar Torak. Uji Performance Mesin Diesel Menggunakan Biodiesel Dari Minyak Goreng

Energi yang masuk kedalam sebuah mesin berasal dari pembakaran bahan. bakar

Kosntruksi pada Sebuah Mesin Diesel,2007 USU Repository (2007).. Pulkrabek,Willard W ., Engineering Fundamentals Of The

KAJIAN PERFORMANSI MESIN DIESEL SATU SILINDER DENGAN BAHAN BAKAR SOLAR MURNI AKRASOL DAN.. CAMPURAN SOLAR AKRASOL DENGAN MINYAK

Manfaat penelitian ini adalah Pemanfaatan biodiesel dari minyak biji jarak sebagai campuran bahan bakar solar untuk mengetahui dampak terhadap unjuk kerja mesin diesel

Dari grafik dapat dilihat bahwa kandungan besin pada minyak pelumas berbahan bakar biodiesel lebih rendah dari minyak pelumas berbahan bakar solar, hal