BAB II TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Biodiesel
2.1.1 Sejarah Penggunaan Bahan Bakar Biodiesel
Penggunaan biodiesel telah ada sejak tahun 1853, bertahun-tahun sebelum mesin diesel pertama kali ditemukan. Mesin diesel pertama, ditemukan oleh Rudolf Diesel pada 10 Agustus 1893, yang dapat bekerja hanya dengan menggunakan minyak yang berasal dari kacang tanah. Tetapi ada sejumlah hambatan yang dialami mesin diesel konvensional jika memakai bahan bakar minyak nabati secara langsung. Penyebab hal ini adalah bahwa derajat kekentalan (viskositas) minyak nabati adalah sepuluh sampai dua puluh kali viskositas solar. Sifat fisik ini merupakan penyebab buruknya atomisasi dan mengakibatkan pembakaran tidak sempurna yang telah dites sejak tahun 1920 oleh ilmuan
Madhot. Flash point (titik
nyala) dari minyak nabati terlalu tinggi kurang lebih 240°C dan kecenderungan terjadinya polimerisasi karena oksidasi dan pemanasan akan mengakibatkan pembentukan deposit (kerak) dalam ruang bakar. Oleh karena itu, operasi jangka / waktu panjang mesin diesel dengan bahan bakar 100 % minyak nabati maupun campurannya dengan bahan bakar fosil akan mengakibatkan kerusakan (umur pendek) mesin diesel (Srivastava &Prassad, 2000).
Disamping itu, ketertarikan penggunaan minyak nabati sebagai bahan bakar dalam pembakaran internal mesin dilaporkan oleh beberapa negara pada tahun 1920an dan 1930an. Selama bertahun-tahun, proses biodiesel telah banyak dikembangkan pada tahun 1977, ilmuwan Brasil Expedito Parente menemukan industi pertama untuk produksi dari biodiesel. Pabrik biodiesel pertama dibangun pada bulan November 1987 dan pabrik berskala industri pertama dibangun pada
tahun 1989. Saat ini, 100 % biodiesel tersedia di berbagai stasiun pengisisan bahan bakar umum di Eropa.
2.1.2 Definisi Biodiesel
Biodiesel merupakan bahan bakar yang terdiri dari campuran mono--alkil ester dari rantai panjang asam lemak, yang dipakai sebagai alternatif bagi bahan bakar dari mesin diesel dan terbuat dari sumber terbaharui seperti minyak sayur atau lemak hewan. Biodiesel juga merupakan salah satu energy terbarukan jenis Bahan Bakar Nabati (BBN) yang dapat menggantikan Bahan Bakar Minyak (BBM) jenis minyak solar tanpa memerlukan modifikasi pada mesin dan menghasilkan emisi yang lebih bersih.
Peningkatan penggunaan biodiesel produksi dalam negri sebagai bahan bakar untuk sektor transportasi,industri,dan pembangkit listrik dapat meningkatkan pertumbuhan ekonomi nasional (pro-growth), penciptaan lapangan kerja (projob), pemerataan pembangunan dengan orientasi pengentasan kemiskinan (propoor), dan kepedulian terhadap lingkungan (pro-environment). Di Indonesia standar dan mutu jenis biodiesel ditetapkan dan diatur dalam keputusan Direktur Jenderal Energi Baru Terbarukan dan Konservasi Energi Nomor : 723K/10/DJE/2013, yang mengacu pada SNI 7182:2012 Biodiesel (Direktorat Jenderal Energi Baru Terbarukan,2013)
Dibandingkan dengan solar, adapun kelebihan biodiesel diantaranya yaitu : 1. Bahan bakar yang ramah lingkungan karena menghasilkan emisi yang
jauh lebih baik (bebas sulfur, smoke number rendah)
2. Cetane number lebih tinggi sehingga efisiensi pembakaran lebih baik dibandingkan minyak solar.
3. Memiliki sifat Biodegrable (dapat terurai)
4. Merupakan Renewable Energy karena terbuat dari bahan alam yang dapat diperbaharui.
5. Memiliki sifat pelumasan yang lebih baik dibanding solar sehingga mesin lebih awet dan tahan lama.
6. Biodiesel mengandung sulfur yang rendah dibanding solar sehingga tidak terlalu banyak mengeluarkan zat toksik.
7. Motor diesel tidak membutuhkan modifikasi khusus untuk menggunakan biodiesel.
Biodiesel yang dihasilkan harus memiliki standar dan mutu yang ditetapkan oleh Direktorat Jenderal Energi Terbarukan seperti yang ditunjukkan tabel 2.1 dibawah ini :
2.1.3 Pembuatan Biodiesel
Hampir seluruh minyak nabati dapat diolah menjadi biodiesel. Minyak nabati yang dapat diolah menjadi biodiesel dapat dihasilkan oleh berbagai macam jenis tumbuhan seperti kanola, inti sawit, kemiri sunan, bunga matahari, biji anggur, jagung dan ratusan tanaman penghasil minyak lainnya. Namun bahan utama pembuatan biodiesel yang sering digunakan adalah minyak jarak pagar karena minyak ini bukan merupakan minyak untuk pangan karena minyak jarak ini memiliki sifat sangat beracun. Biodiesel merupakan cairan kekuningan pada bagian atas dipisahkan dengan mudah dengan menuang dan menyingkirkan bagian bawah dari cairan. Untuk skala besar produk bagian bawah dapat dimurnikan untuk memperoleh gliserin yang berharga mahal, juga sabun dan sisa metanol yang tidak bereaksi. Proses pembuatan biodiesel dapat dilakukan dengan reaksi kimia yang menggunakan dua cara yaitu :
1.Transesterifikasi
Saat ini sebagian besar biodiesel muncul dari sumber daya yang dapat dimakan, seperti lemak hewan, minyak sayur, dan bahkan limbah minyak goreng dengan katalis kondisi biasa. Namun konsumsi tinggi katalis membuat biodiesel saat ini lebih mahal daripada bahan bakar yang diturunkan dari minyak bumi. Transesterifikasi adalah pertukaran alcohol dengan suatu ester untuk membentuk ester yang baru.
Tahapan proses transesterifikasi pembuatan biodiesel selalu menginginkan agar produk biodiesel dengan jumlah yang maksimum. Berikut hal-hal yang mempengaruhi proses transesterifikasi yaitu :
a. Pengaruh air dan asam lemak bebas
Minyak nabati yang akan ditransesterifikasi harus memiliki angka asam yang lebih kecil dari 1. Banyak peneliti yang menyarankan agar kandungan asam lemak bebas lebih kecil dari 0,5% (< 0,5%). Selain itu, semua bahan yang akan digunakan harus bebas dari air. Karena air akan bereaksi dengan katalis,
sehingga jumlah katalis menjadi berkurang. Katalis harus terhindar dari kontak dengan udara agar tidak mengalami reaksi dengan uapair dan karbon dioksida.
b. Pengaruh perbandingan molar alkohol dengan bahan mentah
Secara stoikiometri, jumlah alkohol yang dibutuhkan untuk reaksi adalah 3 mol untuk setiap 1 mol trigliserida untuk memperoleh 3 mol alkil ester dan 1 mol gliserol. Perbandingan alkohol dengan minyak nabati 4,8:1 dapat menghasilkan konversi 98% (Bradshaw and Meuly,1944). Secara umum ditunjukkan bahwa semakin banyak jumlah alkohol yang digunakan, maka konversi yang diperoleh juga akan semakin bertambah. Pada rasio molar 6:1, setelah 1 jam konversi yang dihasilkan adalah 98-99%, sedangkan pada 3:1 adalah 74-89%. Nilai perbandingan yang terbaik adalah 6:1 karena dapat memberikan konversi yang maksimum.
c.Pengaruh jenis alcohol
Pada rasio 6:1, methanol akan memberikan perolehan ester yang tertinggi dibandingkan dengan menggunakan etanol atau butanol.
d. Pengaruh jenis katalis
Alkali katalis (katalis basa) akan mempercepat reaksi transesterifikasi bila dibandingkan dengan katalis asam. Katalis basa yang paling populer untuk reaksi transesterifikasi adalah natrium hidroksida (NaOH), kalium hidroksida (KOH), natrium metoksida (NaOCH3), dan kalium metoksida (KOCH3). Katalis sejati bagi reaksi sebenarnya adalah ion metilat (metoksida). Reaksi transesterifikasi akan menghasilkan konversi yang maksimum dengan jumlah katalis 0,5-1,5% berat minyak nabati.
e. Metanolisis Crude dan Refined Minyak Nabati
Perolehan metil ester akan lebih tinggi jika menggunakan minyak nabati refined. Namun apabila produk metil ester akan digunakan sebagai bahan bakar mesin diesel, cukup digunakan bahan baku berupa minyak yang telah dihilangkan getahnya dan disaring.
Esterifikasi adalah tahap konversi dari asam lemak bebas (FFA) menjadi ester. Esterifikasi mereaksikan asam lemak dengan alcohol. Reaksi ini merupakan reaksi kesetimbangan, jadi memerlukan katalis untuk mempercepat tercapainya keadaan setimbang. Katalis yang cocok adalah yang berkarakter asam kuat, dan karena ini asam sulfat, asam sulfonat organic atau resin penukar kation asam kuat merupakan katalis terpilih dalam praktek industrial.