• Tidak ada hasil yang ditemukan

DESAIN PROGRAM PENDIDIKAN DAN PELATIHAN

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2018

Membagikan "DESAIN PROGRAM PENDIDIKAN DAN PELATIHAN"

Copied!
17
0
0

Teks penuh

(1)

DESAIN PROGRAM PENDIDIKAN DAN PELATIHAN

Fanni Wirliani Putri (1507370)

Teknologi Pendidikan Fakultas Ilmu Pendidikan fanniwp@student.upi.edu

1.Konsep dan Hakikat Pendidikan dan Pelatihan

Hakikatnya, pendidikan merupakan proses interaksi manusiawi yang ditandai keseimbangan antara kedaulatan subjek didik dengan kewibawaan pendidik. Proses ini mencakup di dalamnya usaha penyiapan subjek didik menghadapi lingkungan yang mengalami perubahan yang semakin pesat. Pendidikan bertujuan secara general demi meningkatkan kualitas kehidupan pribadi dan masyarakat yang berlangsung seumur hidup. Pendidikan merupakan kiat dalam menerapkan prinsip-prinsip ilmu pengetahuan dan teknologi bagi pembentukan manusia seutuhnya secara manusiawi.

Menurut UUSPN 2 tahun 1989, pendidikan adalah usaha sadar untuk mempersiapkan peserta didik melalui kegiatan bimbingan, pengajaran dan atau latihan bagi peranannya di masa yang akan datang. Kemudian menurut UU Sisdiknas 20 tahun 2003 pasal 1 ayat 1, diperjelas kembali bahwasanya:

(2)

Pelatihan pada hakikatnya mengandung unsur-unsur pembinaan dan pendidikan. UU Sisdiknas 20 tahun 2003 pasal 26 ayat 4 menyatakan bahwa lembaga pelatihan merupakan satuan pendidikan non formal, di samping satuan pendidikan lainnya seperti kursus, majelis ta’lim, kelompok belajar, kelompok bermain, taman penitipan anak, Pusat Kegiatan Belajar Masyarakat (PKBM), dan satuan pendidikan lainnya yang sejenis. Kemudian secara operasional, Oemar Hamalik dalam bukunya merumuskan kembali bahwasanya:

“Pelatihan adalah suatu proses yang meliputi serangkaian tindak (upaya) yang dilaksanakan dengan sengaja dalam bentuk pemberian bantuan ke pada tenaga kerja yang dilakukan oleh tenaga profesional kepelatihan dalam satuan waktu yang bertujuan untuk meningkatkan kemampuan kerja peserta dalam bidang pekerjaan tertentu guna meningkatkan efektivitas dan produktivitas dalam suatu organisasi.” (Hamalik, 2000, hal. 10).

Dengan demikian, pelatihan merupakan bagian dari pendidikan yang mana termasuk dalam kategori pendidikan non formal. Dari segi pengembangan kemampuan, pelatihan lebih mengkhususkan atau spesifikasi yang lebih jauh daripada pendidikan. Dari segi area kemampuan, pelatihan hanya mengembangkan psikomotorik sedangkan pendidikan mengembangkan tiga aspek penuh kognitif, afektif, dan psikomotorik. Dari jangka waktu pelaksanaan, pelatihan relatif pendek atau singkat. Materi yang diberikan pun inkonvesional dan penghargaan yang didapat setelah menempuh pelatihan adalah sertifikat (non gelar) yang berbeda dengan sertifikat (gelar) dari pendidikan.

2.Prinsip-Prinsip Desain Program Pelatihan

(3)

a. Peningkatan semangat dan pengabdian yang berorientasi kepada kepentingan masyarakat, bangsa, negara dan tanah air.

b. Peningkatan kompetensi teknis, manajerial atau kepemimpinan, peningkatan efisiensi, efektifitas, kualitas pelaksanaan tugas yang dilakukan dengan semangat kerjasama dan tanggung jawab sesuai dengan lingkungan kerja dan organisasi.

Terdapat lima prinsip pelatihan menurut Oemar Hamalik (Hamalik, 2000, hal. 8), yaitu:

Pelatihan adalah suatu proses. Pelatihan merupakan suatu fungsi manajemen yang perlu dilaksanakan terus-menerus dalam rangka pembinaan ketenagakerjaan dalam suatu organisasi. Secara spesifik, proses latihan itu merupakan serangkaian tindakan (upaya) yang dilaksanakan secara berkesinambungan, bertahap dan terpadu. Tiap proses pelatihan harus terarah untuk mencapai tujuan tertentu terkait dengan upaya pencapaian tujuan organisasi. Itu sebabnya, tanggung jawab penyelenggaraan pelatihan terletak pada tenaga lini dan staf.

Pelatihan dilaksanakan dengan sengaja. Unsur kesengajaan sangat penting dalam proses pelatihan yang ditandai oleh adanya suatu rencana yang lengkap dan menyeluruh. Kesengajaan membutuhkan pemikiran yang matang dan berdasarkan data dan informasi yang akurat dari berbagai sumber yang relevan.

Pelatihan diberikan dalam bentuk pemberian bantuan. Konsep pemberian bantuan mengandung makna yang luas. Bantuan dalam hal ini dapat berupa pengarahan, bimbingan, fasilitas, penyampaian informasi, latihan keterampilan, pengorganisasian suatu lingkungan belajar; yang pada dasarnya peserta telah memiliki potensi dan pengalaman, motivasi untuk melakukan sendiri kegiatan latihan dan memperbaiki dirinya sendiri. Istilah pemberian bantuan lebih bersifat humanistik (manusiawi) dan tidak memperlakukan peserta sebagai mesin (mekanistik).

(4)

pelaksana, dan teknis. Dapat juga dilihat dari segi pendidikan dan pengalamannya, serta dapat juga dari segi potensi yang dimilikinya, seperti: bakat, minat, motivasi, aspirasi, dan pengalaman pribadi. Hal-hal tersebut merupakan perilaku awal (entry behavior) yang harus diperhitungkan dalam proses pelatihan. Karena itu peserta pelatihan perlu diseleksi lebih dahulu sebelum menempuh suatu program pelatihan.

Pelatihan dilaksanakan oleh tenaga profesional. Pelaksanaan pelatihan menjadi tanggung jawab tenaga pelatih yang memiliki kualifikasi sebagai tenaga profesional, yang berwenang penuh sebagai tenaga pelatih, karena telah menempuh program pelatihan bagi pelatih. Tenaga pelatih tersebut telah memiliki kemampuan dalam pendidikan umum, pendidikan spesialisasi, dan kemampuan dalam proses belajar mengajar yang ditandai oleh kepemilikan sertifikat sebagai tenaga kependidikan. Ini berarti, tidak semua unsur ketenagaan berwenang memberikan latihan walaupun yang bersangkutan adalah pejabat lini atau staf yang dapat diklasifikasikan sebagai tenaga ahli dalam pekerjaannya, kecuali dalam keadaan khusus atau sebagai narasumber.

Pelatihan berlangsung dalam satuan waktu tertentu. Pelatihan dilaksanakan berkesinambungan dan penuh yakni untuk kegiatan penyampaian teori, latihan, dan praktik. Karena itu penyediaan satuan waktu harus merupakan kebutuhan dalam program kepelatihan itu sendiri.

Pelatihan meningkatkan kemampuan kerja peserta. Kegiatan pelatihan memiliki tujuan tertentu, yang pada intinya untuk meningkatkan kemampuan kerja peserta yang menimbulkan perilaku aspek-aspek kognitif, keterampilan, dan sikap.

Pelatihan harus berkenaan dengan pekerjaan tertentu. Kegiatan pelatihan erat kaitannya dengan pekerjaan peserta. Jika tidak ada kaitannya dengan pekerjaan peserta, maka kegiatan tersebut mungkin berupa program pendidikan tetapi tidak disebut pelatihan.

(5)

Komponen-Bahan Ajar Didominasi oleh praktik.

Didominasi oleh teori.

Pembelajar Warga belajar, dapat diperuntukkan segala

Evaluasi Evaluasi input, output, process atau product,

4. Model-Model Desain Program Pelatihan

1)Desain Program Pelatihan Model Dick And Carey

(6)

The Systematic Design of Instruction telah menjadi buku klasik dalam bidang desain sistem pembelajaran.

Model yang mereka kembangkan didasarkan pada penggunaan pendekatan sistem atau system approach terhadap komponen-komponen dasar dari desain sistem pembelajaran yang meliputi analisis, desain, pengembangan, implementasi, dan evaluasi (Pribadi, 2009, hal. 98). Model desain sistem pembelajaran yang dikembangkan oleh Dick & Carey ini terdiri atas beberapa komponen dan sub komponen yang perlu dilakukan untuk membuat rancangan aktivitas pembelajaran yang lebih besar. Komponen sekaligus langkah-langkah utama dari model desain sistem pembelajaran yang dikemukakan oleh Dick & Carey, terdiri atas:

a) Mengidentifikasi tujuan pembelajaran, b) Melakukan analisis pembelajaran,

c) Menganalisis karakteristik siswa dan konteks pembelajaran, d) Merumuskan tujuan pembelajaran khusus,

e) Mengembangkan alat atau instrumen penilaian, f) Mengembangan strategi pembelajaran,

g) Mengembangkan, memilih, dan menggunakan bahan ajar,

h) Merancang, mengembangkan, dan melaksanakan evaluasi formatif, i) Melakukan revisi terhadap draf program pembelajaran, dan

(7)

2) Desain Program Pelatihan Model Kemp

Model desain sistem pembelajaran yang dikemukakan oleh Jerold E. Kemp pada tahun 2001 berbentuk lingkaran/ siklus/ cycle. Menurutnya, model berbentuk lingkaran menunjukkan adanya proses kontinu dalam menerapkan desain sistem pembelajaran. Model ini memungkinkan penggunanya untuk memulai kegiatan desain dari fase atau komponen mana saja sesuai kebutuhan sebab bantuknya yang berupa siklus (Pribadi, 2009, hal. 118).

Menurut Gustafson dan Branch (Gustafson & Branch, 2002), model desain sistem pembelajaran yang dikemukakan oleh Kemp merupakan sebuah model yang berfokus pada perencanaan kurikulum. Model dengan pendekatan tradisional ini memprioritaskan langkah dan perspektif siswa yang akan menempuh proses pembelajaran.

Model desain ini tergolong dalam taksonomi model yang berorientasi pada kegiatan pembelajaran individual klasikal. Dimana guru dapa menggunakannya untuk menciptakan proses pembelajaran yang berlangsung di dalam kelas secara efektif, efisien, dan menarik. Sesuai komponen-komponen yang dituliskan berikut ini:

a) Mengidentifikasi masalah dan menetapkan tujuan pembelajaran,

b) Menentukan dan menganalisis karakteristik siswa,

c) Mengidentifikasi materi dan menganalisis komponenkomponen tugas belajar yang terkait dengan pencapaian tujuan pembelajaran,

d) Menetapkan tujuan pembelajaran khusus bagi siswa,

e) Membuat sistematika penyampaian materi pelajaran secara sistematis dan logis,

f) Merancang strategi pembelajaran,

g) Menetapkan metode untuk menyampaikan materi pelajaran, h) Mengembangkan instrumen evaluasi,

(8)

3) Desain Program Pelatihan Model IDI

Model IDI dikembangkan oleh University Consortium for Instructional Development and Technology (UCIDT). Konsorsium tersebut terdiri dari University of Southern California (USC), International University di San Diego, Michigan State University (MSU), Syracuse University, dan Indiana University. Model ini pada prinsipnya terdiri mempunyai 3 tahapan, yaitu devine, develop, dan evaluate.

Tahap Pembatasan (Define): Identifikasi Masalah. Identifikasi masalah dimulai dengan need assesment, establish priorities, dan state problem. Ketiga langkah dalam identifikasi problem tersebut dapat digambarkan dalam bagan berikut:

(9)

Standar Kompetensi dan Kompetensi Dasar, sedangkan dalam Kurikulum 2013 dikenal Kompetensi Inti dan Kompetensi Dasar). Tujuan yang bersifat khusus disebut behavioral objectives atau enabling objectives (dalam Kurikulum 1994 dikenal dengan Tujuan Instruksional Khusus, dalam Kurikulum 2004 dan 2006, dan 2013 dikenal dengan Indikator). Tujuan umum merupakan penjabaran lebih rinci dari tujuan khusus.

(10)

4) Desain Program Pelatihan Model AIR PORCE

Berdasarkan U.S. Air Force’s Instructional System Development pada tahun 1993, mereka mengembangkan sistem instruksional di 1965. Di tahun 1970 mereka meningkatkan sistem tersebut menjadi Five-Step Approach (Lima-Langkah Pendekatan) yang mencakup feedback, constraints, dan flexibility. Secara singkat lima langkah tersebut adalah: (1) Analyze System Requirements, (2) Define Education and Training Requirements, (3) Develop Objectives and Tests, (4) Plan, Develop, and Validate Instruction, dan (5) Conduct and Evaluate Instruction.

5) Desain Program Pelatihan Model IPISD

(11)

menggunakan materi dan strategi dalam konteks, dan (5) menilai adalah menentukan kesesuaian pembelajaran.

Pada umumnya ISD bersifat linier dan memuat prosedur yang menghendaki kejelian dan konsistensi. Ciri khas rancangan ini adalah semua langkah dilengkapi untuk dapat berfungsi pada setiap komponen sebagai pengontrol dan penyeimbang satu sama lain.

6) Desain Program Pelatihan Model Briggs

Model Pembelajaran Briggs berorientasi pada rancangan sistem dengan sasaran guru. Karena guru yang akan bekerja sebagi perancang kegiatan instruktional dan yang akan menjadi tim pengembang instruktional. Langkah-langkah model pembelajaran Briggs

(Prawiradilaga, 2007), adalah:

a) Penentuan Tujuan. Langkah awal ini merupakan langkah yang paling urgent, karena guru harus mengidentifikasi tujuan apa yang harus dicapai oleh siswa.

b) Perincian Tujuan. Tujuan yang telah diidentifikasi dirinci berdasarkan keterampilan-keterampilan apa yang akan dimiliki oleh siswa.

c) Rumusan Tujuan. Tujuan yang telah dirinci tadi dirumuskan dalam satu kalimat pernyataan yang mengandung kemampuan

Menganalisi

s

M,

mengiden

meng

Merancan

g Mengembangka

n Melaksanaka

(12)

apa dan tingkat kemampuan apa yang harus dimiliki oleh siswa selama mereka dalam proses pembelajaran.

d) Analisis Tujuan. Kegiatan ini dilakukan agar tujuan-tujuan yang dianggap sering ditemukan tingkat kegagalannya diganti dengan tujuan-tujuan yang lebih rasional tingkat keberhasilannya.

e) Penyiapan Evaluasi Hasil Belajar. Setelah melakukan hal-hal tersebut di atas, langkah selanjutnya adalah menyiapkan evaluasi hasil belajar, kegiatan ini dilakukan berdasarkan tujuan-tujuan yang telah ditetapkan, oleh karena itu menyusun evaluasi belajar yang realibel adalah menilai apa yang seharusnya dinilai.

f) Sekuens dan Jenjang Belajar. Kegiatan ini dilakukan sebagai persiapan bagi guru untuk mempredeksi kegiatan-kegiatan apa yang akan dilakukan di kelas.

g) Penentuan Kegiatan Belajar. Setelah guru melakukan tindakan prakiraan tentang kegiatan apa yang akan dilakukan, maka guru harus menentukan bentuk kegiatan belajar yang dikehendaki agar tujuan pembelajaran tercapai. Kegiatan ini dilakukan oleh guru dan tim pengembang pembelajaran. Kegiatan-kegiatan yang dilakukan oleh guru adalah pemilihan media, pelaksanaan kegiatan pembelajaran, dan evaluasi. Sedangkan kegiatan yang dilakukan oleh tim pengembang pembelajaran adalah penentuan stimulus, pemilihan media, penentuan kondisi belajar, perumusan strategi pembelajaran, pengembangan media pembelajaran, evaluasi formatif, dan penyusunan pedoman pemanfaatan.

(13)

direncanakan, hal ini dimaksudkan agar dapat teridentifikasi kegagalan atau keberhasilan tingkat mengajar guru.

i) Evaluasi Formatif. Evaluasi formatif dilakukan untuk menilai apakah tingkat keberhasilan pembelajaran dapat diukur. Pada tahap ini terdapat proses uji coba dan revisi, berarti bahwa kegiatan yang dianggap gagal akan terlihat hasilnya dan diperbaiki kembali agar kegagalan yang dialami siswa dapat diminimalisir.

(14)

7) Desain Program Pelatihan Model Kompetensi

Gianni Rosas (Rosas, 2004, hal. 25) menjelaskan bahwa ada enam hal-hal penting mengenai pelatihan berbasis kompetensi, yaitu: (1) berbasis hasil, (2) kurikulum (kinerja, kondisi dan standar), (3) penyampaian (fleksibel dan terpusat pada peserta pelatihan), (4) penilaian,

(15)

a) Berbasis Hasil. Ada banyak pelatihan yang diselenggarakan tidak membuahkan hasil, padahal sudah banyak dana yang dikeluarkan. Dalam pelatihan berbasis kompetensi hasil merupakan hal yang sangat ditekankan, hasil bersifat khusus, terukur dan memenuhi standar; hasil ditentukan sebelum penyampaian program melalui analisa kebutuhan pelatihan dan penguasaan hasil adalah kriteria untuk menentukan kesuksesan peserta pelatihan.

b) Kurikulum. Pendekatan berbasis kompetensi digunakan agar kurikulum diklat berisi materi pembelajaran untuk mencapai penguasaan kompetensi yang dibutuhkan dunia kerja dengan memberikan indikasi yang jelas kepada peserta pelatihan mengenai kinerja yang diharapkan, kondisi dan standar; mengindikasikan tujuan pelatihan; menganalisa kompetensi bekerja dan unit-unit kompetensi yang dibutuhkan; dibuat dalam bentuk modul; mengandung keterampilan kejuruan maupun keterampilan non kejuruan (pengetahuan, keterampilan dan sikap kerja) Serta merupakan instrumen penilaian terhadap tujuan pelatihan.

c) Penyampaian. Pelaksanaan pelatihan berbasis kompetensi lebih fleksibel di dalam penyampaiannnya, artinya peserta dapat keluar masuk sesuai dengan minatnya terhadap pelatihan yang disampaikan, penyampaian terpusat pada peserta, peserta dapat melatih inisiatif, dan pelatih berperan sebagai fasilitator serta materi disiapkan secara perorangan (bukan klasikal).

(16)

e) Dokumentasi Kompetensi. Laporan atas kompetensi yang diperoleh peserta perlu disiapkan dan disediakan untuk bukti kompetensi yang telah mereka pelajari selama pelatihan, laporan dapat berupa modul yang sudah diselesaikan apabila ada kaitannya dengan kompetensi, sehingga suatu saat jika diperlukan modul dapat dipelajari kembali.

(17)

5. Berikan klarifikasi oleh Sdr. dari model-model tersebut mana yang menurut Sdr. desain tersebut sistematis dan sistemik, sebutkan model desainnya dan berikan argumentasinya

Menurut saya desain model pelatihan IDI adalah yang paling sistematis. Selain itu juga singkat hanya terdapat tiga langkah utama: define, develop, dan evaluate. Namun dalam tiap langkah tersebut mencakup tahapan-tahapan padat yang lebih detail sehingga dalam perancangan atau penyususnan suatu program pelatihan menggunakan model tersebut akan mudah dan spesifik, juga tidak membingungkan karena tiap langkahnya sang perancang dituntut untuk teliti sebelum berlanjut pada langkah berikutnya.

References

Burke, J. W. (2005). Competency Based Education and Training. London: The Falmer Press.

Gustafson, K., & Branch, R. (2002). Survey of Instructional Design Models. New York: ERIC Clearinghouse on IT.

Hamalik, O. (2000). Manajemen Pelatihan Ketenagakerjaan Pendekatan Terpadu. Jakarta: PT Bumi Aksara.

Referensi

Dokumen terkait

– Zat atau obat yg berasal dari tanaman a bukan tanaman, sintetis a semi sintetis yg dapat menyebabkan penurunan atau perubahan kesadaran, hilangnya rasa, mengurangi

Dirjen Cipta Karya mengungkapkan, instalasi senilai lebih dari Rp 600 miliar sangat dinantikan para pengusaha perhotelan dan restoran selain juga masyarakat umum.“Para pemilik

Urt NAMA MADRASAH KEC KODE Jenis Hari Hari Kelas Tempat. 1 Khilyatul Khoiriyah,

Pengolahan citra digital adalah suatu pemrosesan citra, yang secara khusus menggunakan komputer sehingga kualitas citra tersebut menjadi lebih baik dan menghasilkan informasi

Pada tahap pertama dari penelitian ini adalah uji distribusi untuk data permintaan, data penjualan, data demand untuk kategori the celup dengan menggunakan uji

Guru pamong yang membimbing mahasiswa praktikan bidang studi IPA adalah Abdul Basit, S.Pd. Beliau merupakan guru yang sangat sabar dan interaksi antara guru dengan peserta

lembaga, dan proses sosial yang ada di dalam masyarakat, sedangkan pengertian linguistik adalah bidang ilmu yang mempelajari bahasa atau bidang ilmu yang mengambil bahasa

Kesimpulan: Hasil uji analisis yang telah dilakukan menyatakan bahwa tidak ada hubungan antara persalinan lama dengan kasus Caput Succedaneum pada bayi baru lahir di RS.. Permata