• Tidak ada hasil yang ditemukan

DISKREPANSI PELAKSANAAN KOMPETENSI SUPER. pdf

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2018

Membagikan "DISKREPANSI PELAKSANAAN KOMPETENSI SUPER. pdf"

Copied!
13
0
0

Teks penuh

(1)

DISKREPANSI PELAKSANAAN KOMPETENSI SUPERVISI AKADEMIS

KEPALA SEKOLAH DITINJAU DARI PERMENDIKNAS RI NOMOR 13

DAN 41 TAHUN 2007 DI SD GUGUS 7 KECAMATAN KUBUTAMBAHAN

I Gede Artamayasa

1

, Anak Agung Gede Agung

2

, I Gusti Ketut Arya Sunu

3

123

Program Studi Administrasi Pendidikan, Program Pascasarjana,

Universitas Pendidikan Ganesha

Singaraja, Indonesia

Pos-el:

gede.artamayasa@pasca.undiksha.ac.id

1

,

gede.agung@pasca.undiksha.ac.id

2

,

arya.sunu@pasca.undiksha.ac.id

3

Abstrak

Penelitian ini bertujuan untuk mengukur diskrepansi pelaksanaan kompetensi supervisi akademis kepala sekolah ditinjau dari Permendiknas RI No. 13 dan 41 tahun 2007 pada dimensi perencanaan, pelaksanaan, tindak lanjut, dan keseluruhan akibat rendahnya kompetensi kepala sekolah. Penelitian ini diadakan di SD Gugus 7 Kecamatan Kubutambahan menggunakan pendekatan ex-post facto dan penelitian evaluatif dengan teknik purposive sampling, sehingga didapatkan sampel sejumlah 41 orang guru. Pengumpulan data dilakukan dengan observasi, kuesioner, dan wawancara. Analisis data yang digunakan yaitu uji tanda Wilcoxon. Hasil analisis data menunjukkan bahwa (1) terjadi diskrepansi kecil pada dimensi kompetensi perencanaan dengan skor 68,93% dan besar beda 31,07% bertanda negatif (-), (2) terjadi diskrepansi kecil pada dimensi kompetensi pelaksanaan dengan skor 70,55% dan besar beda 29,45% bertanda negatif (-), (3) terjadi diskrepansi kecil pada dimensi kompetensi tindak lanjut dengan skor 67,02% dan besar beda 32,98% bertanda negatif (-), (4) terjadi diskrepansi kecil pada keseluruhan dimensi kompetensi dengan skor 70,17% dan besar beda 29,83% bertanda negatif (-), supervisi akademis kepala sekolah ditinjau dari Permendiknas RI No. 13 dan 41 Tahun 2007 di SD Gugus 7 Kubutambahan.

Kata-kata kunci: diskrepansi, kompetensi supervisi akademis kepala sekolah

DISCREPANCY OF HEADMASTER ACADEMIC COMPETENCY

IMPLEMENTATION VIEWED FROM

PERMENDIKNAS RI NOMOR 13

DAN 41 TAHUN 2007

AT ELEMENTARY SCHOOLS OF

GUGUS

7

KUBUTAMBAHAN

DISTRICT

Abstract

The study aimed at finding out the value of discrepancy or gap occurred on the implementation of headmaster academic supervision competency at planning, implementation, follow-up, all aspects of dimension viewed from Permendiknas RI No. 13 and 41 Tahun 2017 as the consequence of the lower headmaster competency. The study was conducted at elementary schools of Gugus 7 Kubutambahan Districtby utilizing an ex-post facto and evaluative design with purposive sampling technique involving 41 teachers as the sample. All data were obtained by using observation, questionnaires, and interviews. Wilcoxon Sign-test was used to analyze the data. The results of data analysis shown that (1) there was a small category of discrepancy at headmaster academic supervision planning competency, the gain score was 68.93% with 31.07% as the discrepancy that had negative (-) sign, (2) there was a small category of discrepancy at headmaster academic supervision implementation competency, the gain score was 70.55% with 29.45% as the discrepancy that had negative (-) sign, (3) there was a small category of discrepancy at headmaster academic supervision follow-up competency, the gain score was 67.02% with 32.98% as the discrepancy that had negative (-) sign, (4) there was a small category of discrepancy at headmaster academic supervision competency, the gain score was 70.17% with 29.83% as the discrepancy that had negative (-) sign, of the elementary schools at Gugus 7 Kubutambahan District.

(2)

PENDAHULUAN

Amanat Undang-Undang RI Nomor 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional (Sisdiknas) menyatakan bahwa pendidikan merupakan usaha sadar dan terencana dalam proses pembelajaran aktif agar peserta didik memiliki kompetensi spiritual, kepribadian, pengetahuan, sosial dan keterampilan yang diperlukan dirinya, masyarakat, bangsa, dan negara. Ditambahkan pula bahwa pendidikan berfungsi mengembangkan kemampuan dan membentuk watak serta peradaban bangsa yang bermartabat dalam rangka mencerdaskan kehidupan bangsa, bertujuan untuk berkembangnya potensi peserta didik agar menjadi manusia yang beriman dan bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, berakhlak mulia, sehat, berilmu, cakap, kreatif, mandiri, dan menjadi warga negara yang demokratis serta bertanggung jawab. Pelaksanaan pendidikan diharapkan mampu memberikan kontribusi positif terhadap kemajuan bangsa dan negara yang tumbuh mulai dari individu setiap peserta didik yang terlibat dalam proses pendidikan itu sendiri. Peserta didik yang telah mampu mengembangkan kompetensi seperti tersebut di atas tentu akan memiliki kecerdasan insani yang komprehensif dan siap menghadapi segala tantangan masa depan.

Pemerintah selalu mengupayakan pelaksanaan pendidikan bisa berjalan sesuai rencana yang telah digariskan. Melalui Undang-Undang Sisdiknas dipaparkan arah kebijakan pemerintah dalam pelaksanaan pendidikan di Indonesia meliputi: (1) mengupayakan perluasan dan pemerataan kesempatan memperoleh pendidikan yang bermutu tinggi bagi seluruh rakyat Indonesia menuju terciptanya manusia Indonesia berkualitas tinggi dengan peningkatan anggaran pendidikan, (2) meningkatkan kemampuan akademik dan profesional serta meningkatkan jaminan kesejahteraan tenaga kependidikan sehingga tenaga pendidik mampu berfungsi secara optimal terutama dalam peningkatan pendidikan watak dan budi pekerti agar dapat mengembalikan wibawa lembaga dan tenaga kependidikan, (3) melakukan pembaharuan kurikulum, berupa

diversifikasi kurikulum untuk melayani keberagaman peserta didik, penyusunan kurikulum yang berlaku nasional dan lokal sesuai dengan kepentingan setempat, serta diversifikasi jenis pendidikan secara profesional, (4) memberdayakan lembaga pendidikan baik sekolah maupun luar sekolah sebagai pusat pembudayaan nilai, sikap, dan kemampuan, serta meningkatkan partisipasi keluarga dan masyarakat yang didukung oleh sarana dan prasarana memadai, (5) melakukan pembaharuan dan pemantapan sistem pendidikan nasional berdasarkan prinsip desentralisasi, otonomi keilmuan dan manajemen, (6) meningkatkan kualitas lembaga pendidikan yang diselenggarakan baik oleh masyarakat maupun pemerintah untuk menetapkan sistem pendidikan yang efektif dan efisien dalam menghadapi perkembangan ilmu pengetahuan, teknologi dan seni, dan (7) mengembangkan kualitas sumber daya manusia sedini mungkin secara terarah, dan menyeluruh melalui berbagai upaya proaktif dan reaktif oleh seluruh komponen bangsa agar generasi muda dapat berkembang secara optimal disertai dengan dukungan dan sesuai dengan potensinya.

Peran guru dalam pelaksanaan pendidikan nasional sangatlah krusial. Guru berinteraksi langsung dengan peserta didik dalam proses pembelajaran di kelas dan di luar kelas. Guru secara profesional

berusaha melaksanakan dan

mengembangkan proses pendidikan pada unit terkecil di suatu satuan pendidikan. Mulai dari penyusunan perencanaan, pelaksanaan, evaluasi, refleksi dan tindak lanjut pembelajaran di kelas. Semua perencanaan dan hasil capaian prestasi guru dalam melaksanakan tugas dan fungsi pokok guru disarikan dalam bentuk kinerja guru.

(3)

Kompetensi kepribadian pada dasarnya adalah sikap kepribadian yang mantap, pantas diteladani dan mampu melaksanakan kepemimpinan sehingga menjadi sumber intensifikasi bagi subjek/ siswa (Agung dkk, 2011:42). Ditambahkan pula oleh Suparno (2004) bahwa kompetensi kepribadian atau personal mencakup aktualisasi diri, kepribadian utuh, berbudi luhur, jujur, dewasa, beriman, bermoral, peka, objektif, luwes, berwawasan luas, kreatif, kritis, reflektif, belajar sepanjang hayat, mengikuti perubahan, komitmen tinggi, disiplin, berpenampilan menarik, dan sebagai sosok guru yang menjadi teladan siswa dan masyarakat.

Kompetensi sosial adalah kemampuan guru dalam berkomunikasi dan berinteraksi secara efektif dan efesien dengan peserta didik, sesama guru, orang tua/wali peserta didik, dan masyarakat sekitar (UU No. 14 Tahun 2005). Agung dkk (2011:74) menyatakan bahwa kompetensi sosial sebagai kemampuan seorang guru dalam berkomunikasi, bergaul, bekerja sama, dan melayani orang lain. Agung dkk (2011) juga menjelaskan ada lima indikator kompetensi sosial guru meliputi: 1) interaksi guru dengan siswa, 2) interaksi guru dengan kepala sekolah, 3) interaksi guru dengan rekan kerja/ guru lain, 4) interaksi guru dengan orang tua, 5) interaksi guru dengan masyarakat.

Kompetensi profesional seorang guru diartikan sebagai kemampuan guru dalam melaksanakan tugas profesi keguruan dengan penuh tanggung jawab dan dedikasi tinggi dengan sarana penunjang berupa bekal pengetahuan yang dimilikinya (Agung dkk, 2011:62).

Keempat kompetensi guru tersebut terintegrasi dalam kinerja guru. semakin baik kualitas kompetensi guru ditinjau dari keempat kompetensi guru tersebut, maka akan semakin baik pula mutu dari kinerja guru. Sehingga diperlukan program pembinaan dan pengembangan guru sejak perekrutan calon guru secara kontinu dan konsisten.

Guru dengan kompetensinya merupakan aktor utama semua proses pembelajaran tersebut. Oleh karenanya, diperlukan upaya mengkondisikan agar

guru dapat melaksanakan beban tugas yang melekat dengan baik, sesuai rencana, dan bertanggung jawab.

Selanjutnya Pasal 1 Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 14 Tahun 2005 tentang Guru dan Dosen dinyatakan bahwa “guru adalah pendidik profesional dengan tugas utama mendidik, mengajar, membimbing, mengarahkan, melatih, menilai, dan mengevaluasi peserta didik pada pendidikan anak usia dini jalur pendidikan formal, pendidikan dasar, dan pendidikan menengah”. Terkait beban kerja guru, dalam Bab IV pasal 35 dalam UU Guru dan Dosen, dinyatakan bahwa “beban kerja guru mencakup kegiatan pokok yaitu

merencanakan pembelajaran,

melaksanakan pembelajaran, menilai hasil pembelajaran, membimbing dan melatih peserta didik, serta melaksanakan tugas tambahan”. Diisyratkan juga oleh Undang-Undang ini bahwa tugas pokok dan tugas tambahan guru melekat pada pribadi masing-masing, sehingga diperlukan usaha sebaik-baiknya, bertanggung jawab, dan profesional dalam melaksanakan semua tugas tersebut.

Salah satu tugas tambahan seorang guru adalah menjadi kepala sekolah. Seorang kepala sekolah pada mulanya berasal dari guru atau pendidik yang diberikan tugas tambahan sesuai dengan Peraturan Menteri Pendidikan Nasional (Permendiknas) RI Nomor 13 Tahun 2007 tentang standar kepala sekolah/madrasah dengan persyaratan sebagai berikut: (1) memiliki kualifikasi akademik Sarjana (S-1) atau Diploma Empat (D-IV) kependidikan atau non-kependidikan pada perguruan tinggi yang telah diakreditasi, (2) berusia setinggi-tingginya 56 tahun sejak diangkat menjadi kepala sekolah, (3) pernah mengajar sekurang-kurangnya 5 tahun menurut jenjang sekolah masing-masing, kecuali di Taman Kanak-Kanak/Raudhatul Athfal (TK/RA) pernah mengajar sekurang-kurangnya 3 tahun, 4) pangkat/golongan serendah-rendahnya Penata, III/c bagi pegawai negeri sipil, bagi nonpegawai negeri sipil pangkat disetarakan oleh yayasan atau lembaga berwenang.

(4)

kompetensi pokok sebagai dasar dalam melaksanakan tugas tambahan tersebut. Lima kompetensi kepala sekolah yang dikenal dengan lima dimensi kompetensi kepala sekolah yaitu: (1) dimensi kompetensi kepribadian, (2) dimensi kompetensi manajerial, (3) dimensi kompetensi kewirausahaan, (4) dimensi kompetensi supervisi, dan (5) dimensi kompetensi sosial. Dengan lain kata, kompetensi kepala sekolah merupakan kompetensi pendidik dengan lima aspek kompetensi yang holistik, mulai dari kepemilikan kepribadian yang kuat,

kemampuan kepemimpinan,

kewirausahaan, pengawasan handal dan mampu bersosialisasi dengan lingkungannya.

Penguasaan kelima kompetensi kepala sekolah sangat mempengaruhi jalannya pendidikan di sekolah tersebut menuju tujuan yang diharapkan. Idealnya, kelima kompetensi kepala sekolah ini diberdayakan dalam menjalankan program pendidikan di sekolah, tentu dengan mengedepankan prinsip-prinsip seperti keterbukaan, kekeluargaan, skala prioritas, berdampak positif bagi perkembangan dan kemajuan siswa, serta konsistensi. Dengan demikian, tujuan sekolah pasti tercapai sejalan dengan usaha yang dilakukan warga sekolah dan pihak terkait atas kepemimpinan kepala sekolah.

Proses pendidikan pada unit terkecil yaitu di kelas ketika guru mengadakan pembelajaran dan sekaligus kelangsungan proses pendidikan sangat memerlukan pengawasan yang mengiringinya sebagai sistem kontrol usaha-usaha yang dilakukan. Pengawasan dimaksud dikenal dengan istilah supervisi. Sagala (2010:89) menyatakan bahwa supervisi mempunyai arti khusus yaitu “membantu” dan turut serta dalam usaha perbaikan dan meningkatkan mutu baik personel maupun lembaga. Berdasarkan sasaran yang disupervisi, ada dua jenis supervisi yaitu supervisi akademis dan manajerial. Supervisi akademik adalah serangkaian kegiatan membantu guru mengembangkan kemampuannya mengelola proses pembelajaran untuk mencapai tujuan pembelajaran (Daresh, 1989; Glickman, et al; 2007 dalam Kemdikbud, 2015:15).

Dalam teori, supervisi dilakukan oleh pengawas dan/ atau penilik, dan/ atau kepala sekolah. Setiap pengawas memiliki kapasitas yang berbeda dalam melakukan supervisi menurut tugas dan fungsi pokoknya. Pembelajaran di kelas perlu pengawasan/supervisi yang utamanya dilakukan oleh kepala sekolah. Kemudian supervisi manajerial ditujukan pada objek sekolah baik administrasi maupun kepemimpinan kepala sekolah dilakukan oleh dinas pendidikan melalui pengawas/ penilik sekolah yang bertugas di wilayah kerjanya. Supervisi dilakukan mulai dari perencanaan, pelaksanaan, evaluasi, dan tindaklanjut dari aspek-aspek supervisi sesuai jenis supervisi yang dilakukan. Adapun tujuan supervisi adalah adanya perbaikan, penyembuhan, dan penyempurnaan terhadap kemampuan guru yang disupervisi, bukan mencari-cari kesalahan pihak terkait dalam menjalankan program pembelajaran di kelas dan juga program sekolah.

Fenomena di lapangan sangat berbeda dengan segala idealisme yang tertuang dalam suatu harapan, teori maupun aturan-aturan yang mengatur keberlangsungan proses pendidikan di Indonesia pada umumnya.

(5)

pelaksanaan hanya administratif, (3) belum ada tindak lanjut yang signifikan mengarah pada perubahan cara pembelajaran, cara penanganan masalah dan prosedur kegiatan di sekolah lainnya, (4) belum ada penghargaan khusus bagi warga sekolah/ terkhusus guru yang memiliki prestasi kerja, (5) bimbingan dari pengawas/ penilik sekolah hanya bersifat teknis administratif.

Berdasarkan permasalahan yang terjadi pada Sekolah Dasar di Gugus 7 Kecamatan Kubutambahan perlu diadakan evaluasi untuk mengetahui diskrepansi kompetensi supervisi kepala sekolah ditinjau dari Permendiknas RI No. 13 tahun 2007 tentang standar kepala sekolah/madrasah dan 41 tahun 2007 tentang standar proses untuk satuan pendidikan dasar dan menengah.

Berdasarkan uraian masalah di atas, maka dirumuskan masalah dalam penelitian ini sebagai berikut. (1) Seberapa besar diskrepansi pelaksanaan dimensi kompetensi perencanaan supervisi akademis kepala sekolah ditinjau dari Permendiknas RI No. 13 dan 41 Tahun 2007? (2) Seberapa besar diskrepansi pelaksanaan dimensi kompetensi pelaksanaan supervisi akademis kepala sekolah ditinjau dari Permendiknas RI No. 13 dan 41 Tahun 2007? (3) Seberapa besar diskrepansi pelaksanaan dimensi kompetensi tidak lanjut supervisi akademis kepala sekolah ditinjau dari Permendiknas RI No. 13 dan 41 Tahun 2007? (4) Seberapa besar diskrepansi pelaksanaan dimensi kompetensi supervisi akademis kepala sekolah ditinjau dari Permendiknas RI No. 13 dan 41 tahun 2007? (5) Kendala-kendala apa saja yang ditemukan kepala sekolah dalam melaksanakan dimensi kompetensi supervisi akademis dan bagaimana alternatif pemecahan masalahnya?

METODE PENELITIAN

Penelitian ini adalah sebuah penelitian ex-post facto. Agung (2014:56) menyatakan penelitian ex-post facto

adalah penelitian yang menggunakan suatu pendekatan dimana gejala (objek) yang diteliti telah ada secara wajar tanpa memunculkannya. Selanjutnya, Agung (2014:27) juga memberikan ulasan tentang

penelitian evaluatif yaitu ”penelitian yang bertujuan menilai pelaksanaan suatu kegiatan yang sedang berjalan yaitu pencarian umpan balik untuk perbaikan sistem. Pada penelitian ini, dianalisis kesenjangan program dengan variabel-variabel dalam acuan Descrepancy

Evaluation Model (Model evaluasi

kesenjangan) dengan mengkonfirmasi target sasaran yang merupakan acuan (standar) suatu program. Evaluasi terhadap diskrepansi atau kesenjangan dimaksudkan untuk mengetahui tingkat kesesuaian antara standar yang ditentukan dalam program dengan penampilan aktual dari program tersebut (Marhaeni, 2012: 152).

Teknik purposive sampling

digunakan dalam penelitian ini. Agung (2014:77) menyatakan bahwa dalam

purposive sampling, sampel diambil dengan maksud dan tujuan tertentu. Pada penelitian ini terdapat 43 guru dijadikan populasi penelitian seperti pada tabel di atas. Namun, terkait sampel penelitian hanya 41 guru dijadikan responden penelitian karena 2 guru yang bertugas di SDN 2 Bontihing menggunakan kurikulum 2013. Penelitian ini fokus pada diskrepansi pelaksanaan kompetensi supervisi akademis yang berdasarkan tinjauan dari Permendiknas RI No. 13 dan 41 tahun 2007.

Variabel penelitian ini adalah supervisi akademis kepala sekolah yang dianalisis kesenjangan/diskrepansi pelaksanaannya ditinjau dari Permendiknas RI Nomor 13 dan 41 Tahun 2007. Terdapat tiga dimensi yaitu dimensi kompetensi perencanaan supervisi memiliki 7 indikator, pelaksanaan supervisi tercantum 38 butir indikator, dan tindak lanjut hasil supervisi dengan 4 indikator penilaian.

(6)

instrumen observasi atau dokumentasi maupun wawancara.

Konsepsi instrumen yang digunakan dalam penelitian ini adalah pola Likert

dengan 5 (lima) gradasi, yaitu setiap pernyataan dalam kuesioner tersedia 5 alternatif jawaban dari responden terhadap masing-masing pernyataan. Adapun ketentuan dari masing-masing pola adalah sebagai berikut: (1) jika responden memilih alternatif Sangat Memuaskan (SM), maka diberikan skor 5 untuk pernyataan positif, (2) jika responden memilih alternatif Memuaskan (M), maka diberikan skor 4 untuk pernyataan positif, (3) jika responden memilih alternatif Cukup Memuaskan (CM), maka diberikan skor 3 untuk pernyataan positif, (4) bila responden memilih alternatif Kurang Memuaskan (KM), maka diberikan skor 2 untuk pernyataan positif, dan (5) jika responden memilih alternatif Sangat Tidak Memuaskan (STM), maka diberikan skor 1 untuk pernyataan positif.

Teknik analisis data yang digunakan dalam penelitian ini adalah analisis statistik nonparametrik dengan teknik Uji Tanda Wilcoxon. Agung (2016:143) menyatakan

bahwa “Uji tanda digunakan untuk

mengalisis data yang bersifat ordinal atau

berjenjang.” Uji Tanda Wilcoxon bertujuan

untuk mengetahui apakah terdapat kesenjangan (diskrepansi) antara standar acuan yang ditetapkan dengan pelaksanaan supervisi akademis kepala sekolah. Prosedur uji tanda didasarkan pada tanda negatif atau positif dari perbedaan antara pasangan data ordinal dan besarnya beda antara acuan dengan program yang sedang berjalan (Dantes, 1983: 11).

Tabel 1. Kategori Data Hasil Pengukuran Pelaksanaan Supervisi Akademis Kepala Sekolah Ditinjau dari Permendiknas RI No. 13 dan 41 tahun 2007

Persentase Data

Hasil Pengukuran ( Kategori

81% - 100% Sangat Memuaskan (SM) 61% - 80% Memuaskan (M)

41% - 60% Cukup Memuaskan (CM) 21% - 40% Tidak Memuaskan (TM) 0% - 20% Sangat Tidak

Memuaskan (STM) (Adaptasi dari Sugiyono, 2006:107-108)

Tabel 2. Kriteria Tingkat Diskrepansi

Pelaksanaan Supervisi Akademis Kepala Sekolah Ditinjau dari

Permendiknas RI No. 13 dan 41 tahun 2007

Besar Beda (

dengan Standar (Y) Kategori Diskrepansi

0% Tidak Ada

Kesenjangan (TS) 0% < ≤ 20% Sangat Kecil (SK) 21% < ≤ 40% Kecil (K)

41% < ≤ 60% Cukup Besar (CB) 61% < ≤ 80% Besar (B)

81% < ≤ 100% Sangat Besar (SB)

(Adaptasi dari Guilford dalam Dantes, 1983)

Wawancara dilakukan sebagai pelengkap dan konfirmasi dari jawaban angket yang telah diberikan. Observasi langsung dilakukan dalam rangka menjaring data kualitatif maupun data kuantitatif.

HASIL DAN PEMBAHASAN

Hasil

Berdasarkan rumusan masalah terdapat hasil penelitian berupa data kuantitatif yaitu pengujian hipotesis pada empat dimensi yaitu perencanaan, pelaksanaan, tindak lanjut, dan keseluruhan.

Hasil analisis pelaksanaan dimensi kompetensi perencanaan supervisi akademis kepala sekolah diperoleh skor rata-rata yaitu 68,93% dengan besar beda senilai 31,07% dan tanda beda negatif (-). Berdasarkan taraf signifikansi 5% dan n =

41 diperoleh harga “h” tabel adalah 13,

sedangkan harga “h” observasi adalah 18.

Ini berarti 13 < 18 (t-tab<t-ob) dan berarti pula hasil penelitian tersebut adalah signifikan. Oleh karenaya hipotesis diterima.

Hasil analisis dimensi kompetensi pelaksanaan supervisi akademis kepala sekolah diperoleh skor rata-rata yaitu 70,55% dengan besar beda senilai 29,45% dan tanda beda negatif ( - ). Berdasarkan taraf signifikansi 5% dan n = 41 diperoleh harga “h” tabel adalah 13, sedangkan harga

“h” observasi adalah 13,51. Ini berarti 13 <

(7)

Hasil analisis dimensi kompetensi tindak lanjut supervisi akademis kepala sekolah diperoleh skor rata-rata yaitu 67,02% dengan besar beda senilai 32,98% dan tanda beda negatif (-).Berdasarkan taraf signifikansi 5% dan n = 41 diperoleh

harga “h” tabel adalah 13, sedangkan harga

“h” observasi adalah 16. Ini berarti 13 < 16

(t-tab<t-ob) dan berarti pula hasil penelitian tersebut adalah signifikan. Oleh karenanya hipotesis diterima.

Hasil analisis dimensi kompetensi supervisi akademis (keseluruhan) kepala sekolah diperoleh skor rata-rata yaitu 70,17% dengan besar beda senilai 29,83% dan tanda beda negatif (-). Berdasarkan taraf signifikansi 5% dan n = 41 diperoleh

harga “h” tabel adalah 13, sedangkan harga

“h” observasi adalah 15,96. Ini berarti 13 <

15,96 (t-tab<t-ob) dan berarti pula hasil penelitian tersebut adalah signifikan. Oleh karenanya hipotesis diterima.

Tabel 3. Rekapan Data Skor Diskrepansi Dimensi Perencanaan, Pelaksanaan, Tindak Lanjut Supervisi Akademis Kepala Sekolah

Statistik

Perencana -an

Pelaksana -an

Tindak Lanjut Capaian 68,93% 70,55% 67,02% Standar 100% 100% 100% Beda 31,07% 29,45% 32,98%

Tanda - - -

(Peneliti, 2017)

Grafik 1. Histogram Data Persentase Skor Diskrepansi Dimensi Perencanaan, Pelaksanaan, Tindak Lanjut Supervisi Akademis Kepala Sekolah

(Peneliti, 2017)

Pembahasan

Pendeskripsian data kuantitatif didukung dengan data kualitatif yang diperoleh dari hasil observasi dan wawancara narasumber. Semua deskripsi tersebut digunakan untuk menjawab permasalahan diskrepansi atau kesenjangan pelaksanaan kompetensi supervisi akademis kepala sekolah ditinjau dari Permendiknas RI Nomor 13 dan 41 Tahun 2007 di SD Gugus 7 Kecamatan Kubutambahan, Kabupaten Buleleng.

Respon responden menyatakan bahwa persentase pemenuhan dimensi kompetensi perencanaan supervisi akademis kepala sekolah hanya mencapai 68,93%, kategori memuaskan (M) sehingga terdapat beda 31,07% bertanda negatif (-), diskrepansi kategori kecil (K).

Hasil tersebut menunjukkan bahwa kepala sekolah di SD Gugus 7 Kubutambahan sangat perlu meningkatkan kompetensi pada dimensi perencanaan supervisi akademis kepala sekolah. Berdasarkan Permendiknas RI No. 13 dan 41 Tahun 2007, terdapat tujuh indikator pencapaian yang mesti dipenuhi oleh kepala sekolah dalam merencanakan kegiatan supervisi akademik bagi guru.

Hasil respon responden menyatakan bahwa persentase pemenuhan dimensi kompetensi perencanaan supervisi akademis kepala sekolah mencapai 68,93% dengan kategori memuaskan (M), sehingga terdapat beda 31,07% bertanda negatif (-), diskrepansi kategori kecil (K).

Jika dianalisis per butir pernyataan sebagai respon dari responden hanya terdapat satu butir item dengan capaian respon kategori sangat memuaskan (SM) yaitu pada butir no. 3 mencapai 85,85%. Dengan kata lain, respon ini merupakan respon dengan capaian hasil paling maksimal pada dimensi perencanaan supervisi akademis kepala sekolah. Pada sisi lain, terdapat satu butir item dengan capaian respon kategori cukup memuaskan (CM) pada butir no. 6 dengan nilai capaian 56,10%. Respon cukup memuaskan dari pengukuran dimensi kompetensi perencanaan supervisi akademis ini merupakan respon dengan capaian hasil paling minimal. Sisanya, delapan butir 0

20 40 60 80 100 120

Capaian

Standar

(8)

pernyataan direspon dengan capaian respon kategori memuaskan (M) yaitu pada butir no. 1, 2, 4, 5, 7, 8, 9, dan 10. Berturut-turut dengan hasil capaian respon 78,05%, 77,56%, 69,76%, 72,68%, 62,93%, 62,93%, 61,46%, dan 61,95%.

Terkait pemenuhan jam mengajar minimal 24 jam pelajaran per minggu, semua kepala SD di Gugus 7 Kecamatan Kubutambahan mampu memfasilitasi guru dalam konteks ini. Para guru tidak kesulitan memperoleh pemenuhan jam mengajar ini sehingga hak guru-guru memperoleh tunjangan profesi atau sejenisnya terpenuhi dengan baik. Memang ada satu atau dua guru yang mengajar di sekolah lain tetapi masih di wilayah Gugus 7 Kecamatan Kubutambahan dan tentunya mudah dijangkau guru tersebut.

Butir pernyataan no. 5 terkait tugas kepala sekolah menyusun KKM dan SKL bersama guru direspon dengan kategori memuaskan (M) sebesar 72,68%. Jika ditinjau dari standar acuan yang ada yaitu Permendiknas RI No. 41 Tahun 2007 tentang Standar Proses, upaya perbaikan mutu penyusunan KKM dan KKL masih diperlukan. Kepala sekolah memperbaiki dan berupaya memenuhi indikator pencapaian dimensi perencanaan supervisi akademis dengan berbagai usaha seperti penyusunan KKM (Kriteria Ketuntasan Minimal) dan SKL (Standar Kompetensi Lulusan) dengan melibatkan para pihak seperti hasil analisis analisis konteks, pandangan para guru, dan masukan dari pihak lain/ahli.

Usaha lainnya seperti memfasilitasi guru dalam penyusunan dokumen II kurikulum yaitu dengan mengikutsertakan para guru dalam suatu pelatihan pengembangan kemampuan guru dalam penyusunan perangkat pembelajaran. Tentu dengan mengutamakan prinsip kebutuhan, keterbukaan, dan skala prioritas dalam pemilihan atau penunjukkan guru calon peserta pelatihan.

Usaha berikutnya adalah kepala sekolah wajib memberikan pemahaman yang baik kepada para guru terkait supervisi akademis, pentingnya supervisi akademis, mekanisme, program, dan tagihan berupa penyiapan instrumen supervisi akademis oleh kepala sekolah,

serta mengupayakan pendekatan personal dan kekeluargaan dalam pelaksanaan program supervisi akademis.

Selanjutnya, hasil analisis penelitian menunjukkan bahwa dimensi kompetensi pelaksanaan supervisi akademis kepala sekolah ditinjau dari Permendiknas RI Nomor 13 dan 41 Tahun 2007 di SD Gugus 7 Kecamatan Kubutambahan menunjukkan bahwa terdapat diskrepansi atau kesenjangan kategori kecil (K) yaitu senilai 29,45% bertanda negatif (-) dengan persentase dimensi hanya mencapai 70,55%.

Berdasarkan Permendiknas RI No. 13 dan 41 Tahun 2007, terdapat tiga puluh delapan (38) indikator pencapaian yang mesti dipenuhi oleh kepala sekolah dalam melaksanakan kegiatan supervisi akademik bagi guru. Bagian ini merupakan standar acuan bagi seorang guru dalam melaksanakan pembelajaran yang menggunakan Kurikulum 2006 sebagai kurikulum sekolah.

Jika dianalisis per butir pernyataan sebagai respon dari responden terdapat 13 dari 74 butir item yang nilai capaian hasilnya termasuk kategori sangat memuaskan (SM). Dengan kata lain, terdapat 17,57% respon responden dengan kategori sangat memuaskan (SM). Selanjutnya, terdapat 41 dari 74 butir item, 55,41% sebagai hasil capaian respon dengan kategori memuaskan (M). Dan, dinyatakan 27,03% atau 20 dari 74 butir item dengan nilai capaian hasil respon kategori cukup memuaskan (CM).

(9)

sesuai hasil respon dari para guru yang dijadikan responden penelitian ini.

Mulai dari respon yang amat baik terdapat pada indikator pencapaian kompetensi pelaksanaan supervisi akademis kepala sekolah yaitu poin nomor (1) mengkondisikan aspek personal dan emosional guru dengan baik dengan hasil 92,68%, kategori sangat memuaskan (SM). Selanjutnya poin nomor (3) mengecek ketepatan penggunaan waktu yaitu kehadiran guru di kelas, proses mengajar, dan akhir pengajaran memperoleh hasil 91,22% kategori sangat memuaskan (SM). Hasil 85,85%, kategori sangat memuaskan (SM) merupakan terbaik ketiga untuk indikator pencapaian kompetensi pelaksanaan supervisi akademis kepala sekolah yaitu poin nomor (32) pengamatan kemampuan guru dalam memelihara lingkungan fisik kelas.

Terkait respon responden yang paling perlu mendapat penanganan khusus adalah hasil dari indikator pencapaian kompetensi pelaksanaan supervisi akademis kepala sekolah yaitu nomor (4) mengecek kesiapan guru dalam penyiapan alat/ perangkat pemanfaatan media atau alat bantu pembelajaran, dengan hasil 49,76% kategori cukup memuaskan (CM).. Ini merupakan respon terburuk dari pernyataan pada kuesioner penelitian. Selanjutnya, indikator pencapaian kompetensi pelaksanaan supervisi akademis kepala sekolah yaitu nomor (13) Pengamatan guru dalam memfasilitasi peserta didik melakukan percobaan di laboratorium atau di lapangan, dengan hasil 50,24%, kategori cukup memuaskan (CM). Terakhir, respon terburuk ketiga pada indikator pencapaian kompetensi pelaksanaan supervisi akademis kepala sekolah yaitu nomor (9) Observasi terhadap kemampuan guru melibatkan peserta didik mencari informasi yang luas dan dalam tentang topik/tema materi yang akan dipelajari dengan menerapkan prinsip alam takambang jadi guru dan belajar dari aneka sumber, dengan hasil 51,71%, kategori cukup memuaskan (CM).

Kemudian, capaian hasil respon responden menyatakan bahwa persentase pemenuhan dimensi kompetensi tindak lanjut supervisi akademis kepala sekolah

hanya mencapai 67,02%, kategori memuaskan (M) sehingga terdapat beda 32,98% bertanda negatif (-), diskrepansi kategori kecil (K).

Hasil tersebut menunjukkan bahwa kepala sekolah di SD Gugus 7 Kubutambahan sangat perlu meningkatkan kompetensi pada dimensi tindak lanjut supervisi akademis kepala sekolah. Berdasarkan Permendiknas RI No. 13 dan 41 Tahun 2007, terdapat empat indikator pencapaian pada dimensi tindak lanjut supervisi akademis.

Jika dianalisis per butir pernyataan sebagai respon dari responden terhadap instrumen pengukuran dimensi kompetensi tindak lanjut supervisi akademis kepala sekolah di SD Gugus 7 Kecamatan Kubutambahan, terdapat satu item pada butir no. 87 yang mencapai nilai capaian respon kategori sangat memuaskan (SM) dengan pesentase 86,83%. Kemudian, nilai capaian respon kategori memuaskan (M) terdapat pada butir no. 88 dan 89 dengan persentase berturut-turut 60,49% dan 75,12%. Dan, terdapat nilai capaian respon kategori cukup memuaskan (CM) pada butir no. 85 dan 86 dengan persentase hasil respon berturut-turut 55,61% dan 57,07%.

Butir no. 87 merupakan pengembangan dari indikator pencapaian pada dimensi tindak lanjut supervisi akademis kepala sekolah yaitu menggunakan umpan balik dari guru sebagai tindak lanjut supervisi. Pernyataan no. 87 yaitu “Kepala sekolah di tempat saya mengajar percaya akan kemampuan para

guru dalam mengelola pembelajaran”. Hal

ini menunjukkan kepala SD di Gugus 7 Kecamatan Kubutambahan telah memiliki kinerja sangat memuaskan (SM) dengan hasil respon indikator pencapaian sebesar 86,83% pada poin menggunakan umpan balik guru sebagai tindak lanjut supervisi.

(10)

kemampuan guru dalam pembelajaran di SD Gugus 7 Kecamatan Kubutambahan dalam meningkatkan mutu supervisi akademis secara umum memuaskan.

Peran kepala sekolah juga cukup memuaskan dalam membina komunikasi efektif dan menemukan kesepahaman dalam peningkatan mutu pembelajaran yaitu butir kuesioner no. 89 sebagai indikator pencapaian kompetensi tindak lanjut supervisi akademis no. 4, diperoleh persentase sebesar 75,12%. Respon ini mengindikasikan bahwa kepala sekolah di Gugus 7 Kecamatan Kubutambahan telah berusaha secara konsisten membina hubungan harmonis dengan para guru dalam upaya peningkatan mutu pembelajaran di kelas pada khususnya dan sekolah pada umumnya.

Butir pernyataan no. 88 yang berbunyi, “Kepala sekolah di tempat saya mengajar menggunakan umpan balik dari guru sebagai tindak lanjut supervisi”, diperoleh capaian hasil respon senilai 60,49%, kategori memuaskan (M). Pernyataan ini dikembangkan dari poin no. 3 indikator pencapaian dimensi tindak lanjut supervisi akademis kepala sekolah yaitu menggunakan umpan balik dari guru sebagai tindak lanjut supervisi.

Seharusnya kepala sekolah menggunakan umpan balik atau temuan permasalahan guru dalam pembelajaran sebagai bagian pokok dari tindak lanjut kegiatan supervisi akademis kepala sekolah. Hanya sebagian kecil kepala sekolah merencanakan kembali program supervisi lanjutan sebagai upaya perbaikan kualitas supervisi itu sendiri dan peningkatan profesionalisme guru. Pengawas juga membernarkan hal ini, dan beliau terus berusaha membina kepala sekolah agar terus meningkatkan dimensi kompetensi tindak lanjut supervisi akademis.

Selanjutnya dua indikator pencapaian pada dimensi tindak lanjut supervisi akademis kepala sekolah direspon dengan hasil capaian respon kategori cukup memuaskan (CM). Dua indikator pencapaian kompetensi tindak lanjut supervisi akademis kepala sekolah yaitu (1) membandingkan proses pembelajaran yang dilaksanakan guru

dengan acuan yaitu Permendiknas RI No. 41 Tahun 2007, dan (2) menggunakan catatan hasil supervisi sebagai upaya perbaikan keterampilan mengajar atau peningkatan profesionalisme guru, Ada pun butir-butir pernyataannya adalah item no. 85 dan 86 dengan capaian respon yaitu 55,61% dan 57,07%, keduanya berkategori cukup memuaskan (CM).

Kepala sekolah belum sepenuhnya menggunakan catatan hasil kegiatan supervisi sebagai upaya peningkatan profesionalisme guru. Secara umum kepala sekolah menyatakan benar adanya kondisi ketidakberdayaan dalam melaksanakan kegiatan supervisi sesuai prosedur secara mutlak. Beberapa alasan penyebab kurangnya tindak lanjut kegiatan supervisi yaitu, (1) sekolah dihadapkan pada cukup padatnya kegiatan di luar proses pembelajaran seperti kegiatan lomba akademik dan non-akademik siswa dan guru, peringatan hari besar nasional, keagamaan, dan kegiatan insidental lainnya yang cukup menyita perhatian dan energi dari pihak sekolah. Oleh karenanya, kegiatan supervisi khususnya pada dimensi tindak lanjut belum sepenuhnya bisa direalisasikan. Belum lagi perlu dukungan dari pihak dinas pendidikan yang bertindak sebagai Pembina kegiatan pendidikan di suatu daerah. Masih banyak pekerjaan sekolah yang perlu penanganan yang berkesinambungan. misalnya, banyak sekolah di Gugus 7 Kecamatan Kubutambahan belum memiliki tenaga guru kelas yang memenuhi baik kuantitas maupun kualitas. Selain itu dukungan sarana dan prasarana sekolah juga perlu ditingkatkan seperti pengadaan gedung perpustakaan, sarana buku referensi, buku cerita anak, dan pengadaan media pembelajaran yang mendukung.

Upaya ini dapat dilaksanakan kepala sekolah berupa pembinaan guru dalam kegiatan rapat rutin dan juga

pembinaan personal dengan

(11)

Pemahaman kepala sekolah di SD Gugus 7 Kecamatan Kubutambahan terkait Permendiknas RI 41 Tahun 2007 tentang Standar Proses belum optimal. Ketika ditanya pada saat sesi wawancara dengan para kepala sekolah, tidak ada satu pun kepala SD yang paham bahwa landasan dari pembelajaran di sekolah yang menggunakan Kurikulum 2006 adalah permendiknas tersebut. Harus diakui bahwa hal ini terjadi akibat lemahnya literasi kepala sekolah. Dikonfirmasi pula oleh Pengawas Binaan di Gugus 7 Kecamatan Kubutambahan bahwa pemahaman teori dan landasan hukum yang mendasari kegiatan supervisi akademis belum dipenuhi maksimal oleh kepala sekolah di gugus ini. Beliau menyatakan pemahaman terkait teori dan landasan hukum tersebut hanya sekitar 70%. Selain itu, penyiapan awal potensi sumber daya calon kepala sekolah belum dapat dipenuhi secara mutlak karena keterbatasan calon kepala sekolah. Banyak guru enggan untuk diberi tugas tambahan menjadi kepala sekolah dengan berbagai alasan.

Berdasarkan hasil analisis data penelitian ini yang dipadukan dengan hasil wawancara kepala SD dan Pengawas di Gugus 7 Kecamatan Kubutambahan, ditemukan kendala-kendala yang dihadapi kepala SD dalam melaksanakan kompetensi supervisi akademis di Gugus 7 Kecamatan Kubutambahan beserta alternatif pemecahan masalahnya antara lain: (1) pemahaman kepala sekolah tidak optimal pada teori dan landasan hukum kegiatan supervisi akademis akibat rendahnya literasi kepala sekolah. Hal ini bisa ditangani dengan membina kepala sekolah agar terus mengisi diri dengan meningkatkan budaya membaca. Pengawas wilayah merangkul para kepala sekolah dalam meningkatan pemahaman supervisi akademis yang baik secara teori dan praktis, (2) semua kepala SD di Gugus 7 Kecamatan Kubutambahan kesulitan dan/atau tidak sempat menyediakan instrumen, lembar pengamatan, dan suplemen observasi kegiatan supervisi akademis akibat kebiasaan menunggu perintah atasan/ pengawas. Pemecahan masalah ini bisa dimulai dari pengawas sekolah memberikan motivasi dan alternatif

(12)

kemampuan kepala sekolah oleh pengawas/Pembina atasan langsung agar terus menumbuhkan rasa percaya diri dan kreativitas kepala sekolah terkait pelaksanaan supervisi akademis, (8) keterbatasan jumlah guru kelas dalam pelaksanaan pembelajaran di sekolah, hampir semua sekolah kekurangan tenaga guru kelas (satu dan/atau dua orang guru dibutuhkan pada masing-masing sekolah). Masalah utama ada penyebaran guru yang tidak merata, oleh karenanya pemerintah daerah harus bekerja keras dalam memetakan guru dengan prioritas kebutuhan dan pertimbangan penting lainnya, (9) keterbatasan kesempatan guru dalam mengikuti diklat penggunaan dan/atau pengembangan media pembelajaran akibat banyak calon peserta namun sedikit kuota dan/atau dana yang tersedia untuk kegiatan dimaksud. Ada pun upaya pemecahan masalah ini adalah menerapkan sistem tutor sebaya. Para guru

yang telah mengikuti kegiatan pelatihan, diberikan penghargaan dan tugas untuk mengimbaskan materi pelatihan kepada guru lain yang membutuhkan, (10) sering terlambatnya pengadaan buku referensi dan pelajaran jika dibandingkan dengan prosem pembelajaran pada kalender pendidikan yang berlaku. Upaya penanganan keterlambatan buku referensi bisa disiasati dengan pencarian sumber belajar alternatif misalnya pemanfaatan internet dalam pembelajaran, (11) pengusulan sarana dan prasarana sekolah belum bisa terpenuhi dengan segera akibat banyaknya sekolah yang membutuhkan dan mengutamakan prinsip skala prioritas. Alternatif pemecahan masalah ini adalah melakukan sosialisasi program sekolah dan berupaya mencari donator atau sponsor dari pihak lain yang tidak mengikat, sehingga sarana dan prasarana sekolah bisa dipenuhi meskipun belum optimal

PENUTUP

Berdasarkan hasil analisis data, observasi, dan wawancara pada penelitian ini dapat disimpulkan bahwa: pertama, terjadi diskrepansi kategori kecil (K) dengan persentase skor 68,93% dan besar beda 31,07% bertanda negatif (-) pada dimensi kompetensi perencanaan; kedua, terjadi diskrepansi kategori kecil (K) dengan persentase skor 70,55% dan besar beda 29,45% bertanda negatif (-) pada dimensi kompetensi pelaksanaan; ketiga, terjadi diskrepansi kategori kecil (K) dengan persentase skor 67,02% dan besar beda 32,98% bertanda negatif (-) pada dimensi kompetensi tindak lanjut; keempat, terjadi diskrepansi kategori kecil (K) dengan persentase skor 70,17% dan besar beda 29,83% bertanda negatif (-) pada dimensi kompetensi supervisi akademis kepala sekolah ditinjau dari Permendiknas RI No. 13 dan 41 Tahun 2007 di SD Gugus 7 Kecamatan Kubutambahan. Terdapat beberapa kendala dihadapi kepala SD dalam melaksanakan kompetensi supervisi akademis di Gugus 7 Kecamatan Kubutambahan beserta alternatif pemecahannya seperti yang telah diuraikan di atas.

DAFTAR RUJUKAN

Agung, A. A. G. dkk. 2011. Menjadi Guru Profesional yang Tersertifikasi. Upaya Pengembangan Kompetensi kepribadian, Kompetensi Pedagogik, Kompetensi Profesional, dan Kompetensi Sosial. Singaraja: Undiksha.

Agung, A.A.G. 2014. Buku Ajar Metodologi Penelitian Pendidikan. Malang: Aditya Media Publishing.

Agung, A.A.G. 2016. Statistiska Inferensial

untuk Pendidikan. Singaraja:

Undiksha.

Agung, A.A.G. et.al. ”InvestigatingTeachers’ Perception on the Importance of

Teachers’ Certification and of

Professional Development Program in Indonesia: An Empirical Study

from Bali”, International Journal of

(13)

Dantes, Nyoman. 1983. Statistika Non Parametrik. Singaraja: Biro Penerbitan FIP Unud.

George, E.G., et.al. “An Evaluation of the

Principal’s Instructional Supervision

on Academic Performance: A Case of Sameta Primary School Kissi County,

Kenya”, Journal of Education and

Practice Vol. 4, No. 11, 2013,

www.iiste.org (diakses tanggal 19 Mei 2017)

Kemdikbud. 2015. Supervisi Manajerial dan

Supervisi Akademik: Peningkatan

Kompetensi Kepala Sekolah dan

Pengawas Sekolah dalam

Mengelola Implementasi Kurikulum.

Jakarta: Pusat Pengembangan

Tenaga Kependidikan

BPSDMPPMP.

Marhaeni, A.A.I.N. 2012. Evaluasi Program Pendidikan. Singaraja: Undiksha.

Nazer, Al., Malak dan Mohammad,

G.H.A.R., “Supervising Practices of Education Supervisors and their Relationship with the Attitudes of High Basic Stage Teachers towards the Profession in the Capital Amman Governorate from their

Point of View”, International

Journal of Humanities and Social Science, Vol. 3 No. 20, December

2013, www.ijhssnet.com (diakses

tanggal 16 Februari 2017).

Peraturan Pemerintah RI Nomor 19 Tahun

2005 tentang Standar Nasional

Pendidikan. 2006. Jakarta:

Depdiknas.

Peraturan Pemerintah No. 74 Tahun 2008 tentang Guru. Jakarta: Depdiknas.

Peraturan Menteri Pendidikan Nasional RI Nomor 13 Tahun 2007 tentang

Kompetensi Kepala Sekolah. 2007.

Jakarta: Depdiknas.

Peraturan Menteri Pendidikan Nasional RI Nomor 16 Tahun 2007 tentang Standar Kualifikasi dan Kompetensi Guru. 2007. Jakarta: Depdiknas.

Peraturan Menteri Pendidikan Nasional RI Nomor 41 Tahun 2007 tentang Standar Proses. 2007. Jakarta: Depdiknas.

Rahabav, Patris. “The Effectivenes of Academic Supervision for

Teachers”, Journal of Education and

Practice Vol. 7, No. 9, 2016,

www.iiste.org (diakses tanggal 19 Mei 2017).

Sagala, Syaiful. 2010. Supervisi

Pembelajaran dalam Profesi

Pendidikan. Bandung: Alfabeta.

Sugiyono. 2006. Metode Penelitian Administrasi. Bandung: Alfabeta.

Undang-Undang Republik Indonesia

Nomor 14 Tahun 2005 tentang Guru

dan Dosen. 2006. Jakarta:

Depdiknas.

Gambar

Tabel 2. Kriteria Tingkat Diskrepansi
Tabel 3. Rekapan Data Skor Diskrepansi

Referensi

Dokumen terkait

Masih diperlukan peningkatan pengetahuan petani akan penerapan teknologi budidaya tanaman padi yang sesuai dengan kondisi lahan rawa lebak sehingga petani dapat

Dari pengertian yang diberikan oleh para ahli yang telah dikemukan pada bab sebelumnya dan dilihat dari ciri-cirinya, dapat disimpulkan bahwa perjanjian baku

Alur permainan sonlah ini terbagi menjadi 9 bagian, yaitu dibedakan dengan nama-nama wilayah kota bandung berbentuk persegi yang masing-masing memiliki batas wilayah

menentukan menyunting informasi iklan, slogan, dan poster sesuai bahasa yang baik dan benar.. Pertemuan Kedua

Penelitian ini menggunakan analisis deskriptif kualitatif dengan pendekatan etnografi untuk mengungkap mitos yang selama ini dijaga oleh masyarakat desa adat Piliana serta

Setelah dilakukan perbandingan, diketahui bahwa nilai ketepatan klasifikasi dengan menggunakan Regresi Logistik Biner diperoleh nilai 84,375% dan FK-NNC diperoleh

Kesimpulan dan Saran Berdasarkan hasil penelitian di Universitas Aisyah Pringsewu Lampung mengenai Hubungan antara Manajemen Waktu dengan Prokrastinasi Akademik pada Mahasiswa

2.105 mahasiswa delegasi fakultas 3 (BEM KM FAKULTAS PETERNAKAN) Mei, 2.106 sekolah kepemimpinan anti korupsi (BEM KM FAKULTAS PETERNAKAN) April, 2.107 soft skill organisation