• Tidak ada hasil yang ditemukan

MAKALAH SEJARAH LOKAL Program Studi Pend

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2018

Membagikan "MAKALAH SEJARAH LOKAL Program Studi Pend"

Copied!
9
0
0

Teks penuh

(1)

MAKALAH SEJARAH LOKAL

Tradisi Kololi Kie di Pulau Ternate

Oleh :

NANING DIYAH FATMAWATI

(134284040)

Program Studi Pendidikan Sejarah

Fakultas Ilmu Sosial

Universitas Negeri Surabaya

(2)

BAB I

Latar Belakang

Maluku Utara adalah salah satu provinsi di Indonesia. Provinsi yang biasa disingkat sebagai "Malut" ini terdiri dari beberapa pulau diKepulauan Maluku.

Ibukota terletak di Sofifi, Kecamatan Oba Utara, sejak 4 Agustus 2010 menggantikan kota terbesarnya, Ternate yang berfungsi sebagai ibukota sementara selama 11 tahun untuk menunggu kesiapan infrastruktur Sofifi

Tradisi (Bahasa Latin: traditio, "diteruskan") atau kebiasaan, dalam pengertian yang paling sederhana adalah sesuatu yang telah dilakukan untuk sejak lama dan menjadi bagian dari kehidupan suatu kelompok masyarakat, biasanya dari suatunegara, kebudayaan, waktu, atau agama yang sama. Hal yang paling mendasar dari tradisi adalah adanya informasi yang diteruskan dari generasi ke generasi baik tertulis maupun (sering kali) lisan, karena tanpa adanya ini, suatu tradisi dapat punah.

Tradisi ini harus dijaga dan dilestarikan oleh masyarakat agar tradisi itu tidak punah. Seperti halnya tradisi kololi kie. Masyarakat ternate sangat menjaga tradisi ini. Karena tradisi ini sudah dianggap sebagai cara mempertebal keimanan.

Kololi kie sendiri adalah tradisi ziarah para sufi dan mengelilingi pulau, karena makam para sufi ini tersebar diseluruh penjuru pulau. Kita dapat mengelilingi pulau melalui jalur darat dan jalur laut. Masyarakat ternate sangat antusias mengikuti acara ini. Beberapa tahun ini telah diadakan festival kololi kie.

Rumusan Masalah

1. Bagaimana sejarah singkat tradisi kololi kie ? 2. Bagaimana keistimewaan tradisi kololi kie ? 3. Bagaimana makna filosofis tradisi kololi kie ?

4. Bagaimana tahapan-tahapan pelaksanaan tradisi kololi kie ? Pembatasan masalah

Pada pembahasan kali ini penulis menggunakan batasan masalah. Batsan masalah yang penulis gunakan adalah :

(3)

Tujuan

(4)

BAB II

A. Sejarah Singkat Tradisi Kololi Kie

Menurut sejarawan terkenal Leonard Andaya (dalam Reid, 1993: 28-29), bahwa ancaman berupa bencana alam yang ditimbulkan oleh sebuah gunung berapi terkadang dapat melahirkan satu tradisi yang khas. Beberapa kawasan di Asia Tenggara, termasuk di daerah Maluku Utara, gunung terutama gunung berapi aktif dianggap sebagai representasi penguasa alam. Oleh sebab itu, keberadaan gunung selalu dihormati dengan cara melakukan beberapa ritual tertentu. Sebuah gunung dianggap mewakili sosok yang mengagumkan sekaligus mengancam, sehingga diperlukan upacara penghormatan supaya keberadaannya menjamin ketentraman, keamanan, dan keberadaan masyarakat di sekitarnya.

Menurut bahasa setempat, Kololi Kie memiliki arti “keliling gunung”. Jadi, upacara adat ini merupakan ritual mengelilingi sebuah gunung di Pulau Ternate, yaitu Gunung Gamalama. Gunung Gamalama merupakan gunung aktif dengan ketinggian 1.715 meter di atas permukaan laut (dpl) yang menjadi ikon pulau penghasil cengkeh ini.

Upacara Adat Kololi Kie biasanya diadakan apabila terdapat gejala alam yang menandai bakal meletusnya Gunung Gamalama, yang dapat mengganggu ketenangan masyarakat Ternate. Namun pada perkembangannya, selain untuk menghormati keberadaan Gunung Gamalama, upacara adat ini juga menjadi ritual pihak kesultanan dalam menghormati leluhur-leluhur mereka.

B. Keistimewaan Tradisi Kololi Kie

Upacara Adat Kololi Kie dimulai dari jembatan kesultanan (semacam pelabuhan) yang dikenal dengan nama Jembatan Dodoku Ali. Sebelum rombongan sultan dan para pembesar kerajaan menaiki perahu masing-masing, Imam Masjid Sultan Ternate yang bergelar Jou Kalem akan membacakan doa keselamatan di jembatan ini. Usai berdoa, sultan diikuti para pembesar kerajaan serta para pemimpin soa (kampung) menaiki perahu masing-masing. Perahu sultan dan para pembesar kerajaan memiliki ukuran yang lebih besar dengan bentuk menyerupai naga dan dihiasi kertas serta bendera kebesaraan kesultanan. Sementara perahu kecil-kecil dinaiki oleh para kepala soa dan masyarakat umum.

(5)

Selain berhenti di tiga tempat, sultan juga akan dijamu dalam upacara Joko Kaha, yaitu upacara penyambutan yang dilakukan oleh masyarakat adat di tepi Pantai Ake Rica. Setelah perahu-perahu merapat di tepi pantai, sultan dan permaisuri akan turun untuk mencuci kaki, lalu disambut secara adat oleh para tetua desa dan disuguhi berbagai hidangan lezat, seperti nasi kuning, ayam bakar, serta ikan bakar. Upacara penyambutan rombongan ini diiringi oleh alunan berbagai alat musik pukul dan gesek tradisional. Suguhan ini menggambarkan pengakuan masyarakat Ternate terhadap kebesaran sultan dan kerajaannya.

C. Makna filosofis tradisi kololi kie

Secara etimologi, kata “Kololi Kie” berasal dari bahasa asli Ternate yakni gabungan dari dua kata, yaitu ; yang berarti keliling atau mengintari dan kata “kie” yang berarti gunung, pulau, darat atau juga berarti daratan. Jadi, pengertian kata Kololi Kie secara umum bermakna; kegiatan mengitari atau mengililingi pulau/gunung. Ada istilah lain yang mempunyai arti serupa yang juga populer di masyarakat Ternate terhadap kegiatan kololi kie ini, yaitu “Ron Gunung“.

Ritual kololi kie ini sudah dilakukan oleh masyarakat Ternate sejak ratusan tahun lalu. Ritual adat ini merupakan salah satu dari dua ritual tertua yangdianggap satu paket, yakni ritual “Fere Kie” yaitu kegiatan ritual naik ke puncak gunung Gamalama untuk berziarah. Tradisi ritual adat kololi kie ini, jika dilihat dari sisi “route” yang dilalui, maka terdapat dua jalur yang bisa dilalui, yaitu; melalui jalur laut dan melalui jalur darat.

Jika dilihat dari aspek “niat” atau “hajat” untuk melaksanakan ritual ini, maka ritual adat kololi kie ini dibagi atas tiga kategori, yaitu ; niat atau hajat perorangan, hajatan kelompok, dan hajatan besar dari pihak kesultanan.Pada ritual adat kololi kie kategori niat atau hajat perorangan ini biasanya jarang dilakukan melalui laut, tapi kebanyakan melalui darat dengan menggunakan kendaraan darat baik mobil atau motor. Ritual adat ini biasanya dilakukan oleh seseorang apabila ia hendak merantau atau kembali ke kampung halaman setelah sekian lama merantau, atau juga mereka yang hendak melakukan pernikahan, atau sembuh dari penyakit yang lama diseritanya.

Pada ritual adat kololi kie kategori niat atau hajatan kelompok kebanyakan dilakukan melalui jalur laut (kololi kie toma ngolo). Maksudnya juga sama yaitu melaksanakan nazar yaitu ungkapan rasa syukur atas apa yang telah diberikan oleh Allah SWT sekaligus menziarahi makam-makam dan jere para sufi. Ritual adat ini biasanya dilakukan apabila kerabat atau keluarga batih ataupun kelompok yang hendak mendirikan rumah, hendak panen rempah-rempah atau mereka yang selamat dari malapetakan, bencana atau wabah.

makna utama dari ritual adat kololi kie ini adalah aktivitas ritual untuk menziarahi makam dan keramat para auliyah, mubaligh, dan beberapa orang ulama tasawuf Ternate jaman dahulu. Makam-makam keramat mereka ini tersebar di tempat-tempat tertentu di sekelilingi pulau ini, sehingga untuk menziarahi keseluruhannya dalam waktu yang bersamaan, harus dilakukan dengan mengitari pulau tersebut. (orang Ternate menyebut makam-makam para Joguru Lamo di jazirah ini dengan istilah “Jere”).

(6)

aqidah Islam dan ke-tauhid-an yang tetap ada dan masih dipertahankan hingga anak cucu sekarang ini.

Sikap bersyukur dan ungkapan terima kasih tersebut diekpresikan dengan cara tradisional yakni kegiatan ritual menziarahi tempat-tempat tertentu yang diyakini sebagai tempat makam atau Jere mereka yang berada di sekeliling pulau ini.Kebiasaan inilah yang kemudian menjadi suatu tradisi yang masih dipertahankan hingga saat ini, yang kita kenal dengan ritual kololi kie ini.

Ritual adat kololi kie ini adalah juga kegiatan “napak tilas” yang wajib bagi setiap warga pribumi Ternate jaman dahulu, yakni melakukan patroli darat dan laut dari kampung ke kampung untuk berjaga-jaga dan memantau situasi kampung-kampung dan perairan sekitar jikalau adanya ancaman yang datang dari pihak luar terhadap penduduk dan warga pesisir di sekeliling pulau Ternate melalui jalur laut. Hal ini sering dilakukan pada masa lampau oleh pasukan angkatan laut kesultanan Ternate dengan “Armada Kora-Kora” dalam memantau situasi negeri sepanjang pantai dan lautan sekeliling pulau Ternate waktu itu

Makna pedagogis yang tersirat dari tradisi ritual adat ini adalah mengajari kita tentang kewaspadaan territorial nasional dalam artian sempit (khusus lingkungan wilayah territorial kedaulatan kesultanan) atas gangguan-ngangguan keamanan dan ketertiban masyarakat yang datang dari pihak luar.

Makna pedagogis yang tersirat lainnnya adalah “kebersamaan”. karena sejak mulainya perjalanan ritual ini, tidak ada dari perahu-perahu peserta tersebut yang berkejar-kejaran atau saling mendahului. Semua dalam rasa dan nuansa kebersamaan. Semua sudah tahu dan menyadari bahwa perahu atau kapal yang ditumpangi Sultan adalah yang paling depan dan menjadi penjuru iring-iringan. Perahu yang berseliweran ke kiri atau ke kanan ataupun kadang kadang berubah posisi konfigurasi hanya perahu atau speedboat yang ditumpangi para juru dokumenter yang mengabadikan gambar kegiatan ini, baik melalui handycam maupun dengan camera. namun demikian hampir setiap peserta dalam rombongan juga memiliki peralatan dokumentasi pribadi masing-masing.

D. Tahapan-Tahapan Pelaksanaan Tradisi Kololi Kie

Khusus pada pelaksanaan ritual adat kololi kie toma ngolo (melalui jalur laut), selalu diawali tepat di perairan depan keraton kesultanan Ternate, yakni dari ujung jembatan kesultanan (semacam pelabuhan kerajaan jaman dahulu) yang dikenaldengan nama jembatan “Dodoku Ali” atau “Dodoku Mari”. Walaupun kadang-kadang para peserta menaiki perahu dari pelabuhan Dufa-Dufa, tapi tetap harus menuju ke posisi awal ini untuk mulai pelaksanaan ritual keliling pulau ini.

Sebelum rombongan Sultan dan para pembesar kerajaan menaiki perahu masing-masing, Imam Agung Kesultanan di Masjid Sultan Ternate yang bergelar “Jou Qalem” atau “Kadhi” yang akan membacakan doa keselamatan di jembatan ini. Usai berdoa, sultan diikuti para pembesar kerajaan serta para pemimpin soa (kampung) yang bergelar “Fanyira” akan menaiki perahu masing-masing.

(7)

Dalam perjalanan mengililingi pulau ini, rombongan perahu akan berhenti di beberapa tempat untuk melakukan tabur bunga dan memanjatkan doa. Tempat persinggahan yang agak lama dan biasanya peserta rombongan turun ke darat adalah di Ake Rica ini. Ritual adat ini merupakan bentuk penghormatan terhadap para leluhur kesultanan yaitu; Syai’idinaa Maulana Syekh DjaffarShaddiq sang pembawa agama Islam ke pulau ini.

Perlu digaris bawahi bahwa dalam ritual adat kololi kie di pulau Ternate ini, semua peserta yang ikut dalam pelaksanaan ritual ini akan melewati 4 (empat) sudut utama dari lingkaran pulau Ternate. Istilah untuk keempat sudut ini adalah “Libuku Raha” (libuku=sudut, raha=empat). Dalam ritual ini terdapat terdapat 13 (tiga belas) titik keramat yang wajib diziarahi sepanjang route mengelilingi pulau hingga kembali ke posisi semula.

Jere Kulaba adalah makam keramat salah satu dari beberapa orang sufi Ternate yang terkenal di masanya dengan peran utamanya adalah memperkokoh tegaknya syariat Islam di Ternate pada pada sekitar tahun 1705. Menurut keterangan dari salah satu nara sumber penulis Abdul Kadir Mailudu atau sering disapa Tete Baa (sudah almarhum), yang keterangannya diperoleh penulis beberapa tahun lalu, terungkap bahwa nama pemilik makam dengan batu nisan tertinggi di Jere Kulaba ini adalah seorang ahli tasawuf Ternate yang hidup sekitar akhir abad ke-17 hingga awal abad ke-18 Masehi, yang bernama; “Syekh Abdul ibnur-Rachman” yang bernama asli Ternate adalah; “Dumade”.

Tidak semua orang di sini tahu nama makam keramat yang sangat sering diziarahi penduduk Ternate ini. Semua penduduk Ternate hanya tahu makam keramat ini dengan sebutan Jere Kulaba saja. Sengaja penulis tuliskan dan publikasikan nama yang sangat dirahasiakan oleh orang tua-tua ini dengan tujuan agar generasi muda Ternate juga mengetahuinya.

Makam ini sangat terkenal di seantero pulau Ternate dan pulau sekitarnya. Makam keramat ini memiliki batu nisan tertinggi di pulau Ternate, yakni kurang lebih hampir 1,7 meter atau setinggi tubuh orang dewasa. Orang banyak sering menyebutnya Jere Kulaba karena lokasinya berada tepat di belakang desa Kulaba di pulau Ternate.

Kira-kira sekitar 20 hingga 30 menit meninggalkan tempat itu rombongan perahu ini melewati salah satu tempat keramat di desa sulamadaha yakni “Sao Madaha”. Tempat yang dianggap keramat ini berada di dalam sebuah teluk kecil di ujung desa ini.

Nun jauh di atas di lereng pegunungan gunung Gamalama terdapat sebuah bukit yang disebut dengan “Buku Deru-Deru”. Bukit ini oleh orang Ternate secara ritual juga dianggap sebagai salah satu sudut pulau dari empat sudut (Libuku Raha) yang ada di pulau ini. Sambil melewat tempat ini juga dilakukan pembacaan doa khusus oleh salah satu Imam yang turut menumpangi perahu Sultan berada.

Sekitar 20 menit dari tempat ini rombongan tiba di perairan desa Bandinga. Tempat ini juga dianggap oleh masyarakat Ternate merupakan sudut pulau yang ketiga yang dikenal “Libuku Bandinga Mari Hisa”. (mari=batu, hisa=pagar). Libuku Bandinga Mari Hisa ini merupakan salah sudut pulau yang dianggap keramat dimana pulau Ternate dibagi dua dengan patokan posisi awal dari depan Keraton kesultanan Ternate. Artinya rombongan upacara ritual kololi kie ini sudah melewati separuh lingkaran keliling pulau Ternate (50 %).

Sekali lagi dijelaskan, bahwa selama melalukan perjalanan mengelilingi pulau ini, iring-iringan perahu tiap “Soa” (kampung) dilengkapi dengan alat musik Tifa, Gongdan Fiol (alat musik gesek), suasana adat dan tradisional sangat terasa dalam perjalanan ini.

(8)

menit, rombongan melewati pemukiman Foramadiyahi yang terletak jauh di atas lereng gunung Gamalama. Di tempat ini terdapat makam Sultan Babullah ibn Khairun Djamilu sang legendaris pengusir penjajah dari bumi Ternate. Dari kejauhan di laut, rombongan ini melakukan pembacaan doa-doa khusus untuk makam ini.

Sepuluh menit dari pesisir pantai Talangame, rombongan mulai memasuki pesisir kota Ternate, dan arah perjalanan rombongan sudah menghadap ke utara. Perjalanan keliling pulau ini sudah mencapai 90 %. Setelah melewati mesjid raya Ternate Al-Munawar, dibacakan pula doa khusus ketika sedang melewati kawasan Malayu Cim (Benteng Oranye dan sekitarnya). Rombongan armada melewati perairan di pusat kota Ternate.

Perjalanan ritual adat kololi kie ini tinggal kira-kira 15 menit lagi. Sekitar satu kilometer menjelang tempat pemberhentian di pelabuhan Dokoku Ali (tempat memulainya perjalanan ini) dari laut dibacakan doa khusus untuk beberapa makam para Sultan Ternate yang berada di daratan tepatnya di dalam kompleks mesjid kesultanan, makam-makam disebut oleh orang Ternate dengan “Jere Sigi Lamo” (Makam raja di Mesjid Sultan).

(9)

BAB III Kesimpulan

Dari gambaran pelaksanaan tradisi kegiatan kololi kie yang penulis gambarkan di atas, dapat disimpulkan bahwa tradisi ini adalah sebuah kebiasaan masyarakat yang bersifat ritualistis karena pelaksanaannya tidak sekedar mengitari pulau ini, tapi harus dipandu dan dipimpin oleh orang yang mengetahui seluk beluk ritual ini. Kegiatan ritual kololi kie ini bukan sekedar aktivitas seremonial belaka, melainkan banyak makna yang tersirat dan tersurat yang mungkin bisa kita petik. Mungkin pula tradisi ritual seperti ini ada juga di tempat-tempat lain di nusantara ini, tapi dengan nuansa dan sebutan yang mungkin berbeda pula.

Upacara Adat Kololi Kie biasanya diadakan apabila terdapat gejala alam yang menandai bakal meletusnya Gunung Gamalama, yang dapat mengganggu ketenangan masyarakat Ternate. Namun pada perkembangannya, selain untuk menghormati keberadaan Gunung Gamalama, upacara adat ini juga menjadi ritual pihak kesultanan dalam menghormati leluhur-leluhur mereka.Jadi, kita sebagai generasi muda harus dapat dan melestarikan tradisi yang ada. Karena ini sudah menjadi kebiasaan dan ini menjadikan warga atau masyarakat ternate. Dan ini akan menjadikan ternate semakin dikenal oleh dunia luar.

Saran dan kritik

Penulis masih belum sebrapa berpengalam dalam menulis karya tulis sejarah jadi mohon bimbingan dari para pembaca agar karya ini dapat dibenahi dan supaya tulisan ini dapat bermanfaat untuk orang lain.

Daftar Pustaka

https://ternate.wordpress.com/2010/02/23/kololi-kie-tradisi-ritual-adat-mengelilingi-pulau-ternate-sambil-ziarah-beberapa-makam-keramat/

Referensi

Dokumen terkait

Penelitian ini dilatar belakangi fenomena yang menunjukkan bahwa kinerja pegawai kurang optimal pada Kantor Kecamatan Pemali Kabupaten Bangka serta mengetahui

• Indonesia OneSearch adalah sebuah Open Access Discovery System (portal pencarian open access). • Setiap institusi dapat bergabung dengan IOS, selama repositorynya menyediakan

 Kemungkinan besarnya cadangan dan potensi listrik di daerah tersebut lebih kecil dari yang diperkirakan atau tidak bernilai komersial (resiko eksplorasi)..  Kemungkinan jumlah

Percobaan kultur jaringan dilakukan dengan menggunakan eksplan biji muda cendana yang endospermanya masih meristematis hingga dimungkinkan mengalami morfogenetis membentuk

75,2% artinya variabel promosi dan kualitas pelayanan memberikan pengaruh terhadap minat calon nasabah tabungan Impian iB sebesar 75,2%, sedangkan sisanya 24,8%

1.2.1 Jelaskan manfaat program studi terhadap institusi, masyarakat, serta bangsa dan negara. Untuk pengusulan program studi baru yang diusulkan oleh perguruan tinggi lama,

Adapun yang dilakukan peneliti untuk meningkatkan kemampuan berhitung pembagian bersusun ( porogapit ) pada materi mengubah bentuk pecahan yaitu menggunakan

Pupuk merupakan suatu bahan organik atau anorganik yang berasal dari alam atau buatan yang diberikan pada tanaman secara langsung atau tidak langsung untuk menambah unsur