• Tidak ada hasil yang ditemukan

Penerapan Pembelajaran Kooperatif Model. pdf

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2018

Membagikan "Penerapan Pembelajaran Kooperatif Model. pdf"

Copied!
15
0
0

Teks penuh

(1)

PENERAPAN PEMBELAJARAN KOOPERATIF

MODEL NUMBERED HEADS TOGETHER

UNTUK MENINGKATKAN HASIL BELAJAR SISWA SAAT INI

MAKALAH

UNTUK MEMENUHI TUGAS MATAKULIAH

Bahasa Indonesia Keilmuan

yang dibina oleh Ibu Heni Dwi Arista, S.Pd.

oleh

Fikryyah Dwi Cahyani

100421401399

UNIVERSITAS NEGERI MALANG

FAKULTAS EKONOMI

JURUSAN AKUNTANSI

(2)

1 BAB I PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Penulisan

Peningkatan mutu pendidikan telah banyak dilakukan di Indonesia, hal ini

dapat dilihat dari perkembangan kurikulum yang digunakan untuk memperbaiki

kurikulum sebelumnya. Penerapan kurikulum baru, yaitu Kurikulum Tingkat

Satuan Pendidikan (KTSP) adalah penyempurna dari Kurikulum Berbasis

Kompetensi (KBK). Salah satu prinsip dikembangkannya KTSP menurut Efendi

(2009:68) adalah berpusat pada potensi, perkembangan, kebutuhan, dan

kepentingan peserta didik dan lingkungannya. Prinsip tersebut memiliki makna

kegiatan pembelajaran di kelas dapat dioptimalkan dengan cara mengembangkan

kompetensi peserta didik yang disesuaikan dengan bakat, perkembangan,

kebutuhan, dan kepentingan peserta didik sendiri serta tuntutan lingkungan.

Kegiatan pembelajaran tersebut akan membantu peserta didik untuk dapat

meningkatkan pemahaman, pengetahuan, bahkan interaksi dengan peserta didik

lain karena orientasi kegiatan pembelajaran tersebut mengajarkan peserta didik

untuk ikut terlibat aktif dalam proses pembelajaran sehingga peserta didik

benar-benar mampu mengembangkan berbagai kompetensi yang dimiliki.

Dilihat dari tujuannya, KTSP bertujuan untuk mengembangkan seluruh

kompetensi siswa atau life skill siswa. Untuk mencapai tujuan tersebut, maka

perlu adanya suatu pembaharuan dalam pendekatan pembelajaran, pendekatan

pembelajaran yang sesuai untuk menerapkan KTSP adalah pembelajaran

kontekstual. Di dalam pembelajaran ini, orientasi pembelajaran berpusat pada

anak, serta belajar individual di mana anak bisa bekerja sesuai dengan tingkat

kemampuan dan kecepatan masing-masing. Metode pembelajaran yang dipakai

menekankan pada belajar sambil melakukan sesuatu (learning by doing) atau

pemecahan masalah (problem solving), serta melibatkan belajar kelompok

(cooperative learning) sebagai perwujudan dari interaksi sosial dan sarana

(3)

2

Menurut penulis, metode pembelajaran yang masih sering digunakan oleh

guru adalah metode ceramah. Dimana guru hanya sebagai satu-satunya sumber

informasi dalam kegiatan pembelajaran. Siswa dalam hal ini cenderung pasif

dengan hanya mendengar dan mencatat apa yang disampaikan oleh guru. Keadaan

seperti ini akan membuat hasil proses dan hasil belajar siswa kurang maksimal

dan tidak dapat membantu siswa untuk mengembangkan seluruh kompetensi yang

dimiliki mereka sesuai dengan tujuan penerapan KTSP.

Oleh karena itu, diperlukan penerapan pembelajaran yang menuntut

adanya kerjasama dan tanggungjawab kelompok. Selain itu siswa juga terlibat

langsung dalam kegiatan pembelajaran dan dituntut untuk selalu aktif. Pada

pembelajaran ini guru menghadirkan situasi nyata ke dalam kelas sehingga siswa

mengalami sendiri apa yang dipelajarinya. Pembelajaran yang dimaksud adalah

pembelajaran kooperatif dengan menggunakan pendekatan kontekstual.

Pembelajaran kooperatif yang digunakan adalah Numbered Heads

Together (NHT). Metode ini dirancang untuk mempengaruhi pola interaksi siswa

dan sebagai alternatif terhadap struktur kelas tradisional. Menurut Heather Coffey

(dalam Soetijpto, 2010:100), NHT adalah sebagai strategi kooperatif yang

menawarkan alternatif terhadap pendekatan kompetitif seluruh kelas melalui tanya

jawab, dimana guru mengajukan pertanyaan dan kemudian memanggil salah satu

siswa untuk mengangkat tangannya. Hal ini digunakan sebagai salah satu cara

untuk memastikan respons siswa yang lebih merata.

Pada saat guru mengajukan pertanyaan, setiap anggota dari setiap

kelompok memiliki kesempatan yang sama untuk menjawab. Pertanyaan tersebut

akan dijawab siswa melalui pemanggilan secara acak dan anggota kelompok lain

memiliki nomor yang sama berkesempatan memberi tanggapan terhadap jawaban

dari siswa yang ditunjuk guru. Wakil kelompok yang menjawab pertanyaan tidak

hanya berfokus pada siswa yang mampu saja atau didasarkan atas kesepakatan

kelompok tetapi semua anggota kelompok memiliki kesempatan yang sama.

Selain itu metode kooperatif model NHT ini dapat mengurangi kegaduhan di

dalam kelas karena perebutan kesempatan oleh siswa yang ingin menjawab.

Berdasarkan uraian di atas, maka penulis membuat suatu karya ilmiah

(4)

NUMBERED HEADS TOGETHER UNTUK MEMBANTU MENINGKATKAN

HASIL BELAJAR SISWA SAAT INI”.

B. Rumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang penulisan di atas, maka rumusan masalah pada

penulisan ini adalah:

1) Bagaimanakah penerapan pembelajaran kooperatif model NHT?

2) Bagaimanakah proses dan hasil belajar siswa sebelum penerapan

pembelajaran kooperatif model NHT?

3) Bagaimanakah proses dan hasil belajar siswa setelah penerapan pembelajaran

kooperatif model NHT?

C. Tujuan Penulisan

Berdasarkan rumusan masalah tersebut, maka tujuan penulisan ini adalah:

1) Untuk mengetahui penerapan pembelajaran kooperatif model NHT.

2) Untuk mengetahui proses dan hasil belajar siswa sebelum penerapan

pembelajaran kooperatif model NHT.

3) Untuk mengetahui proses dan hasil belajar siswa setelah penerapan

pembelajaran kooperatif model NHT.

D. Manfaat Penulisan

Manfaat penulisan ini adalah sebagai berikut.

1) Bagi guru, penulisan ini dapat digunakan sebagai masukan agar penerapan

pembelajaran kooperatif model NHT digunakan sebagai salah satu alternatif

dalam kegiatan pembelajaran di kelas.

2) Bagi penulis, penulisan ini dapat memberikan pengetahuan mengenai

penerapan dan pengaruh pembelajaran kooperatif model NHT terhadap hasil

(5)

4 BAB II PEMBAHASAN

A. Pembelajaran Kooperatif

Efendi (2009:72) menyatakan bahwa pembelajaran kooperatif adalah

strategi pembelajaran yang dirancang secara berkelompok, di mana siswa belajar

bersama dan saling membantu dalam membuat tugas dengan penekanan pada

situasi untuk saling membantu diantara anggota kelompok. Dengan sifatnya yang

saling membantu dan mendukung satu sama lain, penulis berpendapat bahwa

dalam pembelajaran kooperatif tidak ada kompetisi, sebab keberhasilan belajar

adalah keberhasilan kelompok. Sehingga dapat disimpulkan bahwa dalam

pembelajaran kooperatif terdapat interaksi antara siswa dengan siswa dan guru

dengan siswa. Tujuan utama diterapkannya pembelajaran kooperatif adalah untuk

menciptakan situasi dimana keberhasilan dapat tercapai bila siswa lain juga

mencapai tujuan tersebut.

Menurut Suyanto (2008) dalam Efendi (2009:72), ada lima prinsip yang

mendasari pembelajaran kooperatif, yaitu: (1) positive interdependence: saling

tergantung secara positif artinya anggota kelompok menyadari bahwa mereka

perlu bekerjasama untuk mencapai tujuan, (2) face to face interaction: semua

anggota berinteraksi dengan saling berhadapan, (3) individual accountability:

setiap anggota harus belajar dan menyumbang demi pekerjaan dan keberhasilan

kelompok, (4) use of collaborative/social skills: keterampilan bekerjasama dan

bersosialisasi diperlukan, untuk ini diperlukan bimbingan guru agar siswa dapat

berkolaborasi, (5) group processing: siswa perlu menilai bagaimana mereka

bekerja secara efektif.

Salah satu prinsip yang menurut penulis sangat erat kaitannya dengan

tujuan penerapan KTSP adalah prinsip face to face interaction. Prinsip ini

menekankan akan pentingnya interaksi antar siswa dalam kelompok. Interaksi ini

nantinya diharapkan dapat menbangun rasa percaya diri siswa untuk

(6)

anggota kelompok yang lain. Hal ini akan menimbulkan keaktifan pada diri siswa

terutama keaktifan untuk berani berbicara sehingga pengetahuan akan materi

pelajaran di kelas akan lebih banyak diperoleh siswa dengan berdiskusi bersama.

Walaupun wujud penerapan pembelajaran kooperatif adalah dengan

belajar secara berkelompok, tidak berarti guru hanya diam saja. Peran guru malah

akan sangat penting dalam kegiatan pembelajaran. Pada saat pelajaran dimulai,

guru harus menyampaikan pengantar materi pelajaran agar selama proses diskusi

siswa tidak mengalami kesulitan. Selama proses diskusi guru juga harus

melakukan pengamatan untuk mengetahui bagaimana keadaan kelas pada saat

diskusi berlangsung. Hal-hal tersebut dilakukan agar siswa benar-benar mampu

mengembangkan semua kompetensi yang ada dalam dirinya dengan cara turut

aktif dalam kegiatan diskusi.

Beberapa hal yang perlu diperhatikan dalam pembelajaran kooperatif

menurut Efendi (2009:72): (1) hasil kerja adalah hasil kelompok, (2) penghargaan

adalah untuk kelompok bukan untuk perorangan, (3) setiap anggota mempunyai

peran atau tugas yang merupakan bagian dari tugas kelompok, (4) antar anggota

saling memberi dorongan dan saling membantu, (5) guru memberi umpan balik

atau feedback kepada kelompok, dan (6) semua anggota kelompok bertanggung

jawab atas tugas kelompoknya.

Berdasarkan uraian mengenai pembelajaran kooperatif diatas, penulis

menyimpulkan bahwa pembelajaran kooperatif memiliki banyak kelebihan yang

dapat membantu siswa untuk aktif dalam kegiatan pembelajaran.

Kelebihan-kelebihan tersebut antara lain sebagai berikut. (1) siswa memperoleh pengetahuan

dan pemahaman terhadap materi pelajaran berdasarkan kemampuan berpikir

sendiri dan informasi lain dari kelompok, (2) siswa tidak bergantung pada guru

karena mereka memiliki kelompok yang saling membantu agar tiap anggota dapat

memahami materi pelajaran, (3) adanya kelompok membantu siswa mampu untuk

bekerja sama sehingga kemampuan interaksi sosialnya berkembang, dan (4) jika

guru memberikan latihan soal untuk dikerjakan secara berkelompok, siswa akan

termotivasi dan berlomba untuk menjadi kelompok yang pertama yang

(7)

6

B. Pembelajaran Kooperatif Model Numbered Heads Together (NHT)

Numbered Heads Together (NHT) atau penomoran berpikir bersama

adalah jenis pembelajaran kooperatif yang dirancang untuk mempengaruhi pola

interaksi siswa dan sebagai alternatif terhadap struktur kelas tradisional. NHT

pertama kali dikembangkan oleh Spenser Kagen (1993) untuk melibatkan lebih

banyak siswa dalam menelaah materi yang tercakup dalam suatu pelajaran dan

mengecek pemahaman mereka terhadap isi pelajaran tersebut (Trianto, 2007:62).

Menurut Soetijpto (2010:102) pembelajaran model NHT memuat langkah-langkah

sebagai berikut.

Pertama : Numbering (penomoran); Dalam setiap kelompok, siswa menghitung

dengan jumlah siswa dalam kelompok. Jika Anda memiliki enam

kelompok siswa, siswa menghitung 1-6. Mereka ini dalam urutan

apapun yang mereka pilih. Jika ada grup dengan hanya lima siswa di

dalamnya, salah satu siswa akan memiliki dua nomor.

Kedua : Questioning (mengajukan pertanyaan); Guru mengajukan pertanyaan

kepada siswa disini berupa lembar masalah yang berhubungan dengan

pokok bahasan. Pertanyaan dapat bervariasi dari yang bersifat spesifik

sampai pada hal yang bersifat umum.

Ketiga : Heads Together (berpikir bersama); Siswa menyatukan pendapatnya

terhadap jawaban itu dan meyakinkan tiap anggota dalam timnya

mengetahui jawaban tersebut.

Keempat : Answering (menjawab); Guru memanggil suatu nomor tertentu,

kemudian siswa yang nomornya sesuai mengacungkan tangannya

mencoba untuk menjawab pertanyaan untuk seluruh kelas. Kemudian

guru bertanya kepada siswa yang bernomor sama pada kelompok lain

untuk menanggapi tersebut.

Sedangkan menurut penulis, langkah-langkah dalam menerapkan

pembelajaran kooperatif model NHT adalah sebagai berikut.

1) Guru memberikan siswa nomor 1 sampai 4 dalam kelompok

2) Guru memberikan pertanyaan atau masalah

3) Siswa secara berkelompok bersama-sama mendiskusikan jawabannya dan

(8)

4) Guru memanggil nomor secara acak dari 1 sampai 4

5) Siswa yang mendapat nomor untuk dipanggil harus menjawab pertanyaan

dari guru dan anggota kelompok lain tidak boleh membantu

6) Kemudian guru meminta tanggapan siswa lain apakah mereka setuju atau

tidak setuju terhadap jawabannya yang dikemukakan oleh siswa tersebut

7) Guru meminta siswa lain yang memiliki nomor yang sama untuk

mengemukakan pendapatnya

8) Guru memberikan kesimpulan

Tujuan penerapan pembelajaran kooperatif model NHT adalah: (1)

melibatkan seluruh siswa dalam pemecahan pertanyaan atau masalah. Setiap

siswa dalam kelompok mempunyai kesempatan yang sama untuk dapat berbagi

ide sehingga dapat menghindari kemungkinan terjadinya satu siswa mendominasi

pembelajaran dalam kelompoknya, (2) meningkatkan pribadi yang

bertanggungjawab. Setiap siswa dapat saling berbagi ide dengan sesama anggota

dalam kelompok atau anggota kelompok yang lain, (3) meningkatkan

pembelajaran bersama. Dalam proses pembelajaran untuk dapat meningkatkan

hasil belajar setiap siswa harus bekerjasama. Setiap siswa dalam kelompok harus

memeriksa bahwa setiap anggota kelompok dapat mengerti dan menjawab

pertanyaan, (4) meningkatkan semangat dan kepuasan kelompok, dan (5)

memberikan dukungan kepada semua siswa dalam memecahkan atau memikirkan

jawaban dari pertanyaan yang menantang.

C. Proses dan Hasil Belajar Siswa Sebelum Penerapan Pembelajaran Kooperatif Model Numbered Heads Together (NHT)

Berdasarkan pengetahuan dan pengalaman penulis sendiri semasa sekolah

dahulu, kegiatan pembelajaran di kelas sebagian besar didominasi oleh ceramah

guru. Akibatnya suasana kelas menjadi sepi karena siswa, termasuk penulis, cepat

merasa bosan dan lebih memilih untuk diam. Bahkan ada beberapa siswa yang

memilik untuk bermain handphone atau tertidur di kelas. Hal tersebut

menyebabkan materi pelajaran yang disampaikan oleh guru menjadi tidak

(9)

8

Ketika guru mengajukan pertanyaan, hanya beberapa siswa saja yang mau

menganggapi. Begitu pula sebaliknya ketika guru memberikan kesempatan untuk

bertanya hanya beberapa siswa saja mau mengacungkan tangannya. Akibatnya

pola pikir yang mungkin muncul pada guru adalah, anak yang sering bertanya

adalah anak yang pintar, sedangkan mereka yang kurang mau berpartisipasi

adalah anak yang kurang pintar. Pemikiran ini sudah seharusnya dihilangkan

dengan cara guru harus memastikan bahwa respon seluruh siswa merata dan

memahami bahwa kurangnya minat siswa untuk ikut aktif dalam pembelajaran di

kelas adalah karena model pembelajaran yang digunakan oleh guru tidak sesuai

dengan keadaan kelas.

Guru juga pernah melakukan diskusi kelas, namun kenyataannya hanya

beberapa siswa saja yang aktif dalam kelompok, sebagian lain tidak ikut

berdiskusi dan hanya mengobrol saja. Selain itu, seringkali dalam kegiatan diskusi

guru kurang mempersiapkan perencanaan yang baik karena banyak waktu

terbuang. Salah satunya adalah karena siswa terlebih dahulu harus memilih

anggota kelompok mereka sendiri dan masih harus menata bangku untuk

berdiskusi. Pada saat guru memberikan tugas untuk dikerjakan secara berdiskusi,

waktu yang diberikan untuk menyelesaikan tugas tersebut tidak cukup, sehingga

sampai jam pelajaran berakhir tugas tersebut belum sepenuhnya diselesaikan.

Bahkan diskusi juga berlanjut pada jam istirahat. Kelompok pada akhirnya

memang mampu menyelesaikan tugas tersebut, namun rata-rata anggota dalam

kelompok masih bingung terhadap tugas tersebut karena hanya beberapa siswa

saja yang mengerjakan.

D. Metodologi Penelitian

Proses dan hasil belajar siswa setelah penerapan pembelajaran kooperatif

model NHT dapat diketahui dengan cara melakukan penelitian. Pendekatan yang

digunakan dalam penelitian adalah pendekatan kualitatif dan jenis penelitian yang

digunakan adalah Penelitian Tindakan Kelas (PTK). PTK ialah suatu penelitian

yang dilakukan secara sistematis reflektif terhadap berbagai tindakan yang

dilakukan oleh guru yang sekaligus sebagai peneliti, sejak disusunnya suatu

(10)

kegiatan belajar-mengajar, untuk memperbaiki kondisi pembelajaran yang

dilakukan. Sementara itu, dilaksanakannya PTK di antaranya untuk meningkatkan

kualitas pendidikan atau pangajaran yang diselenggarakan oleh

guru/pengajar-peneliti itu sendiri, yang dampaknya diharapkan tidak ada lagi permasalahan yang

mengganjal di kelas (KKG Wilayah Kepengawasan II, 2011).

PTK setidaknya memiliki lima karakteristik yaitu: (1) didasarkan pada

masalah yang dihadapi guru dalam instruksional, (2) adanya kolaborasi dalam

pelaksanaannya, (3) penelitian sekaligus sebagai praktisi yang melakukan refleksi,

(4) bertujuan memperbaiki dan atau meningkatkan kualitas praktek instruksional,

(5) dilaksanakan dalam rangkaian langkah dengan beberapa siklus. Konsep pokok

action research menurut Kurt Lewin terdiri dari empat komponen, yaitu: (1)

perencanaan (planning), (2) tindakan (acting), (3) pengamatan (observing), dan

(4) refleksi (reflecting). Hubungan keempat komponen itu dipandang sebagai satu

siklus. Model Kurt Lewin menjadi acuan pokok atau dasar dari berbagai model

action research, terutama classroom action research (PTK) (KKG Wilayah

Kepengawasan II, 2011). Rancangan dan prosedur penelitian disajikan dalam

Gambar 2.1 berikut.

Gambar 2.1 Riset Aksi Model John Elliot

(Sumber: akhmadsudrajat.wordpress.com)

Gambar tersebut adalah tahap penerapan PTK secara umum di kelas. Dari

tahap-tahap tersebut, penulis mencoba menjabarkannya secara lebih rinci untuk

(11)

10

I, guru terlebih dahulu menyiapkan perencanaan dalam pembelajaran di kelas.

Antara lain: (1) menyusun Rencana Pelaksanaan Pembelajaran (RPP) yang

didasarkan pada Kompetensi Dasar (KD) yang ada dalam silabus, (2) membuat

latihan soal untuk dibagikan kepada siswa, (3) membuat daftar anggota kelompok

yang terdiri dari 4-5 orang. Hal ini dimaksudkan untuk menghemat waktu

dibandingkan dengan menyuruh siswa untuk menentukan anggota kelompok

mereka sendiri, (4) membuat nomor dada siswa untuk nanti dipasang selama

kegiatan diskusi berlangsung, dan (5) membuat lembar pengamatan untuk

mencatat kegiatan diskusi dan mencatat keaktifan siswa dalam berdiskusi.

Setelah perencanaan dibuat, tahap selanjutnya adalah pelaksanaan dan

pengamatan. Tahap pengamatan dilakukan selama pembelajaran berlangsung, hal

ini dimaksudkan untuk mengetahui bagaimana kondisi kelas selama proses

diskusi. Dalam tahap pengamatan ini, guru menggunakan lembar pengamatan

yang isinya adalah rentang nilai untuk mengukur tingkat keaktifan siswa seberapa

sering ia bertanya dan mengajukan pendapat. Guru juga mencatat kelebihan dan

kekurangan yang ada selama proses diskusi melalui lembar pengamatan yang lain.

Tahap pelaksanaan diharapkan sesuai dengan RPP yang disusun

sebelumnya. Hal ini bertujuan agar kegiatan diskusi berlangsung dengan lancar

dan dapat menghemat waktu. Kegiatan diskusi diawali dengan kegiatan pembuka

oleh guru yaitu berdoa kemudian menyampaikan indikator dan pentingnya materi

pelajaran yang akan disampaikan. Selanjutnya adalah kegiatan inti, yaitu siswa

berdiskusi secara berkelompok dan diakhiri dengan kegiatan penutup dimana guru

menyimpulkan materi pelajaran dan memberikan soal. Tahap akhir pada siklus I

adalah tahap refleksi. Tahap ini dilakukan untuk mengetahui kelebihan dan

kekurangan yang terjadi selama pembelajaran pada siklus I. Hasil refleksi ini

digunakan untuk perbaikan siklus II.

Tahap-tahap kegiatan yang dilaksanakan pada siklus II pada dasarnya

sama dengan tahap pada siklus tahap I. Guru terlebih dahulu melakukan

perencanaan, kemudian mempraktekkannya dalam tahap pelaksanaan yang

bersamaan dengan tahap pengamatan. Kelebihan-kelebihan pada siklus I tetap

dipertahankan sedangkan kekurangan-kekurangan yang terjadi selama siklus I

(12)

sebagai acuan untuk perencanaan siklus II. Namun, tahap refleksi pada siklus II

digunakan untuk menentukan perlu tidaknya diadakan siklus selanjutnya.

E. Proses dan Hasil Belajar Siswa Setelah Penerapan Pembelajaran Kooperatif Model Numbered Heads Together (NHT)

Berdasarkan uraian-uraian mengenai mengenai pembelajaran kooperatif

model NHT di atas, penulis menyimpulkan bahwa proses belajar siswa setelah

penerapan model NHT bisa dikatakan baik. Hal ini didasarkan pada

kelebihan-kelebihan yang dimiliki oleh pembelajaran kooperatif tersebut untuk dapat

meningkatkan keaktifan siswa melalui diskusi kelompok. Siswa akan memiliki

rasa percaya diri karena ia mampu menyampaikan pemahaman terhadap materi

pelajaran dengan caranya sendiri. Siswa juga tidak lagi merasa bosan selama

kegiatan pembelajaran karena mereka akan terus terlibat secara aktif dalam proses

diskusi. Karena masing-masing siswa memiliki nomor dada yang berbeda, maka

secara tidak langsung tiap-tiap anggota dalam kelompok akan mempunyai rasa

tanggung jawab yang tinggi agar dapat menguasai materi pelajaran sehingga

ketika nomor mereka disebut, mereka mampu mewakili kelompok dengan

menjawab pertanyaan secara tepat.

Selain itu, penerapan pembelajaran kooperatif model NHT juga dapat

meningkatkan hasil belajar siswa di kelas. Dengan berdiskusi secara berkelompok

siswa akan lebih mudah memahami materi pelajaran yang diberikan oleh guru

karena mereka saling membantu agar tiap-tiap anggota kelompok memahami

materi pelajaran tersebut dengan cara menjelaskannya dengan kata-kata sendiri.

Oleh karena itu, siswa akan lebih mudah untuk mengingat sehingga motivasi

belajar siswa juga akan meningkat. Hasilnya, ketika mengerjakan tugas akhir tiap

siklus, siswa akan penuh percaya diri mengerjakannya dengan kemampuan

(13)

12 BAB III PENUTUP

A. Kesimpulan

1. Pembelajaran kooperatif memiliki kelebihan dibandingkan dengan metode

pembelajaran konvensional atau ceramah. Pembelajaran kooperatif

memberikan banyak pengaruh positif kepada peserta didik sehingga

membantu peserta didik untuk lebih aktif dalam kegiatan pembelajaran.

Pembelajaran kooperatfi model NHT adalah jenis pembelajaran kooperatif

yang dirancang untuk mempengaruhi pola interaksi siswa dan sebagai

alternatif terhadap struktur kelas tradisional. Langkah-langkah penerapan

NHT adalah sebagai berikut. (1) guru meminta siswa membentuk sebuah

kelompok, (2) masing-masing kelompok terdiri atas 4 orang. Masing-masing

siswa mendapatkan nomor 1, 2, 3, dan 4, (3) guru menanyakan beberapa

pertanyaan, (4) anggota kelompok kemudian berdiskusi dan meyakinkan

bahwa masing-masing anggota kelompok mengetahui jawabannya, dan (5)

guru menyebutkan sebuah nomor dan meminta anggota masing-masing

kelompok yang memiliki nomor tersebut untuk menjawab pertanyaan tersebut.

2. Proses dan hasil belajar siswa di kelas rata-rata di dominasi oleh metode

konvensional atau ceramah, dimana gurulah yang lebih aktif dalam kegiatan

pembelajaran dengan menyampaikan materi pelajaran sedangkan siswa

cenderung pasif dengan hanya duduk dan mendengarkan saja. Hal ini dapat

menyebabkan kemauan siswa untuk belajar menjadi rendah, karena siswa

cenderung cepat merasa bosan sehingga kurang berkonsentrasi dalam

pelajaran.

3. Untuk membantu siswa agar dapat lebih aktif dalam kegiatan pembelajaran

sehingga motivasi belajar siswa menjadi besar dan hasil belajar juga semakin

meningkat, maka guru perlu menerapkan metode pembelajaran yang baru

sebagai pengganti dari metode konvensional, dimana siswa harus terlibat aktif

(14)

kooperatif model NHT yang dapat membantu meningkatkan hasil belajar

peserta didik. Proses pembelajaran di kelas juga menjadi lebih baik karena

antara peserta didik yang satu dengan yang lainnya saling berinteraksi,

bertukar pikiran, serta saling membantu agar sama-sama dapat memahami

materi pelajaran dengan baik.

B. Saran

Berdasarkan paparan data pembahasan maka dapat dikemukakan beberapa

saran sebagai berikut.

1. Guru diharapkan memberikan perhatian secara meyeluruh kepada siswa dan

lebih banyak memacu siswa untuk lebih semangat belajar dan aktif dalam

menyampaikan pendapatnya mengenai materi pelajaran sehingga siswa

senang mempelajari lebih dalam tentang materi yang disampaikan.

2. Sekolah diharapkan dapat menggunakan pembelajaran kooperatif model NHT

sebagai alternatif dalam strategi kegiatan belajar mengajar untuk peningkatan

hasil belajar yang maksimal.

3. Pembelajaran kooperatif model NHT hendaknya dicobakan oleh peneliti yang

(15)

14

DAFTAR RUJUKAN

Efendi, M. 2009. KURIKULUM DAN PEMBELAJARAN: PENGANTAR KE ARAH PEMAHAMAN KBK, KTSP, DAN SBI. Malang: Fakultas Ilmu Pendidikan Universitas Negeri Malang.

Perangkat Pembelajaran SD/MI: Silabus Berkarakter Bangsa, RPP, PROMES, PROTA, KKM. KKG Wilayah Kepengawasan II. (CD-ROM: KKG Wilayah Kepengawasan, 2011).

Soetjipto, B. E. 2010. Pengembangan Sumber Daya Guru dan Dosen: Pembelajaran Kooperatif dan Beberapa Hasil Penelitian di Bidang Manajemen dan Ekonomi. Malang: Fakultas Ekonomi Universitas Negeri Malang.

Sunendar, T. 2008. Penelitian Tindakan Kelas (Part II). (Online), (http://akhmadsudrajat.wordpress.com/2008/03/21/penelitian-tindakan-kelas-part-ii/), diakses 22 November 2011.

Trianto. 2007. Model-Model Pembelajaran Inovatif Berorientasi Konstruktivistik: Konsep, Landasan Teoritis-Praktis, dan Implementasinya. Jakarta: Prestasi Pustaka.

Gambar

Gambar 2.1 berikut.

Referensi

Dokumen terkait

Demikian untuk menjadi perhatian..

Metodologi yang dikembangkan untuk merancang pengujian atas pengendalian dan pengujian substantif atas transaksi untuk penerimaan kas pada dasarnya sama dengan metode

Dalam penelitian ini digunakan beberapa sediaan probiotik yang berbeda, yaitu sediaan Rillus (A), Lacbon (B), Lacidofil (C), dan Lacto B (D) yaitu untuk melihat jumlah koloni

Menganalisis daya pembeda yaitu, mengkaji soal-soal tes dari segi kesanggupan tes tersebut dalam membedakan siswa yang termasuk kedalam kategori lemah / rendah

Kulit kering atau xerosis adalah kelainan kulit terjadi akibat modifikasi lipid dan hidrasi yang terganggu pada sawar stratum korneum.. Perubahan struktur lipid pada

Tujuan dalam penelitian ini adalah (1) Untuk mendeskripsikan hasil belajar matematika siswa kelas VII SMPN 3 Kedungwaru Tulungagung dengan menggunakan model

Guru Taman Kanak-kanan dalam pembelajaran seni tari, disamping harus menguasai bentuk-bentuk tarian dan ketrampilan dalam

Sesuai dengan pendapat Lakitan (1996) tanaman menyatakan bahwa kadar senyawa nitrogen yang memadai akan berpengaruh terhadap kontribusi hara yang berasal dari pupuk