• Tidak ada hasil yang ditemukan

Pengaruh Model Pembelajaran Generatif Terhadap Kemampuan Koneksi Matematis Siswa Kejuruan

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "Pengaruh Model Pembelajaran Generatif Terhadap Kemampuan Koneksi Matematis Siswa Kejuruan"

Copied!
12
0
0

Teks penuh

(1)

https://jurnal.ustjogja.ac.id/index.php/indomath Vol 2, No. 2, Agustus 2019, pp. 59-70

Copyright © Authors. This is an open access article distributed under the Creative Commons Attribution-ShareAlike International License (CC BY-SA), which permits unrestricted use, distribution, and reproduction in any medium, provided the original work is properly cited.

Pengaruh Model Pembelajaran Generatif Terhadap Kemampuan Koneksi

Matematis Siswa Kejuruan

Yohanes Gunawan

STKIP Santu Paulus, hansgunawan@gmail.com Alberta Parinters Makur

STKIP Santu Paulus, alberta.makur@stkipsantupaulus.ac.id Emilianus Jehadus

STKIP Santu Paulus, rebasarong@gmail.com

ABSTRAK

Penelitian ini bertujuan membandingkan kemampuan koneksi matematis siswa yang mengikuti pembelajaran matematika dengan model pembelajaran generatif dengan yang menggunakan model pembelajaran langsung. Penelitian eksperimen semu ini menggunakan desain penelitian posstest only control group design. Populasi dalam penelitian adalah kelas X TKJ SMK Informatika Santu Petrus Ruteng (NTT) sebanyak 212 orang yang tersebar di 6 kelas dan dua kelas dijadikan sampel penelitian dengan menggunakan simple random sampling. Hasil perhitungan uji normalitas dan homogenitas sebagai prasyarat uji-t menunjukan data dari kedua kelompok berdistribusi normal dengan varians homogen. Selanjutnya dilakukan uji hipotesis menggunakan uji-t untuk melihat kemampuan koneksi matematis. Berdasarkan data hasil analisis diperoleh bahwa kemampuan koneksi matematis siswa yang menggunakan model pembelajaran generatif lebih tinggi dari pada yang menggunakan model pembelajaran langsung.

Kata Kunci: Model Pembelajaran Generatif, Kemampuan Koneksi Matematis.

ABSTRACT

This study aimed to compare the mathematical connection ability of students who took mathematics learning with generative learning models and direct learning models. This quasi-experimental study used the posttest-only control group design. The population in the study was 212 people in class X TKJ SMK Informatics Santu Petrus Ruteng spread across six classes, and two classes were chosen as research samples using simple random sampling. The results of the calculation of the normality and homogeneity test as the prerequisite for the t-test showed that the data from the two groups are normally distributed with homogeneous variance. Then the hypothesis test is done using t-test to see the mathematical connection ability. Based on the analysis of the data obtained that the mathematical connection ability of students who use generative learning models is higher than those using direct learning models.

Keywords: Generative Learning Model, Mathematical Connection Ability.

PENDAHULUAN

Kemampuan dasar atau standar dalam matematika yang harus dicapai sehingga matematika dapat bermanfaat pada berbagai bidang ilmu dan kehidupan sehari-hari (Foster & Cresap, 2012; Hidayat & Yuliani, 2011; Indrawati, 2013; Saputri & Wilujeng, 2017; Trisniawati, Muanifah, Widodo, & Ardiyaningrum, 2019; Widodo, Istiqomah, Leonard, Nayazik, & Prahmana, 2019). Untuk meningkatkan kemampuan dasar matematika tersebut dibutuhkan standar proses pembelajaran matematika. Foster dan Cresap (2012) menjelaskan bahwa siswa perlu dilatih untuk menggunakan kemampuan penalaran matematis sehingga dapat mendukung dalam pembelajaran matematika dan menerapkannya dalam pengalaman-pengalaman kehidupan nyata di luar kelas. Lebih lanjut, Hidayat & Yuliani (2011) dan Widodo, et. al (2019) menuliskan belajar matematika memampukan siswa untuk berlatih menggunakan pikirannya secara logis, analitis, sitematis, kritis dan kreatif serta memiliki

(2)

kemampuan bekerjasama dalam menghadapi berbagai masalah serta mampu memanfaatkan informasi yang diterimanya. Hal ini ditegaskan oleh Indrawati (2013) dan Trisniawati, et. Al (2019) bahwa sifat matematika yang dinamis dan mengalami perkembangan yang berbanding lurus dengan kemajuan sains dan teknologi, banyak hal yang berkenaan dengan kehidupan sehari-hari dapat diselesaikan melalui bidang studi matematika.

Nendi, Mandur & Makur (2017) menyatakan salah satu kemampuan yang penting dan perlu ditingkatkan adalah kemampuan koneksi matematis. Lebih lanjut dijelaskan bahwa kemampuan koneksi matematis penting untuk dimiliki para siswa sehingga mereka dapat mengaitkan suatu materi tertentu dengan materi yang lainnya. Jika siswa dapat menghubungkan materi tertentu yang telah dipelajari pada pokok bahasan sebelumnya dan juga dengan mata pelajaran lain, maka diharapkan pembelajaran matematika akan menjadi lebih bermakna (Firdausi, Inganah, & Rosyadi, 2018). Dalam pembelajaran matematika, ada begitu banyak konsep-konsep yang harus dikuasi oleh siswa. Matematika tidak hanya sebagai sarana berpikir yang membantu siswa untuk memecahkan masalah, menemukan pola, dan juga menarik kesimpulan, melainkan juga diharapkan matematika dapat berperan sebagai alat dalam mengkomunikasikan pikiran siswa mengenai pikiran mereka dengan jelas, tepat, dan ringkas (Lagur, Makur, & Ramda, 2018). Apabila kemampuan koneksi matematis siswa tinggi, maka siswa akan dengan mudah mengkomunikasikan konsep matematika yang terkait dengan mata pelajaran lain ataupun dalam kesehariannya.

Pengetahuan siswa tentang matematika dan kemampuan siswa dalam menggunakan berbagai representasi matematis, serta koneksi yang mereka buat dengan disiplin ilmu lainnya, pada akhirnya akan memberikan siswa kekuatan matematika yang lebih besar (Sritresna, 2015). Banyak siswa yang beranggapan bahwa matematika merupakan salah satu mata pelajaran yang sangat sulit untuk dipelajari, bahkan mereka sering menganggap bahwa matematika adalah teror yang membuat mereka takut untuk mengikuti pelajaran matematika. Selama siswa melakukan kegiatan koneksi matematika secara berlanjut atau terusmenerus (continu), siswa akan melihat bahwa matematika bukan hanya serangkaian pengetahuan dan konsep yang terpisah, akan tetapi siswa dapat menggunakan pembelajaran di satu konsep matematika untuk memahami konsep matematika yang lainnya (Apriyono, 2016). Sehingga, Koneksi matematis merupakan hubungan antara konsep matematika secara internal dan eksternal (Angriani, Nursalam, & Batari, 2018).

Masalah serupa juga terjadi di SMK Informatika Santu Petrus Ruteng. Berdasarkan hasil pengamatan yang dilakukan oleh peneliti saat melakukan Praktik Pengalaman Lapangan (PPL) pada bulan November 2017, kemampuan koneksi matematis siswa masih rendah. Ini didukung dengan hasil penelitian yang dilakukan Puteri & Riwayati (2017) yang menyatakan lemahnya kemampuan koneksi siswa terlihat dari ketidakmampuan siswa dalam menghubungkan konsep-konsep atau materi yang telah di pelajari, dan membuat mereka sulit untuk mengerjakan soal yang diberikan oleh guru. Dari hasil ujian MID semeter saat peneliti melakukan PPL di SMK Informatika Santu Petrus Ruteng, ditemukan beberapa fakta. Berikut akan ditampilkan Gambar 1 salah satu soal ujian beserta jawaban siswa tentang materi trigonometri.

(3)

Indomath: Indonesian Mathematics Education – Volume 2 | Issue 2 | 2019 61 /

Jawaban siswa di atas menunjukan kemampuan koneksi matematis siswa tergolong rendah, karena jawabannya tidak memenuhi indikator koneksi matematis, di antaranya adalah: (1) Siswa tidak mampu mendeteksi dan memanfaatkan hubungan di antara gagasan dalam matematika, karena pada jawabannya dilihat bahwa siswa tersebut tidak mampu menggambar segitiga sesuai dengan soal yang diberikan. Di mana dalam soal ditulis bahwa siku-siku segitiga berada di C, tetapi dia menggambar segitiga dengan siku-siku di A dan siswa tersebut juga salah menentukan panjang sisi segitiga sesuai dengan soal; (2) Siswa tersebut tidak memahami keterkaitan ide-ide matematika, di mana ia tidak memahami bahwa gambar segitiga yang ia gambar akan sangat berpengaruh pada penyelesaian akhir dari soal yang diberikan. Jika gambar yang dibuatnya benar maka besar peluang jawaban akhirnya benar, sebaliknya jika gambarnya salah maka jawaban akhirnya juga salah; (3) Siswa tidak mengenali dan mengaplikasikan satu konten matematika ke dalam konten matematika lain dan lingkungan di luar matematika, karena siswa tidak mengetahui bahwa penyelesaian soal tersebut juga melibatkan teorema phytagoras dan tidak menggunakan teorema tersebut dalam penyelesaian soal.

Berdasarkan teori koneksi matematis yang telah dijelaskan diatas, salah satu model pembelajaran yang memungkinkan untuk meningkatkan kemampuan koneksi matematis siswa adalah model pembelajaran generatif. Model pembelajaran generatif merupakan model pembelajaran dengan melibatkan siswa secara aktif dalam membangun pengetahuan baru dengan menghubungkan pengetahuan (pengalaman) yang dimiliki sebelumnya dengan pengetahuan yang sedang dipelajari (Amelia, 2010; Widonda, Gunur, & Kurniawan, 2018). Dalam pembelajaran generatif, diharapkan siswa dapat mengaitkan pengetahuan baru dan pengetahuan yang telah ada.

Hal ini telah ditegaskan oleh Hakim (2015), pembelajaran generatif merupakan suatu pembelajaran tentang bagaimana seorang peserta didik membangun pengetahuan dalam pikirannya, seperti membangun ide tentang suatu fenomena/membangun arti suatu istilah dan juga membangun strategi untuk sampai pada suatu penjelasan tentang pertanyaan bagaimana dan mengapa. Inti sari dari pembelajaran generatif adalah otak tidak menerima informasi secara pasif melainkan aktif mengonstruksi informasi tersebut dan kemudian membuat kesimpulan. Hal ini telah

(4)

ditegaskan oleh Putri (2016) yang menyatakan model pembelajaran generatif adalah proses aktif dalam mengonstruksi pengetahuan baru berdasarkan pengetahuan yang telah dimiliki sebelumnya. Pembelajaran generatif pertama kali diperkenalkan oleh Osborne dan Cosgrove, yaitu suatu model pembelajaran yang menitikberatkan pada pengintegrasian secara aktif pengetahuan baru dan pengetahuan yang telah dimiliki siswa sebelumnya (Sukma, 2011). Pembelajaran matematika pada dasarnya adalah melatih individu untuk bernalar dan mampu menyelesaikan suatu persoalan dengan menggunakan cara atau strategi yang tidak terbatas. Mempelajari matematika juga mengharuskan siswa untuk mampu berimaginasi, di mana mereka harus mampu mencari dan membangun ide.

Menurut Huda, Tandaliling, dan Mahmudah (2017), terdapat empat elemen dasar yang sekaligus menjadi sintaks pembelajaran generatif antara lain: (1) Mengingat (recall), aktivitas ini melibatkan siswa untuk menarik kembali informasi dari memori lama. Tujuannya adalah mempelajari informasi berdasarkan fakta-fakta. Teknik recall mencakup repetisi/ pengulangan, latihan/praktik, review, dan menemonik; (2) Menggabungkan (integration), aktivitas ini mengharuskan siswa untuk menggabungkan pengetahuan baru dengan pengetahuan sebelumnya. Tujuan dari integrasi adalah mentransformasi informasi ke dalam bentuk yang lebih mudah diingat; (3) Mengolah (organization), kegiatan ini melibatkan siswa untuk menghubungkan pengetahuan sebelumnya dengan gagasan-gagasan dan konsep-konsep baru dengan cara yang sistematis. Teknik-teknik organisasi ide antara lain mencakup: analisis gagasan-gagasan kunci, outlining, kategorisasi, clustering, dan pemetaan konsep; (4) Memerinci (elaboration), aktivitas ini mengharuskan siswa untuk menghubungkan materi baru dengan informasi atau gagasan yang sudah mereka miliki sebelumnya. Tujuan elaborasi adalah untuk menambah gagasan-gagasan ke dalam informasi yang baru. Metode-metode elaborasi antara lain: membuat gambar mental atau diagram fisik, free writingi, elaborasi kalimat, tampilan visual, slide, dan majalah dinding.

Menurut Shoimin (2014) terdapat beberapa langkah pembelajaran generatif, yaitu: (1) Tahap Orientasi, yaitu siswa diberi kesempatan untuk mengaitkan materi dengan pengalaman sehari-hari yang bertujuan untuk membangun kesan mengenai konsep yang sedang dipelajari dengan kehidupan sehari-hari. Ini dilakukan untuk menumbuhkan motivasi siswa saat mempelajari konsep tersebut; (2) Tahap pengungkapan ide, di mana siswa berkesempatan untuk mengemukakan ide-ide mereka mengenai konsep tertentu yang dipelajari. Perbedaan pendapat bisa teradi dalam tahapan ini sehingga siswa akan menyadari bahwa ada sudut pandang lain dalam mempelajari konsep tertentu; (3) Tahap tantangan dan restrukturisasi, yaitu guru mempersiapkan suasana di mana siswa dapat berdiskusi dan bertukar pikiran mengenai pendapat setiap siswa di dalam kelas sambil mengemukakan keunggulan dari pendapat masing-masing siswa tentang konsep yang dipelajari. Kemudian, guru memandu peragaan demonstrasi untuk menguji kebenaran pendapat siswa. Diharapkan siswa pada tahap ini telah memulai perubahan struktur pemahaman akan konsep yang dipelajari (conceptual change); (4) Tahap penerapan, yaitu suatu kegiatan yang memfasilitasi siswa untuk menguji beragam gagasan alternatif yang dibangun untuk menjawab permasalahan yang diberikan secara bervariasi. Pada fase ini siswa diminta untuk menyelesaikan persoalan, mulai dari yang sederhana hingga yang kompleks; (5) Tahap mengecek kembali solusi, yaitu siswa

(5)

Indomath: Indonesian Mathematics Education – Volume 2 | Issue 2 | 2019 63 berkesempatan melakukan evaluasi terhadap kekurangan dari konsep lama yang telah dibuat. Siswa juga didorong untuk dapat mengingat kembali materi dan konsep yang mereka pelajari selama pembelajaran.

Berdasarkan pendapat para ahli di atas, disimpulkan sintak dari model pembelajaran generatif yaitu (1) Mengingat (recall), aktivitas ini melibatkan siswa untuk menarik kembali informasi dari memori lama. Tujuannya adalah mempelajari informasi berdasarkan fakta-fakta. Teknik recall mencakup repetisi/ pengulangan, latihan/praktik, review, dan menemonik. Hal ini bertujuan agar siswa dapar mengetahui apakah materi yang akan mereka pelajari mempunyai hubungan dengan materi yang telah diajarkan sebelumnya; (2) Menggabungkan (integration), aktivitas ini mengharuskan siswa untuk menggabungkan pengetahuan baru dengan pengetahuan sebelumnya. Tujuan dari integrasi adalah mentransformasi informasi ke dalam bentuk yang lebih mudah diingat; (3) Mengolah (organization), kegiatan ini melibatkan siswa untuk menghubungkan pengetahuan sebelumnya dengan gagasan-gagasan dan konsep-konsep baru dengan cara yang sistematis. Teknik-teknik organisasi ide antara lain mencakup: analisis gagasan-gagasan kunci, outlining, kategorisasi, clustering, dan pemetaan konsep. Pada tahap ini siswa akan mengolah berbagai informasi dari suatu masalah kemudian melakukan perencanaan untuk penyelesaian masalah tersebut; (4) Tahap penerapan, yaitu kegiatan di mana siswa diberi kesempatan untuk menguji ide alternatif yang mereka bangun untuk menyelesaikan persoalan yang bervariasi. Melalui tahap ini guru dapat meminta siswa menyelesaikan persoalan, baik yang sederhana maupun yang kompleks; (5) Tahapan melihat kembali, yaitu siswa diberi kesempatan untuk mengevaluasi kelemahan dari konsep yang lama. Siswa juga diharapkan dapat mengingat kembali apa saja yang mereka pelajari selama pembelajaran.

Dalam pembelajaran generatif, guru tidak membatasi siswa untuk membangun sebuah ide atau gagasan tentang materi yang dipelajari . Model pembelajaran generatif siswa dituntut untuk aktif dalam mengonstruksi pengetahuannya (Mawaddah & Anisah, 2015). Lebih lanjut, siswa juga diberi kesempatan untuk mengungkapkan gagasan atau ide dengan disertai alasan pendukung terhadap permasalahan yang telah diberikan sehingga diharapkan siswa akan lebih memahami konsep yang dibangunnya sendiri sehingga proses pembelajaran yang dilaksanakan menjadi lebih maksimal. Dengan demikian, secara tidak lansung siswa akan termotivasi untuk mengikuti proses pembelajaran dengan serius dan aktif.

METODE PENELITIAN

Jenis penelitian yang digunakan oleh peneliti yaitu penelitian eksperimen. Desain dari penelitian ini adalah Quasi Experimental Design, dengan bentuk desainnya adalah Posttest-Only Control Group Design. populasi dalam penelitian ini adalah seluruh siswa kelas X TKJ SMK Informatika Santu Petrus Ruteng di Manggarai-NTT tahun ajaran 2018/2019 yang terdiri dari 212 siswa yang terbagi dalam enam rombongan belajar. Dari populasi tersebut dilakukan uji kesetaraan untuk menentukan sampel penelitian. Setelah melakukan uji kesetaraan populasi dinyatakan setara, sehingga peneliti memilih dua kelas secara acak sebagai sampel penelitian yang terdiri dari kelas eksperimen dan kelas kontrol. Kelas yang terpilih sebagai kelas eksperimen adalah kelas X TKJ 1

(6)

yang diberi perlakuan dengan model pembelajaran generatif dan kelas kontrolnya kelas X TKJ 2 yang diberi perlakuan dengan menggunakan model pembelajaran langsung.

Pada kelas eksperimenyang menggunkan model pembelajaran generatif, proses pembelajaran di kelas dilakukan dengan mengikuti sintaks seperti yang telah dijelaskan pada bagian sebelumnya yaitu: (1) Mengingat (recall), aktivitas ini melibatkan siswa untuk menarik kembali informasi dari memori lama. Tujuannya adalah mempelajari informasi berdasarkan fakta-fakta.; (2) Menggabungkan (integration), aktivitas ini mengharuskan siswa untuk menggabungkan pengetahuan baru dengan pengetahuan sebelumnya.; (3) Mengolah (organization), kegiatan ini melibatkan siswa untuk menghubungkan pengetahuan sebelumnya dengan gagasan-gagasan dan konsep-konsep baru dengan cara yang sistematis.; (4) Tahap penerapan, yaitu kegiatan di mana siswa diberi kesempatan untuk menguji ide alternatif yang mereka bangun untuk menyelesaikan persoalan yang bervariasi; (5) Tahapan melihat kembali, yaitu siswa diberi kesempatan untuk mengevaluasi kelemahan dari konsep yang lama.

Teknik pengumpulan data yang digunakan adalah teknik tes. Tes yang digunakan dalam penelitian ini adalah tes kemampuan koneksi matematis siswa dalam bentuk uraian.Tes ini digunakan untuk mengukur kemampuan koneksi matematis siswa terhadap materi yang diberikan yakni materi trigonometri. Tes ini berupa posttest yang diberikan setelah pembelajaran di kelas eksperimen dan kelas kontrol. Perangkat tes ini terdiri dari 5 nomor soal yang mengukur indikator kemampuan koneksi matematis.

Sebelum diberikan posttest, soal-soal tersebut terlebih dahulu diuji coba di kelas tinggi pada kelas XI TKJ 5 untuk menguji apakah soal tersebut valid dan reliabel. Hasil perhitungan uji validitas instrumen, yang disajikan pada Tabel 1 apabila dibandingkan dengan dengan 𝑟𝑡𝑎𝑏𝑒𝑙 = 0.320

menunjukkan bahwa instrumen valid.

Tabel 1. Hasil Uji Validitas Instrumen Butir soal rhitung

1 0.628

2 0.591

3 0.528

4 0.584

5 0.513

Hasil uji reliabilitas instrument menunjukkan bahwa 𝑟11= 0,320 dan memenuhi kriteria

reliabilitas. Karena soal tersebut dinyatakan valid dan reliabel, maka soal tersebut dapat digunakan untuk mengukur kemampuan koneksi matematis siswa.

Setelah instrumen tes dinyatakan valid dan reliabel, maka instrumen tersebut siap untuk diberikan pada sampel penelitian untuk mengukur kemampuan koneksi matematis siswa pada kelas eksperimen dan kelas kontrol. Setelah tes tersebut diberikan, hasil tes tersebut kemudian dianalisis dengan melakukan uji-t. Sebelum melakukan uji hipotesis, terlebih dahulu dilakukan uji prasyarat analisis yaitu uji normalitas data dan uji homogenitas data. Uji prasyarat analisis ini dilakukan dengan

(7)

Indomath: Indonesian Mathematics Education – Volume 2 | Issue 2 | 2019 65 tujuan untuk menentukan rumus yang dipakai saat melakukan uji hipotesis penelitian yaitu kemampuan koneksi matematis siswa kelas X TKJ SMK Informatika Santu Petrus Ruteng yang mengikuti pembelajaran matematika dengan model pembelajaran generatif lebih tinggi dari pada yang mengikuti pembelajaran matematika menggunakan pembelajaran langsung .

HASIL DAN PEMBAHASAN Hasil

Peneliti menggunakan metode/teknik pengukuran tes. Teknik pengukuran tes ini digunakan untuk memperoleh data kemampuan koneksi matematika siswa pada materi trigonometri. Data yang diperoleh peneliti berupa data kuantitatif, yaitu data-data posttest. Posttest merupakan test kemampuan koneksi matematis siswa yang diberikan pada kelas eksperimen dan kelas kontrol setelah diberikan perlakuan. Pengolahan data kuantitatif tersebut dilakukan dengan menggunakan bantuan Microsoft Excel. Data hasil perhitungan tes kemampuan koneksi matematis siswa setelah pembelajaran dilaksanakan disajikan pada Tabel 2.

Tabel 2. Perbandingan Kemampuan Koneksi Matematis

Statistika Kelas Eksperimen Kontrol Jumlah Siswa 36 36 Xmaks 80 72 Xmin 40 32 Rata-rata 60.00 52.56 Median (Me) 64 56 Modus (Mo) 68 60 Varians 109.714 119.911 Simpangan baku 10.474 10.950

Sebelum melakukan analisis data dengan uji-t terlebih dahulu dilakukan uji prasyarat analisis yaitu uji normalitas dan uji homogenitas. Pada kelas eksperimen 𝜒2ℎ𝑖𝑡𝑢𝑛𝑔 = 7.831 < 11.070 =

𝜒2 𝑡𝑎𝑏𝑒𝑙 dan pada kelas kontrol 𝜒2ℎ𝑖𝑡𝑢𝑛𝑔 = 6.258 < 11.070 = 𝜒2 𝑡𝑎𝑏𝑒𝑙, artinya baik kelas

eksperimen maupun kelas kontrol data yang dihasilkan semuanya berdistribusi normal. hasil analisis uji homogenitas data pada kelas eksperimen dan kelas kontrol diperoleh 𝐹ℎ𝑖𝑡𝑢𝑛𝑔= 0.866. Dengan

membandingkan nilai 𝐹ℎ𝑖𝑡𝑢𝑛𝑔 dan 𝐹𝑡𝑎𝑏𝑒𝑙= 1.743 diperoleh 𝐹ℎ𝑖𝑡𝑢𝑛𝑔< 𝐹𝑡𝑎𝑏𝑒𝑙, artinya kelas eksperimen dan kelas kontrol dalam penelitian ini berasal dari populasi yang homogen.

Setelah dilakukan uji normalitas dan uji homogenitas, selanjutnya dilakukan uji hipotesis. Pengujian hipotesis ini digunakan untuk mengetahui apakah ada pengaruh yang positif penggunaan model pembelajaran generatif terhadap kemampuan koneksi matematis siswa.

Dari hasil uji t diperoleh 𝑡ℎ𝑖𝑡𝑢𝑛𝑔=2.948 dan harga 𝑡𝑡𝑎𝑏𝑒𝑙= 1,994 dengan demikian, karena

𝑡ℎ𝑖𝑡𝑢𝑛𝑔 > 𝑡𝑡𝑎𝑏𝑒𝑙, maka 𝐻0 ditolak dan 𝐻1 diterima, artinya kemampuan koneksi matematis siswa yang

diajarkan dengan model pembelajaran generatif lebih baik dibandingkan dengan kemampuan koneksi matematis siswa yang diajarkan dengan model pembelajaran langsung. Dari uji hipotesis

(8)

yang dilakukan dapat disimpulkan pembelajaran matematika dengan model pembelajaran generatif berpengaruh positif terhadap kemampuan koneksi matematis.

Dari hasil uji t diperoleh 𝑡ℎ𝑖𝑡𝑢𝑛𝑔=2.948 dan harga 𝑡𝑡𝑎𝑏𝑒𝑙= 1,994 dengan demikian, karena

𝑡ℎ𝑖𝑡𝑢𝑛𝑔 > 𝑡𝑡𝑎𝑏𝑒𝑙, maka 𝐻0 ditolak dan 𝐻1 diterima, artinya kemampuan koneksi matematis siswa yang

diajarkan dengan model pembelajaran generatif lebih baik dibandingkan dengan kemampuan koneksi matematis siswa yang diajarkan dengan model pembelajaran langsung. Dari uji hipotesis yang dilakukan dapat disimpulkan pembelajaran matematika dengan model pembelajaran generatif berpengaruh positif terhadap kemampuan koneksi matematis.

Pembahasan

Penelitian ini dilaksanakan di SMK Informatika Santu Petrus Ruteng dengan tujuan untuk mengetahui kemampuan koneksi matematis siswa yang diajarkan dengan model pembelajaran generatif dengan kemampuan koneksi matematis siswa yang diajarkan dengan model pembelajaran langsung pada materi trigonometri di kelas X.

Penelitian ini secara khusus dilaksanakan pada siswa kelas X jurusan Teknik Komputer dan Jaringan (TKJ) berjumlah 212 siswa yang dibagi ke dalam Enam (6) kelas dengan rincian sebagai berikut: X TKJ I berjumlah 36 siswa, X TKJ II berjumlah 36 siswa, X TKJ III berjumlah 36 siswa, X TKJ IV berjumlah 36 siswa, X TKJ V berjumlah 36 siswa dan X TKJ VI berjumlah 32 siswa.

Penelitian ini dilaksanakan dalam jangka waktu selama dua Minggu. Penelitian ini dibuat dalam masing-masing 8 x 45 menit jam pelajaran pada kelas eksperimen dan kelas kontrol atau dibuat dalam masing-masing empat kali pertemuan tatap muka. Selama penelitian terdapat perbedaan saat melaksanakan proses belajar mengajar antara kelas eksperimen dan kelas kontrol. Perbedaan tersebut merupakan perbedaan penggunaan model pembelajaran yang diterapkan pada dua kelas tersebut, di mana pada kelas eksperimen model pembelajaran yang digunakan pada proses pembelajaran adalah model pembelajaran generatif sedangkan pada kelas kontrol model pembelajaran yang digunakan adalah model pembelajaran langsung. Penelitian ini juga lebih difokuskan pada materi matematika yaitu materi trigonometri.

Perbedaan penggunaan model pembelajaran ini tentunya dilakukan secara sengaja yang didasarkan pada tujuan penelitian ini yaitu melihat perbedaan kemampuan koneksi matematis siswa kelas X TKJ pada materi trigonometri. Untuk menentukan sampel dari penelitian tersebut, sebelumnya telah dilakukan uji kesetaraaan menggunakan rumus uji t-test sparated varian. Dari hasil uji yang telah dilakukan semua kelas dinyatakan setara. Setelah melakukan uji kesetaraan kelas, subjek sampel dalam penelitian ini yakni kelas X TKJ I sebagai kelas eksperimen dan X TKJ II sebagai kelas kontrol yang berjumlah 72 siswa dengan jumlah siswa pada kelas eksperimen 36 orang sedangkan pada kelas kontrol 36 orang. Model pembelajaran yang digunakan kelas eksperimen yaitu model pembelajaran generatif sedangkan pada kelas kontrol menggunakan model pembelajaran langsung.

Sebelum masuk pada pemberian treatment pada kelas kontrol, sebelumnya instrumen penelitian diuji pada kelas XI TKJ V. Saat mengerjakan soal uji coba instrumen, semua siswa kelas XI TKJ V mengerjakan dengan serius. Selama mereka mengerjakan soal, peneliti melihat bahwa ada siswa yang kebingungan tetapi ada juga yang mengerjakan soal dengan tenang. Setelah selesai

(9)

Indomath: Indonesian Mathematics Education – Volume 2 | Issue 2 | 2019 67 mengerjakan soal, peneliti sempat meminta tanggapan mengenai soal yang telah mereka kerjakan. Sebagian besar siswa menyatakan bahwa ada soal yang mudah dan ada juga yang sulit untuk dikerjakan. Setelah melakukan uji coba instrumen soal, kemudian peneliti melakukan uji validitas dan reliabilitas instrumen.

Berdasarkan hasil perhitungan uji validitas instrumen, dilihat bahwa instrumen tes yang diberikan pada kelas yang lebih tinggi yaitu pada kelas XI TKJ V dinyatakan valid. Setelah instrumen tes telah dinyatakan valid, maka instrumen tes tersebut akan diuji reliabilitasnya. Tujuan dilakukannya uji ini adalah untuk mengetahui apakah instrumen tersebut bisa dipercaya. Berdasarkan hasil perhitungan yang telah dilakukan, dilihat bahwa instrumen yang diberikan juga dinyatakan reliabel. Setelah semua instrumen telah dinyatakan valid dan reliabel, selanjutya peneliti memberikan perlakuan pada kelas eksperimen dan kontrol.

Saat memberikan perlakuan pada pertemuan pertama di kelas eksperimen, siswa pada kelas eksperimen masih merasa belum nyaman saat materi trigonometri diajarkan menggunakan model pembelajaran generatif. Hal ini terjadi karena pada proses pembelajaran sebelumnya mereka selalu diajarkan dengan menggunakan model pembelajaran langsung, sehingga mereka cukup sulit beradaptasi ketika materi diajarkan menggunakan model pembelajaran generatif.

Pada saat memberikan perlakuan menggunakan model pembelajaran generatif, peneliti membagi siswa ke dalam bentuk kelompok yang beranggotakan 5 orang setiap kelompok. Dalam kelompok tersebut, peneliti membagikan LKS yang berisi masalah yang harus diselesaikan oleh setiap kelompok. Selama siswa berdiskusi menyelesaikan masalah yang telah diberikan, peneliti secara terbatas melihat dan membantu siswa bila ada yang merasa kesulitan saat menyelesaikan masalah yang diberikan. Setelah semua kelompok telah menyelesaikan masalah yang diberikan, peneliti mempersilahkan perwakilan dari setiap kelompok untuk mempresentasikan hasil diskusi kelompok mereka di depan kelas. Selama kelompok mempresentasikan jawaban kelompok mereka, kelompok lain diberi kesempatan untuk menanggapi jawaban yang telah diberikan oleh kelompok presentasi.

Setelah semua kelompok selesai mempresentasikan hasil kerja kelompok mereka, peneliti bersama siswa bersama-sama menarik kesimpulan dari materi yang dipelajari pada pertemuan tersebut. Proses pembelajaran dengan model pembelajaran generatif pada kelas eksperimen tersebut dilaksanakan sampai pertemuan terakhir atau pertemuan ke empat. Pada pertemuan ke dua sampai pertemuan ke empat siswa sudah bisa beradaptasi dengan model pembelajaran yang digunakan. Selama proses pembelajaran berlangsung, peneliti melihat bahwa siswa cukup aktif selama mengikuti pembelajaran. Hal ini membuat proses pembelajaran semakin hidup.

Pada kelas kontrol, peneliti mengajarkan materi trigonometri menggunakan model pembelajaran langsung. Pada proses pembelajaran di kelas kontrol, peneliti secara langsung memberikan materi yang akan dipelajari. Selama proses pembelajaran berlangsung, siswa terlihat pasif. Hal demikian terjadi karena siswa hanya mendengarkan apa yang dijelaskan oleh peneliti. Akibatnya adalah banyak siswa yang mengantuk dan bosan selama proses pembelajaran berlangsung. Proses pembelajaran demikian berlangsung sampai pertemuan ke empat pada kelas kontrol.

(10)

Setelah memberikan perlakukan pada kelas kontrol dan kelas eksperimen, selanjutnya peneliti memberikan soal posttest pada ke dua kelas tersebut untuk mengukur kemampuan koneksi matematis siswa pada kelas kontrol dan kelas eksperimen. Hal ini dilakukan untuk mengetahui perbedaan kemampuan koneksi matematis siswa kelas eksperimen yang diajarkan dengan model pembelajaran generatif dengan kemampuan koneksi matematis siswa kelas kontrol yang diajarkan dengan model pembelajaran langsung.

Berdasarkan data hasil pekerjaan siswa kelas kontrol dan kelas eksperimen yang telah diperiksa oleh peneliti yang telah dianalisis secara statistik, terlihat bahwa nilai yang diperoleh siswa kelas eksperimen yang diajarkan dengan model pembelajaran generatif lebih tinggi dari pada nilai yang diperoleh siswa kelas kontrol yang diajarkan dengan model pembelajaran langsung. Berdasarkan data hasil analisis diperoleh bahwa hasil perhitungan thitung = 2.95 dan ttabel = 1.994

pada taraf signifikansi α = 0.05 dan derajat kebebasan n1+ n2 – 2 = 70. Diperoleh thitung > ttabelmaka H0 ditolak dan H1 diterima yang berarti bahwa kemampuan koneksi matematis siswa yang menggunakan model pembelajaran generatif lebih tinggi dari pada kemampuan koneksi matematis siswa yang menggunakan model pembelajaran langsung

Ini sejalan dengan penelitian yang dilakukan Puteri & Riwayati (2017) yang menyatakan lemahnya kemampuan koneksi siswa terlihat dari ketidakmampuan siswa dalam menghubungkan konsep-konsep atau materi yang telah di pelajari, dan membuat mereka sulit untuk mengerjakan soal yang diberikan oleh guru. Dalam proses pembelajaran matematika, setiap materi yang disajikan selalu mempunyai hubungan satu dengan yang lainnya sebelumnya (Nufus & Muhammad, 2018). Akan sulit bagi siswa membangun ide atau konsep-konsep baru tanpa menguasai konsep matematika yang telah dipelajarinya. Untuk mengatasi hal demikian, guru sebagai pendidik perlu menerapkan model pembelajaran generatif. Model pembelajaran generatif adalah proses aktif dalam mengonstruksi pengetahuan baru berdasarkan pengetahuan yang telah dimiliki. Lebih lanjut ditegaskan, dengan pembelajaran generatif, diharapkan siswa mampu mengaitkan pengetahuan yang telah ada dengan melibatkan semua pengetahuan dan konsep awal yang diharapkan mampu menghasilkan pemahaman dan pemaknaan siswa dalam pembelajaran matematika (Irwandani, 2015).

Pembelajaran generatif yang telah dilakukan meningkatkan kemampuan koneksi matematis siswa. Model pembelajaran generatif adalah proses aktif dalam mengonstruksi pengetahuan baru berdasarkan pengetahuan yang telah dimiliki sebelumnya. Pembelajaran matematika dengan model generatif ini mampu melatih individu untuk bernalar dan mampu menyelesaikan suatu persoalan dengan menggunakan cara atau strategi yang tidak terbatas (Aprilia, Praja, & Noto, 2018). Mempelajari matematika juga mengharuskan siswa untuk mampu berimaginasi, di mana mereka harus mampu mencari dan membangun ide

KESIMPULAN

Berdasarkan hasil penelitian yang telah dilakukan di SMK Informatika Santu Petrus Ruteng tahun ajaran 2018/2019, diperoleh bahwa hasil perhitungan thitung= 2.95 dan ttabel= 1.994 pada

(11)

Indomath: Indonesian Mathematics Education – Volume 2 | Issue 2 | 2019 69 taraf signifikansi α = 0.05 dan derajat kebebasan n1+ n2 – 2 = 70, dapat disimpulkan kemampuan

koneksi matematis matematika siswa yang diajarkan dengan menggunakan model pembelajaran generatif lebih baik dari pada kemampuan koneksi matematis siswa yang diajarkan menggunakan model pembelajaran langsung.

UCAPAN TERIMAKASIH

Penulis mengucapkan terima kasih kepada Program Studi Pendidikan Matematika STKIP Santu Paulus Ruteng yang berkenan mendukung terlaksananya penelitian ini. Terima kasih pula kepada kepala sekolah dan guru matematika di SMK Informatika Santu Petrus yang telah memberi izin untuk pelaksanaan penelitian ini baik untuk penggunaan ruang kelas, waktu, maupun tenaga sampai terselesainya penelitian ini.

DAFTAR PUSTAKA

Amelia, M. M. (2010). Pengaruh model pembelajaran generatif tehadap kemampuan koneksi matematika siswa.

Angriani, A. D., Nursalam, N., & Batari, T. (2018). Pengembangan Instrumen Tes Untuk Mengukur Kemampuan Koneksi Matematis. AULADUNA: Jurnal Pendidikan Dasar Islam, 5(1), 1-12.

Aprilia, D., Praja, E. S., & Noto, M. S. (2018). Desain Bahan Ajar Lingkaran Berbasis Koneksi Matematis Siswa SMP. UNION: Jurnal Ilmiah Pendidikan Matematika, 6(1), 43–52. https://doi.org/10.30738/.v6i1.1547

Apriyono, F. (2016). Profil Kemampuan Koneksi Matematika Siswa SMP dalam Memecahkan Masalah Matematika Ditinjau dari Gender. Mosharafa: Jurnal Pendidikan Matematika, 5(2), 159-168.

Firdausi, M., Inganah, S., & Rosyadi, A. A. P. (2018). Kemampuan Koneksi Matematis Siswa Sekolah Menengah Pertama Berdasarkan Gaya Kognitif. MaPan: Jurnal Matematika dan

Pembelajaran, 6(2), 237-249.

Foster, F. L., & Cresap, L. (2012). Using Reasoning Tasks to Develop Skills Necessary to Learn Independently. Minot State University.

Hakim, A. R. (2015). Pengaruh Model Pembelajaran Generatif terhadap Kemampuan Pemecahan Masalah Matematika. Formatif: Jurnal Ilmiah Pendidikan MIPA, 4(3).

Hidayat, W., & Yuliani, A. (2011). Meningkatkan Kemampuan Berpikir Kritis Matematik Siswa Sekolah Menengah Atas Melalui Pembelajaran Kooperatif Think-Talk-Write ( TTW ). In Matematika dan Pendidikan Karakter dalam Pembelajaran (pp. 535–546).

Huda, N., Tandililing, E., & Mahmudah, D. Integrasi Remediasi Miskonsepsi Dengan Model Generatif Dalam Pembelajaran Gerak Lurus Berubah Beraturan di SMA. Jurnal Pendidikan dan Pembelajaran, 6(1).

Indrawati, F. (2013). Pengaruh Kemampuan Numerik dan Cara Belajar terhadap Prestasi Belajar Matematika. Jurnal Formatif, 3(3), 215–223.

Irwandani, I. (2015). Pengaruh Model Pembelajaran Generatif Terhadap Pemahaman Konsep Fisika Pokok Bahasan Bunyi Peserta Didik MTs Al-Hikmah Bandar Lampung. Jurnal Ilmiah Pendidikan Fisika Al-Biruni, 4(2), 165-177.

Lagur, D. S., Makur, A. P., & Ramda, A. H. (2018). Pengaruh Model Pembelajaran Kooperatif Tipe Numbered Head Together (NHT) terhadap Kemampuan Komunikasi Matematis. Mosharafa: Jurnal Pendidikan Matematika, 7(3), 357-368.

Mawaddah, S., & Anisah, H. (2015). Kemampuan pemecahan masalah matematis siswa pada pembelajaran matematika dengan menggunakag) di smpn model pembelajaran generatif (generative learning) di smp. EDU-MAT, 3(2).

Nendi, F., Mandur, K., & Makur, A. P. (2018). Pengembangan Instrumen Penilaian Kemampuan Koneksi Matematis Dalam Konsep-Konsep Matematika SMP. Jurnal Pendidikan dan Kebudayaan Missio, 9(2), 165-173.

Nufus, H., & Muhammad, I. (2018). Penerapan Creative Problem Solving Berbantuan Software Autograph Untuk Meningkatkan Meningkatkan Kemampuan Koneksi Matematika Siswa. UNION: Jurnal Ilmiah Pendidikan Matematika, 6(3), 369–376.

(12)

Pembelajaran Conneted Mathematics ProjecT (CMP). FIBONACCI: Jurnal Pendidikan Matematika dan Matematika, 3(2), 161-168.

Putri, Y. N. E. (2016). Pengaruh Model Pembelajaran Generatif Terhadap Pemahaman Konsep Siswa Kelas VIII Mtsn di Kabupaten Pesisir Selatan. Jurnal Kepemimpinan Dan Pengurusan Sekolah, 1(1).

Saputri, A. A., & Wilujeng, I. (2017). Developing Physics E-Scaffolding Teaching Media to Increase the Eleventh- Grade Students ’ Problem Solving Ability and Scientific Attitude. International Journal of Environmental & Science Education, 12(4), 729–745.

Shoimin, A. 2014. 68 Model Pembelajaran Inovatif dalam Kurikulum 2013. Yogyakarta: Ar-Ruzz Media.

Sritresna, T. (2015). Meningkatkan Kemampuan Koneksi Matematis Siswa Melalui Model Pembelajaran Cooperative-meaningful Instructional Design (C-mid). Mosharafa: Jurnal Pendidikan Matematika, 4(1), 38-47.

Sukma, Y. (2011). Penerapan Model Pembelajaran Generatif Untuk Meningkatkan Motivasi Belajar Pendidikan Agama Islam Pada Materi Sholat Siswa Kelas III Sekolah Dasar Negeri 003 Sawah Kecamatan Kampar Utara Kabupaten Kampar (Doctoral dissertation, Universitas Islam Negeri Sultan Sarif Kasim Riau).

Trisniawati, Muanifah, M. T., Widodo, S. A., & Ardiyaningrum, M. (2019). Effect of Edmodo towards interests in mathematics learning. Journal of Physics: Conference Series, 1188, 012103. Widodo, S. A., Istiqomah, Leonard, Nayazik, A., & Prahmana, R. C. I. (2019). Formal student thinking

in mathematical problem-solving. Journal of Physics: Conference Series, 1188, 012087. Widonda, M. I., Gunur, B., & Kurniawan, Y. (2018). Pengaruh Pendekatan Contextual Teaching And

Learning terhadap Kemampuan Koneksi Matematis Siswa. Journal Of Songke Math, 1(2), 47-57.

Gambar

Gambar 1.  Soal dan jawaban MID semester materi trigonometri.
Tabel 1. Hasil Uji Validitas Instrumen
Tabel 2. Perbandingan Kemampuan Koneksi Matematis  Statistika  Kelas Eksperimen  Kontrol  Jumlah Siswa  36  36  Xmaks  80  72  Xmin  40  32  Rata-rata  60.00  52.56  Median (Me)  64  56  Modus (Mo)  68  60  Varians  109.714  119.911  Simpangan baku  10.474

Referensi

Dokumen terkait

AULA 2 KANTOR WILAYAH KEMENTERIAN HUKUM DAN HAM LAMPUNG JL.RW.. MONGINSIDI NO 184

ketika relay tidak mendapatkan sumber tegangan pada elektromagnetnya.Dari hasil pengujian tersebut dapat diambil kesimpulan bahwa relay berfungsi dengan baik dan

cukup besar namun belum menunjukkan adanya keberhasilan yang maksimal karena jiwa kewirausahaan yang ditanamkan dalam diri belum sepenuhnya ada dalam diri wirausaha, dimana

[r]

Karena p &lt; 0,01 dengan demikian dapat disimpulkan bahwa ada perbedaan yang sangat signifikan hasil belajar IPA siswa kelas VII SMP Negeri 1 Imogiri tahun

Rencana pola ruang yang ada pada dokumen rencana tata ruang wilayah (RTRW) Kota Denpasar Tahun 2011-2031 didominasi oleh penggunaan lahan untuk fungsi pemukiman,

Studi ini memberikan informasi bahwa persepsi keyakinan, dan bagi hasil 54,8% berpengaruh positif terhadap minat menabung di bank syariah oleh mahasiswa Surabaya sedangkan

Dengan demikian kita telah dikuburkan bersama-sama dengan Dia oleh baptisan dalam kematian, supaya, sama seperti Kristus telah dibangkitkan dari antara orang mati oleh kemuliaan