• Tidak ada hasil yang ditemukan

Pendidikan Kewarganegaraan sebagai Wahana Membangun Karakter Warga Negara Demokratis

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "Pendidikan Kewarganegaraan sebagai Wahana Membangun Karakter Warga Negara Demokratis"

Copied!
36
0
0

Teks penuh

(1)
(2)
(3)

Pendidikan

Karakter

dalam

Perspektif

Teori

dan praktik

E D I T O R

Prof.

Darmiyati

Zuchdi,

Ed.D.

(4)

PENDIDIKAN KAMKTER Dalam Perspektif Teod dan Praktik

Cetakan I, Mei 20ll

Reviewer: Prof. Dr. Noeng Muhadiir dan Prof. Dr. Burhan Nurgiyantoro Editor: Prof. Darmiyati Zuchdi, Ed.D.

Co-editor: Sismono La Ode Penata Letak: MS Lubis

Perancang Sarnpul: Sismono La Ode

ISBN 978-979-84t8-53 -l

Diterbitkan oleh UNYPress

|l Geiayan, GgAlamanda, Kompleks FT IGmpus Ul{yf lGrangmalang, Yogyakarta Telpz 0274-586168 ekstensi 279

Perpustakaan Nasional: Katalog Dalam Terbitan (KDT) xx * 560 hlm: 14 x 20 cm

(5)

Daftar

lsi

Daftar Isi _ v Tentang Editor _ viii Daftar Kontributor _ x Pengantar

Rektor _ xii Catatan Editor _ xv

fl:: :: : :

Pe.rsrykti{

reoretis

pendidikan

Karakter

'>uyata r Pendidikar

Su

harjana

ffi:il|,.1fl?jffi;;ilr os

ofis

_ 3

. _ .lasmani dan olahrag a - 25 er melalui Pendidikan Noeng Muhadjir c Etika Ilmiah _ 52

Bagian II r psn4;4ikan Ko,.Lr^- : ,

Tinggi d"" t;;;(an Karakter dalam Konteks Perguruan

-"fr:ilyiab

r spv Mengedepdnr<an

pendidikan

Suwarsih Madya I per

d i pe

rgu-,;;il#-j

:?;

ra

s

i a n Pe

n d i dika

n Ka

ra

k rer

l1

(6)

PENDIDIKAN KARAKTER DALAM PERSPEKTIF

TEORI DAN PRAKTIK

Herminarto Sofyan r Implementasi

Pendidikan Karakter melalui ---

Kegiatan Mahasiswa - I09

Aiat Sudraiat r M"*bl"gun Budaya

Sekolah Berbasis Karakter TerPuii * l3l

Zamronir Strategi dat Mod"l Implementasi

Pendidikan Karakter di Sekolah - 158

il;;;; M"rdaPi r Penilaian Pendidikan Karakter - 185

Bagian III I Pendidikan Karakter dalam Pembelaiaran Darmiyati Zuchdi t ili"; U"" Sastra-Indonesia

sebagai "-Wrn"""

Pendidikan Karakter - Zl5 -Kun Setyani"g ^'ff : ;"g""'U"'g""

Model Pembelaiaran '-*-K"'"kt"'

Berbasis Seni - 244

Z"ii"" f po'*'o t Pendidikan Karakter dalam

#llmn::;3:"didikan

Karakter

daram

Pendidikan

IPAdiLPTK -307

Marsigit r Pengembangan Karakter dalam P"laia*an Matematrka - 374

Samsuri r Pendidikan Kewarganegaraan

sebagai Wahana Membangun-f"'it"' W*Sa Nee-1a

Demokratis - 7'6 Sardiman AIr4 r Praktik IPS sebagai

Wahana -

Pendidikan Karakter - 784

Slamet PH t ;;i;;tasi P"ndidikan

Karakter Keria dalam Pendidikan Keiuruan - 406

Sukadivanto'

ilil;1"'lT":u'1]oan

Karakter

dalam

Pendidikan i"'**i dan Olahraga - 432 Marzuki I Prinsip Dasar Pendidikan

Karakter PersPektif Islam - 464

(7)

DAFTAR ISI

Effendie Thnumiharia o pendidikan

Karakter _, Perspektif Buddha _495

Kristian H. Sugiyarto r pendidikan

Karakter dalam Perspektif Kristiani _ 510

Indeks Istilah - 527 Tentang Kontributor _ 542

(8)

Samsurio

Pendidika

n Kewarga

negaraa

n

sebagai

Wahana

Membangun

- Staf Pengajar Fakultas llmu Sosial dan Ekonoml Universitas Negeri Yogyakarta

Karakter

Warga

Negara

Demokratis

arakter warga negara yang baik" merupakan tujuan uni-versal yang ingin dicapai dari pendidikan kewarganega-raan di negara-negara mana pun di dunia. Ada banyak ra-gam nomenklatur pendidikan kewarganegaraan di sejumlah negara

(Kerr, 1999). Ini menunjukkan bahwa pembentukan karakter war-ga newar-gara yang baik tidak bisa dilepaskan dari kajian pendidikan kewarganegaraan itu sendiri. Sebagai contoh, di Kanada pemben-tukan karakter warga negara yang baik melalui pendidikan kewar-ganegaraan diserahkan kepada pemerintah negara-negara bagian. Di negara bagian Alberta (Kanada) kementerian pendidikannya telah imemberlakukan kebijakan pendidikan karakter bersama-sama pendidikan karakter melalui implementasi dokumen The Heart of the Matter: Character and Citizenship Education in

(9)

Al-I KARAKTER DALAM PEMBELAJARAN

berta Schools (2005). Dalam konteks Indonesia, di era Orde Baru pembentukan karakter warga negara tampak ditekankan kepada mata pelajaran seperti Pendidikan Moral Pancasila (PMP) mau-pun Pendidikan Pancasila dan Kewarganegaraan (PPKn) bahkan Pendidikan Sejarah Perjuangan Bangsa (PSPB). Di era pasca-Orde Baru, kebijakan pendidikan karakter pun ada upaya untuk "meni-tipkannya" melalui Pendidikan Agama di samping Pendidikan Ke-warganegaraan.

Persoalannya apakah nilai-nilai pembangun karakter yang di-ajarkan dalam setiap mata pelaiaran harus bersifat ekplisit atau-kah implisit saja, misal dalam mata pelajaran Pendidikan

Kewar-genega:,aan atau di semua mata pelajaran? Makalah ini mengupas Pendidikan Kewarganegaraan sebagai wahana pembangunan ka-rakter bangsa (warga negara). Untuk keperluan tersebut, paparan dibatasi kepada pembandingan upaya membangun karakter warga negara yang baik selama Orde Baru dan pasca-Orde Baru sekarang. Ini perlu dilakukan agar dapat dipahami betapa pentingnya pen-didikan kewarganegaraan di setiap periode kehidupan bernega-ra di Indonesia untuk membangun warga negarayangbaik mes-kipun dengan aksentuasi yang berbeda.

A. PEMBANGUNAN KARAKTER BERBASIS PENDIDIKAN KEWARGANEGARAAN

Perkembangan pendidikan kewarganegaraan di Indonesia pun tidak luput dari dinamika pergantian serta perubahan kebijakan pendidikan nasional. Sebagai contoh, mulai dari awal Orde Baru dibangun hingga periode transisi pada era reformasi pasca-1998, pendidikan kewarganegaraan dalam sistem pendidikan nasional mengalami perubahan baik dari nama mata pelajaran, muatan isi kurikulum, maupun buku teks serta inovasi pembelajarannya.

(10)

PENDIDIKAN KARAKTER DALAM PERSPEKTIF TEORI DAN PRAKTIK

Dalam perkembangannya di Indonesia, kaiian pendidikan kewar-' ganegaruan dikenal dengan sebutan nama-nama mata pelajaran

"Kewargaan"

( I 958), "Civics" (1962),"pendidikan Kewargaan Ne-gara" (1968), "Pendidikan Moral Pancasila" (I975),,.pendidikan Pancasila dan Kewargaanegaraan" (1994), ..pendidikan Kewarga_ negaraan" (2003 12006) .

Ada beberapa konsep tentang pendidikan kewarganegaraan. Cogan (1998:5) mengartikan pendidikan kewarganegaran berpe_ ran penting sebagai penyiapan generasi muda (siswa) untuk men-jadi warga negara yang memiliki identitas dan kebanggaan na_ sional, serta memiliki pengetahuan dan kecakapan serta nilai-nilai yang diperlukan untuk menjalankan hak-hak dan kewajibannya. Menurut Ruud Veldhuis (I997: 8), tujuan pendidikan kewarga_ negaraan ialah untuk merangsang partisipasi aktif warga negara dalam masyarakat kewargaan (civil society) dan dalam pembuat-an keputuspembuat-an politik di dalam suatu (sistem) demokrasi konsti-tusional. Mengapa partisipasi menjadi penting dalam pendidikan kewarganegaraan? Veldhuis (1997: 8) berpendapat bahwa partisi-pasi dan integrasi (secara sosial dan politik) dari para warga negara menjadi dasar yang penting. Untuk menjadi demokrat sejati, war-ga newar-gara yang aktif dan terintegrasi secara sosial tidaklah dilahir-kan, tetapi ia diciptakan (diproduksi) dalam suatu proses sosiali-sasi. Singkatnya, demokrasi harus dipelajari dan perlu dipelihara, dimana para pendidik civic dan politik serta institusi profesional yang terkait harus turut bertanggung jawab.

Penelitian IEA terhadap implementasi pendidikan kewargane_ ga:,aan di 28 negara secara umum ditemukan bahwa komponen pendidikan kewarganegaraan meliputi aspek civic knowledge, civic engagement, dan civic attitudes serta konsep lainny4 (Torney_pur_ ta, et.al, 200I: I79). Adapun materi kaiian pendidikan

(11)

kewargane-garaan yang diteliti meliputi materi demokrasi, ker.,varganegaraan, identitas nasional, hubungan internasional dan keragaman/kohesi sosial (Torney-Purta, et.aI, 2001 : 29-30).

|ohn f. Patrick dan Thomas S. Vontz (1999: 34;200I:41) me-ngelompokkan komponen kompetensi kajian kewarganegaraan menjadi empat, yaitu (l) knowledge of citizenship and government in democraq (civic knowledgn); (Z) cognitive skills of democratic citizenship (cognitive civic skills); (3) participatory skills of demo-cratic citizenship (participatory civic skills); dan (4) virtues

anddis-positions of democratic citizenship (civic dispositions). Dari keem-pat komponen itu, Patrick dan Vontl (2001: 46) menjabarkan ke dalam materi pokok kajian pengetahuan pendidikan kewarga-negaraan menjadi tujuh topik, yaitu: (l) demokrasi perwakilan (representative democracy); (2) konstitusionalisme; (3) hak asasi (liberalisme); (4) kewarganegaraan (citizenship); (5) masyarakat kewargaan (civil society); (6) ekonomi pasar (free and open econo-mic system); dan, (7) tipe-tipe masalah publik. Tipologi kompo-nen kompetensi tersebut oleh Center for Civic Education (1994) dikenalkan dengan tiga komponen meliputi: civic knowledge, civic sfti//s (meliputi cognitive civic skills dan participatory civic skills) dan civic dispositions. Meskpipun aspek karakter banyak ditekan-kan dalam civic disposition, namun bukan berarti komponen lain-nya steril dari upaya membangun karakter warga negara.

Pada 1990-an, pendidikan kewarganegaraan di sejumlah nega-ra dipahami secanega-ra berbeda-beda. Dari kajian Print (1999; 2000) terhadap pelaksanaan pendidikan kewarganegaraan di Asia dan Pa-sifik, ditemukan ada yang menyebut pendidikan kewarganegaraan sebagai "civic education" yang mencakup kajian tentang pemerin-tahan, konstitusi, rule of law, serta hak dan tanggung jawab warga negara. Untuk yang lainnya, pendidikan kewarganegaraan disebut

(12)

PENDIDIKAN KARAKTER DALAM PERSPEKTIF IEORI DAN PRAKTIK

dengan "citizenship education" dengan cakupan dan penekanan kajian meliputi proses-proses demokrasi, partisipasi aktif warga ne-gara, dan keterlibatan warga dalam suatu civil society (masyarakat warga). Namun, bagi kebanyakan, kajian civic education mema-sukan pembelajaran-pembelajaran yang berhubungan dengan in-stitusi-institusi dan sistem yang melibatkan pemerintah, budaya politik (.political heritage), proses-proses demokratis, hak-hak dan tanggung iawab warga negara, administrasi publik dan sistem per-adilan (Print, 1999; 2000).

B. PEMBENTUKAN KARAKTER WARGA NEGARA ERA ORDE BARU

Selama periode Orde Baru, pendidikan sebagai instrumen pembentukan karakter warga negara Orde Baru diperkuat dalam dokumen politik yang dikenal sebagai Garis-garis Besar Haluan Negara sebagai produk ketetapan Majelis Permusyawaratan Rak-yat (MPR) -lembaga tertinggi negara menurut UUD 1945 ketika itu. Pada GBHN pertama Orde Baru, yaitu GBHN 1973, diperke-nalkan bidang kajian "pendidikan kewarganegaraan" yang baru de-ngan nama Pendidikan Moral Pancasila (PMP). Label PMP yang diharuskan ada dalam kurikulum di semua tingkat pendidikan se-jak Thman Kanak-kanak (TK) hingga perguruan tinggi, meski ti-dak secara khusus menunjuk pada satu bidang studi, namun te-lah ditafsirkan sebagai satu mata pelajaran tersendiri. penamaan mata pelajaran menurut pesan GBHN dalam dunia pendidikan Indonesia selama Orde Baru, dirasakan ,,istimewa" untuk bidang studi PMf; hingga GBHN 1998 - GBHN terakhir produk MpR re_ jim Orde Baru.

Penggambaran warga negara yang patuh, hegemoni tafsir dan wacana dari negara terhadap warga negara, serta minimnya

(13)

pelu-PENDIDIKAN KARAKTER DALAM PEMBELAJARAN

ang budaya kritis dalam hubungan masyarakat kewargaan (civil so-ciety) dengan masyarakat politik (negara), pada gilirannya telah membentuk budaya politik kewargaan yang tidak kondusif terha-dap sistem politik demokrasi' Dalam lingkup pendidikan

kewar-ganegaliaenpada era Orde Baru' analisis Kalidiernih (2005: 360) terhadap wacana kewarganegaraan dalam buku-buku teks

Pendi-dikan Pancasila dan Kewarganegaraan (PPKn) terbitan resmi De-partemen Pendidikan Pendidikan dan Kebudayaan bekerjasama dengan BP-7 menuniukkan bagaimana kuatnya kepentingan re-zim membentuk warga negara. Buku-buku teks pendidikan ke-warganegaraan tersebut sebagai buku waiib di sekolah menggam-barkan kuatnya konsep ideologi negara' konstitusi nasional dan

ide negara integralistik, sebagai suatu prinsip panduan dalam ber-bangsa menurut tafsir rezim (Kalidiernih, 2005: 360)'

Besarnya kepentingan reiim kekuasaan terhadap "pendidikan kewarganegaraan" model PMP tersebut, mengakibatkan terjadi-nya reduksionisme misi mata kajian itu dalam kerangka memben-tuk warga negatayang baik' Reduksi itu nampak ketika pendidikan Pancasila yang dieksplisitkan dengan label PMB seakan-akan men-iadi mata pelajaran satu-satunya bidang studi yang harus bertang-g,rrrg 1"*"b terhadap pembentukan karakter warga negara' khu-susnya kePada generasi muda'

Dari uraian di atas, tampak bagaimana kegiatan negara mem-bentuk karakter warga negara melalui sarana pendidikan formal' Dalam kasus Reiim Orde Baru di Indonesia' pembentukan karak-ter warga negara secara eksplisit dimuat dalam produk politik ter-tinggi lemba g^ negara,MPR, berupa GBHN yang pada gilirannya

dit"rl.mahkan ke dalam produk policy opetasional bidang Pen-didikan oleh kementerian pendidikan dalam setiap Kabinet Pem-bangunan di bawah Presiden Soeharto'

(14)

IEKTIF TEORI DAN PRAKTIK

Rumusan nilai-nilai yang menjadi agenda politik pendidikan selama Orde Baru secara eksplisit disebut dalam berbagai nomen-klatur yang dimuat dalam berbagai sebutan Pendidikan Pancasi-la, seperti PMf; Pendidikan P4, Pendidikan Sejarah Perjuangan Bangsa, dan Pendidikan Pendahuluan Bela Negara. Keseluruhan nomenklatur itu sebagaimana disebut dalam GBHN 1973 hing-ga GBHN terakhir era Orde Baru (1998) menyebut pentingnya ji-wa dan nilai-nilai 1945 diajarkan bagi generasi muda mulai Taman Kanak-kanak sampai dengan perguruan tinggi. Nilai-nilai tersebut merupakan konsekuensi dari tujuan pendidikan nasional sebagai bagian mencapai tujuan pembangunan nasional.

Hal menarik dari tujuan pendidikan nasional selama Orde Ba-ru ialah bagaimana pendidikan nasionalharus mampu melahirkan manusia-manusia pembangunan. Thbel I memberikan beberapa rincian identitas bahwa m anusia-manusia pembangunan memiliki karakter sebagai sebagai berikut: sehaf i asmani dan rohaniny a,

memi-liki penget ahuan dan keterampilan, dapat mengembangkan kreativi-tas dan tanggung jawab, sikap demokrasi dan penuh tenggang rasa, cerdas, berbudi pekerti yang luhur, mencintai Bangsanya dan men-cintai sesama mdnusict, beriman dan bertaqwa terhadap TuhanYang Maha Esa, berkepribadian, berdisiplin, bekeria keras, tangguh, ber-tanggung jawab, setia kawan, percdya pada diri sendiri, sikap meng-hargai iasa para pahlawan, inovatif dan kreatif, serta berorientasi ke masa depan. Ciri-ciri karakter tersebut secara normatif dapat di-terima oleh semua kalangan. Persoalannya, bagaimana mengukur keberhasilan pencapaian ciri-ciri positif karakter tersebut, tampak-nya tidak terselesaikan hingga gerakan reformasi bergulir. Pem-bentukan karakter warga negara cenderung sebagai retorika pem. bangunan seperti dalam jargon membangun manusia Indonesia seutuhnya sebagai bentuk pengamalan Pancasila dan UUD 1945.

(15)

E { c t E @ J ! 3 c { -g J E : o L . n _ i 8 @ o f @ € g # = . - i o c g 5 H €E € d c

E * E 5

P s , > F P i e ; Q . j P s @ D o E 5 E 9o o o E

E e ? : €

: R * s i g F E 3'F = { ; E E

€ $ c e *

EeEE,-€ e e f

EEE$E

- o ' = = Q O @ @ = ^ c o o F

= f l E e i

fi;f,$$

L f o ' t . i ; E E * * i ! I i l 6 X t r E J * Y

* B $ s

=

EEEE6

E ; E : E + = E E + = g P @ :

F l g ! s

gFEFg*1

* t 5 9 s E E

P E d r i - C *

s F i E t i a

; 8 9 E E 9 : P F E E E g 3

fiE;Hafes

E F s : E € i g

- L r 6 J Y Y '

-I r l t s 5 e g

E F = 5 9 ; F 5

E E E E E * F - s '

t*SFEFEE

€ 3 9 p € E E g

[; rE gE

E E

E

E

Et $gEE

#gEgF$Eg

c o o z o ! o 0 I @ t:

; *Ee

t e

E

e

r ; E €

E x

g*EEFEE

F€6iEE;

F5E:iEE

Ei$gFf,E

;=*EeEe

EEgFEFg

E

i 3 E !

E E; H* fr

O A 6

ggEt

s ; # E

o x = . -= E n ; y b q E = * l . v

5 E E 5 P

; 8 . q s 5 c E ; € g

g n E E €

+ o q E " '

-€ E E F f

- o a p z E 3 J s , ;

E E F q g

g ; E F ;

€ F i

F b g t s s

F F

= 6 b 6 6 i y o o o

f i E ,

g .

i i F E E S

q E E i :

, f i e ' I E i

# E q E F

> ; . = ; E

F g+ "a

+

> b 8 " 6 C F F Y ' E 9 - - o E i

[ - I : t a

# -tE 3 p i 9 c E a p 5 3 i E i

E E P E €

i . F 3 . a x 8 6 9 e 9 -9 Ft E re c 9 9 F * _ 9 E - E . d E F C E O1 9

Ff"i E E

F F € ; f i

: g s = ;

: €

E E

f r

ggEEEf'EE

z E o dd ( ' d > 6 ' B > > h . . d - = . 6 0 L Z g E E L ! o d > 6 ' B > > h - o - : = . G O d s

-s g = R

E z E a -_ & o ^

H s = f t

E z

PENDIDIKAN KARAKTER DALAM PEMBETAJARAN

5 (o o o E

o

(o ut

z

I 6 (9 E g (o E @ lh (o (J c (o o-c (o J p :o c o o-o g f E L o u-+ o -o

P

(16)

PENDIDIKAN KARAKTER DALAM PERSPEKTIF TEORI DAN PRAKTIK c J p o o o o o o !-o E E o ! ! ! c o o P E o v 5 : g E v o r P '3 it

E t

c f i @ c . o c = = 6 U o o _q -6 "9 I N N d o a 'o € o o E g c (o 3 c-(o = (o 6 o E

o

(o IU

z

I m o E (o (o E

s

vl lo I E @ o-(o -:<

E

rct e o o-v, -g -E o u-T .cl

eg

E g o : q b

s

FEs

o o c = =

-E -E f l i : -E

6 ' * I E F s

E E € € g g g

- a s E S E s H

EEFIEf,E

H €

g A

f i ; E

E€EEEFE

E c i

q e f

E

v ; c -b , g g g € * 9 . = ^ c . E

t $ € € - =

6 E F 6 9 H 9 E a a ; = E E E ' g * B F S

[ ' & E

I g

; E E

A E

E s E S - g = I o c . o H 4 @ : O y : - _ o . = E E E = g _9 p 3E =

E

t g'Ei

i l € € ! a o t :o o e o J c o { E F H ! s , E , u c E O R O ._E .E !J p o 6 ! : 5 E O G C

: E

@ A < d a - t r s : x + : x e - = U a z E .

$ * = g

E z

(17)

i

I

i

I

E,

KARAKTER DALA[4 PEMBELAJARAN

Selama periode Orde Baru, pendidikan sebagai instrumenpem-bentukan karakter warga negara menamPakkan wujudnya dalam standarisasi karakter warg a negara. Standarisasi itu mencerminkan civic virtues (kebaiikan-kebaiikan warga negara) y"tg disaiikan da-lam mata pelajaran PMP dan atau PPKn dengan memasukan tafsir Pancasila menurut P4 sebagai kont€nnya. Civic yirtues itu masing-masing direduksi dari tafsir Pancasila menjadi 36 butir pengamal-an nilai-nilai Ppengamal-ancasila. P4 inilah yang kemudian menjadi keharus-an pedomkeharus-an atau arah tingkah laku warga negara' sebagaimkeharus-ana disusun dalam Tabel 2.

Meskipun Thp MPR No, IIMPF/1978 Pasal I menjelaskan bahwa ,,Pedomair Penghayatan dan Pengamalan Pancasila tidak merupakan tafsir Pancasila sebagai Dasar Negara sebagaimana tercermin dalam Pembukaan UUD 1945, Batang Tirbuh dan Pen-jelasannya," tetapi P4 menjadi kelihatan lebih penting dari Pan-casila itu sendiri. Lebih jauh, P4 dan Pancasila menjadi "kata sak-ti" dalam segenaP kesempatan pejabat dari tingkat pusat hingga lokal dalam forum-forum formal mauPun non formal' Di bidang pendidikan, konsekuensi P4 sebagai keharusan pedoman atau arah tingkah laku warga negara sangat membebani misi pendidikan ke-warganegaraan dalam PMP maupun PPKn. Pada gilirannya' un-sur normatif dan anti konflik terhadap perbedaan-perbedaan ke-hidupan di masyarakat cenderung dihindari bahkan dianggap tabu, karena P4 selalu menekankan keharmonisan, keseimbangan hidup dalam format kehidupan kekeluargaan yang meniadi main ideas kekuasaan Reiim Orde Baru.

Dari gambaran tersebut, nilai-nilai yang menjadi materi pokok buku pembelajaran PMP dan PPKn berasal dari i'atas" (rejim yang sedang berkuasa), bukan dari kehendak masyarakat pendidikan (arus bawah). Konsekuensinya nilai-nilai yang menjadi materi

(18)

PENDIDIKAN KARAKTER DATAM PERSPEKTIF TEORI DAN PRAKNK

Tabel 2. Penjabaran Pancasila menurut P4 sebagai ClvicWrtues

1. Percaya dan takwa kepada Tuhan Yang Maha Esa sesuai dengan agama dan kepercayaannya maslng-masing menurut dasar kemanusiaan yang adil dan beradab

2. Hormat menghormati dan bekerjasama antara pemeluk agama dan penganut-penganut kepercayaan yang berbeda-beda, sehingga terbina kerukunan hidup

3. Saling menghormatl kebebasan menjalankan lbadah sesual

dengan agama dan kepercayaannya

Tak memaksakan suatu agama dan kepercayaan pada 4. Tak memaksakan suatu agama dan kepercayaan pada orang lain.

Sila Ketuhanan Yang Maha Esa

5. Mengakui persamaan derajat, persamaan hak dan persamaan kewajiban antara sesama manusia

6. Saling mencintai sesama manusia 7 Mengembangkan sikap tenggang rasa 8. Tidak semena-mena terhadap orang lain 9. Menjunjung tingi hilai kemanuslaan 10. Gemarmelakukan kegiatan kemanusiaan 11. Berani membela kebenaran dan keadilan

12. Bangsa Indonesla merasa didnya sebagai bagian dari seluruh umat manusia, karena itu dikembangkan sikap hormat meng-hormati dan bekedasama dengan bangsa lain

Sila Kemanusiaan

yang adil dan beradab

13. Menempatkan persatuan, kesatuan, kepentingan dan kesela-matan bangsa dan negara dl atas kepentlngan pribadi atau golongan

14. Rela berkorban untuk kepentingan bangsa dan negara .|5. Cinta Tanah Air dan Bangsa

16. Bangga sebagal Bangsa Indonesla dan ber'Tanah Air Indonesia 17. Memajukan pergaulan demi persatuan dan kesatuan bangsa Sila Persatuan

lndonesia

18. Mengutamakan kepentingan negara dan masyarakat 19. Tldak memaksakan kehendak kepada orang lain

20. Mengutamakan musyawarah dalam mengambil keputusan untuk kepentingan bersama

21. Musyawarah untuk mencapai mufakat diliputi oleh semangat kekeluargaan

22. Dengan itikad balk dan rasa tanggung Jawab men€rima dan melaksanakan hasll keputusan musyawarah.

23. Menghayati artl musyawarah yang dilakukan denganakal sehat dan sesuai dengan hatl nurani yang luhur.

24. Keputusan yang diambil harus dapat dipertanggunglawabkan secara moral kepada Tuhan Yang Mahas Esa, menJunjung tlnggi harkat dan martabat manusla serta nilaFnilal kebenaran dan keadilan

Sila Kerakyatan yang dipimpln oleh hlkmat ke-bijaksanaan dalam permusyawaratan/ perwakilan

(19)

PENDIOIKAN KARAKTER DATAM PEMBELfuARAN

Sila Keadilan Sosial bagi seluruh Ralryat lndonesia

ZE M"ng"tnungkan perbuatan-perbuatan yang luhur yang mencerminkan sikap dan sqasana kekeluargaan dan kego-tong-royongan

26. BerslkaP adil

27. Menjaga keselmbangan antara hak dan kewajiban 28. Menghormati hak-hak orang lain

29. Suka memberi pertolongan kepada orang lain 30. Menjauhi slkap pemerasan terhadap orang laln 31. Tidak bersikaP boros

32. Tidak bergaYa hlduP mewah

33. Tidak melakukan perbuatan yang merugikan kepentlngan umum

34. Suka bekerja keras

35. Menghargai hasil karya orang lain

36. Bersama-sama berusaha mewujudkan kemaJuan yang merara dan berkeadilan sosial

Sumber: diadaptasikan oleh berbagai sumber dari Ketetapan MPR Rl No' lUMPRn978 tentang Pedoman Penghayatan dan Pengamalan Pancaslla'

pembelajaran pun cenderung distortif dan iauh dari aspirasi ilmi-"h 1k"il*,r"n), sehingga PMP ataupun PPKn terkesan tidak iauh beda dengan mata pelaiaran Civics atau pun Kewargaan Negara

p"d" *"r" rejim Soekarno l960an yang cenderung indoktrinatif' Berbeda, misalnya, dengan model pendidikan nilai di Australia yang sebelum disepakati nilai-nilai apa saia yang perlu diajarkan di sekolah-sekolah-di mana ada Proses eksplorasi di masing-ma-sing sekolah sampel' Dari hasil studi pendidikan nilai di masing-,nriirrg sampel sekolah di Australia, ternyata di sana hanya I0 ni-lai yarrg mu.tcul ke permukaan secara umum' Masing-masing nilai t"tr.b.rt ialah: (l) Tolerance, (2) Respect, (3) Responsibility' (4) So' cial lustice, (5) Excettence, (6) Care, (7\ lnclusion andTrust' (8) Hontesty, (9) Freedom,dan (10) BeingEthical (Australian Govern-ment Dept. of Education, Science and Training '200T l6-17)' Di Indonesia "pendidikan nilai" yang mengejawantahkan civic vir-tues dalam Proses pembelajaran "datang dari atas" (top down)'

(20)

PENDIDIKAN KARAKTER DALAM PERSF

Pengalaman Indonesia tersebut memperkuat anggapan bahwa pendidikan kewarganegaraan sangat kuat dipengaruhi oleh kepen-tingan politik.

C. PEMBENTUKAN KARAKTER WARGA NEGARA ERA REFORMASI

Keprihatinan terhadap kondisi pendidikan kewarganegaraan semasa Orde Baru telah melahirkan sejumlah inisiatif untuk me-lakukan pembaharuan. Di masa transisi setelah Ketetapan MPR tentang P4 dicabut pada Sidang Istimewa MPR November 1998, pendidikan kewarganegaraan sebagaimana mata pelaiaran lainnya pun mengalami reposisi dan revitalisasi. Reposisi yang dimaksud ialah penyempurnaan beban pembelaiaran dan struktur kuriku-lum untuk semua satuan pendidikan. Revitalisasi tampak dengan digulirkannya kurikulum berbasis kompetensi sebagai Penggan-ti model kurikulum sebelumnya yang sarat dengan beban materi pelajaran.

Kajian pendidikan kewarganegaraan pada awal reformasi di In-donesia mulai diperkenalkan menjelang 2004 (kernudian dikenal sebagai Kurikulum Berbasis Kompetensi, KBK). Oleh banyak ka-langan, pendidikan kewarganegaraan dinilai sangat kering dengan muatan nilai moral, khususnya nilai moral Pancasila, namun sa-rat dengan kajian konsep-konsep politik dan hukurn. Sebelum KBK, mata pelajaran pendidikan kewarganegaraan dalam PMP ataupun PPKn didominasi oleh rnateri nilai-nilai moral Pancasila

(Langenberg, 1990 :172), yang' sebenarnya lebih'merupakan pen-didikan budi pekerti daripada pendidikan kewarganegaraan yang sesungguhnya. Cakupan substansikaiian dan kompetensi kewarga-negaraan yang diharapkan dari PKN itu sendiri yaitu upaya pem-bentukan warga negara yang baik (good citizen) dalam warga

(21)

PENDIDIKAN KARAKTER DALAM PEMBELAJARAN

gara demokratis yang bertanggung,jawab dan berpartisipasi aktif dalam kehidupan sistem politik negaranya, direduksi hanya men_ jadi semata-mata menghapalkan nilai-nilai moral, bagaimana ha_ rus berbuat baik dan tidak berbuat buruk dalam arti afeksi-moral secara formal.

Sementara itu, ada kesenjangan pula antara pembelajaran pen_ didikan kewarganegaraan di lembaga pendidikan formal (seko_ lah) dengan kondisi kongkrit di masyarakat, sehingga ada kecende-rungan bahwa pendidikan kewarganegaraan tercerabut dari akar konteks kehidupan siswa sebagai warga negara. Di bagian lain, se_ bagaimana pengkajian oleh para sarjana (Kalidjernih ,2005;Choli, sin, 2004; Samsuri,2004) terhadap fungsi pendidikan kewargane_ garaan pada masa Orde Baru, semakin memperkuat alasan bahwa peran pendidikan kewarganegaraan ketika itu semata-mata seba-gai alat transmisi kepentingan rejim, pengagungan harmoni (sela_ ras, serasi dan seimbang) dengan menolak pengakuan terhadap perbedaan dan konflik. Ketika reformasi politik dan hukum nasio, nal bergulir, paradigma pendidikan kewarganegaraan. yang masih bercorak hegemonik cenderung menjadi tidak menarik dan ter_ marjinalkan.

Kondisi pendidikan kewarganegaraan yang demikian, telah mengalami pergeseran paradigmatis seiring dengan tuntutan re_ formasi. Dalam makalah ini, reformasi pendidikan diarti.kan se-bagai upaya pembaharuan berupa perubahan dan dan perbaikan ke arah kemajuan dalam dunia pendidikan secara komprehensif. Dengan demikian, reformasi mencakup proses dan hasil, proses re-formasi ini berkait erat dengan proses politik pendidikan, dengan mengikuti mekanisme pembuatan keputusan, yakni mulai dari ta_ hap input, proce s s, d.an output. Margaret S. Archer ( I 985 : 39) men_ jelaskan bahwa politik pendidikan sebagai;

(22)

PENDIDIKAN IGRAKTER OALAM PERSPE(TIF TEORI DAN PRAKTIK

.... the attempts (conscious and organized to some degree) to influ-ence the inputs, processes and outputs of education, whether by Ie-gislation, pressure group or union action, experimentation, pri.tate investment, local transdctions, international innovation or propa-ganda.

Dari pengertian tersebut, tampak jelas bahwa reformasi pen-didikan akan melibatkan banyak elemen bailc di tingkat supra-struktur maupun infrastruktu\ yengtujuan utamanya ialah terja-di perubahan dan pembaharuan di bidang pendidikan.

Sejalan dengan Indra Djati Sidhi (2009, dalam Samsuri, 2010), krisis nasional yang muncul pada 1998 menunjukkan beta-pa rapuhnya sistem berbangsa Indonesia. Demikian pula dengan kondisi pendidikan nasional. Selama bertahun-tahun, khususnya sepaniang Orde Baru, praktek pendidikan cenderung menerapkan kebijakan pendidikan yang bersifaL government push, dengan tra-disi "petuniuk teknis" ()uknis) dan "petunjuk pelaksanaan" (juk-lak) yang dibuat pemerintah pusat. Kondisi tersebut pada giliran-nya melahirkan monopoli pembuatan kebijakan pendidikan oleh pemerintah pusat. Dari aspek pengembangan materi pembela-jaran, substansi materi belum ke arah kompetensi. Ini mengakibat-kan seamengakibat-kan semua masalah diselesaikan dengan mata pelajaran, sehingga dominan pendekatan kognitif. Kondisi pendidikan na-sional diperparah oleh kenyataan bahwa dunia pendidikan meng-alami uniformisasi (penyeragaman).. Penyeragaman dalam hal kebiiakan satu buku teks, satu tipe, satu kurikulum, tanpa mema-hami keragaman (diversitas). Pengaturan kebijakan pendidikan ti-dak melihat dari keragaman, tetapi dari kemudahan manaiemen saja. Dalam hal kurikulum 1994, untuk pendidikan dasar dan me-nengah, bahkan pendidikan tinggi tampak sarat beban. Berdasar-kan pengalaman dan kenyataan tersebut, pembaharuan

(23)

pendi-PENDIDIKAN KARAKTER OALAM PEMBELAJARAN

dikan melalui perubahan kurikulum pun segera dilakukan setelah jatuhkrisis 1998.

Berdasarkan hasil pemetaan Kurikulum 1994 Mata Pelaiaran PPKn, Pusat Kurikulum Balitbang Departemen Pendidikan Na-sional memperkenalkan mata pelajaran Pengganti PPKn dengan Kewarganegaraan. Hal menarik dari penggantian label mata pela-jaran ialah uPaya menggantikan pendekatan subiect matters ke-pada pendekatan berbasis kompetensi' Kompetensi dalam mata p.lri"r"r, Pendidikan Kewarganegaraan tersebar mulai dari pendi-lik"r, prr-r"kolah (TIVRA) hingga pendidikan dasar dan mene-ngah (SD hingga SMA).

Mata pelaiaran Pendidikan Kewarganegaraan secara normatif dimaksudkan untuk membentuk warge negara yang cerdas' te-rampil, dan berkarakter baik, serta setia kepada bangsa dan nega-ra Indonesia yangberdasarkan pada Pancasila dan Undang-undang Dasar 1945 (Pusat Kurikulum Balitbang Depdiknas' 200Ib:11' hu-ruf tebal oleh penulis). Sedangkan tuiuan matapelaiaran Pendi-dikan Kewarganegaraan ialah untuk membentuk kemampuan: a. berpikir secara kritis, rasional, dan kreatif dalam menanggapi

isu kewarganegaraan.

b. berpartisipasi secara secara cerdas dan bertanggung iawab' ser-ta bertindak secara sadar dalam kegiatan bermasyarakat, bet-bangsa, dan bernegara.

c . p " * b . r r t u k a n d i r i y a n g d i d a s a r k a n k a r a k t e r - k a r a k t e r p o s i t i f masyarakat Indonesia dan masyarakat dunia yang demokratis' Kurikulum berbasis kompetensi berdampak pula kepada pe-ngembangan kompetensi mata pelajaran Pendidikan Kewargane-garaan. Secara umum kompetensi yang diharapkan dari mata pel-ai aran Kewarganegaraan ialah:

(24)

PENDIDIKAN KARAKTER DALAM PERSPEKTIF TEORI DAN PRAKTIK

l. kemampuan,untuk menguasai pengetahuan

kewarganegaraan 2. kemampuan untuk memiliki keterampilan k.*"rg*"g*"",

3. kemampuan untuk menghayati dan mengembangkan karak_ ter kewarganegaraan (pusat Kurikulum Balitbang Depdiknas, 2 0 0 1 b : l 3 ) .

Ketiga kompetensi tersebut sejalan bahkan nampak menga_ dopsi ketiga komponen kompetensi civic yangdikembangk"r, ol.h center for civic Education (rgg4) di carabasas Amerika serikat, yaittt civic knowledge, civic skills dan civic dispositions.

Pusat Kurikulum juga mengembangkan kompetensi

khusus lu_ lusan secara rinci untuk tiap tingkatan kelas mulai Kelas I sampai XII. Ini merupakan kemajuan dalam pembaharuan pendidikan ke-warganegaruan, yang dapat dilihat pada Thbel L Komponen kom_ petensi mata pelajaran pendidikan Kewarganegaraan itu menun_

Tabel3. Kompetensi Khusus Lulusan (Tamatan) Mata pelajaran Kewarganegaraan

' - - - . =

Kompetensi '

Peserta didik memitikt: (1) pengetahuan a.n 1Zy p"-gu;;;;;il;;;.

menerapkan perilaku dan aturan_aturan yang berlaku, memiliki kepekaan terhadap lingkungan, menyadari adanya perbedaan kebutuhan setiap orang, hak dan tanggungjawab sebagai warga negara dalam masyara_ Iuly9nS majemuk, serta mengenal prinsip_prinsip atau pilar_pitar dasar

Peseria didik memiliki: (1t p"

negara, demokrasi, nasionalisme, dan sikap potitit,iLrta huOungan dengan

negara dan bangsa lain; (2) pengalaman belajar; dan.(3) kemampuan ber-partisipasi dalam mewujudkan masyarakat yanq demokratis.

Peserta didik memitiki: (1) pengetahuan; (Z) p"ngutu;;Gtuju;da;(3[; mampuan berpartisipasi dalam mewujudkan masyarakat dan pemerintahan yang demokratis, menjunjung tinggi, melaksanakan. dan menghargai hak asasr manusia serta peka terhadap isu internasional hak asasi manusia.

(25)

PENDIDIKAN KARAKTER DALAM PEMBETAJARAN

jukkan apa saia karakter warga negara yang harus dibangun dan hendak dicapai. Cita-cita pembentukan warga negara demokratis tampak terasa dalam rumusan-rumusan kompetensi tersebut.

Kompetensi kewarganegaraan yang hendak dicapai melalui pendidikan kewarganegaraan itu diperkenalkan dengan. istilah "Kompetensi Dasar", "standar Materi" dan "Indikator Pencapai-an Hasil Belajar." Pada akhirnya ketiga istilah tersebut dalam per-kembangannya menjadi embrio bagi pengembangan "Standar

Isi", "standar Kompetensi" dan "Kompetensi Dasar" dalam Per-mendiknas RI No. 22 Thhun 2006 tentang Standar Isi yang ru-musan akhirnya ditetapkan oleh Badan Standar Nadional Pendi-dikan (BSNP). Gambaran ruang lingkup kajian dipaparkan Mata Pelajaran Pendidikan Kewarganegaraan untuk ienjang pendidikan dasar dan menengah dipaparkan dalam Thbel4.

Sampai dengan menjelang pembentukan BSNP berdasarkan PP No. l9 Thhun 2005, Puskur telah memberikan dasar-dasar pen-ting penyusunan standar isi mata pelaiaran terutama mata pela-jaran PKn untuk jenjang SD hingga SMA. Pada akhirnya, standar isi mata pelajaran Pendidikan Kewarganegaraan untuk jenjang SD hingga SMA diputuskan oleh Menteri Pendidikan Nasional (da-lam Permendiknas RI No. 22 Thhun 2006) memuat delapan topik kajian sebagaimana tampak dalam Tabel 5. Dari Tabel 5 tampak bahwa secara formal dan substansial terdapat Pergeseran paradig-ma kajian Pendidikan Kewarganegaraan untuk satuan pendidikan dasar dan menengah. Pergeseran ini tidak hanya mernberikan ha-rapan penting bagi kajian Pendidikan Kewarganegaraan yang se-laras dengan idealitas pendidikan kewarganegaraan demokratis yang telah berkembang dan masih terus dikembangkan di sejum-lah negara demokratis. Thntangan yang'kemudian muncul ialah bagaimana praktisi di lapangan, yakni guru Pendidikan

(26)

PENOIDIKAN KARAKTER OALAM PERSPEKTIF TEORI DAN PRAKTIK

Tabel4. Ruang Lingkup Kajian Mata PelaJaran Kewarganegaraan

Dtadaptasi darl Pusat Kurikulum Balitbang Depdiknas (2001b:19-23: 2001c 19-26)

ganegaraan, dapat menafsirkan dan menerjemahkan standar isi tersebut sebagai materi pembelajaran yang seialan dengan tuntut-an pembentuktuntut-an warga negara demokratis dtuntut-an memiliki kompe-tensi kewarg aan (civic competencies) .

. Peranan Warganegara . Partisipasi Warganegara . Kontrol Sosial

Berperan untuk menjadl warga ne-gara yang proaktlf dalam berbagal kegiatan kehiduPan

bermasyara-. Demokrasi dan demokratisasi . Nasionalisme

. Sikap Politik Berperan untuk mewujudkan

masyarakat demokratls dengan landasan nasionalisme dan sikaP

. Hubungan antarbangsa . Politik Luar Negerl lndonesla . Pengaruh Timbal Balik Hubungan Luar Menganalisis dan menilai Posisl

terhadap kedudukan bangsa h' donesia dalam Percaturan dan

. Stabilitas Politik . Kekuatan Ekonomi . Keamanan Negara . Ketertiban Masyarakat

. Penyelenggara Negara yang Bersih dan Bebas Korupsi, Kolusl dan Nepotisme . Pendldikan

Menganallsis pranata-Pranata yang menJadi determinasi bagi ter wujudnya masYarakat demokratls

. Budaya Demorasl . Pemerintahan Demokratis . Pluralisme

. Kemerdekaan Menyampaikan Pendapat di Muka Umum

Berperan untuk mendukung terciptanya Pemerintahan Yang demokratis dan budaYa demokrasl

. ldeologi

. HakAsasi Manusia

. Pelaksanaan Hak Asasi Manusia . Penegakan Hak Asasi Manusla dan

lmplikaslnya terhadap Hubungan Inter-naslonal

Berperan dalam menegakan hak asasi manusia dan menyikapi ber bagai isu internasional hak asasi manusia sesuai dengan konteks bangsa dan negara Yang berlan-daskan Pancasila dan UUD 1945

(27)

Kewarganegaraan

Hidup rukun dalam perbedaan; Clnta lingkungan; Kebanggaan sebagai bangsa Indonesia; Sumpah Pemuda; Keutuhan Negara Kesatuan Republik Indonesia; PartisipasL dalam pembelaaan ne-gara; Sikap positlf terhadap Negara Kesatuan Republlk Indonesla; Keterbukaan dan iamlnan keadilan.

Tertib dalam kehidupan keluarga; Tertlb di sekolah; Norma yang berlaku di masyarakat; Peraturan-peraturan daerah; Norma-norma dalam kehidupan berbangsa dan bernegara; Sistem hukum dan

nasional; Hukum dan peradilan internasional Hak dan kewajiban anak; Hak dan kewajiban anggota masyar-akat; Instrumen nasional dan internasional HAM; Pemajuan, dan

Hldup gotong royong; Harga dirl sebagai warga masyarakat; Kebebasan berorganlsasi; Kemerdekaan mengeluarkan pendapat Menghargai keputusan bersama; Prestasl diri; Persamaan

kedu-Proklamasl kemerdekaan dan Konstitusl pertama; Konstitusl-konsti-tusi yang pernah digunakan di Indonesia; Hubungan dasar negara

Pemerlntahan desa dan kecamatan; Pemerintahan daerah dan otonomi; Pemerintah pusat Demokrasl dan sistem polltik; Budaya politlK Budaya Demokrasi menuju masyarakat madani; Slstem

Pers dalam masyarakat demokrasi.

Kedudukan Pancaslla sebagai dasar negara dan ideologi negara; Proses perumusan Pancaslla sebagal dasar negara; Pengamalan nilal-nilai Pancasila dalam kehldupan sehari-hari; Pancasila sebagai

Globallsasi di llngkungannya; Politik luar negeri Indonesia di era globalisasi; Dampak globalisasi; Hubungan internasional dan intemasional; dan Mengevaluasl globalisasi,

Tabel 5. Topik Kajian Mata Pelajaran Pendidikan

Sumber: diadaptasikan darl Lampiran Permendiknas Rl No. 22 Tahun 2006 tentang Standar lsl Mata Pelajaran Jenjang Pendidikan Dasar dan Menengah

Pendidikan kewarganegaraan dalam era sebelumnya, yang per-nah dipraktekan dalam bentuk PMP maupun PPKn cenderung di-anggap mengabaikan arti penting peran werga negara dengan bu-daya politik partisipan. Dengan paradigma yang baru, harapannya

(28)

PENDIDIKAN KARAKTER DALAM PERSPEKTIF TEORI DAN PRAKTIK

Pendidikan Kewarganegaraan menjadi "pengerem" atau paling se-dikit menjadi-penyeimbang; antarar otoriterisme negara dan war-ga newar-gara (Samsuri, 2010: tr92).

Dari penjelasan tersebut, reformasi pendidikan kewarganegara-an dapat dimaknai sebagai titik temu kepentingan dua hal. Secara internal, perubahan politik melalui gerakan reformasi nasional telah mendorong pembaharuan pendidikan kewarganegaraan se-bagai bagian dari gerakan reformasi pendidikan nasional secara ke-seluruhan. Pilihan reformasi pendidikan kewarganegaraan tidak se-mata-mata merubah paradigma kajian yang menekankan kepada penguasaan subiect matters yang dominan aspek afektif. Tetapi re-formasi berarti juga bergeser (berganti) kepada paradigma kajian yang menekankan kepada penguasaan kompetensi kewarganega-raan bagi para siswa meliputi aspek pengetahuan (materi kajian), aspek keterampilan/kecakapan dan perilaku (Samsuri, 2010). D. PENGEMBANGAN KARAKTER WARGA NEGARA

DEMOKRATIS

Undang-Undang (UU) Sistem Pendidikan Nasional (Sisdik-nas) Thhun 2003 sebagaimana UU Sisdiknas Thhun 1989 telah mendudukan posisi Pendidikan Kewarganegaraan sebagai mata kajian pengembangan kepribadian mulai dari jenjang pendidikan dasar hingga pendidikan tinggi, bersama-sama dengan mata pela-jaran agama dan bahasa. Berbeda dengan UU Sisdiknas 1989 yang selain mencantumkan Pendidikan Pancasila dan Pendidikan Ke-warganegaraan, maka dalam UU Sisdiknas 2003 tidak ada lagi na-ma na-mata pelajaran Pendidikan Pancasila, tetapi hanya Pendidikan Kewarganegaraan. UU Sisdiknas 2003 sudah dengan tepat tidak mencanturnkan lagi Pendidikan Pancasila dalam kurikulum pen-didikan nasional, karena penamaan. "Pancasila " di belakang

(29)

KARAKTER DALAM PEMBELAJARAN

ta "pendidikan" justru menurunkan posisi Pancasila sebagai dasar negara, yang sebenarnya tidak boleh direduksi menjadi pefabelan-pelabelan, seperti ekonomi Pancasila, demokrasi Pancasila. "Hi-langnya" Pendidikan Pancasila dalam UU Sisdiknas 2003 ini me-nimbulkan tanda tanya, karena dianggap ada upaya sistematis menghapus Pancasila dalam sistem pendidikan nasional Indone-sia era reformasi.

Bagaimanapun pada hakekainya, pendidikan kewarganegaraan di negara manapun di dunia, yang menjadi.great ought-nya ialah dasar sistem politik dari negara yang bersangkutan. Indonesia su-dah pasti bahwa dasar kehidupan berbangsa bernegaranya ialah Pancasila, yang dengan sendirinya Pendidikan Kewarganegaran sebagai upaya pembentukan warga negare yang akan rnendasar-kan diri kepada Pancasila sebagai dasar negara. Ini juga sejalan dengan kemauan politik MPR pada Sidang Istimewa 1998 yang menegaskan kembali Pancasila sebagai dasar negara dan menca-but Ketetapan MPR 1978 tentang P4. Sebagaimana diketahui bah-wa P4 merupakan materi pokok dari pendidikan kewarganegara-an selama Orde Baru (baik dalam nama PMP maupun PPKn). Penjelasan di atas memperlihatkan bahwa reformasi pendidikan khususnya pendidikan kewarganegaraan tidak dapatr dilepaskan dari kepentingan politik nasional. Dengan demikian, sistem poli-tik sangat kuat mempengaruhi arah politik pendidikan (Samsuri,

2010:204-205).

Mengikuti rumusan fohn J. Patrick (1999), peran warga nega-ra baik secanega-ra individual maupun secara kelornpok seperti di lem-bagalembaga kemasyarakatan, dalam perurnusan dan pengam-bilan keputusan untuk kebijakan publik merupakan salah satu karakteristik dari sebuah negara demokrasi. Hal itu dapat dilaku-kan melalui partisipasi sukarela dengan membentuk

(30)

PENDIDIKAN KARAKTER DALAM PERSPEKTIF TEORI DAN PRAKTIK

siasi masyarakat kewargaan (beberapa menyebutnya sebagai or-ganisasi non-pemerintah, Non-Gov ernment Organization (NGO) ) secare bebas, di mana para warga negara dapat melakukan keba-ikan bersama (common good) sebagai perwuiud4n partisipasi ak-tifnya dalam sebuah ruang publik. Melalui keterlibatan warga (civic engagemenf) tersebut, warga negara mengembangkan penge-tahuan, kecakapan, kebajikan, dan kebiasaan (habits) yang mem-buat demokrasi dapat bekerja. Pada taraf tertentu asosiasi-aso-siasi masyarakat kewarga an (civil society\ dapat meniadi kekuatan tanding (eountemailing) melawan penyalahgunaan kekuasaan da-lam pemerintahan (Patrick, 1999: 4l).

Beberapa upaya pembelaiaran seperti dengan pendekatan con-textual teaching and learning (CTL) atau dengan model portofo-lio, merupakan pilihan model pembelajaran yang sekarang sering dipilih sebagai model pembelajaran pendidikan kewarganegara-an. Dalam model portofolio yang dalam praktik merupakan pe-nerjemahan model proiect citizen sebagaimana dikembangkan Center for Civic Education (1996), banyak melatih dan menum-buhkan karakter warga negare yangideal (demokratis). Nilai-nilai demokratis, partisipatif, keriasama, peduli dan peka terhadap per-soalan publik di sekitar siswa, serta belaiar secara otentik terha-dap persoalan kewargaan dan publik merupakan sesuatu yang la-zim dikembangkan dalam proiect citizen. Persoalannya, sekali lagi, konseptualisasi yang ideal dari standar isi Pendidikan Kewirgane-garaan dan pilihan-pilihan model pembelajaran yang bagus-ba-gus itu, akan tergantung kepada bagaimana guru pendidikan

ke-warganegeruan mengimplementasikannya. Dari sini jelas, bahwa garda terdepan untuk mencapai keberhasilan misi pendidikan ke-warganegaraan paradigma baru terutama terletak pada kerjasama guru untuk selalu inovatif dan kreatif melakukan

(31)

PENDIDI(AN KARAKTER DALAM PEMBELA"'ARAN

an model pendidikan kewarganegaraan yang bebas indoktrinasi, dominasi dan hegemoni tafsir pragmatis kekuasaan rejim. Jadi, aneh jika dalam proses pendidikan kewarganegaraan untuk mem-bangun karakter warga negara demokratis, justru guru/pendidik mencontohkan dengan perilaku kewargaan yang tidak meniun-jung nilai-nilai demokrasi, atau tidak membelaiarkannya dengan cara-cara demokratis pula.

E. PENUTUP

Paparan ringkas makalah ini menunjukkan bahwa upaya mem-bentuk warga negara yangbaik (demokratis) sebagaimana diide-alkan oleh tujuan pendidikan kewarganegaraan secara universal, di Indonesia mengalami berbagai bentuk penafsiran dalam seti-ap kebiiakan pendidikan nasionalnya. Corak pembentukan ke-patuhan warga negara selama Orde Baru dinilai gagal melahir-kan masyarakat kewargaan yang demokratis, mandiri, kritis dan partisipatif. Kebijakan pendidikan oleh rezim yang berkuasa un-tuk membenun-tuk warga negara yang baik dalam program kurikuler PMP maupun PPKn di jenjang pendidikan dasar dan menengah mengalami persoalan. Antara das sein dan das so//en terdapat ke-senjangan yang sangat lebar. Pembentukan karakter ,,manusia pembangunan" sebagai upaya membangun "insan pancasilais', ter-kalahkan oleh realitas kehidupan politik dan kehidupan kewarga-an ykewarga-ang cenderung korup, kolutif dan nepotis.

Pembahasan kebijakan pendidikan kewarganegaraan pada awal era reformasi memperlihatkan bahwa sebagai bagian reformasi pendidikan nasional, Pendidikan Kewarganegaraan telah berge-ser dari pendekatan materi pendidikan nilai-nilai sebagaimana tampak dalam PMP dan PPKn, kepada pendekatan kornpetensi kewarganegaruan (civic competences) dan pendekatan keilmuan.

(32)

Pendekatan kompetensi kewarganegaraan berupaya membangun kecakapan-kecakapan yang harapannya dimiliki peserta didik se-bagai warga negara muda yang kritis, rasional, dan partisipatif ter-hadap kehidupan berbangsa dan bernegara. Pendekatan keilmuan menjadikan pendidikan kewarganegaraan memfokuskan diri ke-pada induk keilmuan civics yaiht ilmu politik. Keilmuan lain-nya yeng menyokong pendidikan kewarganegaran yang menonjol ialah kajian ilmu hukum, terutama hukum tata negara. Implikasi pendekatan ini ialah bahwa pendidikan kewarganegaraan sedapat rnungkin mendasarkan diri kepada kepentingan nilai-nilai sistem politik nasional, dan bukannya bergantung kepada kepentingan politik rezim. Dengan demikian, setiap perubahan dan pembaha-ruan pendidikan kewarganegaraan seyogianya tidak bergantung kepada perubahan rezim mana yang tengah berkuasa (Samsuri, 2010:199-2A0). Selain itu, pendekatan keilmuan menjadikan Pen-didikan Kewarganegaraan merupakan sebuah kajian yang bersi-fat dinamis sejalan dengan kemajuan ilmu pengetahuan, dan ter-hindar dari manipulasi kekuasaan politik rejim yang cenderung indoktrinatif dan totalitarian.

Hadirnya pendidikan kewarganegaraan paradigma baru mema-suki eJa reformasi di Indonesia, membawa harapan dan tantangan sekaligus. Karakter ideal yang diperlukan untuk membentuk karak-ter warga negara demokratis dalam pendidikan kewarganegaraan telah didukung oleh suasana reforrnasi yang memberi ruang kritis dan partisipasi otonom pada setiap warga negara. Thntangannya ialah, warisan tradisi pendidikan kewarganegaraan selama Orde Baru yang cenderung normatif, dan formalistik terhadap penaf-siran nilai-nilai bersama (Pancasila), mengharuskan kerja keras da-ri segenap elemen pendidikan yang menginginkan teriadinya de-mokratisasi di Indonesia berlangsung sesuai harapan.

l

J

(33)

PENDIDIKAN KARAKTER DALAM PEMBELAJARAN

DAFTAR PUSTAKA

AlbertaEducation.2005.TheHeartofMatter:CharacterandCiti' zenshipEducationinAlberta'School'Alberta:AlbertaEduca. tion, Learning and Teaching Resources Branching' Minister of Education.

Archeq M. S. "Educational Politics: A Model for Their Analysis'" dalam Ian McNay dan fenny Ozga' (eds') ' Policy'Making in Education. Oxford: Pergamon Press and The Open Universi-ty, 1985, PP.39-64.

C"rrt.rforCivicEducation'1994'NationalstandardsforCivics and Government. Calabasas, California: Center for Civic

Edu-cation.

Center for Civic Education' 1996' We The People"' Proieet Citi' zen. Calabasas, CA: Center for Civic Education'

cholisin. "Konsolidasi Demokrasi Melalui Pengembangan Karak-ter Kewarga tregeraan," )urnal Civics, Vol' 1' No' 1' funi 2004' pp. 14-28.

Cog"n, |.f . "Citizenship Education for the 2lst Century: Setting ih. Conte*t," dalam |ohn J' Cogan dan Ray Derricott'

Citi-zenship for the 2lst Century: AnlntroductionPerspectives on Education,London: Kogan Page Ltd' 1998' pp'l-20'

CurriculumCorporation'2003'TheValuesEducationStudy:Final Report.Victoria: Australian Governmeflt Dept' of Education' Science and Training'

Kalidjernih, E K. 2005' "Post-Colonial Citizenship Education: A Critical Study of the Production and Reproduction of the In-donesian Civic ldeal'" Disertasi Ph'D'' Tidak diterbitkan' Uni-versitY of Thsmania, Australia'

Kerr, D. :'Citi"eoship Education in the ":tt:::I":; An Interna-tional Revie w," The SehoolField'Yol' 10' 1999' No' 3-4'

I li i I $, I & fr; u 3 8 1

(34)

Langenberg, M. "The NewOrder State: Language,ldeology, Hege-mony." dalam Arief Budiman (ed.). State and Civil Society in Indonesia. Clayton,Victoria: Centre of Southeast Asian Stu-dies, Monash University. 1990, pp.l2l-150.

Patrick, f.|. dan Vontz, TS. "Components of Education for Demo-cratic Citizenship in the Preparation of Social Studies Teach-ers," dalam fohn f. Patrick dan Robert S. Leming, Principles and Practices of Democracy in the Education of Social Studies Teachers, Vol. l, Bloomington,IN: ERIC Clearinghouse for So-cial Studies/SoSo-cial Science Education, ERIC Clearinghouse for International Civic Education, and Civitas,2001, pp. 39-64. Patrick, ]ohn. f. "Education for Constructive Engagement of

Citi-zens in Democratic Civil Society and Government," dalam Charles E Bahmueller dan fohn f . Patrick, Principles and Prac-tices of Education for Democratic Citizenship: Internation-al Perspectives and Project, Bloomington,IN: ERIC Clearing-house for Social Studies/Social Science Education and the ERIC Adjunct Clearinghouse for International Civic Educa-tion in associaEduca-tion with Civitas., 1999, pp.4l-60.

Peraturan Menteri Pendidikan Nasional RI Nomor 22 Thhun 2006 tentang Standar Isi Satuan Pendidikan Dasar dan Menengah. Print, M. "Introduction, Civic Education and Civil Society in the

Asia-Pacific." dalam Murray Print, fames Ellickson-Brown and Abdul Razak Baginda. (eds.). Civic Education for Civil Society, London: ASEAN Academic Preis, 1999, pp. 9-18,

- - v t L - '

V Print, M. "Ciy'is and Values in the Asia-pa{ific Region". AsiaPaci-ficloumal of Education, Vol. 20, 2000, Issue I, pp. 7-20. Pusat Kurikulum Balitbang Depdiknas. 2001a. Kurikulum

Berba-sis Kompetensi: Kebijaksanaan (Jmum Pendidikan Dasar dan Menengah. Jakarta: Puskur Balitbang Depdiknas.

(35)

PENDIDIKAN

Pusat Kurikulum Balitbang Depdiknas. 200lb. Mata Pelaiaran Ke-warganegaraan (Citizenship) Sekolah Lanjutan Tingkat Perta-ma. fakarta: Puskur Balitbang Depdiknas.

Pusat Kurikulum Balitbang Depdiknas. 200 I c. Mata Pelai aran Ke-warganegaraan (Citizenship) Sekolah Menengah U mum. I akat-ta: Puskur Balitbang Depdiknas.

Samsuri. "Civic Virtues dalam Pendidikan Moral dan Kewargane-garaan di Indonesia Era Orde Baru" lurnal Civics, Vol. l, No. 2, Desember 2004, pp. 224-239.

4

Samsuri. 2010. "Tiansformasi Caga{n Masyarakat Kewargaan v (Civil Society) Melalui Reformasi Pendidikan Kewarganega-raan di Indonesia (Studi Pengembangan Kebijakan Pendidikan Kewarganegaraan pada fenjang Pendidikan Dasar dan Mene-ngah Era Reformasi)." Disertasi Tidak Diterbitkan. Bandung: Sekolah Pascasarjana Universitas Pendidikan Indonesia.

Sekpflariat Jendral MPR RI. 2000. Himpunan Ketetapan MPRS

r-dan MPR Tahun 1960 sld 2002. lakarta: SekS$.ariat fendral MPR RI.

Torney-Purta, f., Lehmann, R., Oswald, H. dan Schulz, \M 2001. Citizenship and Education in Twenty'eight Countries: Civic Knowledge andEngagement at AgeFourteen. Amsterdam: The International Association for the Evaluation of Educational Achievement.

Veldhuis, R. "Education for Democratic Citizenship: Dimensions of Citizenship, Core Competencies, Variables, and Interna-tional Activities," makalah disaiikan di Council for Cultural Cooperation, F -67 07 5 Strasbourg Cedex, Perancis, 2 5 Novem-ber 1997.

!

I

L

(36)

g$fiffg9*3fgfgF5{

EEiE

*!

;r

E

sBE

rrell?363A11!gg{eiaIA113i1

E

ggg111

gi11iii€tt1{s

![}EiitiE

Gambar

Tabel  2. Penjabaran  Pancasila  menurut  P4 sebagai  ClvicWrtues
Tabel  5. Topik  Kajian  Mata Pelajaran  Pendidikan

Referensi

Dokumen terkait

Terisolasi dari kehidupan, bahwa penyampaian materi pendidikan kewarganegaraan masih terisolasi dari pergaulan luar, apalagi masa globalisasi sekarang ini kita harus

2 Tahun 1989 tentang Sistem Pendidikan Nasional ketika itu mendeskripsikan pendidikan kewarganegaraan sebagai ―...usaha untuk membekali peserta didik dengan

Selain itu, Pendidikan Kewarganegaraan pada dasarnya adalah sebuah pendidikan untuk generasi penerus bangsa yang tujuan utamanya agar menjadikan mereka sebagai

Penelitian ini bertujuan untuk (1) mengetahui peran Pendidikan Kewarganegaraan dalam mengembangkan karakter warga negara yang baik di SMP Negeri 8 Purwokerto, (2)

Pengembangan warga negara global menjadi salah satu tujuan utama dalam Pendidikan Pancasila dan Kewarganegaraan untuk menumbuhkan dan mengembangkan nilai-nilai dasar

Jurnal Pendidikan Tambusai 7310 Meningkatkan Karakter Generasi Muda di Era 5.0 Melalui Pembelajaran Pendidikan Kewarganegaraan Tsana Nur Faridah1, Dinie Anggraeni Dewi2, Yayang Furi

Jurnal Pendidikan Tambusai 7176 Membangun Karakter Siswa Sekolah Dasar Melalui Pendidikan Kewarganegaraan Rachel Fadila Putri Herdiansyah1, Dinie Anggraeni Dewi2, Yayang Furi

Pendidikan Kewarganegaraan merupakan salah satu pendidikan berkarakter yang dikembangkan secara sistematik dan sistemik yang tidak dapat dipisahkan dari kerangka kebijakan pembangunan