• Tidak ada hasil yang ditemukan

Korelasi Lingkar Leher dengan Persentase Lemak Tubuh pada Obesitas

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "Korelasi Lingkar Leher dengan Persentase Lemak Tubuh pada Obesitas"

Copied!
8
0
0

Teks penuh

(1)

1 KORELASI LINGKAR LEHER DENGAN PERSENTASE LEMAK TUBUH PADA OBESITAS

Ni Nyoman Sri Yuliani1, Hertanto Wahyu Subagio2, Etisa Adi Murbawani2 1

Peserta Program Pendidikan Spesialis Gizi Klinik FK UNDIP/RSUP dr.Kariadi 2

Staf Program Pendidikan Spesialis Gizi Klinik FK UNDIP/RSUP dr.Kariadi

ABSTRAK

Latar belakang : lingkar leher merupakan pengukuran antropometri yang relatif baru yang menggambarkan lemak subkutaneus tubuh bagian atas serta berkorelasi dengan obesitas dan sindrom metabolik. Lemak tubuh total pada obese memiliki hubungan dengan kelainan metabolik. Pengukuran lemak tubuh total pada obese secara sederhana belum banyak diteliti terutama korelasinya dengan lingkar leher.

Tujuan : menentukan korelasi lingkar leher dengan persentase lemak tubuh total pada obesitas. Metode penelitian : penelitian korelasional ini melibatkan subyek obese dan normoweight sebanyak 186 perawat di RSUP Dr. Kariadi Semarang dari bulan Juni-Juli 2017 yang memenuhi kriteria inklusi dan eksklusi. Dilakukan pengukuran lingkar leher dan pengukuran lemak tubuh total, lemak viseral dan lemak subkutaneus whole body menggunakan Bioelectrical Impedance Analysis (BIA). uji hipotesis menggunakan korelasi sederhana.

Hasil : Rerata lingkar leher subyek obese dan normoweight adalah 36±1,8 cm dan 31,9±2,1 cm. Terdapat korelasi bermakna antara lingkar leher dengan lemak total tubuh (r=0,310; p=0,002), lemak viseral (r=0,543; p=0,000) dan lemak subkutaneus whole body (r=0,492; p=0,000) pada sampel obese..

Simpulan : terdapat korelasi bermakna antara besarnya lingkar leher dengan lemak tubuh total, lemak viseral dan lemak subkutaneus whole body.

Kata kunci : lingkar leher, lemak tubuh total, lemak viseral, lemak subkutaneus whole body PENDAHULUAN

Obesitas merupakan masalah kesehatan di negara maju dan negara berkembang.1,2 Kelebihan lemak yang terakumulasi dalam tubuh menyebabkan berbagai masalah kesehatan seperti penyakit diabetes, dislipidemia, kardiovaskular dan kanker yang akan menurunkan kualitas hidup seseorang.1

Akumulasi lemak dalam tubuh idealnya diukur menggunakan Dual Energy X-ray Absorptiometry (DEXA) dan Magnetic Resonance Imaging (MRI). Penggunaan alat tersebut tidak praktis dalam pemeriksaan klinis rutin sehari-hari karena memerlukan tenaga ahli dan biaya yang cukup besar.3

Pemeriksaan antropometri yang umum digunakan untuk deteksi pasien lemak tubuh pada obesitas adalah indeks massa tubuh (IMT), lingkar pinggang, lingkar lengan atas dan

(2)

2 skinfold thickness. Pengukuran IMT tidak dapat membedakan massa lemak dan otot.3 lingkar pinggang hasil pengukuran tidak konsisten antara lemak abdominal total dan lemak intra abdominal. skinfold thickness menimbulkan ketidaknyaman subyek karena tindakan mencubit kulit dan masalah yang sering timbul adalah belum tersedianya acuan baku umum serta dipengaruhi oleh umur dan jenis kelamin. 4,5,6

Lingkar leher merupakan metode antropometri yang relatif baru. Pengukuran ini menjadi penanda terhadap penumpukan lemak subkutaneus tubuh bagian atas.7 Lingkar leher individu obese diketahui lebih besar dibandingkan individu dengan IMT normal.8 Beberapa penelitian menunjukkan bahwa lemak di leher berkorelasi positif dengan lemak viseral, resistensi insulin dan sindrom metabolik.9 Pengukuran ini merupakan pengukuran antropometri yang cepat, dapat diulang dengan variasi minimal dan lebih mudah untuk menetapkan obesitas sentral.8 Hal ini sesuai dengan beberapa penelitian yang menyatakan bahwa lingkar leher berkorelasi erat terhadap IMT dan dapat digunakan sebagai alat skrining praktis untuk identifikasi individu overweight atau obese pada laki-laki dan perempuan. 10,11

Korelasi lingkar leher dengan pengukuran persentase lemak tubuh pada obesitas belum pernah diteliti. Penelitian ini menganalisis korelasi lingkar leher dengan lemak tubuh total, lemak viseral dan lemak subkutaneus whole body. Korelasi lingkar leher dengan persentase lemak pada obesitas diteliti agar dapat menjadi alternatif metode pengukuran antropometri yang mudah, tidak mahal dan dapat digunakan dalam praktek sehari-hari.

METODE PENELITIAN

1.1Subyek Penelitian. Penelitian ini dilakukan di RSUP dr.Kariadi setelah mendapatkan ethical clearance dari Komisi Etik Penelitian Kedokteran Universitas Diponegoro/ RSDK. Penelitian dilakukan dari bulan Juni hingga Juli 2017. Subyek penelitian mengisi informed consent setelah mendapat penjelasan tentang penelitian. Subyek penelitian yang diikutsertakan dalam penelitian adalah perawat laki-laki dan perempuan yang dipilih menggunakan metode consecutive sampling dengan usia 30-59 tahun, IMT obese • 25kg/m2 dan normoweight jika IMT 18,5 ± 22,9 kg/m2. Subyek tidak menopause, tidak hamil, tidak menjalani program diet maupun konsumsi obat penurun berat badan, tidak minum obat steroid dan bersedia mengikuti penelitian. Subyek akan dieksklusi jika terdapat tumor pada leher, kiposis, ekstremitas superior dan inferior tidak lengkap, edema dan terdapat dan tanda &XVKLQJ¶V V\QGURPH

(3)

3 1.2Pengukuran Antropometri. Pengukuran IMT merupakan Hasil bagi antara berat badan dalam satuan kilogram dengan kuadrat tinggi badan dalam satuan meter (m). Pengukuran lingkar leher dilakukan pada kartilago krikoid, pertengahan panjang leher, antara pertengahan tulang servikal dan mid anterior leher menggunakan pita pengukur plastik yang tidak elastis dengan skala 1 mm. Lingkar leher laki-laki, dilakukan tepat dibawah tonjolan $GDP¶V DSSOH. Pengukuran persentase lemak tubuh total, lemak viseral dan lemak subkutaneus whole body menggunakan Body Impedance Analysis (BIA) Omron. 1.3Pengukuran lain. Usia dan jenis kelamin menggunakan instrumen KTP. Aktivitas fisik menggunakan kuesioner International physical activity questionnaire (IPAQ) dan akan dilakukan skoring total aktivitas fisik dengan satuan Metabolic Equivalent of Task (MET)-minutes/week.

1.4Analisis Statistik. Analisis data meliputi analisis deskriptif dan uji hipotesis. Data tentang karakteristik sampel meliputi usia, jenis kelamin, IMT dan aktivitas fisik disajikan secara deskriptif. Masing-masing variabel tergantung dan variabel bebas akan GLODNXNDQ DQDOLVLV ELYDULDW %DWDV NHPDNQDDQ DGDODK DSDELOD S” GHQJDQ LQWHUYDO kepercayaan 95%. Analisis dilakukan dengan program SPSS.

HASIL DAN PEMBAHASAN

Total subyek penelitian adalah 186 orang yang terdiri dari 94 subyek obese dan 92 subyek normoweight. Berdasarkan jenis kelamin, pada subyek obese perempuan (n=66) lebih banyak daripada laki-laki (n=28), demikian halnya dengan subyek normoweight subyek perempuan (n=68) lebih banyak daripada laki-laki (n=24).

Tabel 1 menunjukkan usia subyek penelitian ini pada subyek obese rerata berusia 43,2±10,2 tahun dan pada subyek normoweight 36,6±5,8 tahun. Rata-rata IMT pada obese 29,6 kg/m2 dan normoweight 20,9 kg/m2. Aktivitas fisik pada subyek obese lebih rendah (996,3±269,5 MET min/week) daripada subyek normoweight (1096,5±219,6 MET min/week). Rerata lingkar leher pada subyek obese (36±1,8cm) lebih besar daripada normoweight (31,9±2,1cm). Rerata lemak tubuh total pada obese (35,6±4,1%) lebih besar daripada normoweight (26,6±5,3%). Rerata level lemak viseral pada obese (13,1±5,2) lebih tinggi daripada normoweight (3,6±1,4). Rerata lemak subkutaneus whole body pada obese (30,2±7,2%) lebih banyak daripada normoweight (22,2±5,2%).

(4)

4 Tabel 1. Karakteristik subyek penelitian

Tabel 2 menunjukkan Hasil uji parametrik Pearson menunjukkan hubungan bermakna dan berkorelasi antara lemak tubuh total dengan lingkar leher (r = 0,31, p = 0,002) pada sampel obese, sedangkan pada sampel normoweight dengan uji Spearman tidak bermakna. uji korelasi korelasi antara lemak viseral dengan lingkar leher pada sampel obese dan normoweight menunjukkan hasil yang berkorelasi positif dan bermakna. Uji korelasi Spearman pada lemak subkutaneus whole body menunjukkan hasil korelasi positif dan bermakna baik pada subyek obese maupun normoweight.

Tabel 2. Hasil uji korelasi bivariat antara lemak tubuh total, lemak viseral dan lemak subkutaneus whole body dengan lingkar leher

a

(5)

5 DISKUSI

Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa lingkar leher pada sampel obese lebih besar daripada sampel normoweight. Berdasarkan jenis kelamin, rerata lingkar leher lebih besar pada laki-laki daripada perempuan (37,1cm dan 35,6cm). Penelitian ini sesuai dengan penelitian sebelumnya oleh Hingorjo (2012) bahwa lingkar leher obese pada laki-laki lebih besar daripada perempuan.10 Faktor yang dapat menjelaskan perbedaan tersebut yaitu adanya perbedaan dalam pola deposisi lemak. Setelah pubertas, perempuan lebih banyak menyimpan lemak di perifer (kecuali daerah perut) dan di regio gluteofemoral daripada laki-laki. Laki-laki lebih banyak menyimpan lemak di daerah intra abdominal dan tubuh bagian atas ( bahu, abdomen dan leher).12 Penelitian di Cina (2014) menyebutkan bahwa laki-laki lebih banyak jaringan lunak dan dan lemak di leher didalam segmen anterior mandibula di level palatal.13 Hal ini berkorelasi dengan penelitian di Jepang (2008) yang menunjukkan adanya perbedaan hasil CT scan deposisi lemak dileher pada laki-laki dan perempuan di Jepang bahwa laki-laki memiliki lebih banyak lemak internal leher (2,7%) dan lemak internal posterior (2,1%) dibandingkan pada perempuan.12

Persentase lemak tubuh total memiliki korelasi positif bermakna dengan besarnya nilai lingkar leher pada sampel obese (r=0,310). Penelitian ini membuktikan bahwa peningkatan persentase lemak tubuh total berhubungan dengan besar nilai lingkar leher pada orang obesitas.

Hasil penelitian ini sesuai dengan penelitian Shigeta (2008) yang menyebutkan bahwa lingkar leher erat hubungannya dengan persentase lemak tubuh total yang diukur dengan CT scan pada penderita obstructive sleep apnea yang obesitas.12 Balans energi positif yang terjadi pada individu obesitas akan direspons pertama kali oleh tubuh dengan meningkatkan ukuran sel adiposit. Lemak tubuh bagian atas dan lemak viseral memiliki kapasitas yang tinggi untuk dengan cepat mengambil dan menyimpan lemak dari diet. Tubuh bagian atas termasuk bagian leher akan segera menyimpan lemak termasuk uptake dari lemak dari diet, sehingga hal ini dapat meningkatkan besarnya lingkar leher.14

lemak viseral berkorelasi dengan lingkar leher baik pada sampel obese (r=0,543) dan sampel normoweight (r=0,248). Penelitian ini juga menunjukkan bahwa korelasi lemak viseral dengan lingkar leher pada sampel obese lebih kuat daripada sampel normoweight. Individu normoweight baik laki-laki dan perempuan memiliki kecenderungan menyimpan lemak dalam proporsi yang sama di lemak subkutaneus dan

(6)

6 lemak viseral.15 Kelebihan energi pada obesitas akan disimpan oleh jaringan lemak regional terutama oleh lemak tubuh bagian atas yaitu lemak viseral.16

Hasil penelitian ini sesuai dengan beberapa penelitian berbeda pada tahun yang sama (2014) yang dilakukan oleh Torriani, Lim dan Hong-Xi Li , bahwa lingkar leher pada individu obesitas memiliki korelasi yang kuat dengan lemak viseral. 9,13,17 Hal ini juga diperkuat dengan hasil analisis regresi antara lemak viseral dengan lingkar leher pada obese yang menunjukkkan adanya korelasi positif dan bermakna antara keduanya. Hasil analisis regresi penelitian ini sesuai dengan hasil penelitian multivariat Torriani (2014) bahwa lemak viseral pada orang obese berkorelasi dengan lingkar leher, lemak dileher dan faktor risiko kardiometabolik.17 Lemak dileher pada individu obese lebih serupa dengan lemak viseral, yakni menghasilkan dan mengeluarkan substrat yang menyebabkan abnormalitas kardiometabolik.18 Keterbatasan kapasitas lemak subkutaneus dalam menyimpan kelebihan lemak pada individu obesitas menyebabkan disimpannya lemak ke lemak viseral dan jaringan lemak ektopik salah satunya yang berkaitan adalah lemak regional di kompartemen posterior dan subkutaneus leher berdasarkan analisis CT scan subyek obese (n=303) di Boston.17

Penelitian ini menunjukkan bahwa lemak subkutaneus whole body pada sampel obese (r=0,492) dan normoweight (r=0,238) berkorelasi positif dengan lingkar leher dibandingkan dengan sampel normoweight. Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa lemak subkutaneus seluruh tubuh turut berperan terhadap besarnya lingkar leher pada sampel obese. Hasil ini sesuai dengan penelitian Torriani (2014) pada sampel obese (n= 333) didapatkan korelasi yang kuat dan bermakna antara lemak subkutaneus dengan lingkar leher (r= 0,63; p<0,0001) dan lemak subkutaneus tubuh berkorelasi kuat dengan lemak subkutaneus di leher (r=0,75; p<0,0001).17 Asam lemak bebas yang dikeluarkan oleh lemak subkutaneus tubuh terutama bagian atas dilaporkan lebih banyak daripada lemak subkutaneus tubuh bagian bawah, namun secara bersama-bersama dapat mempengaruhi kelainan metabolik.11 Seperti halnya disebutkan dalam penelitian Aswathappa dan kawan-kawan (2013) pada sampel obese yang menderita diabetes, bahwa lemak subkutaneus memiliki peran mayor dalam keterkaitan resistensi insulin pada obesitas.19

Penelitian ini memiliki beberapa keterbatasan antara lain tidak dinilainya kadar hormon yang berkaitan dengan akumulasi lemak dalam tubuh dan perubahan diet yang berhubungan dengan kenaikan ataupun penurunan berat badan.

(7)

7 SIMPULAN

Simpulan penelitian ini adalah bahwa besarnya lingkar leher pada sampel obese memiliki hubungan positif dan bermakna dengan lemak tubuh total, lemak viseral dan lemak subkutaneus whole body. Hubungan lingkar leher dengan lemak viseral pada sampel obese lebih kuat daripada lemak tubuh total dan lemak subkutaneus whole body.

Saran untuk penelitian selanjutnya memerlukan penilaian perubahan pola makan dan kadar hormon spesifik yang tidak diteliti dalam penelitian ini seperti insulin, kortisol,GH, esterogen dan tiroid yang berperan dalam akumulasi lemak tubuh.

DAFTAR PUSTAKA

1. 6DUQDOL 77 0R\HQXGGLQ 3 2EHVLW\ DQG 'LVHDVH $VVRFLDWLRQ× $ 5HYLew. AKMMC J. 2010;1(2):21±4.

2. Levi J, Segal LM, Rayburn J, Martin A. The State of Obesity. Princeton; 2015.

3. Wells JCK, Fewtrell MS. Measuring body composition. Arch Dis Child [Internet].

2006;91(7):612±7. Available from:

http://www.ncbi.nlm.nih.gov/pubmed/16790722%5Cnhttp://www.pubmedcentral.nih.go v/articlerender.fcgi?artid=PMC2082845.

4. Arisman. Buku ajar ilmu gizi obesitas, diabetes mellitus dan dislipidemia. Jakarta: EGC; 2010. 155-171 p

5. Gibson RS. Principles of nutritional assessment. New York: Oxford university press; 2005.

6. CDC. Anthropometry procedures manual. National Health and nutrition examinatory survey (NHANES). Natl Heal Nutr examinatory Surv. 2007;(January).

7. Ferretti RDL, Cintra IDP, Aparecida M, Passos Z, Luis G, Ferrari DM, et al. Elevated Neck Circumference and Associated Factors in Adolescents. BMC Public Health. 2015;15(208):1±10.

8. Hu Y, Chen J, Yang L, Chen P, Li J, Chen L, et al. The value of neck circumference (NC) as a predictor of non-alcoholic fatty liver disease ( NAFLD ). J Clin Transl Endocrinol. 2014;1(4):133±9.

9. Lim S, Meigs JB. Links between ectopic fat and vascular disease in humans. Arterioscler Thromb Vasc Biol. 2014;34(9):1820±6

10. Hingorjo MR, Qureshi M a, Mehdi A. Neck circumference as a useful marker of obesity: a comparison with body mass index and waist circumference. JPMA. 2012;62(1):36±40.

(8)

8 11. Aswathappa J, Garg S, Kutty K, Shankar V. Utility of neck circumference, a simple and novel measure as anthropometric marker of obesity in adult. World J Pharm Pharm Sci. 2014;3(3):1618±29.

12. Shigeta Y, Enciso R, Ogawa T, Ikawa T, Clark GT. Cervical CT derived neck fat tissue distribution differences in Japanese males and females and its effect on retroglossal and retropalatal airway volume. Oral Surg Oral Med Oral Pathol Oral Radiol Endod. 2008;106(2):275±84.

13. Li H-X, Zhang F, Zhao D, Xin Z, Guo S-Q, Wang S-M, et al. Neck circumference as a measure of neck fat and abdominal visceral fat in Chinese adults. BMC Public Health. 2014;14(1):311.

14. Karpe F, Pinnick KE. Biology of upper-body and lower-body adipose tissue²link to whole-body phenotypes. Nat Publ Gr [Internet]. 2014;11(2):90±100. Available from: http://dx.doi.org/10.1038/nrendo.2014.185.

15. Jensen MD. Role of Body Fat Distribution and Metabolic Complications of Obesity. J Clin Endocrinol Metab. 2016;93(11):57±63

16. Cho NH, Oh TJ, Kim KM, Choi SH, Lee JH, Park KS, et al. Neck Circumference and Incidence of Diabetes Mellitus over 10 Years in the Korean Genome and Epidemiology Study ( KoGES ). Nat Publ Gr. 2015;5(November):1±8.

17. Torriani M, Gill CM, Daley S, Oliveira AL, Azevedo DC, Bredella MA. Compartmental neck fat accumulation and its relation to cardiovascular risk and metabolic syndrome. Am J Clin Nutr. 2014;100:1244±51.

18. Joshipura K, Muñoz-torres F, Vergara J, Palacios C, Pérez CM. Neck Circumference May Be a Better Alternative to Standard Anthropometric Measures. J Diabetes Res. 2016;2016:1±8.

19. Aswathappa J, Garg S, Kutty K, Shankar V. Neck Circumference as an Anthropometric Measure of Obesity in Diabetics. N Am J Med Sci. 2013;5(1):28±31.

Gambar

Tabel  2  menunjukkan  Hasil  uji  parametrik  Pearson  menunjukkan  hubungan  bermakna  dan berkorelasi antara lemak tubuh total dengan lingkar leher (r = 0,31, p = 0,002) pada  sampel  obese,  sedangkan  pada  sampel  normoweight  dengan  uji  Spearman

Referensi

Dokumen terkait

Hasil analisis yang diperoleh menunjukkan bahwa perbedaan crude OR dengan OR hasil uji Maentel Haenzel kedua variabel tersebut tidak lebih dari 20% yaitu 4,07% dan 0,74%,

Selanjutnya kita berbicara mengenai korban penyalahguna narkotika menurut penjelasan Pasal 54 UU Narkotika ialah orang yang ” tidak sengaja menggunakan Narkotika karena

Diharapkan perawat pelaksana memiliki pemahaman yang sama dengan kepala ruangan atau ketua tim tentang cara asesmen dan intervensi pasien tahap terminal, termasuk memahami hal yang

Prosa diungkapkan dalam bentuk narasi, sehingga di dalamnya terdapat alur atau perjalanan peristiwa­ peristiwa (Tasai, 2003: 4). Prosa dapat dibedakan menjadi prosa

Chattopadhyay et al., (2004) melaporkan bahwa kurkumin berperan sebagai gastroprotektan dan melindungi sel hepatosit dari senyawa-senyawa yang dapat merusak sel

Sebuah benda AB diletakkan pada jarak s1 dari kedua lensa itu pembiasan pada lensa(1) membentuk bayangan A’B’pada jarak s1.bagi lensa (2) bayangan A’ B’ merupakan benda yang

Berbicara tentang penentuan arah salat umat islam yang tidak lain yaitu sering disebut dengan kiblat, secara umum dapat disimpulkan bahwa sebenarnya yaitu

tercantik “Enggar Widyaningrum” serta Mas Udin yang telah memberikan doa, kepercayaan, semangat, motivasi dan dukungan baik materiil maupun spiritual kepada penulis