• Tidak ada hasil yang ditemukan

Pemanfaatan Tumbuhan Obat Oleh Masyarakat Sekitar Taman Nasional Batang Gadis (TNBG)

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2016

Membagikan "Pemanfaatan Tumbuhan Obat Oleh Masyarakat Sekitar Taman Nasional Batang Gadis (TNBG)"

Copied!
79
0
0

Teks penuh

(1)

PEMANFAATAN TUMBUHAN OBAT OLEH

MASYARAKAT SEKITAR

TAMAN NASIONAL BATANG GADIS (TNBG)

SKRIPSI

Oleh :

FEBRINA RAHAYU HRP

031203017/ TEKNOLOGI HASIL HUTAN

DEPARTEMEN KEHUTANAN

FAKULTAS PERTANIAN

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

MEDAN

(2)

PEMANFAATAN TUMBUHAN OBAT OLEH

MASYARAKAT SEKITAR

TAMAN NASIONAL BATANG GADIS (TNBG)

SKRIPSI

Oleh :

FEBRINA RAHAYU HRP

031203017/ TEKNOLOGI HASIL HUTAN

Skripsi sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar sarjana di Departemen Kehutanan Fakultas Pertanian Universitas Sumatera Utara

DEPARTEMEN KEHUTANAN

FAKULTAS PERTANIAN

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

MEDAN

(3)

LEMBAR PENGESAHAN

Judul Skripsi : Pemanfaatan Tumbuhan Obat Oleh Masyarakat Sekitar Taman Nasional Batang Gadis (TNBG)

Nama : Febrina Rahayu Harahap

NIM : 031203017

Program Studi : Teknologi Hasil Hutan Departemen : Kehutanan

Menyetujui, Komisi Pembimbing

Ketua, Anggota,

Ridwanti Batubara, S. Hut, MP Dra. Herawaty Ginting, M. Si., Apt

NIP. 132 296 841 NIP. 130 810 738

Mengetahui,

Ketua Departemen Kehutanan

(4)

RIWAYAT HIDUP

Penulis dilahirkan di Pematangsiantar, Sumatera Utara pada tanggal 18

Februari 1985 dari Ayah Thamrin Harahap dan Ibu Astuti Sri Ramadhani Siregar.

Penulis merupakan putri kedua dari empat bersaudara.

Tahun 2003 penulis lulus dari SMU Yayasan Perguruan Keluarga

Pematangsiantar dan pada tahun yang sama lulus seleksi masuk Universitas

Sumatera Utara melalui Panduan Minat dan Prestasi (PMP). Penulis memilih

Program Studi Teknologi Hasil Hutan, Departemen Kehutanan, Fakultas

Pertanian.

Selama aktif mengikuti perkuliahan, penulis juga aktif dalam organisasi

mahasiswa kehutanan (Himas) pada tahun 2003-2007. Penulis pernah mengikuti

Praktik Pengenalan dan Pengelolan Hutan (P3H) pada tahun 2005 di Taman

Hutan Raya Bukit Barisan, Kabupaten Tanah Karo dan di hutan mangrove Bandar

Khalifah Kabupaten Serdang Bedagai, Sumatera Utara. Penulis pernah menjadi

asisten Praktikum Mata Kuliah Anatomi dan Identifikasi Kayu, Sifat dan Struktur

Kayu dan Kimia Kayu. Penulis melakukan Praktik Kerja lapang (PKL) pada

tanggal 4 Juni – 4 Agustus 2007 di HPHTI PT. Musi Hutan Persada (MHP)

Wilayah II Benakat, Kecamatan Talang Ubi, Pendopo Kabupaten Muara Enim

Provinsi Sumatera Selatan. Pada tahun 2007 penulis melaksanakan penelitian

dengan judul “Pemanfataan Tumbuhan Obat Oleh Masyarakat Sekitar Taman

(5)

ABSTRAK

FEBRINA RAHAYU HARAHAP. Pemanfaatan Tumbuhan Obat Oleh Masyarakat Sekitar Taman Nasional Batang Gadis (TNBG). Dibimbing oleh RIDWANTI BATUBARA dan HERAWATY GINTING.

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pemanfaatan tumbuhan obat oleh masyarakat sekitar Taman Nasional Batang Gadis (TNBG) melalui jenis, cara penggunaan, dan bagian tumbuhan yang digunakan sebagai pengobatan. Mengetahui kandungan kimia dari 10 jenis tumbuhan yang dominan digunakan masyarakat. Penelitian dilaksanakan di Desa Sibanggor Julu dan Desa Aek Nangali, Kabupaten Mandailing Natal, Provinsi Sumatera Utara. Penelitian menggunakan metode survei (melalui teknik observasi langsung, studi literatur, wawancara), identifikasi jenis tumbuhan obat dan uji laboratorium.

Berdasarkan hasil wawancara, tumbuhan yang digunakan sebagai pengobatan oleh masyarakat Desa Sibanggor Julu terdapat 25 jenis tumbuhan obat dan Desa Aek Nangali terdapat 22 jenis tumbuhan obat. Tumbuhan obat yang dominan digunakan oleh masyarakat sebagian besar merupakan habitus perdu dan herba, bagian tumbuhan yang dominan digunakan adalah daun. Cara perlakuan penggunaan tumbuhan obat secara langsung yang paling dominan adalah dimakan dan. Diminum. Cara perlakuan tumbuhan obat sebelum digunakan yang paling dominan adalah direbus dan ditumbuk.

Hasil uji fitokimia dari 10 jenis tumbuhan obat yang dominan digunakan masyarakat kedua desa yaitu : Piper ungaramense (Miq.)C., Selaginella sp., Hydrocotyle javanica., Physalis minima Linn., Chinchona spp., Loranthus sp., Oryza granulata NEES et ARN., Loranthus chrysanthus BL., Lourentia langiflora (L.) Peterm., dan Chloranthus elatior RBR, yang mengandung senyawa steroida relatif sedikit terdapat pada seluruh tumbuhan obat yang diuji (100%), senyawa saponin terdapat pada 8 jenis tumbuhan obat (80%), senyawa flavonoida dan alkaloida terdapat pada 6 jenis tumbuhan (60%), dan senyawa titerpenoida hanya terdapat pada 1 jenis tumbuhan obat yang diuji (10%).

(6)

ABSTRACT

FEBRINA RAHAYU HARAHAP. The use of medicinal plants by the people at Batang Gadis National Park (TNBG). Under supervised by RIDWANTI BATUBARA and HERAWATY GINTING.

The objection of this research is to know the use of medicinal plants by the people at Batang Gadis National Park (TNBG) through kind, how to use and part of plants that use for medicine. To know chemical contents of 10 medicinal plants that usually use by the people. This research was held at Sibanggor Julu Village and Aek Nangali Village. Mandailing Natal District, North Sumatera Province. The research used surveillance methode (direct observation, literatur study, interview), medicinal plants identification species and laboratory test.

From the interview result, plants that use by people for medicine at Sibanggor Julu Village are 25 kind medicinal plants and Aek Nangali Village are 22 kind medicinal plants. Most of medicinal plants that use by people was bush and herb habitus. Leaves is the most part of medicinal plants that usually use by people for medicine. Eating and drinking is the general way of using medicinal plants. Cooking and smashing is the general threatment way before using the medicinal plants

The result of phytochemistry test that from 10 medicinal plants generally use by people in both village is : Piper ungaramense (Miq.)C., Selaginella sp., Hydrocotyle javanica., Physalis minima Linn., Chinchona spp., Loranthus sp., Oryza granulata NEES et ARN., Loranthus chrysanthus BL., Lourentia langiflora (L.) Peterm., dan Chloranthus elatior RBR, which content steroida was found in 10 kind of medicinal plants (100%), saponin was found in 8 kind of medicinal plants (80%), flavonoid and alkaloid was found in 6 kind of medicinal plants (60%), and triterpenoid in a kind of medicinal plants (10%).

(7)

KATA PENGANTAR

Alhamdulillah, puji dan syukur penulis panjatkan kepada Allah SWT atas

segala rahmat dan kasih sayang-Nya sehingga skripsi ini dapat diselesaikan.

Shalawat teriring salam kepada Rasulullah Nabi Muhammad SAW yang

merupakan pembawa risalah kebenaran dan tauladan umat manusia di muka bumi.

Adapun judul skripsi ini adalah “Pemanfataan Tumbuhan Obat Oleh

Masyarakat Sekitar Taman Nasional Batang Gadis (TNBG)”. Skripsi ini

merupakan salah satu syarat untuk memperoleh gelar sarjana di Departemen

Kehutanan, Fakultas Pertanian, Universitas Sumatera Utara.

Dalam kesempatan ini penulis menyampaikan terima kasih yang

sebesar-besarnya kepada :

1. Ayahanda Thamrin Harahap dan Ibunda Astuti Sri Ramadhani Siregar,

Kakanda Tusing Kesuma, dan Dinda Garini serta Dandi Rizki Anugrah

atas segala semangat, dukungan doa dan kasih sayangnya.

2. Ibu Ridwanti Batubara, S.Hut, MP., dan Ibu Dra. Herawaty Ginting, M.Si,

Apt. selaku dosen pembimbing yang telah banyak meluangkan waktu dan

pikiran dalam memberikan saran, bimbingan, dan arahan kepada penulis

dalam menyelesaikan skripsi ini.

3. Ketua Departemen Kehutanan Bapak Dr. Ir. Edy Batara Mulya Siregar,

MS, Ketua Program Studi Teknologi Hasil Hutan Bapak Rudi Hartono,

S.Hut, M.Si. serta kepada seluruh dosen dan staf Departemen Kehutanan,

(8)

4. Kepada Kepala Desa Sibanggor Julu Bapak Yahya Nasution dan Kepala

Desa Aek Nangali Bapak Sundut Dalimunthe dan Bapak Zulkifli Lubis

selaku Sekretaris Desa Aek Nangali, atas bantuan dan dukungannya.

5. Teman-teman seangkatan stambuk 2003 khususnya THH atas kerja sama

dan kebersamaannya.

6. Kepada teman-temanku : Fauzan Kahfi, Rika Mandasyari, Fitri Hayani,

Paisal Harianto, Riadi Fauzi, dan kepada semua teman-teman yang tidak

bisa disebutkan satu persatu atas semangat, dukungan, kerjasama, dan

doanya kepada penulis.

Akhir kata, penulis mengharapkan semoga skripsi ini bermanfaat bagi

semua pihak untu mendapatkan informasi tentang pemanfaatan tumbuhan obat

khususnya yang terdapat di Taman Nasional Batang Gadis (TNBG).

Medan, Desember 2007

(9)

DAFTAR ISI Pengertian dan Pengelompokkan Tumbuhan Obat ... 4

Sifat dan Cita Rasa Tumbuhan Obat ... 5

Potensi dan Pemanfaatan Tumbuhan Obat ... 6

Fitokimia Tumbuhan Obat... 9

METODOLOGI PENELITIAN Lokasi dan Waktu Penelitian ... 14

Alat dan Bahan Penelitian ... 14

Prosedur Penelitian... 15

Persiapan ... 15

Pengumpulan Data... 16

Analisis Data ... 19

Aspek Ethnobotani ... 19

Aspek Fitokimia ... 19

KONDISI UMUM DAN DESKRIPSI BEBERAPA JENIS TUMBUHAN OBAT DI LOKASI PENELITIAN Desa Sibanggor Julu ... 20

Desa Aek Nangali ... 23

Deskripsi 10 Jenis Tumbuhan Obat yang Digunakan Oleh Masyarakat Desa Sibanggor Julu dan Desa Aek Nangali ... 26

HASIL DAN PEMBAHASAN Persepsi Responden ... 30

(10)

Peluang Budidaya Tumbuhan Obat ... 31

Aspek Ethnobotani ... 32

Bagian Tumbuhan yang Digunakan ... 36

Cara Penggunaan ... 38

Aspek Fitokimia ... 40

Alkaloida ... 42

Triterpenoida dan Steroida ... 42

Saponin ... 43

Flavonoida ... 44

KESIMPULAN DAN SARAN Kesimpulan ... 46

Saran ... 46

DAFTAR PUSTAKA

(11)

DAFTAR TABEL

Halaman 1. Persentase Persepsi Responden Menurut Karakteristik

Pada Desa Sibanggor Julu dan Desa Aek Nangali ...32

2. Jenis Tumbuhan Obat yang Digunakan Oleh Masyarakat

Desa Sibanggor Julu ... 33

3. Jenis Tumbuhan Obat yang Digunakan Oleh Masyarakat

Desa Aek Nangali ... 34

4. Jenis Tumbuhan Obat yang Dominan Dimanfatkan oleh

Masyarakat Desa Sibanggor Julu dan Desa Aek Nangali ...40

5. Hasil Identifikasi Uji Fitokimia Tumbuhan Obat

yang Digunakan Oleh Masyarakat Desa Sibanggor Julu dan

(12)

DAFTAR GAMBAR

Halaman 1. Jumlah Penggunaan (Persen) Tumbuhan Obat yang

Dimanfaatkan Oleh Masyarakat Desa Sibanggor Julu

dan Desa Aek Nangali ... 37

2. Cara Penggunaan Tumbuhan Obat Secara Langsung ... 38

(13)

DAFTAR LAMPIRAN

Halaman

1. Selaginella sp ... 50

2. Loranthus sp ... 50

3. Lourentia langiflora (L.) Peterm... 51

4. Loranthus chrysanthus BL ... 51

5. Oryza granulata NEES et ARN ... 51

6. Piper ungaramense (Miq.)C.BC ... 52

7. Chloranthus elatior RBR. ... 52

8. Physalis minima Linn. ... 52

9. Chinchona spp... 53

10. Hydrocotyle javanica ... 53

11. Karakteristik Responden Kunci dan Masyarakat Desa Sibanggar Julu ... 54

12. Karakteristik Responden Kunci dan Masyarakat Desa Aek Nangali ... 56

13. Kuisioner Penelitian Pemanfaatan Tumbuhan Obat Oleh Masyarakat Sekitar Taman Nasional Batang Gadis (TNBG). ... 57

(14)

ABSTRAK

FEBRINA RAHAYU HARAHAP. Pemanfaatan Tumbuhan Obat Oleh Masyarakat Sekitar Taman Nasional Batang Gadis (TNBG). Dibimbing oleh RIDWANTI BATUBARA dan HERAWATY GINTING.

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pemanfaatan tumbuhan obat oleh masyarakat sekitar Taman Nasional Batang Gadis (TNBG) melalui jenis, cara penggunaan, dan bagian tumbuhan yang digunakan sebagai pengobatan. Mengetahui kandungan kimia dari 10 jenis tumbuhan yang dominan digunakan masyarakat. Penelitian dilaksanakan di Desa Sibanggor Julu dan Desa Aek Nangali, Kabupaten Mandailing Natal, Provinsi Sumatera Utara. Penelitian menggunakan metode survei (melalui teknik observasi langsung, studi literatur, wawancara), identifikasi jenis tumbuhan obat dan uji laboratorium.

Berdasarkan hasil wawancara, tumbuhan yang digunakan sebagai pengobatan oleh masyarakat Desa Sibanggor Julu terdapat 25 jenis tumbuhan obat dan Desa Aek Nangali terdapat 22 jenis tumbuhan obat. Tumbuhan obat yang dominan digunakan oleh masyarakat sebagian besar merupakan habitus perdu dan herba, bagian tumbuhan yang dominan digunakan adalah daun. Cara perlakuan penggunaan tumbuhan obat secara langsung yang paling dominan adalah dimakan dan. Diminum. Cara perlakuan tumbuhan obat sebelum digunakan yang paling dominan adalah direbus dan ditumbuk.

Hasil uji fitokimia dari 10 jenis tumbuhan obat yang dominan digunakan masyarakat kedua desa yaitu : Piper ungaramense (Miq.)C., Selaginella sp., Hydrocotyle javanica., Physalis minima Linn., Chinchona spp., Loranthus sp., Oryza granulata NEES et ARN., Loranthus chrysanthus BL., Lourentia langiflora (L.) Peterm., dan Chloranthus elatior RBR, yang mengandung senyawa steroida relatif sedikit terdapat pada seluruh tumbuhan obat yang diuji (100%), senyawa saponin terdapat pada 8 jenis tumbuhan obat (80%), senyawa flavonoida dan alkaloida terdapat pada 6 jenis tumbuhan (60%), dan senyawa titerpenoida hanya terdapat pada 1 jenis tumbuhan obat yang diuji (10%).

(15)

ABSTRACT

FEBRINA RAHAYU HARAHAP. The use of medicinal plants by the people at Batang Gadis National Park (TNBG). Under supervised by RIDWANTI BATUBARA and HERAWATY GINTING.

The objection of this research is to know the use of medicinal plants by the people at Batang Gadis National Park (TNBG) through kind, how to use and part of plants that use for medicine. To know chemical contents of 10 medicinal plants that usually use by the people. This research was held at Sibanggor Julu Village and Aek Nangali Village. Mandailing Natal District, North Sumatera Province. The research used surveillance methode (direct observation, literatur study, interview), medicinal plants identification species and laboratory test.

From the interview result, plants that use by people for medicine at Sibanggor Julu Village are 25 kind medicinal plants and Aek Nangali Village are 22 kind medicinal plants. Most of medicinal plants that use by people was bush and herb habitus. Leaves is the most part of medicinal plants that usually use by people for medicine. Eating and drinking is the general way of using medicinal plants. Cooking and smashing is the general threatment way before using the medicinal plants

The result of phytochemistry test that from 10 medicinal plants generally use by people in both village is : Piper ungaramense (Miq.)C., Selaginella sp., Hydrocotyle javanica., Physalis minima Linn., Chinchona spp., Loranthus sp., Oryza granulata NEES et ARN., Loranthus chrysanthus BL., Lourentia langiflora (L.) Peterm., dan Chloranthus elatior RBR, which content steroida was found in 10 kind of medicinal plants (100%), saponin was found in 8 kind of medicinal plants (80%), flavonoid and alkaloid was found in 6 kind of medicinal plants (60%), and triterpenoid in a kind of medicinal plants (10%).

(16)

PENDAHULUAN

Latar Belakang

Indonesia merupakan salah satu negara yang memiliki potensi dalam

keanekaragaman hayati bahkan sumberdaya hutan tropika. Luas hutan tropika

Indonesia menempati urutan ketiga sesudah Brazil dan Zaire, yang memiliki

keanekaragaman hayati terkaya didunia. Diperkirakan sekitar 30.000 spesies

tumbuhan ditemukan di hutan hujan tropika, dan sekitar 1.260 spesies diantaranya

berkhasiat sebagai obat. Pada saat ini baru sekitar 180 spesies yang telah

digunakan untuk berbagai keperluan industri obat dan jamu, tetapi baru beberapa

spesies saja yang telah dibudidayakan secara intensif (Supriadi, 2001).

Menurut Sjabana dan Bahalwan (2002), obat tradisional adalah obat yang

telah terbukti digunakan oleh sekelompok masyarakat secara turun temurun untuk

memelihara kesehatan ataupun untuk mengatasi gangguan kesehatan mereka.

Obat tradisional merupakan aset nasional yang sampai saat ini masih

dimanfaatkan sebagai usaha pengobatan sendiri oleh masyarakat di seluruh

pelosok Indonesia.

Penggunaan tumbuhan obat sangat banyak macamnya, ada yang

dipergunakan sebagai obat kuat (tonikum), sebagai obat penyakit maupun tujuan

untuk mempercantik diri (kosmetika). Tetapi pengenalan tentang tanaman obat

masih terlalu sedikit, apalagi untuk memanfaatkan dalam bentuk segar atau dalam

bentuk lainnya. Hal ini disebabkan karena pada saat sekarang ini pengobatan

modern sudah semakin mudah dalam segala fasilitas dan pelayanannya. Selain itu,

(17)

Bagi masyarakat Indonesia sebenarnya tanaman obat sudah lama

dimanfaatkan karena berkhasiat obat. Akan tetapi hanya sebagian kecil saja yang

memanfaatkannya, mereka biasanya berasal dari kalangan menengah bawah dan

lokasinya berada dipedesaan.

Menurut Supriadi (2001) dalam memenuhi kebutuhan industri obat

tradisional fitofarmaka dan modern, sebagian besar bahan baku (lebih dari 80 %)

masih harus dipanen secara langsung dari habitat alaminya. Oleh karena itu, jika

spesies tumbuhan yang banyak digunakan dalam industri obat karena khasiatnya

telah teruji, keberadaannya saat ini akan semakin langka, bahkan terancam

kepunahan apabila dieksploitasi secara terus-menerus tanpa adanya langkah

konservasi dan budidaya.

Tanaman obat yang beraneka ragam jenis, habitus, ekologi dan khasiatnya

mempunyai peluang besar dan memberi kontribusi yang tidak ternilai bagi

pembangunan dan pengembangan hutan di Indonesia. Karakteristik berbagai jenis

tumbuhan obat ini dapat menghasilkan produk berguna bagi masyarakat.

Menurut naskah akademik Kolaborasi Taman Nasional Batang Gadis

(TNBG) (2005), bahwa ekosistem TNBG menyimpan keanekaragaman hayati

flora, dan keunikan yang sangat tinggi serta banyak dari jenis tersebut yang

terancam punah sebelum diketahui manfaatnya bagi kesejahteraan hidup manusia.

Berdasarkan hasil penelitian flora, di hutan dataran rendah terdapat 240 jenis

tumbuhan berpembuluh (vasecular plant). Jenis-jenis tumbuhan yang

teridentifikasi di hutan dataran rendah terdapat jenis bunga langka dan dilindungi

yaiu bunga Padma (Rafflesia sp.) jenis baru, Nepenthes sp. dan Amorphopalus sp.

(18)

guna menyelamatkan mikroba endofitik berupa mikroba jamur dan kapang yang

hidup dalam jaringan tumbuhan (xylem dan phloem) dari kepunahan. Berdasarkan

potensi tersebut maka perlu dilakukan penelitian mengenai pemanfaatan

tumbuhan obat oleh masyarakat di kawasan sekitar Taman Nasional Batang Gadis

(TNBG).

Tujuan Penelitian

Adapun tujuan dari penelitian ini adalah :

1. Mengetahui jenis-jenis tumbuhan obat yang digunakan oleh masyarakat

sekitar Taman Nasional Batang Gadis (TNBG).

2. Mengkaji kandungan kimia dari jenis tumbuhan berkhasiat obat yang

paling dominan digunakan oleh masyarakat sekitar Taman Nasional

Batang Gadis (TNBG).

Manfaat Penelitian

Adapun manfaat yang diperoleh dari penelitian ini adalah tersedianya data

tentang tumbuhan obat yang digunakan oleh masyarakat sekitar Taman Nasional

Batang Gadis (TNBG) dan kandungan kimia dari jenis tumbuhan obat yang paling

(19)

TINJAUAN PUSTAKA

Pengertian dan Pengelompokkan Tumbuhan Obat

Menurut Oswald (1995), obat tradisional adalah ramuan dari

tumbuh-tumbuhan yang berkhasiat ataupun diperkirakan berkhasiat sebagai obat. Menurut

Sulaksana dan Jayusman (2005), tanaman obat adalah suatu jenis tumbuhan atau

tanaman yang sebagian atau seluruh bagian tanaman berkhasiat menghilangkan

atau menyembuhkan suatu penyakit dan keluhan rasa sakit pada bagian atau organ

tubuh manusia. Sedangkan menurut Sjabana dan Bahalwan (2002), obat

tradisional adalah obat yang telah terbukti digunakan oleh sekelompok masyarakat

secara turun temurun untuk memelihara kesehatan ataupun untuk mengatasi

gangguan kesehatan mereka. Obat tradisional merupakan aset nasional yang

sampai saat ini masih dimanfaatkan sebagai usaha pengobatan sendiri oleh

masyarakat di seluruh pelosok Indonesia.

Menurut Zuhud, dkk (1994) dalam Rahayu (2005), tumbuhan obat

dikelompokkan menjadi :

1. Tumbuhan obat tradisional, yaitu jenis tumbuhan yang diketahui atau

dipercaya mempunyai khasiat obat dan telah digunakan sebagai bahan

baku obat tradisional.

2. Tumbuhan obat modern, yaitu tumbuhan obat yang secara ilmiah telah

dibuktikan mengandung senyawa/bahan bioaktif yang berkhasiat obat dan

penggunaannya dapat dipertanggungjawabkan secara medis.

3. Tumbuhan obat potensial, yaitu tumbuhan yang diduga mengandung

(20)

secara medis penggunaannya sebagai bahan obat tradisional sulit

diketahui.

Sifat dan Cita Rasa Tumbuhan Obat

Menurut Dalimartha (2004), didalam Tradisional Chinese Pharmacologi

dikenal 4 macam sifat dan 5 macam cita rasa tanaman obat, yang merupakan suatu

bagian dari cara pengobatan tradisional timur. Adapun keempat macam sifat

tanaman obat adalah : dingin, panas, hangat, dan sejuk. Tanaman obat yang

sifatnya panas dan hangat dipakai untuk pengobatan pada sindroma dingin,

misalnya untuk pasien takut dingin, tangan dan kaki dingin, lidah pucat, nadi

lambat dan lain-lain. Tanaman yang bersifat dingin dan sejuk dipakai untuk

pengobatan pada sindroma panas, misalnya demam, rasa haus, air kencing

berwarna kuning tua, lidah merah, denyut nadi cepat dan lain sebagainya.

Lima macam cita rasa dari tanaman obat adalah : pedas, manis, asam,

pahit, dan asin. Cita rasa itu digunakan untuk tujuan tertentu karena selain

berhubungan dengan organ tubuh juga mempunyai khasiat dan kegunaan

tersendiri. Rasa pedas misalnya mempunyai sifat menyebar dan merangsang. Rasa

manis sifatnya menguatkan (tonik) dan menyejukkan. Rasa asam bersifat pengelat

dan mengawetkan. Rasa pahit dapat menghilangkan panas dan lembab. Sementara

rasa asin sifatnya melunakkan dan sebagai pencahar. Kadang-kadang selain

kelima cita rasa tersebut, ada yang menambahkan cita rasa yang keenam yakni

tanpa rasa atau tawar (blind tasting) yang bersifat sebagai peluruh kencing

(21)

Dalam pengobatan sindroma panas, obat diminum dalam keadaan dingin.

Sebaliknya pada pengobatan sindroma dingin obat diminum dalam keadaan

hangat. Obat yang agak beracun (toksik) diminum sedikit demi sedikit tetapi

sering. Tanaman berkhasiat obat yang masih berupa simplisia, hasil

pengobatannya tampak lambat tetapi bersifat konstruktif atau membangun. Hal ini

berbeda dengan obat kimiawi yang hasil pengobatannya terlihat cepat tetapi

bersifat destruktif atau menghancurkan (Dalimartha, 2004).

Potensi dan Pemanfaatan Tumbuhan Obat

Indonesia merupakan salah satu negara penghasil tanaman obat yang

potensial dengan keanekaragaman hayati yang dimilikinya. Jika dilihat dari

keragaman floranya, cukup banyak jenis tumbuhan yang dapat dimanfaatkan

sebagai tanaman obat. Menurut Djauhariya dan Hernani (2004), di hutan tropika

Indonesia tumbuh sekitar 3.689 spesies diantaranya merupakan tumbuhan obat.

Dari sejumlah tanaman obat tersebut menurut Ditjen POM, baru sebanyak 283

spesies tumbuhan obat yang sudah digunakan dalam industri obat tradisional.

Menurut Supriadi (2001), potensi khasiat obat dari tumbuhan tingkat

tinggi yang ada di hutan dan kebun sangatlah besar. Industri obat tradisional dan

fitofarmaka telah memanfaatkan berbagai spesies tumbuhan sebagai bahan baku

obat, antara lain untuk antikuman, demam, pelancar air seni, antidiare,

antimalaria, antitekanan darah tinggi dan sariawan.

Indonesia memiliki sekitar 370 etnis yang hidup didalam atau disekitar

kawasan hutan. Mereka umumnya memiliki pengetahuan tradisional dalam

(22)

Pengetahuan tradisional tentang tumbuhan obat ini merupakan dasar

pengembangan obat fitofarmaka atau obat modern (Supriadi, 2001).

Menurut Sjabana dan Bahalwan (2002), hasil survei yang dilkukan oleh

Badan Penelitian dan Pengembangan Kesehatan (Badan Litbangkes) pada tahun

1978 terhadap rumah-rumah tangga di Jawa dan Sumatera Selatan menunjukkan

bahwa 47,9% anggota rumah tangga memanfaatkan jamu (obat tradisional

Indonesia). Dalam suatu penelitian di Jawa dan Bali berdasar SKRT 1995, Jamal

dan Suhardi menunjukkan bahwa obat tradisional Indonesia digunakan oleh

30,7% anggota rumah tangga. Perbedaan ini dikarenakan perbedaan metode dan

responden yang digunakan. Ditunjukkan bahwa 64,3% penggunaan obat trdisional

di Indonesia ditujukan untuk menjaga kesehatan atau bersifat pencegahan

(preventif).

Menurut Aliadi dan Roemantyo (1994), ada 3 kelompok masyarakat yang

dapat dibedakan berdasarkan intensitas pemanfaatan tumbuhan obat. Kelompok

pertama, yaitu kelompok masyarakat asli yang hanya menggunakan pengobatan

tradisional, kelompok kedua yaitu kelompok masyarakat yang menggunakan

pengobatan tradisional dalam skala keluarga, dan ketiga industri obat.

Suku-suku bangsa di Indonesia telah banyak memanfaatkan tumbuhan

obat untuk kepentingan pengobatan tradisional, termasuk pengetahuan mengenai

tumbuhan obat. Salah satu perbedaan dapat dilihat dari perbedaan ramuan yang

digunakan untuk mengobati penyakit yang sama. Semakin beragam ramuan yang

dapat dimanfaatkan untuk mengobati penyakit tertentu, berarti peluang untuk

menyembuhkan suatu penyakit menjadi semakin besar, karena suatu ramuan

(23)

pengetahuan yang dimiliki suku-suku bangsa tersebut. Keragaman pengetahuan

diatas merupakan salah satu kekayaan budaya bangsa Indonesia yang harus

dipelihara untuk dikembangkan (Aliadi dan Roemantyo, 1994).

Sudah sejak lama berbagai penduduk asli (etnis) yang hidup didaerah

pedalaman, didalam dan disekitar hutan diseluruh wilayah nusantara,

memanfaatkan berbagai spesies tumbuhan dari hutan secara turun temurun untuk

berbagai macam penyakit. Menurut Supriadi (2001), dari berbagai penelitian

etnomedika yang dilakukan oleh peneliti Indonesia telah diketahui sebanyak 78

spesies tumbuhan yang digunakan oleh 34 etnis untuk mengobati penyakit

malaria, 30 etnis memanfaatkan 133 spesies tumbuhan untuk mengobati penyakit

demam, 30 etnis memanfaatkan 110 spesies tumbuhan untuk mengobati gangguan

pencernaan, dan 27 etnis memanfaatkan 98 spesies tumbuhan untuk mengobati

penyakit kulit. Banyak pengetahuan tradisional tentang penggunaan tumbuhan

obat dari berbagai etnis telah dikembangkan oleh pengusaha industri jamu dan

farmasi.

Menurut Sulaksana dan Jayusman (2005), sampai sekarang alasan banyak

orang mengkonsumsi tanaman obat yaitu karena pengobatan modern tidak bisa

menyembuhkan penyakitnya, ketakutan menjalankan operasi dan mahalnya biaya

pengobatan modern. Selain untuk pengobatan, tanaman obat juga bisa digunakan

untuk mencegah penyakit tertentu dan relatif tidak memberikan dampak negatif

(24)

Fitokimia Tumbuhan Obat

Fitokimia adalah studi mengenai tumbuh-tumbuhan yang berkaitan dengan

kandungan senyawa kimia yang bersifat aktif farmakologis, merupakan penelitian

dasar yang sangat penting untuk mengetahui khasiat dan kegunaannya yang

meliputi ekstraksi, isolasi dan skrining fitokimia (Yuliani, 2001 dalam Rahayu,

2005). Ekstraksi adalah kegiatan penarikan kandungan kimia yang dapat larut

sehingga terpisah dari bahan yang tidak dapat larut dengan menggunakan pelarut

tertentu (Depkes, 2000). Menurut Harborne (1987), ragam ekstraksi tergantung

pada tekstur dan kandungan air bahan tumbuhan yang diekstraksi dan pada jenis

senyawa yang diisolasi. Alkohol adalah pelarut serbaguna yang baik untuk

ekstraksi pendahuluan.

Beberapa metode ekstraksi dengan menggunakan pelarut (Depkes, 2000),

yaitu :

1. Maserasi

Maserasi adalah proses penyarian simplisia menggunakan pelarut dengan

beberapa kali pengocokan atau pengadukan pada temperatur kamar.

Maserasi yang dilakukan pengadukan secara terus-menerus disebut

maserasi kinetik, sedangkan maserasi yang dilakukan dengan pengulangan

penambahan pelarut setelah dilakukan penyaringan terhadap maserat

pertama dan seterusnya disebut remaserasi.

2. Perkolasi

Perkolasi adalah ekstraksi dengan pelarut yang selalu baru sampai terjadi

penyarian sempurna yang umumnya dilakukan pada temperatur kamar.

(25)

perendaman antara, tahap perkolasi sebenarnya (penetesan/penampungan

ekstra) terus menerus sampai diperoleh ekstrak.

Secara kimia tumbuhan mengandung berbagai bahan kimia aktif yang

berkhasiat obat. Komponen-komponen tersebut berupa senyawa-senyawa

golongan alkaloid, steroid dan triterpenoid, flavonoid dan saponin.

1. Alkaloid

Menurut Harborne (1987), alkaloid sekitar 5500 telah diketahui

merupakan golongan zat tumbuhan sekunder yang terbesar. Alkaloid mencakup

senyawa bersifat basa yang mengandung satu atau lebih atom nitrogen. Alkaloid

sering kali beracun bagi manusia dan banyak mempunyai kegiatan fisiologi yang

menonjol. Alkaloid sering kali bersifat optis aktif, kebanyakan berbentuk kristal

tetapi hanya sedikit yang berupa cairan (misalnya nikotina) pada suhu kamar.

Suku tumbuhan yang terdeteksi lebih dari 50 struktur alkaloid yaitu

angiospermae yang sangat kaya akan basa, tetapi harus diingat bahwa penyebaran

alkaloid sangat tidak merata dan banyak tumbuhan yang tidak mengandungnya

sama sekali. Pada umumnya alkaloid tidak sering terdapat dalam gymnospermae,

paku-pakuan, lumut, dan tumbuhan rendah (Harborne, 1987).

Menurut Harborne (1987), fungsi alkaloid dalam tumbuhan masih kurang

jelas, meskipun masing-masing senyawa telah dinyatakan terlibat sebagai

pengatur tumbuh atau menghalau atau penarik serangga. Sedangkan menurut

(Anonim, 1999 dalam Rahayu, 2005), alkaloid secara farmakologi digunakan

sebagai morpin seperti narkotik, analgesik, codine pada batuk, colchicine untuk

encok, quinene (kina) sebagai anti artrythmic dan I-hyoscyamne, anti spasmodic

(26)

2. Triterpenoid dan Steroid

Menurut Harborne (1987), triterpenoid adalah senyawa yang kerangka

karbonnya berasal dari enam satuan isoprena dan secara biosintesis diturunkan

dari hidrokarbon C30 asiklik, yaitu skualena. Triterpenoid berbentuk kristal,

seringkali bertitik leleh tinggi dan aktif optik. Triterpenoid dapat dipilah menjadi

sekurang-kurangnya empat golongan senyawa yaitu : triterpena sebenarnya,

steroid, saponin, dan glikosida jantung. Triterpenoid terkenal karena rasanya yang

pahit. Mereka terutama terdapat dalam Rutaceae, Meliacea dan Simaroubaceae.

Senyawa ini berfungsi sebagai pelindung untuk menolak serangga dan serangan

mikroba. Sedangkan menurut (Robinson, 1995 dalam Rahayu, 2005), triterpenoid

merupakan komponen aktif dalam tumbuhan obat yang telah digunakan untuk

penyakit diabetes, gangguan menstruasi, patukan ular, gangguan kulit, kerusakan

hati dan malaria.

Sterol adalah triterpena yang kerangka dasarnya sistem cincin siklopentana

perhidrofenantrena. Sterol dianggap sebagai senyawa satwa (sebagai hormon

kelamin, asam empedu dan lain-lain). Sterol tertentu hanya terdapat pada

tumbuhan rendah tetapi kadang-kadang terdapat pada tumbuhan tinggi (Harborne,

1987).

3. Flavonoid

Flavonoid menurut strukturnya merupakan turunan senyawa induk flavon

yang terdapat berupa tepung putih pada tumbuhan primula. Flavonoid terutama

berupa senyawa yang larut dalam air. Flavonoid terdapat dalam semua tumbuhan

berpembuluh. Flavonoid terdapat dalam tumbuhan sebagai campuran, jarang

(27)

Secara farmakologi flavonoid sebagai anti inflammatory, analgesik, anti

tumor, anti HIV, antidiarrhoeal, antihepatotix, antifungal, antilypotic,

anti-oxidant, vasodilator, immunostimultant dan anti urcerogenic (Anonim, 1999

dalam Rahayu, 2005).

4. Saponin

Menurut Gunawan dan Mulyani (2004), saponin merupakan senyawa

berasa pahit menusuk dan menyebabkan bersin dan sering mengakibatkan iritasi

terhadap selaput lendir. Saponin juga bersifat bisa menghancurkan butir darah

merah lewat reaksi hemolosis, bersifat racun bagi hewan berdarah dingin, dan

banyak digunakan sebagai racun ikan.

Menurut Harborne (1987), saponin adalah glikosida triterpena dan sterol

dan telah terdeteksi dalam lebih dari 90 suku tumbuhan. Saponin merupakan

senyawa aktif permukaan dan bersifat seperti sabun serta dapat dideteksi

berdasarkan kemampuannya membentuk busa dan menghemolisisi darah.

Pembentukan busa yang mantap sewaktu mengekstraksi tumbuhan atau waktu

memekatkan ekstrak tumbuhan merupakan bukti terpercaya akan adanya saponin.

Dari segi ekonomi, saponin kadang-kadang menimbulkan racun pada ternak.

Saponin tersebar luas diantara tanaman tinggi. Menurut Gunawan dan

Mulyani (2004), saponin memiliki kegunaan dalam pengobatan dan memiliki

sifat-sifat sebagai berikut :

• Saponin bersifat menaikkan permeabilitas kertas saring. Dengan adanya

saponin, filter dengan pori yang cukup kecil untuk menahan partikel yang

(28)

• Saponin bersifat dapat menimbulkan iritasi berbagai tingkat terhadap

selaput lendir (membran mukosa) pada mulut, perut dan usus, tergantung

pada tabiat dari masing-masing saponin yang bersangkutan.

• Saponin juga meningkatkan absorpsi senyawa-senyawa diuretikum

(terutama yang berbentuk garam) dan tampaknya juga merangsang ginjal

untuk lebih aktif. Hal ini mungkin menerangkan kenyataan bahwa saponin

(29)

METODOLOGI PENELITIAN

Lokasi dan Waktu Penelitian

Penelitian akan dilaksanakan di 2 kawasan sekitar Taman Nasional Batang

Gadis (TNBG), yaitu desa Sibanggor Julu dan desa Aek Nangali kabupaten

Mandailing Natal, Provinsi Sumatera Utara. Penelitian uji fitokimia dilakukan di

laboratorium Fitokimia, Fakultas Farmasi, Universitas Sumatera Utara. Kegiatan

Identifikasi tumbuhan obat dilakukan di Laboratorium Taksonomi Tumbuhan

Departemen Biologi Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam

Universitas Sumatera Utara. Kegiatan penelitian ini dilaksanakan pada bulan

Januari sampai dengan bulan Mei 2007.

Alat dan Bahan

Alat Penelitian

Adapun alat yang digunakan dalam penelitian ini adalah : kantung plastik,

kertas label, saringan, tabung reaksi, gelas ukur, kertas indikator universal,

timbangan analitik, corong pemisah, penangas air, cawan penguap, kertas saring,

pipet tetes, kamera, kalkulator dan alat tulis, serta kuisioner.

Bahan Penelitian

Adapun bahan yang digunakan dalam penelitian ini adalah alkohol, kalium

iodida, iodium, air suling, raksa (II) klorida, bismut (III) nitrat. asam nitrat pekat,

asam asetat anhidrat, asam sulfat pekat, asam klorida pekat, eter, HCl 2N,

(30)

Prosedur Penelitian

1. Persiapan

Kegiatan yang dilakukan dalam tahapan persiapan penelitian mencakup :

a. Observasi Lapangan

Merupakan kegiatan pengumpulan data yang dilakukan dengan cara

pengamatan langsung di lapangan dengan wawancara dan kuisioner dengan

informan kunci, sehingga dapat mendeskripsikan secara cermat dan terinci

mengenai keadaan lapangan dan kegiatan masyarakat dimana kegiatan ini

dilaksanakan.

b. Penentuan Sampel Desa

Pendekatan dalam menentukan lokasi penelitian, pertama dilakukan survei

lokasi dan selanjutnya dipilih 2 desa di sekitar Taman Nasional Batang Gadis

(TNBG), yaitu desa Sibanggor Julu dan desa Aek Nangali.

c. Penentuan Informan Kunci dan Sampel Responden

Informan kunci dan responden dalam penelitian ini adalah kepala desa, kepala

suku/yang dituakan, tokoh pemuka agama, ahli pengobatan tradisional/ dukun,

mantri (informan kunci) serta masyarakat. Sebagai responden jumlahnya

adalah :

1. Apabila jumlah penduduk ≤ 100 kepala keluarga maka diambil seluruh

responden.

2. Apabila jumlah penduduk > 100 kepala keluarga maka diambil 10-15 %

(31)

2. Pengumpulan Data

a. Aspek ethnobotani

Survei ethnobotani dilakukan untuk mengetahui cara masyarakat

memanfaatkan tumbuhan obat yang diperoleh dari hasil wawancara dan survei

lapangan. Data yang dikumpulkan yaitu jenis tumbuhan obat yang digunakan,

cara pemanfaatan tumbuhan obat baik jenis, bagian-bagian yang digunakan, cara

penggunaan maupun khasiatnya serta lokasi pengambilannya.

b. Aspek fitokimia

Pembuatan larutan pereaksi (Depkes, 1979; Depkes, 1989; Harborne, 1987) :

1. Larutan Pereaksi Bouchardat

Sebanyak 4 gram kalium iodida dilarutkan dalam air suling kemudian

ditambahkan iodium sebanyak 2 gram dan dicukupkan dengan air suling

hingga 100 ml.

2. Larutan Pereaksi Mayer

Sebanyak 1,4 gram raksa (II) klorida dilarutkan dalam 60 ml air suling.

Pada wadah lain sebanyak 5 gram kalium iodida dilarutkan dalam 10 ml

air suling. Kemudian keduanya dicampur dan ditambah air suling hingga

larutan 100 ml.

3. Larutan Pereaksi Dragendorff

Sebanyak 0,8 gram bismut (III) nitrat dilarutkan dalam 20 ml asam nitrat

pekat. Pada wadah lain sebanyak 27,2 gram kalium iodida dilarutkan

dalam 50 ml air suling. Kemudian kedua larutan dicampurkan dan

didiamkan sampai memisah sempurna. Larutan yang jernih diambil dan

(32)

4. Larutan Pereaksi Liebermann-Burchard

Sebanyak 20 bagian asam asetat anhidrat dicampurkan dengan 1 bagian

asam sulfat pekat.

5. Larutan Pereaksi Asam Klorida 2N

Sebanyak 17 ml asam klorida pekat diencerkan dalam air suling hingga

100 ml.

Jenis-jenis tumbuhan obat diuji kandungan kimia berdasarkan pilihan

masyarakat setempat dan dilakukan pemeriksaan senyawa golongan alkaloida,

saponin, steroida-triterpenoida dan flavonoida (Ditjen POM, 1995; Farnsworth,

1966; Ditjen POM, 1989).

a. Pengujian alkaloida

Serbuk ditimbang sebanyak 0,5 gram kemudian ditambah 1 ml asam

klorida 2N dan 9 ml air suling, dipanaskan diatas penangas air selama 2 menit.

Didinginkan dan disaring. Filtrat dipakai untuk percobaan berikut :

1. Filtrat sebanyak 3 tetes ditambah dengan 2 tetes pereaksi Mayer, akan

terbentuk endapan menggumpal berwarna putih atau kuning.

2. Filtrat sebanyak 3 tetes ditambah dengan 2 tetes pereaksi Dragendorff,

akan terbentuk warna merah atau jingga.

3. Filtrat sebanyak 3 tetes ditambah dengan 2 tetes pereaksi Bouchardat, akan

terbentuk endapan berwarna coklat sampai hitam.

Alkaloida positif jika terjadi endapan atau kekeruhan paling sedikit 2

(33)

b. Pengujian steroida dan triterpenoida

Sebanyak 1 gram serbuk dimaserasi dengan 20 ml eter selama 2 jam,

disaring, lalu filtrat diuapkan dalam cawan penguap, dan pada sisanya

ditambahkan 2 tetes pereaksi Liebermann-Burchard (20 tetes asam asetat anhidrat

dan 1 tetes asam sulfat pekat). Apabila terbentuk warna biru atau biru hijau

menunjukkan adanya steroida, dan bila terbentuk warna merah atau merah ungu

menunjukkan adanya triterpenoida.

c. Pengujian saponin

Sebanyak 0,5 gram serbuk dimasukkan dalam tabung reaksi kemudian

tambahkan air panas 10 ml kemudian didinginkan. Kocok kuat-kuat selama 10

detik. Bila terdapat senyawa saponin terbentuk buih stabil kurang lebih 10 menit,

tinggi buih 1-10 cm dan buih tidak hilang jika ditambahkan 1 tetes HCl 2N.

d. Pengujian flavonoida

Sebanyak 0,5 gram serbuk disari dengan 10 ml metanol, direfluks selama

10 menit, kemudian disaring, filtrat diencerkan dengan 10 ml air suling. setelah

dingin ditambahkan 5 ml eter minyak tanah, dikocok hati-hati, didiamkan.

Lapisan metanol diambil, diuapkan pada temperatur 400C. Sisa dilarutkan dalam 5

ml etil asetat, kemudian disaring. Filtrat digunakan untuk uji flavonoida dengan

cara :

1. Sebanyak 1 ml larutan percobaan diuapkan sampai kering, sisanya

dilarutkan dalam 1-2 ml etanol 95% lalu ditambahkan 0,5 gram serbuk

seng dan 2 ml asam klorida 2N. Didiamkan selama 1 menit, kemudian

ditambahkan 10 tetes asam klorida pekat, jika dalam 2-5 menit terjadi

(34)

2. Sebanyak 1 ml larutan percobaan diuapkan sampai kering, sisanya

dilarutkan dalam 1 ml etanol 95% lalu ditambah 0,1 gram magnesium dan

10 tetes asam klorida pekat. Jika terjadi perubahan warna merah jingga

sampai merah ungu menunjukkan adanya flavonoida.

Analisis Data

1. Aspek Ethnobotani

Data yang diperoleh dari hasil wawancara dan kuisioner dengan responden

kunci dan masyarakat ditabulasikan dan dianalisa secara deskriptif yang bertujuan

untuk mendapatkan gambaran mengenai pemanfaatan tumbuhan obat dilokasi

tempat dilakukannya penelitian.

2. Aspek fitokimia

Berdasarkan hasil uji screening fitokimia tumbuhan obat akan dibuat

rekapitulasi secara deskrptif senyawa kimia yang terdapat pada tumbuhan obat

(35)

KONDISI UMUM DAN DESKRIPSI BEBERAPA JENIS TUMBUHAN

OBAT DI LOKASI PENELITIAN

Taman Nasional Batang Gadis (TNBG) merupakan kawasan hutan yang

berada di pegunungan Bukit Barisan Sumatera bagian utara yang memiliki luas

108.000 ha atau 26% dari total luas kawasan hutan di Kabupaten Madina. Taman

Nasional Batang Gadis secara geogrfis terletak diantara 99o 12’ 45’’ sampai

dengan 99o 47’ 10’’ BT dan 0o 27’ 15’’ sampai dengan 1o 01’ 57’’ LU. Taman

Nasional Batang Gadis terletak pada kisaran ketinggian 300 m sampai 2.145 m

diatas permukaan laut yang merupakan titik tertinggi dipuncak gunung berapi

Sorik Marapi.

Desa pada penelitian ini diambil 2 desa sebagai desa sampel penelitian

yaitu Desa Sibanggor Julu dan Desa Aek Nangali. Pemilihan desa tersebut

diambil yang mewakili didekat kawasan hutan yaitu Desa Aek Nangali, dimana

jarak yang ditempuh untuk menuju hutan ± 5 km dan yang mewakili daerah

pinggir kawasan hutan yaitu Desa Sibanggor Julu yang berjarak ± 8 km menuju

hutan.

1. Desa Sibanggor Julu

Letak dan luas

Desa Sibanggor Julu terletak dilereng sebelah timur dari gunung Sorik

Marapi. Desa ini adalah salah satu desa yang terletak di kawasan Hutanamale

Sibanggor dan merupakan desa yang paling dekat dengan puncak gunung merapi.

(36)

Adapun batas-batas wilayah desa Sibanggor Julu :

- Sebelah Utara berbatasan dengan Sibanggor Tonga

- Sebelah Selatan berbatasan dengan Tor Aek Silai-lai dan anak gunung sorik

marapi.

- Sebelah Timur berbatasan dengan Huta Lombang

- Sebelah Barat berbatasan dengan Taman Nasional Batang Gadis

Topografi

Desa Sibanggor Julu memiliki ketinggian 1000 m diatas permukaan laut

yang berada dilereng bukit, hampir semua lanskap wilayah desa berada dalam

kemiringan diatas 25%.

Aksesibilitas

Desa Sibanggor Julu berjarak sekitar 9,5 km dari ibukota kecamatan atau

sekitar 14 km dari Panyabungan (Ibukota Kabupaten Madina). Desa ini dapat

dijangkau dengan menggunakan kendaraan bermotor melalui jalan aspal yang

kondisinya cukup baik, kira-kira 30 menit dari Panyabungan, sedikitnya ada 35

unit angkutan pedesaan (minibus Anatra) yang sehari-hari melewati jalur ini.

Penduduk

Jumlah penduduk desa Sibanggor Julu adalah 1.495 jiwa yang terdiri atas

270 kepala keluarga. Kelompok marga pembuka adalah Nasution. Mayoritas

penduduk desa ini bermarga Tanjung, kemudian disusul oleh penduduk bermarga

Nasution, Lubis dan Batubara. Pada umumnya penduduk desa Sibanggor Julu

memiliki hubungan kekerabatan satu sama lain, baik melalui hubungan darah

maupun perkawinan. Selain yang bermukim didesa banyak juga yang merantau

(37)

Agama

Sebagian besar penduduk desa Sibanggor Julu beragama Islam, dan

terdapat beberapa saran peribadatan yang terdiri dari 1 mesjid dan 4 surau.

Pendidikan

Secara umum tingkat pendidikan didesa Sibanggor Julu masih rendah.

Sebagian penduduk tamat SD, SMP, SMU, tetapi ada beberapa orang yang

melanjutkan ke perguruan tinggi. Sarana pendidikan yang tersedia didesa

Sibanggor Julu yaitu gedung Sekolah Dasar dan Madrasah Ibtidaiah/ Tsanawiyah.

Mata Pencaharian

Sebagian besar penduduk desa Sibanggor Julu bekerja disektor pertanian.

Mata pencaharian yang utama adalah bertani. Tata guna lahan yang ada adalah

sawah, kebun karet, kebun jeruk, kebun sayur, kebun kopi, kayu manis dan aren.

Selain disektor pertanian, ada juga masyarakat yang bekerja disektor non

pertanian. Beberapa penduduk Sibanggor Julu memiliki usaha sebagai pedagang

ke pekan-pekan yang ada di Kecamatan ataupun ke kota Panyabungan.

Kesehatan

Di desa Sibanggor Julu tidak terdapat sarana kesehatan seperti Puskesmas.

Biasanya penduduk desa Sibanggor Julu yang ingin berobat langsung menuju

sarana kesehatan yangada di Kabupaten.

Sosial Budaya

Ketentuan adat di desa Sibanggor Julu memberikan kebebasan kepada

warganya untuk membuka hutan yang masih belum dikelola untuk dijadikan lahan

pertanian. Setelah dibuka menjadi lahan pertanian maka lahan tersebut dapat

(38)

tinggal sedikit yaitu pada bagian-bagian punggung bukit gunung Sorik Marapi dan

sudah dekat dengan batas hutan lindung. Beberapa warga masih ada yang

mengambil hasil-hasil hutan seperti rotan, kulit kayu dan beberapa kayu untuk

dipasarkan dan digunakan sendiri.

2. Desa Aek Nangali

Letak dan luas

Desa Aek Nangali berada dijalur jalan lintas Panyabunagn menuju Natal.

Luas desa Aek Nangali yaitu 600 ha, dimana batas-batas wilayah desa Aek

Nangali yaitu :

- Sebelah Utara berbatasan dengan Aek Nabara

- Sebelah Timur berbatasan dengan Kase Rao-Rao

- Sebelah Selatan berbatasan dengan Taman Nasional Batang Gadis

- Sebelah Barat berbatasan dengan desa Bangkelang

Topografi

Topografi wilayah desa Aek Nangali adalah lereng dan punggung bukit,

dan pemukiman penduduk berada dibagian lembah tepi sungai Aek Batang Natal.

Aek Nangali memiliki ketinggian 450 m diatas permukaan laut, yang dikelilingi

oleh beberapa bukit (tor), seperti Tor Ompu Sutan, Tor Pargadungan, Tor

Sanduduk dan Tor Ayu Raja.

Aksesibilitas

Dari Panyabungan, desa Aek Nangali dapat dicapai dengan menggunakan

angkutan umum, berupa taksi atau bus yang menuju Muara Soma atau Natal,

(39)

desa Aek Nangali adalah Aek Mais, Lubuk Raya, Nabana Tour, Mandailing dan

Anatra, ada juga bus yang melayani trayek Medan-Natal yaitu Satu Nusa.

Perhubungan antara desa dengan kota kecamatan dilayani oleh pedesaan dan

kendaraan pribadi seperti sepeda motor.

Penduduk

Jumlah penduduk desa Aek Nangali adalah sebanyak 1800 jiwa, dengan

rumah tangga sebanyak 318 kepala keluarga. Semua penduduk Aek Nangali

adalah etnis Mandailing. Sebelum kemerdekaan RI desa Aek Nangali adalah pusat

kekuriaan, yaitu kuria Aek Nangali dengan beberapa kampung menjadi bagian

dari wilayahnya, dimana kuria pertama berada di Batang Natal.

Agama

Sebagian besar penduduk desa Aek Nangali menganut agama Islam. Ada

beberapa sarana ibadah di desa Aek Nangali yang terdiri dari 3 mesjid yang

terdapat ditiap dusun, salah satunya adalah mesjid Baitul Jannah di dusun pasar.

Pendidikan

Sebagian besar penduduk desa Aek Nangali tamat SD, SMP, SMU. Tetapi

yang paling dominan adalah tamat SMP dan ada beberapa orang yang

melanjutkan ke perguruan tinggi.

Sarana pendidikan yang ada di desa Aek Nangali terdiri dari sekolah

umum dan sekolah agama. Sekolah umum terdiri dari 2 gedung SD dan 1 gedung

SMP, sedangkan sekolah agama terdiri dari gedung Madrasah Ibtidaiah yang

(40)

Mata pencaharian

Mayoritas penduduk di desa Aek Nangali bekerja disektor pertanian. Tata

guna lahan yaitu sawah, ladang untuk palawija, kebun karet, kebun coklat, kayu

manis serta ebun buah-buahan. Selain bertani adapula beberapa penduduk yang

memiliki sumber pendapatan dari hasil hutan non kayu, berupa gula aren, getah

damar, rotan manau dan hasil dari berburu yang mana hasilnya akan dijual

kepasar.

Kesehatan

Di desa Aek Nangali tidak terdapat sarana kesehatan modern, tetapi ada

beberapa mantri sebagai petugas medis terdekat yang bermukim di desa Tarlola.

Jika ada warga yang sakit dan memerlukan pengobatan mereka harus menjemput

mantri.

Sosial budaya

Pada zaman Belanda muncul sistem kekuriaan yang menjadi awal

terbentuknya Aek Nangali dan menjadi pusat pemerintahan kekuriaan. Konsepsi

penguasaan wilayah secara tradisional kurang lebih mengacu kepada batas-batas

kekuriaan.

Kawasan hutan yang belum dibuka dianggap sebagai milik komunial, dan

apabila lahan tersebut sudah dibuka menjadi lahan pertanian maka dapat diklaim

menjadi milik pribadi. Demikian pula dalam pengambilan hasil-hasil hutan baik

kayu maupun non kayu, dimana hasil tersebut diambil bukan lagi untuk

(41)

Deskripsi 10 Jenis Tumbuhan Obat yang Digunakan Oleh Masyarakat Desa

Sibanggor Julu dan Desa Aek Nangali

1. Spesies : Selaginella sp.

Famili : Selaginellaceae

Nama Daerah : Sirungguk

Kegunaan : Darah rendah

Deskripsi

Jenis paku-pakuan, panjang batang mencapai 40 cm, daun kecil-kecil, warna

permukaan daun atas hijau tua dan warna permukaan daun bawah hijau muda,

daun tersusun dikanan kiri menyerupai cakar ayam.

2. Spesies : Loranthus sp.

Famili : Loranthaceae

Nama Daerah : Sarang biriang

Kegunaan : Sakit perut dan darah tinggi

Deskripsi

Parasit, umbi menempel pada pohon sembarang.

3. Spesies : Lourentia langiflora (L.) Peterm

Famili : Campanulaceae

Nama Daerah : Sari mandapot

Kegunaan : Darah rendah

Deskripsi

(42)

batang biasanya tumbuh dari pangkal batang. Daun tidak bertangkai, helaian daun

berbulu, daun berbentuk lonjong, tepi daun bergerigi agak jarang. Bunga tunggal,

bunga sepanjang tahun, tangkai bunga panjang tegak, tumbuh dari ketiak daun,

mahkota bunga berbentuk bintang berwarna putih. Buah berkotak, tangkai buah

merundk, bentuk buah bulat telur, buah yang matang membelah dua. Biji banyak,

berkembang biak dengan biji, anakan, dan stek batang.

4. Spesies : Loranthus chrysanthus BL

Famili : Loranthaceae

Nama Daerah : Sarindan

Kegunaan : Sesak napas, sakit jantung, dan stabil darah

Deskripsi

Parasit, warna daun permukaan bagian atas berwarna hijau dan bagian bawah

berwarna coklat kemerahan. Panjang batang mencapai 1-2 meter, batang lurus.

Bunga muncul pada ketiak daun.

5. Spesies : Oryza granulata NEES et ARN.

Famili : Poaceae

Nama daerah : Mata incir

Kegunaan : Diabetes

Deskripsi

Rumpun, sejenis rumput-rumputan. Tinggi mencapai 30 cm, daun berbentuk

runcing, bunga muncul pada pucuk daun, pada akar terdapat umbi-umbi kecil

(43)

6. Spesies : Piper ungaramense (Miq.)C.BC.

Famili : Piperaceae

Nama daerah : Simanat babiat

Kegunaan : Darah rendah dan sakit kepala

Deskripsi

Liana, tumbuhan merambat, panjang batang mencapai 5 meter warna daun bagian

permukaan atas berwarna hijau bercorak seperti harimau dan bagian permukaan

bawah berwarna merah.

7. Spesies : Chloranthus elatior RBR.

Famili : Chloranthaceae

Nama Daerah : Pindul

Kegunaan : Darah rendah

Deskripsi

Perdu, tinggi mencapai 60-100 cm, batang lurus dan menonjol pada bagian ruas

batang, daun meruncing dan bergerigi.

8. Spesies : Physalis minima Linn

Famili : Solanaceae

Nama Daerah : Pultak-pultak

Kegunaan : Menambah nafsu makan dan maag.

Deskripsi

Herba perdu, berumur setahun, batang berbulu pendek, bercabang, tinggi

(44)

bulat telur, bertangkai, duduk daun berseling, tepi daun berlekuk, ujung daun

lancip. Bunga keluar dari ketiak daun, bunga berwarna kuning muda. Buah

terbungkus kulit tipis berbentuk lentera, lancip diujung.

9. Spesies : Chinchona spp.

Famili : Rubiaceae

Nama Daerah : Kenini

Kegunaan : Malaria

Deskripsi

Tanaman kina banyak ditanam didaerah pegunungan, terutama di Jawa Barat.

Daun kina berbentuk bulat telur. Bunganya tumbuh bertangkai-tangkai pada ujung

cabangnya dan berwarna merah muda.

10. Spesies : Hydrocotyle javanica

Famili : Apiaceae

Nama Daerah : Angkirbong

Kegunaan : Busung lapar, demam, dan panas dalam.

Deskripsi

Herba, daun berbentuk bulat bergerigi. Permukaan daun berbulu halus. Bunga

muncul pada ketiak daun. Tinggi batang mencapai 45-100 cm, tulang-tulang

(45)

HASIL DAN PEMBAHASAN

Persepsi Responden

Pengetahuan Tumbuhan Obat

Hasil wawancara dan kuisioner dapat diketahui bahwa masyarakat desa

Sibanggor Julu pada umumnya sangat mengetahui jenis tumbuhan yang

digunakan sebagai obat yaitu sebesar 78,13%, khususnya orang-orang tua, tetapi

ada sebagian warga yang kurang mengetahui tentang jenis tumbuhan obat tersebut

yaitu sebesar 18,75% (Lihat Tabel 1). Pengetahuan tentang jenis tumbuhan obat

yang digunakan didapat secara turun temurun, dimana tumbuhan obat tersebut

dapat dicari didalam kawasan hutan maupun dikebun atau pekarangan. Ada

beberapa tumbuhan obat yang digunakan untuk acara adat yaitu : tabar-tabar,

sirih, tebu, sijanit, pisang sitabar dan sahat-sahat. Pada saat ini untuk memperoleh

tumbuhan obat dari hutan agak sulit, dimana jarak yang ditempuh untuk mencapai

hutan cukup jauh. Tetapi menurut masyarakat Sibanggor Julu, potensi tumbuhan

obat di hutan cukup banyak.

Sama halnya dengan masyarakat Desa Aek Nangali, bahwa pada

umumnya masyarakat sangat mengetahui jenis tumbuhan obat sebesar 84,21%

yang digunakan sebagai obat yang diperoleh secara turun-temurun. Sebagian

warga yang kurang mengetahui jenis tumbuhan obat sebesar 13,16%. Tumbuhan

obat yang digunakan untuk acara adat oleh masyarakat Desa Aek Nangali yaitu

beringin, siasari, dingin-dingin dan daun silinjung. Tetapi ada sebagian

masyarakat yang tidak mengetahui tentang tumbuhan obat untuk acara adat. Dari

(46)

tumbuhan obat di hutan masih banyak tetapi untuk memperolehnya agak sulit

disebabkan lokasinya yang cukup jauh.

Pemanfaatan Tumbuhan Obat

Penggunaan tumbuhan obat untuk pengobatan dan untuk memelihara

kesehatan dilakukan masyarakat Desa Sibanggor Julu dan Desa Aek Nangali.

Pada masyarakat Desa Sibanggor Julu, lama penggunaan tumbuhan obat tersebut

>10 tahun (81,25%) dan 1-10 tahun (15,63%). Sedangkan pada masyarakat Desa

Aek Nangali, lama penggunaan tumbuhan obat >10 tahun sebesar 65,79% dan

1-10 tahun5% (Lihat Tabel 1). Dimana masyarakat merasa dalam penggunaan

tumbuhan obat tradisional sangat manjur dan tanpa efek samping. Ada beberapa

warga yang menggunakan jasa medis atau obat yang dikemas dan dijual secara

umum, dimana mereka merasa bahwa penggunaannya lebih praktis. Dengan

melihat perkembangan pengobatan modern, masyarakat berpendapat ada

kemungkinan bahwa generasi muda yang akan datang enggan menggunakan

tumbuhan obat. Hal ini dikarenakan pengobatan modern lebih praktis dalam

penggunaannya.

Peluang Budidaya Tumbuhan Obat

Menurut masyarakat Desa Sibanggor Julu, tumbuhan obat yang ada di

hutan dapat punah, dimana bila ada kerusakan-kerusakan yang disebabkan oleh

manusia maka akan menyebabkan kepunahan. Pada saat sekarang ini banyak

masyarakat Desa Sibanggor Julu membudidayakan tumbuhan obat yaitu sebesar

(47)

jahe, temulawak, jerango dll. Sedangkan pada masyarakt Desa Aek Nangali hanya

sebagian masyarakat yang membudidayakannya yaitu sebesar 31,58% (Lihat

Tabel 1). Untuk tumbuhan obat dari hutan sangat jarang dibudidayakan, biasanya

apabila ingin menggunakan baru kemudian mengambilnya.

Tabel 1. Persentase Persepsi Responden Menurut Karakteristik Pada Desa Sibanggor Julu dan Desa Aek Nangali

Responden Karakter

Persentase

Berdasarkan hasil wawancara dengan informan kunci dan masyarakat,

tumbuhan obat yang digunakan masyarakat Desa Sibanggor Julu dan Desa Aek

Nangali, tumbuhan obat yang dimanfaatkan oleh masyarakat Desa Sibanggor Julu

terdapat 25 jenis tumbuhan obat sebagai bahan pengobatan. Sedangkan pada Desa

Aek Nangali terdapat 22 jenis tumbuhan obat sebagai bahan pengobatan. Jumlah

jenis tumbuhan obat yang digunakan maupun cara penggunaannya tergantung dari

pengetahuan masing-masing dalam memanfaatkan tumbuhan obat sesuai dengan

budaya lingkungan sekitarnya.

Jenis tumbuhan obat yang digunakan oleh masyarakat Desa Sibanggor

(48)

Tabel 2. Jenis Tumbuhan Obat yang Digunakan Oleh Masyarakat Desa Sibanggor

1 Simanat babiat Piper ungaramense

(Miq.)C.BC.

2 Sirungguk Selaginella sp. Daun Direbus dan

diminum

4 Pindul Chloranthus elatior

RBR.

Obat luka luar

6 Tete babi - Daun Dimandikan Turun panas

7 Dingin-dingin Kalanchoe pinnata Daun Dikompres Turun panas

8 Sarang banua - Daun Ditumbuk,

Umbi Dimakan Masuk angin,

sakit perut

13 Sirih Piper betle Daun Dimakan Obat batuk

14 Salimbatuk/

Jerango

Acorus calamus Umbi Dimakan Obat batuk

(49)

1 2 3 4 5 6

23 Pultak-pultak Physalis minima Daun dan

akar

24 Jahe Zingiber officinale Umbi Ditumbuk dan

dioles

Gatal-gatal

25 Temulawak Curcuma

xanthorrhiza

Umbi Diparut Masuk angin

Keterangan : − = nama ilmiah tidak diketahui

Tabel 3. Jenis Tumbuhan Obat yang Digunakan Oleh Masyarakat Desa Aek Nangali

3 Kenini/Kina Chinchona spp Daun Direbus dan

diminum,

mandi uap

Malaria

4 Beringin Ficus benjamina Daun Disapukan Gangguan jin

5 Kumis Kucing Orthosiphon

aristatus

Daun/ akar Direbus dan

diminum

Ginjal

6 Jeruk Citrus aurantifolia Buah Diperas dan

diminum

(50)

1 2 3 4 5 6

10 Dabo imbo Labisia pothoina

LINDL.

dan sakt perut

11 Puttaran ali - Akar Direbus dan

diminum

Sakit perut

12 Sarang biriang Loranthus sp. Umbi Direbus dan

diminum

Sakit perut dan

darah tinggi

13 Sari mandapot Lourentia

langiflora

16 Angkirbong Hydrocotyle

javanica

18 Pultak-pultak Physalis minima Daun dan

akar

Sakit perut dan

(51)

Pada Tabel 2 dan Tabel 3 dapat dilihat bahwa masyarakat Desa Sibanggor

Julu maupun Desa Aek Nangali dalam pemanfaatan tumbuhan obat cukup

beragam baik dalam jenis maupun cara pembuatannya. Masyarakat tersebut

memiliki pengetahuan yang berbeda-beda dalam pemanfaatan tumbuhan obat.

Perbedaan tersebut dapat dilihat dari perbedaan ramuan yang digunakan untuk

mengobati penyakit yang sama. Menurut Aliadi dan Roemantyo (1994), semakin

beragam ramuan yang dapat dimanfaatkan untuk mengobati penyakit tertentu,

berarti peluang untuk menyembuhkan suatu penyakit semakin besar. Jenis-jenis

tumbuhan yang digunakan oleh masyarakat Desa Sibanggor Julu dan Desa Aek

Nangali pada umumnya sebagian besar tumbuh liar dihutan, pekarangan dan

perladangan.

Bagian Tumbuhan yang Digunakan

Bagian tumbuhan obat yang digunakan oleh masyarakat Desa Sibanggor

Julu dan Desa Aek Nangali terdiri dari bagian daun, kulit batang, umbi, biji,

batang dan akar. Bagian daun merupakan bagian yang paling banyak digunakan

baik pada masyarakat di Desa Sibanggor Julu (42,86 %) dan Desa Aek Nangali

(46,43 %), dengan demikian dalam pemanfaatan tumbuhan obat oleh masyarakat

desa Sibanggor Julu maupun Desa Aek Nangali mempunyai kearifan dengan

bagian yang dimanfaatkan sebagian besar merupakan daun sehingga tidak

mengkhawatirkan kelangsungan hidup dari tumbuhan tersebut karena

pengambilan daun tidak merusak tumbuhan, yang perlu diwaspadai adalah bagian

akar karena akan mematikan tumbuhan tersebut. Bagian akar ini bila dieksploitasi

(52)

Pada masyarakat Desa Sibanggor Julu bagian yang paling banyak

digunakan daun, kemudian umbi, kulit batang, batang, buah, biji, dan akar,

sedangkan pada Desa Aek Nangali bagian yang paling banyak digunakan yaitu

daun, selanjutnya akar, umbi, semua bagian, buah dan batang. Bagian yang tidak

dimanfaatkan di Desa Sibanggor Julu adalah semua bagian, sedangkan di Desa

Aek Nangali bagian yang tidak dimanfaaatkan meliputi kulit batang dan biji.

Penggunaan bagian tumbuhan obat oleh kedua desa tersebut lebih jelasnya dapat

dilihat pada Gambar 1.

42.86

Daun Akar Kulit Batang Umbi Batang Biji Buah Semua

Bagian Bagian Tumbuhan yang Dimanfaatkan

Desa Sibanggor Julu Desa Aek Nangali

(53)

Penggunaan bagian tumbuhan obat ada jenis tertentu yang digunakan lebih

dari satu bagian, sehingga bila dijumlahkan maka jumlahnya lebih banyak dari

seluruh jenis tumbuhan obat yang digunakan oleh masyarakat Desa Sibanggor

Julu dan Desa Aek Nangali.

Cara Penggunaan

Secara umum masyarakat Desa Sibanggor Julu dan Desa Aek Nangali

dalam penggunaan tumbuhan sebagai pengobatan ada beberapa cara yaitu

dikonsumsi secara langsung dan secara tidak langsung dengan

perlakuan-perlakuan tertentu sebelum digunakan. Secara langsung yang umum digunakan

yaitu dimakan, diminum, dimandikan, dioles dan dikompres (lihat Gambar 2).

Penggunaan tumbuhan obat secara langsung dengan perlakuan dimakan yang

paling dominan dilakukan di Desa Sibanggor Julu yaitu sebesar 62,5%, sedangkan

di Desa Aek Nangali tidak terdapat perlakuan tersebut (0%).

62.5

Dimakan Diminum Dimandikan Dioleskan Dikompres

Sibanggor Julu Aek nangali

(54)

Penggunaan tumbuhan obat secara tidak langsung yaitu dengan perlakuan

ditumbuk, direbus/dimasak, diparut, diremas/diperas dan digongseng (lihat

Gambar 3). Penggunaan tumbuhan obat secara tidak langsung biasanya diikuti

dengan perlakuan-perlakuan lainnya. Misalnya tumbuhan obat dilakukan

perlakuan penumbukan maka setelahnya tumbuhan tersebut dapat dioleskan. Cara

perlakuan tumbuhan obat sebelum digunakan paling banyak dengan perlakuan

direbus sebesar 78,95% yaitu pada masyarakat Desa Aek Nangali, sedangkan

untuk masyarakat Desa Sibanggor Julu sebesar 62,5%.

25

Ditumbuk Direbus Diparut Diremas Digongseng

Sibanggor Julu Aek Nangali

(55)

Tabel 4. Jenis Tumbuhan Obat yang Dominan Dimanfaatkan Oleh Masyarakat Desa Sibanggor Julu dan Desa Aek Nangali

No Nama Daerah Nama Latin Famili Kegunaan

1 Sirungguk Selaginella sp Selaginellaceae Darah rendah

2 Sarang biriang Loranthus sp Loranthaceae Sakit perut dan darah tinggi

3 Sari mandapot Lourentia langiflora (L) Peterm

Campanulaceae Darah rendah

4 Sarindan Loranthus chrysanthus BL

Loranthaceae Sesak napas, sakit jantung dan stabil darah 5 Mata incir Oryza granulata

NESS et ARN

Poaceae Diabetes

6 Simanat babiat Piper ungaramense (Miq.) C.BC

Piperaceae Darah rendah dan sakit kepala

7 Pindul Chloranthus elatior RBR

Chloranthaceae Darah rendah

8 Pultak-pultak Physalis minima Linn

Solanaceae Menambah nafsu

makan dan maag 9 Kenini Chinchona spp Rubiaceae Malaria

10 Angkirbong Hydrocotyle javanica

Apiaceae Busung lapar, demam dan panas dalam

Keterangan : Gambar dapat dilihat pada lampiran

Aspek Fitokimia

Tumbuhan obat yang dilakukan pengujian kandungan kimia ada 10 jenis

dari 47 jenis tumbuhan obat yang digunakan oleh masyarakat Desa Sibanggor

Julu dan Desa Aek Nangali. Tumbuhan yang diuji berdasarkan pilihan masyarakat

yang relatif masih sering digunakan dan bagian tumbuhan yang diuji yang biasa

dimanfaatkan yaitu : batang, kulit batang, daun, akar, umbi, buah, biji dan seluruh

bagian tumbuhan.

Tumbuhan yang diuji fitokimia terdiri dari habitus perdu (3 jenis), herba (3

jenis), rumpun (1 jenis), liana (1 jenis), dan epifit (2 jenis). Dari seluruh tumbuhan

obat yang diuji kandungan kimia maka famili yang dominan yaitu famili

Loranthaceae. Hasil pengujian kandungan kimia terhadap 10 jenis tumbuhan obat

yang dominan digunakan masyarakat Desa Sibanggor Julu dan Desa Aek Nangali

(56)

Tabel 5. lihat file Tabel Fito.doc

.

Alkaloida

Berdasarkan hasil uji fitokimia, pada umumnya tumbuhan obat yang diuji

(57)

senyawa tersebut, seperti Loranthus chrysanthus, Oryza granulata, Loranthus sp.,

dan Hydrocotyle javanica, hal ini sesuai dengan yang dikemukakan Harborne

(1987) bahwa penyebaran alkaloida sangat tidak merata dan banyak suku

tumbuhan yang tidak mengandungnya sama sekali.

Hasil uji alkaloida banyak ditemukan pada famili Piperaceae jenis Piper

ungaramense, famili Solanaceae jenis Physalis minima, famili Selaginellaceae

jenis Selaginella sp., famili Chloranthaceae jenis Chloranthus elatior, famili

Campanulaceae jenis Lourentia langiflora, dan jenis Chinchona spp., famili

Rubiaceae, sedangkan menurut Anonim (1999) dalam Rahayu (2005), famili yang

kaya akan alkaloida yaitu Amaryllidaceae, Liliaceae, Apocynaceae,

Berberidaceae, Leguminosae, Papaveraceae, Ranunculaceae, Rubiaceae dan

Solanaceae. Maka kandungan alkaloida yang sesuai dengan Anonim (1999) yaitu

famili Solanaceae yang mempunyai kandungan alkaloida relatif sedang dan famili

Rubiaceae dengan kandungan alkaloida relatif sedikit.

Senyawa alkaloida terkandung pada habitus herba, perdu dan liana.

Sedangkan berdasarkan bagian yang digunakan senyawa alkaloida ditemukan

pada bagian daun dan akar.

Triterpenoida dan Steroida

Hasil pengujian terhadap 10 jenis tumbuhan obat, terdapat 1 jenis yang

mengandung senyawa triterpenoida yaitu jenis Loranthus sp. famili Loranthaceae.

Menurut Harborne (1987), uji yang banyak digunakan untuk mendeteksi senyawa

ini adalah reaksi Liberman-Burchard yang bila direaksikan akan menghasilkan

Gambar

Tabel 1. Persentase Persepsi Responden Menurut Karakteristik Pada Desa Sibanggor Julu dan Desa Aek Nangali
Tabel 2. Jenis Tumbuhan Obat yang Digunakan Oleh Masyarakat Desa Sibanggor Julu
Tabel 3. Jenis Tumbuhan Obat yang Digunakan Oleh Masyarakat Desa Aek Nangali
Gambar 1. Jumlah Penggunaan Bagian (Persen) Tumbuhan Obat yang Dimanfaatkan Oleh Masyarakat Desa Sibanggor Julu dan Desa Aek Nangali
+6

Referensi

Dokumen terkait

Penelitian ini bertujuan menginventarisasi potensi pemanfaatan tumbuhan obat oleh Masyarakat Keseneng yang meliputi jenis tumbuhan obat, cara memperoleh tumbuhan obat, bagian

Hal tersebut dibuktikan dengan masih adanya pemanfaatan beberapa jenis tumbuhan pangan yang berasal dari hutan (Tabel 4). Tabel 4 Contoh spesies tumbuhan pangan hutan

Kegiatan pemanfaatan tumbuhan oleh masyarakat sekitar Cagar Alam Gunung Simpang, terutama sebagai bahan pengobatan perlu digali untuk menambah informasi jenis tumbuhan apa saja yang

Dengan ini saya menyatakan bahwa laporan penelitian berjudul Potensi Tumbuhan Obat di Hutan Resort Cibodas Taman Nasional Gunung Gede Pangrango serta

Persepsi dan Apresiasi masyarakat Suku Tengger tentang pemanfaatan tumbuhan obat di kawasan Taman Nasional Bromo Tengger Semeru termasuk rendah berdasarkan nilai

Pengamatan di lapangan menunjukkan bahwa kawasan Taman Nasional Batang Gadis masih terjaga kelestariannya.Dilihat dari kerapatan dan masih banyaknya jenis-jenis tumbuhan yang

Tujuan penelitian adalah untuk mengetahui tumbuhan apa saja yang dimanfaatkan oleh masyarakat di sekitar Taman Nasional Meru Betiri serta bagian yang digunakan serta

Penelitian ini bertujuan untuk menganalisis jenis-jenis tumbuhan obat yang mempunyai nilai penggunaan tinggi oleh masyarakat sekitar TWA Bukit Kelam, menganalisis kesepakatan