• Tidak ada hasil yang ditemukan

Pengestimasian Parameter Model Autoregresif Pada Analisis Deret Waktu Univariat

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "Pengestimasian Parameter Model Autoregresif Pada Analisis Deret Waktu Univariat"

Copied!
12
0
0

Teks penuh

(1)

Pengestimasian Parameter Model

Autoregresif

Pada Analisis Deret Waktu Univariat

The Estimation of Parameter Autoregressive Models

on the Univariate Time Series Analysis

Suyitno

Program Studi Statistika FMIPA Universitas Mulawarman

Abstract

A time series is an ordered sequence of observations. The ordering is usually through time or particularly in terms some equally time intervals, and it may also be taken through other dimensions, such as space. There are various objectives for studying time series. These include the understanding and description of generating mechanism, the forecasting of future values and optimal control of system. The intrinsic nature of a time series is that its observations are dependent or correlated, and the order of the observation is identically on the same times measure. The procedure to hand time series are model identification, parameter estimation, diagnostic checking & model selection, and forecasting. In this article discussed the second step that is parameter estimation the autoregressive models on the univariate time series analysis. Under the assumption of known order p of autoregressive process, the parameters can be estimated by using the method of moment, the ordinary least square method (OLS) and maximum likelihood (ML) methods (conditional maximum likelihood estimation). According to the estimation parameter methods found the same result of the parameter estimator.

Keywords : Autoregressive models, the estimation parameter, moments method, ordinary least square estimation method, maximum likelihood method.

PENDAHULUAN

Analisis deret waktu atautime series analysis diperkenalkan pada tahun 1970 oleh George E.P. Box dan Gwilym M. Jenkins dalam bukunya yang berjudul Time Series Analysis forecasting and control. Sejak saat itu, studi tentang deret waktu mulai banyak dikembangkan. Bentuk pengembangan analisis deret waktu di kampus khususnya di program studi Statistika Universitas Mulawarman, bahwa analisis deret waktu merupakan mata kuliah pilihan wajib. Sehingga sejak program studi Statistika FMIPA Universitas Mulawarman meluluskan sarjana pertama kali tahun 2006, sudah banyak mahasiswa yang memilih topik analisis deret waktu pada penelitian tugas akhir atau penelitian pada laporan praktek kerja lapangan (PKL). Dalam melakukan penelitian pada topik analisis deret waktu, pada umumnya mahasiswa program studi Statistika FMIPA Unmul sudah terampil dalam menggunakan software statsitika sebagai alat bantu perhitungan, tetapi mahasiswa masih mengalami kesulitan dalam melakukan interprestasi output software dikaitkan dengan teori yang mendasarinya. Pada umumnya mahasiswa masih lemah dalam pemahaman konsep teori dasar analisis deret waktu. Berdasarkan uraian di atas maka penulis sebagai pengajar mata kuliah Analisis Runtun Waktu terpanggil untuk mendalami teori dasar analisis deret waktu melalui penulisan artikel ilmiah dengan judul “Pengestimasian Parameter Model Autoregressive Pada Analisis Deret Waktu

Univariat”. Selain itu penulisan artikel ilmiah ini bertujuan untuk menyediakan referensi bagi mahasiswa yang mengambil mata kuliah analisis deret waktu.

Dalam artikel ini dibahas bagaimana pengestimasian parameter model Autoregressive (AR) (non musiman) dengan metode moment, metodeOrdinary Least Square Estimation(OLS) dan metode Maximum Likelihood jika orde AR diketahui, dan metode information criteria jika orde AR tidak diketahui. Dan direncanakan pada edisi selanjutnya akan dibahas estimasi parameter pada model deret waktu yang lainnya seperti model Moving Average (MA) dan model campuran Autoregressive Moving Average (ARMA), dan kemudian dilanjutkan aplikasi peramalan deret waktu dengan menggunakan tahapan secara lengkap.

PENGERTIAN DERET WAKTU

Deret waktu atau runtun waktu (time series) merupakan serangkai data pengamatan yang terjadi berdasarkan indeks waktu secara berurutan dengan interval waktu tetap, (Aswi & Sukarna 2006). Secara matematik deret waktu adalah

}

,

3

,

2

,

1

{

},

,

{

Z

t

t

T

T

. Analisis deret waktu adalah salah satu prosedur statistika yang diterapkan untuk meramalkan struktur probabilistik keadaan yang akan terjadi di masa yang akan datang dalam rangka pengambilan keputusan. Suatu urutan pengamatan memiliki

(2)

model deret waktu jika memenuhi dua hal yaitu : (1) interval waktu antar indeks waktu t dapat dinyatakan dalam satuan waktu yang sama (identik), (2) adanya ketergantungan antara pengamatan Ztdengan Zt+k yang dipisahkan oleh jarak waktu berupa kelipatan

t

sebanyakkkali (dinyatakan sebagailag k). Menurut W.W.S. Wei 1994, instrinsik asli dari deret waktu adalah bahwa data pengamatannya (observasi) tidak saling bebas atau saling berkorelasi, dan orde dari pengamatan adalah identik (dalam inverval satuan waktu yang sama), hal inilah yang membedakan antara model peramalan deret waktu dengan model yang lainnya. Tujuan analisis deret waktu antara lain untuk : (1) meramalkan kondisi di masa yang akan datang (forecasting), (2) mengetahui hubungan atau model antar peubah, (3) kepentingan control (untuk mengetahui apakah proses terkendali atau tidak), (Aswi & Sukarna 2006). Berkaitan tujuan pertama dan kedua dari analisis deret waktu, bahwa menentukan model hubungan antar peubah tidak lain adalah menentukan penaksir parameter model deret waktu.

Model umum pada analisis deret waktu dinamakan model Autoregressive Integrateg Moving Avarage (ARIMA) yang telah dipelajari secara mendalam oleh George Box dan Gwilym Jenkins (1976), dan nama mereka sering disinonimkan dengan proses ARIMA. Pada model ARIMA terdiri dari dua aspek yaitu aspek autoregressive dan moving average. Secara umum model ARIMA ini dituliskan dengan notasi ARIMA(p,d,q), dimanapmenyatakan orde proses autoregressive (AR), q menyatakan orde proses moving average (MA) dan q menyatakan orde transpormasi pembedaan (differencing). Pada model ARIMA(p,d,q) jika harga d = 0 maka model menjadi ARIMA(p,0,q) atau dinamakan model ARMA(p, q), jelasnya model ARMA(p, q) adalah model ARIMA untuk data deret waktu yang stasioner dimana data tidak mengalami transpormasi pembedaan. Jika d = 0 dan q = 0, maka model dinamakan ARIMA(p,0,0) atau model ARMA(p,0) atau lebih umum dinamakan model AR(p) yakni modelautoregressiveordep. Dan jika p = 0 dand = 0 maka model ARIMA menjadi model ARMA(0,q) atau dinamakan model Moving Average orde q dan dinotasikan dengan MA(q).

Berdasarkan pendekatan Box-Jenkins, dalam melakukan analisis deret waktu terdapat empat tahapan yaitu: (1) identifikasi model yang terdiri dari merumuskan model umum dan penetapan model sementara; (2) penaksiran (estimation) parameter; (3) pemeriksaan diagnostik model (diagnostic checking) dan (4) peramalan (forecasting). Sebelum dibahas pengestimasian parameter model AR, terlebih dahulu diuraikan

stokastik dan stasioner, fungsi autokorelasi dan autokorelasi parsial serta konsep-konsep dasar terkait.

STOKASTIK DAN STASIONER

Jika dari pengalaman yang lalu, keadaan yang akan datang suatu deret waktu dapat diramalkan secara pasti, maka deret waktu itu dinamakan deterministik, dan tidak memerlukan penyelidiki lebih lanjut. Sebaliknya jika pengalaman yang lalu hanya dapat menunjukkan struktur probabilistik keadaan yang akan datang suatu deret waktu, maka deret waktu seperti ini dinamakan stokastik, (Soejoeti 1987). Dapat disaksikan bahwa sebagian besar fenomena di alam ini bersifat stokastik. Dalam analisis deret waktu disyaratkan data yang dinotasikan dengan Zt mengikuti proses stokastik, dimana suatu urutan pengamatan dari peubah acak

Z

(

,

t

)

dengan ruang sampel

dan satuan waktu t dikatakan sebagai proses stokastik. Selain itu dalam pembentukan model deret waktu disyaratkan (harus memenuhi asumsi) bahwa data dalam keadaan stasioner. Deret waktu dikatakan stasioner jika tidak ada perubahan kecenderungan dalam rata-rata dan perubahan variansi. Terdapat dua macam kondisi stasioner yaitu stasioner dalam rata-rata (mean) dan stasioner dalam variansi. G.Kirchg Asnner & J. Wolters 2007 mendefinisikan stasioner bersesuaian dengan moment dari suatu sproses stokastik sebagai berikut: (1) suatu proses stasioner padameanjika

 

t t

Z

E

(

)

adalah konstan untuk setiapt; (2) suatu proses stasioner pada variansi jika

2 2

)

(

)

(

Z

t

E

Z

t

t

Var

adalah

konstan; (3) suatu proses stasioner pada kovarians jika | |

)

)(

(

)

,

cov(

Z

t

Z

s

E

Z

t

t

Z

s

s

st

dimana

(.)

adalah suatu fungsi dari perbedaan waktu dua variabel acak dan tidak tergantung pada waktu pengamatan t, dan (4) suatu proses dikatakan stasioner lemah (weak stationarity) jika proses itu stasioner padameandan stasioner pada kovarians.

Misalkan sebuah himpunan berhingga variabel acak Zt1, Zt2, . . . , Ztm dari pengamatanZ1, Z2, Z3, . . . ,Zn sebagai proses stokastik, dan suatu fungsi distribusi berdimensi m yang didefinisikan oleh F(Zt1, Zt2, . . . , Ztm) =

)

)

,

(

,

,

)

,

(

:

(

Z

t

1

Z

t1

Z

t

m

Z

tm

P

,

maka suatu proses dikatakan stasioner orde pertama jika F(Zt1) = F(Zt1+k) untuk sebarang t1 dan k, dikatakan stasioner orde kedua jika F(Zt1,Zt2) =F(Zt1+k,Zt2+k) untuk sebarangt1, t2dan k, dan stasioner orde ke-mjikaF(Zt1,Zt2, . . ., Ztm) = F(Zt ,Z ,. . . ,Ztm+k). Jika fungsi distribusi

(3)

kondisi ini dinamakan stasioner kuat (strictly stationary). Deret waktu yang stasioner kuat disebut juga stasioner dalam mean dan variansi yakni jika waktu pengamatan (t) tidak berpengaruh terhadap rata-rata

, tidak berpengaruh terhadap variansi

2dan juga tidak berpengaruh terhadap kovariansi

k. Ini berarti deret waktu Zt yang stasioner akan berfluktuasi disekitar

dan variansinya ( 2

) tetap, (Wei 1994).

Untuk memeriksa kestasioneran secara deskriptif dapat menggunakan diagram deret waktu (time series plot) yaitu diagram pencar antara nilai peubahZtdengan waktut. Jika deret waktu berfluktuasi di sekitar garis yang sejajar dengan sumbu waktu (t), maka dikatakan deret waktu stasioner dalam rata-rata. Bila kondisi stasioner dalam rata-rata tidak dipenuhi diperlukan proses transpormasi pembedaan (differencing). Pembedaan (differencing) orde pertama merupakan selisih antara data ketdan ke t-1, yaitu : 1 

Z

t

Z

t

Z

t atau t t t t

Z

BZ

B

Z

Z

(

1

)

,

dimana operator B didefisikan oleh j

t t j

Z

Z

B

dan

1

B

. Untukdifferencing orde kedua adalah

2 1 1 1 2

2

)

(

)

(

   

t t t t t t t t t

Z

Z

Z

Z

Z

Z

Z

Z

Z

atau 2 1 2 2 2 ) 2 2 1 ( 2 ) 1 ( 2               t Z t Z t Z t Z B t BZ t Z t Z B B t Z B t Z , begitu seterusnya dan secara umum untuk differencing orde ke - d didefinisikan

t d t

d

Z

(

1

B

)

Z

.

Bila kondisi stasioner dalam variansi tidak dipenuhi, Box dan Cox (1964) memperkenalkan transformasi pangkat (power transformation) yaitu

 

1

)

(

t

t t

Z

Z

Z

T

,

dimana

dinamakan parameter transpormasi, dan harga-harga

yang bersesuai dengan tranpormasinya diberikan oleh Wei 1994 p-84.

RATA-RATA, AUTOKORELASI DAN

AUTOKORELASI PARSIAL

Suatu proses yang stasioner {Zt} mempunyai rata-rata (mean) dan variansi yang konstan yakni meanatau ekspektasi

E

(

Z

t

)

(konstan) dan

variansi

var(

Z

t

)

E

(

Z

t

)

2

2 (konstan), serta kovariansi

cov(

Z

t

,

Z

s

)

t,s

adalah fungsi dari perbedaan waktu |ts|. Estimator untuk mean adalah rata-rata sampel yaitu

n t t

Z

n

Z

1

1

, (1)

dimana n menyatakan banyaknya pengamatan deret waktu.

Kovariansi antaraZtdanZt+kdidefinisikan

)

)(

(

)

,

cov(

k

Z

t

Z

tk

E

Z

t

Z

tk

(2) dan penaksirnya adalah kovariansi sampel antara ZtdanZt+kdiberikan oleh

)

)(

(

1

ˆ

1

  

n k t k t t k

n

Z

Z

Z

Z

atau

)

)(

(

1

ˆ

1

  

n k t k t t k

Z

Z

Z

Z

n

, (3)

karena

k

k. Korelasi antara Zt dan Zt+k

didefinisikan oleh; 0

)

var(

)

var(

)

,

cov(

k k t t k t t k

Z

Z

Z

Z

  , (4)

dimana berdasarkan formula (2) 0

)

var(

)

var(

Z

t

Z

tk

. Berdasarkan formula (3) maka penaksir untuk 0

adalah

n t t

Z

Z

n

1 2 0

1

(

)

ˆ

. (5)

Untuk selanjutnya

k dinamakan fungsi autokovariansi dan

k dinamakan fungsi autokorelasi pada analisis deret waktu, karena masing-masing menyatakan kovariansi dan korelasi antaraZtdanZt+kdari proses yang sama, hanya dipisahkan oleh jarak waktu k atau lag k. Karena

)

,

cov(

)

,

cov(

)

,

cov(

Z

t

Z

tk

Z

tk

Z

t

Z

t

Z

tk maka yang perlu ditentukan adalah

k untuk

0

k

. Himpunan

{

k

;

k

0

,

1

,

2

,

}

dinamakan fungsi autokorelasi (FAK) dan gafrik FAK dinamakan korelogram. Koefesien korelasi (fungsi autokorelasi) merupakan statistik kunci dalam analisis deret waktu, yaitu menyatakan ukuran korelasi (hubungan linear) deret waktu itu dengan dirinya sendiri dengan selisih waktu (lag) 0, 1, 2 pereode atau lebih. Untuk suatu pengamatan deret waktu Z1, Z2, . . . , Zn, maka

(4)

nilai autokorelasi antara Zt dan Zt+k dinamakan nilai autokorelasi lag k sampel atau penaksir (estimator)

k yang diberikan oleh

   

n t t k n t k t t k k k

Z

Z

Z

Z

Z

Z

r

1 2 1 0

)

(

)

)(

(

ˆ

ˆ

ˆ

(6) Taksiran kesalahan baku atau standart errordari

k

r

adalah

  1 1 2

2

1

1

k j j r

n

r

S

k , (7)

sedangkan untuk pengujian

r

k

0

atau

r

k

0

menggunakan statistik ujityaitu

k k r k r

S

r

t

, (8)

trkberdistribusit-studentsdengan derajat bebas n - np, dimana n menyatakan banyaknya pengamatan dan np menyatakan banyaknya parameter. Diagram FAK dapat juga digunakan sebagai alat untuk mengidentifikasi kestasioneran data. Jika diagram FAK cenderung turun lambat atau turun secara linear, maka dapat disimpulkan data belum stasioner dalam rata-rata (Aswi & Sukarna 2006).

Ukuran korelasi yang lain pada analisis deret waktu adalah autokorelasi parsial. Autokorelasi parsial digunakan untuk mengukur tingkat korelasi (keeratan) antara Zt dan Zt-k, apabila pengaruh dari lag waktu 1, 2, . . ., k-1 dianggap terpisah. Fungsi autokorelasi parsial (FAKP) adalah suatu fungsi yang menunjukkan besarnya korelasi antara pengamatan ke t yaitu Zt dengan pengamatan waktu-waktu sebelumnya yaitu Zt-1, Zt-2, . . . ,Zt-k. Rumus autokorelasi parsial adalah

)

,

,

,

|

,

(

1 2 1

t t k t t t k kk

corr

Z

Z

Z

Z

Z

(9) Harga

kkdapat ditentukan melalui persamaan

Yule-Walker sebagai berikut k j kk j k j k j

1 1 2 2

, (10) dan untuk j = 1, 2, 3, . . . , k didapat sistem persamaan linear                                           k kk k k k k k k k

          2 1 2 1 3 2 1 2 1 1 1 2 1 1 1 1 . (11)

Dengan menggunakan metode Cramer, solusi sistem (11) untuk k= 1, 2, 3, . . . berturut-turut didapat nilai FAKPlag1, 2, 3, . . . adalah

1 11

 

; 2 1 2 1 2 1 1 2 1 1 22

1

1

1

1

; 2 2 2 2 1 2 1 3 3 2 1 2 2 1 2 1 3 1 1 2 1 1 2 1 3 1 2 2 1 1 1 33 2 2 1 2 1 1 1 1 1                                   

1

1

1

1

1

3 2 1 2 1 1 1 2 1 3 2 1 2 1 1 1 2 1

       

k k k k k k k k k kk

(Wei 1994). (12)

Durbin (1960) telah memperkenalkan metode yang lebih efesien untuk menyelesaikan persamaan Yule-Walker (10) dengan formula

      

1 1 1, 1 1 1,

1

k j k j j k j k j k j k kk

, (13) dimana

kj

k1,j

kk

k1,kj;j= 1, 2, . . . ,k-1. Estimator untuk

kkadalah

r

kk yang diperoleh dengan mengganti

k pada persamaan (12) dengan penaksirnya yaitu

r

k. Taksiran

(5)

kesalahan baku

r

kk adalah

n

S

kk

1

, (14)

dan statistik uji untuk menguji

kk= 0 atau

0

kk

adalah kk kk

S

t

kk  

. (15)

PROSESWHITE NOISE

Suatu proses {at} dinamakan white noise jika bentuk peubah acak yang berurutan tidak saling berkorelasi dan mengikuti distribusi tertentu yang identik. Rata-rata E(at) =

a

0

dan

2

)

var(

a

t

a , serta kovariansi untuk proses ini adalah

k

cov(

a

t

,

a

tk

)

0

untuk

k

0

. Berdasarkan definisi ini, dapat dikatakan bahwa suatu proseswhite noise{at} adalah stasioner dan mempunyai sifat : (i)



0

untuk

0

0

untuk

2

k

k

a k

; (ii)

0

untuk

0

0

untuk

1

k

k

k

dan (iii)

0

untuk

0

0

untuk

1

k

k

kk

.

PROSESAUTOREGRESSIVE(AR)

Bentuk umum proses autoregressive orde p atau AR(p) adalah

t p t p t t t

Z

Z

Z

a

Z

~

1

~

1

2

~

2

~

atau t t p p

B

Z

a

B

B

)

~

1

(

1

2 2

atau t t p

(

B

)

Z

~

a

, (16)

dimana

Z

~

t

Z

t

dan {at} adalah proses

white noise, dan

p p p

B

B

B

B

(

)

1

1

2 2

, dan p

1

,

2

,

,

dinamakan parameter proses

autoregressive. Karena

p p

p

B

B

B

B

(

)

1

1

2 2

berhingga, maka proses autoregressive selalu invertible, dan agar proses autoregressive stasioner harus dipenuhi kondisi yaitu semua akar-akar

p

(

B

)

0

harus berada di luar lingkaran satuan.

Untuk harga p = 1, maka model (16) dinamakan proses autoregressive orde 1 atau AR(1) yang mempunyai bentuk umum

t t

t

Z

a

Z

~

1

~

1

atau

(

1

1

B

)

Z

~

t

a

t. (17) Model AR(1) disebut juga ARMA(1,0) atau ARIMA(1,0,0) atau ARI(1,0,0). Proses Model AR(1) selalu invertible, dan supaya stasioner harus dipenuhi kondisi akar

1

1

B

0

harus berada di luar lingkaran satuan, yakni

|

1

|

1

atau

1

1

1

.

Fungsi autokorelasi (FAK) proses AR(1) diturunkan sebagai berikut:

)

~

~

(

Z

t k

Z

t

E

=

E

(

1

Z

~

tk

Z

~

t1

)

E

(

Z

~

tk

a

t

)

k

=

1

k1 ,k> 1. (18) Kemudian kedua ruas persamaan (18) dibagi

0 diperoleh FAK proses AR(1) yaitu

k k

k

1

1

1

untuk k> 1,

atau bentuk umum FAK proses AR(1) adalah



1

;

0

;

1

1

k

k

k k

. (19)

Proses AR(1) pada persamaan (17) dapat ditulis t t

B

a

Z

~

(

1

1

)

1 atau                 3 3 1 2 2 1 1 1 3 3 1 2 2 1 1 ) 1 ( ~ t t t t t t a a a a a B B B Z       (20) dengan syarat

|

1

|

1

. Variansi proses AR(1) yang dipresentasikan pada persamaan (20) adalah

var(

Z

~

t

)

=

  

)

var(

)

var(

)

var(

)

var(

3 6 1 2 4 1 1 2 1 t t t t

a

a

a

a

0

=

[

1

12

14

16

]

a2 = 2 2 1

)

1

1

(

a

, (21)

(Aswi & Sukarna 2006)

Berdasarkan persamaan (12) atau (13) dan (19), maka fungsi autokorelasi parsial (FAKP) proses AR(1) adalah

1

1 11

;

0

1

1

12 2 1 2 1 2 1 2 1 2 22

(6)

0

)

0

(

1

)

0

(

1

2 1 1 1 1 2 1 1 3 1 2 22 1 21 1 22 2 21 3 33

Atau bentuk umum proses AR(1) mempunyai FAKP

1

;

0

1

;

1

k

k

kk

. (22)

Untuk hargap= 2, maka model (16) dinamakan proses autoregressive orde 2 atau AR(2) atau ARMA(2,0) atau ARIMA(2,0,0) atau ARIMA(2,0,0). Bentuk umum proses AR(2) adalah t t t t

Z

Z

a

Z

~

1

~

1

2

~

2

atau t t

a

Z

B

B

)

~

1

(

1

2 2 . (23)

Proses AR(2) sebagai model autoregressive berhingga, selalu invertible, dan agar stasioner harus dipenuhi kondisi semua akar-akar persamaan

1

1

B

2

B

2

0

harus berada di luar lingkaran satuan. Dengan menyelesaikan persamaan

1

1

B

2

B

2

0

didapat kondisi kestasioneran proses AR(2) adalah

1

1

;

1

;

1

2 1 2 1 2

(24)

FAK proses AR(2) diturunkan berdasarkan persamaan Yule-Walker pada persamaan (10), yang diturunkan dengan mengalikan kedua ruas persamaan (23) dengan

Z

~

tk dan kemudian dihitung ekspektasinya didapat

)

~

~

(

Z

t k

Z

t

E

=

]

~

[

)

~

~

(

)

~

~

(

1

Z

t 1

Z

t k

E

2

Z

t 2

Z

t k

E

a

t

Z

t k

E

k

=

1

k1

2

k2. (25)

Dengan membagi kedua ruas persamaan (25) dengan 0

diperoleh FAK proses AR(2)

k

=

1

k1

2

k2. (26) Untuk lag 1 diperoleh

1

1

0

2

1. Karena

0

1

dan

k

k maka

2 1 1

1

.

Untuklag2 diperoleh

2 2 2 1 2 2 1 1 0 2 1 1 2 1 1

                   

Untuklag3 diperoleh

2 1 2 1 2 1 2 3 1 2 1 1 2 2 1 2 1 1 1 2 2 1 3                           

,

begitu seterusnya. FAKP proses AR(2) dihitung menggunakan persamaan (12) atau (13) dan (26) yaitu

2

untuk

;

0

2

untuk

;

1

untuk

;

)

1

/(

2 2 1 1

k

k

k

kk

. (27) Selanjutnya untuk FAK prosesautoregressive orde p atau AR(p) juga diturunkan berdasarkan persamaan Yule-Walker. Jika kedua ruas pada model umum AR(p) persamaan (16) dikalikan dengan

Z

~

tk dan kemudian diambil ekspektasinya didapat

)

~

~

(

Z

t k

Z

t

E

=

]

~

[

)

~

~

~

~

(

)

~

~

(

1 1 2 2 k t t t k t k k t t k t t

Z

a

E

Z

Z

Z

Z

E

Z

Z

E

     

k

=

1

k1

2

k2

p

kp. (28) Dengan membagi kedua ruas persamaan (26) dengan

0 didapat bentuk umum FAK proses AR(p) yaitu

k

=

1

k1

2

k2

p

kp, (29) dan dengan menjalankan harga-harga k= 1, 2, 3, . . . ,p dari persamaan (29) maka didapat sistem persamaan Yule-Walker yaitu

1

=

1

2

1

3

2

p

p1 2

=

1

1

2

3

1

p

p2

p

=

1

p1

2

p2

3

p3

p, (Hamilton 1994). (30)

Sedangkan FAKP proses AR(p) dapat dihitung dengan menggunakan persamaan (12) atau dengan menggunakan formula Durbin pada persamaan (13).

METODE PENELITIAN

Penelitian ini adalah non eksperimen, dan kategori penelitian ini adalah teoritis yakni mengkaji (telaah) suatu teori melaui studi litelatur.

(7)

HASIL DAN PEMBAHASAN

Pengestimasian parameter proses autoregressive (AR) dapat ditinjau dalam dua kasus yaitu, pertama jika orde (p) proses AR diketahui dan kasus kedua adalah jika orde (p) proses AR tidak diketahui.

Kasus pertama jika orde AR diketahui. Seperti yang sudah diuraikan di depan bahwa tahap pengestimasian parameter dilakukan setelah tahap identifikasi model, dimana salah satu tujuan identifikasi model adalah untuk menetapkan model sementara atau model tentativ atau menetapkan orde AR sementara. Berdasarkan asumsi jika orde p pada proses AR diketahui, maka terdapat tiga metode yang dapat diterapkan dalam pengestimasian parameter yaitu: (1) metode moment dengan menggunakan sistem persamaan linear Yule-Walker; (2) jika persamaan (16) stasioner atau memenuhistability conditions, maka estimasi parameter menggunakan metode ordinary least square (OLS), dan (3) jika distribusi proses white noise diketahui pengestimasian parameter menggunakan metode maximum likelihood atau ML, (

Kirchg

a

ssner

& Wolters 2007).

METODEMOMENT

Motode moment merupakan metode yang paling mudah untuk diterapkan, dimana penaksiran parameter berdasarkan sifat-sifat FAK dan FAKP proses AR. Autokovariansi (

k) antara peubah Zt-k dan Zt pada persamaan (28) merupakan moment disekitar rata-rata yakni

)

~

~

(

))

~

(

~

))(

~

(

~

(

t k t t t k t k t k

Z

Z

E

Z

E

Z

Z

E

Z

E

  

, karena

E

(

Z

~

tk

)

E

(

Z

~

t

)

0

. Metode moment merupakan pensubstitusian moment sampel, dalam hal ini rata-rata (mean) sampel, variansi sampel dan fungsi autokorelasi sampel. Untuk proses AR(p) pada persamaan (16), penaksir (estimator) mean atau

E

(

Z

t

)

adalah

n t t

Z

n

Z

1

1

. (31)

Untuk mengestimasi parameter

menggunakan sistem persamaan Yule-Walker pada persamaan (30), yaitu dengan mengganti

k oleh estimatornya yaitu

r

k atau

ˆ

k dan kemudian menyelesaikannya, maka diperoleh moment estimator untuk parameter

1

,

2

,

,

p atau dikenal estimator Yule-Walker yaitu (Wei 1994):

                                                 p p p p p p p                ˆ ˆ ˆ 1 ˆ ˆ ˆ ˆ ˆ 1 ˆ ˆ ˆ ˆ 1 ˆ ˆ ˆ 2 1 1 3 2 1 2 1 1 1 2 1 2 1           (32)

Setelah estimator

1

,

ˆ

2

,

,

ˆ

p ditentukan, maka dengan menggunakan hubungan

0

=

E

(

Z

~

t

Z

~

t

)

)]

~

~

~

(

~

[

Z

t 1

Z

t 1 2

Z

t 2 p

Z

t p

a

t

E

0

=

1

1

2

2

p

p

a2 (33) diperolehmoment estimatoruntuk

a2 yaitu

)

ˆ

ˆ

ˆ

ˆ

ˆ

ˆ

-1

(

ˆ

ˆ

a2

0

1

1

2

2

p

p

, (34) dimana 0

ˆ

adalah variansi sampel untukZt.

Untuk model AR(1) pada persamaan (17), dengan menggunakan sistem persamaan (32) untuk p= 1 didapat Yule-Walkerestimatoruntuk parameter

1 dan

serta

a2 masing-masing adalah 1 1 1

ˆ

ˆ

r

;

ˆ

Z

,dan ˆa2 ˆ0(1-ˆ1ˆ1). (35) Untuk model AR(2) dimana p = 2, sistem persamaan Yule-Walker (30) menjadi

1

=

 

1

2

1

2

=

1

1

2,

dan setelah diselesaikan dan kemudian mengganti

1

dan

2 dengan estimatornya, didapat Yule-Walker estimator untuk parameter

1 dan

2

yaitu 2 1 2 1 1

ˆ

1

)

ˆ

1

(

ˆ

ˆ

dan 2 1 2 1 2 2

ˆ

1

ˆ

ˆ

ˆ

, (36) serta dengan menggunakan formula (34) dan hasil (36) didapat penaksir untuk

a2 adalah

)

ˆ

ˆ

ˆ

ˆ

-1

(

ˆ

ˆ

2

0

1

1

2

2

a

. (37)

METODE ORDINARY LEAST SQUARE

(OLS)

Karena

Z

~

t

Z

t

, maka model AR(p) pada persamaan (16) dapat ditulis

t p t p l t l t t t a Z Z Z Z Z                  ) ( ) ( ) ( ) ( 1 2 2 1

 

Model ini dapat dipandang sebagai suatu model regresi denganppeubah penjelas (prediktor) yaitu Zt-1,Zt-2. . . ,Zt-p, peubah responnya adalahZt, dan

(8)

p

,

1

,

,

adalah parameter-parameter regresi, sertaatadalah suatu galat atauerror term. Metode ordinary least squares (OLS) atau metode kuadrat terkecil adalah suatu metode untuk mencari penaksir parameter regresi dengan cara meminimumkan jumlah kuadrat galat (selisih antara nilai aktual dan ramalan). Dengan metode OLS makaerror term atharus memenuhi asumsi-asumsi dasar berikut: (1) rata-rata (mean) adalah nol, yakni E(at) = 0; (2) variansinya nol,

2 2

)

(

a

t a

E

; (3) nonautokorelasi, yakni

0

)

(

a

t

a

k

E

untuk

t

k

, dan (4) tidak berkorelasi (uncorrelated) dengan peubah penjelas, yakni

E

(

Z

tk

a

t

)

0

untuk

t

k

.

Jumlah kuadrat galat pada regresi dalam hal ini model AR(p) pada persamaan (16) dinyatakan dalam suatu fungsi

 

n p t t p

a

S

1 2 1

,

,

)

,

(

2 1 1 1 ) ( ) ( ) ( ) (

               n p t t t l tl p t p Z Z Z Z          (38) Berdasarkan prosedur OLS maka minimum fungsi

S

(

,

1

,

,

p

)

pada (38) diperoleh dengan menurunkannya terhadap

p

,

1

,

,

dan kemudian masing-masing disamakan dengan nol. Penurunan fungsi

)

,

,

,

(

1 p

S

terhadap

menghasilkan

)]

,

,

,

(

[

S

1

p

=

1 1

0 . 1( ) 1( 1 ) ( ) ( ) 2                     p n p t Zt Zt l Zt l pZt p            

dan setelah disederhanakan menghasilkan

0 ) 1 )( ( 1 1 1 1 1 1 1           

                 p n p t p t p n p t l t l n p t t n p t t p n Z Z Z Z    ) 1 )( ( ˆ 1 1 1 1 1 1 1 p n p t t p p n p t t l l n p t t n p t t p n Z Z Z Z                

              . (39)

Karena untuknyang besar berlaku

Z Z p n Z p n Z p n Z p n n p t t p n p t tl n p t t n p t t          

           1 1 1 1 1 1 1 1 1   , (40)

maka penaksir untuk parameter

pada persamaan (39) dapat dinyatakan

Z

Z

p p

)

1

(

)

1

(

ˆ

1 1

. (41)

Untuk pengestimasian parameter

p

l

l

;

1

diperolah dari penurunan

0

)]

,

,

,

(

[

1

p l

S

dari fungsi (38), dan diperoleh , 0 )] ( )].[ ( ) ( ) ( ) [( 2 1 1 1            

      n p t p t p t l l t l t t Z Z Z Z Z          

dan setelah disederhanakan didapat

          n p t l t l l t n p t t n p t l t t

Z

Z

Z

Z

Z

Z

Z

Z

Z

Z

1 2 1 1 1 1

)

(

ˆ

)

)(

(

ˆ

)

)(

(

0

)

)(

(

ˆ

1

    n p t l t p t p

Z

Z

Z

Z

, atau 2 1 1 2 1 1 1 1 ) ( ) ( ˆ ) )( ( ˆ ) )( ( Z Z Z Z Z Z Z Z Z Z Z Z n p t tl n p t l t l l t n p t t n p t l t t         

               

0

)

(

)

)(

(

ˆ

2 1 1

      

Z

Z

Z

Z

Z

Z

n p t l t n p t l t p t p

, dimana

(

)

2

ˆ

0

0

1

  

Z

Z

n p t t l . (42) Penyederhanaan persamaan (42) dengan

menggunakan formula (6), diperoleh bentuk umum penaksir parameter

ˆ

l dalam persamaan

l p l p l l

ˆ

1

ˆ

1

ˆ

2

ˆ

2

ˆ

ˆ

ˆ

. (43) Untuk l= 1, 2, . . . ,p persamaan (43) menghasilkan sistem persamaan Yule-Walker

untuk sampel yaitu 1 1 2 3 1 2 0 1

ˆ

ˆ

ˆ

ˆ

ˆ

ˆ

ˆ

ˆ

ˆ

p p

2 2 1 1 3 0 2 1 1

ˆ

ˆ

ˆ

ˆ

ˆ

ˆ

ˆ

ˆ

ˆ

p p

. . . 2 0 3 3 2 2 1 1

ˆ

ˆ

ˆ

ˆ

ˆ

ˆ

ˆ

ˆ

ˆ

p

p

p

p

(9)

dan setelah diselesaikan diperoleh penaksir untuk parameter

l

;

1

l

p

yang hasilnya sama pada metode moment yang disajikan dalam persamaan (32).

Dengan menggunakan formula (32), untuk p = 1 didapat penaksir parameter model AR(1) adalah

ˆ

1

ˆ

1

r

1.

Untuk p= 2, didapat penaksir parameter model AR(2) yaitu 2 1 2 1 1

ˆ

1

)

ˆ

1

(

ˆ

ˆ

dan 2 1 2 1 2 2

ˆ

1

ˆ

ˆ

ˆ

, (45)

begitu seterusnya untuk penaksir parameter AR orde 3, 4, . . . , p-1 ditentukan menggunakan formula (32).

METODE MAKSIMUM LIKELIHOOD Metode maksimum likelihood yang dibahas pada artikel ini adalah metode maksimum likelihood bersyarat atau Conditional Maximum Likelihood Estimation (MLE bersyarat), sedangkan metode MLE yang lain adalah MLE tak bersyarat dan fungsi likelihood eksak atau Exact Likelihood Function, (Wei 1994).

Penulisan ulang unuk proses stasioner AR(p) pada persamaan (16) adalah t p t p t t t

Z

Z

Z

a

Z

~

1

~

1

2

~

2

~

dimana

Z

~

t

Z

t

dan {at} adalah proses white noise yang saling bebas, berdistribusi identik atau idenpendent identically distributed (i.i.d)

N

(

0

,

a2

)

. Karena {at} adalah iid.

N

(

0

,

a2

)

, maka mempunyai fungsi kepadatan peluang (FKP)

1/2 2 2 2

2

1

exp

2

)

,

(

t a a a t

a

a

f

, (46)

dan fungsi kepadatan peluang bersama dari

)

,

,

,

(

1 2

a

a

a

n

a

adalah

)

,

,

|

(

a

a2

P

=

L

(

a

|

,

,

a2

)

=

f

(

a

1

,

a2

).

f

(

a

2

,

a2

).

.

f

(

a

n

,

a2

)

=

 

  n t t a n a

a

1 2 2 2 / 2

2

1

exp

.

2



. (47) Misalkan

Z

(

Z

1

,

Z

2

,

,

Z

n

)

dengan kondisi awal (initial conditions) adalah

)

,

,

,

,

(

1 2 1 0 *

Z

Z

Z

Z

Z

p p

, maka

logaritma fungsi likelihood bersayarat untuk fungsi (47) adalah 2 * 2 2 *

2

)

,

(

2

ln

2

)

,

,

(

ln

a a a

n

S

L



, (48) dimana

(

,

)

(

,

|

*

,

)

1 2 *

a

Z

Z

S

n t t

dinamakan fungsi jumlah kuadrat bersyarat. Dan kemudian harga-harga

ˆ

dan

ˆ

yang memaksimumkan fungsi (48) dinamakan estimator MLE bersyarat (the conditional maximum likelihood estimator). Karena fungsi

)

,

,

(

ln

L

*

a2 memuat data hanya pada suku

)

,

(

*

S

, maka maksimum fungsi (48) dicapai jika

S

*

(

,

)

adalah minimum. Ini berarti estimator-estimator parameter

ˆ

dan

ˆ

ditentukan melalui peminimuman fungsi jumlah kuadrat bersyarat

S

*

(

,

)

, dimana fungsi ini tidak memuat parameter

a2.

Jika

a

t pada persamaan (16) dihitung untuk

1

p

t

, maka fungsi jumlah kuadrat bersyarat pada persamaan (48) menjadi

)

|

,

(

)

,

(

1 2 *

a

Z

S

n p t t

 

. (49)

Karena

a

t pada persamaan (16) adalah suatu galat, maka fungsi (49) adalah identik dengan fungsi (38), yakni

)

,

(

*

S

= ( , , , ) ( , | ) 1 2 1 a Z S n p t t p     

    =

2 1 1 1 ) ( ) ( ) ( ) (

              n p t t t l t l p t p Z Z Z Z         

sehingga prosedur meminimumkan

S

*

(

,

)

adalah sama dengan prosedur meminimumkan

)

,

,

,

(

1 p

S

. Dari peminimuman

)

,

,

,

(

1 * p

S

diperoleh penaksir (estimator) untuk parameter

adalah

Z

dan penaksir untuk parameter

1

,

2

,

,

p disajikan pada persamaan (32) yang merupakan penyelesaian dari sistem persamaan Yule-Walker sampel pada persamaan (30). Sedangkan penaksir untuk

a2 diberikan oleh

db

S

a

)

ˆ

,

ˆ

(

ˆ

2 *

, (50)

dimanadbadalah derajat bebas yang ditentukan dengan menggunakan formula

(10)

db=n– (2p+q+1), dalam hal ininadalah banyaknya data pada perhitungan

S

*

(

ˆ

,

ˆ

)

; p adalah ordeautoregressive(AR) danqadalah ordemoving average(MA), (Wei 1994).

Kasus kedua jika orde AR tidak diketahui. Jika orde AR tidak diketahui maka pengestimasian parameter AR menggunakan bantuan penunjuk kriteria (information criteria). Pada kasus orde AR tidak diketahui, maka pengestimasian parameter dilakukan dengan mencoba secara berurutan mulai dari proses AR orde 1, 2, . . . , pmax, dengan menggunakan salah satu metode yang telah dibahas pada kasus pertama. Kemudian ordep* dipilih dari orde-orde 1, 2, . . . ,pmaxyang memberikan nilai minimum penunjuk kriteria (information criteria). Adapun information criteriayang sering digunakan adalah :

(i) The final prediction error oleh Hirotugu Akaike (1969)

 

 

n p t p t

a

n

m

n

m

n

FPE

1 2 ) (

ˆ

1

.

, (51)

(ii) Akaike information criterion (AIC) oleh H. Akaike (1974)

 

a

m

n

n

AIC

n p t p t

2

ˆ

1

ln

1 2 ) (

  , (52)

(iii) Bayesian criterion oleh Gideon Schwarz (1978)

 

n

n

m

a

n

SC

n p t p t

ln

ˆ

1

ln

1 2 ) (

  , (53)

(iv) Kriteria yang dikembangkan oleh Edward J. Hannan dan Barry G. Quinn (1979)

 

n

n

m

a

n

HQ

n p t p t

ln(ln

)

ˆ

1

ln

1 2 *) (

  , (54)

dimana

a

t

Z

t

Z

ˆ

t adalah error pada pengamatan ket;nadalah banyaknya pengamatan dan m adalah banyaknya parameter yang diestimasi (jika pengestimasian juga dilakukan pada parameter

maka m= p + 1). Dari ke-empat information criteria di atas jika ditelaah mempunyai prinsip dasar yang sama yakni masing-masing memuat suku jumlah kuadrat error atau loragaritmanya dimana nilainya menurun ketika banyaknya parameter yang diestimasi meningkat, dan masing-masing memuat sebuah suku finalti (punishment term) yang nilainya meningkat ketika banyaknya parameter yang diestimasi meningkat, (

Kirchg

a

ssner

& Wolters 2007).

Berdasarkan paparan pengestimasian parameter model AR menurut dua kasus di atas disimpulkan, bahwa prosedur yang lebih baik dalam pengestimasian parameter AR adalah perpaduan kasus pertama dan kasus kedua yaitu menggunakan pendekatan Box dan Jenkins yaitu : tahap pertama identifkasi model sementara, kemudian tahap kedua adalah pengestimasian parameter untuk beberapa orde disekitar orde sementara dan tahap berikutnya adalah memilih orde yang memberikan nilai information criteria minimum.

KESIMPULAN DAN SARAN

Berdasarkan hasil pengestimasian parameter model autoregressive (AR) pada analisis deret waktu univariat, jika orde proses AR diketahui maka pengestimasian dapat dilakukan dengan menggunakan tiga metode yaitu metodemoment, ordinary least square (OLS) dan metode maksimum likelihood (ML), dimana ketiga metode tersebut memberikan hasil penaksir parameter yang sama. Jika orde AR tidak diketahui maka prosedur pengestimasian parameter mengikuti tahapan Box-Jenkins yaitu: (1) identifikasi model sementara; (2) pengestimasi parameter untuk beberapa orde pada tahap pertama; (3) memilih orde yang memberikan nilai information criteriaminimum.

Dalam penulisan artikel ini penulis menyadari masih banyak kekurangannya, untuk itu saran dan kritik yang konstruktif untuk penyempurnaan artikel ini. Untuk penyempurnaan artikel ini perlu dilakukan penelitian lanjutan dengan metode pengestiamsian yang berbeda, serta perlu dilakukan aplikasi empirik pada data deret waktu yang sesungguhnya dalam menentukan model AR melalui tahapan yang lengkap.

DAFTAR PUSTAKA

Aswi & Sukarna, 2006. Analisis Deret Waktu, Makasar: Andira Publisher.

Box, G.E.P & Jenkins, GM., 1976. Time Series Analysis Forecasting and Control, 2nd Edition, San Francisco : Holden-Day. Hamilton, J.D., 1994.Time Series Analysis, New

Jersey : Princeton University Press.

Judge, G.G., Griffiths, W.E.,

L

u

tkepol

, H., Hill, R.C., Lee, T.C., 1985.The Theory and Practice of Econometrics, 2ndEdition, USA: John Wiley & Sons, Inc.

Kirchgassner, G., & Wolters, J., 2007. Introduction to Modern Time Series Analysis, Berlin: Springer-Verlag.

Koutsoyiannis, A., 1977. Theory Of Econometrics: An Introductory Exposition of Econometric Methods, 2ndEdition, USA: Harper & Row Publishers, Inc.

(11)

, John Wiley & Sons, Inc. (alih bahasa: Hari Sumintro, 1999, Metode dan Aplikasi Peramalan, Edisi ke-2, Jakarta: Binarupa Aksara.

Soejoeti, Z., 1987. Analisis Runtun Waktu, Jakarta: Kurnia Universitas Terbuka. Tsay, R.S., 2002. Analysis of Financial Time

Series: Financial Econometrics, New York: John Wiley & Sons. Inc.

Wei, W.W.S., 1994. Time Series Analysis: Univariate and Multivariate Methods, California: Addison-Wesley Publishing Company.

Widarjono, A., 2007. Ekonometrika: Teori Dan Aplikasi Untuk Ekonomi Dan Bisnis, Yogyakarta: Ekonisia Fakultas Ekonomi UII.

(12)

Referensi

Dokumen terkait

Begitu juga hasil wawancara yang peneliti lakukan dengan Maimun mengatakan bahwa bentuk-bentuk himbauan larangan melayani pengemis tersebut belum efektif karena

Terdapat tiga hal pokok yang harus dilakukan dalam tahap Measure , yaitu: Memilih atau menemukan karakteristik masalah (CTQ) yang berhubungan langsung dengan

Penelitian ini bertujuan untuk mengevaluasi kinerja keuangan dari perusahaan-perusahaan sektor pertambangan yang tercatat pada Bursa Efek Indonesia periode

Tujuannya agar masyarakat, terutama yang memiliki anak usia batita dapat mencegah terjadinya BGM pada batita dan meningkatkan status gizi batita yang mengalami BGM

Memilih pendekatan Langkah-Iangkah untuk biaya yang diperlukan untuk dan metode menutup atap kandang ayamyaitu: pemecahan masalah a Siswa dapat menentukan luas alas limas;

Berdasarkan hasil penelitian yang dilakukan di Lontara II Bedah Tumor di RSUP DR Wahidin Sudirohusodo Makassar menunjukkan distribusi frekuensi responden

Selain itu, dari model perkembangan harga lahan tersebut dapat disimpulkan bahwa terdapat 7 variabel yang berpengaruh secara signifikan terhadap perkembangan harga

Selain itu, dalam silabus mata pelajaran Bahasa Indonesia SMP kelas VII semester ganjil, perlunya pengajaran kalimat efektif secara eksplisit disebutkan dalam