• Tidak ada hasil yang ditemukan

KEPUTUSAN MENTERI KEHUTANAN NOMOR : SK.101/MENHUT-II/2004 tanggal 24 Maret 2004

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "KEPUTUSAN MENTERI KEHUTANAN NOMOR : SK.101/MENHUT-II/2004 tanggal 24 Maret 2004"

Copied!
7
0
0

Teks penuh

(1)

KEPUTUSAN MENTERI KEHUTANAN

NOMOR : SK.101/MENHUT-II/2004 tanggal 24 Maret 2004 TENTANG

PERCEPTAN PEMBANGUNAN HUTAN TANAMAN

UNTUK PEMENUHAN BAHAN BAKU INDUSTRI PULP KERTAS

MENTERI KEHUTANAN, Menimbang :

a. bahwa berdasarkan Kaputusan Menteri Kehutanan No. 162/Kpts-II/2003 tanggal 21 Mei 2003 telah ditetapkan Percepatan Pembangunan Hutan Tanaman untuk Pemenuhan Bahan Baku Industri Pulp dan Kertas;

b. bahwa berdasarkan hasil evaluasi terhadap pelaksanaan Keputusan Menteri Kehutanan No. 162/Kpts-II/2003, terhadap beberapa ketentuan yang menghambat tercapainya pencepatan pembangunan hutan tanaman untuk pemenuhan bahan baku industri pulp dan kertas;

c. bahwa berdasarkan pertimbangan sebagimana dimaksud dalam huruf a dan b dipandang perlu menetapkan kembali Keputusan Menteri Kehutanan tentang Pencepatan Pembangunan Hutan Tanaman untuk Pemenuhan Bahan Baku Industri Pulp dan Kertas.

Mengingat :

1. Undang-undang No. 5 Tahun 1990 tentang Konservasi Sumber Daya Alam Hayati dan Ekosistimnya;

2. Undang-undang No.41 Tahun 1999 tentang Kehutanan;

3. Peraturan Pemerintah No. 28 Tahun 1985 tentang Perlindungan Hutan;

4. Peraturan Pemerintah No. 34 Tahun 2002 tentang Tata Hutan dan Penyusunan Rencana Pengelolahan Hutan, Pemanfaatan Hutan dan Penggunan Kawasan Hutan; 5. Peraturan Pemerintah No. 35 Tahun 2002 tentang Dana Reboisasi;

6. Keputusan Presidean No. 32 Tahun 1990 tentang Pengelolaan Kawasan Lindung; 7. Keputusan Presiden No. 102 Tahun 2001 tentang Kedudukan, Tugas, Fungsi,

Kewenangan, Susunan Organisasi, dan Tata Kerja Departemen;

8. Keputusan Presiden No. 228/M Tahun 2001 tentang Pembentukan Kabinet Gotong Royong;

9. Keputusan Menteri Pertanian No. 837/Kpts/Um/II/1980 tentang Kriteria dan Tata Cara Penetapan Hutan Lindung;

10. Keputusan Menteri Kehutanah No. 200/kpts-IV/1994 tentang Kriteria Hutan Produksi Alam yang Tidak Produksi;

11. Keputusan Menterai Kehutanan No. 70/Kpts-II/1995 jo. Keputusan Menteri Kehutanan No. 246/Kpts-II/1996 tentang Pengaturan Tata Ruang Hutan Tanaman Industri;

12. Keputusan Menteri Kehutanan No. 123/Kpts-II/2001tentang Organisasi dan Tata Kerja Departemen Kehutanan;

13. Keputusan Menteri Kehutanah No. 6652/Kpts-II/2002 tentang Penugasan, Penilaian, dan Pengesahan Rencana Karya Tahun Ijin Usaha Pemanfaatan Hasil Hutan Kayu pada Hutan Tanaman;

14. Keputusan Menteri Keputusan No. 151/Kpts-II/2003 tentang Rencana Kerja, Rencana Kerja Lima Tahun, Rencana Kerja Tahunan dan Bagan Kerja Usaha Pemanfaatan

(2)

Hasil Hutan Kayu pada Hutan Kayu pada Hutan Tanaman yang diubah dengan Keputusa Menteri Kehutanan No.SK.45/Menhut-II/2004.

MEMUTUSKAN : Menetapkan :

KEPUTUSAN MENTERI KEHUTANAN TENTANG PERCEPATAN PEMBANGUANAN HUTAN TANAMAN UNTUK PEMENUHAN BAHAN BAKU INDUSTRI PULP DAN KERTAS.

BAB I

KETENTUAN UMUM Pasal 1

Dalam Keputusan ini yang dimaksud dengan :

1. Hutan Alam adalah suatau lapangan yang bertumbuhan pohon-pohon alami yang secara keselusuhan merupakan persekutauan hidup alam hayati beserta alam lingkungan.

2. Hutan Produksi adalah Kawasan hutan yang mempunyai fungsi pokok memproduksi hasil hutan.

3. Hutan Tanaman (HT) ynag sebelumnya disebut Hutan Tanaman Industri (HTI) adalah hutan tanaman yang dibangun dalam trngka mening katkan potensi dan kualitas hutan produksi dendan menerapkan sistem silvikultur Tebang Habis dengan Permudaan Buatan (THPB) untuk memenuhi kebutuhan bahan baku industri pengolahan hasil hutan.

4. Kawasan Lindung adalah kawasan yang dilindungi dalam rangka perlindungan dan pemeliharaan sumberdaya alam.

5. Hak Pengusahaan Hutan Tanaman (HPHT) yang sebelumnya disebut Hak Pengusahaan Hutan Tanaman Industri (HPHTI) dan sekaranga disebuta Izin Usaha Pemanfaatan Hasil Hutan Kayau (IUPHHK) pada hutan tanaman adalah izin untuk pemanfaatan hutan produksi yang kegiatannya terdiri dari penyiapan lahan, pembibitan, penanaman, pemeliharaan, pengamanan, pemanenan atau penebangan, pengolahan dan pemasaran hasil hutan.

6. Areal Kerja HPHT adalah areal hutan produksi yang telah ditetapkan oleh Menteri Kehutanan untuk pembangunan hutan tanaman yang hasilnya dipergunakan sebagai bahan baku industri pulp dan kertas.

7. Tanaman Pokok adalah tanaman jenis pohon yang ditanam dengan tujuan untuk memproduksi hasil hutan kayu sebagai bahan baku industri pulp dan kertas. 8. Tanaman Unggulan adalah jenis tanaman asli di daerah yang bersangkutan yang

mempunyai nilai perdagangan (niagawi ) tinggi .

9. Tanaman Kehidupan adalah tanaman tahunan atau pohon-pohon yang menghasilkan hasil hutan bukan kayu yang bermanfaat bagi masyarakat .

10. Delinisasi adalah seleksivisual dan pembedaan wujud gamgaran pada berbagai data keadaan lapangan atau areal hutan dengan jalan menarik garis batas.

11. Infentarisasi tegakan atau Cruising adalah kegiatan pencatatan, pengukuran, dan taksasi volume pohon yang akan ditebang dihutan dihutan alam dalam rangka pembukaan wilayah dan atau penyiapan lahan.

12. Lembaga Penilai Independen (LPI) adalah badan hukum yang memiliki kompetensi untuk memberikan jasa penilaian terhadap kinerja pemegang izin usaha pemanfaatan hasil hutan kayu pada hutan tanaman yang sebelumnya disebut HPHT/HPHTI.

13. Direktur Jendral adalah Direktur Jendral yang diserahi tugas dan tanggung jawab di Bidang bina Prduksi Kehutanan.

(3)

14. Dinas Propinsi adalah Dinas yang disrahi tugas dan tanggung jawab di bidang kehutanan di daerah Provinsi.

15. Dinas Kabupaten/Kota adalah Dinas yang diserahi tugas dan tanggung jawab dibidang kehutanan didaerah Kabupaten/ Kota.

16. Balai Sertivikasi Penguji Hasil Hutan (BSPHH) adalah unit pelak sana teknis dibidang teknis dibidang sertifikasi penguji hasil hutan yang berada dibawah dan bertanggung jawab kepada direktur Jendral Bina Produksi Kehutanan .

Pasal 2

Percepatan pembangunan hutan tanaman untuk pemenuhan bahan baku industri pulp dan kertas bertujuan untuk memberikan ruang kepaba pemegang HPHT yang pembuatan tanamannya ditunjukan sebagi bahan baku industri pulp dan lertas, untuk menyelesaikan pembangunan hutan tanamannya pada areal yang telah ditetapkan secara lebih intensif dalam rangka memenuhi kebutuhan bahan baku industri pulp dan kertas secara lestari.

BAB II

RUANG LINGKUP DAN BATAS WATU Pasal 3

(1) Percepatan pembangunan hutan tanaaman bagi pemenuhan bahan baku industri pulp dan kertas terdiri atas kegiatan-kegiatan perencanan, peniapan lahan (land clearing) dan pemanfaatan kayu hasil kegiatan land clearing, pembuatan jaringan jalan, pembibitan, penanaman dan peleliharaan tanaman.

(2) Kegiatan sebagi mana dimaksud pada ayat (1) dilaksanakan pada hutan produksi yang telah ditetapkan sebagi areal kerja HPHT yang kondisinya berupa areal kerja HPHT yang kondisinya berupa (terdiri dari) lahan kosong dan dengan padang alang-alang dan atau semak belukar dan berupa areal hutan alam atau menerapkan sistem permanfaatan hutan tanaman lestari dan tanamannya ditunjukan sebagi bahan baku industri pulp dan kertas.

(3) Percepatan pembangunan hutan tanaman sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan ayat (2) diperuntukan bagi pemegang HPHT yang mempunyai keterkaitan langsung atau memiliki hubungan kemitraan dengan industri pulp dan kertas yang sudah ada dan masih kekurangan bahan baku.

(4) Keterkaitan dan hubungan kemitraan sebagaimana dimaksud pada ayat (3) harus dibuktikan dengan adanya bukti keterkaitan saham atau kerjasama dari kedua belah pihak dalam bentuk perjanjian kerjasam/kontrak pemenuhan bahan baku jangka panjang.

(5) Percepatan pembangunan hutan tanaman oleh pemegang HPHT sebagai mana telah dimaksud pada ayat (3) harus di selesaikan selambat-lambatnya pada akhir tahun 2009.

BAB III

DELINIASI AREAL HPHT Pasal 4

(1) Sebelum dilakukan kegiatan pembangunan hutan tanaman oleh pemegang HPHT sebagimana dimaksud Pasal 3, harus diadakan penialaian dan diliniasi terhadap seluruh areal hutan produksi yang telah ditetakan sebagai areal HPHT dimaksud. (2) Kegiatan penilaian dan diliniasi sebagai mana dimaksud pada ayat (1) bertujuan

untuk menilai secara keseluruhan terhadap areal kerja perusahaan HPHT, sehingga dapat dilakukan deliniasi secara makro dalam satuan luas dan dikelompokan menjadi :

(4)

a. Areal yang telah ditanami;

b. Areal lahan kosong, padang alang-alang, dan semak belukar; c. Areal hutan alam.

(3) Setelah dilakukan penilaian dan deliniasi secara makro, maka terhadap bagian-bagian areal hutan alam sebagaimana dimaksud pada ayat (2) huruf c dilakukan deliniasi secara mikro, sehingga bagian-bagian areal hutan tersebut dapat dikelompokan menjadi :

a. Areal hutan alam yang harus dipertahankan, dijaga dan dilindungi sebagai areal hutan produksi alam, dan atau kawasan lindung dan atau kawasan konservasi bernilai tinggi sesuai dengan kriteria yang berlaku.

b. Areal hutan alam efektif yang layak dialokasikan sebagai areal bagi kegiatan pembanguan hutan tanaman dengan menggunakan sistem silvikultur Tebang Habis dengan Permudaan Buatan (THPB) yang meliputi areal untuk perluasan tanaman pokok, areal pengembangan tanaman unggulan, areal pengembangan tanaman kehiduan dan areal untuk pembangunan sarana dan sarana perimbangan luas sesuai ketentuan tata ruang hutan tanaman industri yang berlaku.

(4) Penilaian dan deliniasi mikro terhadap areal hutan alam sebagaimana dimaksud pada ayat (3) huruf a dilakukan dengan cara mengukur, mencatat, memberi tanda, dan memetakan areal hutan dimaksud serta melakukan penandaan datas tetap dilapangan.

(5) Areal hutan alam yang harus dipertahankan sebagai mana dimaksud pada ayat (3) huruf a adalah hutan alam pada areal-areal yang memiliki kriteria sebagai berikut :

a. Kawasan hutan yang mempunyai kelerengan, kepekaan jenis tanah dan intensitas hujan dengan sekoring sama dengean dan atau lebih besar dari 175 sesuai Keputusan Menteri Pertanian No. 837/Kpts/Um/II/1980 tentang Kriteria dan Tatacara Penetapan Hutan Lindung.

b. Kawasan hutan dengan kelerengan lebih dari 40% dan atau dengan kelerengan 15% untuk tanah yang sangat peka terhadap erosi.

c. Kawasan hutan dengan ketinggian sama atau lebih besar dari 2.000 (dua ribu) meter dari permukaan laut.

d. Kawasan hutan bergambut di hulu sungai dan rawa dengan ketebalan lebih dari 3 (tiga) meter.

e. Kawasan hutan dengan radius atau jarak sampai dengan : 1) 500 (lima ratus) meter dari tepi waduk atau danaw;

2) 200 (dua ratus) meter dari tepi mata air dan kiri kanan sungi di daerah rawa;

3) 100 (seratus) meter dari kiri kanan tepi sungai; 4) 50 (lima puluh) meter dari kiri knan tepi anak sungai; 5) 2 (dua) kali kedalaman jurang dari tepi jurang;

6) 130 (seratus tiga puluh) kali selisih pasang tertinggi dan pasan terendah dari tepi pantai.

f. Buffer zone atau kawasan penyangga hutan lindung dan atau kawasan hutan konservasi.

g. Kawasan pelestarian plasma nutfah. h. Kawasan perlindungan satwa liar.

i. Kawasan cagar budaya dan atau ilmu pengetahuan. j. Kawasan rawan terhadap bencana alam.

(5)

Pasal 5

(1) kegiatan deliniasi areal HPHT secara makro sebagamana dimaksud pasal 4 ayat (2) dilaksanakan oleh pemegang HPHT dan terhadap hasil deliniasi makro tersebut dibuat laporan hasil deliniasi makro areal HPHT dengan dilengkapi peta sekala 1 : 50.000 yang disampaikan kepada Direktur Jendral.

(2) Berdasarkan laporan hasil deliniasi makro sebagai mana dimaksud pada ayat (1), Direktur Jendral melakukan telaahan bagi penyempurnaan hasil deliniasi makro areal HPHT.

(3) Direktur Jendral memberikan surat jawaban lepada pemegang HPHT yang menyatakan bahwa pemegang HPHT dapat melakukan deliniasi mikro terhadap bagian areal hutan alam pada arel HPHTnya dengan memperhatikan arahan penyempuranan hasil deliniasi makro sebagai mana dimaksud ayat (2), selambat-lambatnya 14 (empat-belas) hari sejak diterimanya laporan hasil deliniasi makro areal HPHT.

Pasal 6

(1) Berdasarkan surat jawab Direktur Jendral sebagai mana dimaksud pada pasal 5 ayat (3) Pemegang HPHT bekerja sama dengan Lembaga Penilai Independen (LPI) melakukan kegiatan deliniasi mikro areal HPHT sebagai mana dimaksud pada pasal 4 ayat (3), ayat (4), dan ayat (5).

(2) LPI yang dapat melaksanakan kegiatan sebagai mana dimaksud pada ayat (1) adalah LPI Mampu yang ditetapkan oleh Menteri Kehutanan untuk menilai kinerja izin usaha pemanfaatan hasil hutan kayu pada hutan tanaman.

(3) Biaya untuk kegiatan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dibebankan sepenuhnya kepada perusahaan.

(4) Kegiatan deliniasi mikro areal HPHT sebagai mana dimaksud pada ayat (1) diselesaikan selambat-lambatnya 2 (dua) bulan sejak diterimanya surat Direktur Jendral sebagai mana dimaksud pada pasal 5 ayat (3).

Pasal 7

(1) Hasil kegiatan delinasi mikro sebagai mana dimaksud pada pasal 6 ayat (1) dituangkan dalam laporan hasil deliniasi dilengkapi dengan peta-peta hasil deliniasi makro dan mikro, dan disampaikan oleh pemegang HPHT kepada Direktur Jendral.

(2) Direktur Jendral melakukan telahaan terhadap laporan dan peta-peta hasil deliniasi sebagimana dimaksud pada ayat (1).

(3) Direktur Jendral memberikan surat jawaban kepada pemegang HPHT yang menyatakan bahwa pemegang HPHT dapat melaksanakan perencanaan percepatan pembangunan hutan tanaman di areal HPHT-nya dengan memperhatikan arahan penyempurnan hasil deliniasi mikro sebagaimana dimaksud pada ayat (1) selambat-lambatnya 14 (empat belas)hari kerja sejak diterimanya laporan hasil diliniasi mikro.

Pasal 8

Terhadap hutan alam yang harus dipertahankan derdasarkan hasil deliniasi secara mikro sebagaimana dimaksud pada pasal 7, diberi tanda batas fisik dilapangan yang sifatnya tetap oleh pemegang HPHT.

(6)

BAB IV PEREN CANAAN

Pasal 9

(1) Pemegang HPHT wajib membuat rencana percepatan pembangunan hutan tanaman pada seluruh areal yang belum di tanami dan pada areal yang beberdasarkan hasil deliniasi mikro diperkenakan untuk dijadikan areal efektif pembangunan hutan tanaman dalam jangka waktu dan tata waktu sampai dengan seluruh arel HPHT selesai ditanami dagi kepentingan pemenuhan bahan baku industri pulp dan kertas.

(2) Jadwal dan tata waktu rencana percepatan pembangunan hutan tanaman sebagaimana dimaksud pada ayat (1) ditetapkan selambat-ambatnya sampai dengan tahun 2009.

(3) Penyusunan dan pembuatan rencana percepatan pembangunan hutan tanaman sebagi mana dimaksud pada ayat (1) sepenuhnya didasarkan dan berpedoman pada hasil deliniasi sebagaimana dimaksud pada pasal 5 dan pasal 6.

(4) Penyusunandan pembuatan rencana pencepatan pembangunan hutan tanaman sebagiman dimaksud pada ayat (3) sebagai dasar untuk menyusun Rencana Kerja (RK), Rencana Kerja Lima Tahun (RKL), dan rencana Kerja Tahunan (RKT) usaha pemanfaatan hasil hutan kayu pada hutan tanaman.

(5) Ketentuan penyusunan, penilaian dan persetujuan/pengesahan Rencana Kerja (RK), Rencana Kerja Lima Tahun (RKL), dan Rencana Kerja Tahunan (RKT) usaha pemanfaatan hasil hutan kayu pada hutan tanaman sebagaimana dimaksud pada ayat (4) dilaksanakan sesuai ketentuan yang berlaku.

BAB V

PELAPORAN DAN EVALUASI Pasal 10

(1) Pemegang HPHT-Pulp wajib menyampaikan laporan bulanan tentang kemajuan pelaksanaan percepatan pembangunan hutan tanaman kepada Direktur Jendral c.q. Direktur Bina Pengembangan Hutan Tanaman, dengan tembusan kepada Kepala Dinas Propinsi, Kepala Dinas Kabupaten/Kota dan Kepala Balai Sertifikasi Penguji Hasil Hutan (BSPHH) setempat.

(2) Berdasarkan laporan sebagaimana dimaksud pada ayat (1), Direktorat Jenderal bersama-sama dengan Dinas Propinsi, Dinas Kabuparen/ Kota dan atau Balai Sertifikat Penguji Hasil Hutan (BSPHH) dapat melakukan evaluasi terhadap pelaksanaan kegiatan lapangan secara rutin sekurang-kurangnya 6 (enam) bulan sekali.

BAB VI SANKSI Pasal 11

Apabila kegiatan percepatan pembangunan hutan tanaman tidak dilaksanakan sesuai dengan rencana kerja yang telah disetujui dan disahkan sebagaimana dimaksud pada pasal 9, maka kepada pemegang HPHT yang bersangkutan dapat dikenakan sanksi sesuai ketentuan peraturan perundang-undangan yang berlaku.

BAB VII PENUTUP

Pasal 12

Dengan ditetapkannya keputusan ini, maka Keputusan Menteri Kehutanan No.162/Kpts-II/2003 tanggal 21 Mei 2003 tentang percepatan Pembangunan Hutan

(7)

Tanaman Untuk Pemenuhan Bahan Baku Industri Pulp Dan Kertas dinyatakan tidak berlaku lagi.

Pasal 13

Keputusan ini mulai berlaku sejak tanggal ditetapkan. Ditetapkan di Jakarta

Pada tanggal 24 Maret 2004 MENTERI KEHUTANAN,

ttd.

Referensi

Dokumen terkait

Selain itu, dari 45 mahasiswa yang berpen- dapat frekuensi gelombang tidak mengalami perubahan, 35 mahasiswa (yang memilih C) berpendapat bahwa kecepatan rambat

Counter-Strike merupakan salah satu game terpopuler dan seri game ini telah terjual lebih dari 25 juta pada tahun 2011, dan mendapat penghargaan game eSport terbaik tahun 2015

Dari pendapat di atas menjelaskan bahwa kondisi kerja yang baik dan menyenangkan akan memberikan dampak yang baik terhadap kinerja, karena dengan kondisi

Visi dan misi tribun Pekanbaru menjadi agen perubahan dalam membangun komunitas yang lebih harmonis, toLeran, aman, dan sejahtra mempertahankan teribun sebagai salah

Untuk kasus volatilitas deterministik, Lagrangian forward rates yang diberikan oleh persamaan (3) adalah kuadratis, dan kemudian kondisi tanpa kehadiran arbitrase dapat

Untuk produk-produk yang memerlukan biaya cukup besar dilakukan pemilihan proses yang tepat dan efisien, mengingat cairan fermentasi merupakan campuran yang

terhadap 30 penderita demam tifoid mendapatkan sensitivitas uji ini sebesar 90% dan spesifisitas sebesar 96%.21 Penelitian oleh Hatta dkk (2002) mendapatkan rerata sensitivitas

Upaya yang telah dilakukan oleh pihak perusahaan untuk mengatasi pemborosan defect yaitu dengan mengerahkan kepada seluruh karyawan quality control (QC) untuk