• Tidak ada hasil yang ditemukan

PENGEMBANGAN WISATA RELIGI DI DESA AMBENGAN

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "PENGEMBANGAN WISATA RELIGI DI DESA AMBENGAN"

Copied!
6
0
0

Teks penuh

(1)

PENGEMBANGAN WISATA RELIGI DI DESA AMBENGAN

Ketut Sudiatmaka1, Ni Ketut Sari Adnyani2

ABSTRACT

ABSTRAK

PENDAHULUAN

Berdasarkan hasil observasi awal di lapangan, tim PKM transfer iptek merasakan kejanggalan dala pengelolaan wisata religi, adapau faktor penyebabnya tim pengusul dapat identifikasi, daiantaranya disebabkan oleh: (1) Kurangnya komitmen pemerintah. Seringkali muncul kasus, di mana sebuah desa memiliki potensi yang ungul dan masyarakat warganya

mempunyai komitmen kuat untuk

mengembangkan desa wisata.

Di sisi lain hal tersebut belum didukung oleh kebijakan pemerintah daerah yang memberikan dukungan memadai terhadap pengembangan desa wisata. Pemerintah daerah belum menjadikan bidang pariwisata sebagai program prioritas, sehingga mereka mengabaikan begitu saja wilayahnya yang

memiliki potensi yang unggul di bidang pariwisata.

Rendahnya kualitas SDM lokal. Banyak desa-desa yang ingin mengembangkan desa wisata Ambengan padahal tidak memiliki sumber daya manusia yang dapat mengelola desa wisata. Penyebabnya bisa multi faktor.

Pertama, karena memang tingkat keterdidikan yang rendah. Kedua, kaum mudanya sebagian besar pergi merantau ke kota, sehingga desa menjadi miskin SDM muda usia dan hanya ditinggali golongan orang tua yang kurang produktif diajak membangun desa Ambengan. Ketiga, lulusan sarjana atau sekolah menengah sudah memadai namun tidak ada bidang pariwisata, sehingga SDM yang ada kurang cocok untuk mengembangkan desa wisata. Lahirnya UU No 6 tahun 2014 tentang desa, telah menerbitkan harapan baru bagi desa 1Jurusan Hukum dan Kewarganegaraan FHIS UNDIKSHA; 2Jurusan Hukum dan Kewarganegaraan FHIS, UNDIKSHA;

Email: niktsariadnyani@gmail.com

In the context of tourism village development, the planning process must involve the local community from the start. Ambengan Plateau as a tourist attraction has a variety of attractions. The aim of the PKM program of science and technology transfer to partners is to create a tourist village designed by the local community to complement tourist attractions in Ambengan. This study focuses on the participation process of the Ambengan people in developing a tourist village in their neighborhood. Traditional village partners in Ambengan are constrained by problems in drafting academic manuscripts, drafting awig-awig and openness of public information through Focus Group Discussions of scientific proceedings in Senadimas, Handbook for Handling Covid 19 in the Ambengan Religious Tourism Area with ISBN, Copyright Publication.

Keywords: STT Stithi Aji Dharma, Pemuteran, cultural tourism.

Dalam konteks pembangunan desa wisata, dalam proses perencanaan harus sejak awal melibatkan masyarakat lokal. Dataran Tinggi Ambengan sebagai objek wisata memiliki keragaman atraksi.Tujuan program PKM transfer iptek ke mitra adalah mewujudkan desa wisata dirancang oleh masyarakat setempat untuk melengkapi atraksi wisata di Ambengan. Kajian ini menfokuskan pada proses partisipasi masyarakat Ambengan dalam membangun desa wisata di lingkungan tempat tinggal mereka. Mitra desa adat Ambengan terkendala masalah penyusunan draft naskah akademik, rancangan awig-awig dan keterbukaaan infomasi publik melalui Focus Group Discussion Luaran prosiding ilmiah di Senadimas, Buku Panduan Penanganan Covid 19 di Kawasan Wisata Religi Ambengan Ber-ISBN, Publikasi Hak Cipta.

(2)

Ambengan. Harapan itu salah-satunya ialah bahwa desa bisa mengembangkan potensi yang dimilikinya sebagai bentuk usaha produktif guna meningkatkan kemakmuran warganya. Menurut Adnyani, N.K.S. (2016 : 30), For the Indonesian government continues to boost economic growth in Indonesia in various fields for the sake of the public welfare. UU mengamanatkan setiap desa di Indonesia ke depan harus memiliki Badan Usaha Milik Desa yang memiliki mandat menjalankan usaha-usaha yang bersifat produktif, sehingga bisa memakmurkan desa. Tentu usaha yang dikembangkan adalah usaha yang berakar kepada potensi yang dimiliki setiap desa. Bagi desa-desa binaan yang mempunyai potensi yang besar dalam bidang pariwisata bisa mengembangkan desa wisata religi. Upaya untuk melindungi kepentingan WNI yang dilakukan melalui perangkat hukum diharapkan mampu menciptakan norma hukum perlindungan kepada masyarakat (Adnyani, N.K.S, 2015 : 69).

Dengan fenomena Covid 19 yang sedang tejadi, upaya tim pengusul menyisipkan bentuk strategi penganan Covid 19 melalui koordinasi dengan POKDARWIS Ambengan. Khalayak sasaran strategis yang dituju dalam pengabdian masyarakat ini adalah Pengurus adat dan tokoh masyarakat, serta tokoh agama. Dengan program penerapan ipteks Pembekalan Kemahiran Tehnik Legal Drafting untuk penanganan gejala Covid 19 dalam Penyusunan kebijakan khususnya dalam pengembangan kawasan wisata religi.

METODE

Pelaksanaan program ini diaplikasikan dengan menggunakan jenis metode hukum empiris. mengkaji prinsip-prinsip hukum dan aturan hukum positif yang berasal dari bahan literatur yang ada dalam undang-undang tentang kepariwisataan dan dan ketentuan hukum (Adnyani, N.K.S, 2014 : 36), lebih lanjut dilihat penerapan regulasi tersebut pada kenyataan sosial di masyarakat. Approach

method in this research is empirical approach

(Adnyani, N.K.S., 2017 : 244), dimana kajian yang memandang hukum sebagai kenyataan yang mencakup kenyataan sosial, kenyataan kultur dan mengkaji secara law in action.

Dimana penelitian ini beranjak dari adanya kesenjangan antara das solen dan das sein, yaitu adanya kesenjangan antara keadaan teoritis dengan fakta hukum yang terjadi dalam masyarakat. tidak hanya berpedo-man pada teks hukum yaitu kesenjangan antara law in book dan law in action (Adnyani, N.K.S., 2020 : 29).

Pendekatan pelaksanaan program berupa pelatihan dan pendampingan secara virtual

dikembangkan dengan menggunakan

pendekatan perundang-undangan dan pendelatan kasus, Pendekatan Kasus (case approach) mencakup pemangku kepentingan dan kunci indikator kinerja (KPI) (Purnamawati, I.G.A., Adnyani, N.K.S., 2000 : 143).

Adapun bahan hukum yang dijadikan rujukan yakni Bahan Hukum Primer, Bahan Hukum Sekunder dan Bahan Non Hukum. Pengumpulan bahan hukum dilakukan menggunakan studi dokumen, observasi, dan wawancara. Dalam kajian hukum empiris, analisis bahan hukum menggunakan analisis deskriptif yang artinya tahap dimana data dikerjakan dan di manfaatkan sehingga berhasil mendapatkan kebenaran-kebenaran yang dapat digunakan untuk menjawab permasalahan yang timbul (Adnyani,dkk, 2016 : 669). Upaya penggalian, analisis, dan pemetaan fokus masalah penelitian dilakukan dengan mengacu pada model analisis lintas situs (Adnyani, N.K.S., 2016 : 50).

HASIL DAN PEMBAHASAN Hasil Kegiatan

Stakeholders merupakan para pihak yang masing-masing memiliki pengaruh, kepentingan dan obyektifitas pada suatu pengelolaan. Menurut Reed et al. (2009) menyebutkan bahwa stakeholder merupakan

(3)

semua yang mempengaruhi atau dipengaruhi oleh keputusan atau tindakan. Pemetaan keterlibatan stakeholder dapat dilakukan untuk mengetahui peran serta pengaruh stakeholder

dalam sebuah sistem atau pengelolaan kawasan ecowisata religi berkenaan pula dengan perancangan kebijakan desa adat yang belum ada selama ini. Secara lebih jelas berdasarkan koordinasi dengan mitra PKM Transfer Iptek, adapun tingkat preferensi krama desa adat dalam pengelolaan hutan adat dalam rangka pengembangan ecowisata religi. Berdasarkan pemetaan stakeholder selanjutnya dapat membantu untuk menganalisis tingkat kepentingan dan kewenangan stakeholder yang dapat mempengaruhi berjalannya sebuah sistem. Stakeholder yang terlibat dalam keterkaitan pengolaan kawasan adat dan rencana pengembangan ekowisata hutan adat di desa Ambengan diantaranya Dinas Pariwisata, Dinas Lingkungan Hidup dan Kehutanan, Bappeda, Disdikbud, Kecamatan Sukasada, dan Desa Adat Ambengan. Berikut disajikan pemetaan stakeholder berdasarkan tugas dan fungsi masing-masing stakeholder

dalam pengembangan ekowisata religi Hutan Adat Desa Ambengan

Keterlibatan stakeholder dapat dicermati pada tabel 1. berikut:

Tabel 1. Rata-Rata Preferensi Para Pihak

No Para Pihak Skala

1 Pemerintah 55.7 2 Pemangku Adat 57.5 3 Pengunjung/Wisatawan 57 4 Masyarakat Lokal/Krama Desa Adat 57.5 Rata-rata 56,9

Berdasarkan tabel 1. di atas, para pihak menilai bahwa preferensi baik berupa pengembangan ecowisata religi maupun pada pemberdayaan masyarakat lokal memiliki kemauan yang agak tinggi (56.9). Hal tersebut mengindikasikan bahwa para pihak terkait setuju untuk dilakukan pengembangan

ecowisata religi yang teridir dari beberapa indikator yang ditawarkan seperti pembangunan sarpras interpretasi, penataan jalan setapak (akses tersier), pembangunan sarpras kesehatan, pembangunan sarpras kuliner dan souvenir, pembangunan tourist information center, penyediaan transportasi lokal dan penyediaan jalur tracking ke sungai dan hutan adat.

Pembahasan

Penyusunan Kebijakan Awig-Awig Perihal Pengelolaan Potensi Alam Desa Ambengan

PKM transfer iptek ini bertujuan untuk (a) menggali potensi lokal di desa adat Ambengan sebagai aset wisata religi untuk mendukung pengembangan partisipasi dan pemberdayaan krama desa adat Ambengan. Nilai-nilai ini akan termanifestasi dari pikiran, sikap, dan perilaku masyarakat setempat dalam memandang, mengelola, (Adnyani, N.K.S., 2016 : 866), serta perlindungan kepada masyarakat.Potensi lokal yang dapat menunjang pengembangan ekowisata religi dengan memberdayakan masyarakat dalam pengelolaan hutan adat, sebagai pelayan ekowisata dalam rangka menggali obyek wisata alam yang “unik”, maka dapat dikembangkan antara lain (a) secara tradisional rumah-rumah penginapan dibuat berdekatan dengan obyek desa wisata. (b) Penunjang lainnya secara spesifik semua bangunan yang dijadikan guest house diupayakan beratap daun nipah dan rumah panggung. (c) Pengunjung juga diarahkan dapat menapaki kegiatan wisata religi di seputar area hutan yang dijumpai banyak bangunan tempat suci bersejarah. Itulah sebagian strategi pengembangan ekowisata religi dengan memanfaatkan potensi lokal berupa fisik yang dapat memberdayakan dan meningkatkan ekonomi masyarakat lokal (Sarno, 2008).

Melalui paruman desa adat Ambengan dirembugkan tentang potensi hutan adat yang adapt dikelola oleh desa adat dan desa dinas dalam pengembangan wisata religi. Di satu sisi

(4)

dapat memberikan manfaat secara ekonomi kepada warga, di sisi lain dapat merupakan upaya menjaga keajegan pelestarian nilai-nilai adat dan budaya dalam lingkungan sosial krama adat desa adat Ambengan.

Terbentuknya ecowisata religi di desa wisata Ambengan tersebut dikarenakan kegiatan Daerah Aliran Sungai (DAS) Banyumala, kala itu kegiatan melestarikan wilayah hutan, belum terbersit untuk menjadikannya sebagai tempat wisata. Berkembangnya desa wisata dengan konsep agrowisata petik buah juga sudah mulai digagas oleh KWT dan desa adat serta desa dinas setempat adalah bentuk ekowisata berkelanjutkan.

Semangat inilah yang menurut Kelian Desa Adat Ambengan harus dimiliki terlebih dahulu oleh desa-desa yang ingin mengembangkan desanya sebagai desa wisata. “Basis desa wisata adalah masyarakat dengan kearifan lokalnya. Masyarakat harus menjadi subyek, bukan menjadi obyek”. Ecowisata religi merupakan wujud realisasi konsep Tri Hita Karana dalam pembangunan apriwsata berkelanjutan yang menjaga sinergi anatara aspek kemanfaatan secara ekonomi, menjaga kelestarian budaya dalam kehidupan sosialnya, dan tercermin muatan pelestarian lingkungan secara ekologi.

Perumusan Kebijakan Pengelolaan Ekowisata Hutan Peningkatan Keterampilan Prajuru Desa Adat Ambengan Menyusunan Draft Kebijakan Adat Berupa Awig-Awig Desa Adat

Berdasarkan uraian perumusan model kebijakan pengelolaan ekowisata religi, untuk lebih jelasnya rancangan kebijakan di susun berupa draft dengan melibatkan peran stakeholders terkait. maka dapat disajikan struktur khirarkhi dari alternative kebijakan pengelolaan ekowisata religi upaya mendukung terwujudnya desa wisata desa Ambangan, disajikan dalam Gambar 1 berikut:

Berdasarkan pada gambar draft model kebijakan di atas, menunjukkan bahwa formulasi merumuskan model kebijakan pengelolaan ekowisata hutan adat, untuk aktor masyarakat, pemerintah, pokdarwis, KWT, akademisi, investor. Kriterian dalam merumuskan kebijakan pelestarian fungsi hutan adat, maka kriteria utama yang perlu diperhatikan adalah pelestarian hutan adat, pendapatan dan biaya untuk mengembangkan ekowisata dan desa wisata adat. Alternaif yang perlu diperhatikan adalah penegakan hukum tanpa pandang bulu; partisipasi masyarakat lokal (krama desa adat Ambengan), sehingga perlu diberdayakan; potensi lokal desa wisata; pengembangan desa wisata hutan adat berbasis ecowisata religi dan agro wisata.

Peningkatan Koordinasi Antara Pokdarwis Dengan Perangkat Desa Adat Agar Kebijakan Dalam Pengelolaan Wisata Religi Dan Penanganan Gejala Pencegahan Covid 19 Dengan Penyusunan Kebijakan Sementara Prajuru Adat

Ekosistem religi di desa adat Ambengan yang memiliki keunikan sangat dapat dimanfaatkan sebagai sumber daya alam yang sangat berpotensi untuk dijadikan sebagai kawasan ekowisata. Suatu upaya pemanfaatan sumberdaya lokal yang optimal adalah dengan mengembangkan pariwisata dengan konsep ekowisata. Penerapan sistem ekowisata di ekosistem mangrove ini merupakan suatu pendekatan dalam pemanfaatan ekosistem tersebut secara lestari. Kegiatan ekowisata adalah alternatif yang efektif untuk menanggulangi permasalahan lingkungan di

(5)

ekosistem ini seperti tingkat eksploitasi yang berlebihan oleh masyarakat dengan menciptakan alternatif ekonomi bagi masyarakat. Kegiatan ekowisata tidak pernah lepas atau tidak terpisahkan dengan upaya-upaya konservasi hutan adat, pemberdayaan ekonomi lokal dan saling menghargai perbedaan kultur atau budaya. Pergeseran konsep kepariwisataan dunia ke model ekowisata.

Dengan pandemic covid-19 potensi lokal ecowisata religi tetap digalakkan dengan tetap memperhatikan protocol kesehatan dan pembatasan sosial dalam skala besar. Inovasi dari program ini adalah inovasi dalam perumusan kebijakan penatakelolaan kawasan wisata (Adnyani, N.K.S., 2016 : 67). Tindak lanjut sterilisasi tempat wisata dilakukan secara koordinasi antara desa adat, pemerintah desa, dan pokdarwis serta KWT untuk menerapkan standar operasional prosedur kelayakan beroperasi tempat-tempat wisata apabila sudah dibuka kunjungan untuk wisatawan.

Gambar 2. Sumber: Foto pelaksanaan program scara virtual

SIMPULAN

Penyusunan draft rancangan kenijakan pengelolaan tempat wisata seperti pemanfaatan hutan adat yang berbasis ecoreligi penting memperoleh masukan dari parapihak yang tergabung dalam stakeholders terkait. Tujuan program transfer iptek ini adalah setiap program yang telah terselenggara pada intinya menjembatani mitra PKM untuk menemukan solusi atau alternatif permasalahan terkait dengan kebijakan operasional pengelolaan kawasan wisata di desa adat Ambengan. Draft rancangan kebijakan dapat dijadikan rujukan dalam menyusun proposal analisa kebutuhan yang diusulkan ke Pemerintah Daerah sehingga indikator kebutuhan krama desa adat dalam pengelolaan kawasan hutan adat berbasis ecoreligi dapat berkelanjutan. Sinerni triple helix antara Pemda, Pemerintah desa, krama desa dan stakeholders terkait tetap dijaga silaturahminya untuk menampung aspirasi yang menjadi masukan bagi penyempurnaan pengelolaan kawasan hutan adat di desa Ambengan.

DAFTAR RUJUKAN

Adnyani, N.K.S. 2014, Correlation Analysis Between The Improvement Tax With Tourism Development In The Lovina Singaraja Area (Case Study In The Buleleng District), International Journal of Business, Economics and Law, Vol 4

(issue 2).

https://www.ijbel.com/previous- issues/june-2014/vol-4-issue-2-june-2014-economy/

Adnyani, N.K.S., 2015, Peranan Ibu Rumah Tangga Dalam Perlindungan Konsumen, Volume 1, Nomor 1, Pebruari 2015,

Jurnal Komunikasi Hukum, https://ejournal.undiksha.ac.id/index.php /jkh/article/view/5008/3776

Adnyani, N.K.S., 2016, Manajemen Tata Kelola Lingkungan Dengan Model Simulasi Terpadu Perlindungan Hukum

(6)

Kawasan Pesisir Nusa Penida (Pelibatan Elite Desa Adat Sebagai Equilibirium),

Jurnal Ilmu Sosial dan Humaniora, Vol.

5, No.2, Oktober 2016,

https://ejournal.undiksha.ac.id/index.php /JISH/article/view/9105/5872

Adnyani, N.K.S., 2016, Perlindungan Hukum Melalui Permodelan Simulasi Terpadu Ekologi Bahari Berdasarkan Peran Wanita Pesisir Nusa Penida, Jurnal Ekonomi dan Pariwisata UNDHIRA Bali, Vol. 11, No.2. 31 Agustus 2016, https://jurnal.undhirabali.ac.id/index.php /pariwisata/article/view/130/114

I Gde Pitana dan I Ketut Surya Diarta 2009.

Pengantar Ilmu Pariwisata. Yogyakarta: Andi Offset.

Purnamawati, I.G.A, Adnyani, N.K.S. Performance Evaluation of Microfinance Institutions and Loacal Wisdom-Based

Management Concept. (2020)

Managemen Science Latters, 10 (2), pp. 143-152.

https://www.scopus.com/authid/detail.uri ?authorId=57210934769

Reed, M. S., Graves, A., Dandy, N., Posthumus, H., Hubacek, K., Morris, J., Stringer, L. C. (2009). Who’s in and why? A typology of stakeholder analysis methods for natural resource management. Journal of Environmental Management, 90(5), 1933–1949. https://doi.org/10.1016/j.jenvman.2009.0 1.001

Sarno, Moh. Rasyid Ridho, Mangrovedi Segara Anakan: Permasalahan dan Solusinya, Jurnal Pengelolaan Lingkungan dan SDA, (7) 3 , September 2008, 158-166. Unsri Palembang.

Supriyadi, Cecep. 2012. dalam

http://www.marketing.co.id/keuntungan-pemasaranonline-yang-menggiurkan, didownload 19 Agustus 2015).

UNDP and WTO. 1981. Tourism Development

Plan for Nusa Tenggara, Indonesia.

Undang-Undang Republik Indonesia No. 10 tahun 2009.

Gambar

Gambar 2. Sumber: Foto pelaksanaan program  scara virtual

Referensi

Dokumen terkait

Namun permasalahan yang muncul adalah banyak dari imigran yang masuk secara ilegal dan berlindung di balik status pengungsi atau pencari suaka belum dapat

Tujuan dalam penelitian ini yaitu Mengidentifikasi Jenis Alkaloid yang Terkandung pada Ekstrak Metanol Kulit Batang Mangga (M. indica L ) yang berwarna

Berdasarkan hasil penelitian dan pembahasan pada  bab sebelumnya, maka penulis dapat menarik kesimpulan yang merupakan jawaban dari rumusan masalah penelitian, secara umum

Dengan menggunakan simulasi perilaku pengendali PID yang diterapkan pada kedua model ditunjukkan pada gambar 4 dan gambar 5. Kedua gambar masing- masing membandingkan dengan

PGSD, FKIP, Universitas Tanjungpura, Pontianak Abstrak: Program pengalaman lapangan di LPTK dimulai sejak mahasiswa mengikuti perkuliahan di semester awal melalui pengenalan mata

Fenomena ini mungkin terjadi karena adanya pengaruh dari tingkat kepopularitasan suatu daerah, seperti misalnya kota Yogyakarta yang merupakan salah satu destinasi wisata yang ada

Indikaotr kinerja ada yang mendefinisikan sebagai nilai atau karakteristik tertentu yang digunakan untuk mengukur Output atau Outcome” Meneg PAN, 2006 : 15). Dari

Tambahan pula kajian yang berkaitan dengan tahap kemahiran berfikir secara kreatif dan kemahiran berfikir aras tinggi menggunakan peta minda Buzan telah