• Tidak ada hasil yang ditemukan

KESANTUNAN BERBAHASA ORANGTUA DAN ANAK DALAM LINGKUNGAN KELUARGA

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "KESANTUNAN BERBAHASA ORANGTUA DAN ANAK DALAM LINGKUNGAN KELUARGA"

Copied!
74
0
0

Teks penuh

(1)

KESANTUNAN BERBAHASA ORANGTUA DAN ANAK DALAM LINGKUNGAN KELUARGA

SKRIPSI

Diajukan untuk Memenuhi Salah Satu

SyaratgunaMenperolehGelarSarjanaProgram StudiPendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia FakultasKeguruandanIlmuPendidikan UniversitasMuhammadiyah Makassar OLEH MUHAMMAD AFDAL 10533802215

PROGRAM STUDI PENDIDIKAN BAHASA DAN SASTRA INDONESIA FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN

UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH MAKASSAR 2020

(2)
(3)
(4)
(5)
(6)

vi MOTO

Keputusasaan bukanlah sesuatu yang diberikan dari luar,

Tetapi datang dari diri sendiri..

Selama hati tak menyerah,

Maka keputusasaan akan menjadi lemah..

PERSEMBAHAN

Skripsi ini saya persembahkan untuk Ayahanda Nurhady T dan Ibunda Dahnia Yusuf M yang selalu kurindukan dengan curahan kasih sayangnya serta tak henti-hentinya mendukung dan memotivasi setiap waktu hingga terselesaikannya skripsi ini. Kepada kakak-kakak dan adik-adikku, keluarga serta sahabat-sahabat yang selalu memberikan motivasi dan dukungan untuk menjadi lebih baik.

(7)

vii ABSTRAK

Muhammad Afdal. 2019. “Kesantunan Berbahasa Orang Tua dan Anak dalam Lingkungan Keluarga. Skripsi, Prodi Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia. Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan. Universitas Muhammadiyah Makassar. Dibimbing oleh Rosmini Madeamin dan Tarman A.Arief.

Penelitian ini bertujuan untuk mendeskripsikan wujud kesantunan berbahasa orangtua dan anak dalam lingkungan keluarga. Jenis penelitian ini merupakan penelitian deskriptif kualitatif yaitu mendeskripsikan wujud kesantunan berbahasa orangtua dan anak dalam lingkungan keluarga. Data dalam penelitian ini berupa tuturan-tuturan yang menunjukkan wujud kesantunan orangtua dan anak dalam lingkungan keluarga. Teknik pengumpulan data dalam penelitian ini adalah teknik observasi, teknik simak, dan teknik catat. Teknik analisis data dalam penelitian ini adalah reduksi data, penyajian data, dan penarikan kesimpulan/verifikasi. Hasil penelitian menunjukkan bahwa prinsip kesantunan dalam interaksi orangtua dan anak dalam lingkungan keluarga menunjukkan jumlah tuturan yang ditemukan sebanyak 28 tuturan yang menggunakan prinsip kesantunan. Prinsip kesantunan yang dimaksud meliputi: (1) maksim kebijaksanaan sebanyak 3 tuturan (2) maksim kedermawanan sebanyak 10 tuturan (3) maksim penghargaan sebanyak 2 tuturan (4) maksim kesederhanaan sebanyak 6 tuturan (5) maksim permufakatan sebanyak 5 tuturan dan (6) maksim kesimpatian sebanyak 2 tuturan. Dengan demikian, adanya wujud kesantunan berbahasa tersebut merupakan penanda kesantunan yang menunjukkan bahwa orangtua dan anak cukup memperhatikan kesantunan dalam berkomunikasi. Saran dari peneliti adalah masyarakat disarankan memperbanyak penggunaan wujud kesantunan berbahasa yang telah ditemukan di lingkungan keluarga maupun lingkungan luar agar perilaku berbahasa santun dapat semakin terinternalisasi dalam diri masyarakat

(8)

viii

KATA PENGANTAR

Bismilaahirrahmaanirrahiim

Allah Maha Penyayang dan Maha Pengasih, demikian kata untuk mewakili atas segala karunia dan nikmat-Nya. Jiwa ini takkan henti bertahmid atas anugrah pada detik waktu, denyut jantung, gerak langkah, serta rasa dan rasio pada-Mu, Sang Khalik. Skripsi ini adalah setitik dari berkah-Mu

Setiap orang dalam berkarya selalu mencari kesempurnaan, tetapi terkadang kesempurnaan itu terasa jauh dari kehidupan seseorang. Kesempurnaan bagaikan fatamorgana yang semakin dikejar semakin menghilang dari pandangan, bagai pelangi yang terlihat indah dari kejauhan, tetapi menghilang jika didekati. Demikian juga tulisan ini, kehendak hati ingin mencapai kesempurnaan, tetapi kapasitas penulis dalam keterbatasan. Segala daya dan upaya telah penulis kerahkan untuk membuat tulisan ini selesai dengan baik dan bermanfaat dalam dunia pendidikan.

Oleh sebab itu, sepantasnya penulis mengucapkan terima kasih yang sedalam-dalamnya kepada orang tua yang tak henti-henti memberikan dukungan dan doa serta motivasi yang sangat luar biasa, Dr. Dra. Rosmini Madeamin, M.Pd. PembimbingI dan Dr. Tarman A. Arief, S.Pd., M.Pd. Pembimbing II yang telah meluangkan waktu guna penyelesaian skripsi, Erwin Akib, M.Pd., Ph. D. Dekan Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan, Dr. Munirah, M.Pd. Ketua Prodi Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia, Kakak, dan Adik saya yang terus memberikan dukungan serta motivasi, Puspitasari yang senantiasa memberikan waktu dan dukungan serta motivasi, teman-teman kelas D 2015 yang telah

(9)

ix

membantu penulis dalam penyelesaian skripsi, sahabat serta teman-teman yang tak dapat disebutkan satu per satu, terima kasih atas bantuan dan doanya.

Tak ada gading yang tak retak, itulah peribahasa yang tepat untuk menggambarkan skrpsi ini, yang penulis sadari masih banyak kekurangan. Untuk itu, tegur sapa, kritik,dan saran dari semua pihak sangat penulis harapkan guna perbaikan dimasa yang akan datang. Harapannya, agar skripsi ini dapat bermanfaat khususnya bagi penulis umumnya bagi semua pembaca.

Makassar, Januari 2020

(10)

x DAFTAR ISI

HALAMAN SAMPUL ...i

HALAMAN PENGESAHAN ...ii

PERSETUJUAN PEMBIBING ...iii

SUTAR PERNYATAAN ...iv

SURAT PERJANJIAN ...v

MOTO DAN PERSEMBAHAN ...vi

ABSTRAK ...vii

KATA PENGANTAR ...viii

DAFTAR ISI ... x

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah ... 1

B. Rumusan Masalah ... 5

C. Tujuan Penelitian ... 5

D. Manfaat Penelitian ... 5

BAB II KAJIAN PUSTAKA A. Kajian Pustaka ... 7 1. Penelitian Relevan ... 7 2. Bahasa ... 10 3. Pragmatik ... 16 4. Tindak Tutur ... 17 5. Kesantunan Berbahasa ... 19

(11)

xi

6. Prinsip Kesantunan Berbahasa ... 20

7. Konsep Keluarga ... 26

B. Kerangka Pikir ... 26

BAB III METODE PENELITIAN A. Jenis Penelitian dan Desain Penelitian ... 29

B. Definisi Istilah ... 30

C. Data dan Sumber Data ... 31

D. Teknik Pengumpulan Data ... 31

E. Teknik Analisis Data ... 32

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN A. Hasil Penelitian ... 33 B. Pembahasan ... 47 BAB V PENUTUP A. Simpulan ... 51 B. Saran ... 53 DAFTAR PUSTAKA LAMPIRAN

(12)

1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

Bahasa merupakan alat komunikasi dan interaksi yang digunakan untuk menyampaikan pesan kepada mitra tuturnya. Masinambouw (dalam Abdul Chaer, 2010: 6) mengatakan bahwa sistem bahasa mempunyai fungsi sebagai sarana berlangsungnya suatu interaksi manusia dalam masyarakat. Hal ini menunjukkan dalam tindak laku berbahasa haruslah disertai norma-norma yang berlaku dalam budaya itu.

Agar tercapainya tujuan penutur kepada mitra tutur oleh karena itu penutur harus memiliki kesantunan dalam berbahasa. Kesantunan bukan hal yang asing lagi bagi masyarakat, apalagi masyarakat Indonesia yang kental akan budaya dan adat istiadat. Kesantunan dapat berupa tindak tutur, dan sikap yang dapat menggambarkan identitas diri seseorang. Oleh karena itu, kesantunan merupakan hal yang sangat penting saat berinteraksi dengan orang lain agar hubungan baik selalu terjaga.

Kesantunan merupakan aspek kebahasaan yang amat penting karena dapat memperlancar interaksi antara individu. Dalam tataran sosiolinguistik kesantunan merupakan sebuah istilah yang berkaitan dengan „kesopanan‟, „rasa hormat‟, „sikap yang baik‟, atau „perilaku yang pantas‟. Dalam kehidupan sehari-hari, keterkaitan kesantunan dengan perilaku yang pantas mengisyaratkan bahwa kesantunan tidak hanya berkaitan dengan bahasa, tetapi juga dengan perilaku non-verbal. yang menarik adalah kesantunan merupakan titik pertemuan antara bahasa

(13)

dan realitas sosial. Duranti, 1997 (dalam Zalili Sailan, 2014: 5) menyebutkan bahwa fungsi bahasa sebagai alat komunikasi, mempunyai hubungan dengan masyarakat, kebudayaan dan pikiran penuturnya, bahkan dengan dunia secara umum maka timbul adanya hubungan antara bahasa, masyarakat, budaya, dan pikiran manusia. Penggunaan kesantunan berbahasa tidak saja ditentukan oleh pilihan tuturannya, melainkan juga oleh aspek-aspek lain yang turut menentukan tingkat kesantunan, misalnya usia, jarak sosial antara penutur dengan mitra tutur, situasi, waktu, tempat, dan tujuan tuturan. Dengan demikian, dalam penggunaan bahasa perlu diperhatikan konteks pemakaian bahasa.

Agar tercapainya tujuan penutur kepada mitra tutur, penutur harus memiliki kesantunan dalam berbahasa. Kesantunan bukan hal yang asing lagi bagi masyarakat, apalagi masyarakat Indonesia yang kental akan budaya dan adat istiadat. Kesantunan dapat berupa tindak tutur, dan sikap yang dapat menggambarkan identitas diri seseorang. Oleh karena itu, kesantunan merupakan hal yang sangat penting saat berinteraksi dengan orang lain agar hubungan baik selalu terjaga.

Maksim sopan santun mempelajari tentang bagaimana seseorang dapat mengungkapkan pernyataan dengan menunjukkan sikap sopan santun kepada pihak lain sesuai aturan-aturan Geoffrey Leech menjelaskan bahwa secara umum maksim sopan santun berhubungan antara dua orang pemeran yaitu diri sendiri (penutur) dan orang lain (mitra tutur).

Lingkungan keluarga merupakan sekumpulan orang yang memiliki hubungan darah, perkawinan, dan adopsi. Keluarga merupakan kebutuhan

(14)

3

manusia yang universal dan menjadi pusat terpenting dari kegiatan dalam kehidupan individu. Keluarga yang dimaksud dalam penelitian ini yaitu keluarga kerabat yang tidak didasarkan pada pertalian suami istri, tetapi pada pertalian darah atau ikatan keturunan dari sejumlah orang kerabat. Keluarga kerabat terdiri atas hubungan darah dari beberapa generasi yang mungkin berdiam dalam satu rumah atau pada tempat lain yang berjauhan.

Di lingkungan keluarga sekalipun, terkadang kita mendengar pembicaraan yang diucapkan oleh anak mengucapkan kata-kata yang tidak santun pada saat berkomunikasi. Interaksi sosial dalam lingkungan keluarga lebih banyak mengesampingkan kesantunan dalam bertindak tutur. Lokusi, ilokusi, maupun perlokusi dari tindak tutur orang tua dan anak jauh dari maksim kesantunan .

Berdasarkan uraian tersebut, tampak bahwa percakapan dalam lingkungan keluarga sangat potensial digunakan sebagai objek kajian kesantunan berbahasa karena masih banyak yang menggunakan bahasa-bahasa yang tidak memperhatikan kesopanan berbahasa dalam bertutur. Penggunaan bahasa dalam lingkungan keluarga tentu harus memperhatikan etika komunikasi, pada saat kita berbicara. Suasana interaksi antara orang tua dan anak sangat rentan dengan penggunaan bahasa yang tidak santun serta tidak bisa menempatkan penggunaan bahasa yang sesuai norma yang berlaku, terutama mencerminkan identitas sebagai makhluk sosial yang sebenarnya. Peran dan fungsi bahasa sebagai alat komunikasi yang santun harus mencerminkan identitas diri sebagai masyarakat atau makhluk sosial. Penggunaan bahasa yang santun dalam berkomunikasi dapat mencerminkan karakter pengguna bahasa, karena ungkapan bahasa yang

(15)

digunakan berkaitan dengan etika dalam komunikasi. Pragmatik mempunyai teori kesantunan dalam berkomunikasi antar sesama manusia. Kesantunan ini dibutuhkan karena terdapat status sosial, perbedaan umur, jenjang, ataupun latar belakang hidup seseorang agar terjadi suatu kesantunan yang baik antar sesama. Hal tersebut sangat perlu dalam proses komunikasi orang tua dan anak.

Hal seperti inilah terkadang diabaikan oleh orang tua dan anak, sehingga etika komunikasi tidak diterapkan dalam berbahasa khususnya dalam konteks interaksi di lingkungan keluarga. Misalnya, bahasa yang digunakan kepada teman sebaya sama dengan bahasa yang digunakan kepada orang yang lebih tua darinya. Sehingga dengan alasan inilah peneliti merasa penting untuk meneliti tentang kesantunan berbahasa yang digunakan oleh orang tua dan anak dalam lingkungan keluarga.

Oleh sebab itu, peneliti tertarik mengadakan penelitian dengan judul Kesantunan Berbahasa Orang Tua dan Anak dalam Lingkungan Keluarga menggunakan kajian sosiopragmatik. Penelitian ini disebut sebagai penelitian sosiopragmatik karena yang dikaji adalah penggunaan bahasa di dalam sebuah masyarakat budaya di dalam situasi sosial tertentu. Sosiopragmatik adalah telaah mengenai kondisi-kondisi setempat. Kondisi-kondisi lokal yang lebih khusus mengenai penggunaan bahasa. Dalam masyarakat setempat lebih khusus terlihat bahwa prinsip kesopansantunan berlangsung secara berubah-ubah dalam kebudayaan yang berbeda-beda atau aneka masyarakat bahasa dalam situasi sosial yang berbeda. Sosiopragmatik adalah suatu studi yang mengkaji tentang ujaran yang disesuaikan dengan situasi dalam suatu lingkungan tertentu. Penelitian ini

(16)

5

menggunakan teori Geoffrey Leech. Prinsip kesantunan yang dikembangkan oleh Geoffrey Leech terdiri atas maksim kebijaksanaan, maksim kedermawanan, maksim penghargaan, maksim kerendahan hati, maksim kesepakatan, dan maksim kesimpatian.

B. Rumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang di atas, maka rumusan masalah dalam penelitian ini yaitu, Bagaimanakah wujud prinsip kesantunan berbahasa antara orang tua dan anak dalam lingkungan keluarga?

C. Tujuan Penelitian

Penelitian ini bertujuan untuk mendeskripsikan wujud kesantunan berbahasa dan prinsip kesantunan berbahasa antara orang tua dan anak dalam lingkungan keluarga.

D. Manfaat Penelitian

1. Manfaat Teoretis

Penelitian ini diharapkan dapat menambah hasil penelitian tentang kesantunan berbahasa dalam lingkungan keluarga dan memperkaya khazanah ilmu pengetahuan serta wawasan dalam ilmu pragmatik.

2. Manfaat Praktis

a. Penelitian ini bermanfaat bagi peneliti untuk menambah pemahaman mengenai pembelajaran kesantunan berbahasa dalam lingkungan keluarga.

(17)

b. Penelitian ini bermanfaat bagi pembaca untuk memberikan pembelajaran tentang kesantunan berbahasa dalam lingkungan keluarga.

c. Penelitian ini dapat dijadikan acuan atau referensi bagi peneliti lain yang akan meneliti lebih lanjut khususnya mengenai kesantunan-kesantunan dalam lingkungan keluarga.

(18)

7 BAB II

KAJIAN PUSTAKA DAN KERANGKA PIKIR A. Kajian Pustaka

Keberhasilan sebuah penelitian bergantung pada teori yang mendasarinya. Teori merupakan landasan dari sebuah penelitian. Suatu penelitian yang berkaitan dengan kajian pustaka yang mempunyai koherensi dengan masalah yang dibahas.

Teori yang digunakan dalam penelitian ini bersifat elastis, artinya penelitian ini tidak bertumpu pada satu teori tertentu, tetapi berpegang pada beberapa teori yang dianggap cocok dan sejalan dengan penelitian ini. Adapun teori-teori yang dijabarkan dari tinjauan pustaka dan ditinjau oleh peneliti sebagai landasan teori dalam memecahkan masalah adalah sebagai berikut.

1. Penelitian Relevan

Penelitian ini merujuk pada penelitian sebelumnya, yaitu penelitian yang dilakukan oleh Wa Ode Nurjamily pada tahun 2015 yang meneliti “Kesantunan Berbahasa Indonesia dalam Lingkungan Keluarga (Kajian Sosiopragmatik)‟. Penelitian ini menggunakan metode penelitian deskriptif kualitatif yang menguraikan dan menyajikan data-data yang diperoleh secara faktual dan akurat. Penelitian ini menunjukkan bahwa kesantunan berbahasa Indonesia di lingkungan keluarga terdapat beberapa strategi kesantunan negatif yang dikembangkan oleh Penelope Brown dan Levinson Stephen C. dengan menggunakan ukuran solidaritas kesantunan berbahasa, dan prinsip kesantunan yang dikembangkan oleh Geoffrey Leech yaitu maksim kebijaksanaan, maksim kedermawanan, maksim pujian, maksim kesederhanaan, maksim kesetujuan, maksim kesimpatian,

(19)

dan maksim pertimbangan, serta dilengkapi dengan prinsip kerja sama yang dikembangkan oleh Grice yaitu maksim kuantitas, maksim kualitas, maksim relevansi, dan maksim cara atau pelaksanaan. Prinsip-prinsip tersebut tidak selalu diterapkan dalam percakapan.

Penelitian selanjutnya oleh Ali Kusno pada Tahun 2014 dengan judul “Kesantunan Bertutur Oleh Orang Tua Kepada Anak di Lingkungan Rumah Tangga”. Dalam penelitiannya mengangkat tentang penerapan kesantunan berbahasa orang tua kepada anak. Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode penelitian kualitatif yang bersifat deskriptif. Pengumpulan data dalam penelitian ini, dengan teknik pengamatan berperan serta.

Penelitian selanjutnya oleh Siti Norhidayah pada tahun 2014 dengan judul “Kesantunan Berbahasa di Lingkungan Keluarga Masyarakat Banjar di Kecamatan Banjar Selatan”. Pendekatan yang digunakan dalam penelitian ini adalah pendekatan kualitatif. Dengan pendekatan kualitatif ini, peneliti mengamati tindak komunikasi penutur berpendidikan formal dan tidak berpendidikan formal dalam keluarga di masyarakat Banjar.

Penelitian selanjutnya oleh Randi Pratama pada tahun 2018 dengan judul “Telaah Kesantunan Berbahasa Indonesia Siswa Kelas XI SMK Negeri Tapango Kab. Polewali Mandar”. Penelitian ini merupakan penelitian deskriptif kualitatif dengan subjek tuturan interaksi verbal siswa kelas XI SMK Negeri Tapango Kab. Polewali Mandar. Teknik pengumpulan data yang digunakan adalah teknik observasi, teknik catat, dan teknik rekam. Teknik analisis data dengan cara mentranskrip data hasil observasi, mengidentifikasi dan mengklarifikasi data,

(20)

9

menyalin kedalam kartu data, menganalisis kartu data dan menyimpulkan.

Untuk penelitian relevan yang kelima oleh Anita Rahman pada tahun 2017 dengan judul “Kesantunan Berbahasa Indonesia Masyarakat dan Polisi pada Pemeriksaan Lalulintas Kepolisian Polres Gowa”. Penelitian ini merupakan penelitian kualitatif yaitu mendeskripsikan wujud kesantunan berbahasa Indonesia masyarakat dan polisi dalam pemeriksaan lalulintas Polres Gowa. Data dalam penelitian ini berupa tuturan-tuturan yang menunjukkan wujud kesantunan masyarakat dan polisi dalam pemeriksaan lalulintas Polres Gowa. Teknik pengumpulan data dalam penelitian ini adalah teknik observasi, teknik rekam, dan teknik catat. Teknik analisis data dalam penelitian ini adalah reduksi data, penyajian data, dan penarikan kesimpulan atau verifikasi.

Dari beberapa penelitian yang dilakukan, penelitian ini berbeda dengan penelitian yang dilakukan sebelumnya. Pertama, jika dibandingkan dengan penelitian Wa Ode Nurjamily berbeda dengan sasaran yang diteliti. Sasaran penelitian adalah menggali hubungan dan mendeskripsikan prinsip kesantunan berbahasa antara orang tua dan anak dalam lingkungan keluarga. Sedangkan, penelitian Wa Ode Nurjamily meneliti prinsip kesantunan berbahasa Indonesia yang ada di dalam lingkungan keluarga.

Sementara jika dibandingkan dengan penelitian Ali Kusno yang meneliti tentang penerapan kesantunan berbahasa orang tua kepada anak. Subjek penelitian antara kedua peneliti berbeda, yaitu peneliti Siti Norhidayah meneliti tindak komunikasi penutur berpendidikan formal dan tidak berpendidikan formal dalam keluarga di masyarakat Banjar.

(21)

Selanjutnya jika dibandingkan penelitian Randi Pratama perbedaan pada penelitian ini terletak pada subjek penelitian. Penelitian ini menempatkan tuturan langsung siswa SMK Negeri Tapango sebagai subjek penelitian. Sedangkan pada penelitian yang dilakukan oleh Anita Rahman adalah kesantunan berbahasa masyarakat dan polisi pada pemeriksaan lalulintas kepolisian Polres Gowa.

Sedangkan penelitian penulis menggali hubungan dan mendeskripsikan prinsip kesantunan berbahasa antara orang tua dan anak dalam lingkungan keluarga.

Berdasarkan penelitian yang relevan diatas, maka peneliti mampu mengetahui bahwa persamaan dari penelitian ini adalah sama-sama meneliti tentang kesantunan berbahasa.

2. Bahasa

a. Pengertian Bahasa

Menurut Abdul Chaer (2007: 14) bahasa diartikan sebagai sebuah sistem lambang bunyi yang bersifat arbitrer yang digunakan manusia sebagai alat komunikasi atau alat interaksi sosial. Batasan ini menunjukkan bahwa manusia tidak dapat hidup sendiri. Pada dasarnya manusia membutuhkan bantuan orang lain dalam rangka bersosialisasi dengan lingkungan. Seseorang akan dikatakan berhasil bersosialisasi apabila menggunakan bahasa. Oleh karena itu, dengan bahasa manusia dapat membina relasi, bekerja sama, dan berinteraksi serta memperkenalkan diri dengan manusia lainya dalam kehidupan sehari-hari. Menurut Gorys Keraf (2004: 1) bahasa merupakan alat komunikasi antara anggota masyarakat berupa simbol bunyi yang dihasilkan oleh alat ucap manusia. Dalam

(22)

11

hal ini bahasa diartikan sebagai simbol bunyi yang dihasilkan oleh alat ucap manusia yang dapat dijadikan sebagai alat untuk berkomunikasi oleh manusia dalam kehidupan sehari-hari.

Pendapat lain dikemukakan oleh Kridalaksana ( dalam Abdul Chaer, 2007: 32); yaitu bahasa merupakan sistem lambang bunyi yang arbitrer yang digunakan oleh anggota kelompok sosial untuk bekerjasama, berkomunikasi, dan mengidentifikasikan diri. Yang dimaksud dengan arbitrer adalah tidak adanya hubungan langsung yang bersifat wajib antara lambang dengan yang dilambangkannya (Abdul Chaer, 2007: 38). Selain itu bahasa merupakan suatu sistem simbol lisan yang arbitrer yang dipakai oleh anggota suatu masyarakat bahasa untuk berkomunikasi dan berinteraksi antar sesamanya, berlandaskan pada budaya yang mereka miliki bersama (Soenjono Dardjowidjojo, 2012: 16).

Berdasarkan beberapa pendapat ahli di atas, dapat disimpulkan bahwa bahasa merupakan sistem lambang bunyi yang bersifat arbitrer yang artinya tidak ada hubungan wajib antara bahasa dengan konsep yang dilambangkan dan bahasa juga digunakan oleh manusia sebagai alat saling berhubungan atau berkomunikasi dengan satu sama lain. Bahasa dijadikan sebagai alat komunikasi oleh manusia dalam kehidupan sehari-hari karena manusia tidak dapat hidup sendiri, dan manusia membutuhkan bantuan orang lain dalam rangka bersosialisasi di dalam masyarakat. Bahasa digunakan oleh manusia untuk menyampaikan pikiran dan perasaan agar saling berhubungan dan berinteraksi.

(23)

b. Fungsi Bahasa

Secara umum fungsi bahasa menurut Hidayat (2006: 26) adalah sebagai alat komunikasi, bahkan dapat dipandang sebagai fungsi utama dari bahasa. Sedangkan jika dilihat dari perspektif kebahasaan istilah komunikasi mencakup makna mengerti dan berbicara, mendengar dan merespon suatu tindakan. Bahasa mempunyai fungsi yang penting bagi manusia. Menurut Tarigan (2009: 3) Bahasa sebagai sarana komunikasi vital dalam hidup ini. Karena bahasa merupakan milik manusia dan bahasa merupakan salah satu ciri pembeda kita manusia dengan mahluk hidup lainya di dunia ini. Wardhaugh, 1972 (dalam Abdul Chaer, 2007: 15) mengatakan bahwa fungsi bahasa adalah sebagai alat komunikasi manusia, baik lisan maupun tulisan.

Menurut Gorys Keraf (2004: 3) bahwa ada empat fungsi bahasa, yaitu untuk menyatakan ekspresi diri, sebagai alat komunikasi, sebagai alat untuk mengadakan integrase dan adaptasi sosial, dan sebagai alat untuk mengadakan kontrol sosial. Pengertian bahasa sebagai alat untuk menyampaikan pikiran si penutur bukan hanya mengungkapkan emosi lewat bahasa, tetapi juga memperhatikan emosi itu sewaktu menyampaikan tuturannya. Di bawah ini dijelaskan fungsi-fungsi bahasa yang dimaksud yaitu:

a) Sebagai alat untuk menyatakan ekspresi diri. Bahasa sebagai alat untuk menyatakan ekspresi diri maksudnya ialah bahasa menyatakan secara terbuka segala sesuatu yang tersirat di dalam dada kita, sekurang-kurangnya untuk memaklumkan keberadaan kita. Unsur-unsur yang mendorong ekspresi diri antara lain keinginan menarik perhatian orang

(24)

13

lain terhadap kita dan keinginan untuk membebaskan diri dari semua tekanan emosi. Contohnya pada bayi, ia akan menangis bila lapar atau haus. Ketika mulai belajar berbahasa, ia menyatakan kata-kata untuk menyatakan lapar atau haus. Hal itu berlangsung terus hingga seorang menjadi dewasa.

b) Sebagai alat komunikasi. Komunikasi merupakan akibat yang jauh dari ekspresi diri. Komunikasi tidak akan sempurna jika ekspresi diri tidak diterima atau dipahami oleh orang. Dengan komunikasi kita dapat menyampaikan semua yang kita rasakan, pikirkan, dan kita ketahui kepada orang lain. Dengan komunikasi pula kita mempelajari dan mewarisi semua yang pernah dicapai oleh orang-orang yang sezaman dengan kita. Tuturan sehari-hari yang diucapkan oleh ibu terhadap anaknya sudah menunjukkan komunikasi. Tuturan ibu merupakan proses penyampaian pesan antara ibu dengan anaknya.

c) Sebagai alat mengadakan integrasi dan adaptasi sosial. Bahasa, di samping sebagai salah satu unsur kebudayaan, memungkinkan pula manusia memanfaatkan pengalaman-pengalaman mereka, mempelajari, dan mengambil bagian dalam pengalaman itu, serta belajar berkenalan dengan orang lain. Bahasa sebagai alat komunikasi, lebih jauh memungkinkan tiap orang untuk merasa dirinya terikat dengan kelompok sosial yang dimasukinya serta dapat melakukan semua kegiatan kemasyarakatan dengan menghindari bentrokan-bentrokan untuk memperoleh efisiensi yang setinggi-tingginya. Ia memungkinkan integrasi (pembaruan) yang

(25)

sempurna bagi setiap individu dengan masyarakatnya. Melalui bahasa seorang anggota masyarakat perlahan-lahan belajar mengenai adat-istiadat, tingkah laku, dan tata krama masyarakatnya. Ia mencoba menyesuaikan dirinya (adaptasi) dengan lingkungannya.

d) Sebagai alat mengadakan kontrol sosial. Kontrol sosial adalah usaha untuk mempengaruhi tingkah laku dan tindak tanduk orang lain. Tingkah laku itu dapat bersifat terbuka (overt: yaitu tingkah laku yang dapat diamati atau diobservasi), maupun yang bersifat tertutup (covert: yaitu tingkah laku yang tidak dapat diamati atau diobservasi). Semua kegiatan sosial akan berjalan dengan baik karena dapat diatur dengan mempergunakan bahasa. Semua tuturan pertama-tama dimaksudkan untuk mendapat tanggapan, baik tanggapan yang berupa tutur maupun tanggapan yang berbentuk perbuatan. Dalam mengadakan kontrol sosial, bahasa mempunyai relasi dengan proses-proses sosialisasi suatu masyarakat.

Menurut Abdul Chaer (2007: 32) fungsi bahasa adalah sebagai alat komunikasi. Dalam kapasitas sebagai alat komunikasi, bahasa memiliki fungsi-fungsi yang lebih khusus dalam masyarakat, seperti untuk menjalin hubungan atau kerja sama dengan sesama manusia, menyatakan pikiran, perasaan, menyatakan keinginan, alat untuk mendefinisikan diri dan sebagainya.

P. W. J. Nababan (dalam Hidayat, 2006: 29), seorang linguis Indonesia, membagi fungsi bahasa sebagai komunikasi dalam kaitannya dengan masyarakat dan pendidikan menjadi empat fungsi, yaitu 1) fungsi kebudayaan; 2) fungsi kemasyarakatan; 3) fungsi perorangan dan 4) fungsi pendidikan. Fungsi

(26)

15

kebudayaan dari bahasa, menurut Nababan adalah sebagai sarana perkembangan

kebudayaan, jalur penerus kebudayaan, dan inventaris ciri-ciri kebudayaan. Sedangkan fungsi kemasyarakatan bahasa menunjukkan peranan khusus suatu

bahasa dalam kehidupan masyarakat. P. W. J. Nababan mengklasifikasikan fungsi kemasyarakatan bahasa kedalam dua bagian, yaitu 1) berdasarkan ruang lingkup; 2) berdasarkan bidang pemakaian. Yang pertama mengandung arti “bahasa nasional” dan “bahasa kelompok”. Bahasa nasional berfungsi sebagai lambang kebanggan kebangsaan, lambang identitas bangsa, alat penyatuan berbagai suku bangsa dengan berbagai latar belakang sosial budaya, dan bahasa sebagai alat perhubungan antara daerah dan antara budaya. Yang kedua, bahasa kelompok ialah bahasa yang digunakan oleh kelompok yang lebih kecil dari suatu bangsa, seperti suku bangsa atau subsuku, sebagai lambang identitas kelompok dan alat pelaksanaan kebudayan kelompok itu.

Fungsi perorangan dari bahasa, dijelaskan P. W. J. Nababan (dalam

Michael Haliday 1976). Michael Halliday membuat klasifikasi kegunaan pemakaian bahasa atas dasar observasi yang terus-menerus terhadap penggunaan bahasa oleh anaknya sendiri. Klasifikasi untuk anak-anak kecil terdiri dari enam fungsi yaitu sebagai 1) instrumental; 2) menyuruh; 3) interaksi; 4) kepribadian; 5) pemecahan masalah (heuristik); dan 6) khayal. Terakhir fungsi pendidikan dari

bahasa, didasarkan pada banyaknya penggunaan bahasa dalam pendidikan dan pengajaran, mencakup empat fungsi yaitu 1) fungsi integratif; 2) fungsi instrumental; 3) fungsi kultural; 4) fungsi penalaran.

(27)

Dari fungsi-fungsi yang diungkapkan para ahli tersebut, jelas bahwa dengan bahasa itulah manusia berkata, bercakap-cakap, melakukan interaksi dan komunikasi, mengungkap isi pikirannya, mengungkapkan segala gejolak yang ada dalam perasaannya, dan berargumentasi. Dengan bahasa martabat manusia menjadi meningkat, baik disisi Tuhan maupun umat manusia. Karena itulah manusia sampai kapan pun tidak akan bisa melepaskan diri dari adanya bahasa sebagai suatu yang mesti ada.

3. Pragmatik

Pragmatik merupakan cabang linguistik yang mempelajari bahasa yang digunakan untuk berkomunikasi dalam situasi tertentu. Menurut George Yule (2006: 3) pragmatik merupakan studi tentang makna yang disampaikan oleh penutur atau peneliti dan ditafsirkan oleh pendengar atau pembaca. Dalam hal ini pragmatik merupakan ilmu yang menelaah ucapan-ucapan khusus dalam situasi-situasi khusus. Untuk itu pragmatik memusatkan perhatian pada aneka ragam cara yang merupakan wadah aneka konteks sosial performansi bahasa. Menurut Stephen C. Levinson (Kunjana Rahardi, 2005: 48) mendefinisikan pragmatik sebagai studi bahasa yang mempelajari relasi bahasa dan konteksnya. Menurut Geoffrey Leech (2011: 5) pragmatik sebagai pokok bahasan utama dalam buku yang menyelidiki makna dalam konteks penggunaan bahasa dan bukan makna sesuatu yang abstrak.

Menurut I Dewa Putu Wijana (1996: 2) pragmatik adalah cabang ilmu bahasa yang mempelajari stuktur bahasa secara eksternal. Ia mengatakan bahwa

(28)

17

pragmatik adalah bagaimana satuan kebahasaan yang digunakan dalam komunikasi.

4. Tindak Tutur

Teori tindak tutur secara khusus telah dibahas oleh dua ahli filsafat yaitu John Austin 1962 dan John Searle 1983 (dalam Zalili Sailan, 2014). Dalam formulasi keduanya menegaskan, bahasa digunakan tidak hanya menggambarkan dunia, tetapi untuk melakukan tindakan yang dapat diindikasikan dari tampilan ujaran atau tuturan itu sendiri. Menurut John Austin (1962) setidaknya terdapat tiga macam tindak tutur yang harus dipahami bersama oleh peserta tutur, yaitu (1) tindak lokusioner, (2) tindak ilokusioner, dan (3) tindak perlokusioner.

1) Tindak lokusioner

Tindak lokusioner atau lokusi adalah tindak berbicara dengan mengucapkan sesuatu dengan makna kata sesuai makna kamus atau makna kalimat menurut kaidah sintaksisnya. Jadi, berupa ujaran yang dihasilkan oleh penutur dan maknanya sesuai dengan makna yang dikandung oleh kata, frasa, dan kalimat itu sendiri. Misalnya seorang penutur mengujarkan sebuah kalimat yang berbunyi, “saya haus” maka kalimat itu mengandung arti, saya sebagai orang pertama tunggal dan haus mengandung makna

mengacu ke tenggorokan kering, dan perlu diucapkan tanpa bermaksud minta minum. Contoh lain dalam ujaran, tanganku gatal, yang diujarkan

oleh seorang penutur, maka tindak tutur lokusionernya semata-mata hanya bermaksud memberitahukan kepada mitra tutur bahwa tangan penutur

(29)

dalam keadaan sakit gatal. Demikian pula ujaran Anda merokok? tindak

lokusionernya adalah kalimat tanya. 2) Tindak Ilokusioner

Tindak ilokusioner atau ilokusi adalah tindak melakukan sesuatu, yakni kita berbicara tentang maksud, fungsi, atau daya ujaran yang

bersangkutan, dan bertanya untuk apa ujaran itu dilakukan. Jadi ucapan saya haus, tanganku gatal, dan Anda merokok? yang diucapkan oleh

penutur, tidak semata-mata dimaksudkan untuk memberitahukan kepada mitra tutur pada saat kata itu dituturkan, tetapi penutur mengiginkan agar mitra tutur melakukan tindakan tertentu yang berkaitan dengan tuturan tersebut. Jadi, ucapan saya haus, tanganku gatal, atau Anda merokok?

dapat bermaksud, yang pertama minta minum, kedua minta obat, dan ketiga berisi permintaan, larangan, tawaran, dan pertanyaan.

3) Tindak Perlokusioner

Tindak perlokusioner atau perlokusi adalah tindak tutur yang mengacu ke efek yang dihasilkan oleh penutur dengan mengatakan sesuatu. Misalnya dalam ujaran saya haus, atau tanganku gatal, dimana kedua kata itu

diucapkan oleh penculik anak atau oleh seorang tukang pukul, maka efeknya akan menimbulkan rasa takut pada anak, apalagi di dalam memori anak sebelumnya telah tertanam pemahaman bahwa tukang pukul itu nakal, atau penculik itu selalu haus darah. Hal yang sama terjadi pula pada tuturan, Anda merokok? ucapan itu pasti berefek pada „pemberian,

(30)

19

tindak perlokusi karena ada efek yang ditimbulkan oleh tuturan itu. Sejalan dengan pendapat John Austin tersebut, John Searle kemudian menegaskan bahwa dalam satu tindak tutur sekaligus terkandung tiga macam tindakan, yaitu (1) tindak lokusi atau pengujaran yang berupa kata atau kalimat, (2) tindak ilokusi yang dapat berupa pernyataan, janji, perintah, dan (3) tindak perlokusi itulah yang kadang-kadang memiliki dampak terhadap perilaku masyarakat. Hal-hal yang bersifat perlokusi inilah yang biasanya muncul dari maksud yang berada di balik tuturan (implikatur).

5. Kesantunan Berbahasa

Menurut Fraser (dalam Abdul Chaer, 2010: 47) mendefinisikan kesantunan adalah properti yang diasosiasikan dengan ujaran dan dengan hal ini menurut pendapat si lawan tutur, bahwa si penutur tidak melampaui hak-haknya atau tidak mengingkari dalam memenuhi kewajibanya. Mengenai definisi kesantunan dari Faser, menurut Asim Gunarwan (Abdul Chaer, 2010: 47) ada tiga hal yang perlu diulas. Pertama, kesantunan itu adalah properti atau bagian dari

tuturan; jadi bukan tuturan itu sendiri. Kedua, pendapat pendengarlah yang

menentukan apakah kesantunan itu terdapat pada sebuah tuturan. Mungkin saja sebuah tuturan dimaksudkan sebagai tuturan yang santun oleh si penutur, tetapi ditelinga lawan tutur, tuturan itu ternyata tidak terdengar santun, begitupun sebaliknya. Ketiga, kesantunan itu dikaitkan dengan hak dan kewajiban peserta

(31)

berdasarkan: (a) apakah si penutur tidak melampaui haknya terhadap lawan tuturnya; (b) apakah si penutur memenuhi kewajibanya kepada lawan tuturnya itu. Kesantunan bersifat relatif di dalam masyarakat. Ujaran biasa dikatakan santun di dalam suatu kelompok masyarakat tertentu, akan tetapi di kelompok masyarakat lain bisa dikatakan tidak santun. Tujuan kesantunan termasuk kesantunan berbahasa adalah membuat suasana berinteraksi menyenangkan, tidak mengancam muka dan efektif. Menurut Zamzani, dkk. (2010: 2), kesantunan merupakan perilaku yang diekspresikan dengan cara yang baik atau beretika. Kesantunan merupakan fenomena kultural, sehingga apa yang dianggap santun oleh suatu kultur mungkin tidak demikian halnya dengan kultur yang lain.

Kesantunan mencakup intonasi. Menyatakan bahwa intonasi adalah tinggi-rendah suara, panjang-pendek suara, keras-lemah, jeda, dan irama yang menyertai tuturan. Intonasi dapat dibedakan menjadi dua, yakni intonasi yang menandai berakhirnya suatu kalimat atau intonasi final, dan intonasi yang berada di tengah kalimat atau intonasi nonfinal. Intonasi berfungsi untuk memperjelas maksud tuturan. Oleh karena itu, intonasi dapat dibedakan lagi menjadi intonasi berita, intonasi tanya, dan intonasi seruan. Intonasi seruan itu sendiri masih dapat diperinci lagi menjadi intonasi perintah, ajakan, permintaan, dan permohonan.

6. Prinsip Kesantunan Berbahasa

Prinsip kesantunan berbahasa pada dasarnya adalah bagaimana seseorang berbahasa dan berperilaku santun untuk menjaga kehormatan dan martabat diri sendiri. Prinsip kesantunan ini berhubungan dengan dua peserta percakapan, yakni dari diri sendiri (self) dan orang lain (other). Diri sendiri adalah penutur dan orang

(32)

21

lain adalah lawan tutur (I Dewa Putu Wijana, 1996: 55). Prinsip kesantunan berbahasa menyangkut hubungan antara peserta komunikasi yaitu penutur dan pendengar, dalam suatu tuturan sehingga tuturan tersebut tidak menyinggung perasaan orang lain. Terkait dengan prinsip kesantunan, ada sejumlah pakar yang menulis mengenai teori kesantunan berbahasa. Diantaranya adalah Penelope Brown dan Stephen C. Levinson (1978), dan Geoffrey Leech (1993). Prinsip kesantunan yang dikemukakan oleh beberapa tokoh tersebut, yang sampai saat ini dianggap paling lengkap, paling mapan, dan relatif paling komprehensif telah dirumuskan oleh Geoffrey Leech. Di dalam penelitian ini, peneliti menggunakan maksim-maksim prinsip kesantunan yang dikemukakan oleh Geoffrey Leech sebagai acuan yaitu dari berbagai bentuk maksim. Selain itu maksim juga disebut sebagai bentuk pragmatik berdasarkan prinsip kesopanan Geoffrey Leech (dalam Kunjana Rahardi, 2011: 206). Untuk itu maksim dapat dikatakan sebagai kaidah-kaidah yang mengantur tindakannya.

Geoffrey Leech (dalam Kunjana Rahardi, 2011: 206), membagi prinsip kesantunan ke dalam enam maksim yaitu, (a) maksim kebijaksanaan (taxt maxim), (b) maksim kedermawanan (generosity maxim), (c) maksim penghargaan (approbation maxim), (d) maksim kesederhanaan (modesty maxim),(e) maksim pemufakatan (agreementmaxim), dan (f) maksim kesimpatian (sympathy maxim).

Keenam maksim yang dirumuskan oleh Geoffrey Leech : a) Maksim Kebijaksanaan (Taxt maxim)

Maksim ini menggariskan setiap peserta pertuturan untuk meminimalkan kerugian orang lain, atau memaksimalkan keuntungan bagi orang lain. Berikut ini

(33)

contoh penerapan maksim kebijaksanaan antara orang tua kepada anak di lignkungan keluarga :

Ayah : ”Jihan, ayo makanannya dihabiskan”. Jihan : “Ayah?”

Ayah : “Jihan habiskan tidak apa-apa. Ayah sudah kenyang.” Jihan : “Jihan habiskankah?”

Ayah : Iya.

Informasi tuturan:

Dituturkan oleh ayah kepada Jihan yang sedang asyik makan. Ayah

meminta Jihan menghabiskan makanannnya. Meskipun sebenarnya ayah

juga ingin makan.

Pada tuturan tersebut, ayah menerapkan maksim kebijaksanaan dengan mengatakan Jihan, ayo makanannya dihabiskan dan Jihan habiskan tidak

apa-apa. Ayah sudah kenyang. Penggunaan dua tuturan ayah tersebut

menerapkan maksim kebijaksanaan dengan menambah keuntungan pada Jihan agar menghabiskan makanannya, meskipun ayah juga ingin makan. b) Maksim Kedermawanan (generosity maxim)

Maksim ini mewajibkan setiap peserta tindak tutur untuk memaksimalkan kerugian bagi diri sendiri, dan meminimalkan keuntungan bagi diri sendiri. Berikut ini contoh penerapan maksim kedermawanan antara orang tua kepada anak di lingkungan keluarga.

Jihan : Susu Jihan habis.

(34)

23

Informasi tuturan:

Dituturkan oleh antara Jihan dan ibu saat susunya habis. ibu

membantu membuatkan susu yang baru.

Pada tuturan tersebut, ibu menerapkan maksim kedermawanan dengan mengatakan Habiskah Jihan. Sini ibu bikinkan yang baru ya.

Penggunaan tuturan ibu tersebut menerapkan maksim kedermawanan dengan mau berkorban membuatkan susu untuk Jihan.

c) Maksim Penghargaan (approbation maxim)

Maksim penghargaan diutarakan dengan kalimat asertif dan kalimat ekspresif. Maksim penghargaan menuntut setiap peserta penutur untuk memaksimalkan rasa hormat kepada orang lain, dan meminimalkan rasa tidak hormat kepada orang lain. Berikut ini penerapan maksim penghargaan antara orang tua dan anak dalam lingkungan keluarga.

Jihan : Ayah, Jihan bisa naik sepeda.

Ayah : Wah hebat anak ayah. Tapi hati-hati ya.

Informasi tuturan:

Dituturkan Jihan dan ayah setelah Jihan belajar naik sepeda.

Pada tuturan tersebut, ayah menerapkan maksim penghargaan dengan mengatakan Wah hebat anak ayah. Tapi hati-hati ya. Penggunaan tuturan ayah tersebut menerapkan maksim penghargan, yakni dengan menambahkan pujian kepada Jihan.

d) Maksim Kesederhanaan (modesty maxim)

(35)

ketidakhormatan pada diri sendiri dan meminimalkan rasa hormat pada diri sendiri. Berikut ini contoh penerapan maksim kesederhanaan antara orang tua kepada anak di lingkungan keluarga.

Jihan : Jihan cantik.

Ibu : Iya, cantik sekali.

Jihan : Ibu cantik juga.

Ibu : ehm, masih cantikkan anak ibu dong.

Informasi tuturan:

Dituturkan Jihan dan ibu dalam obrolan setelah mandi sore.

Pada tuturan tersebut, ibu menerapkan maksim kedermawanan dengan mengatakan ehm, masih cantikkan anak ibu dong. Penggunaan tuturan ibu tersebut menerapkan maksim kesederhanaan dengan mengurangi pujian pada diri sendiri dan menambahkan cacian pada diri sendiri.

e) Maksim Pemufakatan (agreementmaxim)

Maksim ini menggariskan setiap penutur dan lawan tutur untuk memaksimalkan kecocokan di antara mereka, dan meminimalkan ketidakcocokan di antara mereka. Berikut ini contoh penerapan maksim kemufakatan antara orang tua kepada anak di lingkungan keluarga.

Ayah : Jihan lagi gambar apa, ya?

Jihan : Jihan gambar rumah. Bagus kan!

Ayah :Iya bagusnya. Mau dong ayah dibuatkan rumah juga.

Informasi tuturan:

(36)

25

Pada tuturan tersebut, ibu menerapkan maksim kedermawanan dengan mengatakan iya bagusnya. Mau dong ayah dibuatkan rumah juga.

Penggunaan tuturan ibu tersebut menerapkan maksim kemufakatan, yakni dengan mengurangi ketidaksesuaian antara diri sendiri dengan orang lain dan meningkatkan persesuaian antara diri sendiri dengan orang lain.

f) Maksim Kesimpatian (sympathy maxim)

Maksim ini mengharuskan setiap peserta pertuturan untuk memaksimalkan rasa simpati, dan meminimalkan rasa antipati kepada lawan tuturnya. Berikut ini contoh penerapan maksim simpati antara orang tua kepada anak di lingkungan keluarga.

Jihan : Ibu, Jihan gigit semut sini. Gatal.

Ibu : Kasihannya anak ibu. Gatalkah nak?

Jihan : Iya.

Ibu : Sini ibu kasih minyak biar ndak gatal lagi.

Informasi tuturan:

Dituturkan ibu dan Jihan, saat Jihan mengeluh kakinya gatal digigit

semut.

Pada tuturan tersebut, ibu menerapkan maksim kedermawanan dengan mengatakan kasihannya anak ibu. Gatalkah nak? penggunaan tuturan

ibu tersebut menerapkan maksim simpati, yakni mengurangi antipati antara diri sendiri dengan orang lain dan memperbesar simpati antara diri sendiri dengan orang lain.

(37)

7. Konsep Keluarga

Narwoko dan Suyanto, 2004 (http:// 4.bp.blogspot.com/2015/04/ pengertian-keluarga-menurut-para-ahli.html) Keluarga adalah lembaga sosial dasar dari mana semua lembaga atau pranata sosial lainnya berkembang. Di masyarakat mana pun di dunia, keluarga merupakan kebutuhan manusia yang universal dan menjadi pusat terpenting dari kegiatan dalam kehidupan individu.

Keluarga juga dapat dibedakan menjadi dua, yaitu keluarga inti (conjugal family) dan keluarga kerabat (consanguine family). Conjugal Family atau

keluarga inti didasarkan atas ikatan perkawinan dan terdiri dari suami, istri, dan anak-anak mereka yang belum kawin. Sedangkan Consanguine family atau

keluarga kerabat tidak didasarkan pada pertalian suami istri, melainkan pada pertalian darah atau ikatan keturunan dari sejumlah orang kerabat. Keluarga kerabat terdiri dari hubungan darah dari beberapa generasi yang mungkin berdiam dalam satu rumah atau pada tempat lain yang berjauhan. Kesatuan keluarga kerabat ini disebut juga sebagai keluarga luas. (Narwoko dan Suyanto, 2004: 14).

B. Kerangka Pikir

Penelitian Kesantunan Berbahasa Orang Tua dan Anak dalam

Lingkungan Keluarga ini meneliti wujud kesantunan berbahasa dan

mendeskripsikan prinsip kesantunan berbahasa antara orang tua dan anak dalam lingkungan keluarga. Data berupa tuturan percakapan yang terjadi antara orang tua dan anak di lingkungan keluarga dan mematuhi maksim-maksim kesantunan. Alat pengukur kesantunan yang digunakan untuk menentukan tuturan pada

(38)

27

pelaksanaan percakapan antara orang tua dan anak, yaitu maksim-maksim kesantunan berbahasa yang dikemukakan oleh Geoffrey Leech.

Data yang akan dikaji tentunya kesantunan berbahasa antara orang tua dan anak dalam lingkungan keluarga. Setelah data terkumpul dan dianalisis, kemudian dikomparasikan sehingga dapat disimpulkan termasuk dalam kategori tingkat kesantunan yang mana. Kerangka pikir penelitian ini ditunjukkan melalui bagan I berikut.

(39)

Bagan I: Kerangka Pikir

Pragmatik

Tindak Tutur

Prinsip Kesantunan Berbahasa Keluarga

Ayah dan Ibu

Bahasa Indonesia

Ayah dan Anak Ibu dan Anak

Kesantunan Berbahasa

Analisis

Temuan

Sosiolinguistik Semantik Psikolinguistik

Maksim Kebijaksanaan Maksim Kedermawanan Maksim Penghargaan Maksim Kerendahan Hati Maksim Kesepakatan Maksim Kesimpatian

(40)

29 BAB III

METODE PENELITIAN

Kata metode berarti cara yang telah diatur dan disusun secara sistematis untuk mencapai suatu maksud tertentu baik dalam ilmu pengetahuan ataupun lainnya. Jadi, untuk memperoleh data yang objektif dalam penelitian kesantunan berbahasa antara orang tua dan anak dalam lingkungan keluarga. Penelitian ini melalui tahapan-tahapan untuk mendapat hasil penelitian yang valid. Adapun tahap-tahapnya dalam penelitian ini harus mengetahui beberapa hal sebagai berikut :

A. Jenis dan Desain Penelitian

Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode deskriptif kualitatif. Metode ini merupakan penggambaran atau penyajian data berdasarkan kenyataan-kenyataan secara objektif dan akurat mengenai data, sifat-sifat serta hubungannya dengan masalah penelitian. Metode ini bertujuan membuat deskriptif sesuai dengan kenyataan atau keadaan data secara alamiah, sehingga data yang ada berdasarkan fenomena dan fakta yang memang sesuai dengan kenyataan pada penuturnya.

Jenis penelitian yang digunakan adalah jenis penelitian lapangan yaitu peneliti yang terlibat secara langsung dalam melakukan penelitian di lingkungan keluarga.

(41)

B. Definisi Istilah

1. Kesantunan Berbahasa

Kesantunan bersifat relatif di dalam masyarakat. Ujaran tertentu biasa dikatakan santun di dalam suatu kelompok masyarakat tertentu, akan tetapi di kelompok masyarakat lain bisa dikatakan tidak santun. Tujuan kesantunan termasuk kesantunan berbahasa adalah membuat suasana berinteraksi menyenangkan, tidak mengancam muka, dan efektif. Kesantunan merupakan perilaku yang diekspresikan dengan cara yang baik atau beretika. Kesantunan merupakan fenomena kultural, sehingga apa yang dianggap santun oleh suatu kultur mungkin tidak demikian halnya dengan kultur yang lain.

Kesantunan mencakup intonasi. Menyatakan bahwa intonasi adalah tinggi-rendah suara, panjang-pendek suara, keras-lemah, jeda, dan irama yang menyertai tuturan. Intonasi dapat dibedakan menjadi dua, yakni intonasi yang menandai berakhirnya suatu kalimat atau intonasi final, dan intonasi yang berada di tengah kalimat atau intonasi nonfinal. Intonasi berfungsi untuk memperjelas maksud tuturan.

2. Konsep Keluarga

Keluarga adalah lembaga sosial dasar dari mana semua lembaga atau pranata sosial lainnya berkembang. Di masyarakat mana pun di dunia, keluarga merupakan kebutuhan manusia yang universal dan menjadi pusat terpenting dari kegiatan dalam kehidupan individu.

Keluarga kerabat terdiri dari hubungan darah dari beberapa generasi yang mungkin berdiam dalam satu rumah atau pada tempat lain yang berjauhan.

(42)

31

C. Data dan Sumber Data

Sumber data yang digunakan dalam penelitian ini adalah data yang secara langsung berkaitan atau berkenaan dengan masalah yang diteliti dan secara langsung dari sumber. Sumber data tersebut dapat berupa percakapan di dalam satu lingkungan keluarga. Keluarga yang dimaksud yaitu Keluarga Nurhady yang tinggal di Jl. Zamrud, Kelurahan Darma, Kecamatan Polewali, Kabupaten Polewali Mandar.

Data yang digunakan dalam penelitian ini adalah lisan dan tulisan. Data lisan dan tulisan diperoleh dengan cara mengamati interaksi antara orang tua sebanyak 2 orang dan anak 2 orang dalam lingkungan keluarga dan mencatat ujaran-ujaran anggota keluarga pada saat bercerita di dalam rumah.

D. Teknik Pengumpulan Data

Teknik pengumpulan data dalam penelitian ini dilakukan dengan teknik observasi, teknik simak bebas libat cakap, dan teknik catat.

1. Teknik observasi dilakukan peneliti dengan mengamati interaksi antara orang tua dan anak dalam lingkungan keluarga. Teknik ini digunakan agar situasi berkomunikasi berlangsung alamiah tanpa ada campur tangan dari peneliti.

2. Teknik simak bebas libat cakap yaitu peneliti hanya berperan sebagai pengamat penggunaan bahasa oleh para informan. Peneliti tidak terlibat langsung dalam peristiwa penuturan yang bahasanya sedang diteliti. Jadi, peneliti hanya menyimak dialog yang terjadi antara informan.

(43)

3. Teknik catat yaitu teknik yang digunakan dengan jalan mencatat percakapan yang bersifat spontan.

E. Teknik Analisis Data

Analisis data dalam penelitian ini menggunakan pendekatan sosiopragmatik, sebuah pendekatan yang menelaah tuturan yang dikaitkan dengan kondisi tertentu, kebudayaan-kebudayaan, dan masyarakat yang memakai bahasa Indonesia yang dikaitkan dengan prinsip kesantunan berbahasa di lingkungan keluarga.

Analisis data dalam penelitian kualitatif dilakukan pada saat pengumpulan data berlangsung dan setelah selesai pengumpulan data dalam periode tertentu. Setelah data terkumpul melalui teknik observasi, teknik simak bebas libat cakap, dan teknik catat. Peneliti menganalisis dengan cara :

1. Mentranskip data yang telah diperoleh baik melalui teknik simak dan teknik catat.

2. Mengidentifikasi tuturan berdasarkan pematuhan dan pelanggaran maksim kesantunan Geoffrey Leech, yaitu : (1) maksim kebikjasanaan, (2) maksim kedermawanan, (3) maksim penghargaan, (4) maksim kesederhanaan, (5) maksim permufakatan, (6) maksim kesimpatian.

3. Menganalisis tuturan yang telah diidentifikasi berdasarkan prinsip kesantunan Geoffrey Leech.

4. Mendeskripsikan hasil analisis kesantunan berbahasa yang telah dianalisis.

(44)

33 BAB IV

HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN A. Hasil Penelitian

Hasil penelitian berdasarkan teori kesantunan berbahasa yang dapat direalisasikan bermacam-macam wujud. Pada bagian ini akan dipaparkan hasil penelitian yang kemudian akan diuraikan. Berdasarkan rumusan masalah dan tujuan penelitian, hasil penelitian berupa bentuk penggunaan prinsip kesantunan dalam interaksi orang tua dan anak dalam lingkungan keluarga dan jenis tindak tutur yang terdapat dalam interaksi orang tua dan anak.

Berikut ini akan dibahas secara rinci wujud penggunaan prinsip kesantunan berbahasa dalam lingkungan keluarga.

a. Maksim Kebijaksanaan

Dalam maksim kebijakasanaan dijelaskan bahwa orang dapat dikatakan santun apabila memaksimalkan keuntungan orang lain dan meminimalkan kerugian orang lain. Ketika penutur berusaha menguntungkan pihak lain, lawan tutur akan merasa dihargai dan dihormati. Hal ini dilakukan untuk menjaga perasaan agar tidak dianggap kurang sopan. Agar lebih jelas tuturan di bawah ini dapat dicermati dan dipertimbangkan.

(45)

1) Dahnia (Mama) :“kalau lulus mako nanti, sudahmi

kusiapkan uang untuk ongkos kuliahmu.”

(Kalau kamu lulus nanti, sudah ibu siapkan ongkos buat kamu kuliah).

Uswatun (Anak) :“iyekah mak, adami uangta?

(betulkah ibu, sudah ada uangnya ya?)

Dahnia (Mama) :”Setiap bulan mama menabung untuk

keperluanmu dan adekmu untuk melanjutkan sekolah tahun depan.

(Setiap bulan ibu menabung uang untuk keperluan kamu dan adik kamu yang mau melanjutkan sekolah tahun depan).

(Data tanggal, 2 September 2019/tempat penelitian di rumah)

(01160718)

Konteks : Tuturan ibu dan anak di atas dituturkan pada saat seorang ibu menyampaikan kepada anaknya bahwa ibu sudah mempersiapkan uang untuk anaknya melanjutkan pendidikan ke perguruan tinggi.

Kutipan [1] di atas antara ibu dan anak terlihat wujud kesantunan maksim kebijaksanaan tindak tutur komisitif (berjanji) pada tuturan mama, janji mama kepada anak mengenai kesiapan mama menyediakan uang kuliah. Dengan tindak tutur “sudahmi kusiapkan uang untuk ongkos kuliahmu.” terlihat mama berandai-andai. Mama berandai-andai dengan tindak tutur “kalau lulus mako nanti”akan tetapi, pengandaian mama itu

(46)

35

dalam hal waktu bukan dalam hal uang untuk kuliah. Anak menanyakan secara langsung kesiapan mama mengenai uang kuliah melalui tindak tutur “iyekah mak, adami uangta?”. Sebenarnya yang ditanyakan anak itu adalah tindak tutur mama dalam berjanji, tidak hanya menayakan kesiapan mama tentang biaya kuliah, tetapi juga meminta konfirmasi tentang janji mama. Untuk merespon keraguan anaknya, ibu menjawab secara argumentatif untuk meyakinkan anaknya dengan tindak tutur “setiap bulan mama menabung untuk keperluanmu dan adekmu untuk melanjutkan sekolah tahun depan.”. Tindak tutur ibu tersebut di samping meyakinkan anaknya tergambar kebijaksanaan ibu dengan menyisihkan sebagian uang yang diberikan suami kepadanya. Ibu memilih menyimpan uang itu demi kepentingan anak-anaknya melanjutkan pendidikan. Gambaran tersebut mengarah pada maksim kebijaksanaan. Dengan demikian, keuntungan yang diperoleh anaknya bertambah. Kedua anaknya memperoleh keuntungan dari pengorbanan ibu dengan melanjutkan pendidikan.

b. Maksim Kedermawanan

Maksim kedermawanan seringkali disebut dengan maksim kemurahan hati. Maksim kedermawanan mewajibkan setiap peserta tutur memaksimalkan pengorbanan atau kerugian dirinya sendiri dan meminimalkan keuntungan diri sendiri. Tuturan berikut dapat dicermati dan dipertimbangkan untuk memperjelas maksim kedermawanan.

(47)

2) Sri (Menantu) : ”Apa kita’ beli ma?” (Mau beli apa Bu?) Nuraidah (Mertua) : ”Mau ja’ beli ikan.

(Membeli ikan saja).

Sri (Menantu) : ”Berapa itu Ma?”

(Itu berapa Bu?)

Nuraidah (Mertua) : ”25 ribu ji.

(25 ribu saja.)

Sri (Menantu) :”Jangan maki ambil uang ma, nanti saya yang bayar.

(Tidak usah mengambil uang Bu, Nanti saya yang membayarnya).

Nuraidah (Mertua) : “Iye Nak, Terimakasih nah Nak.” (Iya Nak, Terimakasih ya Nak).

Sri (Menantu) : “Jangan maki berterimakasih ma ai, wajar ji

kalau saya yang bayar.”

(Tidak perlu berterimakasih Bu, Sudah sewajarnya saya membayarnya).

(Data tanggal, 05 September 2019/tempat penelitian di teras rumah)

(48)

37

Konteks: Tuturan antara menantu dan mertua di atas dituturkan pada saat si menantu melihat Ibu mertuanya sedang membeli ikan.

Kutipan (2) di atas terlihat penggunaan wujud kesantunan maksim kedermawanan tindak tutur direktif (pertanyaan) pada tuturan (1), yaitu menanyakan apa yang dibeli mertuanya :”Beli apa ki’ ma?”. Pada tuturan (2), yaitu ”Mau ja’ beli ikan.” dituturkan mertua untuk menerangkan kepada menantunya mengenai apa yang ia beli. Kemudian menantu dalam tuturan (3) menggunakan kalimat direktif (pertanyaan) “berapa itu ma?” untuk menanyakan harga ikan yang dibeli mertuanya dan direspon si ibu menggunakan kalimat deklaratif pada tuturan (4) untuk menginformasikan harga ikan “25 ribu ji.” kemudian menantu menuturkan agar mertuanya tidak perlu mengambil uang seperti tuturan (5) ”Jangan maki ambil uang ma, nanti saya yang bayar.” dalam tuturan ini direspon mertua untuk

menyatakan tindak ekspresif (ucapan terimakasih) pada tuturan (6) “Iye nak, terimakasih nah Nak.” kepada menantunya yang direspon menantu pada tuturan (7) seperti tuturan “Jangan maki berterimakasih ma ai, wajar ji kalau saya yang bayar.” bahwa seorang mertua tidak seharusnya

berterima kasih dengan menantunya. Dalam kutipan di atas terlihat penggunaan wujud kesantunan maksim kedermawanan yang tampak pada tuturan (5) dengan memaksimalkan kerugian dirinya. Hal ini membuat maksim kebijaksanaan muncul dalam percakapan yang tampak pada tuturan (5).

(49)

Tuturan di bawah ini termasuk juga ke dalam penggunaan maksim kedermawanan.

3) Nurhady (Ayah) : ”Kalau sudah maki makan, pergi ki sholat dulu

nak.”

(Kalau kamu selesai makan, pergi shalat dulu nak). Uswatun (Anak) : ”Iye, sudah ma tadi sholat pak.”

(Iya, saya sudah selesai sholat pak). Nurhady (Ayah) : ”Oh, iye pale nak.”

(Oh, iya nak).

(Data tanggal, 10 September 2019/tempat penelitian di rumah)

(6170718) Konteks :

Tuturan terjadi pada siang hari saat makan. Ayah menyuruh Uswatun untuk mengerjakan sholat setelah makan siang.

Tuturan antara ayah dan Uswatun di atas termasuk santun. Pada tuturan ayah ”Kalau sudah maki makan, pergi ki sholat dulu

nak.” mematuhi maksim kedermawanan karena penutur memaksimalkan kerugian dan meminimalkan keuntungan pada diri sendiri. Pemaksimalan kerugian terjadi karena penutur memberi tahu mitra tutur dengan bahasa yang halus untuk mengerjakan sholat selesai makan malam.

(50)

39

c. Maksim Penghargaan

Di dalam maksim penghargaan, peserta tutur dapat dianggap santun apabila berusaha menghargai orang lain. Peserta tutur harus memaksimalkan pujian kepada orang lain dan meminimalkan cacian atau kerugian pada orang lain. Tuturan berikut dapat dicermati dan dipertimbangkan untuk memperjelas maksim penghargaan.

4) Ummi : ”Beruntung sekali ki’ punya menantu yang baik

sekali sama orang tua.”

(Beruntung sekali kamu punya menantu yang baik sekali orangnya dengan orangtua).

Nuraidah (Mertua) : Iye, baik sekali memang ini menantuku tidak perhitungan orangnya.

(Iya, menantunku yang ini memang baik sekali orangnya tidak perhitungan).

(Data tanggal, 05 September 2019/tempat penelitian di teras rumah)

(17170718)

Konteks: Tuturan antara Ummi dan mertua ini dituturkan pada saat Ummi melihat menantu sepupunya itu selalu baik dan perhatian dengan mertuanya.

Kutipan [3] di atas muncul pada saat Ummi melihat menantu dari lawan tuturnya begitu baik terhadap mertuanya seperti yang tampak pada tuturan (1) dituturka Ummi kepada lawan tutur (mertua) dengan

(51)

menggunakan kalimat direktif untuk menyatakan pernyataan si penutur (Ummi), sedangkan dalam tuturan (2) dituturkan si mertua menggunakan kalimat ekspresif untuk menyatakan pujiannya. Untuk memaksimalkan pujian terhadap menantu lawan tutur seperti yang tampak pada tuturan ”Beruntung sekali ki’ punya menantu yang baik sekali sama orang tua.”. Penggunaan maksim pujian ini tidak hanya

terdapat dalam tuturan (1) tetapi terdapat juga dalam tuturan (2) bahwa mertua memuji perbuatan menantunya seperti tuturan ”Iye, baik sekali memang ini menantuku tidak perhitungan orangnya.”

Dalam tuturan ini tampak jelas bahwa penutur (2) memaksimalkan pujiannya terhadap menantunya sendiri. Dari tuturan (1) dan (2) di atas tampak jelas bahwa mereka mematuhi maksim pujian karena memaksimalkan maksim pujian kepada orang lain.

d. Maksim Kesederhanaan

Menurut maksim kesederhanaan, setiap peserta tutur hendaknya memaksimalkan cacian pada diri sendiri dan meminimalkan pujian pada diri sendiri. Orang dapat dikatakan santun jika tidak sombong dan mengunggulkan diri sendiri di hadapan orang lain. Berikut tuturan yang mengandung maksim kesederhanaan.

5) Nuraidah (Mertua) : ”Apa lagi dibeli itu untuk mama Nak?” (Apa lagi yang kamu belikan untuk Ibu Nak?)

Sri (Menantu) : “Sayur Ma, masa ikanji dibeli sayurnya tidak

(52)

41

(Sayur Bu, tidak mungkin membeli ikannya saja sayurnya tidak).

Nuraidah (Mertua) : ”Baik sekali ki’ Nak, macam-macam mu

tawarkan ka.”

(Kamu sangat baik Nak, menawarkan Ibu bermacam-macam).

Ummi : “Seandainya punya ka juga menantu yang baik

kaya kita.”

(Seandainya saja aku juga punya menantu yang baik seperti kamu).

Sri (Menantu) : “Nda ji juga Tante, kebetulan adaji uang.” (Tidak juga Tante, kebetulan uangnya ada). Ummi : “Itu, bicaramu saja selalu ki’ merendah.”

(Itu, kamu bicara saja selalu merendah).

(Data tanggal, 05 September 2019/tempat penelitian di teras rumah)

(07170718)

Konteks : Tuturan antara mertua dan menantu ini dituturkan pada saat menantunya mengantarkan sayur untuk ibu mertuanya. Data pada kutipan [4] di atas dituturkan menggunakan kalimat direktif (bertanya) untuk menanyakan sesuatu ketika seorang mertua melihat menantunya mengantarkan sesuatu untuknya pada

(53)

tuturan mertua ”Apa lagi dibeli itu untuk mama Nak?” seorang mertua menanyakan apa yang diantarkan menantu untuknya dan direspon menantu dengan tuturan “Sayur Ma, masa ikanji dibeli sayurnya tidak ada.” tuturan ini dituturkan untuk menerangkan

mengenai apa yang ia bawakan untuk mertuanya. Tindakan menantu tersebut di respon mertua dengan tuturan, ”Baik sekali ki’ Nak, macam-macam mu tawarkan ka.” dalam tuturan ini mertua memuji

kebaikan menantunya dan ditambah lagi pujian dari bibinya (Ummi) pada tuturan bahwa Ummi menyatakan kalau ia mengharapkan menantu seperti menantu kakak sepupunya itu yang tampak pada tuturan “Seandainya ada juga menantuku yang baik kaya kau.”. Dilihat dari tuturan (5), yaitu “Nda ji juga Tante, kebetulan adaji uang.” tampak bahwa tuturan tersebut telah meminimalkan pujian

terhadap dirinya sendiri dengan mengatakan bahwa dirinya tidak sebaik yang bibinya katakan. Oleh karena itu, tuturan (5) ini telah mematuhi maksim kesederhanaan dengan merendahkan dirinya sendiri dan diperkuat dengan pernyataan pada tuturan (6), yaitu “Itu, bicaramu saja selalu ki’ merendah.” Dalam tuturan (6) ini si Ummi mengatakan bahwa keponakannya itu selalu bicara dengan merendahkan dirinya sendiri tanpa menuturkan perkataan yang tinggi atau menyombongkan diri.

(54)

43

e. Maksim Pemufakatan

Maksim permufakatan atau biasa disebut dengan maksim kecocokan, mewajibkan setiap peserta tutur memaksimalkan kecocokan antara diri sendiri dengan orang lain. Orang yang melaksanakan maksim pemufakatan dianggap santun. Untuk memperjelas hal itu, tuturan berikut ini dapat dicermati.

6) Dahnia (Mama) : ”Nak, kalau kuliah maki nanti mauki ambil

jurusan apa?”

(Nak, kalau kamu nanti sudah kuliah, jurusan apa yang akan kamu pilih?)

Uswatun (Anak) : ”Mau ka ambil jurusan akutansi, ka lulusan

SMK akutansi ja.”

(Saya ingin memilih jurusan akutansi, karena saya lulusan SMK jurusan akutansi juga).

Dahnia (Mama) : “Kalau jurusan akuntasi mu ambil, pasti lebih

cepatko dapat kerja Nak.”

(Kalau kamu mengambil jurusan akutansi, kamu akan lebih cepat mendapatkan pekerjaan Nak).

(Data tanggal, 07 September 2019/tempat penelitian di rumah)

(55)

Konteks : Tuturan antara ibu dan anak ini dituturkan pada saat mereka sedang membicarakan mengenai rencana anak dalam mengambil jurusan ke perguruan tinggi.

Data kutipan [5] di atas pada tuturan (1) dituturkan menggunakan kalimat direktif untuk menanyakan tentang jurusan yang hendak diambil oleh anak dalam melanjutkan pendidikan ke Perguruan Tinggi yang tampak pada tuturan ”Nak, kalau kuliah maki nanti mauki ambil jurusan apa?” pernyataan si mama di respon si anak dengan menginformasikan bahwa ia mau melanjutkan pendidikan ke jurusan akutansi terlihat dari tuturan (2) ”Mau ka ambil jurusan akutansi, kah lulusan SMK akutansi ja.” Dalam tuturan (2) ini dituturkan si anak untuk menjelaskan alasan kenapa ia memilih mengambil jurusan akutansi karena menurutnuya agar menyesuaikan dengan bidang yang ia gelut selama di Sekolah. Rencana si anak telah disetujui si mama seperti yang terlihat pada tuturan (3) bahwa pernyataan si mama anaknya akan lebih muda mencari pekerjaan kalau mengambil jurusan akutansi, “Kalau jurusan akuntasi mu ambil, pasti lebih cepatko dapat kerja nak.” Pada pernyataan ini

secara tidak langsung telah mematuhi maksim pemufakatan, yaitu memaksimalkan kesetujuan diantara mereka. Dari pernyataan (3) ini si ibu tidak langsung menyatakan bahwa ia setuju dengan jurusan yang hendak dipilih oleh anaknya namun dilihat dari tuturannya yang tampak jelas bahwa si mama menyetujui jurusan yang akan dipilih

(56)

45

anaknya tersebut dengan mengatakan bahwa kalau anaknya mengambil jurusan akuntansi akan lebih mudah mendapatkan pekerjaan.

Tuturan di bawah ini termasuk juga ke dalam penggunaan maksim pemufakatan.

7) Dahnia (Ibu) : “Bagaimana kalau ini meja sa simpan di dekat

lemari mi saja di?”

(Bagaimana kalau meja ini saya simpan di dekat lemari saja?”

Nurhady (Ayah) : “Iye, bisa ji juga supaya kelihatan luas i.” (Iya, bisa juga supaya kelihatan luas).

(Data tanggal, 08 September 2019/tempat penelitian di rumah)

(18170718)

Konteks :

Tuturan tersebut terjadi pada pagi hari saat ibu sedang menyimpan di ruang tamu. Ibu meminta pendapat ayah untuk memindahkan meja di dekat lemari agar kelihatan lebih luas.

Tuturan tersebut menandakan adanya kecocokan pendapat antara ibu dengan ayah. Percakapan tersebut mematuhi maksim pemufakatan karena penutur meminta pertimbangan/saran dari mitra tutur. Data di atas menunjukkan tuturan yang dilakukan oleh dua orang peserta tutur dengan

Referensi

Dokumen terkait

Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa secara simultan variabel ukuran perusahaan, Return On Assets (ROA), sales growth dan leverage berpengaruh signifikan terhadap

Hasil penelitian menunjukan tidak terdapat hubungan yang bermakna antara tingkat pendidikan (p = 0,935) dan pengetahuan tentang zat pewarna berbahaya (p = 0,283)

Sindrom nefrotik resisten steroid merupakan masalah karena risiko progesivitas yang tinggi untuk menjadi penyakit ginjal stadium akhir dan memerlukan imunosupresan selain steroid

1) First Person Shooter (FPS), tipe game ini menjadikan diri kita seolah-olah berada dalam game yang sedang dimainkan atau.. membuat kita seperti aktor utama

Tentang apa yang menjadi kewenangan lembaga baru yang bernama Majelis Kehormatan Notaris dapat kita lihat dalam ketentuan Pasal 66 ayat 1 Undang-Undang Nomor 2

1) Mampu menyalurkan arus maksimum system secara terus menerus. 2) Mampu memutuskan dan menutup jaringan dalam keadaan berbeban maupun terhubung singkat tanpa menimbulkan

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pengaruh variabel pelayanan, kebutuhan modal dan margin keuntungan terhadap proses keputusan pengambilan pembiayaan