• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB II KAJIAN PUSTAKA

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "BAB II KAJIAN PUSTAKA"

Copied!
20
0
0

Teks penuh

(1)

8

Pembahasan kajian teori dalam penelitian ini berisi tentang, peningkatan proses, peningkatan hasil belajar, pembelajaran matematika SD, pendekatan kontekstual, dengan model kathok bolong dan penambal.

2.1.1 Pengertian Peningkatan Proses

Proses adalah serangkaian kegiatan yang saling terkait atau berinteraksi, yang mengubah input menjadi output. (id.wikipedia.org/wiki/Proses). (Gagne, 1977:4) dalam kutipan idsejarah.net, menjelaskan bahwa belajar merupakan sebuah sistem yang di dalamnya terdapat berbagai unsur yang saling kait-mengait sehingga menghasilkan perubahan perilaku. Jadi dapat disimpulkan bahwa proses pembelajaran adalah suatu kegiatan di mana terjadi perubahan dalam diri peserta didik baik berupa pengetahuan, keterampilan, ataupun sikap dan perilaku yang dilakukan dengan interaksi antara peserta didik dan pendidik/guru dengan sumber belajar pada suatu lingkungan belajar.

Terdapat 3 (tiga) faktor utama yang dapat mempengaruhi proses pembelajaran di kelas, antara lain adalah faktor yang datang dari guru, peserta didik, dan lingkungan. Faktor yang berasal dari guru antara lain: kondisi dalam diri guru, kemampuan mengajar, dan kemampuan mengatur kondisi kelas. Faktor yang berasal dari peserta didik dipengaruhi beragam aspek dari dalam diri peserta didik dan lingkungan sekitarnya yang nantinya akan berdampak pada kesiapannya dalam menerima pelajaran. Sedangkan faktor Lingkungan yang mempengaruhi proses pembelajaran di dalam kelas mencakup lingkungan kelas dan lingkungan sekitar sekolah (idsejarah.net)

Pengertian dari peningkatan adalah adanya perubahan dari yang kurang baik menjadilebih baik setelah melakukan sesuatu kegiatan, sedangkan pengartian dari proses adalah mengolah, melatih, mendidik sehingga menjadi lebih baik dari yang sebelumnya (Kamus Umum Bahasa Indonesia 3, Poerwadarminta, 2003 ). Jadi pengertian peningkatan proses adalah memberi pengalaman dengan suatu kegiatanyang melibatkan tiga faktor yaitu: faktor dari guru, faktor dari peserta didik, dan faktor dan lingkungan.

(2)

2.2 Pengertian Belajar

Dijelaskan oleh Sunaryo (1989 : 1) bahwa belajar adalah suatu kegiatan, dimana seseorang membuat atau menghasilkan suatu perubahan tingkah laku yang ada pada dirinya dalam pengetahuan, sikap, dan keterampilan.

Belajar adalah suatu proses usaha yang dilakukan individu untuk memperoleh tingkah laku yang baru secara keseluruhan sebagai hasil pengalaman individu sendiri dalam interaksi dengan lingkungannya. Jadi pada dasarnya belajar merupakan suatu proses perubahan tingkah laku karena pengalaman dan latihan.

Ciri-ciri belajar adalah sebagai berikut :

a. Adanya kemampuan baru atau perubahan. Perubahan tingkah laku bersifatpengetahuan (kognitif), keterampilan (psikomotorik), maupun nilai dan sikap (afektif).

b.Perubahan itu tidak berlangsung sesaat saja melainkan menetap atau dapat disimpan. c. Perubahan itu tidak terjadi begitu saja melainkan harus dengan usaha, perubahan

terjadi akibat interaksi dengan lingkungan.

d. Perubahan tidak semata-mata disebabkan oleh pertumbuhan fisik/ kedewasaan, tidak karena kelelahan, penyakit atau pengaruh obat-obatan.

2.2.1 Pengertian Hasil Belajar

Kata hasil belajar sering disebut prestasi belajar. Kata prestasi berasal dari Belanda yaitu ”prestatie”kemudian dalam bahasa Indonesia disebut prestasi yang artinya hasil usaha. Kata prestasi juga berarti kemampuan ketrampilan, sikap sesorang dalam menyelesaikan sesuatu (Arifin l,1999 :78)

Hasil belajar merupakan perubahan perilaku yang diperoleh setelah mengalami aktifitas belajar (Tri Anni, 2004: 4).Sudjana (2011:22), menyatakan bahwa hasil belajar adalah kemampuan yang dimiliki oleh siswa setelah menerima pengamalan belajar. Sementara hasil belajar menurut Bloom (1956) dalam Thabroni dan Mustofa (2011: 23) sebagai berikut: Hasil belajar meliputi: (1) Domain Kognitif mencakup: (a) Pengetahuan, ingatan; (b) Pemahaman, menjelaskan, meringkas, contoh; (c) Menerapkan; (d) Menguraikan, menentukan hubungan; (e) Mengorganisasikan, merencanakan, membentuk bangunan baru; (f) Menilai. (2) Domain Afektif mencakup: (a) Sikap menerima; (b) Memberikan respon; (c) Nilai; (d) Organisasi; (d) Karakterisasi. (3) Domain Psikomotor

(3)

mencakup: (a) Initiatory; (b) Pre routine; (c) Rountinized; (d) Keterampilan produktif, teknik, sosial, manajerial, dan intelektual.

Dari beberapa pengertian hasil belajar di atas dapat disimpulkan bahwa hasil belajar adalah suatu perubahan yang terjadi sebagai akibat telah melakukan kegiatan belajar. Perubahan tersebut dalam bidang kognitif, afektif dan psikomotorik. Kemampuan kognitif adalah kemampuan yang berkaitan dengan mental (otak). Kemampuan afektif adalah kemampuan yang berkaitan dengan sikap (nilai). Kemampuan psikomotor adalah kemampuan yang berkaitan dengan keterampilan.

Faktor-faktor yang mempengaruhi Hasil belajar yaitu: 1) Faktor Internal (dari dalam individu yang belajar).

Faktor yang mempengaruhi kegiatan belajar ini lebih ditekankan pada faktor dari dalam individu yang belajar. Faktor yang mempengaruhi kegiatan tersebut adalah faktor psikologis, antara lain yaitu: motivasi, perhatian, pengamatan, tanggapan dan lain sebagainya.

2) Faktor Eksternal (dari luar individu yang belajar).

Pencapaian tujuan belajar perlu diciptakan adanya sistem lingkungan belajar yang kondusif. Hal ini akan berkaitan dengan faktor dari luar siswa. Faktor yang mempengaruhi adalah mendapatkan pengetahuan, penanaman konsep dan keterampilan, dan pembentukan sikap.

Faktor internal dan faktor eksternal sangat berpengaruh terhadap belajar siswa. Dalam hal ini, pembelajaran menggunakan Pendekatan Kontekstual dengan Model Kathok Bolong dan Penambal merupakan faktor eksternal, sedangkan minat siswa merupakan faktor internal. Dengan melakukan pembelajaran menggunakanPendekatan Kontekstual dengan Model Kathok Bolong dan Penambal, dapat meningkatkan minat siswa dalam pembelajaran sehingga hasil belajar dapat meningkat.

2.2.2 Pembelajaran Matematika di Sekolah Dasar

Proses pembelajaran merupakan suatu aktifitas yang tidak hanya sekedar menyampaikan informasi dari guru kepada siswa tetapi ada interaksi antara guru dengan siswa. Tujuan pembelajaran matematika di SD (Depdikbud, 1996) yang dikutip oleh LenteraKecil adalah:

(4)

1) Mempersiapkan siswa agar sanggup menghadapi perubahan keadaan dalam kehidupan melalui latihan bertindak atas dasar pemikiran logis, rasional, kritis, cermat, 2) Mempersiapkan siswa agar dapat menggunakan matematika dan pola pikir

matematika dalam kehidupan sehari-hari dan dalam mempelajari berbagai ilmu pengetahuan.

3) Menambah dan mengembangkan keterampilan berhitung dengan bilangan sebagai alat dalam kehidupan sehari-hari.

4) Mengembangkan pengetahuan dasar matematika sebagai bekal untuk melanjutkan ke pendidikan menengah.

5) Membentuk sikap logis, kritis, cermat, kreatif dan disiplin. (Lenterakecil.com>Pembelajaran).

Pencapaian tujuan Matematika dapat dimiliki oleh kemampuan peserta didik yang standar dinamakan dengan Standar Kompetensi (SK) dan dirinci ke dalam Kompetensi Dasar (KD). Kompetensi dasar ini merupakan standar minimum yang harus dicapai oleh siswa dan menjadi acuan dalam pengembangan kurikulum di setiap satuan pendidikan. Pencapaian SK dan KD didasarkan pada pemberdayaan peserta didik untuk membangun kemampuan, bekerja ilmiah, dan pengetahuan yang difasilitasi oleh guru. Secara rinci SK dan KD untuk mata pelajaran matematika yang ditujukan bagi siswa kelas 4 SD materi menjumlah dan mengurutkan bilangan bulat dan penggunaannya dalam pemecahan masalah.

Tabel 2.1

SK dan KD Mata Pelajaran Matematika Kelas 4 Semester 2 Materi menjumlah bilangan bulat

Standar Kompetensi Kompetensi Dasar

5. menjumlah dan mengurutkan bilangan bulat dan penggunaannya dalam pemecahan masalah.

5.1. Menjumah bilangan bulat. 5.2. Pengurangan bilangan bulat.

(5)

2.2.2.1 Pembelajaran Matematika

Jerome Brunner menyatakan tentang belajar matematika sebagai berikut. Belajar matematika adalah belajar tentang konsep-konsep dan struktur-struktur matematika yang terdapat dalam materi-materi yang dipelajari serta menjalankan hubungan antara konsep-konsep dan struktur-struktur itu. Lain dari itu peserta didik lebih mudah mengingat matematika itu bila yang dipelajari merupakan pola yang terstruktur. (Herman Hudojo, 1998:56).

Selanjutnya mengemukakan bahwa dalam proses belajar matematika siswa melewati tiga tahap, yaitu :

a. Tahap Enaktif :Dalam tahap ini siswa secara langsung terlibat dalam memanipulasi objek

b. Tahap Ikonik : Dalam tahap ini kegiatan yang dilakukan siswa berhubungan dengan mental yang merupakan gambaran dari objek-objek yang dimanipulasinya.Anak tidak lansung memanipulasi objek seperti yang dilakukan siswa dalam tahap enaktif

c. Tahap Simbolik: dalam tahap ini siswa memanipulasi simbol-simbol atau lambang objek tertentu, anak tidak lagi dengan objek-objek pada tahap sebelumnya.Anak pada tahap ini sudah mampu menggunakan motifasi tanpa bergantung pada objek real.

James (Ruseffendi, 1996: 148) mengungkapkan “Matematika itu timbul karena pikiran-pikiran manusia yang berhubungan dengan ide, proses dan penalaran”. Menurut Soedjadi (Heriyanto, 2006: 5) matematika adalah sebagai pengetahuan matematika mempunyai beberapa karakteristik, yaitu bahwa obyek matematika tidaklah konkrit tetapi abstrak. Dengan mengetahui obyek penelaahan matematika, kita dapat mengetahui hakekat matematika yang sekaligus dapat diketahui juga cara berfikir matematika.Hudoyo (1990) mengemukakan Matematika berkenaan dengan ide (gagasan-gagasan), aturan-aturan, hubungan-hubungan yang diatur secara logis sehingga matematika berkaitan dengan konsep-konsep abstrak.

Dari beberapa pengertian di atas dapat disimpulkan bahwa matematika adalah ilmu yang berkaitan antara ide-ide abstrak dan simbol-simbol yang tersusun secara sistematik sehingga memerlukan sesuatu aktifitas mental untuk memahami arti berbagai struktur, hubungan dan simbol. Matematika sebagai struktur memerlukan penggunaan simbol-simbol dan hubungan, maka matematika memerlukan kemampuan memanipulasi

(6)

aturan-aturan dengan operasi yang disepakati. Simbolisasi ini memungkinkan adanya komunikasi dan mampu memberikan keterangan untuk menyatakan suatu konsep baru.

Setelah memahami tentang definisi matematika, maka dapat terlihat adanya ciri-ciri khusus atau karakteristik matematika. Beberapa karakteristik itu antara lain:

1) Memiliki objek abstrak. Dalam matematika obyek dasar yang dipelajari adalah abstrak, sering juga disebut obyek mental. Obyek-obyek itu meliputi obyek pikiran yang meliputi fakta-fakta, konsep, operasi ataupun relasi dan prinsip. Dari obyek dasar itulah dapat disusun suatu pola dan struktur matematika.

2) Bertumpu pada kesepakatan. Dalam matematika kesepakatan yang amat mendasar adalah aksioma dan prinsip primitif. Aksioma diperlukan untuk menghindari kekeliruan dalam pendefinisian dimana konsep primitif itu tidak perlu didefinisikan.

3) Berpola pikir deduktif. Dalam matematika sebagai ilmu hanya menerima pola pikir deduktif. Pola pikir secara deduktif secara sederhana dapat dikatakan pemikiran yang dangkal dari hal bersifat umum diterapkan atau diarahkan kepada hal yang bersifat khusus.

4) Memiliki simbol yang kosong dari arti. Dalam matematika terlihat banyak sekali simbol yang digunakan, baik berupa huruf ataupun bukan huruf. Rangkaian simbol-simbol dalam matematika dapat membentuk suatu model dalam matematika. Makna huruf dan tanda dalam model itu bergantung dari permasalahan yang mengakibatkan terbentuknya model tersebut. Kosongnya arti simbol maupun tanda dalam model-model matematika itu justru memungkinkan interfensi kealam berbagai ilmu pengetahuan.

5) Memperhatikan semesta pembicaraan. Sehubungan dengan kosongnya pengertian tentang arti dari simbol-simbol dalam matematika di atas, menunjukkan dengan jelas bahwa dalam menggunakan matematika diperlukan kejelasan dalam lingkup apa model itu dipakai. Lingkup pembicaraan itulah yang disebut semesta pembicaraan. Benar atau salah ataupun ada tidaknya penyelesaian suatu model matematika sangat ditentukan oleh semesta pembicaranya.

6) Konsisten dalam sistemnya. Dalam matematika terdapat banyak sistem. Adanya sistem yang mempunyai kaitan satu sama lain, tetapi ada juga sistem yang dapat dipandang terlepas satu sama lain. Dari masing-masing sistem tersebut berlaku

(7)

konsisten. Ini dapat pula dikatakan bahwa dalam setiap sistem dan strukturnya tidak boleh terdapat kontradiksi.

Untuk mempelajari matematika diperlukan suatu kegiatan pembelajaran yang dinamakan dengan pembelajaran matematika. Pembelajaran matematika adalah proses interaksi antara guru dan siswa yang melibatkan pengembangan pola berfikir dan mengolah logika pada suatu lingkungan belajar yang sengaja diciptakan oleh guru dengan berbagai metode agar program belajar matematika tumbuh dan berkembang secara optimal dan siswa dapat melakukan kegiatan belajar secara efektif dan efisien. Pembelajaran matematika menurut Russeffendi (1993:109) adalah suatu kegiatan belajar mengajar yang sengaja dilakukan untuk memperoleh pengetahuan dengan memanipulasi simbol-simbol dalam matematika sehingga menyebabkan perubahan tingkah laku.

Dapat disimpulkan bahwa pembelajaran matematika adalah proses yang sengaja dirancang dengan tujuan untuk menciptakan suasana lingkungan yang menyenangkan sehingga memungkinkan seseorang melaksanakan kegiatan belajar matematika dengan baik.

2..2.2.2 Fungsi Matematika Sekolah

Matematika sekolah mempunyai fungsi sebagai instrumental input yang memiliki objek dasar abstrak dan berlandaskan kebenaran konsisten, dalam sistem pembelajarn untuk mencapai tujuan pendidikan.

2.2.2.3 Tujuan Matematika Sekolah

Dalam KTSP (2007), tujuan pembelajaran matematika di Sekolah Dasar adalah : a. Menumbuhkan dan mengembangkan keterampilan berhitung sebagai alat dalam

kehidupan sehari-hari.

b. Menumbuhkan kemampuan siswa yang dapat dialihgunakan melalui kegiatan matematika.

c. Mengembangkan pengetahuan dasar matematika sebagai bekal lebih lanjut di SLTP. d. Membentuk sikap logis, kritis, cermat, kreatif, dan disiplin.

2.3 Pendekatan Kontekstual 2.3.1 Pengertian Pendekatan

Pendekatan(approach) dalam pengajaran diartikan sebagai a way of begening something , yang artinya cara memulai sesuatu. Pendekatan pembelajaran adalah titik

(8)

tolak atau sudut pandang kiita terhadap proses yang sifatnya masih sangat umum, di dalam mewadahi, menginspirasi, menguatkan, dan melatari metode pembelajaran dengan cakupan teoritis tertentu (http//akhmadsudrajat wordpress. Com / 2008/09/12) .Pengertian Pendekatan dan Model Pembelajaran.

2.3.2 Pembelajaran Kontekstual

Pembelajaran kontekstual adalah konsep belajar yang membantu guru mengaitkan antara materi pembelajaran yang diajarkan dengan situasi dunia nyata siswa dan mendorong siswa membuat hubungan antara pengetahuan yang dimilikinya dengan penerapan kehidupan mereka sehari- hari (depdiknas 2004 : 18). Dengan demikian pembelajaran kontekstual mengutamakan pada pengetahuan dan pengalaman atau dunia nyata (real world learning), berfikir tingkat tinggi, berpusat pada siswa, siswa aktif, kritis, kreatif, memecahkan masalah, siswa belajar menyenangkan, mengasyikkan, tidak membosankan (joyfulland quantum learning), dan menggunakan berbagai sumber. Pembelajaran kontekstual pertama kali dikenalkan oleh John Dewey pada tahun 1918. 2.3.2.1 Difinisi Pendekatan Pembelajaran Kontekstual

Dijelaskan oleh Supinah (2008) dalam paket fasilitasi pemberdayaan KKG/MGMP Matematika, sebagai berikut :CTL merupakan suatu proses pengajaran yang bertujuan untuk membantu siswa memahami materi pelajaran yang sedang dipelajari dengan menghubungkan pokok materi pelajaran dengan penerapannya dalam kehidupan sehari-hari (Johnson, 2002:2). Dalam Perencanaan Pembelajaran, Hakiim (2008: 57) disebutkan pendekatan pembelajaran kontekstual ( Contextual Teaching and Learniang/ CTL) adalah upaya guru untuk membantu melakukan sesuatu pendekatan yang memberikan kesempatan kepada siswa untuk mengaplikasi apa yang dipelajarinya dikelas.Pembelajaran kontekstual terfokus pada perkembanganilmu pengetahuan, ketrampilan siswa, dan juga pemahaman kontektual siswa tentang hubungan mata pelajaran yang dipelajari dengan dunia nyata. Pembelajaran akan bermakna jika guru lebih menekankan agar siswa mengerti relevansi apa yang mereka pelajari di sekolah dengan situasi kehidupan nyata dimana isi pelajaran akan digunakan.

Penerapan pembelajaran kontekstual di kelas melibatkan tujuh komponen utama pembelajaran efektif yaitu:

(9)

a. Kontruktivisme (constructivism)

Kontrukstivisme, yaitu mengembangkan pemikiran siswa akan belajar lebih bermakna dengan cara bekerja sendiri, menemukan sendiri, dan mengkuntruksi sendiri pengetahuan dan ketrampilan barunya. Siswa belajar pada dasarnya mencari alat untuk membantu memahami pengalamannya. Pada dasarnya pengetahuan dibentuk pada diri manusia berdasarkan pengalaman nyata yang dialami dan hasil interaksi dengan lingkungan sosial di sekelilingnya.

b. Bertanya (questioning)

Bertanya, yaitu mengembangkan sifat ingin tahusiswa dengan bertanya. Melalui proses bertanya, siswa akan mampu menjadi pemikir yang handal dan mandiri. Mereka dirangsang untuk mampu mengembangkan ide/gagasan dan pengujian baru yang inovatif, mengembangkan metode dan teknik untuk bertanya, bertukar pendapat dan berinteraksi. Proses pembelajaran memungkinkan untuk dapat mengembangkan kebebasan mengeluarkan aspirasi, berupa pertanyaan atau jawaban, baik siswa maupun guru, bahkan menguji suatu ideatau teori maupun praktek penyelenggaraannya, sesuai dengan fakta atau penalaran. Hal ini dapat memungkinkan terbentuknya sikap ilmiah.

c. Menemukan (inquiry)

Menemukan, yaitu melaksanakan sejauh mungkinkegiatan inquiry untuk semua topik. Siswa diberi pembelajaran untuk menangani permasalahan yang mereka hadapi ketika berhadapan dengan dunia nyata. Guru harus merencanakan situasi sedemikian rupa, sehingga para siswa bekerja menggunakan prosedur mengenali masalah, menjawab pertanyaan, menggunakan prosedur penelitian/investigasi, dan menyiapkan kerangka berpikir, hipotesis, dan penjelasan yang relevan dengan pengalaman pada dunia nyata. d. Masyarakat belajar (learning community)

Masyarakat belajar, yaitu menciptakan masyarakat belajar (belajar dalam kelompok)

e. Pemodelan (modeling)

Pemodelan, yaitu menghadirkan model sebagi contoh pembelajaran. Siswa akan lebih mudah memahami dan menerapkan proses dan hasil belajar jika dalam pembelajaran guru menyajikan dalam bentuk model bukan hanya berbentuk lisan. Siswa

(10)

akan mampu mengamati dan mencontoh apa yang ditunjukkan oleh guru. Oleh karena itu guru hendaknya mempertunjukkan hal- hal yang penting dan mudah diterima oleh siswa. f. Refleksi (reflection)

Refleksi, yaitu melakukan reflesi akhir pertemuan pembelajaran. Refleksi ini merupakan ringkasan dari pembelajaran yang telah disampaikan guru. Siswa mengungkapkan, lisan atau tertulis, apa yang telah mereka pelajari. Refleksi ini bisa berbentuk diskusi kelompok dengan meminta siswa untuk melakukan presentasi atau menjelaskan apa yang telah mereka pelajari. Siswa pun dapat melakukan kegiatan penulisan mandiri tentang sebuah ringkasan dari hasil pembelajaran yang telah diikutinya. g. Penilaian sebenarnya (authentic assesment)

Penilaian sebenarnya , yaitu melakukan penilaian yang sebenarnya dengan berbagai cara. Penilaian bisa dengan cara guru memberi pertanyaan berdasarkan isi pelajaran. Tugas guru adalah menilai sejauh mana keberhasilan pembelajaran.

2.4 Model Kathok Bolong dan Penambal 2.4.1 Model Pembelajaran

Dalam pembelajaran kontekstual model merupakan salah satu komponen utama. Siswa akan lebih mudah memahami dan menerapkan proses dan hasil belajar jika dalam pembelajaran guru menyajikan dalam bentuk suatu model, bukan hanya berbentuk lisan. Oleh karena itu guru hendaknya mempertunjukan hal- hal yang penting dan mudah diterima oleh siswa (Hakiim 2008: 60)

Model pembelajaran pada dasarnya merupakan bentuk pembelajaran yang tergambar dari awal sampai akhir yang disajikan secara khas oleh guru. Dengan kata lain model pembelajaran merupakan bungkus atau bingkai dari penerapan suatu pendekatan, metode, dan teknik pembelajaran.(http//akhmadsudrajat wordpress. Com / 2008/09/12). Menurut Bruce Joyce dan Marsha Weil (Suptiawan dan Surasega, 1990), ada 4 kelompok model pembelajaran, yaitu:

a. Model Interksi Sosial

Model Interaksi Sosisl menekankan pada hubungan personal dan social kemasyarakatan diantara peserta didik. Model tersebut berfokus pada peningkatan kemampuan peserta didik untuk behubungan dengan orang lain, terlibat dalam proses yang demokratis, dan bekerja sama secara produktif dalam masyrakat. Model ini didasari

(11)

oleh teori belajar Gestalt (field-theory). Model ini menitik beratkan pada hubungan yang harmonis antara individu dalam masyrakat (learning to life together)

b. Model Personal – Humanistik

Model ini bertitik tolak dari teori Humanistik, yaitu berorientasi pada pengembangan individu. Perhatian utamanya pada emosional peserta didik dalam mengembangkan hubungan yang produktif dengan lingkungannya. Model ini menjadikan pribadi peserta didik mampu membentuk hubungan harmonis serta memproses informasi secara efektif. Tokoh humanistik adalah Abraham maslow.

c. Model Modifikasi Tingkah laku (behavioral)

Model behavioral menekankan pada perubahan perilaku yang tampak dari peserta didik sehingga konsisten dengan konsep dirinya. Sebagai bagian dari stimulus -respon. Model behavioral menekankan bahwa tugas –tugas harus diberikan dalam suatu rangkaian kecil, berurutan dan mengandung perilaku tertentu.

d. Model Pengolahan Informasi

Model pengolahan informasi ditekankan pada, pengambilan, penguasaan, dan pemprosessan informasi. Model ini lebih memfokuskan pada fungsi kognitif peserta didik. Model ini didasari oleh teori belajar kognitif (piaget) dan berorientasi pada kemampuan peserta didik memproses informasi yang dapat memperbaiki kemampuannya. Pemprosesan informasi merujuk pada cara mengumpulkan/menerima stimuli dari lingkungan, mengorganisir data, memecahkan masalah, menemukan konsep, dan mengunakan sibol verbal dan visual. Teori pemprosessan informasi/kognitif dipelopori oleh Robert Gagne(1985). Asumsinya adalah pembelajaran merupakan faktor yang sangat penting dalam perkembangan. Perkembangan merupakan merupakan hasil komulatif dari pembelajaran. Dalam pembelajaran terjadi proses penerimaan informasi yang kemudian diolah sehingga menghasilkan output dalam bentuk hasil belajar. Dalam pemprosesan informasi terjadi interaksi antara kondisi internal (keadaan individu, proses kognitif) dan kondisi- kondisi eksternal (rangsangan dari lingkungan). Interaksi keduanya akan menghasilkan hasil belajar.

2.4.1.1 Pengertian Model Kathok Bolong dan Penambal

Model Kathok Bolong dan Penambal, adalah bungkus atau bingkai dari penerapan suatu pendekatan, metode, dan teknik pembelajaran dengan menggunakan media kathok

(12)

bolong dan penambal, sebagai model dari bilangan bulat. Kathok bolong sebagai model bilangan negative. dan penambal sebagai model bilangan positif. Sesuai dengan Model Pembelajaran Pengolahan Informasi dipelopori oleh Robert Gagne(1985). Kathok Bolong dan Penambal adalah stimulus dari lingkungan (factor eksternal) dan merupakan simbol visual dari bilangan bulat. Sedangkan pertanyaan –pertanyaan yang mengarahkan siswa untuk merumuskan konsep dalam kegiatan pembelajaran merupakan simbol verbal.

Kathok Bolong dan Penambal dipilih sebagai model dalam pembelajaran penelitian ini karena sesuai dengan karakteristik pelajaran matematika, yaitu memiliki symbol. Dalam matematika terlihat banyak sekali simbol yang digunakan, baik berupa huruf ataupun bukan huruf. Rangkaian simbol-simbol dalam matematika dapat membentuk suatu model dalam matematika. Makna huruf dan tanda dalam model itu bergantung dari permasalahan yang mengakibatkan terbentuknya model tersebut. Kosongnya arti simbol maupun tanda dalam model-model matematika itu justru memungkinkan interfensi kealam berbagai ilmu pengetahuan. Selain itu juga sesuai dengan karakter matematika, yaitu bertumpu pada kesepakatan. Dalam matematika kesepakatan yang amat mendasar adalah aksioma dan prinsip primitif. Aksioma diperlukan untuk menghindari kekeliruan dalam pendefinisian dimana konsep primitif itu tidak perlu didefinisikan.

Model kathok bolong dan penambal merupakan modifikasi dari media penjumlahan dengan manik- manik. Perbedaanya terletak pada cara kerjanya. Pada manik- manik siswa banyak bekerja memasangkan sedangkan pada model kathok bolong, siswa dituntut cermat dalam melakukan pengamatan, menganalis data, menghitung banyak lobang, dan memikirkan berapa kebutuhan tambalan yang dibutuhkan, model kathok bolong membutuhkan penalaran atau berpikir tjngkat tinggi. Model ini lebih memfokuskan pada fungsi kognitif peserta didik. Model ini didasari oleh teori belajar kognitif (piaget) dan berorientasi pada kemampuan peserta didik memproses informasi yang dapat memperbaiki kemampuannya. Pemprosesan informasi merujuk pada cara mengumpulkan/menerima stimuli dari lingkungan, mengorganisir data, memecahkan masalah, menemukan konsep, dan mengunakan sibol verbal dan visual. Sesuai Teori Pemprosessan informasi/kognitif yang dipelopori oleh Robert Gagne(1985).

(13)

Jadi model Kathok bolong dan penambal adalah media kathok bolong yang dijadikan simbol bilangan bulat negatif dan penambal sebagai simbol bilangan positif, yang digunakan untuk memanipulasi aturan aturan yang telah disepakati.

2.5 Difinisi Pendekatan Kontekstual dengan Model Kathok Bolong dan Penambal Berdasarkan kajian di.atas yang disebut dengan pendekatan kontekstual dengan model kathok bolong dan penambalnya adalah, kegiatan pembelajaran yang menggunakan simbol kathok bolong sebagai landasan atau titik tolak anak berpikir menemukan konsep penjumlahan dan pengurangan bilangan bulat, sesuai dengan kehidupan nyata, dan dalam pelaksanaannya mengimplementasikan 7 langkah atau komponen utama pembelajaran kontekstual, dengan menggunakan model kathok bolong dan penambal sebagai media pembelajaran untuk mengkontektualisasi permasalahan bilangan bulat (matematika) yang sifatnya abstrak..

2.5.1 Keunggulan dan Kelemahan

Keunggulan teknik ini ialah siswa akan belajar mengenai suatu konsep dalam suasana yang menyenangkan dan dan mudah, anak hanya menganalisa banyak lobang dan menjawab pertanyaan yang mengarahkan siswa untuk menemukan konsep penjumlahan dan pengurangan bilangan bulat.

Dengan menerapkan pendekatan kontekstual dengan model kathok bolong dan penambal siswa belajar teliti, kreatif, merumuskan konsep sendiri, berpikir tingkat tinggi, dalam suasana yang menyenangkan dan penuh kekeluargaan, karena diselesaikan dengan cara diskusi kelompok dan menjawab pertanyaaan- pertanyaan mudah tetapi melatih berpikir tingkat tinggi, sehinnga tidak menyebabkan anak stress karana meteri yang dipelajari menjadi lebih mudah. Pembelajaran matematika menjadi lebih menarik, siswa dapat menyukai pembelajaran matematika, siswa lebih mudah memahami isi materi yang di sampaikan oleh guru sehingga hasil belajar siswa akan meningkat. Ada beberapa keunggulan dari Pendekatan Kontekstual dengan Model Kathok Bolong dan Penambal, adalah:

1) Dapat meningkatkan aktivitas belajar siswa secara kognitif, 2) Pembelajaran yang mudah dan menyenangkan,

3) Meningkatkan pemahaman siswa terhadap materi yang dipelajari dan dapat meningkatkan motivasi belajar siswa,

(14)

4) Efektif sebagai sarana melatih keberanian siswa untuk tampil presentasi, mengeluarkan pendapat, melatih berpikir tingkat tinggi

5) Efektif melatih kedisiplinan siswa menghargai waktu untuk belajar dan kelas dalam keadaan kondusif.

Di samping manfaat yang dirasakan oleh siswa, pembelajaran dengan Pendekatan Kontekstual dengan Model Kathok Bolong dan Penambal mempunyai kelemahan yaitu: hanya dapat digunakan pada materi penjumlahan dan pengurangan pada bilangan bulat dan bersifat lokal (hanya dapat digunakan pada lingkungan tertentu) 2.5.1.1 Langkah-langkah

Langkah-langkah pembelajaran Pendekatan Kathok Bolong dan Penambal sebagai berikut:

a) Guru memajang model dipapan tulis, contoh dapat dilihat pada gambar 2.1 berikut: b) Guru menjelaskan model, bersama siswa membuat kesepakatan, kathok bolong

sebagai bilangan negatif dan penambal sebagai bilangan positif.

c) Setiap siswa memperhatikan gambar, dan memikirkan jawaban yang diajukan. d) Setelah siswa dapat memahami penjelasan, kelas dibagi menjadi kelompok kecil. e) Guru membagikan lembar kerja dan siswa mengerjakan bersama kelompok contoh

dapat dilihat pada tabel 2.2.

f) Kelompok melakukan presentasi diwakili salah satu anggota. g) Keompok lain menanggapi.

(15)

BOLONG / NEGETIF NOL PENAMBAL/POSITIF

0

Gambar 2.1 Model Kathok Bolong dan Penambal

No Gambar Pertanyaan Jawaban

1 1. Berapa banyak lobang pada gambar

disamping?

2. Berapa penambal yang diperlukan agar celana disamping tidak berlobang? 3. Bagaimana jika jumlah penambal ada

8, apa yang tersisa?

4. Bagaimana jika penambal hanya ada 3, apa yang masih tersisa?

5. Jika negatif kita artikan lobang dan positif diartikan penambal,berapa hasil

…. …. …. ……. ….. -5 -4 -3 -2 -1 1 2 3 4 5

(16)

dari -6 + 9 ? jelaskan!

6. Berapa hasil penjumlahan 9 + (-6) ? jelaskan!

7. Bagaimana kamu merumuskan cara menentukan hasil penjumlahan bilangan bulat negatif dengan negatif? 8. Bagaimana kamu merumuskan cara

menemukan hasil penjumlahan negatif dengan Positif?

9. Bagaimana kamu merumuskan cara menentukan hasil penjumlahan positif dengan negatif?

…….

Tabel 2.2 Model Lember Kerja

Dibawah ini adalah tabel yang menjelaskan lankah –langkah penggunaan model kathok bolong dan penambal, dapat dilihat pada tabel 2.3 brikut, tetapi sebelumnya perlu dipamami pengertian dari menjumlah atau pengurangan.

Pengertian menjumlah = ditambah, digabungkan,

Pengertian pengurangan = dikurangi, diambil, digunakan untuk.

Tabel 2.3 Langkah langkah menemukan Konsep

Moedel informasi Langkah - langkah

Penjumlahan negatif dengan positif 1. -16 + 5 =

Karena melatih siswa berpikir tingkat tinggi maka, dalam penggunaannya anak dilatih untuk memahami informasi dengan mengajukan pertanyaan- pertanyaan atau membaca dengan benar untuk memahami informasi.

Lakukan pengamatan dan anilisis informasi dengan mengajukan pertanyaan.

 Bilangan bulat apa yang dijumlah? Jawaban: negatif dan positif.  Mana yang kuantitasnya banyak?

(17)

Jawaban: negatif yaitu: 6 Penyelesaian:

Yang banyak dikurang yang sedikit tanda pada hasil ikut yang besar.

- 16 5 _ -11

Atau dengan membaca ada lubang 16 ditambah (digabungkan) penamabal 5 maka yang tersisa tersisa adalah…

2. Pejumlahan positif dengan negatif. 20 + (- 16 )

Lakukan pengamatan dan anilisa dengan mengajukan pertanyaan.

 Bilangan bulat apa yang dijumlah? Jawaban: positif dan negatif.  Mana yang kuantitasnya banyak?

Jawaban: positif yaitu: 20 Penyelesaian:

Yang banyak dikurang yang sedikit tanda pada hasil ikut yang besar.

20 -16 _ - 4

Atau dengan membaca ada penambal 20 ditambah (digabungkan) lubang 16, maka yang tersisa adalah…

3. Penjumlahan negatif dengan negatif -12 + (-13)

Dibaca ada lubang 12 digabung dengan lubang 13 menjadi lubang 25 (-25)

4. Pengurangan negatif dengan negatif - 8 - (-7) =…

Dibaca ada lubang 8 dikurangi lubangnya 7 Apa yang terjadi? Dikurangi lubangnya

(18)

2.6 Kajian Hasil Penelitian yang Relevan

a. Widayati, Nanik. 2010. Peningkatan Belajar Operasi Pecahan Melalui Contextual

Teaching And Learning (CTL)Mengacu Pada Model Spiral Dari Kemmis dan Taggart di Kelas III SDN Soko I Bojonegoro.Penelitian menunjukkan bahwa adanya peningkatan

hasil belajar siswa kelas IIIA SDN Soko I Bojonegoro yang ditunjukkan dari data peningkatan ketuntasan belajar pada siklus I yaitu 14 siswa tuntas dari 20 siswa dengan nilai 60 ke atas, sedangkan 6 siswa belum tuntas dengangan nilai kurang dari 60. Jadi ketuntasan pada siklus I adalah 70%. Pada siklus II 20 siswa tuntas semua sehingga ketuntasan klasikal 100%. Pada tahap pra tindakan ketuntasan 50% pada siklus I meningkat 20%, sehingga ketuntasan menjadi70%. Pada siklus II ketuntasan klasikal meningkat 30%, sehingga ketuntasan klasikal menjadi 100%.

b. Penelitian tersebut didukung dengan penelitian yang dilakukan oleh Susmiani pada tahun 2010 dengan judul “Peningkatan Kualitas Pembelajaran Matematika melalui Pendekatan Kontekstual dengan Alat Peraga Kartu Bilangan pada Siswa Kelas IV SD Negeri 2 Banjarparakan”. Penelitian tersebut bertujuan untuk mengetahui pengaruh penggunaan pendekatan kontekstual dengan alat peraga kartu bilangan terhadap kualitas pembelajaran matematika dalam pokok bahasan bilangan di kelas IV SD Negeri 2 Banjarparakan. Adapun hasil penelitiannya menunjukkan adanya peningkatan kualitas pembelajaran matematika yaitu keaktifan siswa meningkat pada siklus 1 menjadi 66% dan hasil belajar siswa mengalami ketuntasan klasikal 70% dan pada siklus II menunjukkan persentase keaktifan siswa 85% dan hasil belajar siswa mengalami ketuntasan klasikal sebesar 90%.

2.7 Kerangka Berpikir

Kondisi awal pada proses pembelajaran matematika, siswa memperoleh hasil belajar yang rendah, terbukti masih banyak siswa yang hasil belajarnya belum memenuhi kriteria ketuntasan minimal (KKM) atau masih banyak siswa yang medapatkan niali dibawah 70. Salah satu penyebabnya yaitu karena pada saat menyampaikan materi pembelajaran guru hanya ceramah saja tanpa menggunakan media ataupun alat peraga sehingga siswa mempunyai pengertian ditambah positif jadi -8 – (-7) = -8 + 7

(19)

menjadi bosan, jenuh dan sering kali mengabaikan proses belajar mengajar di kelas atau siswa kurang aktif dalam mengikuti pembelajaran. Untuk mengatasi masalah tersebut peneliti melakukan pembelajaran menggunakan Pendekatan KontekstuaLdengan Model Kathok Bolong dan Penambal Dengan cara ini diharapkan dapat membantu siswa kelas 4 dalam menigkatkan proses pembelajaran sehingga hasil belajar siswa dapat meningkat.

Penerapan model ini berkonsep pada sebuah pengamatan dan mengolah informasi yang membelajarkan siswa. Penggunaan model pembelajaran ini dapat membuat siswa lebih aktif dalam mengikuti proses pembelajaran sehingga siswa mudah memahami materi yang diajarkan oleh guru melalui carayang mudahdan menyenangkan menyenangkan.

Dalam penerapan Pendekatan Kontekstual dengan Model Kathok Bolong dan Penambal,guru hanya sebatas sebagai fasilitator, sementara kegiatan belajar mengajar dominan melalui interaksi antara siswa dengan siswa. Siswa belajar mengkontruksikan konsep dan menemukan konsep melalui aktivitas pengamatan dan pengolahan informasi, dari hasil pengamatan dan menjawab pertanyaan siswa akan menemuka konsep menjumlah dan mengurangi bilalangan bulat dengan mudah dan menarik,. Melalui upaya tersebut diharapkan dapat menimbulkan manfaat seperti siswa mampu berpikir kreatif, siswa lebih aktif baik dalam kegiatan kelompok maupun mandiri, memudahkan pemahaman siswa sehingga kualitas pembelajaran meningkat serta hasil belajar yang diperoleh siswa akan tercapai secara maksimal.

Adapun kerangka berpikir mengenai Pendekatan Kontekstual dengan Model Kathok Bolong dan Penambalnya pada mata pelajaran Matematika dapat ditunjukkan melalui peta konsep sebagai berikut:

(20)

Gambar 2.2. Peta Konsep Pembelajaran Matematika 2.8 Hipotesis Tindakan

Berdasarkan kajianteori dan kerangka berfikir seperti diuraikan diatas dapat diajukan hipotesis sebagai berikut:

a. Penggunaan pendekatan Kontekstual dengan Model Kathok Bolong dan penambal dalam proses pembelajaran dilakukan dengan cara melakukan pengamatan dan engolah informasi utun merumuskan konsep dan menemukan konsep dalam kondisi belajar yang menyenangkan sehingga aktivitas siswa meningkat secara signifikan sebesar minimal 50%.

b. Peningkatan proses pembelajaran menggunakan pendekatan Kathok Bolong dan Penambal dapat meningkatkan hasil belajar matematika secara signifikan dengan kriteria 75% siswa atau minimal 23 siswa mencapai Kriteria Ketuntasan Minimal (KKM).

PEMBELAJARAN MATEMATIKA

Guru menyampaikan

materi dengan ceramah Guru sebagai fasilitator

Pembelajaran Konvensional

Model Kathok Bolong dan Penambal

Siswa malas, jenuh, bosan, materi tidak

dikuasai

Siswa kurang aktif dalam proses pembelajaran Pengamatan objek Proses pembelajaran meningkat Tingkat pemahaman siswa naik, hasil belajar

> KKM

Tingkat pemahaman siswa rendah, hasil

belajar < KKM Siswa merasa senang

dan tertarik pada pembelajaran

Gambar

Gambar 2.1 Model Kathok Bolong dan Penambal
Tabel 2.3 Langkah langkah menemukan Konsep
Gambar 2.2. Peta Konsep Pembelajaran Matematika  2.8 Hipotesis Tindakan

Referensi

Dokumen terkait

Dalam pelaksanaan Imunisasi Hepatitis B Pada Bayi 0-7 Hari di Puskesmas Teling atas bahwa pelaksanaan Imnusasi Hepatitis B pada bayi 0-7 Hari yang ada di Puskesmas Teling Atas

- Pembatalan dalam 7 hari sebelum tanggal cek-in dan/atau pada tanggal cek-in, hotel akan mengenakan biaya sesuai reservasi yang sudah dilakukan dengan sepenuhnya, sesuai

Penelitian bertujuan untuk mengetahui pengaruh lama penyimpanan terhadap stabilitas fisik dan kandungan flavonoid lotion penumbuh rambut ekstrak biji kemiri sehingga

Di dalam penelitian ini akan dibahas apakah terdapat perbedaan skor rasa sakit, durasi kesembuhan dan perubahan ukuran lesi SAR pada kelompok yang diberikan terapi

Abdullah bin Mubarok berkata, “Sungguh mengembalikan satu dirham yang berasal dari harta yang syubhat lebih baik bagiku daripada bersedeqah dengan seratus ribu dirham”..

Dari data tabulasi distribusi gempa bumi susulan di atas gempa bumi Pariaman setelah terjadinya gempa bumi utama dihari pertama menunjukkan untuk gempa bumi

Hasil rekapitulasi di tingkat PPK Kecamatan Samarinda yang ditolak oleh para saksi dari partai-partai politik termasuk PDK, tidak pernah diperbaiki dan hal ini telah

Sedangkan perbedaan penelitiaan yang dilakukan Paina dengan penelitian ini adalah pada objek kajian yang mana pada penelitian Paina meneliti tindak tutur komisif khusus