• Tidak ada hasil yang ditemukan

Efektivitas kitosan terhadap skor rasa sakit dan kesembuhan lesi stomatitis aftosa rekuren

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "Efektivitas kitosan terhadap skor rasa sakit dan kesembuhan lesi stomatitis aftosa rekuren"

Copied!
6
0
0

Teks penuh

(1)

Efektivitas kitosan terhadap skor rasa sakit dan

kesembuhan lesi stomatitis aftosa rekuren

(Effectivity of chitosan in pain score and healing of reccurent aphtous stomatitis)

Dea Jane Sungkonodan Indrayadi Gunardi

Departemen Penyakit Mulut

Fakultas Kedokteran Gigi Universitas Trisakti Jakarta - Indonesia

Korespondensi (correspondence): Indrayadi Gunardi, Departemen Penyakit Mulut, Fakultas Kedokteran Gigi Universitas Trisakti . Jl. Kyai Tapa Grogol, Jakarta, Indonesia. E-mail: Indrayadigunardi@yahoo.com

ABSTRACT

Background: Recurrent aphthous stomatitis (RAS) is a common oral lesion found in dental practice. RAS prevalence is around

25-60% in population. Chitosan (poly-(b-1/4)-2-amino-2-deoxy-D-glucopyranose) is a natural polymer which has been widely used in medicine and tissue engineering due to its antimicrobial, anti-inflammatory, antioxidant, haemostatic, and bioadhesive properties. Until now, application of chitosan in dentistry is mainly on periodontal therapy. Purpose: To identify the effect of chitosan in pain score and healing of RAS compared to chlorhexidine gluconate (CHX), and tetracycline mouthwash. Method: This experimental research used cross-sectional design approach. 15 patients having episode of RAS were divided into 3 experimental groups, chitosan 0,4%, CHX 0,1 %, and tetracycline 1,6%. Pain score was assessed everyday. Ulcer size was measured on day 1,7, and 10. Result: Significant difference found in reduction of pain score before and during therapy within each groups (P=0,039; P=0,033; P=0,039); but there is no difference found between groups (P=1,000). There is no difference on duration of healing between groups (P=0,839). Mean of duration of healing in chitosan, CHX and tetracycline groups are 7,2 days, 7,4 days, and 6,8 days. There is significant difference in reduction of ulcer size within groups (P=0,009; P=0,009; P=0,009); but there is no difference found between groups (P=0,856). Conclusion: Biocompatibility of chitosan is well-tolerated in dentistry. From this research, chitosan has an equal compatibility compared with CHX and tetracycline on reducing pain score and healing of RAS.

Keywords: recurrent aphthous stomatitis; chitosan; healing; visual analog scale

ABSTRAK

Latar belakang: Stomatitis aftosa rekuren (SAR) adalah lesi oral yang paling sering ditemukan dibandingkan lesi lainnya. Angka

prevalensi SAR berkisar 25-60% dari populasi umum. Kitosan (poly-(b-1/4)-2-amino-2-deoxy-D-glucopyranose) merupakan jenis polimer alam yang telah digunakan secara luas dalam bidang kedokteran dan tissue engineering karena efek antimikrobial, anti-inflamasi, antioksidan, hemostatik dan bioadhesive. Hingga kini penggunaannya dalam bidang kedokteran gigi masih terbatas pada perawatan periodontal. Tujuan: Untuk mengetahui efek kitosan terhadap skor rasa sakit dan kesembuhan lesi SAR dibandingkan klorheksidin glukonat (CHX) dan tetrasiklin sebagai obat kumur. Metode: Jenis penelitian adalah eksperimental dengan rancangan potong-silang. Sebanyak 15 pasien SAR dibagi ke dalam 3 kelompok perlakuan, yaitu kitosan 0,4%, CHX 0,1%, dan tetrasiklin 1,6%. Skor rasa sakit dicatat setiap hari menggunakan VAS. Pemeriksaan lesi oral dilakukan pada hari ke-1, 7 dan 10. Hasil: Berdasarkan skor rasa sakit yang diukur sebelum dan selama terapi, terdapat perbedaan dalam tiap kelompok (P=0,039; P=0,033; P=0,039); tetapi tidak antar kelompok (P=1,000). Tidak terdapat perbedaan durasi kesembuhan antar kelompok (P=0,839). Rerata durasi kesembuhan kelompok kitosan, CHX, dan tetrasiklin masing-masing adalah 7,2 hari; 7,4 hari; 6,8 hari. Berdasarkan ukuran lesi, ada perbedaan bermakna antara kunjungan 1, 2 dan 3 dari kelompok kitosan, CHX, tetrasiklin (P=0,009; P=0,009; P=0,009); tetapi tidak antar kelompok (P=0,856). Simpulan: biokompatibilitas kitosan telah teruji dapat digunakan

(2)

38 Sungkono dan Gunardi: Efektivitas kitosan terhadap skor rasa sakit dan kesembuhan lesi stomatitis aftosa rekurenJurnal PDGI 65 (2) Hal. 37-42 © 2016

untuk bidang kedokteran gigi. Dari hasil penelitian, kitosan berpengaruh terhadap skor rasa sakit dan kesembuhan lesi SAR, seperti halnya CHX dan tetrasiklin.

Kata kunci: stomatitis aftosa rekuren; kitosan; kesembuhan; visual analog scale

PENDAHULUAN

Stomatitis aftosa rekuren (SAR) adalah suatu ulserasi pada mukosa mulut yang rekuren, sakit, dan tidak diketahui penyebabnya.1 Scully dkk.2

menyatakan prevalensi SAR berkisar antara 25%-60% dari populasi umum. Prevalensi SAR lebih besar pada perempuan dibandingkan dengan laki-laki, dan episode pertama dari SAR paling sering dimulai pada dekade kedua kehidupan.2-4 Manifestasi klinis

dari lesi ini adalah erosi mukosa baik soliter maupun multipel dilapisi pseudomembran putih keabuan yang dikelilingi eritema halo dan terasa sakit. Lesi ini lebih umum dijumpai pada mukosa non keratin daripada mukosa berkeratin.5 Berdasarkan

presentasi klinis, SAR diklasifikasikan ke dalam tiga bentuk, yaitu SAR tipe minor, mayor, dan herpetiformis.6

Etiologi SAR masih belum diketahui secara pasti, diduga karena adanya faktor predisposisi seperti genetik, trauma, berhenti merokok, stress, hormonal, defisiensi vitamin dan mineral (vitamin B12, folat, dan zat besi), atopi, dan penyakit sistemik seperti supresi sistem imun dan penyakit gastrointestinal.1

Oleh karena etiologi yang masih belum jelas, perawatan SAR biasanya bersifat paliatif, mengurangi keparahan lesi, dan memperpanjang periode remisi penyakit. Obat yang digunakan untuk terapi SAR umumnya berupa obat topikal, antara lain covering agent, obat kumur antiseptik, antibiotik, anti-inflamasi non-steroid, anestetikum, analgesik, dan kortikosteroid topikal.6 Sebagai

alternatifnya perlu dicari bahan lain yang dapat menggantikan penggunaan bahan kimiawi sebagai terapi SAR. Kitosan adalah salah satu bahan alami yang potensial yang mungkin dapat dijadikan alternatif pilihan terapi.

Kitosan

(poly-(b-1/4)-2-amino-2-deoxy-D-glucopyranose) adalah produk alami turunan

kitin, polisakarida yang dapat ditemukan pada eksoskeleton dari subfilum crustacea.7 Kitin dapat

diambil dari seluruh hewan bercangkang seperti udang, kepiting, serangga dan lainnya. Kitosan komersial umumnya memiliki derajat deasetilasi antara 70 dan 95% dan berat molekul antara 50 kD

dan 2000 kD.8 Kitosan telah diketahui memiliki

berbagai efek antara lain antimikrobial, antifungal, anti-inflamasi dan hemostatik.9

Kitosan bersifat non-toksik, biokompatibel, dan mampu menstimulasi kesembuhan.10

Dalam bidang kedokteran kitosan sudah digunakan terutama untuk terapi osteomyelitis,

hemorrhagic cystitis, dan luka bakar. Selain itu kitosan

merupakan drug-delivery vehicle, material yang sangat potensial dalam tissue engineering dan benang jahit absorbable. Kitosan juga digunakan luas dalam industri kosmetik, agrikultur, dan pangan.10

Dalam bidang kedokteran gigi kitosan digunakan kombinasi dengan bone graft untuk meningkatkan regenerasi tulang, atau kombinasi dengan resin komposit menghasilkan efek inhibisi terhadap

Streptococcus mutan.11 Kitosan juga digunakan dalam

terapi oral mucositis dan oral candidiasis.9,10 Namun,

pemanfaatan efek antimikrobial dan anti-inflamasi kitosan dalam merawat lesi SAR belum pernah digunakan.

Di dalam penelitian ini akan dibahas apakah terdapat perbedaan skor rasa sakit, durasi kesembuhan dan perubahan ukuran lesi SAR pada kelompok yang diberikan terapi obat kumur kitosan, klorheksidin, dan tetrasiklin. Penelitian ini bertujuan untuk untuk mengetahui efek kitosan terhadap skor rasa sakit dan kesembuhan lesi. Diharapkan, penelitian ini dapat menjadi dasar untuk penelitian lebih lanjut pengembangan pemanfaatan kitosan sebagai alternatif terapi SAR, lesi oral, maupun penggunaan lainnya dalam perawatan gigi mulut.

BAHAN DAN METODE

Penelitian eksperimental pada manusia dengan rancangan cross-sectional dan metode randomized

clinical trial single blind, melibatkan 15 subyek.

Kriteria inklusi SAR adalah lesi SAR tipe minor berumur maksimal 3 hari. Subyek dibagi ke dalam 3 kelompok, yaitu kelompok 1, diberikan perlakuan kitosan, kelompok 2 perlakuan klorheksidin glukonat 0,1%, dan kelompok 3 perlakuan tetrasiklin 1,6%. Masing-masing kelompok terdiri atas 5 subyek.

(3)

39 Sungkono dan Gunardi: Efektivitas kitosan terhadap skor rasa sakit dan kesembuhan lesi stomatitis aftosa rekuren

Jurnal PDGI 65 (2) Hal. 37-42 © 2016

Obat kumur kitosan yang digunakan dalam penelitian ini dibuat dengan cara sebagai berikut: 2,1 gram kitosan ditambahkan asam asetat 1,5% sebanyak 30 ml, kemudian ditambahkan akuades hingga volume 500 ml. Lalu, menggunakan

magnetic stirrer larutan kitosan tersebut akan

mengalami proses sizing sehingga menjadi spherical

precipitation. Setelah 2 jam, masih dalam magnetic stirrer, tambahkan 10 µl emulsifier tween 80 0,1 %

dengan menggunakan sprayer. Setelah 30 menit, tambahkan 100 ml STPP 0,1 % ke dalam emulsi yang diteteskan dengan menggunakan pipet. Setelah 1 jam matikan magnetic stirrer. Obat kumur kitosan memiliki konsentrasi 0,4%. Aturan pakai obat bagi tiap kelompok adalah berkumur 3 kali sehari dengan 15 ml (1½ sendok makan) obat selama 2 menit, lalu buang. Subyek mendapatkan perawatan berdasarkan hasil metode randomisasi sederhana yaitu dengan undian (blind) dimana subyek mendapatkan botol dengan simbol tertentu. Subyek diinstruskikan untuk mencatat skor rasa sakit (menggunakan visual

analog scale (VAS)) setiap hari. Ukuran lesi dicatat

pada hari pertama, hari ke-7 (kunjungan 2), dan hari ke-10 (kunjungan 3).

HASIL

Subyek pada penelitian ini berjumlah 15 orang terdiri dari 3 orang laki-laki dan 12 orang perempuan. Rata-rata usia subyek dalam ketiga kelompok adalah 23,67 tahun dengan rentang usia 18-43 tahun. Seluruh subyek mengikuti penelitian dari awal hingga akhir. Predileksi tempat SAR pada penelitian ini meliputi labial (20%), bukal (20%), lidah (13%), dasar mulut (13%), palatum (7%), dan gingiva (27%).

Seluruh subyek mengalami SAR tipe minor. Ukuran lesi dari subyek bervariasi berkisar antara 3-7 mm. Dari 15 subyek tersebut, didapatkan bahwa 6 orang (40%) subyek mengalami episode SAR >3 kali dalam 1 tahun.

Rerata skor rasa sakit pada kelompok kitosan, klorheksidin, dan tetrasiklin sebelum terapi berturut-turut adalah 8, 8,2, dan 7,6. Rerata saat sebelum terapi hingga lesi sembuh pada masing-masing kelompok perlakuan ditunjukkan pada Gambar 4.

Berdasarkan analisis marginal homogeneity ditemukan adanya perbedaan bermakna pada skor rasa sakit sebelum dan selama terapi pada

masing masing kelompok. Hasil uji masing-masing kelompok adalah sebagai berikut kitosan P=0,039; tetrsiklin P=0,039; tetrasiklin P=0,033 Untuk membandingkan pengaruh obat terhadap skor rasa sakit antar kelompok, data yang digunakan adalah selisih skor rasa sakit sebelum dan selama terapi. Berdasarkan uji One-way ANOVA tidak didapatkan beda signifikan pada selisih skor rasa sakit sebelum dan selama terapi antar kelompok (P=1,000). Ini menunjukkan kitosan memberikan efek yang setara dengan klorheksidin dan tetrasiklin dalam menurunkan gejala rasa sakit pada lesi SAR. Hasil analisis dideskripsikan pada Tabel 1.

Berdasarkan One-way ANOVA tidak ada perbedaan pengaruh obat terhadap durasi waktu kesembuhan lesi (P=0,839). Ini menunjukkan kitosan dapat memberikan efek yang setara dengan klorheksidin dan tetrasiklin dalam mempercepat durasi kesembuhan SAR. Kelompok tetrasiklin (6,8 hari) nampak mengalami durasi kesembuhan paling singkat dibandingkan kelompok yang lain (kitosan 7,2 hari; klorheksidin 7,4 hari). Hasil uji dideskripsikan pada Tabel 1.

Melalui uji Friedman diketahui bahwa baik kitosan, klorheksidin dan tetrasiklin dapat mengurangi ukuran lesi secara bermakna (P=0,009). Dari uji post-hoc, pada ketiga kelompok terdapat perbedaan bermakna ukuran lesi pada kunjungan 1 vs kunjungan 2 serta kunjungan 1 vs kunjungan 3 (Tabel 2-a,b,c).

Dari uji Kruskal-Wallis tidak ada perbedaan bermakna selisih ukuran lesi pada kunjungan 1 dan kunjungan 2 serta kunjungan 1 dan kunjungan 3 antar kelompok. Ini menunjukkan kitosan dapat

4

konsentrasi 0,4%. Aturan pakai obat

bagi tiap kelompok adalah berkumur 3 kali sehari dengan 15

ml (1½ sendok makan) obat selama 2 menit, lalu buang.

Subyek mendapatkan perawatan berdasarkan hasil metode randomisasi sederhana yaitu

dengan undian (blind) dimana subyek mendapatkan botol dengan simbol tertentu. Subyek

diinstruskikan untuk mencatat skor rasa sakit (menggunakan visual analog scale (VAS)) setiap hari.

Ukuran lesi dicatat pada hari pertama, hari ke-7 (kunjungan 2), dan hari ke-10 (kunjungan 3).

HASIL

Subyek pada penelitian ini berjumlah 15 orang terdiri dari 3 orang laki-laki dan 12 orang

perempuan. Rata-rata usia subyek dalam ketiga kelompok adalah 23,67 tahun dengan rentang usia

18-43 tahun. Seluruh subyek mengikuti penelitian dari awal hingga akhir. Predileksi tempat SAR

pada penelitian ini meliputi labial (20%), bukal (20%), lidah (13%), dasar mulut (13%), palatum

(7%), dan gingiva (27%).

Seluruh subyek mengalami SAR tipe minor. Ukuran lesi dari subyek bervariasi berkisar

antara 3-7 mm. Dari 15 subyek tersebut, didapatkan bahwa 6 orang (40%) subyek mengalami

episode SAR >3 kali dalam 1 tahun.

Rerata skor rasa sakit pada kelompok kitosan, klorheksidin, dan tetrasiklin sebelum terapi

berturut-turut adalah 8, 8,2, dan 7,6. Rerata saat sebelum terapi hingga lesi sembuh pada

masing-masing kelompok perlakuan ditunjukkan pada Gambar 4.

Berdasarkan analisis marginal homogeneity ditemukan adanya perbedaan bermakna pada skor

rasa sakit sebelum dan selama terapi pada masing masing kelompok. Hasil uji masing-masing

kelompok adalah sebagai berikut kitosan P=0,039; tetrsiklin P=0,039; tetrasiklin P=0,033

(4)

40 Sungkono dan Gunardi: Efektivitas kitosan terhadap skor rasa sakit dan kesembuhan lesi stomatitis aftosa rekurenJurnal PDGI 65 (2) Hal. 37-42 © 2016

memberikan efek yang setara dengan klorheksidin dan tetrasiklin dalam penurunan diameter lesi SAR (Tabel 3).

PEMBAHASAN

Penelitian ini dilakukan dengan tujuan mengetahui perbedaan efektivitas obat kumur kitosan 0,4 %, klorheksidin glukonat 0,1% dan tetrasiklin 1,6% terhadap gejala rasa sakit dan kesembuhan lesi SAR. Pemilihan konsentrasi kitosan 0,4% berdasarkan konsentrasi optimal kitosan sesuai dengan penelitian yang dilakukan oleh Dr. Dra. Pipih Suptijah, MBA (belum dipublikasi), sedangkan obat kumur klorheksidin glukonat 0,1 % dan tetrasiklin 1,6% merupakan konsentrasi yang umum digunakan dalam perawatan lesi SAR.

Berdasarkan analisis marginal homogenity ditemukan adanya perbedaan bermakna skor rasa sakit sebelum terapi dan selama terapi pada kelompok kitosan, klorheksidin dan tetrasiklin (P=0,039; 0,033; 0,039). Dalam penelitian ini penurunan skor rasa sakit yang signifikan pada kelompok perlakuan kitosan diduga akibat efek anti-inflamasi dan antioksidan.9 Pada kelompok

klorheksidin dan tetrasiklin penurunan skor rasa sakit merupakan akibat efek antimikrobial.1,12

Namun pada klorheksidin, berbeda dari hasil penelitian terdahulu yang dilakukan Hunter dkk. dimana tidak ditemukan perbedaan skor rasa sakit pada kelompok klorheksidin dan plasebo.13 Pada kelompok tetrasiklin, sesuai dengan penelitian dari Hayrinen-Immone dkk.14 bahwa terjadi penurunan skor rasa sakit pada hari ke-2 hingga ke-5 pasca pemberian obat. Hal ini disebabkan karena efek antimikrobial dan reduksi aktivitas kolagenase dari bahan tetrasiklin.

Tabel 1. Hasil analisis one way anova selisih skor rasa sakit

sebelum dan selama terapi antar kelompok; dan pengaruh obat terhadap durasi kesembuhan lesi antar kelompok

n Mean ± SD P

Selisih skor rasa sakit sebelum dan selama terapi

Kitosan 5 5.4 ± 2,408 1,000

Klorheksidin 5 5.4 ± 2,509 Tetrasiklin 5 5.4 ±2,073 Pengaruh obat terhadap

durasi kesembuhan lesi

Kitosan 5 7,2 ± 1,643 0,839

Klorheksidin 5 7,4 ± 2,074 Tetrasiklin 5 6,8 ±1,924

Tabel 2a. Hasil uji Friedman perubahan ukuran lesi pada

kelompok kitosan.

Perlakuan Ukuran lesi n (minimum-Median

maksimum) P

Kitosan Kunjungan 1 5 4 (3-4) 0,009* Kunjungan 2 5 0 (0-2)

Kunjungan 3 5 0

Uji Friedman P<0,05. Uji post-hoc Wilcoxon: kunjungan 1 vs kunjungan 2 P=0,039*; kunjungan 1 vs kunjungan 3 P=0,034*; kunjungan 2 vs kunjungan 3 P=0,317.

Tabel 2b. Hasil uji Friedman perubahan ukuran lesi pada

kelompok klorheksidin

Perlakuan Ukuran lesi n (minimum-Median maksimum)

P Klorheksidin Kunjungan 1 5 4 (3-7) 0,009*

Kunjungan 2 5 0 (0-4) Kunjungan 3 5 0 (0-2)

Uji Friedman P<0,05. Uji post-hoc Wilcoxon: kunjungan 1 vs kunjungan 2 P=0,038*; kunjungan 1 vs kunjungan 3 P=0,039*; kunjungan 2 vs kunjungan 3 P=0,317.

Tabel 2c. Hasil uji Friedman perubahan ukuran lesi pada

kelompok tetrasiklin

Perlakuan Ukuran lesi n (minimum-Median

maksimum) P

Tetrasiklin Kunjungan 1 5 3 (3-6) 0,009* Kunjungan 2 5 0 (0-2)

Kunjungan 3 5 0

Uji Friedman P<0,05. Uji post-hoc Wilcoxon: kunjungan 1 vs kunjungan 2 P=0,038*; kunjungan 1 vs kunjungan 3 P=0,039*; kunjungan 2 vs kunjungan 3 P=0,317.

Tabel 3. Hasil analisis Kruskal-Wallis perubahan ukuran lesi

kunjungan 1 dan kunjungan 2 serta kunjungan 1 dan kunjungan 3 antar kelompok

Perlakuan n (minimum-Median maksimum) P Kunjungan 1- Kitosan 5 4 (2-4) 0,856 Kunjungan 2 Klorheksidin 5 4 (3-4) Tetrasiklin 5 3 (3-4) Kunjungan 1- Kitosan 5 4 (3-4) 0,637 Kunjungan 3 Klorheksidin 5 4 (3-5) Tetrasiklin 5 3 (3-6)

(5)

Berdasarkan analisis One-way ANOVA, tidak ditemukan perbedaan bermakna selisih skor rasa sakit sebelum dan selama terapi antar kelompok. Hal ini membuktikan bahwa kitosan memberikan efek yang setara dengan klorheksidin dan tetrasiklin dalam menurunkan gejala rasa sakit pada lesi SAR.

Berdasarkan analisis One-way ANOVA, tidak terdapat perbedaan bermakna terhadap durasi waktu kesembuhan antar kelompok perlakuan (P=0,839). Namun berdasarkan rerata, kelompok tetrasiklin mengalami durasi kesembuhan paling cepat (6,8 hari), disusul oleh kelompok kitosan (7,2 hari), dan klorheksidin (7,4 hari). Hasil penelitian ini didukung dari penelitian sebelumnya mengenai obat tetrasiklin kumur yang mampu mempercepat durasi waktu kesembuhan lesi SAR tetapi ada beberapa efek penyerta seperti mual dan rasa terbakar.15 Sedangkan pada klorheksidin glukonat

hasil penelitian mengenai durasi ulser dan periode remisi masih bervariasi.13,16

Dari hasil uji Friedman, didapatkan perubahan ukuran lesi yang signifikan pada kelompok kitosan (P=0,009), klorheksidin (P=0,009) dan tetrasiklin (P=0,009). Uji post-hoc Wilcoxon, didapatkan ada perbedaan ukuran lesi secara signifikan pada kunjungan 1 dan kunjungan 2, serta kunjungan 1 dan kunjungan 3 pada masing-masing kelompok (P<0,05), tetapi tidak pada kunjungan 2 dan kunjungan 3 (P>0,05). Pada kelompok tetrasiklin, hasil penelitian didukung oleh Graykowski dan Kingman17 yang menyatakan bahwa kelompok

tetrasiklin menunjukkan reduksi ukuran secara signifikan dibandingkan plasebo.

Kemampuan klorheksidin dan tetrasiklin untuk mempengaruhi kesembuhan lesi secara klinis, baik durasi kesembuhan dan penurunan diameter lesi merupakan akibat efek antimikrobial menjaga lesi bersih, sehingga menciptakan kondisi yang mendukung penyembuhan.1,12 Sedangkan pada

kitosan, selain efek antimikrobial kesembuhan lesi diduga didukung juga oleh efek mukoadhesif.9

Berdasarkan analisis Kruskal-Wallis tidak ditemukan perbedaan bermakna perubahan ukuran lesi pada kunjungan 1 dan kunjungan 2 (P=0,856) serta kunjungan 1 dan kunjungan 3 (P=0,637) antar kelompok perlakuan. Hal ini menunjukkan bahwa efek kitosan ternyata dapat mencapai tingkat yang setara dengan tetrasiklin maupun klorheksidin dalam terapi SAR.

Dalam laporan penelitian ini dapat disimpulkan tidak terdapat perbedaan skor rasa sakit, durasi

kesembuhan, dan perubahan ukuran lesi SAR antar kelompok terapi obat kumur kitosan, klorheksidin, dan tetrasiklin. Kitosan secara efektif dapat digunakan sebagai terapi alternatif perawatan lesi SAR, jika dibandingkan dengan klorheksidin glukonat dan tetrasiklin. Diharapkan dapat dilakukan penelitian lebih lanjut untuk mengetahui pengaruh kitosan terhadapat penyembuhan lesi oral dengan kehilangan integritas mukosa dengan jumlah sampel lebih banyak.

DAFTAR PUSTAKA

1. Gayford JJ. Penyakit mulut (clinical oral medicine). Edisi Ke 2. Alih bahasa Lilian Yuwono. Jakarta: EGC Penerbit Buku Kedokteran; 1990. h. 1-11. 2. Scully C, de Alroeida O, Bagan J, Dioz PD, Taylor AM. Oral medicine and pathology at a glance. Ed. ke-1. Oxford: Blackwell Publishing; 2010. p. 54-8. 3. Baccaglini L, Lalla RV, Bruce AJ. Urban legends: recurrent aphthous stomatitis. Oral Dis 2011; 17(8): 755–70. 4. Greenberg MS. Ulserative vesicular and bullous lesions. Dalam: Lynch M, Brightman VJ, Greenberg MS, editors. Burket’s oral medicine, diagnosis, and treatment. 10th ed. Philadelphia: WB.Saunders Co; 2003. p. 63-5.

5. Gonsalves WC, Chi AC, Neville BW. Common oral lesions: part I. Superficial mucosal lesions. Am Fam Physician 2007; 75(4): 501–7.

6. Scully C, Gorsky M, Lozada-Nur F. The diagnosis and management of recurrent aphthous stomatitis: a consensus approach. J Am Dent Assoc 2003; 134: 200-7. 7. Kong M, Chen XG, Xing K, Park HJ. Antimicrobial

properties of chitosan and mode of action: a state of the art review. Int J Food Microbiol 2010; 144(1): 51–63. 8. Sun Y, Cui F, Shi K, Wang J, Niu M, Ma R. The effect of chitosan molecular weight on the characteristics of spray-dried methotrexate-loaded chitosan microspheres for nasal administration. Drug Dev Ind Pharm 2009; 35(3): 379-86. 9. Fouad DRG. Chitosan as an antimicrobial compound: modes of action and resistance mechanisms. Disertasi. Fakultät der Rheinischen Friedrich-Wilhelms-Universität Bonn. Bonn. 2008. 10. Dai T, Tanaka M, Huang YY, Hamblin MR. Chitosan preparations for wounds and burns: antimicrobial and wound-healing effects. Expert Rev Anti Infect Ther 2011; 9(7): 857–79. 11. Kim JS, Dong HS. Inhibitory effect on Streptococcus mutans and mechanical properties of the chitosan containing composite resin. Restor Dent Endod 2013; 38(1): 36-42.

12. Field A, Longman L, Tyldesley WR. Tyldesley’s oral medicine. 5th ed. New York: Oxford; 2004. p. 52-8. 13. Hunter L, Addy M. Chlorhexidine gluconate mouthwash

in the management of minor aphthous ulceration. A double-blind, placebo-controlled cross-over trial. Br Dent J 1987; 162: 106-10.

(6)

42 Sungkono dan Gunardi: Efektivitas kitosan terhadap skor rasa sakit dan kesembuhan lesi stomatitis aftosa rekurenJurnal PDGI 65 (2) Hal. 37-42 © 2016

14. Hayrinen-Immonen R, Sorsa T, Pettila J. Effect of tetracyclines on collagenase activity in patients with recurrent aphthous ulcers. J Oral Pathol Med 1994; 23: 269–72.

15. Hennricsson V, Axell T. Treatment of recurrent aphthous ulcers with aureomycin mouth rinse or zendium dentifrice. Acta Odontol Scand 1985; 43(1): 47-52.

16. Matthews RW, Scully CM, Levers BGH. Clinical evaluation of benzydamine, chlorhexidine and placebo mouthwashes in the management of recurrent aphthous stomatitis. Oral Surg 1987; 63: 189–91.

17. Graykowski EA, Kingman A. Double-blind trial of tetracycline in recurrent aphthous ulceration. J Oral Pathol 1978; 7(6): 376-82.

Gambar

Gambar 1. Rerata skor rasa sakit antar kelompok.  Gambar 1.  Rerata skor rasa sakit antar kelompok.
Tabel 2a.  Hasil  uji  Friedman  perubahan  ukuran  lesi  pada  kelompok kitosan.

Referensi

Dokumen terkait

Puji syukur penulis panjatkan kehadirat Allah SWT yang telah melimpahkan rahmat dan hidayah- Nya, sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi dengan judul “Pengaruh

Kaum wanita pada awal sejarah Jepang memiliki kedudukan sosial dan.. politikyang

b) Dengan menggunakan rumus di atas, diperoleh setoran hafalan santri dalam satu minggu adalah ¼ juz, satu bulan adalah ¾ juz, dan seterusnya. Santri akan menyelesaikan

Petunjuk ini hanya mengatur teknis penyelenggaraan PAUD berbasis Pendidikan Al-Qur an yang khusus mengatur aspek penyelenggaraan pendidikannya saja, sedangkan yang

(5) Besaran Standar Satuan Harga untuk insentif Tenaga Lainnya pada Perangkat Daerah yang terlibat dalam penanganan COVID-19 sebesar Rp100.000,00 (seratus ribu

Kalangan atas memakai hanbok dari kain rami yang ditenun atau bahan kain berkualitas tinggi, seperti bahan yang berwarna cerah pada musim panas dan bahan kain sutra pada

Perubahan struktural ini, antara lain perubahan pembuat kebijakan sektor pertanian sehubungan dengan otonomi daerah, pangsa sektor pertanian terhadap PDP yang terus

Average values of left ventricular end- diastolic and end-systolic volumes as well as of systolic and diastolic arterial pressures in the three groups studied, controls (C),