PUJIAN UNTUK
Timothy Keller dan Rasio bagi Allah
“Pelayanan Tim Keller di kota New York adalah pelayanan me-mimpin sebuah generasi orang-orang yang skeptis dan mencari iman kepada Allah. Saya bersyukur kepada Allah karena dia.”
– Billy Graham “Lima puluh tahun dari sekarang, jika orang-orang Kristen Injili dikenal luas karena kasih mereka terhadap perkotaan, komitmen mereka kepada belas kasihan dan keadilan, dan kasih mereka kepada sesama, maka Tim Keller akan dikenang sebagai seorang pelopor orang-orang Kristen perkotaan yang baru.”
– majalah Christianity Today “Tidak seperti kebanyakan gereja besar di pinggiran kota, Re-deemer [Presbyterian Church] bersifat tradisional. Hal yang tidak tradisional adalah kemampuan Dr. Keller dalam berkomunikasi dengan bahasa pendengarnya, penduduk kota.… Mudah untuk memahami bahasanya.”
– The New York Times “Penginjil Kristen yang paling berhasil di [kota New York].… De-ngan khotbah-khotbah yang intelektual, yang mengutip Woody Allen bersama dengan Matius, Markus, Lukas, dan Yohanes, Keller menarik lima ribu orang muda yang mengunjungi gerejanya setiap minggu. Para pemimpin gereja memandangnya sebagai se-buah model penginjilan di pusat perkotaan di seluruh negeri, dan Keller telah membantu ‘penanaman’ lima puluh gereja Kristen yang berdasarkan Injil di sekitar New York ditambah lima puluh gereja lagi yang tersebar dari San Francisco hingga London.”
– majalah New York “Pendeta Tim Keller [adalah] sebuah lembaga Manhattan, salah satu rahasia perkotaan yang terbuka, sama seperti tempat makan dim sum favoritmu, dengan para pengikut yang begitu
bersema-ngat dan pertumbuhan yang begitu cepat sehingga dia tidak per-nah berpikir untuk mengiklankannya.”
– Newsweek “Barang-barang tambang Keller berasal dari karya sastra klasik, filsafat, antropologi, dan banyak disiplin ilmu yang lain untuk membuat sebuah argumen intelektual yang kuat bagi Allah. Ditulis untuk orang-orang skeptis dan orang-orang percaya yang mengasihi mereka, buku ini juga merupakan pengalaman penulis sebagai pendeta pendiri Redeemer Presbyterian Church yang ber-kembang pesat di New York. Dengan menggunakan sumber-sum-ber yang sumber-sum-beragam seperti penulis abad kesembilan belas Rosumber-sum-bert Louis Stevenson dan theolog Perjanjian Baru kontemporer N. T. Wright, Keller berusaha meruntuhkan setiap orang skeptis, mulai dari psikolog evolusi Richard Dawkins hingga penulis popular Dan Brown…. Ia seharusnya berfungsi sebagai kesaksian bagi pembelajaran penulis yang meliputi banyak hal dan sebagai se-buah tinjauan terhadap perdebatan masa kini mengenai iman bagi orang-orang yang ragu dan bagi orang-orang yang ingin nilai ulang apa yang mereka percayai dan mengapa mereka me-mercayainya.”
– Publishers Weekly “Sebagai pendiri Redeemer Presbyterian Church di Kota New York, Keller telah mendengar banyak orang yang mempertanyakan iman kepercayaan dan menanyakan pertanyaan seperti, mana mungkin hanya ada satu agama yang benar?’ atau ‘Bagai-mana Allah yang mengasihi dapat mengizinkan penderitaan?’ Da-lam buku barunya … Tim Keller membahas pertanyaan-pertanya-an ini dpertanyaan-pertanya-an pertpertanyaan-pertanya-anyapertanyaan-pertanya-an lainnya dpertanyaan-pertanya-an memberikpertanyaan-pertanya-an alaspertanyaan-pertanya-an-alaspertanyaan-pertanya-annya untuk percaya kepada Allah tanpa bersyarat. Dengan mengguna-kan sastra, filsafat, dan budaya populer, penulis memberimengguna-kan alasan-alasan yang menyakinkan bagi sebuah iman yang kuat kepada Allah. Membaca sebuah buku yang membahas sebuah pandangan agamawi tanpa terlalu kritis terhadap sisi sekuler yang ada di buku-buku lain adalah hal yang menyenangkan. Sebagai sebuah pemicu percakapan yang sangat baik, buku ini
menyajikan sebuah argumen yang kuat, diteliti dan ditulis de-ngan baik.”
– Library Journal “Pembahasan Keller merupakan sebuah premis yang provokatif – yang terkenal karena menarik banyak penduduk kota ke Re-deemer Presbyterian Church di Manhattan – dengan membahas orang-orang yang tidak percaya, mulai dari para biologis evolusi hingga para penulis atheis pada masa sekarang.”
RASIO
BAGI
ALLAH
Kepercayaan dalam Zaman Skeptisisme
TIMOTHY KELLER
Penerbit Momentum
2013
Rasio bagi Allah:
Kepercayaan dalam Zaman Skeptisisme
Oleh: Timothy Keller
Penerjemah: Junedy Lee Editor: Stevy Tilaar
Pengoreksi: Irenaeus Herwindo
Tata Letak: Hendra Sjamsuri dan Djeffry Desain Sampul: Patrick Serudjo
Editor Umum: Solomon Yo
Originally published in English under the title,
The Reason for God: Belief in an Age of Skepticism
Copyright © 2008 by Timothy Keller Published by the Penguin Group Penguin Group (USA) Inc.
375 Hudson Street, New York, NY 10014, USA All rights reserved.
Hak cipta terbitan bahasa Indonesia © 2009 pada
Penerbit Momentum (Momentum Christian Literature)
Andhika Plaza C/5-7, Jl. Simpang Dukuh 38-40, Surabaya 60275, Indonesia.
Telp.: +62-31-5472422; Faks.: +62-31-5459275 e-mail: [email protected]
website: www.momentum.or.id
Perpustakaan: Katalog dalam Terbitan (KDT)
Keller, Timothy J.,
Rasio bagi Allah: kepercayaan dalam zaman skeptisisme / Timothy Keller; penerjemah, Junedy Lee; editor, Stevy Tilaar – cet. 1 – Surabaya: Momentum, 2013.
x + 293 hlm.; 21 cm.
Judul Asli: The Reason for God: Belief in an Age of Skepticism ISBN 978-602-8165-36-5
1. Apologetika 2. Iman 3. Skeptisisme
I. Judul II. Junedy Lee III. Stevy Tilaar 2013 239–dc22 Cetakan pertama: Februari 2013
Hak cipta dilindungi oleh Undang-undang. Dilarang mengutip, menerbitkan kembali, atau memperbanyak seba-gian atau seluruh isi buku ini dalam bentuk apa pun dan dengan cara apa pun untuk tujuan komersial tanpa izin tertulis dari penerbit, kecuali kutipan untuk keperluan akademis, resensi, publikasi, atau kebutuhan nonkomersial dengan jumlah tidak sampai satu bab.
Daftar Isi
Pendahuluan 1
Bagian Satu: MENGATASI KERAGUAN
SATU
Tidak Mungkin Hanya Ada Satu Agama yang Benar 19 DUA
Bagaimana Bisa Allah yang Baik Dapat Mengizinkan Penderitaan? 39 TIGA
Kekristenan Adalah Sebuah Pengekang 51 EMPAT
Gereja Bertanggung Jawab atas Begitu Banyak Ketidakadilan 67 LIMA
Bagaimana Allah yang Penuh Kasih Dapat Menghukum
Orang di Neraka? 85 ENAM
Sains Bertentangan dengan Kekristenan 101 TUJUH
Anda Tidak Dapat Menafsirkan Alkitab Secara Harfiah 115
RASIO BAGI ALLAH
x
Bagian Dua: ALASAN-ALASAN UNTUK PERCAYA
DELAPAN
Petunjuk-petunjuk mengenai Allah 145 SEMBILAN
Pengetahuan mengenai Allah 161 SEPULUH
Persoalan Dosa 177 SEBELAS
Agama dan Injil 193 DUA BELAS
Kisah (yang Sejati) mengenai Salib 207 TIGA BELAS
Realitas Kebangkitan 223 EMPAT BELAS
Tarian Allah 235
Epilog: Ke Mana Kita akan Pergi? 249
Ucapan Terima Kasih 265
PENDAHULUAN
Bagi saya kurangnya iman Anda – mengkhawatirkan.
– Darth Vader
KEDUA PIHAK SAMA-SAMA BENAR
Pada masa sekarang, ada jurang yang besar antara liberalisme dan konservatisme. Masing-masing pihak bukan hanya menuntut Anda menolak pihak yang lain tetapi mengharuskan Anda me-mandang rendah pihak yang lain (setidaknya) sebagai orang gila atau (sebaiknya) sebagai orang jahat. Khususnya ketika agama yang menjadi pokok pembahasan. Kaum progresif merasa ngeri melihat fundamentalisme bertumbuh dengan cepat dan orang-orang yang belum percaya dicela. Mereka menuding bahwa politik telah berpihak kepada kaum kanan, didukung oleh megachurch dan memperalat orang-orang percaya ortodoks. Kaum konservatif tidak pernah lelah untuk mencela perkembangan masyarakat yang semakin skeptis dan relativistis. Mereka berkata bahwa uni-versitas-universitas, perusahaan-perusahaan media yang besar, dan lembaga-lembaga ternama sudah menjadi sangat sekuler dan mengendalikan kebudayaan.
Mana yang benar? Skeptisisme ataukah iman yang sedang berkuasa di dunia pada masa sekarang? Jawabannya adalah ke-dua pihak sama-sama benar. Skeptisisme, ketakutan, dan kema-rahan terhadap agama tradisional semakin bertambah kuat dan berpengaruh. Tetapi pada saat yang sama, kepercayaan ortodoks
RASIO BAGI ALLAH
2
dan sehat dalam iman-iman tradisional juga semakin berkem-bang.
Jumlah penduduk yang tidak pergi ke gereja di Amerika Seri-kat dan Eropa pelan-pelan semakin meningSeri-kat.1 Jumlah
orang-orang di Amerika yang menjawab “tidak memilih agama mana pun” kepada pertanyaan-pertanyaan jajak pendapat meningkat sangat pesat, dua kali lipat bahkan tiga kali lipat pada dekade terakhir.2 Satu abad yang lalu, sebagian besar universitas di
Ame-rika telah bergeser dari sebuah dasar Kristen kepada sebuah da-sar yang sekuler.3 Akibatnya, hanya sedikit orang yang beragama
tradisional yang memiliki kedudukan di lembaga-lembaga yang memiliki pengaruh budaya. Tetapi meskipun orang-orang yang melihat diri mereka sebagai orang-orang yang “tidak memilih aga-ma pun” seaga-makin banyak, namun gereja-gereja tertentu dengan kepercayaan yang dianggap sudah ketinggalan zaman kepada Alkitab yang infalibel dan mujizat semakin berkembang di Ame-rika SeAme-rikat, bahkan meledak di AfAme-rika, AmeAme-rika Latin serta Asia. Bahkan di banyak negara Eropa, ada pertambahan jumlah pengunjung gereja.4 Dan walaupun sekularisme berkembang di
kebanyakan universitas dan perguruan tinggi, kepercayaan aga-ma tetap bertumbuh di beberapa tempat di dunia akademis. Di-perkirakan 10 hingga 25 persen dari semua guru dan profesor filsafat di Amerika adalah orang Kristen ortodoks, meningkat dari jumlah yang kurang dari 1 persen tiga puluh tahun yang lalu.5
Stanley Fish, seorang akademisi terkenal telah memperhatikan ke-cenderungan tersebut ketika dia berkata, “Ketika Jacques Derrida meninggal dunia [pada November 2004], saya ditelepon oleh se-orang wartawan yang ingin mengetahui apa yang akan menggan-tikan teori tingkat tinggi dan tiga serangkai yang berkuasa (ras, jenis kelamin, dan kelas sosial) sebagai pusat energi intelektual di dunia akademis. Saya menjawabnya secara singkat: agama.”6
Singkatnya, dunia sedang terpolarisasi oleh agama. Dunia se-dang menjadi semakin beragama dan semakin kurang beragama (sekuler) pada saat yang sama. Dulu ada sebuah kepercayaan yang kuat bahwa negara-negara Eropa yang sekuler adalah pelo-por bagi bagian dunia yang lain. Di negara-negara Eropa yang sekuler itu, agama dipercaya akan menjadi semakin lemah atau
Pendahuluan
3
akan mati. Tetapi teori bahwa perkembangan teknologi akan membawa sekularisasi sekarang sedang ditinggalkan atau dipikir-kan ulang secara radikal.7 Bahkan Eropa mungkin tidak akan
menghadapi masa depan yang sekuler, karena Kekristenan tetap mengalami pertumbuhan meskipun pelan dan Islam sedang mengalami pertumbuhan yang sangat pesat.
DUA KUBU
Saya berbicara dari sebuah sudut pandang yang tidak lazim me-ngenai fenomena dua kutub ini. Saya dibesarkan di lingkungan gereja Lutheran di Pennsylvannia bagian timur. Ketika saya ber-usia remaja pada awal tahun 1960-an, tiba saatnya bagi saya untuk mengikuti kelas peneguhan, sebuah kelas pengajaran se-lama dua tahun yang membahas ajaran, praktik, dan sejarah kepercayaan Kristen. Tujuannya adalah untuk membawa orang-orang muda kepada sebuah pemahaman yang lebih lengkap mengenai iman mereka, sehingga mereka dapat menjalankannya dengan baik di muka umum. Guru saya untuk tahun pertama adalah seorang pendeta yang telah pensiun. Dia cukup tradisional dan konservatif, sering membahas mengenai bahaya neraka dan pentingnya iman yang besar. Akan tetapi, pada tahun yang ke-dua, pengajarnya adalah seorang rohaniwan muda yang baru lulus dari seminari. Dia adalah seorang aktivis sosial dan sangat meragukan doktrin Kristen tradisional. Saya merasa seperti se-dang diajar mengenai dua agama yang berbeda. Di tahun per-tama, kami berdiri di hadapan Allah yang kudus dan adil, yang murka-Nya hanya dapat dipadamkan dengan usaha yang besar dan mahal harganya. Pada tahun yang kedua, kami mendengar mengenai sebuah semangat kasih sayang di alam semesta, yang menuntut supaya kami berjuang bagi hak-hak asasi manusia dan pembebasan bagi orang-orang yang tertindas. Pertanyaan utama yang saya ingin tanyakan kepada para pengajar kami adalah, “Siapa di antara kalian yang sedang berbohong?” Tetapi sebagai seorang anak yang berusia empat belas tahun, saya tidak berani bertanya dan hanya diam saja.
S A T U
Tidak Mungkin Hanya Ada
Satu
Agama Yang Benar
Blair, seorang wanita yang berusia dua puluh empat tahun dan tinggal di Manhattan bertanya, “Bagaimana mungkin hanya ada satu agama yang benar? Anda adalah orang yang sombong jika Anda mengatakan agama Anda lebih baik dan mempertobatkan orang lain kepada agama Anda. Semua agama sama baik dan dapat memenuhi kebutuhan-kebutuhan para pengikutnya.” Geoff, orang Inggris yang berusia dua puluhan dan tinggal di New York berkata, “Eksklusivitas agamawi bukan hanya sempit – ia berbahaya. Agama telah menyebabkan perselisihan, perpecahan, dan konflik. Ia merupakan musuh terbesar bagi perdamaian dunia. Jika orang-orang Kristen terus berusaha menyatakan bahwa mereka memiliki ‘kebenaran’ – dan jika agama lain juga melaku-kan hal ini – dunia tidak amelaku-kan pernah ada kedamaian.”1
ELAMA HAMPIR DUA DEKADE tinggal di New York, saya se-ring bertanya kepada orang-orang yang saya jumpai, “Apa masalah terbesarmu dengan Kekristenan? Apa masalah yang pa-ling menganggumu: iman kepercayaannya atau bagaimana pelak-sanaannya?” Salah satu jawaban yang paling sering saya dengar selama bertahun-tahun dapat disimpulkan dalam satu kata:
eks-klusivitas.
Saya pernah diundang untuk menjadi wakil agama Kristen dalam sebuah diskusi panel di sebuah kampus lokal bersama dengan seorang rabi agama Yahudi dan seorang imam Islam. Para panelis diminta untuk mendiskusikan perbedaan-perbedaan yang
RASIO BAGI ALLAH
20
ada di antara agama-agama. Percakapan tersebut bersifat intelek-tual, sopan, dan saling menghormati. Setiap pembicara menyata-kan bahwa ada perbedaan-perbedaan yang penting di antara aga-ma-agama besar. Yang menjadi fokus persoalan adalah pribadi Yesus. Kami semua sepakat mengenai pernyataan: “Jika pernya-taan orang-orang Kristen bahwa Yesus adalah Allah merupakan pernyataan yang benar, maka orang Muslim dan orang-orang Yahudi telah gagal mengasihi Allah, tetapi jika orang-orang-orang-orang Muslim dan orang-orang Yahudi benar dalam mengatakan bahwa Yesus bukan Allah melainkan seorang guru atau nabi, maka orang-orang Kristen gagal mengasihi Allah.” Intinya adalah – kami tidak mungkin sama benarnya dalam kepercayaan kami menge-nai natur Allah.
Beberapa mahasiswa merasa kesal karena hal ini. Seorang mahasiswa mengatakan bahwa yang menjadi persoalan adalah bagaimana Anda sendiri bisa beriman kepada Allah dan menjadi seorang yang mengasihi. Mengatakan bahwa sebuah agama me-miliki sebuah pemahaman kebenaran yang lebih baik daripada yang lain adalah sikap yang kurang bertoleransi. Seorang maha-siswa yang lain memandang kami dan berkata, “Kita tidak akan pernah dapat mencapai perdamaian di dunia jika para pemimpin agama terus membuat pernyataan-pernyataan eksklusif seperti itu!”
Banyak orang yang percaya bahwa salah satu penghalang bagi perdamaian dunia adalah agama, khususnya agama-agama tradisional utama dengan pernyataan-pernyataan bahwa mereka yang paling benar. Anda mungkin terkejut, meskipun saya se-orang pendeta, namun saya menyetujui pandangan ini. Agama, secara umum, cenderung menciptakan sebuah situasi yang ber-bahaya di dalam hati manusia. Setiap agama mengajarkan kepa-da para pengikutnya bahwa mereka memiliki “satu-satunya kebe-naran,” dan hal ini membuat mereka merasa superior daripada orang yang beragama lain. Sebuah agama mengajarkan kepada para pengikutnya bahwa mereka diselamatkan dan memiliki hubungan dengan Allah dengan menjalankan kebenaran yang diajarkan itu. Hal ini mendorong mereka untuk memisahkan diri dari orang-orang yang kurang saleh. Oleh karena itu, sangat
Tidak Mungkin Hanya Ada Satu Agama yang Benar
21
mudah bagi sebuah kelompok agama untuk menstereotipkan dan menghina kelompok lain. Ketika situasi ini muncul, ia dapat de-ngan mudah memunculkan tindakan meminggirkan agama lain, atau bahkan secara aktif melakukan penindasan, penganiayaan, atau kekerasan terhadap agama lain.
Ketika kita mengetahui bahwa agama dapat merusak per-damaian dunia, apa yang dapat kita lakukan terhadapnya? Ada tiga pendekatan yang digunakan oleh para pemimpin sipil dan bu-dayawan di seluruh dunia untuk menghadapi perpecahan karena agama, yaitu: melarang agama, menyalahkan agama, dan menjadi-kan agama sebagai persoalan pribadi.2 Banyak orang yang sangat
berharap kepada pendekatan-pendekatan tersebut. Sayangnya, saya tidak percaya bahwa mereka akan efektif. Saya khawatir mereka hanya akan memperparah keadaan.
1. Melarang Agama
Sebuah cara untuk mengatasi perpecahan karena agama adalah dengan mengendalikan atau melarangnya. Ada beberapa contoh usaha seperti ini pada abad kedua puluh. Soviet Rusia, Komunis Cina, Khmer Merah, dan Nazi Jerman, semuanya berusaha me-ngendalikan praktik keagamaan secara ketat untuk mencegahnya memecah belah masyarakat atau mengerogoti kekuasaan negara. Akan tetapi, akibatnya bukanlah kedamaian dan keharmonisan yang lebih baik, melainkan penindasan yang lebih banyak. Ironis yang tragis dari keadaan ini dibahas oleh Alister McGrath menge-nai sejarah atheisme:
Abad kedua puluh membangkitkan salah satu paradoks sejarah manusia yang paling besar: intoleransi dan kejahatan terbesar yang terjadi di abad itu dilakukan oleh orang-orang yang percaya bahwa agamalah yang menyebabkan intoleransi dan kejahatan.3
Bersama dengan usaha-usaha seperti itu muncul sebuah ke-percayaan yang menyebar luas pada abad kesembilan belas akhir dan awal abad kedua puluh bahwa agama akan melemah dan mati ketika teknologi manusia semakin berkembang. Pandangan ini melihat agama sedang memainkan sebuah peran dalam
evo-RASIO BAGI ALLAH
22
lusi manusia. Kita pernah membutuhkan agama untuk mengha-dapi sebuah dunia yang sangat menakutkan dan tidak terpahami. Tetapi ketika kita menjadi semakin berkembang secara teknologi dan lebih memahami dan mengendalikan lingkungan kita, kebu-tuhan kita akan agama akan menghilang.4
Namun hal ini tidak terjadi, dan “tesis sekularisasi” ini telah ditinggalkan sekarang.5 Hampir semua agama sedang bertambah
banyak jumlah pengikutnya. Di negara berkembang Kekristenan secara khusus mengalami ledakan jumlah pengikut. Di Nigeria sendiri terdapat enam kali lipat orang Anglikan dibanding di seluruh Amerika Serikat. Ada lebih banyak orang Presbiterian di Ghana daripada di Amerika Serikat dan Skotlandia. Di Korea, orang Kristen telah bertumbuh dari 1 persen menjadi 40 persen dalam seratus tahun, dan para ahli percaya bahwa hal yang sama akan terjadi di Cina. Jika ada setengah miliar orang Kristen Cina lima puluh tahun dari sekarang, itu akan mengubah perjalanan sejarah.6 Dalam kebanyakan kasus, Kekristenan yang sedang
ber-tumbuh bukanlah versi yang lebih sekuler, iman yang dangkal seperti yang diperkirakan oleh para sosiolog, melainkan sebuah iman yang supernaturalis dan kuat, yaitu iman kepada mujizat, otoritas Alkitab, dan pertobatan pribadi.
Karena kuatnya semangat pertumbuhan kepercayaan agama di dunia, semua usaha untuk menekan atau mengendalikannya sering kali malah membuatnya menjadi lebih kuat. Ketika orang-orang Komunis Cina mengusir para misionaris Barat setelah Perang Dunia II, mereka berpikir bahwa mereka sedang membi-nasakan Kekristenan di Cina. Sebaliknya, gerakan ini malah membuat kepemimpinan gereja Cina menjadi semakin murni dan semakin kuat.
Agama bukan hanya sesuatu yang bersifat sementara yang membantu kita beradaptasi dengan lingkungan kita. Sebaliknya, ia merupakan sebuah aspek kemanusiaan yang sentral dan per-manen. Ini merupakan sebuah pil pahit yang harus ditelan oleh orang-orang sekuler. Setiap orang ingin menganggap bahwa me-reka ada dalam arus utama, bukan orang-orang ekstrem. Tetapi kepercayaan agama yang kuat telah mendominasi dunia sekarang ini. Tidak ada alasan untuk berharap hal tersebut akan berubah.