• Tidak ada hasil yang ditemukan

KONSEP MENGENAI ANUGERAH YANG BERSYARAT.

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2018

Membagikan "KONSEP MENGENAI ANUGERAH YANG BERSYARAT."

Copied!
20
0
0

Teks penuh

(1)

Daftar isi

Daftar isi ... i

Bab I ...1

Pendahuluan ... 1

Bab II ... 3

Isi ... 3

Latar belakang dalam Perjanjian Lama ... 3

Masa antar perjanjian ... 5

Tulisan-tulisan Yahudi atau Yunani ... 6

Bab III ...7

Eksegesis teks ...7

Bab IV ...12

Teologi ...12

Bab V ...13

Kesimpulan ...13

Bab VI ...14

Relevansi/ Eksposisi bagi gereja masa kini ...

14

Daftar Pustaka ...

(2)

Bab I Pendahuluan

Berbicara mengenai anugerah, semua orang percaya dan bahkan mungkin

orang-orang yang belum percaya dapat mengatakan bahwa “anugerah” merupakan sesuatu yang

diperoleh secara cuma-cuma. Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia kata ini diartikan

sebagai pemberian atau ganjaran dari pihak atas (orang lain yang mempunya kekuasaan atau

orang besar) kepada pihak bawah (orang yang mempunyai kedudukan sangat terendah) 1.

Kata ini juga dapat diartikan sebagai Karunia dari Tuhan. Kamus bahasa Inggris Salim’s

Ninth New Collegiate Dictionary menguraikan kata “grace” sebagai “unmerited divine

assistance given man for his regeneration or sanctification” (pertolongan ilahi yang tidak

didasarkan atas kualitas atau kebaikan yang diberikan kepada manusia untuk kelahiran

kembali dan pengudusan) 2. Jarang terjadi bahwa sebuah kamus sekuler seperti ini

memberikan definisi yang cukup baik terhadap istilah Kristen, khususnya dalam hal ikut

menegaskan bahwa anugerah berhubungan dengan karya Allah yang dikerjakan tanpa campur

tangan manusia dan tidak berdasarkan kualitas apa pun yang ada pada manusia.

Dengan pengertian tersebut di atas maka pemahaman mengenai pemberian yang

cuma-cuma itu benar, dan memang itu adalah fakta dan pengertian yang sesungguhnya

mengenai anugerah. Fakta dan kebenaran mengungkapkan bahwa kehidupan Kristen dimulai

dan dilanjutkan dalam anugerah. Tanpa anugerah kekristenan menjadi kehilangan makna dan

relevansi. Karena itu tidak ada yang lebih berarti dalam iman Kristen yang sehat selain

pengertian orang percaya yang benar, tepat dan menyeluruh mengenai konsep anugerah.

Namun dalam Alkitab bukan hanya terdapat anugerah sebagai pemberian yang cuma-cuma

atau anugerah yang tidak bersyarat saja tetapi dalam beberapa bagian menunjukan bahwa

1 Tim Redaksi, Kamus Besar Bahasa Indonesia (Balai Pustaka, 2001), 59.

(3)

seolah-olah anugerah itu bersyarat, terutama dalam teks Matius 10:34-39 membuat setiap

orang yang membaca akan bertanya apa maksudnya teks ini, dimana penulis mengatakan

bahwa Yesus datang untuk membuat pemisahan bagi dunia dan gambaran yang digunakan

adalah pedang yaitu sebagai simbol bahwa bukan memisahkan secara baik-baik tetapi

dipisahkan melalui peperangan. Karena pemahaman semua orang mengatakan bahwa Yesus

adalah Raja Damai yang datang dan memberikan kasih karunia kepada semua orang, namun

teks tersebut tidak menunjukan Yesus sebagai Raja Damai, bahkan teks tersebut seperti

menunjukan bahwa anugerh itu bukan pemberian yang cuma-cuma namun anugerah itu

bersyarat. Bukankah “anugerah” mempererat hubungan keluarga? Bukankah “anugerah” akan

membuat orang lain hidup damai dan sejahtera? Bahkan di dalam Matius 6:14-15, Yesus

mengungkapkan dengan penuh ancaman bahwa “jikalau kamu tidak mengampuni maka

Bapakmu juga tidak akan mengampuni kamu”. Ini merupakan sebuah pernyataan yang

jelas-jelas menunjukan bahwa “anugerah” bukanlah sesuatu yang cuma-cuma namun “anugerah”

merupakan pemberian yang bersyarat. Dalam teks yang Alkitab bagian yang lain juga

mengatakan bahwa untuk mengikut Yesus atau untuk memperoleh “anugerah” maka harus

menyangkal diri, memikul salib dan mengikut Dia. Pemahaman seperti ini tidak banyak

orang yang dapat menerimannya oleh karena itu dalam penulisan paper ini penulis akan

membawa pembaca agar memahami apakah “anugerah” memang bersyarat? mengapa

“anugerah” dikatakan bersyarat, bagaimana konsep tentang “anugerah” yang bersyarat di

(4)

Bab II ISI

Latar belakang dalam Perjanjian Lama

Di dalam Perjanjian Lama kata “anugerah” atau “kasih karunia” dipergunakan dalam

pengertian “perkenanan” atau “kebaikan”. Misalnya, Kejadian 6:8 mencatat: “Tetapi Nuh

mendapat kasih karunia (diperkenan) di mata Tuhan”. Kitab Ester 2:17 bahkan

mempergunakan dua istilah dari bahasa Ibrani: “ . . . ia (Ester) beroleh sayang (Ibr. Hen) dan

kasih (Ibr. Hesed) baginda. . . .” Walaupun cukup banyak pemakaian dua istilah tersebut

dalam pengertian manusia (raja) yang berkenan seperti kasus Ester, tetapi yang dominan

dalam PL tetap dalam konteks Tuhan yang memberikan perkenanan (mis. Ams. 12:2 “Orang

baik dikenan Tuhan”).

Menurut J.H Bavinck, penggunaan kata “anugerah” khususnya “hen” berkonotasi

“membungkuk, merendahkan diri”, yang artinya memberikan perhatian dari yang lebih kuat

datang menolong yang lebih lemah. Demikian pula istilah hesed yang dipakai 245 kali dalam

PL bila dikaitkan dengan pribadi Allah dapat berarti adanya tindakan dari yang lebih tinggi

kepada yang lebih rendah 3. Karena itu, menurut R. Laird Harris, kata hesed sebaiknya

diterjemahkan “loyal love,” “mercy,” atau mungkin juga “lovingkindness” (dalam King

James Version), yang lebih menekankan peranan Tuhan dalam rangka merealisasikan

perjanjian terhadap umat-Nya 4. Kata tersebut menunjukkan melimpahnya kasih setia Allah

dalam mencurahkan berkat yang didasarkan atas perjanjian dengan umat-Nya (Kel. 15:13:

“Dengan kasih setia-Mu (hesed-Mu) Engkau menuntun umat yang telah Kautebus . . .”; Kel.

33:12-13, 17, 19; Yun. 4:2: “ . . . sebab aku tahu, bahwa Engkaulah Allah yang pengasih dan

penyayang, yang panjang sabar dan berlimpah kasih setia (hesed)”.

3 J.H Bavinck, Sejarah Kerajaan Allah 2 Perjanjian Baru (Jakarta: BPK Gunung Mulia, 1993), 400.

(5)

Demikian juga “anugerah” itu dicurahkan kepada individu tertentu, bukan hanya

sekelompok umat saja. Ketika Yakub dalam suasana hati yang takut untuk berjumpa dengan

Esau, ia menghadap Tuhan sambil berdoa: “Ya Allah nenekku Abraham dan Allah ayahku

Ishak, ya Tuhan . . . sekali-kali aku tidak layak untuk menerima segala kasih (hesed) dan

kesetiaan yang Engkau tunjukkan kepada hamba-Mu ini . . . (Kej. 32:9-10). Konsep Yakub

mengenai ketidaklayakkannya adalah sesuatu yang menarik, karena itulah sesungguhnya efek

yang langsung dari sang penerima “anugerah”, yakni pengenalan akan kerendahan dan

ketidakpantasannya menerima kasih yang sedemikian agung dari pribadi yang lebih tinggi.

Hal yang sama terjadi pada Yusuf seperti yang tertulis dalam Kejadian 39:21: “Tetapi Tuhan

menyertai Yusuf dan melimpahkan kasih setia-Nya (hesed-Nya) kepadanya dan membuat

Yusuf kesayangan bagi kepala penjara itu.” Kalimat tersebut seolah-olah memiliki konotasi

adanya emosi yang mendalam dari pihak sang pemberi, dalam hal ini Allah sendiri, kepada

seseorang yang dikasihi-Nya. Hal ini memperlihatkan bahwa Ia adalah Allah yang setia pada

janji-Nya, teguh dan tahan uji melalui waktu yang panjang.

Banyak ayat dan bagian Alkitab dalam Perjanjian Lama menunjukan bahwa

“anugerah” itu tidak bersyarat namun jika dilihat secara teliti akan terlihat bahwa anugerah

dalam Perjanjian Lama, ada sebagian yang spertinya bersyarat. Contoh: Peristiwa Abraham,

Allah menyuruh Abraham untuk meninggalkan Urkasdim ke tanah yang diperintahkan oleh

Allah Kepadanya seperti yang tertulis di dalam Kej 12:1-3: “ ...Pergilah dari negerimu dan

dari sanak saudaramu dan dari rumah bapamu ini ke negeri yang akan Kutunjukkan

kepadamu; Aku akan membuat engkau menjadi bangsa yang besar, dan memberkati engkau

serta membuat namamu masyhur; dan engkau akan menjadi berkat...”. Kata Aku akan

membuat engkau, itu yang menunjukan “anugerah” yang bersyarat. Dalam artian bahwa

jikalau saat itu Abraham tidak pergi maka “anugerah” tersebut tidak akan datang kepadanya.

(6)

dipahami bahwa Tuhan akan memberikan “anugerah” jikalau orang itu melakukan

perintah-Nya.

Masa antar perjanjian

Catatan sejarah dalam Perjanjian Lama berakhir pada masa Nehemia dan Ezra.

Selama 400 tahun antara Perjanjian Lama dan Perjanjian Baru, dan pada masa ini tidak ada

nubuatan dari Tuhan sehingga disebut dengan masa kegelapan5. Pada zaman ini orang

menganggap segala sesuatu menjadi sulit bahkan mereka menganggap bahwa Allah tidak lagi

mengasihi mereka, kalau saja Allah masih mengasihi mereka maka Allah akan bernubuat

melalui nabi-Nya untuk menegur kesalahan mereka bahkan mereka mengatakan bahwa kasih

karunia Tuhan sudah tidak ada lagi bagi mereka. Mereka mengatakan demikian karena pada

masa 400 tahun mereka (umat Israel) jatuh berkali-kali ketangan beberapa kekuasaan besar

seperti: Babilonia, Media-Persia, Yunani, Yunani-Mesir, Siria dan Romawi6. Ketika terjadi

seperti itu maka mereka semakin memiliki keyakinan bahwa “anugerah” memang sudah tidak

ada lagi. Mereka hanya meyakini bahwa Tuhan akan menghukum orang yang jahat dan akan

membela orang yang saleh, dengan pemahaman yang demikian membuat mereka akhirnya

menanti-nantikan kedatangan Tuhan. Dengan berjalannya waktu disaat penantian yang

panjang itu mereka menggunakan berbagai cara dan mencoba untuk mendatangkan Tuhan

dari kaum-kaum mereka dengan cara yang mereka sendiri seperi mengasingkan diri, lebih

banyak lagi mempelajari Taurat karena mereka berusaha untuk menjadikan diri mereka saleh

sehingga mereka tidak akan dihukum pada saat kedatangan Mesias sang Raja Damai itu.

Sehingga dapat dikatakan bahwa selama masa 400 tahun itu konsep mereka tentang

“anugerah” adalah bersyarat. Dengan menggunakan konsep yang mereka yakini di atas

bahwa “Tuhan akan menghukum orang-orang yang jahat dan membela orang-orang yang

saleh” oleh karena itu mereka berusaha untuk mendatangkan “anugerah” itu.

5 Pontas Pardede, Masa Antar Perjanjian Lama Perjanjian Baru (Surakarta: Intheos, 1992), 1-3.

(7)

Tulisan-tulisan Yahudi atau Yunani

Tulisan-tulisan Yahudi adalah naskah yang dituliskan untuk menjaga agar orang

Yahudi tetap setia menjaga keparcayaannya dan prakter keagamaan nenek moyang mereka

dan supaya orang-orang kafir dapat diyakinkan akan kebodohan politeisme dan

penyembahahan berhala mereka7. Berdasarkan tulisan-tulisan ini mereka menganggap

bahwa Tuhan adalah pribadi yang transenden yang sama sekali terpisah dari dunia yang

material dan Tuhan sendiri tidak pernah secara langsung menciptakannya. Dalam penciptaan

itu Tuhan memakai kuasa perantara yang disebut Logos, manusia adalah sebagian dari dunia

yang material, tetapi karena dia memiliki akal maka manusia merupakan bagian daripada

Logos, karena itu tubuh adalah penjara bagi rohnya8. Para penulis naskah-naskah ini

memiliki pemahaman tentang “anugerah” sebagai pembebasan dari tubuh penjara itu untuk

melepaskan roh itu kembali kepada sumber aslinya oleh pengetahuan yang benar. Konsep

tentang “anugerah” benar-benar salah diartikan disini, mereka seperti sudah memiliki

kebiasaan dan pemahaman yang kuat bahwa tidak mungkin “anugerah” atau “kasih karenia”

itu ada selagi tubuh ini masih ada, selagi roh masih terpenjara di dalam tubuh.

7 John Murray, Literatur Yudaisme Alexandria (Jakarta: Serambi, 1998), 57.

(8)

Bab III Eksegesis teks

Kata “anugerah” secara eksplisit memang tidak dituliskan oleh penulis dalam Matius

10:34-39, namun bisa dilihat secara implisit bahwa di dalam teks tersebut terdapat “anugerah

yang bersyarat” karena di dalam teks ini Yesus mengatakan secara terbuka mengenai

tuntukan kekristenan yang sangat tinggi dan yang menunjukan bahwa anugerah itu perlu

pengorbanan yaitu memisahkan antara anak dengan orang tua, menantu dengan mertua,

bahkan menjadikan mereka menjadi musuh sekalipun mereka tinggal di dalam rumah yang

sama.

Jikalau dilihat “anugerah” sebagai yang tidak bersyarat maka seharusnya Yesus

datang dengan membawa damai bukan peperangan. Kata damai dalam bahasa Yunani adalah

ε ρήνηνἰ atau ε ρήνη ἰ , ε ρήνηἰ ης, , ἡ 9 Kata ini diartikan sebagai peace, harmony,

tranquillity dalam bahasa inggris yang artinya perdamaian, khusunya dalam teks ini

digunakan kalimat “to work for world peace” (bekerja untuk perdamaian dunia). Sebelum

kenyataan damai sempurna itu terwujud sepenuhnya, akibat langsung dari pemberitaan Yesus

dapat merupakan pertentangan keluarga seorang murid dapat terpisah dan dapat juga

keterasingan itu menjadi harga keterikatan pada Yesus (Mat 10:34-39)10. Kata ini digunakan

dalam Perjanjian Lama (םווללששש) yaitu shalom, digunakan sebagai ucapan salam antara sahabat. Juga suatu sebutan untuk keadaan tanpa permusuhan antara bangsa-bangsa (1Raj

5:12). Damai adalah karunia Allah (Yes 54:10). Apabila nabi-nabi berteriak: “damai-damai”,

padahal tidak ada damai, mereka menipu dan mereka akan dihukum (Yer 6:14-15). Damai

sempurna adalah damai masa mesianik (Yes 9:7).

9 George V. Wigram and Ralph D. Winter, The Word StudyConcordance (Wheaton Illnois U.S.A : Tyndale House Publisers, 1972)

(9)

Dalam Perjanjian Baru damai tidak hanya berarti hubungan rukun antara

bangsa-bangsa (Luk 14:32), tetapi juga keadaan yang harus ada dalam jemaat-jemaat Kristen (Rom

14:19) dan dalam berhubungan dengan orang di luar jemaat (Ibr 12:14). Kematian Kristus

menciptakan damai antara Allah dan umat manusia (Kol 1:20) dan di antara orang Yahudi dan

orang-orang bukan Yahudi (Ef 2:14).

Dengan melihat pengertian kata “damai” dan penggunaannya baik dalam Perjanjian

Lama maupun dalam Perjanjian Baru maka dengan sangat berlawawnan jikalau Yesus

mengatakan bahwa Dia datang untuk membawa “damai” seperti yang tercatat dalam teks

Matius 10:34-39, Raja Damai itu sendiri tidak membawa “damai” melainkan membawa

pemisahan. Disinilah dapat dilihat dengan sangat jelas bahwa “anugerah” bukan hanya

pemberian saja namun “anugerah” adalah sesuatu yang diberikan dengan persyaratan, bahwa

untuk menerima “anugerah” Tuhan maka harus rela untuk berpisah dengan keluarga, saudara

dan dengan orang-orang yang terdekat. Padahal pengertian dari “anugerah” itu sendiri adalah

pemberian yang cuma-cuma namun teks Matius 10:34-39 tidak menunjukan pemberian yang

cuma-cuma namun menunjukan pengertian yang menuntut balasan. Jikalau seseorang ingin

mendapatkan anugerah maka orang tersebut harus rela meninggalkan segala yang berharga di

dalam hidupnya. Seolah-olah “anugerah” dilukiskan dengan kebencian dan kebencian iytu

bukan dengan orang lain yang sangat mudah untuk membenci namun tuntutannya adalah

dengan orang-orang terdekat yaitu keluarga 11.

Dalam bagian yang lain juga terdapat teks-teks yang menyiratkan bahwa “anugerah”

merupakan pemberian yang bersyarat. Dalam Matius 6:14-15 Firman Tuhan mengatakan

bahwa : “Karena jikalau kamu mengampuni kesalahan orang, Bapamu yang di sorga akan

mengampuni kamu juga. Tetapi jikalau kamu tidak mengampuni orang, Bapamu juga tidak

akan mengampuni kesalahanmu”. Bagian ayat 14 disampaikan dalam bentuk janji. Jikalau

kamu mengampuni kesalahan orang, Bapamu yang di sorga akan mengampuni kamu juga.

(10)

Bukan seolah-olah ini satu-satunya persyaratan yang diperlukan, tetapi juga harus ada

pertobatan, iman, dan ketaatan baru. Sama seperti bentuk-bentuk kemurahan hati lainnya

haruslah dilakukan dalam kebenaran, kemurahan hati yang ini pun juga harus didasari oleh

hal-hal tadi, yang membuktikan ketulusan tindakan orang yang melakukannya. Orang yang

mengalah kepada saudaranya menunjukkan bahwa ia bertobat terhadap Allah. Kata kesalahan

di sini dimaksudkan sebagai pelanggaran, kesalahan dengan jalan melukai, pelanggaran

terhadap tubuh, harta benda, atau nama baik. Kata pelanggaran adalah istilah penghalus untuk

kata menyakiti, membuat tersandung, membuat tergelincir, menjatuhkan. Perhatikanlah, bila

seseorang mau mengampuni orang lain, maka bukti yang baik yang bisa diperlihatkan, dan

yang juga bisa membantu dalam mengampuni, adalah bila seseorang mau menyebut sakit

derita yang dilakukan terhadap orang yang mengalaminya itu dengan sebutan yang lebih

lembut, yang memaafkan. Jangan menyebutnya sebagai pengkhianatan, melainkan

pelanggaran. Jangan pula menyebutnya luka yang disengaja, tetapi suatu kelalaian ringan,

mungkin itu hanyalah suatu kekhilafan saja 12. Oleh sebab itu, lakukanlah itu dengan

sebaik-baiknya. Haruslah mengampuni, sama seperti ada harapan diampuni, disinilah letak

“anugerah” yang bersyarat.

Sedangkan dalam ayat yang ke 15 disampaikan dalam bentuk ancaman. Tetapi jikalau

kamu tidak mengampuni orang yang telah menyakitimu, itu merupakan pertanda buruk

bahwa orang yang tidak mengampuni tidak memiliki persyaratan yang lain itu dan sama

sekali tidak layak menerima pengampunan. Oleh sebab itu, Allah, yang dipanggil Bapa, dan

yang sebagai seorang Bapa menawarkan anugerah-Nya dengan persyaratan yang pantas, juga

tidak akan mengampuni kesalahan orang yang tidak mau mengampuni. Jika kemurahan hati

yang lain dikerjakan dengan sungguh-sungguh, namun dalam hal mengampuni tidak bisa

(11)

Gambaran yang digunakan oleh Yesus adalah pedang. Kata pedang dalam bahasa

Yunani adalah μάχαιραν yang berarti senjata, tajam, seringkali bermata dua, 14

membinasakan, dibawa dengan sarungnya. Namun khusus dalam teks ini (Matius 10:34-39)

kata tersebut diartikan dalam bentuk metafora yaitu sebagai firman Allah, satu-satunya

senjata ampuh untuk mengalahkan dosa dan kuasa jahat, juga sebagai lambang penggunaan

kekerasan untuk tujuan tertentu, bisa juga berarti perkataan atau peristiwa yang menimbulkan

kepedihan, ratapan atau kebinasaan 15. Jikalau Yesus datang sebagai pembawa damai maka

gambaran yang digunakan tidak harus pedang, karena gamabaran ini sangat tidak tepat.

C.H. Dodd, dalam bukunya ada sebuah pernyataan tentang gambaran pedang seperti

ini : “Came not to send peace, but a sword strife, discord, conflict, deadly opposition between

eternally hostile principles, penetrating into and rending asunder the dearest ties”.16 Dia

mengatakan bahwa ayat ini memang menunjukan bahwa Yesus tidak datang untuk membawa

damai. Dapat diartikan bahwa untuk mengikut Yesus atau untuk memperoleh “anugerah”

maka perlu yang namanya berkorban. Mengikut Yesus identik dengan memperoleh

“anugerah”, “anugerah” yang dimaksudkan adalah pemberian yang cuma-cuma. Namun jika

dilihat dalam bagian ini sangat-sangat menunjukan bahwa “anugerah” adalah sesuatu yang

membutuhkan tanggung jawab manusia dalam hal ini syarat. Untuk mengikut Yesus maka

harus terpisah dengan keluarga, orang-orang terdekat dan juga apa yang ada dalam kehidupan

setiap orang percaya.

Dengan menggunakan kata memisahkan maka secara harafiah orang akan berpikir

bahwa Yesus datang untuk membawa perpecahan karena arti harafiah yaitu dibelah menjadi

dua. Memang Injil Kristus sering kali mengakibatkan perpecahan bahkan di kalangan

14 George V. Wigram and Ralph D. Winter, The Word StudyConcordance (Wheaton Illnois U.S.A : Tyndale House Publisers, 1972)

15 Geofferey W. Bromiley, Teological Dictionary Of the New Testament Vol IV (Michigan: WM.B.Eerdmans Publishing Company, 1995), 331.

(12)

keluarga, karena ada sikap memberontak di dalam diri orang berdosa yang tidak mau

bertobat. Bagaimanapun hancurnya hati seorang murid atas terjadinya perpecahan ini, dia

tidak boleh membiarkan berbagai emosi alamiahnya memperlemah keterikatannya kepada

Kristus. Akan tiba saatnya dia harus mengambil keputusan. Barang siapa mempertahankan

nyawanya pengertiannya adalah orang yang ketika dianiaya atau ketika dipisahkan dengan

kesenangannya mempertahankan nyawanya dengan menyangkal Kristus akhirnya akan

kehilangan nyawa itu untuk selama-lamanya, tetapi orang yang kehilangan nyawanya karena

pengabdian kepada Kristus akan menyelamatkan jiwanya untuk selama-lamanya artinya

bahwa orang yang siap dengan proses ini dalam artian siap dipisahkan dengan siapapun akan

mendapatkan “anugerah” dari Tuhan. Pemahaman tersebut menunjukan bahwa jikalau

seseorang percaya kepada Tuhan maka hidupnya akan dipisahkan dengan kesenangan dunia,

karena kebenaran tidak akan bersatu dengan ketidak benaran. Percaya kepada Yesus adalah

tindakan bersayarat dalam artian meninggalkan kehidupan yang lama kepada kehidupan yang

baru. Percaya saja itu sudah merupakan syarat apalagi bertindak untuk mengikuti ajaran-Nya.

(13)

1. Allah memberikan “anugerah” bukan tanpa tindakan. Allah menciptakan seseorang dengan ketentuan tertentu dan dalam standar yang diberikan oleh Allah. “Anugerah”

diberikan kepada manusia dengan sebuah syarat bahwa manusia harus menerimanya.

Allah dengan sendirinya menjaga “anugerah” tersebut namun itu bukan semata-mata

pemberian Allah tanpa tanggung jawab dari manusia untuk menjaganya. Jikalau tidak

dijaga maka “anugerah” itu akan hilang dari manusia. Dengan mengatakan percaya

saja itu sudah masuk di dalam syarat yang ditentukan oleh Tuhan. Setiap orang yang

menerima “anugerah” tersebut harus memisahkan diri dari dosa. Apabila kebenaran

itu dilimpahkan oleh Allah, maka kepada siapakah Allah melimpahkan-Nya?

Kebenaran ini diwujudkan melalui prinsip yang praktis yaitu iman, yang objeknya

adalah Kristus. Kebenaran ini dicurahkan kepada semua orang yang percaya. Yang

diperlukan adalah percaya dan hanya percaya. Kasih karunia Allah sedang bekerja di

dalam anak-anak-Nya untuk menghasilkan di dalam mereka baik keinginan maupun

kuasa untuk melakukan kehendak-Nya. Akan tetapi, pekerjaan Allah bukan berarti

paksaan atau kasih karunia yang mendesak. Pekerjaan kasih karunia kepada manusia

selalu bergantung pada kesetiaan dan tanggung jawab manusia. “Anugerah” Allah dan

keselamatan terarah dari masa lalu, kini dan masa yang akan datang dalam kehidupan

orang Kristen.

2. Dalam Perjanjian Baru (Yunani) kata kerja menyelamatkan bagi orang Kristen diterjemahklan dalam tiga bentuk. Pertama, Orang Kristen adalah orang yang sudah

diselamatkan. Yesus mengatakan kepada perempuan yang berdosa “imanmu telah

menyelamatkan engkau” (Luk 7:50), penyelamatan berdiri sebagai suatu fakta yang

sudah dipenuhi melalui iman (Ef. 2:8). Ketika orang-orang menaruh percaya kepada

Yesus Kristus, mereka telah diselamatkan (Kis. 16:31). Maksudnya adalah mereka

(14)

dibenarkan, dan mengalami rekonsiliasi dengan Allah. Pada saat mereka datang dalam

iman kepada Kristus, hal itu menjadi bukti awal dari pengalaman mereka

diselamatkan. Kedua, Orang Kristen kini sedang diselamatkan. Keselamatan adalah

suatu pengalaman yang dinamis. Roh Kudus terus-menerus bekerja dalam hati

orang-orang percaya dan memberi mereka kekuatan (Ef. 3:16). Mereka mengalami lebih dan

lebih lagi kasih Allah dan bertumbuh dalam iman dan pengetahuan. Paulus berbicara

tentang keselamatan sebagai suatu realitas yang berjalan bagi orang-orang yang

percaya: “kepada semua yang hilang”, salib adalah kebodohan, tetapi “bagi kita yang

telah diselamatkan” itu merupakan kuasa Allah. ( 1 Kor. 1:18; 2 Kor. 2:15). Dia

menekankan bahwa aspek keselamatan yang berjalan itu dikerjakan oleh orang-orang

percaya sendiri dengan takut dan gentar ( Flp. 2:12-13). “Anugerah” atau

Keselamatan adalah hadiah yang menjadi milik orang-orang percaya tetapi tidak

sepenuhnya diberikan kepada mereka. Kepenuhan keselamatan manusia direalisasikan

pada masa yang akan datang, ketika Kristus datang kembali ( Ibr. 9:28; 2 Tim. 4:18).

Penggunaan “keselamatan kita” begitu dekat pada saat manusia percaya (Rm. 13:11).

Melalui iman dalam Kristus, Allah memelihara manusia dengan kuasa-Nya untuk

“keselamatan kita siap dinyatakan pada masa yang akan datang” (1 Pet. 1:5). Ketiga,

Orang Kristen akan diselamatkan. Hadiah kehidupan orang Kristen adalah suatu

pengharapan yang penuh akan keselamatan di masa yang akan datang. Manusia

sebagai orang Kristen dapat dengan yakin mendeklarasikan bahwa mereka telah

diselamatkan, telah dilepaskan dari kematian kepada hidup. Tetapi sebagaimana Allah

terus-menerus bekerja dalam mereka, dan mereka juga mengerjakan keselamatan bagi

mereka sendiri, semua orang percaya menantikan waktu terakhir dimana secara

(15)

kehendak Kristus dengan tranformasi tubuh. Iman Kristen adalah “jalan” keselamatan

atau “anugerah” itu sendiri.

3. Tidak ada perbedaan di antara orang Yahudi dan orang bukan Yahudi kalau

menyangkut dosa. Karena semua orang telah berbuat dosa. Dosa yang dimaksudkan

di sini mengacu kepada keterlibatan semua orang-orang Yahudi dan bukan Yahudi

dalam melakukan pelanggaran17. Bentuk keterangan waktunya merangkum semua

pelanggaran pribadi menjadi suatu keseluruhan kolektif. Dosa akan membuat orang

kehilangan “anugerah” yang sudah diberikan Tuhan kepadanya. Dosa bukan hanya

berbicara mengenai sesuatu yang kelihatan saja namun tidak mengampuni saja sudah

termasuk dosa. Sebenarnya dari dosalah muncul keselamatan. Alkitab dari Kejadian

pasal tiga sampai Wahyu pasal 20 berulang kali membahas tentang kenyataan

keberdosaan manusia dan intervensi Allah dalam menyediakan keselamatan atau

“anugerah”. Sekalipun Allah membenci dosa namun Dia mengasihi manusia yang

berdosa sehingga Dia menawarkan “anugerah” bagi manusia melalui diri Yesus

Kristus sehingga bagi barang siapa yang percaya kepada-Nya akan memperoleh hidup

yang kekal. Ini berarti seseorang mulai melangkah masuk di dalam syarat yang

ditentukan oleh Tuhan untuk dikerjakan olehnya. Keselamatan kepada manusia datang

sebagai karunia dari kasih karunia Allah, tetapi hanya dapat diterima oleh tanggapan

manusia melalui iman. Iman kepada Yesus Kristus adalah satu-satunya syarat yang

diminta Allah untuk keselamatan. Iman bukan saja suatu pengakuan tentang Kristus,

tetapi juga suatu tindakan yang terbit dari hati orang percaya yang ingin mengikut

Kristus sebagai Tuhan dan Juruselamat. Iman berarti percaya dengan

sungguh-sungguh kepada Kristus yang tersalib dan bangkit sebagai Tuhan dan Juruselamat

pribadi bagi manusia. Hal ini meliputi percaya dengan sepenuh hati, menyerahkan

seluruh kehendak dan mengabdikan diri secara mutlak kepada Yesus Kristus

(16)

sebagaimana Dia dinyatakan dalam Perjanjian Baru. Iman meliputi pertobatan, yaitu

berbalik dari dosa dengan penyesalan yang mendalam dan berbalik kepada Allah

melalui Kristus. Iman yang menyelamatkan selalu merupakan iman yang membawa

pertobatan. Iman termasuk ketaatan kepada Yesus Kristus dan Firman-Nya sebagai

suatu cara hidup yang diilhamkan oleh iman manusia, oleh rasa syukurnya kepada

Allah dan oleh karya Roh Kudus yang membaharui. Itulah ketaatan yang bersumber

dari iman. Oleh karena itu, iman dan ketaatan tidak bisa dipisahkan. Iman yang

menyelamatkan tanpa penyerahan diri kepada pengudusan tidaklah sah dan tidak

mungkin. Iman meliputi pengabdian pribadi yang sepenuh hati dan ikatan kepada

Yesus Kristus yang terungkap dalam kepercayaan, kasih, rasa syukur, dan kesetiaan.

Iman dalam pengertian ultima tidak dapat dibedakan secara jelas dengan kasih. Iman

menjadi suatu tindakan pribadi dari pengorbanan dan penyerahan diri yang diarahkan

kepada Kristus.

4. Manusia tidak berhak untuk menentukan nasipnya sendiri dengan tidak mengampuni sesamanya, ini merupakan tindakan mengambil keputusan atas dirinya sendiri.

Sedangkan Allah menuntut agar menusia masuk ke dalam srayat yang dibuat oleh

Tuhan dengan tidak menyimpan kesalahan orang lain. Semua orang menunjukkan

keterlibatan mereka di dalam tindakan Adam meninggalkan kebenaran dan telah

kehilangan kemuliaan Allah. Kehilangan berarti kekurangan atau ketiadaan.

Kemuliaan Allah mencakup segala kemegahan dan kecemerlangan Allah-manifestasi

keberadaan Allah yang memancar ke luar. Kemegahan dan keagungan juga

merupakan bagian dari kemuliaan Allah. Keagungan mencakup kuasa. Kemegahan

mencakup kedudukan yang unggul dan ditinggikan-yang dimiliki oleh Oknum

tertinggi tersebut. Sekalipun demikian kemuliaan Allah bukan, hanya untuk dilihat

oleh orang yang percaya tetapi juga diterima dan dijadikan bagian dari setiap orang

(17)

dianggap milik Allah oleh sejumlah besar orang percaya di surga karena

kemenangan-Nya atas tetapi kemuliaan itu juga merupakan ciri khas dari Kota Kudus, tempat

tinggal abadi Allah dan umat-Nya. Manusia senantiasa kekurangan kemuliaan Allah

sebab perbuatan dosa yang terus-menerus akan mengaburkan segala sesuatu yang

tercakup dalam kemuliaan Allah.

5. Memperoleh “anugerah” berarti masuk dalam persyaratan yang ditentukan oleh Allah. Persyaratan yang diberikan oleh Allah itu bukan sesuatu yang mutlak namun juga

bukan sesuatu yang dapat diabaikan. Oleh karena itu perlu kesungguhan di dalam

mengerjakan segala sesuatu, bukan hanya rutinitas semata namun motivasi atau sikap

hati yang perlu ditekankan.

Bab V Kesimpulan

“Anugerah” merupakan pemberian yang cuma-cuma namun membutuhkan tanggung

(18)

orang yang sudah menerimanya. “Anugerah” selalu identik dengan percaya kepada Yesus

maka akan memperoleh “anugerah”. Kata percaya sendiri sudah merupakan sebuah tindakan

sehingga orang yang mau menerima keselamatan atau “anugerah” harus masuk ke dalam

syarat yang ditentukan oleh Tuhan.

Dalam kedua teks yang digunakan dalam pembahasan, Yesus tidak mengajarkan

kepada orang-orang percaya untuk memusuhi keluarga atau orang di sekeliling mereka untuk

disebut layak mengikut Dia atau layak menerima “anugerah” Tuhan. Namun Yesus

mengajarkan bahwa setiap orang percaya harus menempatkan Allah sebagai yang terutama

dalam kehidupan mereka. Jika Allah sudah di posisi yang utama maka semua yang lain, baik

orang tua, istri/suami, keluarga, atau sahabat harus ditempatkan sesudah Dia.

Yesus juga mengajarkan bahwa setiap orang harus mengambil keputusan secara

pribadi. Keputusan percaya Yesus tidak bisa kolektif. Maka dalam satu keluarga bisa terjadi

perpecahan antara yang percaya dan yang menolak. Ingat pengajaran Yesus ini menyangkut

situasi darurat ketika penganiayaan terhadap Kristen menjadi-jadi. Orang yang bimbang dan

mendua hati atau menghitung untung rugi, tidak layak di hadapan Allah. Hanya orang yang

berani menyerahkan hidup pada Allah yang akan beroleh hidup.

Untuk memperoleh “anugerah” dibutuhkan tindakan dari manusia. Jadi “anugerah”

bukan merupakan pemberian yang cuma-cuma, namun anugerah adalah pemberian yang

bersyarat. Syarat yang dimaksudkan bukanlah sesuatu yang besar namun hanya

membutuhkan tanggung jawab dari manusia untuk menjaga anugerah tersebut.

Bab VI

Relevansi/ Eksposisi bagi gereja masa kini

Jikalau manusia semakin hari menjadi semakin mandiri dan semakin jahat, apakah ia

(19)

yang dimaksudkan dalam Alkitab? Sebagai orang beriman, apalagi pelayan Tuhan, perlu

menyadari bahwa yang menjadikan kekristenan berbeda dengan agama lain adalah:

1. Kepercayaan tentang “anugerah”. Kehidupan Kristen dimulai dan dilanjutkan dalam “anugerah”.

2. Tanpa “anugerah” kekristenan menjadi kehilangan makna dan relevansi.

3. Tidak ada yang lebih berarti dalam iman Kristen yang sehat selain pengertian orang percaya yang benar, tepat dan menyeluruh mengenai konsep “anugerah”.

4. Mengikut Yesus pasti ada konsekuensinya. Ada orang-orang yang mengikut Yesus dan tantangan yang paling besar adalah keluarga, dalam pengakuan sebagai anak

atau membiarkannya mengikuti pilihannya, bukan pilihan mudah.

5. Memilih untuk mengikut Tuhan tidak akan menjadi sia-sia sekalipun tanggungannya sangat berat.

6. Iman kepada Kristus memisahkan orang percaya dari orang berdosa dan dunia.

7. Pemberitaan Firman Allah dan kebenarannya akan mendatangkan perlawanan, perpecahan, dan penganiayaan.

8. Kehidupan yang dijalani sesuai dengan standar kebenaran yang ditetapkan Kristus akan mendatangkan ejekan dari orang lain.

9. Mempertahankan iman terhadap ajaran yang sesat akan mendatangkan perpecahan.

10.Ajaran Kristus mengenai damai dan kesatuan harus senantiasadiperhadapkan dengan kebenaran bahwa Ia datang “bukan untuk membawadamai, melainkan pedang.

Daftar Pustaka

Bavinck, J.H. Sejarah Kerajaan Allah 2 Perjanjian Baru. Jakarta: BPK Gunung Mulia, 1993.

Bromiley, Geofferey W. Teological Dictionary Of the New Testament Vol II. Michigan: WM.B.Eerdmans Publishing Company, 1995.

(20)

House Grand Rapid, 1971.

Dunnett, Walter M. Pengantar Perjanjian Baru. Malang: Gandum Mas, 1980.

Harris, R. Laird. History of Old Testament Times. London, A & C Black, 1949.

Howard, W. F. Award Consept. Michigan: Zondervan Publishing House Grand Rapid, 2013.

Ladd, George Eldon. Teologi Perjanjian Baru Jilid 1. Bandung: Kalam Hidup, 2014.

Murray, John Literatur Yudaisme Alexandria. Jakarta: Serambi, 1998.

Pardede Pontas, Masa Antar Perjanjian Lama Perjanjian Baru. Surakarta: Intheos, 1992.

Redaksi, Tim. Kamus Besar Bahasa Indonesia. Balai Pustaka, 2001.

Salim, Peter. Salim’s Ninth Collegiate Englsh-Indonesia Dictionary. Jakarta: Modern English Press, 2000.

Wigram George V. and Ralph D. Winter, The Word StudyConcordance. Wheaton Illnois U.S.A : Tyndale House Publisers, 1972.

Referensi

Dokumen terkait

Kesehatan sekolah diselenggarakan untuk meningkatkan kemampuan hidup sehat peserta didik dalam lingkungan hidup sehat sehingga peserta didik dapat belajar, tumbuh, dan

Berdasarkan hasil dari penelitian yang penulis lakukan mengenai Sistem Pendukung Keputusan Pemilihan Pemenang Lomba Masak Serba Ikan yang telah dirancang, penulis

Visual Basic merupakan bahasa pemrograman yang sangat mudah dipelajari, dengan teknik pemrograman visual yang memungkinkan penggunanya untuk berkreasi lebih baik dalam

Sistem pengukuran kinerja BSC yang menggunakan beragam ukuran baik keuangan maupun non keuangan menunjukkan adanya target dan sasaran khusus yang lebih jelas untuk dicapai

Berdasarkan analisis yang telah dilakukan yang dengan menggunakan analisis deskriptif dan inferensial, maka hasil yang diperoleh yaitu analisis deskriptif

Akankah esok kembali ,aku masih kau beri kehidupan yang berarti?. Wahai dunia dan

Saat ini kerap terjadi pelanggaran privasi di media sosial berbasis ojek online, timbulnya pelanggaran privasi pada ojek online ini karena aplikasi