LAPORAN TUTORIAL BLOK 3.3
MODUL 3
Gangguan Respirasi Pada Bayi dan Anak
Kelompok : 2 A
TUTOR :
Prof.dr. Salmiah Agus, SpPA(K)
Anggota Kelompok :Harie Satria E S 1110312030 Maulana Muhammad Lutfi 1110312037 Atika Indah Sari 1110312103 Reski Anugrah Z 1110312133 Rika Florensia 1110312158 Lusi Khairunnisa 1110313015 Gheni Alphali 1110313022 Cindy Amelia 1110313050 Rizky Abdillah 1110313085 Mahaletchemy Balu 1110314011
Fakultas Kedokteran Universitas Andalas
Program Studi Pendidikan Dokter
MODUL 3
GANGGUAN RESPIRASI PADA BAYI DAN ANAK
SKENARIO 3 : NAFAS ANAKKU
Nefi Asmara, perempuan umur 8 bulan, dibawa ibunya ke Puskesmas karena tiba-tiba nafasnya sesak. Dari anamnesis dokter mendapatkan terdapat batuk dan pilek, tidak ada demam dan riwayat muntah, sesak ini baru pertama kali tidak disertai bunyi mengi dan riwayat biru, minum ASI lancar. Anaknya baru mulai merangkak dan suka memasukkan sesuatu ke mulut. Ibu Nefi khawatir anaknya tercekik karena benda asing. Dari pemeriksaan fisik tampak sakit berat, sadar, takipneu, agak sianosis, suhu 37,5oC, nafas cuping hidung, ada retraksi supra sternalis, epigastrium, bunyi nafas eksperium memanjang, tidak ada wheezing. Dokter segera memberikan oksigen, memasang infus dan merujuk ke RS.
Di IGD RS, dokter melakukan pemeriksaan fisik dan dilanjutkan dengan pemeriksaan foto toraks dan laboratorium. Dari anamnesis tambahan didapatkan riwayat asma pada neneknya dan kakaknya yang berumur 8 tahun mempunyai riwayat dermatitis yang sukar sembuh dan sering hilang timbul terutama bila makan coklat. Dokter memberikan obat suntikan pada Nefi, kemudian dirawat inap di bangsal.
Step 1: Terminologi
1. Retraksi Supra Sternalis: Tertariknya kulit ke dalam dinding dada pada bagian sternum
2. Wheezing: Suara nafas tambahan yang terjadi karena penyempitan atau obstruksi jalan nafas terdengar seperti bunyi menciut
3. Nafas cuping hidung: Ujung hidung tampak kembang kempis saat bernafas
4. Dermatitis: Penyakit pada kulit dimana kulit tampak meradang atau iritasi karena reaksi imunitas berlebihan atau penyebab yang lain.
5. Asma: Saluran nafas yang menyempit karena reaksi hiperaktivitas tertentu dan terjadinya radang sehingga tampak sesak nafas.
Step 2: Identifikasi Masalah
1. Mengapa Nefi mengalami sesak nafas?
2. Bagaimana interpretasi dari pemeriksaan fisik? (sakit berat, sadar, takipneu, agak sianosis, suhu 37,5oC, nafas cuping hidung, ada retraksi supra sternalis, epigastrium, bunyi nafas eksperium memanjang, tidak ada wheezing)
3. Bagaimana hubungan riwayat batuk dan pilek dengan sesak Nefi saat ini? 4. Bagaimana pengaruh benda asing terhadap keadaan Nefi?
5. Apa tujuan dokter memberikan oksigen, memasang infus dan merujuk ke RS?
6. Apa tujuan dokter melakukan pemeriksaan foto toraks dan laboratorium? dan apa kemungkinan hasilnya?
7. Apakah ada hubungan riwayat asma neneknya dan dermatitis kakaknya dengan keadaan Nefi?
8. Apa saja obat suntik yang diberikan dokter kepada Nefi dan apa saja pengobatan yang dapat diberikan kepada Nefi?
9. Bagaimana kriteria gangguan respirasi pada anak yang bisa dirawat di RS? 10. Apakah ada hubungan usia dan jenis kelamin dengan keluhan sekarang? 11. Bagaimana hubungan makan coklat dengan dermatitis yang diderita kakaknya?
Step 3: Analisis Masalah
1. Sesak nafas bisa disebabkan karena:
a. Bronkitis, disebabkan oleh virus dan sistem pertahanan tubuh yang menurun, ditandai dengan sesak sesaat
b. Bronkiolitis, disebabkan oleh virus, terjadi infeksi dan meradang, menyebabkan bronkiolus menyempit dan timbul wheezing, ekspirasi memanjang dan bisa gagal nafas. Biasanya dimulai dengan gejala seperti flu, setelah beberapa hari menjadi sulit bernafas.
c. Pneumonia, karena infiltrat di lapangan paru dan di alveoli terdapat pus yang akan menganggu proses difusi. Gejalanya nafas cepat, ada retraksi intercosta, nafas cuping hidung, pada auskultasi terdengar ronki basah halus nyaring pada inspirasi
d. Asma, terdengar wheezing saat ekspirasi. Akan menyebabkan bronkospasme disertai hipersekresi lendir dan edema dinding bronkus yang akan menyebabkan terganggunya aliran udara di saluran pernafasan.
e. Aspirasi benda asing karena dapat menghambat saluran pernafasan yang mengakibatkan terganggunya aliran udara di saluran pernafasan, terganggu masuknya oksigen dan keluarnya karbondioksida di paru.
f. Laringotrakeobronkitis (croup) g. Kelainan jantung
h. Kelainan darah, seperti anemia
i. Kelainan metabolik seperti Asidosis Metabolik
Sesak nafas merupakan kompensasi tubuh akibat kekurangan oksigen.
2. Interpretasi hasil pemeriksaan fisik:
a. Takipneu: Nafas yang cepat, untuk usia 8 bulan dikatakan takipneu jika frekuensi nafas lebih dari 50x per menit.
b. Agak sianosis: menandakan kandungan oksigen dalam darah yang rendah. Banyak penyebabnya. Jika sianosis pusat pada bayi bisa karena penyakit jantung bawaan (TGA, Tetralogy of fallot), gangguan sistem pernafasan ( asphyxia/cidera saat kelahiran, takipneu, sindrom stres pernafasan, pneumotoraks, edema paru, aspirasi/tersedak, efusi pleura, obstruksi saluran nafas. Jika sianosis perifer pada bayi bisa karena cardiak output jantung yang berkurang misalnya pada gagal jantung atau syok, trombosis, embolism, penyempitan pembuluh darah tungkai. c. Suhu tubuh: Normal, nilai normalnya 36,5-37,5oC
d. Nafas cuping hidung: ada usaha tambahan untuk bernafas yang lebih pada bayi. Khas pada pneumonia
e. Retraksi supra sternalis dan epigastrium: ada usaha tambahan untuk bernafas lebih, biasanya pada pneumonia dan asma
f. Nafas eksperium memanjang: biasanya pada asma
3. Ketika alergen berikatan dengan IgE, terjadi degranulasi (pecah dinding sel) sel mast dan sel basofil yang kemudian akan terlepas mediator kimia, terutama histamin. Histamin menyebabkan sel goblet dan kelenjar mukosa mengalami hipersekresi dan permeabilitas kapiler meningkat yang akan menyebabkan peningkatan produksi mukus dan terjadinya pilek. Batuk merupakan reaksi kompensasi tubuh untuk mengeluarkan alergen atau mukus yang terbentuk dan mekanisme pertahanan tubuh di saluran pernafasan terhadap iritasi di saluran pernafasan dan terhadap masuknya benda asing. Sesak nafas bisa timbul sebagai kompensasi tubuh karena kekurangan oksigen yang bisa timbul akibat mukus yang terbentuk menghambat saluran nafas sehingga menghambat masuknya oksigen dan keluarnya karbon dioksida.
4. Aspirasi benda asing dapat menghambat saluran pernafasan yang mengakibatkan terganggunya aliran udara di saluran pernafasan, terganggu masuknya oksigen dan keluarnya karbon dioksida di paru.
5. Pemberian oksigen bertujuan untuk mencukupi kebutuhan oksigen dan mengatasi sianosis. Infus merupakan upaya rehidrasi. Bayi yang berumur kurang dari 1 tahun dengan keluhan sesak nafas dan kelelahan harus dirujuk ke rumah sakit untuk pemeriksaan lebih lanjut dan untuk menegakkan diagnosis lebih lanjut.
6. Pemeriksaan foto toraks dan laboratorium untuk menegakkan diagnosis dan menyingkirkan diagnosis banding. Tampak infiltrat atau konsolidasi jika terjadi pneumonia dan tampak hiperinflasi jika terjadi asma. Dari pemeriksaan laboratorium bisa ditemukan eosinofilia (peningkatan eosinofil)
7. Riwayat asma dan dermatitis bisa diturunkan secara genetik melalui peningkatan kemungkinan hipersensitivitas pada keturunannya sehingga keturunan selanjutnya bisa menderita asma dan dermatitis juga. Jika salah satu orang tua menderita asma, maka kemungkinan anaknya juga menderita asma sebesar 25%, jika kedua orang tua menderita asma, maka kemungkinan anaknya menderita asma sebesar 50%.
8. Obat suntik yang dapat diberikan seperti steroid dan bronkodilator untuk terapi dan diagnostik. Terapi antibiotik jika terjadi infeksi bakteri. Jika asma tidak mempan di nebulisasi bisa diberikan suntik epinefrin.
9. Ada tanda hipoksia, respirasi rate lebih dari 70x/menit, stridor, sulit makan, pengawasan orang tua yang kurang karena sibuk.
10. Sesuai dengan jawaban pertanyaan nomor satu, pada usia 8 bulan, merupakan fase oral, kemungkinan bisa mengalami aspirasi benda asing, bronkiolitis, asma, pneumonia, croup, dan lain-lain. Angka kejadian asma lebih banyak diderita laki-laki daripada perempuan.
11. Dermatitis atopi merupakan reaksi alergi pada dasarnya. Kemungkinan dalam coklat tersebut ditambahkan zat-zat lain yang dapat memicu reaksi alergi.
Step 4: Sistematika Pembelajaran
Nefi Asmara, perempuan, 8 Bulan Tiba-tiba sesak nafas
Aspirasi benda asing Fase oral Bronkitis Bronkiolitis Kelainan Jantung Anemia Asidosis metabolik Asma Alergen Ig E Antibodi-antigen Sel mast dan sel basofil pecah Histamin Produksi mukus (+) Biru (+/-) Demam (-) Pemeriksaan penunjang Bunyi mengi (-) ASI lancar Batuk-pilek (+) Radang dan penyempitan Kemungkian infeksi virus ringan Reaksi Hipersensitivitas Dermatitis Atopik Pemeriksaan Pemeriksaan Fisik Muntah (-) Tatalaksana Prognosis Komplikasi - Laboratorium - Foto Toraks - Bronkoskopi Rujukan Sakit Berat Sadar Takipneu Ekspirasi memanjang
- Nafas Cuping hidung - Retraksi supra strenalis dan epigastrium
Step 5: Learning Objective
Mahasiswa Mampu Menjelaskan Gangguan Respirasi pada Bayi dan Anak
1. Infeksi Saluran Pernafasan Atas (Rinitis, Sinusitis, Tonsilofaringitis)
2. Infeksi Saluran Pernafasan Bawah (Laringotrakeobronkitis, Bronkiolitis, Pneumonia, Tuberkulosis)
3. Asma
Step 6: Belajar Mandiri
Step 7: Pembahasan Learning Objective
1. Infeksi Saluran Pernafasan Atas pada Anak A. Rinitis pada anak
a. Definisi
Peradangan akut pada mukosa hidung yang disebabkan oleh infeksi virus atau bakteri.
b. Etiologi
Penyebab terbanyak adalah virus, yaitu rhinovirus, coronavirus, influenza, RSV (Respiratory Syncytial Virus), parainfluenza dengan masa inkubasi 1 sampai 3 hari. Menyebar melalui droplet, inhalasi aerosol,
c. Manifestasi Klinis
Muncul setelah 1-2 inokulasi virus. Hidung gatal, bersin, hidung berair (rinorea), hidung tersumbat, mata merah, berair.
d. Tatalaksana
Tidak ada terapi atau pengobatan untuk penyebab. Terapi simptomatis seperti antihistamin, dekongestan, antitusif, ekspektoran, antipiretik bila diperlukan, antibiotik jika ada infeksi sekunder Istirahat yang cukup karena dapat sembuh sendiri
B. Sinusitis a. Definisi
Peradangan pada mukosa sinus paranasal b. Etiologi
Virus. Penyebab infeksi sekunder biasanya Streptococcus pneumoniae, Haemophilus influenzae
c. Manifestasi klinis
Gejala ISPA yang menetap atau makin berat dalam waktu kurang dari 30 hari berupa post nasal discharge, batuk siang hari yang dapat memberat pada malam hari, pilek, nyeri kepala, nyeri sinus, demam
d. Diagnosis
Dari anamnesis, pemeriksaan fisik dan pemeriksaan penunjang. Prosedur penunjang diagnostik untuk sinusitis akut meliputi transiluminasi, foto polos sinus paranasal waters position, caldwell position, proyeksi lateral, USG, CT-Scan, MRI
e. Tatalaksana
Sembuh dalam 7 sampai 10 hari jika tanpa komplikasi. Antibiotik jika ada infeksi sekunder. Pada sinusitis akut, diberikan amoksisilin 40 mg/kgBB/hari, jika tidak ada perbaikan dalam 48-72 jam, berikan amoksisilin/klavulanar. Antibiotik sebaiknya selama 10-14 hari. Pada sinusitis kronis, antibiotik diberikan selama 4-6 minggu. Antihistamin kontra indikasi sinusitis kecuali jelas adanya etiologi alergi karena dapat mengentalkan sekret sehinggan menimbulkan penumpukan sekret di sinus dam memperberat sinusitis.
C. Faringitis a. Definisi
Peradangan pada membran mukosa faring dan struktur lain di sekitarnya. Jarang terjadi infeksi lokal pada faring atau tonsil saja, jadi pengertian secara luas mencakup tonsillitis, nasofaringitis dan tonsilofaringitis.
b. Epidemiologi
Paling banyak didapatkan pada anak-anak. Insidens meningkat sesuai dengan bertambahnya umur (puncak usia 4-7 th). Insiden dipengaruhi oleh perubahan musim
c. Etiologi
Penyebab terbanyak adalah Virus seperti Influenza A dan B, Parainfluenza, Adenovirus, Rhinovirus, jarang virus coxsackie, echovirus, herpes simplex, dan Epstein-Barr. Sering pada usia ≤ 3 tahun. Selain virus juga bisa bakteri, terbanyak Streptokokus beta hemolitikus grup A (15-20%), Streptococcus non group A, Staphylococcus aureus, Haemophilus influenzae, Moraxella
catarrhalis, Bacteroides fragilis, Corynebacteria Diphtheriae, Neisseria gonorrhoeae, Kuman atipikal (klamidia dan mikoplasma). Faringitis berulang diduga karena reinfeksi oleh kuman yang sama (homolog) atau berbeda (heterolog). Faktor predisposisi umum eksogen adalah musim, cuaca, temperatur, polusi, debu, pemakaian AC dan endogen adalah anemia, kurang zat besi, avitaminosis A, agranulositosis, alergi, hipotiroid, imunodefisiensi, sarkoidosis, diabetes. Faktor predisposisi lokal bisa berupa bahan iritan, pernafasan melalui mulut, refluks esofagus, paparan rokok, dan voice abuse. d. Manifestasi Klinis
Gambaran klinis bervariasi (ringan, sembuh sendiri sampai menimbulkan gejala sisa berat seperti meningitis, demam rematik, gromerulonefritis akut. Manifestasi klinis faringitis karena streptokokus grup A berupa nyeri tenggorok, disfagia, eksudat tonsil/faring, demam (diatas 38oC ), pembesaran kelenjar leher anterior, tidak ada batuk dan faringitis karena virus berupa rhinorea, suara serak, batuk, konjungtivitis. Pada beberapa kasus disertai diare, ulkus di palatum mole dan dinding faring serta eksudat di palatum dan tonsil yang sulit dibedakan dengan eksudat karena faringitis streptokokus.
e. Diagnosis
Dari anamnesis, pemeriksaan fisik dan pemeriksaan penunjang. Baku emasnya adalah pemeriksaan kultur apusan tenggorok.
f. Tatalaksana
Istirahat cukup, pemberian nutrisi dan cairan yang cukup, pemberian obat kumur dan obat hisap pada anak yang lebih besar untuk mengurangi nyeri Tenggorok, pemberian antipiretik, dianjurkan Paracetamol atau Ibuprofen. Pemberian antibiotik harus berdasarkan gejala klinis dugaan faringitis streptokokus dan diharapkan didukung hasil Rapid antigen detection test dan/atau kultur positif dari usap tenggorok. Tujuannya adalah untuk menangani fase akut dan mencegah gejala sisa. Antibiotik empiris dapat diberikan pada anak dengan klinis mengarah ke faringitis streptokokus, tampak toksik dan tidak ada fasilitas pemeriksaan laboratorium.
Golongan penisilin (pilihan untuk faringitis streptokokus)
• Amoksisilin 50mg/kgBB/hari dibagi 2 selama 6 hari.
Bila alergi penisilin dapat diberikan
• Eritromisin etil suksinat 40 mg/kgBB/hari atau
• Eritromisin estolat 20-40 mg/kgBB/hari dengan pemberian 2,3 atau 4 kali perhari selama 10 hari.
• Makrolid baru misalnya azitromisin dosis tunggal 10 mg/kgBB/hari selama 3 hari
Tidak dianjurkan antibiotik golongan sefalosporin generasi I dan II karena resiko resistensi lebih besar.
Jika setelah terapi masih didapatkan streptokokus persisten, perlu dievaluasi : • Kepatuhan yang kurang
• Adanya infeksi ulang
• Adanya komplikasi misal: abses peritonsilar • Adanya kuman beta laktamase.
Penanganan faringitis streptokokus persisten :
• Klindamisin oral 20-30 mg/kgBB/hari (10 hari) atau
• Amoksisilin clavulanat 40 mg/kgBB/hari terbagi 3 dosis selama 10 hari atau
• Injeksi benzathine penicillin G intramuskular, dosis tunggal 600.000 IU (BB<30 kg) atau 1.200.000 IU (BB>30 kg).
2. Infeksi Saluran Pernafasan Bawah pada Anak A. Laringotrakeobronkitis (croup)
a. Definisi
Penyakit saluran nafas yang sering pd anak-anak disebabkan virus, menyebabkan inflamasi saluran ditandai oleh batuk menggonggong, stridor inspirasi, suara parau, dan sesak nafas (Guideline australia, 2007). Kelompok heterogen bersifat akut dan infeksius ditandai oleh adanya stridor inspirasi, batuk menggonggong/brassy, suara parau, dan sesak nafas yang terjaadi pada laring, trakea, dan bronki (Roosevelt, 2007)
Paling banyak dialami oleh anak-anak usia 6 bulan-5 tahun dan tersering pada usia 1-2 tahun. Penderita laki-laki lebih banyak daripada perempuan. c. Etiologi
Penyebab terbanyak adalah virus, seperti RSV (Respiratoy Syncytial Virus), adenovirus, rhinovirus, enterovirus, virus parainfluenza, Virus Influenzae A dan B. Ditemukan di udara dan ditularkan melalui droplet dan airborne. d. Manifestasi Klinis
Batuk menggonggong, stridor inspirasi, suara parau yang timbul mendadak, didahului gejala infeksi saluran nafas atas (panas, batuk, pilek) dan sesak nafas
e. Diagnosis
Dari anamnesis, pemeriksaan fisik dan pemeriksaan penunjang. Didapatkan adanya retraksi interkosta saat inspirasi, saat auskultasi terdengar wheezing saat inspirasi, ekspirasi memanjang, berkurangnya suara pernafasan. Pada rontgen didapatkan adanya penyempitan trakea.
f. Tatalaksana
Jika ringan, istirahat yang cukup, gunakan humidifier di rumah. Anak dengan croup berat atau mengancam kehidupan harus diberikan adrenalin sebagai pengobatan pertama. Tidak ada bukti yang meneliti dosis paling efektif dari adrenalin. Konsensus guideline Australia merekomendasikan nebulisaasi 4 ampul (4ml) adrenalin 1:1000 tanpa dilarutkan. L-epineprine tampaknya sama efektifnya dengan rasemic epineprine dalam memperbaiki skor croup.
B. Bronkiolitis a. Definisi
Peradangan pada bronkiolus. b. Epidemiologi
Terjadi pada usia 2 bulan pertama dan puncak pada usia 3-6 bulan. Banyak pada anak laki-laki dibandingkan perempuan.
c. Etiologi
Penyebabnya adalah virus seperti RSV (Respiratory Syncytial Virus), Parainfluenza, Influenza, Adenovirus. Penularan melalui airborne dan droplet. Faktor risiko berupa tidak mendapat ASI, tinggal dilingkungan padat, banyak perokok, dan lahir prematur.
d. Manifestasi Klinis
Dimulai dengan gejala seperti flu, hidung berair, bersin-bersin, demam tidak terlalu tinggi, batuk, setelah beberapa hari menjadi sulit bernafas, nafas cepat, batuk semakin parah, wheezing saat ekspirasi, retraksi interkosta, nafas cuping hidung, rewel, gelisah, ekspirasi memanjang dan sianosis.
e. Diagnosis
Dari anamnesis, pemeriksaan fisik dan pemeriksaan penunjang. Saat auskultasi terdengar wheezing atau ronki, perlu rontgen (hiperinflasi, mikro atelektasis), analisa gas darah dan apusan lendir di dalam hidung untuk identifikasi penyebab.
f. Tatalaksana
Hirup udara lembab untuk mengencerkan lendir, hindari asap rokok, istirahat yang cukup. Dapat sembuh sendiri dalam 3-5 hari. Jika terdapat sesak, sianosis, lelah, dehidrasi, maka harus di rawat inap. Terapi oksigen, terapi cairan, nebulisasi dengan bronkodilator, seperti salbutamol. Beri antivirus seperti Ribavirin.
C. Pneumonia a. Definisi
Peradangan akut pada parenkim paru meliputi alveolus dan jaringan interstisial terutama disebabkan oleh infeksi bakteri.
b. Epidemiologi
Banyak pada usia < 5 tahun. Mortalitas masih tinggi. Penyebab kematian balita 15,5% (83 orang perhari) yaitu kedua setelah diare (25,2%)
c. Faktor risiko
i. Bayi, BBLR, ASI tidak adekuat, tidak mendapat imunisasi, malnutrisi, defisiensi vit A
ii. Status kesehatan anak iii. Kepadatan penduduk
iv. Tingginya koloni bakteri patogen di nasofaring v. Polusi udara (rokok, pabrik, lingkungan)
Spesifik:
i. Kelainan anatomi bawaan mis fistula trakeoesofageal, labiopalatoskizis, trakeomalacia.
ii. Aspirasi benda asing iii. Defisiensi imunitas
iv. Penyakit paru mis asma, fibrosis kistik d. Etiologi
Penyebabnya adalah bakteri Streptococcus pneumoniae (50%) dan Haemophyllus influenzae B (20%), jarang Mycoplasma pneumoniae dan lain lain (30%). Cara penularan dengan droplet, inhalasi aerosal, hematogen. Jika usia <2 bulan : Streptococcus group B, E. Coli, Chlamydia trachomatis, S. pneumoniae, H. influenzae, Staph. aureus, Bordetella pertussis, Cytomegalo, Adeno, Influenza, Parainfluenza, Respiratory Syncytial Virus. Jika usia 3 bln-5th : S. pneumoniae, H. Influenza, Streptococcus group A dan B, Staph. aureus, Chlamydia pneumoniae, Mycoplasma pneumoniae, Adeno, Influenza, Parainfluenza, Respiratory Syncytial Virus.
Jika usia > 5 tahun : S. pneumoniae, Mycoplasma pneumoniae, Chlamydia pneumoniae, H. Influenza, Staph. aureus.
e. Patogenesis
Proses radang pada pneumonia memiliki 4 stadium: i. Kongesti
ii. Hepatisasi merah iii. Hepatisasi kelabu iv. Resolusi
f. Patofisiologi
Akibat peradangankonsolidasi udara masuk kurang perkusi redup Radang pada alveoli ronki basah
Inflamasi dan oedem paru paru kurang mengembang pernapasan meningkat (takipneu) agar ventilasi adekuat
Ventilasi memburuk ventilasi perfusi tidak padu padan hipoksemia g. Manifestasi Klinis
Biasanya diawali dengan batuk produktif (biasanya pada anak besar, bisa tanpa batuk pada neonatus) , pilek, demam tinggi 2-3 hari kemudian nafas cepat, muntah, tarikan dinding dada, nafas cuping hidung, crackles.
h. Diagnosis
Dari anamnesis, pemeriksaan fisik dan pemeriksaan penunjang seperti pemeriksaan laboratorium dengan hitung jumlah leukosit, hitung jenis
leukosit, CRP (C-Reactive Protein), mikrobiologi, uji tuberkulin dan foto rontgen dada (direkomendasikan pada penderita pneumonia yang dirawat inap dan bila tanda klinis membingungkan)
i. Tatalaksana
Terapi oksigen, terapi cairan, antipiretik dan analgetik bila diperlukan, antibiotik, seperti kloramfenikol pada pneumonia berat, ampisilin + gentamisin pada pneumonia berat usia 2-59 bulan, amoxicillin 3 hari untuk pneumonia tidak berat usia 2-59 bulan
D. Tuberkulosis Paru a. Definisi
Peradangan paru kronik yang disebabkan oleh bakteri Mycobacterium tuberculosis
b. Epidemiologi
Penyakit tuberkulosis (TB) pada anak walaupun dikatakan merupakan “Self limited disease” atau “Stable disease” sampai saat ini masih merupakan masalah kesehatan masyarakat terutama di negara-negara berkembang. Indonesia merupakan negara dengan proporsi TB tertinggi nomor 3 (tiga) setelah India (30%) dan Cina (15%) yaitu sebesar 10%. Sedangkan prevalensi penyakit berkisar antara 1,2 – 2,5%.
c. Faktor Risiko i. Sosial Ekonomi
o Makanan yang kurang baik dalam kualitas dan kuantitas mengakibatkan daya tahan tubuh anak turun dan mudah terjadi infeksi
o Obat yang mahal dan dibutuhkan waktu yang relatif lama. ii. Perumahan : kurangnya udara ventilasi, dan biasanya “over crowded” iii. Kurangnya pengetahuan kesehatan dan kurangnya pengertian mengenai
sifat dan cara penularan TB d. Klasifikasi
i. TB Primer
- Komplek Primer
ii. TB Post Primer
- Re infeksi endogen (karena daya tahan tubuh turun, kuman yang indolen aktif kembali)
- Re infeksi eksogen e. Etiologi
Mycobacterium tuberculosis, Mycobacterium bovis dengan sifat tahan asam, pertumbuhan lambat, tahan lama dalam keadaan kering berminggu-minggu, tidak tahan sinar matahari, sinar ultraviolet, suhu > 60oC
f. Patogenesis
Transmisi TB melalui pasien TB dewasa. Melalui udara > 90%, droplet, melalui mulut seperti minum susu sapi, kontak langsung seperti luka di kulit,
g. Manifestasi klinis
Sistemik (non spesifik)
i. Demam > 2 mg
ii. Batuk > 3 mg, sebab lain (-)
iii. Anoreksia, BB tidak naik/ turun/ naik tak sesuai iv. Pembesaran KGB
v. Diare persisten
Spesifik Organ ( lokal)
i. Meningitis:muntah, sakit kepala, kesadaran menurun, kaku kuduk, kejang. tuberkuloma
ii. Tulang & sendi: spondilitis, gibbus, gonitis, coxitis iii. Kulit : skrofuloderma
iv. Mata : konyungtivitis flikten, teberkel koroid v. Peritonitis TB, TB ginjal
Kendala dalam menegakkan diagnosis karena gejala TB pada anak tidak khas, diagnosis pasti dengan menemukan kuman Mycobacterium tuberculosis dalam sputum sulit karena jumlah kuman sedikit dan pengambilan spesimen sputum pada anak sulit. Diagnosis ditegakkan dari anamnesis, pemeriksaan fisik, pemeriksaan penunjang berupa pemeriksaan darah, uji tuberkulin, foto rontgen, pemeriksaan mikrobiologis, pemeriksaan patologi anatomi.
Uji tuberkulin
Merupakan campuran protein yang berasal dari kultur komponen presipitat yang diambil dari kultur bakteri M tb yang telah disterilkan.
Terdapat 2 tipe tuberkulin : – Old Tuberculin (OT)
multiple puncture devices – Purified Protein Derivative (PPD)
Patch test
multiple puncture devices (Tine, Heaf)
Indikasi
Anak dengan gejala dan tanda sakit TB aktif
Kontak erat dengan pasien TB dewasa aktif
Anak dengan faktor risiko terpapar TB (tuna wisma,alkoholik,pengguna narkoba suntik)
Imunokompromais (infeksi HIV, sindrom nefrotik,keganasan,imunosupresan jangka panjang)
Bayi usia > 3 bulan yang akan di BCG
Kontraindikasi
Riwayat reaksi kulit yang hebat pada uji tuberkulin sebelumnya
Infeksi virus berat atau vaksinasi virus hidup satu bulan terakhir
Cara melakukan uji tuberkulin
Cara Mantoux : penyuntikan intrakutan 2. “Multiple puncture” : cara Heaf 6 jarum
cara Tine 4 jarum 3. “Patch test”
Disuntikkan intrakutan, daerah volar lengan bawah
Pembacaan : 48-72 jam setelah penyuntikan
diukur diameter indurasi transversal
dinyatakan dalam milimeter
Diameter indurasi : 0 - 5 mm : negatif
5 - 9 mm : positif/meragukan
> 10 mm : positif
i. Tatalaksana
Obat Anti Tuberkulosis :
Isoniazid (INH) : 5 - 15 mg/Kg BB/hari, max. 300 mg/hari oral 1 - 2 x / hari
Rifampisin (R) : 10 - 20 mg/Kg BB/hari, max. 600 mg/hari
oral 1 - 2 x / hari, perut kosong
Pirazinamid (Z) : 15 - 30 mg/Kg BB/hari, max. 2 gram/hari
oral 1 - 2 x / hari
Streptomisin (S) : 15 - 40 mg /Kg BB/hari, max. 1gram/hari
intramuskulus
oral 1 x /hari, perut kosong
Lain-lain : Ethionamide, Kanamycin, Cycloserin, Ciprofloxacin
- Pada TB umumnya pengobatan:
Fase intensif 3 macam obat ( R,H,Z) selama 2 bln
Fase lanjutan 2 macam obat (R,H) selama 4 bln - Pada TB berat (milier, meningitis) dan TB Tulang :
fase intensif min 4 macam obat (R, H, Z, E atau S) selama 2 bulan,
Fase lanjutan : INH dan Rif selama 7 dan 10 bulan.
- Prednison dengan dosis 1 mg/kgBB/hari dibagi tiga dosis diberikan pada : Efusi pleura dan TB milier : 2 minggu dosis penuh diikuti 2 minggu
tapering off
Meningitis TB : 4 minggu dosis penuh diikuti 2-4 minggu tapering off - Kombipak anak berisi :
obat fase intensif :
Rifampisin (R) 2 x 75mg (kapsul),
INH (H) 100 mg (tablet)
Pirazinamid (Z) 2 x 200 mg (tablet)
obat fase lanjutan:
Rifampicin (R) 2x75 mg (kapsul)
INH (H) 100 mg (1 tablet)
- Kombinasi dosis tetap(KDT) atau fixed dose combination (FDC) anak dibuat dengan komposisi :
Fase intensif : RIF, INH, dan PZA, masing-masing 75 mg/50 mg/150 mg untuk 2 bulan pertama
Fase lanjutan : RIF dan INH masing-masing 75 mg dan 50 mg untuk fase 4 bulan berikutnya
j. Komplikasi
Dapat terjadi penyebaran secara limfogen hematogen akan terjadi TB milier, meningitis TB, bronkogenik, pleuritis, peritonitis, perikarditis, TB tulang dan sendi.
3. Asma
a. Definisi
Penyakit saluran nafas kronik yang dapat muncul berupa serangan akut. Asma adalah mengi berulang dan/atau batuk persisten dengan karakteristik sebagai berikut : timbul secara episodik, cenderung pada malam/dini hari (nokturnal), musiman, setelah aktivitas fisik, serta terdapat riwayat asma atau atopi lain pada pasien dan/atau keluarganya. Kondisi berulang dimana dicetuskan rangsangan tertentu sehingga saluran nafas menyempit untuk beberapa waktu sehingga kesulitan bernafas. Serangan akut asma (Ekaserbasi) merupakan episode perburukan progresif gejala : batuk, sesak nafas, mengi, rasa tertekan, dll.
b. Klasifikasi
Derajat Asma Kronik : Asma episodik jarang, Asma episodik sering, Asma peristen
Serangan Akut Asma : Asma serangan ringan, Asma serangan sedang, Asma serangan berat
c. Etiologi
Serangan akut asma dapat terjadi karena gagal tatalaksana jangka panjang asma kronis atau dirangsang oleh pencetus asma seperti infeksi saluran nafas, aktivitas fisik, alergen, tungau, iritan asap rokok, polusi udara, perubahan cuaca, kimia, dll
d. Patogenesis
Bronkospasme yang disertai hipersekresi mukus dan edema dinding bronkus serta hiperaktivitas bronkus.
e. Patofisiologi
f. Manifestasi Klinis
Gejala serangan asma berupa batuk berat/ batuk tidak bisa berhenti, dyspnea/ sulit bernafas, wheezing/mengi, Tachypnea/nafas cepat, nyeri dada, sukar berbicara, sianosis
g. Diagnosis
Dari manifestasi klinis, klasifikasi, pemeriksaan fisik dan pemeriksaan penunjang.
h. Tatalaksana
Asma Kronik menggunakan tatalaksana jangka panjang yaitu menghindari penyebab dan pencetus, serta obat kontrol seperti steroid inhalasi, LABA,
ALTR dan asma serangan akut menggunakan tatalaksana serangan yaitu reliever seperti β-agonis tunggal (terbutaline, salbutamol). Xanthine, antikolinergik, kombinasi β-agonis dan ipatropium bromida, dengan rute pemberian inhalasi atau oral.
Tujuan Managemen serangan asma akut :
Mengurangi serangan asma secara cepat
Untuk mengurangi hipoksemia
Mengembalikan fungsi paru secepat mungkin
Mencegah terjadinya serangan asma
Nama obat untuk nebulisasi :