LAPORAN PENDAHULUAN
“STEMI (ST ELEVASI MIOKARD INFARK)”
DI RUANG ICU RSUD KANJURUHAN KEPANJEN
Oleh:
FERAWATI MACHMUD
NIM. 201510461011040
PROGRAM PENDIDIKAN PROFESI NERS
FAKULTAS ILMU KESEHATAN
UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH MALANG
2016
LAPORAN PENDAHULUAN
ST ELEVASI MIOKARD INFARK
A. PENGERTIAN
ST Elevasi Miokard Infark (STEMI) adalah rusaknya bagian otot jantung
secara permanen akibat insufisiensi aliran darah koroner oleh proses degeneratif
maupun di pengaruhi oleh banyak faktor dengan ditandai keluhan nyeri dada,
peningkatan enzim jantung dan ST elevasi pada pemeriksaan EKG.
STEMI adalah cermin dari pembuluh darah koroner tertentu yang
tersumbat total sehingga aliran darahnya benar-benar terhenti, otot jantung yang
dipendarahi tidak dapat nutrisi - oksigen dan mati. Infark miokard akut (IMA)
merupakan salah satu diagnosa rawat inap terserang di Negara maju. IMA dengan
elevasi ST (STEMI) merupakan bagian dari spectrum koroner akut yang terdiri
atas angka pectoris yang tidak stabil. IMA tanpa elevasi ST dan IMA dengan
elevasi STEMI umumnya secara mendadak setelah oklusi thrombus pada plak
arterosklerosis yang sudah ada sebelumnya (Sudarjo, 2006).
Infark miokard akut terjadi ketika iskemia miokard,yang biasanya timbul
sebagai akibat penyakit aterosklerosis arteri koroner, cukup untuk menghasilkan
nekrosis inversibel otot jantung. (Huan H Gray,dkk,2005,136).
infark miokard Akut adalah kematian jaringan miokard diakibatkan oleh
kerusakan darah koroner miokard karena ketidakadekuatan aliran darah
(Carpenito, 2008).
Infark miokard Akut adalah iskemia atau nekrosis pada oto jantung yang
diakibatkan karena penurunan aliran darah melalui satu atau lebih arteri koroner
(Doengos, 2003).
Infark miokard merupakan akibat dari iskemia yang berlangsung lebih
dari 30-45 menit yang memyebabkan kerusakan selular yang irreversible dan
kematian otot atau nekrosis pada bagian miokardium (Price &Wilson, 2006).
Infark miocard akut (IMA) merupakan gangguan aliran darah ke jantung yang menyebabkan sel otot jantung mati. Aliran darah di pembuluh darah terhenti setelah terjadi
sumbatan koroner akut, kecuali sejumlah kecil aliran kolateral dari pembuluh darah di sekitarnya. Daerah otot di sekitarnya yang sama sekali tidak mendapat aliran darah atau alirannya sangat sedikit sehingga tidak dapat mempertahankan fungsi otot jantung, dikatakan mengalami infark (Guyton & Hall, 2007).
IMA diklasifikasikan berdasarkan EKG 12 lead dalam dua kategori, yaitu ST-elevation infark miocard (STEMI) dan non ST-elevation infark miocard (NSTEMI). STEMI merupakan oklusi total dari arteri koroner yang menyebabkan area infark yang lebih luas meliputi seluruh ketebalan miokardium, yang ditandai dengan adanya elevasi segmen ST pada EKG. Sedangkan NSTEMI merupakan oklusi sebagian dari arteri koroner tanpa melibatkan seluruh ketebalan miokardium, sehingga tidak ada elevasi segmen ST pada EKG.
B. ETIOLOGI
Penyebab utama infark miokard adalah kurangnya suplai darah miokard.
Penyebab penurunan suplai darah dikarenakan penyempitan kritis arteri koroner
karena ateriosklerosis atau oklusi arteri komplit / penyumbatan total arteri oleh
embolus atau thrombus, syok dan hemoragi / perdarahan. Pada kasus ini selalu
terjadi ketidakseimbangan antara suplai darah dan kebutuhan oksigen.
Stemi juga terjadi jika trombus arteri koroner terjadi secara cepat pada
lokasi injuri vascular, dimana injuri ini dicetuskan oleh faktor seperti merokok,
hipertensi dan akumulasi lipid.
Infark miokard disebabkan oleh oklusi arteri koroner setelah terjadinya rupture vulnerable atherosclerotic plaque. Pada sebagian besar kasus, terdapat beberapa faktor presipitasi yang muncul sebelum terjadinya STEMI, antara lain aktivitas fisik yang berlebihan, stress emosional, dan penyakit dalam lainnya. Selain itu, terdapat beberapa faktor yang dapat meningkatkan risiko terjadinya IMA pada individu. Faktor-faktor resiko ini dibagi menjadi 2 (dua) bagian besar, yaitu faktor resiko yang tidak dapat dirubah dan faktor resiko yang dapat dirubah.
1. Faktor yang tidak dapat dirubah : a) Usia
Walaupun akumulasi plak atherosclerotic merupakan proses yang progresif, biasanya tidak akan muncul manifestasi klinis sampai lesi mencapai ambang kritis dan mulai menimbulkan kerusakan organ pada usia menengah maupun
usia lanjut. Oleh karena itu, pada usia antara 40 dan 60 tahun, insiden infark miokard pada pria meningkat lima kali lipat (Kumar, et al., 2007).
b) Jenis kelamin
Infark miokard jarag ditemukan pada wanita premenopause kecuali jika terdapat diabetes, hiperlipidemia, dan hipertensi berat. Setelah menopause, insiden penyakit yang berhubungan dengan atherosclerosis meningkat bahkan lebih besar jika dibandingkan dengan pria. Hal ini diperkirakan merupakan pengaruh dari hormon estrogen (Kumar, et al., 2007).
c) Ras
Amerika-Afrika lebih rentan terhadap aterosklerosis daripada orang kulit putih. d) Riwayat keluarga
Riwayat keluarga yang positif terhadap penyakit jantung koroner (saudara, orang tua yang menderita penyakit ini sebelum usia 50 tahun) meningkatkan kemungkinan timbulnya IMA.
2. Faktor resiko yang dapat dirubah :
a) Hiperlipidemia merupakan peningkatan kolesterol dan/atau trigliserida serum di atas batas normal. Peningkatan kadar kolesterol di atas 180 mg/dl akan meningkatkan resiko penyakit arteri koronaria, dan peningkatan resiko ini akan lebih cepat terjadi bila kadarnya melebihi 240 mg/dl. Peningkatan kolosterol LDL dihubungkan dengan meningkatnya resiko penyakit arteri koronaria, sedangkan kadar kolesterol HDL yang tinggi berperan sebagai faktor pelindung terhadap penyakit ini.
b) Hipertensi merupakan faktor risiko mayor dari IMA, baik tekanan darah systole maupun diastole memiliki peran penting. Hipertensi dapat meningkatkan risiko
ischemic heart disease (IHD) sekitar 60% dibandingkan dengan individu
normotensive. Tanpa perawatan, sekitar 50% pasien hipertensi dapat meninggal karena IHD atau gagal jantung kongestif, dan sepertiga lainnya dapat meninggal karena stroke (Kumar, et al., 2007).
c) Merokok merupakan faktor risiko pasti pada pria, dan konsumsi rokok mungkin merupakan penyebab peningkatan insiden dan keparahan atherosclerosis pada wanita. Penggunaan rokok dalam jangka waktu yang lama meningkatkan kematian karena IHD sekitar 200%. Berhenti merokok dapat menurunkan risiko secara substansial (Kumar, et al., 2007).
d) Diabetes mellitus menginduksi hiperkolesterolemia dan juga meningkatkan predisposisi atherosclerosis. Insiden infark miokard dua kali lebih tinggi pada seseorang yang menderita diabetes daripada tidak. Juga terdapat peningkatan risiko stroke pada seseorang yang menderita diabetes mellitus
e) Gaya hidup monoton, berperan pada timbulnya penyakit jantung koroner. f) Stres Psikologik, stres menyebabkan peningkatan katekolamin yang bersifat
aterogenik serta mempercepat terjadinya serangan.
C. MANIFETASI KLINIS
a. Klinis
1. Nyeri dada yang terjadi secara mendadak dan terus - menerus tidak
mereda, bagian bawah sternum dan abdomen bagian atas, ini merupakan
gejala utama.
Nyeri merupakan manifestasi yang paling umum ditemukan pada pasien dengan STEMI. Karakteristik nyeri yang dirasakan yaitu dalam dan visceral, yang biasa dideskripsikan dengan nyeri terasa berat dan seperti diremas, seperti ditusuk, atau seperti terbakar. Karakteristik nyeri pada STEMI hampir sama dengan pada angina pectoris, namun biasanya terjadi pada saat istirahat, lebih berat, dan berlangsung lebih lama. Nyeri biasa dirasakan pada bagian tengah dada dan/atau epigastrium, dan menyebar ke daerah lengan. Penyebaran nyeri juga dapat terjadi pada abdomen, punggung, rahang bawah, dan leher. Nyeri sering disertai dengan kelemahan, berkeringat, nausea, muntah, dan ansietas (Fauci, et al., 2007).2. Keparahan nyeri dapat meningkat secara menetap sampai nyeri tidak
tertahankan lagi.
3. Nyeri yang tajam dan berat yang dapat menjalar ke bahu dan terus ke
bawah menuju lengan (biasanya lengan kiri).
4. Nyeri muncul secara spontan (bukan setelah kegiatan / bekerja atau
gangguan emosional), menetap selama beberapa jam atau hari, dan tidak
hilang dengan istirahat atau nitrogliserin (NTG).
5. Nyeri dapat menjalar ke arah rahang dan leher.
6. Nyeri sering disertai dengan sesak nafas, pucat, dingin, diaforesis berat,
pusing atau kepala ringan dan mual muntah.
7. Pasien dengan diabetes melitus tidak akan mengalami nyeri yang hebat
karena neuropati yang menyertai diabetes dapat mengganggu
neuroreseptor (menyimpulkan pengalaman nyeri)
b. Laboratotium
1. Pemeriksaan Enzim jantung
-
CK (Creatini Kinase) : Isoenzim yang ditemukan pada otot jantung
meningkat pada 3-6 jam memuncak dalam 12-24 jam, kembali normal
dalam 36-48 jam (3-5 hari).
-
CK-MB: meningkat antara 2-4 jam, memuncak pada 12-20 jam dan
kembali normal pada 48-72 jam
-
LDH (laktat dehidrogenase), LDH1, dan LDH2 : Meningkat dalam 24
jam dan memakan waktu lama untuk kembali normal
-
AST (/SGOT : Meningkat
2. EKG
Perubahan EKG yang terjadi selama infark akut yaitu gelombang
Q nyata, elevasi segmen ST, dan gelombang T terbalik.
Perubahan- perubahan ini tampak pada hantaran yang terletak diatas
daerah miokardium yang mengalami nekrosis. Selang beberapa waktu
gelombang ST dan gelombang T akan kembali normal hanya gelombang
Q tetap bertahan sebagai bukti elektrokardiograf adanya infark lama.
D. PATOFISIOLOGI
Penyebab paling sering Akut Miokard Infark adalah penyempitan
pembuluh darah yang disebabkan oleh karena atheromatous. Pecahnya plak
menyebabkan terjadinya agregasi trombosit, pembentukan thrombus dan
akumulasi fibrin, perdarahan dalam plak dan beberapa tingkatan vasospasm.
Keadaan ini akan mengakibatkan sumbatan baik parsial maupun total, yang
berakibat iskemi miokard. Sumbatan total pembuluh darah yang lebih dari 4-6
jam berakibat nekrosis miokard yang irreversible tetapi reperfusi yang dilakukan
dalam waktu ini dapat menyelamatkan miokardium dan menurunkan morbiditas
dan mortalitas.
Infark miokard atau nekrosis iskemik pada miokardium, diakibatkan oleh
iskemia pada miokard yang berkepanjangan yang bersifat irreversible. Waktu
diperlukan bagi sel-sel otot jantung mengalami kerusakan adalah iskemia selama
15-20 menit. Infark miokard hampir selalu terjadi di ventrikel kiri dan dengan
nyata mengurangi fungsi ventrikel kiri, makin luas daerah infark, makin kurang
daya kontraksinya.
Secara fungsional, infark miokard menyebabkan : berkurangnya kontraksi
dengan gerak dinding abnormal, terganggunya kepaduan ventrikel kiri,
berkurangnya volume denyutan, berkurangnya waktu pengeluaran dan
meningkatnya tekanan akhir diastole ventrikel kiri.
Gangguan fungsi tidak hanya tergantung luasnya infark, tetapi juga
lokasinya karena berhubungan dengan pasokan darah. Infark juga dinamakan
berdasarkan tempat terdapatnya seperti infark subendokardial, infark intramural,
infark subepikardial, dan infark transmural. Infark transmural meluas dari
endokardium sampai epikardium. Semua infark miokard memiliki daerah daerah
pusat yang nekrotik/infark, dikelilingi daerah cedera, diluarnya dikelilingi lagi
lingkaran iskemik. Masing-masing menunjukkan pola EKG yang khas. Saat otot
miokard mati, dilepaskan enzim intramiokard, enzim ini membantu menentukkan
beratnya infark. Jaringan otot jantung yang mati, diganti jaringan parut yang dapat
mengganggu fungsinya (Dr. Jan Tambayong, 2007)
E. PEMERIKSAAN PENUNJANG
Nilai pemeriksaan laboratorium untuk mengkonfirmasi diagnosis STEMI dapat dibagi menjadi 4, yaitu: ECG, serum cardiac biomarker, cardiac imaging, dan indeks nonspesifik nekrosis jaringan dan inflamasi.
Adanya elevasi segmen ST pada sadapan tertentu a) Lead II, III, aVF : Infark inferior
b) Lead V1-V3 : Infark anteroseptal c) Lead V2-V4 : Infark anterior
d) Lead 1, aV L, V5-V6 : Infark anterolateral e) Lead I, aVL : Infark high lateral
f) Lead I, aVL, V1-V6 : Infark anterolateral luas g) Lead II, III, aVF, V5-V6 : Infark inferolateral h) Adanya Q valve patologis pada sadapan tertentu 2. Serum Cardiac Biomarker
Beberapa protein tertentu, yang disebut biomarker kardiak, dilepas dari otot jantung yang mengalami nekrosis setelah STEMI. Kecepatan pelepasan protein spesifik ini berbeda-beda, tergantung pada lokasi intraseluler, berat molekul, dan aliran darah dan limfatik local. Biomarker kardiak dapat dideteksi pada darah perifer ketika kapasitas limfatik kardiak untuk membersihkan bagian interstisium dari zona infark berlebihan sehingga ikut beredar bersama sirkulasi.
a) cTnT dan cTnI
Cardiac-specific troponin T (cTnT) dan cardiac-specific troponin I (cTnI) memiliki sekuens asam amino yang berbeda dari protein ini yang ada dalam otot skeletal. Perbedaan tersebut memungkinkan dilakukannya quantitative assay untuk cTnT dan cTnI dengan antibody monoclonal yang sangat spesifik. Karena cTnT dan cTnI secara normal tidak terdeteksi dalam darah individu normal tetapi meningkat setelah STEMI menjadi >20 kali lebih tinggi dari nilai normal, pengukuran cTnT dan cTnI dapat dijadikan sebagai pemeriksaan diagnostic. Kadar cTnT dan cTnI mungkin tetap meningkat selama 7-10 hari setelah STEMI. b) CKMB
Creatinine phosphokinase (CK) meningkat dalam 4-8 jam dan umumnya kembali normal setelah 48-72 jam. Pengukuran penurunan total CK pada STEMI memiliki spesifisitas yang rendah, karena CK juga mungkin meningkat pada penyakit otot skeletal, termasuk infark intramuscular. Pengukuran isoenzim MB dari CK dinilai lebih spesifik untuk STEMI karena isoenzim MB tidak terdapat dalam jumlah yang signifikan pada jaringan ekstrakardiak. Namun pada miokarditis, pembedahan kardiak mungkin didapatkan peningkatan kadar isoenzim MB dalam serum.
3. Cardiac Imaging a) echocardiography
Abnormalitas pergerakan dinding pada two-dimentional echocardiography hampir selalu ditemukan pada pasien STEMI. Walaupun STEMI akut tidak dapat dibedakan dari scar miokardial sebelumnya atau dari iskemia berat akut dengan echocardiography, prosedur ini masih digunakan karena keamanannya. Ketika tidak terdapat ECG untuk metode diagnostic STEMI, deteksi awal aka nada atau tidaknya abnormalitas pergerakan dinding dengan echocardiography dapat digunakan untuk mengambil keputusan, seperti apakah pasien harus mendapatkan terapi reperfusi. Estimasi echocardiographic untuk fungsi ventrikel kiri sangat berguna dalam segi prognosis, deteksi penurunan fungsi ventrikel kiri menunjukkan indikasi terapi dengan inhibitor RAAS. Echocardiography juga dapat mengidentifikasi infark pada ventrikel kanan, aneurisma ventrikuler, efusi pericardial, dan thrombus pada ventrikel kiri. Selain itu, Doppler echocardiography juga dapat mendeteksi dan kuantifikasi VSD dan regurgitasi mitral, dua komplikasi STEMI.
b) High resolution MRI
Infark miokard dapat dideteksi secara akurat dengan high resolution cardiac MRI.
c) Angiografi
Tes diagnostik invasif dengan memasukan katerterisasi jantung yang memungkinkan visualisasi langsung terhadap arteri koroner besar dan pengukuran langsung terhadap ventrikel kiri.
4. Indeks Nonspesifik Nekrosis Jaringan dan Inflamasi
Reaksi nonspesifik terhadap injuri myocardial berhubungan dengan leukositosis polimorfonuklear, yang muncul dalam beberapa jam setelah onset nyeri dan menetap selama 3-7 hari. Hitung sel darah putih seringkali mencapai 12.000-15.000/L. Kecepatan sedimentasi eritrosit meningkat secara lebih lambat dibandingkan dengan hitung sel darah putih, memuncak selama minggu pertama dan kadang tetap meningkat selama 1 atau 2 minggu.
F. PENATALAKSANAAN
1. Pre HospitalTatalaksana pra-rumah sakit. Prognosis STEMI sebagian besar tergantung adanya 2 kelompok komplikasi umum yaitu komplikasi elektrikal (aritmia) dan komplikasi mekanik (pump failure). Sebagian besar kematian di luar RS pada STEMI disebabkan adanya fibrilasi ventrikel mendadak, yang sebagian besar terjadi dalam 24 jam pertama onset gejala. Dan lebih dari separuhnya terjadi pada jam pertama. Sehingga elemen utama tatalaksana pra-RS pada pasien yang dicurigai STEMI :
Pengenalan gejala oleh pasien dan segera mencari pertolongan medis
Segera memanggil tim medis emergensi yang dapat melakukan tindakan resusitasi
Transportasi pasien ke RS yang memiliki fasilitas ICCU/ICU serta staf medis dokter dan perawat yang terlatih
Terapi REPERFUSI
Tatalaksana di IGD. Tujuan tatalaksana di IGD pada pasien yang dicurigai STEMI mencakup mengurangi/menghilangkan nyeri dada, identifikasi cepat pasien yang merupakan kandidat terapi reperfusi segera, triase pasien risiko rendah ke ruangan yang tepat di RS dan menghindari pemulangan cepat pasien dengan STEMI. 2. Hospital/ Medis
Tujuan penatalaksanaan medis yang dilakukan adalah memperkecil kerusakan
jantuang sehingga mengurangi kemungkinan terjadinya komplikasi.
Kerusakan jantung diperkecil dengan cara segera mengembalikan
keseimbangan antara kebutuhan dan suplai oksigen jantung. Terapi obat-obatan
,pemberian O2, tirah baring dilakukan secara bersamaan untuk tetap
mempertahankan jantung. Obat-obatan dan O2 digunakan untuk meningkatkan
suplay O2, sementara tirah baring digunakan untuk mengurangi kebutuhan O2.
Hilangnya nyeri merupakan indicator utama bahwa kebutuhan dan suplai O2
telah mencapai keseimbangan. Dan dengan penghentian aktifitas fisik untuk
mengurangi beben kerja jantung membatasi luas kerusakan.
a) Aktivitas
Faktor-faktor yang meningkatkan kerja jantung selama masa-masa awal infark dapat meningkatkan ukuran infark. Oleh karena itu, pasien dengan STEMI harus tetap berada pada tempat tidur selama 12 jam pertama. Kemudian, jika tidak terdapat komplikasi, pasien harus didukung untuk untuk melanjutkan postur tegak dengan menggantung kaki mereka ke sisi tempat tidur dan duduk di kursi dalam
24 jam pertama. Latihan ini bermanfaat secara psikologis dan biasanya menurunkan tekanan kapiler paru. Jika tidak terdapat hipotensi dan komplikasi lain, pasien dapat berjalan-jalan di ruangan dengan durasi dan frekuensi yang ditingkatkan secara bertahap pada hari kedua atau ketiga. Pada hari ketiga, pasien harus sudah dapat berjalan 185 m minimal tiga kali sehari.
b) Diet
Karena adanya risiko emesis dan aspirasi segera setelah STEMI, pasien hanya diberikan air peroral atau tidak diberikan apapun pada 4-12 jam pertama. Asupan nutrisi yang diberikan harus mengandung kolesterol ± 300 mg/hari. Kompleks karbohidrat harus mencapai 50-55% dari kalori total. Diet yang diberikan harus tinggi kalium, magnesium, dan serat tetapi rendah natrium.
c) Bowel
Bedrest dan efek narkotik yang digunakan untuk menghilangkan nyeri seringkali menyebabkan konstipasi. Laksatif dapat diberikan jika pasien mengalami konstipasi
3. Farmakoterapi
a) Nitrogliserin (NTG)
Nitrogliserin sublingual dapat diberikan dengan aman dengan dosis 0,4 mg dan dapat diberikan sampai 3 dosis dengan interval 5 menit. Selain mengurangi nyeri dada, NTG juga dapat menurunkan kebutuhan oksigen dengan menurunkan preload dan meningkatkan suplai oksigen miokard dengan cara dilatasi pembuluh darah koroner yang terkena infark atau pembuluh darah kolateral. Jika nyeri dada terus berlangsung, dapat diberikan NTG intravena. NTG IV juga dapat diberikan untuk mengendalikan hipertensi dan edema paru. Terapi nitrat harus dihindarkan pada pasien dengan tensi sistolik <90 mmHg atau pasien yang dicurigai menderita infark ventrikel kanan.
b) Morfin
Morfin sangat efektif mengurangi nyeri dada dan merupakan analgesik pilihan dalam tatalaksana nyeri dada pada STEMI. Morfin diberikan dengan dosis 2-4 mg dan dapat diulangi dengan interval 5-15 menit sampai dosis total 20 mg. Efek samping yang perlu diwaspadai pada pemberian morfin adalah konstriksi vena dan arteriolar melalui penurunan, sehingga terjadi pooling vena yang akan mengurangi curah jantung dan tekanan arteri. Morfin juga dapat menyebabkan efek vagotonik yang menyebabkan bradikardia atau blok jantung derajat tinggi,
terutama pasien dengan infark posterior. Efek ini biasanya dapat diatasi dengan pemberian atropine 0,5 mg IV.
c) Aspirin
Aspirin merupakan tatalaksana dasar pada pasien yang dicurigai STEMI dan efektif pada spektrum SKA. Inhibisi cepat siklooksigenase trombosit yang dilanjutkan reduksi kadar tromboksan A2 dicapai dengan absorpsi aspirin bukkal dengan dosis 160-325 mg di UGD. Selanjutnya aspirin diberikan oral dengan dosis 75-162 mg.
d) Beta-adrenoreceptor blocker
Pemberian beta blocker intravena secara akut dapat memperbaiki hubungan supply-demand oksigen, menurunkan nyeri, menurunkan ukuran infark, dan menurunkan insiden ventricular aritmia.
e) Terapi reperfusi
Terapi reperfusi yaitu menjamin aliran darah koroner kembali menjadi lancar. Reperfusi ada 2 macam yaitu berupa tindakan kateterisasi (PCI) yang berupa tindakan invasive (semi-bedah) dan terapi dengan obat melalui jalur infuse (agen fibrinolitik).
G. KOMPLIKASI
1. Disfungsi ventrikuler
Setelah STEMi, ventrikuler kiri mengalami serial perubahan
bentuk,ukuran dan ketebalan pada segment yang mengalami infak miokard
dan non infak. Proses ini disebut remodeling ventrikuler dan pada umumnya
mendahulukan berkembangnya gagal jantung secara klinis dalam hitungan
bulan atau tahun paska infak, segera setelah infak ventrikel kiri memgalami
dilatasi secara akut hasil ini berasal dari ekspansi infak antara lain:slippage
serat otot,disfungsi sel miokardial normal dan hilangnya jaringan dalam zona
nekrotik. Selanjutnya terjadinya penampungan segment non infak
mengakibatkan penipisan yang diproporsionalkan dan elegasi zona infak.
Pembesaran ruang jantung secara keseluruhan yang terjadi ditentukan dengan
ukuran dalam lokasi infak dengan dilatasi terbesar paska infak pada afeks
pentrikel kiri yang menyebabkan penurunan hemodinamik yang nyata. Lebih
sering terjadi gagal jantung dan prognosis yang lebih buruk progresivitas
dilatasi dan konsekuensi klinisnya dapat dihambat dengan terapi inhibitor dan
vasodilator yang lain. Pada pasien dengan fraksi injeksi <40% tanpa melihat
ada tidaknya gagal jantung,inhibitor ACE harus diberikan.
2. Gangguan hemodinamik/ Pump Failure
Gagal pemompaan merupakan penyebab utama kematian pada
STEMI. Perluasan iskemia nekrosis mempunyai korelasi yang baik dengan
tingkat gagal pompa dan mortalitas baik pada awal (10 hari infak) dan
sesudahnya. Tanda klinis yang sering dijumpai adalah ronki bassah di
paru-paru dan bunyi jantung S3 dan S4 gallop pada pemeriksaan rontgen sering
dijumpai kongesti paru.
3. Aritmia
Insiden aritmia setelah STEMI meningkat pada pasien setelah gejala awal. Mekanisme yang berperan dalam aritmia karena infark meliputi ketidakseimbangan sistem saraf otonom, ketidakseimbangan elektrolit, iskemia, dan konduksi yang lambat pada zona iskemik.
4. Gagal jantung kongestif
Hal ini terjadi karena kongesti sirkulasi akibat disfungsi miokardium. Disfungsi ventrikel kiri atau gagal jantung kiri menimbulkan kongesti vena pulmonalis, sedangkan disfungsi ventrikel kanan atau gagal jantung kanan mengakibatkan kongesti vena sistemik.
5. Syok kardiogenik
Diakibatkan oleh disfungsi ventrikel kiri sesudah mengalami infark yang massif, biasanya mengenai lebih dari 40% ventrikel kiri. Timbul lingkaran setan akibat perubahan hemodinamik progresif hebat yang ireversibel dengan manifestasi seperti penurunan perfusi perifer, penurunan perfusi koroner, peningkatan kongesti paru-paru, hipotensi, asidosis metabolic, dan hipoksemia yang selanjutnya makin menekan fungsi miokardium.
6. Edema paru akut
Edema paru adalah timbunan cairan abnormal dalam paru, baik di rongga interstisial maupun dalam alveoli. Edema paru merupakan tanda adanya kongesti paru tingkat lanjut, di mana cairan mengalami kebocoran melalui dinding kapiler, merembes keluar, dan menimbulkan dispnea yang sangat berat. Kongesti paru terjadi jika dasar vascular paru menerima darah yang berlebihan dari ventrikel kanan yang
tidak mampu diakomodasi dan diambil oleh jantung kiri. Oleh karena adanya timbunan cairan, paru menjadi kaku dan tidak dapat mengembang serta udara tidak dapat masuk, akibatnya terjadi hipoksia berat.
7. Disfungsi otot papilaris
Disfungsi iskemik atau ruptur nekrotik otot papilaris akan mengganggu fungsi katup mitralis, sehingga memungkinkan eversi daun katup ke dalam atrium selama sistolik. Inkompetensi katup mengakibatkan aliran retrograde dari ventrikel kiri ke dalam atrium kiri dengan dua akibat yaitu pengurangan aliran ke aorta dan peningkatan kongesti pada atrium kiri dan vena pulmonalis.
8. Defek septum ventrikel
Nekrosis septum interventrikular dapat menyebabkan rupture dinding septum sehingga terjadi defek septum ventrikel.
9. Rupture jantung
Rupture dinding ventrikel yang bebas dapat terjadi pada awal perjalanan infark selama fase pembuangan jaringan nekrotik sebelum pembentukan parut. Dinding nekrotik yang tipis pecah, sehingga terjadi peradarahan massif ke dalam kantong pericardium yang relative tidak elastic dapat berkembang. Kantong pericardium yang terisi oleh darah menekan jantung, sehingga menimbulkan tamponade jantung. Tamponade jantung ini akan mengurangi aliran balik vena dan curah jantung.
10. Aneurisma ventrikel
Aneurisma ini biasanya terjadi pada permukaan anterior atau apeks jantung. Aneurisma ventrikel akan mengembang bagaikan balon pada setiap sistolik dan teregang secara pasif oleh sebagian curah sekuncup.
11. Tromboembolisme
Nekrosis endotel ventrikel akan membuat permukaan endotel menjadi kasar yang merupakan predisposisi pembentukan thrombus. Pecahan thrombus mural intrakardium dapat terlepas dan terjadi embolisasi sistemik.
12. Perikarditis
Infark transmural dapat membuat lapisan epikardium yang langsung berkontak dan menjadi kasar, sehingga merangsang permukaan pericardium dan menimbulkan reaksi peradangan.
Terlampir
I. ASUHAN KEPERAWATAN
1. Pengkajian
Identitas Klien
Nama, usia, jenis kelamin, alamat, no.telepon, status pernikahan, agama, suku, pendidikan, pekerjaan, lama bekerja, No. RM, tanggal masuk, tanggal pengkajian, sumber informasi, nama keluarga dekat yang bias dihubungi, status, alamat, no.telepon, pendidikan, dan pekerjaan.
Status kesehatan saat ini
Keluhan utama: nyeri dada, perasaan sulit bernapas, dan pingsan.
Riwayat penyakit sekarang (PQRST)
1) Provoking incident: nyeri setelah beraktivitas dan tidak berkurang dengan istirahat.
2) Quality of pain: seperti apa rasa nyeri yang dirasakan atau digambarkan klien, sifat keluhan nyeri seperti tertekan.
3) Region, radiation, relief: lokasi nyeri di daerah substernal atau nyeri di atas pericardium. Penyebaran dapat meluas di dada. Dapat terjadi nyeri serta ketidakmampuan bahu dan tangan.
4) Severity (scale) of pain: klien bias ditanya dengan menggunakan rentang 0-5 dan klien akan menilai seberapa jauh rasa nyeri yang dirasakan. Biasanya pada saat angina skala nyeri berkisar antara 4-5 skala (0-5).
5) Time: sifat mulanya muncul (onset), gejala timbul mendadak. Lama timbulnya (durasi) nyeri dada dikeluhkan lebih dari 15 menit. Nyeri oleh infark miokardium dapat timbul pada waktu istirahat, biasanya lebih parah dan berlangsung lebih lama. Gejala-gejala yang menyertai infark miokardium meliputi dispnea, berkeringat, amsietas, dan pingsan.
Riwayat kesehatan terdahulu
Apakah sebelumnya klien pernah menderita nyeri dada, darah tinggi, DM, dan hiperlipidemia. Tanyakan obat-obatan yang biasa diminum oleh klien pada masa
lalu yang masih relevan. Catat adanya efek samping yang terjadi di masa lalu. Tanyakan alergi obat dan reaksi alergi apa yang timbul.
Riwayat keluarga
Menanyakan penyakit yang pernah dialami oleh keluarga serta bila ada anggota keluarga yang meninggal, tanyakan penyebab kematiannya. Penyakit jantung iskemik pada orang tua yang timbulnya pada usia muda merupakan factor risiko utama untuk penyakit jantung iskemik pada keturunannya.
Aktivitas/istirahat
Gejala: kelemahan, kelelahan, tidak dapat tidur, riwayat pola hidup menetap, jadual olahraga tak teratur. Tanda: takikardia, dispnea pada istirahat/kerja.
Sirkulasi
Gejala: riwayat IM sebelumnya, penyakit arteri koroner, gagal jantung koroner, masalah TD, DM.
Tanda:
1) TD dapat normal atau naik/turun; perubahan postural dicatat dari tidur sampai duduk/berdiri
2) Nadi dapat normal; penuh/tak kuat atau lemah/kuat kualitasnya dengan pengisian kapiler lambat; tidak teratur (disritmia) mungkin terjadi.
3) Bunyi jantung ekstra (S3/S4) mungkin menunjukkan gagal jantung/penurunan kontraktilitas atau komplian ventrikel.
4) Murmur bila ada menunjukkan gagal katup atau disfungsi otot papilar 5) Friksi; dicurigai perikarditis.
6) Irama jantung dapat teratur atau tak teratur.
7) Edema, edema perifer, krekels mungkin ada dengan gagal jantung/ventrikel. 8) Pucat atau sianosis pada kulit, kuku dan membran mukosa.
Integritas ego
Gejala: menyangkal gejala penting, takut mati, perasaan ajal sudah dekat, marah pada penyakit/perawatan yang ‘tak perlu’, khawatir tentang keluarga, pekerjaan dan keuangan.
Tanda: menolak, menyangkal, cemas, kurang kontak mata, gelisah, marah, perilaku menyerang, dan fokus pada diri sendiri/nyeri.
Eliminasi: bunyi usus normal atau menurun
Makanan/cairan
Gejala: mual, kehilangan napsu makan, bersendawa, nyeri ulu hati/terbakar. Tanda: penurunan turgor kulit, kulit kering/berkeringat, muntah, dan perubahan berat badan
Hygiene: kesulitan melakukan perawatan diri
Neurosensori
Gejala: pusing, kepala berdenyut selama tidur atau saat bangun (duduk/istirahat) Tanda: perubahan mental dan kelemahan
Nyeri/ketidaknyamanan Gejala:
a) Nyeri dada yang timbul mendadak (dapat/tidak berhubungan dengan aktifitas), tidak hilang dengan istirahat atau nitrogliserin.
b) Lokasi nyeri tipikal pada dada anterior, substernal, prekordial, dapat menyebar ke tangan, rahang, wajah. Tidak tertentu lokasinya seperti epigastrium, siku, rahang, abdomen, punggung, leher
c) Kualitas nyeri ‘crushing’, menusuk, berat, menetap, tertekan, seperti dapat dilihat.
d) Instensitas nyeri biasanya 10 pada skala 1-10, mungkin pengalaman nyeri paling buruk yang pernah dialami.
e) Catatan: nyeri mungkin tak ada pada pasien pasca operasi, dengan DM, hipertensi dan lansia.
Tanda:
a) Wajah meringis, perubahan postur tubuh. b) Menangis, merintih, meregang, menggeliat. c) Menarik diri, kehilangan kontak mata
d) Respon otonom: perubahan frekuensi/irama jantung, TD, pernapasan, warna kulit/kelembaban, kesadaran.
Gejala: dispnea dengan/tanpa kerja, dispnea nocturnal, batuk produktif/tidak produktif, riwayat merokok, penyakit pernapasan kronis
Tanda: peningkatan frekuensi pernapasan, pucat/sianosis, bunyi napas bersih atau krekels, wheezing, sputum bersih, merah muda kental.
Interaksi social
Gejala: stress saat ini (kerja, keuangan, keluarga) dan kesulitan koping dengan stessor yang ada (penyakit, hospitalisasi)
Tanda: kesulitan istirahat dengan tenang, respon emosi meningkat, dan menarik diri dari keluarga
Penyuluhan/pembelajaran
Gejala: riwayat keluarga penyakit jantung/IM, DM, stroke, hipertensi, penyakit vaskuler perifer, dan riwayat penggunaan tembakau
Pengkajian fisik
Penting untuk mendeteksi komplikasi dan harus mencakup hal-hal berikut: 1. Tingkat kesadaran
2. Nyeri dada (temuan klinik yang paling penting)
3. Frekwensi dan irama jantung: Disritmia dapat menunjukkan tidak mencukupinya oksigen ke dalam miokard
4. Bunyi jantung: S3 dapat menjadi tanda dini ancaman gagal jantung
5. Tekanan darah: Diukur untuk menentukan respons nyeri dan pengobatan, perhatian tekanan nadi, yang mungkin akan menyempit setelah serangan miokard infark, menandakan ketidakefektifan kontraksi ventrikel
6. Nadi perifer: Kaji frekuensi, irama dan volume 7. Warna dan suhu kulit
8. Paru-paru: Auskultasi bidang paru pada interval yang teratur terhadap tanda-tanda gagal ventrikel (bunyi krakles pada dasar paru)
9. Fungsi gastrointestinal: Kaji motilitas usus, trombosis arteri mesenterika merupakan potensial komplikasi yang fatal
10. Status volume cairan: Amati haluaran urine, periksa adanya edema, adanya tanda dini syok kardiogenik merupakan hipotensi dengan oliguria
2. Diagnosa dan Intervensi Keperawatan
a. Nyeri akut
Diagnosa Keperawatan/ Masalah Kolaborasi
Rencana keperawatan
Tujuan dan Kriteria Hasil Intervensi
Nyeri akut berhubungan dengan:
Agen injuri (biologi, kimia, fisik, psikologis), kerusakan jaringan DS:
- Laporan secara verbal DO:
- Posisi untuk menahan nyeri - Tingkah laku berhati-hati
- Gangguan tidur (mata sayu, tampak capek, sulit atau gerakan kacau, menyeringai)
- Terfokus pada diri sendiri
- Fokus menyempit (penurunan persepsi waktu, kerusakan proses berpikir, penurunan interaksi dengan orang dan lingkungan)
- Tingkah laku distraksi, contoh : jalan-jalan, menemui orang lain dan/atau aktivitas, aktivitas berulang-ulang) - Respon autonom (seperti diaphoresis,
perubahan tekanan darah, perubahan nafas, nadi dan dilatasi pupil) - Perubahan autonomic dalam tonus otot
(mungkin dalam rentang dari lemah ke kaku)
- Tingkah laku ekspresif (contoh : gelisah, merintih, menangis, waspada, iritabel, nafas panjang/berkeluh kesah) - Perubahan dalam nafsu makan dan
minum
NOC :
Pain Level, pain control, comfort level Setelah dilakukan tinfakan keperawatan selama …. Pasien tidak mengalami nyeri, dengan kriteria hasil: Mampu mengontrol nyeri (tahu penyebab nyeri, mampu menggunakan tehnik nonfarmakologi untuk mengurangi nyeri, mencari bantuan)
Melaporkan bahwa nyeri berkurang dengan menggunakan manajemen nyeri
Mampu mengenali nyeri (skala, intensitas, frekuensi dan tanda nyeri) Menyatakan rasa nyaman setelah
nyeri berkurang
Tanda vital dalam rentang normal Tidak mengalami gangguan tidur
NIC :
Lakukan pengkajian nyeri secara komprehensif termasuk lokasi, karakteristik, durasi, frekuensi, kualitas dan faktor presipitasi
Observasi reaksi nonverbal dari ketidaknyamanan
Bantu pasien dan keluarga untuk mencari dan menemukan dukungan
Kontrol lingkungan yang dapat mempengaruhi nyeri seperti suhu ruangan, pencahayaan dan kebisingan
Kurangi faktor presipitasi nyeri
Kaji tipe dan sumber nyeri untuk menentukan intervensi Ajarkan tentang teknik non farmakologi: napas dala,
relaksasi, distraksi, kompres hangat/ dingin Berikan analgetik untuk mengurangi nyeri: ……... Tingkatkan istirahat
Berikan informasi tentang nyeri seperti penyebab nyeri, berapa lama nyeri akan berkurang dan antisipasi ketidaknyamanan dari prosedur
Monitor vital sign sebelum dan sesudah pemberian analgesik pertama kali
b. Penurunan curah jantung
Diagnosa Keperawatan/ Masalah Kolaborasi
Tujuan dan Kriteria Hasil Intervensi
Penurunan curah jantung b/d gangguan
irama jantung, stroke volume, pre load dan afterload, kontraktilitas jantung.
DO/DS:
- Aritmia, takikardia, bradikardia - Palpitasi, oedem
- Kelelahan
- Peningkatan/penurunan JVP - Distensi vena jugularis - Kulit dingin dan lembab - Penurunan denyut nadi perifer - Oliguria, kaplari refill lambat - Nafas pendek/ sesak nafas - Perubahan warna kulit - Batuk, bunyi jantung S3/S4 - Kecemasan
NOC :
Cardiac Pump effectiveness Circulation Status Vital Sign Status Tissue perfusion: perifer
Setelah dilakukan asuhan selama………penurunan kardiak output klien teratasi dengan kriteria hasil:
Tanda Vital dalam rentang normal (Tekanan darah, Nadi, respirasi) Dapat mentoleransi aktivitas,
tidak ada kelelahan
Tidak ada edema paru, perifer, dan tidak ada asites
Tidak ada penurunan kesadaran AGD dalam batas normal Tidak ada distensi vena leher Warna kulit normal
NIC :
Evaluasi adanya nyeri dada Catat adanya disritmia jantung
Catat adanya tanda dan gejala penurunan cardiac putput Monitor status pernafasan yang menandakan gagal
jantung
Monitor balance cairan
Monitor respon pasien terhadap efek pengobatan antiaritmia
Atur periode latihan dan istirahat untuk menghindari kelelahan
Monitor toleransi aktivitas pasien
Monitor adanya dyspneu, fatigue, tekipneu dan ortopneu Anjurkan untuk menurunkan stress
Monitor TD, nadi, suhu, dan RR
Monitor VS saat pasien berbaring, duduk, atau berdiri Auskultasi TD pada kedua lengan dan bandingkan Monitor TD, nadi, RR, sebelum, selama, dan setelah
aktivitas
Monitor jumlah, bunyi dan irama jantung Monitor frekuensi dan irama pernapasan Monitor pola pernapasan abnormal Monitor suhu, warna, dan kelembaban kulit Monitor sianosis perifer
Monitor adanya cushing triad (tekanan nadi yang melebar, bradikardi, peningkatan sistolik)
Identifikasi penyebab dari perubahan vital sign Jelaskan pada pasien tujuan dari pemberian oksigen Sediakan informasi untuk mengurangi stress
Kelola pemberian obat anti aritmia, inotropik, nitrogliserin dan vasodilator untuk mempertahankan kontraktilitas jantung
Kelola pemberian antikoagulan untuk mencegah trombus perifer
Minimalkan stress lingkungan
Diagnosa Keperawatan/ Masalah Kolaborasi
Rencana keperawatan
Tujuan dan Kriteria Hasil Intervensi
Intoleransi aktivitas
Berhubungan dengan :
Tirah Baring atau imobilisasi Kelemahan menyeluruh Ketidakseimbangan antara suplei
oksigen dengan kebutuhan Gaya hidup yang dipertahankan. DS:
Melaporkan secara verbal adanya kelelahan atau kelemahan. Adanya dyspneu atau
ketidaknyamanan saat beraktivitas. DO :
Respon abnormal dari tekanan darah atau nadi terhadap aktifitas Perubahan ECG : aritmia, iskemia
NOC :
Self Care : ADLs Toleransi aktivitas Konservasi eneergi
Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama …. Pasien bertoleransi terhadap aktivitas dengan Kriteria Hasil : Berpartisipasi dalam aktivitas fisik
tanpa disertai peningkatan tekanan darah, nadi dan RR
Mampu melakukan aktivitas sehari hari (ADLs) secara mandiri Keseimbangan aktivitas dan istirahat
NIC :
Observasi adanya pembatasan klien dalam melakukan aktivitas
Kaji adanya faktor yang menyebabkan kelelahan Monitor nutrisi dan sumber energi yang adekuat Monitor pasien akan adanya kelelahan fisik dan emosi
secara berlebihan
Monitor respon kardivaskuler terhadap aktivitas (takikardi, disritmia, sesak nafas, diaporesis, pucat, perubahan hemodinamik)
Monitor pola tidur dan lamanya tidur/istirahat pasien Kolaborasikan dengan Tenaga Rehabilitasi Medik dalam
merencanakan progran terapi yang tepat.
Bantu klien untuk mengidentifikasi aktivitas yang mampu dilakukan
Bantu untuk memilih aktivitas konsisten yang sesuai dengan kemampuan fisik, psikologi dan sosial Bantu untuk mengidentifikasi dan mendapatkan sumber
yang diperlukan untuk aktivitas yang diinginkan Bantu untuk mendpatkan alat bantuan aktivitas seperti
kursi roda, krek
Bantu untuk mengidentifikasi aktivitas yang disukai Bantu klien untuk membuat jadwal latihan diwaktu luang Bantu pasien/keluarga untuk mengidentifikasi kekurangan
dalam beraktivitas
Sediakan penguatan positif bagi yang aktif beraktivitas Bantu pasien untuk mengembangkan motivasi diri dan
penguatan
Monitor respon fisik, emosi, sosial dan spiritual
d. Gangguan pertukaran Gas
Diagnosa Keperawatan/ MasalahKolaborasi
Rencana keperawatan
Gangguan Pertukaran gas
Berhubungan dengan :
è ketidakseimbangan perfusi ventilasi è perubahan membran kapiler-alveolar DS:
è sakit kepala ketika bangun è Dyspnoe è Gangguan penglihatan DO: è Penurunan CO2 è Takikardi è Hiperkapnia è Keletihan è Iritabilitas è Hypoxia è kebingungan è sianosis
è warna kulit abnormal (pucat, kehitaman) è Hipoksemia
è hiperkarbia è AGD abnormal è pH arteri abnormal
èfrekuensi dan kedalaman nafas abnormal
NOC:
Respiratory Status : Gas exchange Keseimbangan asam Basa, Elektrolit Respiratory Status : ventilation Vital Sign Status
Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama …. Gangguan pertukaran pasien teratasi dengan kriteria hasi:
Mendemonstrasikan peningkatan ventilasi dan oksigenasi yang adekuat
Memelihara kebersihan paru paru dan bebas dari tanda tanda distress pernafasan
Mendemonstrasikan batuk efektif dan suara nafas yang bersih, tidak ada sianosis dan dyspneu (mampu mengeluarkan sputum, mampu bernafas dengan mudah, tidak ada pursed lips)
Tanda tanda vital dalam rentang normal
AGD dalam batas normal Status neurologis dalam batas
normal
NIC :
Posisikan pasien untuk memaksimalkan ventilasi Pasang mayo bila perlu
Lakukan fisioterapi dada jika perlu Keluarkan sekret dengan batuk atau suction Auskultasi suara nafas, catat adanya suara tambahan Berikan bronkodilator ;
-………. -………. Barikan pelembab udara
Atur intake untuk cairan mengoptimalkan keseimbangan. Monitor respirasi dan status O2
Catat pergerakan dada,amati kesimetrisan, penggunaan otot tambahan, retraksi otot supraclavicular dan intercostal Monitor suara nafas, seperti dengkur
Monitor pola nafas : bradipena, takipenia, kussmaul, hiperventilasi, cheyne stokes, biot
Auskultasi suara nafas, catat area penurunan / tidak adanya ventilasi dan suara tambahan
Monitor TTV, AGD, elektrolit dan ststus mental Observasi sianosis khususnya membran mukosa
Jelaskan pada pasien dan keluarga tentang persiapan tindakan dan tujuan penggunaan alat tambahan (O2, Suction, Inhalasi)
Auskultasi bunyi jantung, jumlah, irama dan denyut jantung
e. Kelebihan volume cairan
Diagnosa Keperawatan/ MasalahKolaborasi
Rencana keperawatan
Tujuan dan Kriteria Hasil Intervensi
Kelebihan Volume Cairan
Berhubungan dengan :
- Mekanisme pengaturan melemah - Asupan cairan berlebihan DO/DS :
Berat badan meningkat pada waktu yang singkat
Asupan berlebihan dibanding output Distensi vena jugularis
NOC :
Electrolit and acid base balance
Fluid balance Hydration Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama …. Kelebihan volume cairan teratasi dengan kriteria:
NIC :
Pertahankan catatan intake dan output yang akurat Pasang urin kateter jika diperlukan
Monitor hasil lab yang sesuai dengan retensi cairan (BUN , Hmt , osmolalitas urin )
Monitor vital sign
Monitor indikasi retensi / kelebihan cairan (cracles, CVP , edema, distensi vena leher, asites)
Perubahan pada pola nafas, dyspnoe/sesak nafas, orthopnoe, suara nafas abnormal (Rales atau crakles), , pleural effusion Oliguria, azotemia
Perubahan status mental, kegelisahan, kecemasan
Terbebas dari edema, efusi, anaskara
Bunyi nafas bersih, tidak ada dyspneu/ortopneu
Terbebas dari distensi vena jugularis,
Memelihara tekanan vena sentral, tekanan kapiler paru, output jantung dan vital sign DBN
Terbebas dari kelelahan, kecemasan atau bingung
Kaji lokasi dan luas edema Monitor masukan makanan / cairan Monitor status nutrisi
Berikan diuretik sesuai interuksi Kolaborasi pemberian obat:
... Monitor berat badan Monitor elektrolit
Monitor tanda dan gejala dari odema
f. Kecemasan
Diagnosa Keperawatan/ MasalahKolaborasi
Rencana keperawatan
Tujuan dan Kriteria Hasil Intervensi
Kecemasan berhubungan dengan
Faktor keturunan, Krisis situasional, Stress, perubahan status kesehatan, ancaman kematian, perubahan konsep diri, kurang pengetahuan dan hospitalisasi
DO/DS: - Insomnia
- Kontak mata kurang - Kurang istirahat - Berfokus pada diri sendiri - Iritabilitas
- Takut - Nyeri perut
- Penurunan TD dan denyut nadi - Diare, mual, kelelahan - Gangguan tidur - Gemetar
- Anoreksia, mulut kering - Peningkatan TD, denyut nadi, RR - Kesulitan bernafas
- Bingung
NOC :
- Kontrol kecemasan
- Koping
Setelah dilakukan asuhan selama ………klien kecemasan teratasi dgn kriteria hasil:
Klien mampu mengidentifikasi dan mengungkapkan gejala cemas
Mengidentifikasi,
mengungkapkan dan menunjukkan tehnik untuk mengontol cemas
Vital sign dalam batas normal Postur tubuh, ekspresi wajah,
bahasa tubuh dan tingkat aktivitas menunjukkan berkurangnya kecemasan
NIC :
Anxiety Reduction (penurunan kecemasan)
Gunakan pendekatan yang menenangkan
Nyatakan dengan jelas harapan terhadap pelaku pasien Jelaskan semua prosedur dan apa yang dirasakan
selama prosedur
Temani pasien untuk memberikan keamanan dan mengurangi takut
Berikan informasi faktual mengenai diagnosis, tindakan prognosis
Libatkan keluarga untuk mendampingi klien
Instruksikan pada pasien untuk menggunakan tehnik relaksasi
Dengarkan dengan penuh perhatian Identifikasi tingkat kecemasan
Bantu pasien mengenal situasi yang menimbulkan kecemasan
Dorong pasien untuk mengungkapkan perasaan, ketakutan, persepsi
- Bloking dalam pembicaraan - Sulit berkonsentrasi
DAFTAR PUSTAKA
Corwin, E.J. (2009). Handbook of pathophysiology. Alih bahasa: Pendit,BU. Jakarta:
EGC.
Fauci, Braunwald, Kasper, Hauser, Longo, Jameson, Loscalzo. 2008. Harrison’s Principles
of Internal Medicine 17th edition. The McGraw-Hill Companies, Inc.
Herdman, T. H. (2012). NANDA internasional. Diagnosis Keperawatan : Definisi
dan Klasifikasi 2012-2014. alih bahasa Made Sumarwati, Dwi Widiarti, Estu
Tiar, editor bahasa Indonesia Monica Ester. Jakarta : EGC.
Kumar, Abbas, Fausto, Mitchel. 2007. Robbin’s Basic Pathology. Elsevier Inc.
Muttaqin, A. 2009. Buku Ajar Keperawatan Klien dengan Gangguan Sistem Kardiovaskular
dan Hematologi. Jakarta: Salemba Medika.
Price, S. A., & Wilson, L. M. 2005. Patofisiologi: Konsep Klinis Proses-Proses Penyakit.