• Tidak ada hasil yang ditemukan

UNIVERSITAS INDONESIA DOKUMENTASI KOLEKSI ARKEOLOGI DI MUSEUM NASIONAL SKRIPSI FENNY MEGA VANANI

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "UNIVERSITAS INDONESIA DOKUMENTASI KOLEKSI ARKEOLOGI DI MUSEUM NASIONAL SKRIPSI FENNY MEGA VANANI"

Copied!
110
0
0

Teks penuh

(1)

 

   

UNIVERSITAS INDONESIA

DOKUMENTASI KOLEKSI ARKEOLOGI DI

MUSEUM NASIONAL

SKRIPSI

Diajukan sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar sarjana humaniora

FENNY MEGA VANANI

0706279326

FAKULTAS ILMU PENGETAHUAN BUDAYA

PROGRAM STUDI ARKEOLOGI

DEPOK

DESEMBER 2011

(2)

Saya yang bertanda tangan di bawah ini dengan sebenarnya menyatakan bahwa skripsi ini saya susun tanpa tindakan plagiarisme sesuai dengan peraturan yang berlaku di Universitas Indonesia.

Jika di kemudian hari ternyata saya melakukan tindakan plagiarisme, saya akan bertanggung jawab sepenuhnya dan menerima sanksi yang dijatuhkan oleh Universitas Indonesia kepada saya.

Jakarta, 2 Desember 2011

(3)

iii  

Skripsi ini adalah hasil karya saya sendiri, dan semua sumber baik yang dikutip maupun dirujuk

telah saya nyatakan dengan benar.

Nama : Fenny Mega Vanani NPM : 0706279326

Tanda Tangan:

(4)

Skripsi yang diajukan oleh

Nama : Fenny Mega Vanani

NPM : 0706279326

Program Studi : Arkeologi

Judul : Dokumentasi Koleksi Arkeologi Di Museum Nasional

ini telah berhasil dipertahankan di hadapan Dewan Penguji dan diterima sebagai bagian persyaratan yang diperlukan untuk memperoleh gelar Sarjana Humaniora pada Program Studi Arkeologi, Fakultas Ilmu Pengetahuan Budaya, Universitas Indonesia.

DEWAN PENGUJI

Pembimbing : Dr. Wanny Rahardjo Wahyudi

Penguji : Dr. Kresno Yulianto

Penguji : Dr. Ali Akbar

Ditetapkan di Tanggal oleh Dekan

Fakultas Ilmu Pengetahuan Budaya Universitas Indonesia

(5)

v  

Puji syukur saya panjatkan kepada Tuhan Yang Maha Esa, karena atas berkat dan rahmat-Nya, saya dapat menyelesaikan skripsi ini. Penulisan skripsi ini dilakukan dalam rangka memenuhi salah satu syarat untuk mencapai gelar Sarjana Humaniora Program Studi Arkeologi, Fakultas Ilmu Pengetahuan Budaya, Universitas Indonesia.

Saya menyadari dalam proses penulisan skripsi ini, saya mendapat banyak bantuan dan bimbingan dari berbagai pihak, dari masa perkuliahan hingga pada penyusunan skripsi ini. Tanpa bantuan dan bimbingan tersebut sangat sulit bagi saya menghadapi kendala-kendala yang merintang datang silih berganti. Oleh karena itu, saya mengucapkan terima kasih kepada:

1. Orang tua dan keluarga saya yang telah memberikan dukungan materil dan moril. Skripsi ini saya dedikasikan untuk Mama dan Papa yang tidak pernah lelah mendoakan dan menyemangati saya, serta tidak pernah meninggalkan saya saat berada dalam kesulitan;

2. Dr. Kresno Yulianto, selaku Ketua Departemen Arkeologi FIB UI yang banyak memberikan pinjaman buku-buku dan masukkan demi kelancaran penelitian saya;

3. Dr. Ninie Susanti, selaku Koordinator Program Studi S1 Arkeologi yang telah banyak memberikan bantuan dan dukungan;

4. Dr. Wanny Rahardjo Wahyudi, selaku pembimbing skripsi saya yang dengan kesabarannya meluangkan waktu, tenaga dan pikiran untuk mengarahkan saya;

5. Prof. Dr. Agus Aris Munandar, selaku pembimbing akademis selama ±4 tahun masa perkuliahan, dan semua pihak pengajar: Dr. Ali Akbar, Dr. R. Cecep Eka Permana, Ingrid Harriet E. P, M.Si., Dr. Heriyanti Ongkodharma Untoro, Dr. Irmawati Johan, Karina Arifin, Ph.D., Agi Ginanjar, M.Si., Dian Sulistyowati, M.Hum., Ajeng Ayu Arainikasih, M.Arts., dan semua nama

(6)

6. Ibu Ekowati Sundari, M.Hum., selaku Kepala Bidang Koleksi Museum Nasional yang tanpa bantuannya saya pasti tidak bisa melanjutkan penelitian saya;

7. Bapak Trigangga, S.S., selaku Kepala Bidang Registrasi Museum Nasional; Mas Gunawan, M.Hum, selaku staf Bidang Registrasi Museum Nasional yang pertolongannya tidak terkira untuk mendapatkan data-data penelitian dan semua pihak lainnya dari Museum Nasional saya ucapakan terima kasih;

8. Teman-teman seperjuangan angkatan 2007, SEMUANYA, terima kasih atas dukungan dan kebersamaan, terlebih atas penerimaan dan pengertiaannya pada saya secara pribadi. Selalu berjuang dan tetap menjadi diri kita sendiri! Akan sangat merindukan kalian;

9. Listya Desti Utami dan Huda Hafida, S.IKom., kalian pelengkap yang Tuhan berikan sejak 10 tahun yang lalu. Terima kasih, kita akan terus bersama selamanya;

10. Eka Vandesmar Prasetya Utama, S.T., mentor dan sahabat, untuk semua suka dan duka, untuk semua kebersamaan dan pengorbanan, terima kasih.

Akhir kata, saya berharap Tuhan Yang Maha Esa berkenan membalas segala kebaikan semua pihak yang telah membantu. Semoga skripsi ini membawa manfaat bagi perkembangan ilmu pengetahuan.

Tangerang, 2 Desember 2011

(7)

vii  

Sebagai sivitas akademik Universitas Indonesia, saya yang bertanda tangan di bawah ini:

Nama : Fenny Mega Vanani

NPM : 0706279326

Program Studi : Arkeologi

Departemen : Arkeologi

Fakultas : Ilmu Pengetahuan Budaya

Jenis karya : Skripsi

demi perkembangan ilmu pengetahuan, menyetujui untuk memberikan kepada Universitas Indonesia Hak Bebas Royalti Noneksklusif (Non-exclusive Royalty-Free Right) atas karya ilmiah saya yang berjudul:

Dokumentasi Koleksi Arkeologi Di Museum Nasional

beserta perangkat yang ada (jika diperlukan). Dengan Hak Bebas Royalti Noneksklusif ini Universitas Indonesia berhak menyimpan, mengalihmedia/formatkan, mengelola dalam bentuk pangkalan data (database), merawat dan memublikasikan tugas akhir saya selama tetap mencantumkan nama saya sebagai penulis/pencipta dan sebagai pemilik Hak Cipta.

Demikian pernyataan ini saya buat dengan sebenarnya.

Tangerang, 2 Desember 2011 Yang menyatakan,

(8)

Nama : Fenny Mega Vanani Program Studi : Arkeologi

Judul : Dokumentasi Koleksi Arkeologi Di Museum Nasional

Skripsi ini merupakan penelitian mengenai sistem dokumentasi pada koleksi arkeologi di Museum Nasional. Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengkaji penerapan sistem dokumentasi yang telah dilakukan oleh Museum Nasional dalam memenuhi salah satu perannya sebagai lembaga yang berorientasi pada pengembangan edukasi masyarakat. Penelitian mengacu pada pengelolaan koleksi (management collection) berdasarkan prinsip dokumentasi dalam arkeologi. Penelitian ini merupakan bentuk penelitian kualitatif dengan metode deskriptif. Hasil penelitian menyarankan bahwa perbaikkan dokumentasi koleksi arkeologi perlu dilakukan dalam rangka memenuhi prinsip dokumentasi dalam arkeologi secara optimal dan memberikan starting point yang informatif sebagai bekal dalam melakukan penelitian koleksi lebih lanjut.

Kata kunci:

(9)

  ix       Universitas Indonesia   

Name : Fenny Mega Vanani

Study Program : Archaeology

Title : Documentation of Archaeology Collection in National

Museum of Indonesia

This graduate thesis is a study about documentation system of archaeology collection conducted in the National Museum of Indonesia. The purpose of this study is to examine the application of documentation system which has done by National Museum in order to meets one of its basic role as an institution concerned in public education development. The study referred to management collection in the term of documentation in archaeology. This research is qualitative method with descriptive explanation. The result of this study suggests that the development documentation of archaeology collection is needed in order to optimally apply documentation principal in archaeology and provide an informative provision as a starting point for further collection research.

Key words:

Documentation of collection, management collection, documentation in archaeology

(10)

HALAMAN JUDUL………... SURAT PERNYATAAN BEBAS PLAGIARISME ………. HALAMAN PERNYATAAN ORISINALITAS……… LEMBAR PENGESAHAN……… KATA PENGANTAR……… LEMBAR PERSETUJUAN PUBLIKASI KARYA ILMIAH……… ABSTRAK……….. ABSTRACT……….... DAFTAR ISI………... DAFTAR GAMBAR……….. DAFTAR FOTO………. DAFTAR TABEL………... DAFTAR LAMPIRAN………... 1. PENDAHULUAN………. 1.1 Latar Belakang………. 1.2 Perumusan Masalah………... 1.3 Tujuan dan Manfaat………. 1.4 Metode Penelitian……….

1.4.1 Pengumpulan Data………... 1.4.2 Pengolahan Data………... 1.4.3 Sintesis dan Penyimpulan………... 1.5 Sistematika Penulisan………...

2. DOKUMENTASI DALAM ARKEOLOGI……….……….. 2.1 Hakikat Data Arkeologi….……….. 2.2 Dimensi Arkeologi……….……….. 2.3 Manfaat Dokumentasi………... 2.3.1 Dokumentasi Untuk Preservsi.………. 2.3.2 Dokumentasi Untuk Penelitian..………... 2.3.3 Dokumentasi Untuk Komunikasi……….

3. KOLEKSI ARKEOLOGI MUSEUM NASIONAL……… 3.1 Keberadaan Koleksi Arkeologi………. 3.2 Keberagaman Koleksi Arkeologi Di Museum Nasional………..

3.2.1 Arca………...……… 3.2.2 Prasasti……….. 3.2.3 Alat Upacara………. 3.2.4 Perhiasan……….. 3.2.5 Alat Rumah Tangga……….

i ii iii iv v vii viii ix x xii xiii xiv xv 1 1 6 7 8 8 9 10 11 13 13 19 22 25 26 27 29 29 30 33 38 39 40 42

(11)

  xi       Universitas Indonesia   

4.1 Sistem Dokumentasi……….. 4.2 Penerapan Sistem Dokumentasi……… 4.3 Hasil Dokumentasi……… 4.3.1 Dokumentasi Manual………..….. 4.3.2 Dokumentasi Digital………..…... 4.4 Tinjauan………. 5. PENUTUP………... 5.1 Kesimpulan……… 5.2 Saran……….. DAFTAR REFERENSI………..   46 50 51 56 74 79 87 87 90 91

(12)

Gambar 2.1 Perhitungan Atribut Bentuk ………... 20

Gambar 2.2 Tahap Penelitian Arkeologi………...……… 22

Gambar 2.3 Fungsi Dasar Museum………..…………...………….. 24

Gambar 2.4 Hakikat Data Arkeologi……….……… 26

Gambar 3.1 Pembagian Bidang Koleksi……… 31

Gambar 3.2 Pengelompokkan Koleksi……….. 32

Gambar 4.1 Alur Penanganan Koleksi……….. 51

Gambar 4.2 Database Koleksi……….. 53

Gambar 4.3 Kelompok Koleksi Berdasarkan Jenis………... 75

Gambar 4.4 Kelompok Koleksi Berdasarkan Bahan………. 76

Gambar 4.5 Diagram Persentase Dokumentasi Koleksi……… 80

(13)

  xiii       Universitas Indonesia   

Foto 3.1 Arca Parvati……….. 34

Foto 3.2 Arca Bhrkuti………. 35

Foto 3.3 Arca Harihara……… 36

Foto 3.4 Arca Nandi………. ……... 37

Foto 3.5 Arca Manusia………. 37

Foto 3.6 Prasasti Nomor Inventaris D175……….. 38

Foto 3.7 Alat Upacara: Mangkuk……… 40

Foto 3.8 Perhiasan: Hiasan Ikat Pinggang………. 41

Foto 3.9 Bagian Bangunan: Relief Nomor Inventaris 433………….. 43

Foto 3.10 Bagian Bangunan: Relief Kancil Nomor Inventaris 422….. 44

Foto 3.11 Bagian Bangunan: Makara……… 45

Foto 4.1 Lembar Inventaris Koleksi Halaman 1……….. 54

Foto 4.2 Lembar Inventaris Koleksi Halaman 2……….. 55

(14)

Tabel 3.1 Kelompok Koleksi Arca……… 36

Tabel 3.2 Kelompok Koleksi Prasasti……… 39

Tabel 3.3 Kelompok Koleksi Alat Upacara………... 39

Tabel 3.4 Kelompok Koleksi Perhiasan………. 41

Tabel 3.5 Kelompok Koleksi Alat Rumah Tangga……… 42

Tabel 3.6 Kelompok Koleksi Bagian Bangunan………... 44

Tabel 4.1 Tingkat Informasi Terisi……… 61

Tabel 4.2 Perhitungan Buku Katalog Koleksi Arkeologi……….. 62

Tabel 4.3 Perhitungan Buku Katalog Koleksi Arkeologi (Setelah Eleminasi)……… 68

Tabel 4.4 Kelompok Koleksi Tanah Liat………... 77

Tabel 4.5 Kelompok Koleksi Batu……….……… 77

(15)

  xv       Universitas Indonesia   

Lampiran 1 Tabel Informasi Terisi Pada Satu Buku Katalog Koleksi Arkeologi

Museum Nasional (Koleksi Emas Wonoboyo)

Lampiran 2 Tabel Persentase Tingkat Informasi Pada Satu Buku Katalog Koleksi Arkeologi Museum Nasional (Koleksi Emas Wonoboyo)

(16)

BAB 1 PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Dokumentasi secara umum berasal dari kata document (Inggris) dan documentum (Latin) yang berarti informasi atau data yang terekam atau dimuat dalam suatu media yang digunakan untuk belajar, kesaksian, penelitian dan lain-lain. Dokumentasi juga berarti mengumpulkan semua keterangan baik yang berupa tulisan, foto, gambar, rekaman video, sketsa, peta atau karya-karya

monumental lain untuk kemudian disimpan dan digunakan bila diperlukan.1

Masih secara umum, menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia, dokumentasi berarti pengumpulan, pemilihan, pengolahan dan penyimpanan informasi di bidang pengetahuan, pemberian atau pengumpulan bukti dan keterangan (gambar, kutipan, guntingan koran dan bahan referensi lain). Dokumentasi juga memiliki fungsi sebagai suatu usaha untuk mengawetkan informasi-informasi agar dapat dipergunakan lagi di masa mendatang sebagai bahan untuk belajar, penyelidikan atau penelitian.

Dokumentasi (dokumen) dalam ilmu sejarah memiliki dua pengertian sebagaimana yang dikutip dalam Buku Understanding History: A Primer Historical Method, Louis Gottschalk menjabarkan pengertian pertama yang berarti sumber tertulis bagi informasi sejarah yang merupakan kebalikan dari informasi lisan, artefak dan peninggalan arkeologi lainnya. Pengertian kedua dari dokumentasi (dokumen) adalah dikaitkan dengan surat-surat resmi dan surat-surat negara, seperti surat perjanjian, undang-undang, hibah, konsesi dan lain-lainnya. Gottschalk menambahkan secara lebih luas adalah berupa setiap proses pembuktian yang didasarkan atas jenis sumber apapun, baik bersifat tulisan, lisan, ataupun gambar (Gottschalk, 1986).

      

1

(17)

Universitas Indonesia

Dalam ilmu kebudayaan, dokumentasi merupakan usaha untuk merekonstruksi proses kebudayaan yang terwakili oleh suatu benda budaya. Konsep kebudayaan inilah yang perlu untuk dilestarikan. Menurut Koentjaraningrat, kebudayaan adalah keseluruhan sistem gagasan dan tindakan manusia yang kemudian menghasilkan suatu karya dalam kehidupan manusia dan dijadikan milik diri manusia dengan belajar (Koentjaraningrat, 2001: 72).

Manusia memiliki gagasan dan dengan bertindak manusia dapat menghasilkan karya. Karya manusia tersebut merupakan benda budaya (material culture). Dokumentasi penting dilakukan pada benda-benda budaya yang dihasilkan oleh manusia sebagai upaya untuk merekonstruksi konsep kebudayaan yang terwakili oleh suatu benda budaya. Konsep kebudayaan tersebut perlu untuk dilestarikan.

Arkeologi yang merupakan disiplin ilmu yang mempelajari mengenai kebudayaan manusia masa lampau melalui peninggalannya juga menekankan pentingnya dokumentasi. Dokumentasi dalam arkeologi berarti merekam data arkeologi dalam dimensi bentuk, ruang dan waktu, serta merekam hubungan fungsional antara benda dengan hubungan temporalnya. Dokumentasi tersebut dilakukan pada data arkeologi berupa benda-benda hasil modifikasi manusia yang pada hakikatnya terbatas karena sebagian besar terkubur di tanah dan ditemukan dalam keadaan tidak utuh.

Keberadaan benda yang terkubur tersebut mengharuskan para arkeolog untuk melakukan ekskavasi yang terbatas secara ruang dan waktu. Dokumentasi dilakukan dengan merekam konteks benda tersebut saat ditemukan dengan melakukan perkaman verbal maupun piktorial. Dokumentasi dalam arkeologi juga bermanfaat untuk memahami terjadinya proses formasi pada benda, seperti terjadinya proses tingkah laku dan proses transformasi (Sharer dan Ashmore, 2003: 127−128).

Dalam arkeologi, data arkeologi tersebut sebagian besar merupakan benda-benda budaya yang tidak utuh dan berada di bawah tanah. Keberadaan benda-benda yang di bawah tanah tersebut mengharuskan para arkeolog untuk melakukan ekskavasi yang tidak dapat diulang, sehingga dokumentasi perlu dilakukan dengan

(18)

perkaman verbal dan piktorial. Dengan demikian, dokumentasi merupakan tahap penting dalam proses pengumpulan data.

Dokumentasi dalam penelitian ini terkait dengan dokumentasi dalam museum, yaitu dokumentasi benda-benda budaya yang ada di museum. Dokumentasi dalam museum berarti meregistrasi dan mengkatalogisasi setiap benda yang masuk ke museum. Tujuannya adalah untuk memastikan benda tersebut merupakan milik museum dan memudahkan pegawai museum untuk dapat menanganinya secara efektif dan efisien serta memudahkan dalam mengidentifikasi benda-benda bila ada kemungkinan terburuk terjadi pada benda yang merupakan koleksi museum tersebut (Burcaw, 1997).

Dalam Buku Collection Management (1995), disebutkan hal yang sama mengenai pentingnya melakukan dokumentasi koleksi bahwa dokumentasi dilakukan untuk dapat memudahkan pegawai museum menemukan lokasi penyimpanan koleksi dan memudahkan pengunjung ataupun peneliti mendapatkan informasi terkait dengan koleksi tersebut. Koleksi harus didokumentasikan sesuai dengan ketentuan tertentu sehingga museum dapat menghitung, melokasikan dan menyediakan informasi mengenainya. Informasi tersebut kemudian dapat diakses melalui pameran umum atau pelayanan informasi (Fahy, 1995: 2).

Di lain sisi, dokumentasi memiliki fungsi untuk menunjukkan makna pada koleksi dan menunjukkan asosiasi serta konteks pada koleksi yang telah kehilangan hubungan tersebut. Dokumentasi berfungsi mengembalikan konteks dan menjadikannya bermakna. Dengan demikian dokumentasi koleksi dapat menampilkan keterkaitan koleksi dengan konteks dan asosiasi dengan koleksi lainnya.2

Dalam penelitian ini menggunakan definisi dokumentasi sebagaimana yang dipaparkan oleh Burcaw, bahwa dokumentasi diperlukan untuk dapat menangani koleksi secara efisien dan efektif. Sehingga pembatasan dalam penelitian ini hanya menitikberatkan pada bentuk registrasi, inventarisasi dan katalogisasi yang sudah ada di Museum Nasional.

      

2

(19)

Universitas Indonesia

Konteks yang dikembalikan dapat menciptakan makna melalui interpretasi dari koleksi yang dipamerkan dan hasil interpretasi tersebut berguna untuk memahami masa lampau serta sebagai bukti telah dilakukannya pelestarian bagi kepentingan generasi masa mendatang melalui dokumentasi. Mengetahui makna tersebut merupakan kewajiban yang harus dilakukan oleh museum sebagai usaha untuk merekonstruksi sejarah kebudayaan dan dengan demikian dapat juga menjelaskan mengenai jati diri bangsa (Magetsari, 2008: 14).

Pada bagian ini terlihat bahwa melalui dokumentasi yang dilakukan oleh museum sebagai lembaga yang menyimpan dan merawat benda-benda budaya dapat memudahkan proses rekonstruksi kebudayaan. Hal tersebut tercermin dalam fungsi museum sebagai tempat mengumpulkan, mendokumentasikan, merawat dan menyediakan akses untuk melakukan penelitian (Fahy, 1995: 2).

Berbicara mengenai museum, International Council of Museum (ICOM) mendefinisikan museum sebagai lembaga non-profit untuk kepentingan dan

pembangunan masyarakat yang terbuka untuk umum (ICOM, 1986)3. Banyak

fungsi museum lainnya lebih lanjut dijelaskan oleh lembaga-lembaga yang menaungi museum.

Museum Association mendefinisikan museum sebagai tempat untuk memamerkan koleksi dan interpretasi yang berkaitan dengan benda-benda budaya untuk kepentingan masyarakat (Fahy, 1995: 2). American Association of Museum mendefinisikan fungsi museum adalah untuk menyimpan koleksi demi kepentingan pendidikan dan bertujuan untuk memberi keindahan bagi manusia dan kesejahteraan manusia di masa depan (Kotler, 2008: 7). United Kingdom Museums Association menjelaskan fungsi museum untuk memberikan informasi yang berkaitan dengan keuntungan publik (McLean, 1997: 9).

Dilihat dari definisi museum tersebut, jika dikaitkan dengan ilmu pengetahuan dan kebudayaan dapat lebih luas lagi dijelaskan. Museum merupakan tempat untuk menyimpan koleksi yang merupakan objek penelitian ilmiah       

3  The  ICOM  Code  of  Professional  Ethics  disahkan  dengan  kesepakatan  bersama  pada  General 

Assimbly  ke‐15  di  Buenos  Aires,  Argentina  pada  4  November  1986.  Kemudian  diamandemen 

pada pertemuan ke‐20 di Barcelona, Spanyol pada 6 Juli 2001, mengganti judul menjadi ICOM 

Code of Ethics for Museums dan direvisi pada pertemuan ke‐21 di Seoul, Korea Selatan pada 8 

Oktober  2004.  Versi  yang  beredar  di  Indonesia  merupakan  cetakan  Departemen  Kebudayaan  dan Pariwisata, Direktorat Jenderal Sejarah dan Purbakala, Direktorat Museum, 2008. Cetakan  tersebut yang digunakan penulis sebagai kutipan. 

(20)

bertugas untuk mengadakan, melengkapi dan mengembangkan tersedianya objek penelitian ilmiah bagi siapapun yang membutuhkan. Selain itu museum juga bertugas untuk menyediakan sarana untuk kegiatan penelitian, selain museum bertugas melaksanakan kegiatan penelitian itu sendiri dan menyebarluaskan hasil

penelitian tersebut untuk pengembangan ilmu pengetahuan umumnya.4

Berdasarkan definisi-definisi tersebut dapat diketahui bahwa peran utama museum dapat diintisarikan berkaitan dengan kepentingan masyarakat. Diantaranya adalah sebagai penyediainformasi edukatif mengenai pengetahuan kebudayaan kepada masyarakat pada umumnya melalui sistem dan tata penyajian koleksi yang dapat menarik minat tertentu (Ambrose dan Paine, 2006). Serangkaian kegiatan yang menyangkut dengan sistem dan tata penyajian koleksi tersebut dimulai dari menyimpan, merawat, melakukan penelitian sampai publikasi hasil penelitian tersebut tercakup dalam pengelolaan koleksi (Keene, 2002: 19).

Setelah memahami definisi museum sebagaimana yang telah dijabarkan pada paragraf sebelumnya, maka disadari bahwa kegiatan museum berpusat pada pengembangan koleksi, baik untuk pengembangan pengetahuan masyarakat ataupun sebagai penyedia objek penelitian ilmiah. Sehingga untuk dapat mengembangkan koleksi tersebut, museum perlu melakukan dokumentasi koleksi, karena dokumentasi koleksi bertujuan untuk merekam kegiatan penelitian, perawatan ataupun penyajian koleksi.

Perlu dipahami bahwa pemahaman mengenai dokumentasi koleksi tersebut merupakan permasalahan krusial dan mendasar untuk dikembangkan pada museum saat ini. Tanpa pengetahuan mengenai dokumentasi koleksi dan pengembangan material budaya mustahil dapat merekonstruksi makna koleksi dan memahami peran museum dalam masyarakat kontemporer (Fahy, 1995: 10).

Untuk itu, penerapan dokumentasi koleksi sangat menarik untuk dikaji karena merupakan aspek terpenting dalam berlangsungnya kegiatan museum dan lebih dari pada itu jika ditarik dari sudut pandang ilmu pengetahuan, maka dokumentasi penting untuk melestarikan ilmu pengetahuan itu sendiri. Dalam       

4

(21)

Universitas Indonesia

kaitan dokumentasi museologi dengan arkeologi, sebagaimana yang dikutip dari Brian Fagan bahwa arkeologi memiliki tujuan dan satu prioritas utama, yaitu untuk menjaga dan merawat peninggalan-peninggalan yang tersisa untuk generasi seterusnya (Fagan, 2006: 63).

Konsep dokumentasi koleksi yang melatarbelakangi penelitian ini dapat dilihat pada koleksi arkeologi di Museum Nasional. Diketahui bahwa koleksi arkeologi di Museum Nasional sangat beragam dengan kuantitas yang banyak, maka menarik untuk dikaji bagaimana penerapan sistem dokumentasi koleksi arkeologi di museum tersebut berdasarkan prinsip dokumentasi dalam arkeologi.

Selain itu, Museum Nasional merupakan museum pusat yang sepatutnya telah memiliki sistem dokumentasi yang dapat menjadi acuan bagi museum lainnya. Dengan demikian, penelitian mengenai dokumentasi koleksi arkeologi ini menjadi semakin menarik karena merupakan hal yang paling penting dalam pengelolaan koleksi.

1.2 Rumusan Masalah

Berdasarkan uraian pada latar belakang, timbul pertanyan mengenai sistem dokumentasi yang diterapkan di Museum Nasional dalam menangani dokumentasi koleksi arkeologi. Hal tersebut kemudian menimbulkan pertanyaan bagaimana sistem dokumentasi koleksi arkeologi diterapkan di Museum Nasional dan apakah sudah keseluruhan koleksi arkeologi Museum Nasional didokumentasikan?

Mengingat koleksi tersebut adalah koleksi arkeologi yang merupakan benda-benda arkeologi untuk itu dokumentasinya harus sesuai dengan prinsip-prinsip dokumentasi dalam arkeologi. Pertanyaan yang timbul kemudian adalah apakah sistem dokumentasi yang telah diterapkan selama ini di Museum Nasional telah memenuhi prinsip-prinsip perekaman dalam arkeologi?

Berdasarkan alasan-alasan pada latar belakang dan pertanyaan yang timbul pada paragraf sebelumnya, maka permasalahan yang timbul dalam penelitian ini adalah bagaimana sistem dokumentasi koleksi yang cocok untuk diimplementasikan agar dokumentasi tersebut dapat menjadi sumber informasi yang digunakan sebagai titik awal melakukan penelitian lebih lanjut.

(22)

Mengingat informasi yang terdokumentasi tersebut adalah hal yang penting, maka hendaknya dapat dipertanggungjawabkan kebenarannya. Dokumentasi tersebut juga merupakan upaya untuk melestarikan koleksi itu sendiri.

1.3 Tujuan dan Manfaat

Penelitian ini merupakan bentuk penelitian yang dimaksudkan untuk menambah khasanah pengetahuan mengenai dokumentasi koleksi. Terutama mengenai dokumentasi koleksi arkeologi yang berada di Museum Nasional.

Dengan melihat permasalahan yang terdapat pada penelitian ini, maka tujuan penelitian adalah menelusuri keterkaitan antara koleksi dengan dokumentasinya, memahami sistem dokumentasi yang diterapkan di Museum Nasional dan mengetahui sistem dokumentasi yang cocok untuk diterapkan pada koleksi arkeologi di Museum Nasional.

Selain itu, tujuan lainnya adalah memberikan rekomendasi dalam bentuk deskripsi secara menyeluruh mengenai katalog koleksi sebagai output dari dokumentasi koleksi. Dengan demikian dapat dipertanggungjawabkan kebenarannya dalam upaya penambahan kualitas sistem penyediaan informasi ketika akan disampaikan dalam pameran.

Manfaat yang dapat timbul dari penelitian ini adalah rekomendasi yang akan diberikan nantinya diharapkan menjadi bahan pertimbangan dalam perbaikan sistem dokumentasi koleksi arkeologi di Museum Nasional. Sehingga dapat mengakomodir informasi-informasi arkeologi dalam dokumentasi koleksi arkeologi Museum Nasional dan dapat dengan mudah diakses demi kepentingan kemajuan ilmu pengetahuan secara umum dan ilmu arkeologi secara khusus.

Dilihat dari segi keilmuan diharapkan hasil penelitian ini dapat menjadi titik awal ketertarikan penelitian mengenai arkeologi dan museologi serta menimbulkan kerjasama yang baik antara arkeolog dengan praktisi museum untuk berkolaborasi dalam memajukan ilmu pengetahuan. Secara keseluruhan hasil penelitian ini diharapkan dapat menjadi suatu awal yang baik dalam praktek permuseuman agar museum di Indonesia bisa menjadi jauh lebih baik lagi.

(23)

Universitas Indonesia 1.4 Metode Penelitian

Metode yang digunakan dalam penelitian ini meliputi tahap pengumpulan data, pengolahan data, sintesis dan penyimpulan.

1.4.1 Pengumpulan Data

Pengumpulan data dilakukan pada dua kategori, yaitu data kepustakaan dan data lapangan. Data kepustakaan dikumpulkan terkait dengan sistem dokumentasi dan koleksi. Data yang dikumpulkan tersebut berupa buku, artikel ataupun jurnal.

Pengumpulan data kepustakaan tersebut terutama berkaitan dengan ruang lingkup dokumentasi koleksi arkeologi Museum Nasional dan termasuk di dalamnya mengenai koleksi yang ada pada dokumen tersebut. Hasil pengumpulan data kepustakaan diketahui bahwa museum nasional memiliki 9020 koleksi arkeologi yang terdiri dari beragam jenis dan masanya, tetapi belum diketahui secara pasti berapa koleksi yang sudah didokumentasikan.

Setelah pengumpulan data kepustakaan tersebut, kemudian dilakukan observasi dengan menghitung koleksi arkeologi Museum Nasional. Perhitungan ini dibatasi hanya pada koleksi arkeologi yang dipamerkan, karena sebagian besar koleksi arkeologi memang berada di ruang pameran.

Data lapangan juga di dapat dengan melakukan pengumpulan lembar inventaris yang merupakan output dari kegiatan dokumentasi koleksi yang dilakukan oleh pihak Museum Nasional. Lembar inventaris tersebut kemudian dibukukan (dijilid) dan disebut oleh pihak Museum Nasional sebagai buku katalog koleksi manual. Dalam setiap buku katalog koleksi berisikan sebanyak 100 lembar inventaris yang masing-masing lembar inventaris terdiri dari 1 koleksi.

Selain itu, diketahui juga bahwa selain lembar inventaris tersebut ternyata juga ada database koleksi yang oleh pihak Museum Nasional disebut sebagai

(24)

katalog koleksi digital5. Hasil observasi juga ditemukan ada 202 buku katalog koleksi arkeologi di Museum Nasional.

Pengumpulan buku katalog koleksi tersebut dimaksudkan sebagai efisiensi cara kerja dalam penelitian ini untuk mengetahui jumlah koleksi arkeologi. Sehingga data yang dikumpulkan adalah isi dan jumlah koleksi arkeologi dari katalog baik yang manual ataupun digital.

1.4.2 Pengolahan Data

Pengolahan data dilakukan dengan menganalisis buku katalog koleksi manual yang telah dikumpulkan dan memasukkan setiap informasi koleksi yang ada di dalam buku katalog ke dalam tabel. Tabulasi dilakukan dengan melakukan klasifikasi informasi koleksi yang terisi dan tidak terisi di dalam konten yang ada di buku katalog.

Pada tahap tabulasi yang bertujuan untuk melihat informasi terisi ini, digunakan satu buku katalog yang dianggap mewakili buku katalog lainnya. Hal tersebut dilakukan mengingat konten pada setiap buku katalog adalah sama. Sehingga satu buku katalog tersebut mewakili katalog lainnya dalam perihal

konten yang digunakan.6

Buku katalog koleksi yang dianggap mewakili itu berasal dari koleksi emas Museum Nasional. Diketahui bahwa koleksi emas tersebut berasal dari penggalian arkeologi di situs Wonoboyo yang oleh pemerintah diserahkan kepada Direktorat Perlindungan dan Pembinaan Sejarah dan disimpan di Museum Nasional sejak 18 Januari 1991. Karena koleksi tersebut merupakan koleksi emas yang dianggap prestisius dan juga merupakan hadiah dari pemerintah, maka

      

5 Pihak Museum Nasional memiliki katalog koleksi yang dicetak dalam bentuk lembar inventaris  koleksi yang kemudian dibukukan (dalam penelitian ini digunakan istilah “katalog manual”) dan  katalog  koleksi  dengan  mengunakan  sistem  komputer  sebagai  database  (dalam  penelitian  ini  digunakan  istilah  “katalog  digital”).  Diketahui  juga  bahwa  katalog  digital  tersebut  diisi  berdasarkan informasi yang terdapat di dalam katalog manual. 

6

(25)

Universitas Indonesia

sebagai bentuk pertanggungjawaban katalog koleksi tersebut dibuat sebaik dan

selengkap7 mungkin setelah koleksi tersebut masuk ke Museum Nasional.

Setelah tabulasi tersebut selesai selanjutnya dilakukan perhitungan mengenai informasi yang ada pada buku katalog koleksi arkeologi tersebut untuk menunjukkan kadar informasi yang disajikan apakah sudah informatif atau belum berdasarkan terisi atau tidaknya informasi dalam masing-masing konten. Perhitungan ini disajikan dalam bentuk persentase menggunakan diagram batang supaya terlihat jelas tingkat informasi yang tersaji pada masing-masing konten.

Tabulasi selanjutnya dilakukan untuk mengetahui jumlah koleksi arkeologi. Hal ini dilakukan dengan perhitungan 202 buku katalog koleksi arkeologi berdasarkan nomor registrasi dan nomor inventarisnya. Sehingga akan terlihat berapa banyak buku yang akan dieleminasi berdasarkan kesamaan nomor registrasi atau nomor inventaris (akibat cetak ganda/duplikasi).

Setelah tahap eleminasi tersebut, maka didapat hanya ada 167 buku katalog. Dengan demikian akan didapat jumlah koleksi arkeologi berdasarkan perhitungan jumlah lembar inventaris yang diketahui bahwa satu lembar inventaris koleksi mewakili satu koleksi arkeologi.

Perhitungan mengenai jumlah selanjutnya juga dilakukan terhadap katalog koleksi yang ada pada database (katalog digital). Hal ini dilakukan untuk memastikan bahwa dokumentasi yang dilakukan berjalan dengan sinkron. Dari data yang dikumpulkan diketahui bahwa database tersebut diisi berdasarkan buku-buku katalog manual.

1.4.3 Sintesis dan Penyimpulan

Penarikan kesimpulan dilakukan setelah tabulasi selesai dilakukan sehingga dapat menunjukkan jumlah koleksi arkeologi yang terdokumentasi berdasarkan katalog manual dan digital. Kesimpulan juga dilakukan dari hasil

      

7

 Sebagaimana yang diketahui penulis dari hasil perbincangan dengan Ibu Ekowati selaku Kepala  Divisi  Koleksi  Prasejarah  dan  Arkeologi  Museum  Nasional  pada  bulan  Mei  2011.  Setelah  dilakukan  observasi  dan  mengamati  keseluruhan  buku  katalog  koleksi  arkeologi  Museum  Nasional  ternyata  benar  bahwa  hanya  buku  katalog  koleksi  emas  Wonoboyo  yang  dapat  dikategorikan lebih baik dan lengkap daripada buku katalog koleksi arkeologi lainnya. 

(26)

tabulasi informasi yang tersaji dalam konten yang terdapat pada buku katalog koleksi manual dengan melihat persentase tertinggi dan terendah.

Kemudian dalam penelitian ini, hasil akhir penelitian berisi kesimpulan dan saran yang disampaikan dalam bentuk rekomendasi atau usulan. Rekomendasi didapat dari hasil mensintesiskan keseluruhan komponen penelitian (teori dan data lapangan) untuk mendapatkan suatu sistem dokumentasi yang baru, yang mencakup prinsip dokumentasi dalam arkeologi dan dapat diimplementasikan pada dokumentasi koleksi arkeologi Museum Nasional.

Penelitian ini bersifat ilmiah dengan demikian hasil yang dijelaskan akan mendahulukan kenyataan hasil penelitian daripada mempertahankan pendirian awal. Hasil akhirnya akan memberikan rekomendasi sistemdokumentasi yang lebih efektif dan efisien untuk memberikan informasi yang berkualitas sesuai dengan teori dan standar yang telah dijelaskan sebelumnya untuk bisa diimplementasikan menjadi katalog koleksi arkeologi Museum Nasional yang dapat diakses oleh siapa saja yang membutuhkan.

1.5 Sistematika Penulisan

Kerangka penulisan penelitian berdasarkan proses dan tahapan pekerjaan yang dilakukan:

Bab 1 merupakan bab pendahuluan yang berisi mengenai 1) latar belakang penelitian yang berisi mengenai definisi dokumentasi secara umum dan kaitannya dengan keilmuan, cakupan dan pentingnya melakukan dokumentasi; 2) rumusan permasalahan penelitian; 3) tujuan dan manfaat; 4) metode penelitian yang terdiri dari metode pengumpulan data, pengolahan data, sintesis dan penyimpulan; 5) sistematika penulisan.

Bab 2 merupakan bab teori penunjang yang memaparkan teori berkaitan dengan 1) dokumentasi dalam arkeologi yang mencangkup mengenai hakikat data arkeologi, dimensi arkeologi dan konsep atribut.

Bab 3 merupakan uraian deskriptif mengenai 1) keberadaan koleksi arkeologi di Museum Nasional; dan 2) keberagaman koleksi arkeologi dan

(27)

Universitas Indonesia

pengelompokan koleksi arkeologi yang telah dilakukan oleh pihak Museum Nasional.

Bab 4 berisi mengenai deskripsi penerapan dokumentasi koleksi yang telah dilakukan oleh Museum Nasional diantaranya dalam bentuk lembar inventaris koleksi yang dibukukan menjadi buku katalog koleksi. Selanjutnya adalah pengolahan data yang dilakukan dengan membuat tabel analisis. Analisis dilakukan pada data dokumentasi manual, yaitu dokumentasi yang dilakukan tanpa menggunakan teknologi komputer (berupa katalog manual) dan pada data dokumentasi digital, yaitu dokumentasi yang dilakukan dengan menggunakan teknologi komputer (berupa katalog digital atau database).

Bab 5 merupakan bagian penutup berupa kesimpulan dari hasil penelitian dan saran. 

(28)

BAB 2

DOKUMENTASI DALAM ARKEOLOGI

2.1 Hakikat Data Arkeologi

Arkeologi adalah ilmu yang mempelajari tentang manusia masa lalu melalui benda-benda peninggalannya. Dalam kajian kepurbakalaan Indonesia, benda-benda peninggalan itu dikategorikan berasal dari periode prasejarah, klasik, islam dan kolonial. Melalui benda-benda peninggalan tersebut arkeologi berusaha merekonstruksi sejarah dan perilaku manusia masa lalu.

Benda-benda peninggalan tersebut dimodifikasi sedemikian rupa oleh manusia untuk memenuhi kebutuhan hidupnya. Benda-benda tersebut merupakan benda-benda budaya atau material culture. Dalam perjalanannya benda-benda tersebut mengalami proses yang panjang, baik yang mengalami proses pembuatan, penggunaan, tidak digunakan lagi dan kemudian dibuang oleh penggunanya.

Sharer dan Ashmore dalam Buku Archaeology: Discovering Our Past menjabarkan bahwa pada dasarnya arkeologi mempelajari peninggalan-peninggalan masa lalu yang sudah berlangsung hingga ratusan abad lalu. Dengan adanya aktivitas alam, maka peninggalan tersebut sebagian besar terpendam di dalam tanah atau di dalam air dan ditemukan dalam keadaan tidak utuh. Dari yang ditemukan hanya sebagian kecil yang dapat di rekonstruksi sebagai data arkeologi, baik bentuk, ruang atau waktu. Dari yang direkonstruksi tersebut hanya sebagian kecil yang dapat ditafsirkan.

Bentuk-bentuk data arkeologi, sebagaimana yang dijelaskan oleh Sharer- Ashmore (2003: 120−124), terdiri dari:

a. Artefak: semua benda yang dibuat atau diubah oleh manusia dan dapat berpindah.

b. Ekofak: benda-benda berbahan dasar dari lingkungan hidup yang berperan dalam kehidupan masyarakat di masa lampau terdiri dari abiota dan biota.

(29)

  Universitas Indonesia  c. Fitur: artefak yang tidak dapat berpindah tanpa merusak tempat

kedudukannya (matriks). Misal, bangunan, lubang bekas tiang, dll. d. Situs: sebidang tanah yang mengandung tinggalan-tinggalan kebudayaan

manusia masa lalu yang pernah berlangsung di suatu tempat dan dilakukan oleh sekumpulan masyarakat.

e. Wilayah: sekumpulan situs atau data arkeologi yang cakupannya lebih luas.

Sedangkan menurut Brian Fagan (2005: 120), data arkeologi adalah material yang diakui oleh arkeolog memiliki nilai penting, semuanya dikumpulkan dan direkam di dalam suatu penelitian. Bentuk data arkeologi menurut Fagan, antara lain:

a. Artefak: benda yang dibuat dan dimodifikasi oleh manusia, benda keras. b. Fitur: artefak dan asosiasi artefak yang tidak dapat dipindahkan dari

matriksnya, seperti postholes atau selokan/parit.

c. Struktur: rumah, lumbung, kuil, dan bangunan-bangunan lainnya yang dapat diidentifikasi sebagai sisa-sisa yang masih berdiri, pola postholes, dan bangunan lainnya yang berdiri di atas tanah.

d. Ekofak: seperti sisa-sisa makanan, misalkan tulang, bibit, atau lainnya yang ditemukan dan dinyatakan sebagai akibat dari aktivitas manusia. e. Subassemblages : sekumpulan artefak yang ditemukan di suatu asosiasi

yang berpola sehingga mencerminkan adanya pembagian perilaku budaya suatu kelompok kecil (Fagan, 2005: 129).

f. Assemblages : sekumpulan subassemblages yang ditemukan di dalam asosiasi kontemporer yang mencerminkan pola aktivitas semua komunitas (Fagan, 2005: 129).

Bentuk data arkeologi tidak hanya empat data yang disebutkan diatas, tetapi juga termasuk konteks ruang dan waktunya (Fagan, 2005: 120). Data arkeologi dapat diidentifikasikan menjadi empat dimensi variabilitas di dalam perilaku manusia yang ditunjukkan di dalam konteks ruang, antara lain:

(30)

a. Artefak: aktivitas individu manusia

b. Struktur: aktivitas kelompok atau aktivitas rumah tangga

c. Site: aktivitas komunitas, kelompok kontemporer dapat berupa rumah, toko, kuil, dan struktur lainnya.

d. Wilayah: aktivitas kelompok manusia yang direfleksikan dengan persebaran situs di suatu lanskap. Keempat level konteks ruang tersebut mencerminkan perilaku budaya manusia (Fagan, 2005: 126).

Pada tahap pengumpulan data, semua bentuk data arkeologi yang ditemukan tersebut tidak bisa lepas dari konteksnya. Fagan menjelaskan lebih lanjut mengenai penentu data arkeologi yang kemudian dapat memudahkan peneliti dalam mengidentifikasi benda-benda temuan (dimensi bentuk), meletakkanya dalam suatu tempat tertentu dan menghubungkannya dengan benda-benda temuan lainnya (dimensi ruang) dan memahami asal benda-benda tersebut di masa lampau (dimensi waktu).

Menurut Fagan (2005: 120−127) dan Sharer-Ashmore (2003: 132), faktor-faktor penentu data arkeologi ada yang memiliki kesamaan definisi, antara lain:

a. Matriks, adalah fisik yang mencakup benda-benda yang berasosiasi di dalamnya, contohnya batu kerikil, pasir, lumpur, dan banyak lainnya. b. Provenience, adalah keletakan benda diukur tiga dimensinya secara

geografis. Horizontal, yaitu keletakannya dalam lintang dan bujur; vertikal, yaitu kedalaman benda dari permukaan laut.

c. Asosiasi, adalah beberapa benda yang dianggap memiliki hubungan fisik satu sama lain, berasal dari matriks yang sama. Asosiasi ini dapat dilihat berdasarkan keterkaitan dengan permukaan dan stratigrafi.

d. Konteks, adalah seperangkat asosiasi data arkeologi, terutama berkaitan dengan keadaan deposisinya. Konteks merupakan interpretasi hubungan antara matriks, provenience dan asosiasi.

Sharer dan Ashmore menjelaskan konteks terbagi menjadi dua: a. Konteks primer

(31)

  Universitas Indonesia  Konteks primer adalah kondisi matriks dan provenience belum mendapat

gangguan dari proses transformasi, baik oleh alam atau manusia sejak pengendapannya yang pertama dibuat oleh pembuatnya atau pemakainya.

- Use Related Primary Context

Artefak belum pernah dipindah oleh si pembuat, diendapkan di tempat di mana benda itu dibuat oleh masyarakat masa lalu dan digunakan. Contoh, benda di ruang tamu.

- Transposed Primary Context

Artefak yang dibuat dan digunakan oleh si pembuat mengalami perpindahan. Contoh, benda di gudang atau di tempat sampah.

b. Konteks sekunder

Konteks sekunder adalah kondisi matriks, provenience dan asosiasi telah diubah sebagian atau seluruhnya oleh proses transformasi. Asosiasi data dihasilkan dari proses transformasi.

- Use Related Secondary Context

Artefak yang dibuat oleh pembuatnya kemudian diambil dan digunakan kembali dengan fungsi lain.

- Natural Secondary Context

Artefak sudah tidak ada lagi hubungannya dengan si pembuat, sudah ditinggalkan.

Faktor-faktor penentu data arkeologi sebagaimana yang dituliskan dalam Archaeology: Discovering Our Past, ada dua faktor penentu data arkeologi. Pertama adalah behavioral processes dan transformational processes.

Dijelaskan lebih lanjut oleh Mundardjito, bahwa dalam teori arkeologi terdapat diskusi dan studi mendalam mengenai proses-proses budaya dan bukan-budaya yang bertanggung jawab atas terbentukknya data arkeologi. Dijelaskan oleh Schiffer, terdapat satu perjalanan panjang dari sebuah artefak, mulai dari saat dibuat, dipakai dan dibuang, sampai kepada saat tidak berperan lagi dalam sistem tingkah laku masyarakat masa lalu, untuk selanjutnya terbenam atau terendapkan

(32)

dalam tanah sampai akhirnya ditemukan oleh arkeolog (Mundardjito, 1982: 498– 509).

Dalam perjalanan panjang tersebut terdapat faktor-faktor dan proses-proses yang mengakibatkan terjadinya transformasi data arkeologi, yaitu artefak mengalami perpindahan tempat, perubahan bentuk, pengurangan atau penambahan jumlah dan pertukaran hubungan satu dengan yang lainnya.

Sedangkan faktor lainnya adalah proses tingkah laku dan proses transformasi yang dinyatakan menurut Sharer-Ashmore, yaitu: proses tingkah laku merupakan langkah pertama didalam formasi data arkeologi, setelah sisa-sisa material tersebut terpendam, maka terjadi proses deposisi yang merupakan proses transformasi. Proses transformasi ini ada yang terjadi secara natural dan ada yang merupakan transformasi budaya.

Contoh dari transformasi natural adalah pembusukan material organik, atau terkubur oleh sisa-sisa erupsi vulkanik. Sedangkan contoh transformasi budaya (akibat aktivitas manusia) adalah pemakaian kembali artefak-artefak, pembajakan tanah, penyimpanan artefak sebagai benda pusaka, dan pengrusakan gedung.

Proses tingkah laku manusia adalah aktivitas manusia yang menghasilkan peninggalan materi. Proses ini ada empat tahap, yaitu:

a. Acquisition, perolehan bahan baku untuk membuat alat atau suatu benda. b. Manufacture, proses pembuatan alat atau benda.

c. Use, penggunaan. d. Deposition, dibuang.

Proses formasi adalah proses, peristiwa apapun yang menghasilkan atau mengubah data arkeologi. Proses formasi ada dua, yaitu:

a. Behavioral, aktivitas manusia yang menghasilkan peninggalan materi. b. Transformational, baik manusia (budaya), maupun proses alamiah yang

mengubah peninggalan yang dihasilkan oleh tingkah laku (Sharer-Ashmore, 2003: 127−128).

(33)

  Universitas Indonesia  Faktor-faktor dan proses yang mengakibatkan terjadinya transformasi data

arkeologi adalah artefak mengalami: a. Perpindahan tempat,

b. Perubahan bentuk,

c. Pengurangan/penambahan jumlah,

d. Pertukaran hubungan satu dengan yang lain (Sharer-Ashmore, 2003: 128). Proses Pembentukan Budaya (Yang Mempengaruhi Data)

a. Cultural Formation Processes (Proses-Proses Pembentukan Budaya), adalah proses-proses budaya yang mempengaruhi pembentukan data arkeologi.

b. c-Transform (Cultural Transform), adalah prinsip atau hukum yang digunakan untuk menangani masalah perubahan data arkeologi yang dilakukan terutama oleh kegiatan manusia.

c. n-Transform (non-Transform), adalah transformasi bukan budaya, prinsip atau hukum yang menggarap masalah perubahan yang disebabkan oleh alam (Sharer, 2003: 128).

Menurut Fagan, semua itu terbagi dalam konsep dibawah ini:

a. Diawali dengan tingkah laku manusia  tidak semuanya menghasilkan kebudayaan materi

b. Kemudian kebudayaan materi  ada yang bertahan dan ada yang tidak bertahan

c. Kebudayaan materi yang masih bertahan lama d. Kebudayaan materi yang ditemukan

e. Kebudayaan yang tahan lama dan dapat dianalisis/gejalanya dapat dimengerti (Fagan, 2005: 120)

(34)

2.2 Dimensi Arkeologi

Arkeolog menekankan perhatian pada penjelasan mengenai tiga dimensi arkeologi, yaitu bentuk, ruang dan waktu. Dengan mengetahui ketiga dimensi tersebut dapat membuka kemungkinan-kemungkinan yang lebih luas menuju tahap penafsiran. Dengan memperhatikan ketiga dimensi tersebut, menurut

Spaulding dalam The Dimensions of Archaeology8, secara implisit juga dapat

dijelaskan hubungan antar dimensi (interrelationship).

a. Bentuk (form)

Fisik benda, keseluruhan ciri yang terlihat secara langsung pada benda tersebut dan dapat dilakukan pengukuran. Untuk menganalisis bentuk dapat dilihat dari atribut yang menempel pada benda tersebut. Atribut yang dimaksud adalah ciri-ciri atau sifat yang terdapat pada setiap benda yang memungkinkannya menjadi dasar untuk dikelompokkan. Atribut terdiri dari bentuk (ukuran), teknologi (bahan baku yang digunakan) dan stilistik (gaya, ciri-ciri fisik seperti warna, tekstur dan hiasan) (Fagan, 2005: 252). Atribut terbagi menjadi dua jenis, yaitu atribut kuantitatif dan atribut kualitatif (Spaulding, 1971: 25−30).

Atribut kuantitatif adalah perhitungan atribut dengan mengunakan skala matematis dan alat pengukur satuan. Misal, panjang, tinggi, lebar dan berat. Sedangkan kualitatif atribut biasanya menggunakan penilaian personal yang memungkinkannya terbagi dalam rasio tertentu. Misal, benda digolongkan ke dalam kategori “besar”, “kecil” atau “sedang”. Atribut membantu peneliti untuk melakukan klasifikasi yang berguna dalam penyusunan data yang acak menjadi teratur, menyederhanakan ciri-ciri yang bermacam-macam dari sekumpulan artefak, dan memudahkan pemahaman hubungan kronologis dengan membandingkan kelompok atribut yang lain.

(35)

  Universitas Indonesia                            b. Ruang (space)

Posisi artefak secara tiga dimensi geografis diukur berdasarkan bujur, lintang dan kedalaman benda saat ditemukan. Perhitungan tersebut dilakukan saat posisi benda masih in situ yang didokumentasikan dengan memperhatikan asosiasi dengan temuan disekitarnya. Pengukuran ruang yang juga menghasilkan titik koordinat temuan.

Dalam beberapa kasus, perhitungan ruang ini memiliki informasi yang istimewa dengan asosiasinya, seperti bekal kubur, diketahui karena ditemukan dekat dengan tulang manusia dan artefak lain yang dikuburkan dalam posisi yang dekat dengan tulang-tulang tersebut ditemukan. Tentunya perhitungan tersebut sangatlah penting untuk dapat melakukan interpretasi berdasarkan hubungan

Gambar 2.1 Perhitungan Atribut Bentuk Ilustrasi: Vanani

(36)

vertikal (perbedaan stratigrafi) dan horizontal (persebaran artefak dalam satu stratigrafi). Perhitungan tersebut juga tidak lepas dari hukum superposisi yang harus selalu disadari saat melakukan penggalian arkeologi.

c. Waktu (time)

Dimensi waktu berbeda dengan dimensi bentuk dan dimensi ruang yang dapat melakukan pengukuran langsung saat ditemukan. Perhitungan waktu didapat setelah perhitungan bentuk dan ruang telah didapat untuk memastikannya secara kronologis dan mengetahui waktu artefak itu berasal, waktu dibuat hingga tidak digunakan lagi lalu terdeposisi. Perhitungan dimensi waktu terbagi menjadi dua tipe, yaitu perhitungan waktu relatif dan perhitungan waktu absolut.

Untuk perhitungan waktu relatif bisa dilakukan dengan mengkaitkan temuan dengan suatu kejadian tertentu yang pernah berlangsung di lokasi tersebut. Tentunya harus memperhatikan asosiasi, stratigrafi dan memperhatikan hukum superposisi serta faktor formasi yang bisa saja mempengaruhi keberadaan artefak.

Perhitungan waktu absolut dapat dipastikan melalui sistem pertanggalan, misal candrasangkala atau angka tahun dan temuan-temuan yang berasal dari masa prasejarah bisa dipastikan masuk dalam skala waktu prasejarah. Perhitungan absolut juga dapat dilakukan dengan carbon dating, geochronology, dan hidrasi obsidian.

Ketiga dimensi tersebut dapat juga dilihat sebagai hubungan antar dimensi, seperti bentuk-ruang, bentuk-waktu, ruang-waktu dan bentuk-ruang-waktu. Dengan memahami dimensi arkeologi, diharapkan pada akhirnya dapat memahami mental template kebudayaan tertentu. Mental template adalah gagasan atau ide tentang suatu benda yang diekspresikan pada benda tersebut. Mental template dipengaruhi oleh teknologi, fungsi, tradisi dan inovasi.

Mengetahui gagasan tersebut merupakan salah satu tujuan arkeologi, yaitu merekonstruksi sejarah kebudayaan, cara-cara hidup dan memahami proses budaya. Dimensi-dimensi merupakan langkah awal dalam mencapai rekonstruksi tersebut, sehingga penting untuk dipahami dan direkam (didokumentasikan) untuk dapat menghasilkan interpretasi yang sesuai dengan data arkeologi.

(37)

  2.3 Manfa Seb telah dijel pada haki dibatasi r membantu lainnya y penelitian Pa dokument tersebut keseluruha semua asp pengamata aat Dokum bagaimana laskan pada katnya data ruang dan u berjalanny yang memi observasi, ada tahap o tasi (pereka dapat men an. Dokum pek yang b an. mentasi yang telah a subbab d a arkeologi waktu, se ya proses p iliki tahap deskripsi da Gambar 2.2 bservasi (p aman) data nunjukkan mentasi terse berhubunga Observas disinggung di atas, dok terbatas. P ehingga do penelitian a an peneliti an eksplana 2 Tahap Pen Ilustrasi: V pengumpula a yang di matriks, ebut dilaku an dengan b i Deskrip pada bab se kumentasi a Proses pengu okumentasi arkeologi. ian, arkeol asi (Deetz, 1 nelitian Ark Vanani an data) dip itemukan d provenienc ukan secara benda terse psi Ek Unive ebelumnya arkeologi d umpulan da penting d Sama seper logi juga 1967). keologi perlukan ke di lapangan ce, asosias a verbal da ebut tidak t splanasi ersitas Indo dan seperti dilakukan k ata tersebut dilakukan u rti disiplin memiliki ecermatan d n. Dokume si dan ko an piktorial tertinggal d onesia  yang karena t juga untuk ilmu tahap dalam entasi onteks agar dalam

(38)

Dokumentasi bertujuan untuk dapat merekam ketiga dimensi pada benda yang akan mempengaruhi proses deskripsi (pengolahan data) dan eksplanasi (penafsiran data). Ketiga dimensi tersebut adalah bentuk, ruang dan waktu. Dalam tahap deskripsi, yaitu integrasi data bertujuan untuk meletakkan data tersebut dalam konteks suatu tempat tertentu dan hubungannya dengan data lain yang ditemukan (dimensi ruang) dan meletakkannya dalam kronologi kejadian di masa lampau (dimensi waktu) dan kemudian mengidentifikasinya kedalam beberapa tipe berdasarkan atribut yang terlihat (dimensi bentuk).

Dokumentasi arkeologi dapat dilakukan dengan cara penggambaran, pemetaan dan fotografi. Penggambaran artefak dengan menggunakan pengukuran panjang, lebar dan tinggi. Penggambaran ditunjukkan dari berbagai sisi (misal tampak depan dan tampak samping, tampak atas atau bawah). Penggambaran wilayah dilakukan dengan terlebih dahulu membagi wilayah menggunakan garis imajiner axis dan ordinat (garis x dan y) untuk memudahkan pengukuran.

Pemetaan wilayah juga dapat dilakukan dengan menggunakan alat bantu, seperti teodolit. Dalam membuat peta yang harus diperhatikan diantaranya, arah, ukuran dan ketinggian (kontur). Peta sederhana biasanya digambarkan dengan denah. Dalam pemetaan skala besar arkeologi dibantu dengan teknologi GPS (Geographical Positioning System) atau GIS (Geographical Information System) yang memungkinkan perekaman data spasial.

Dokumentasi arkeologi harus merekam keadaan dan kondisi benda atau wilayah sebagaimana adanya tanpa ada yang terlewatkan. Setiap detail yang ada pada wilayah harus terekam, seperti vegetasi atau rumah penduduk, sedangkan pada artefak, seperti patahan atau retakan. Fotografi arkeologi juga digunakan karena dapat memberikan data apa adanya dengan objektif dan ringkas. Artinya fotografi tidak mengubah secara visual benda yang terekam menurut besar, dimensi, jumlah dan warna sesuai dengan data sebenarnya.

Fotografi melengkapi data verbal dan piktorial yang mengurangi sedikitnya keaslian data karena baik atau buruk penggambaran dan penulisan bahasa tergantung pada kemahiran si penulis atau si penggambar. Fotografi memiliki keunggulan lain, yaitu mempersingkat waktu yang dibutuhkan untuk

(39)

  Universitas Indonesia  perekaman dan daya penglihatan lebih baik dari mata sehingga cahaya yang tidak

terlihat oleh mata bisa ikut terekam.

Namun demikian, fotografi juga memiliki kekurangan seperti sifatnya yang sekali kerja, artinya jika perekaman itu gagal maka kemungkinan data yang terekam tidak bisa dipakai sama sekali dan tidak mungkin bisa diulang lagi. Selain itu, secara teknis dapat terjadi distorsi, misalnya sebuah kotak akan terlihat trapesium karena perekaman dari sudut yang salah, parallax atau garis lurus akan terlihat melengkung (asimatis) dan kerumitan dalam pencahayaan.

Dalam manfaatnya bagi museum, dokumentasi merupakan alat penghubung antara peran museum sebagai lembaga yang bertugas dalam pengembangan koleksi yang dimiliki. Pengembangan koleksi dapat dilakukan dengan preservasi, penelitian koleksi dan komunikasi.

Hal tersebut dijelaskan lebih lanjut oleh Peter van Mensch, seorang pakar museologi dari Reindwardt Academie Amsterdam dalam presentasinya yang disampaikan sebagai keynote speech dalam konferensi Japanese Museum

Gambar 2.3 Fungsi Dasar Museum Sumber: van Mensch, 2003

(40)

Management Academy pada tanggal 7 Desember 2003 di Tokyo9, bahwa museum memiliki suatu konsep manajemen memori kultural yang merupakan kunci dalam pengaktualisasian peran museum.

Dari Gambar 2.3 diketahui bahwa konsep kunci yang dimaksud oleh van Mensch adalah penelitian, preservasi dan komunikasi. Preservasi mencakup pengertian pemeliharaan fisik ataupun administrasi koleksi, termasuk di dalamnya masalah manajemen koleksi yang terdiri dari pengumpulan, pendokumentasian, konservasi dan restorasi koleksi. Penelitian mengacu pada penelitian terhadap koleksi dan berkaitan dengan disiplin ilmu tertentu dan komunikasi mencakup kegiatan penyebaran hasil penelitian berupa pengetahuan atau informasi yang berkaitan dengan koleksi dalam bentuk pameran, program-program pendidikan dan publikasi (Magetsari, 2008: 13).

2.3.1 Dokumentasi Untuk Preservasi Koleksi

Preservasi berarti melakukan perwatan dan pemeliharan pada koleksi agar koleksi tersebut tetap awet hingga masa mendatang. Dalam kaitannya dengan perawatan tersebut terdapat sistem dokumentasi yang diterapkan agar segala sesuatu yang ada pada koleksi tersebut dapat dipergunakan sewaktu-waktu jika dibutuhkan.

Preservasi dalam hal ini berarti juga pemeliharaan dan pelestarian koleksi museum dan berhubungan dengan penelitian dan komunikasi. Dengan melakukan perawatan yang berkelanjutan dapat menjamin ketersediaan objek untuk penelitian selanjutnya dan pengembangan pengetahuan yang dapat dikomunikasikan. Dalam pengertian tersebut, maka preservasi memiliki hubungan yang terkait erat dan berkelanjutan dengan penelitian koleksi dan komunikasi (van Mensch, 2003).

      

9  Keynote  address,  konferensi  Japanese  Museum  Management  Academy  ke‐4  (4th  annual 

conference  Japanese  Museum  Management  Academy  (JMMA)),  Tokyo,  7  Desember  2003. 

(41)

  2.3.2 Do Un perannya d yang bers yang men sebagaima Ar fragmenta fragmenta data yang mengetahu Pro gejala-geja itulah dok yang timb Dokument dipertangg okumentasi ntuk dapat m dalam kron sifat ilmiah. nentukan rua

ana yang dit rkeolog m aris dan terp aris itu yang

potensial d ui kebudaya oses penelit ala yang tim kumentasi a

bul dari pen tasi berper gungjawabk Untuk Pene menghasilk nologi sejara . Dalam pe ang liingku tunjukkan p melakukan pendam di g kemudian dan lebih se aan masa la tian yang pa mbul selam arkeologi pe ngumpulan ran penting kan. Gambar 2 elitian Kole kan informa ah kebudaya enelitian ini up penelitian pada bagan penelitian bawah tana dapat ditem edikit lagi y ampau. anjang mem ma proses p erlu dilakuk n data, peng g untuk m 2.4 Hakikat Sumber: Deet reko dat eksi

asi yang dap aan, harus d i arkeologi n koleksi, m 2.2. yang sis ah atau di d mukan dan yang dapat mbutuhkan k penelitian te kan untuk d golahan dat menghasilka Data Arkeo tz, 1967  interpretas onstruksi be ta yang terk Unive pat dipertan dilakukan pe merupakan memiliki ta stematis d dalam air, dibina ulan di rekonstru kecermatan ersebut berl dapat merek ta hingga i an informa ologi si entuk kubur ersitas Indo nggungjawa enelitian ter n subject m hapan pene dari data sedikit dari ng untuk me uksi untuk dalam mer langsung. U kam semua interpretasi asi yang onesia  abkan rlebih matter elitian yang i data enjadi dapat rekam Untuk jejak data. dapat

(42)

Penelitian arkeologi juga seringkali dilakukan pada benda-benda arkeologi yang menjadi koleksi museum sebagai objek penelitian. Hasil penelitian arkeologi tersebut memaparkan pengetahuan atau informasi yang terkandung dalam suatu objek dan menjadikannya bermakna.

Informasi tersebut kemudian dapat direntangkan dalam kronologi sejarah untuk melengkapi penelitian sebelumnya atau membuka peluang dilakukannya penelitian lebih lanjut terkait topik tertentu. Sekali lagi, dokumentasi bertugas untuk merekam informasi dari setiap penelitian tersebut.

Dokumentasi koleksi bertujuan untuk mengumpulkan informasi fisik dan informasi lain yang mungkin diperlukan dalam penelitian lebih lanjut. Dengan demikian dokumentasi juga berperan sebagai titik awal dilakukannya penelitian lebih lanjut mengenai nilai atau makna lain dari objek yang berguna untuk menampilkan berbagai sisi nilai dan makna yang sebelumnya tidak diketahui.

Delibas ić10 menjelaskan, “…dalam proses untuk memastikan makna dari

suatu objek museum faktor terpenting yang timbul adalah makna objek tersebut secara individual dan kolektif, sama pentingnya dengan hubungan (asosiasi) objek tersebut dengan objek lain dan dengan ruang objek tersebut pernah ditempatkan.” (Maroević, 1995: 24). Dengan demikian setiap kali dilakukan pemastian terhadap makna benda tersebut melalui penelitian, peneliti harus melihatnya dari berbagai aspek yang bisa ditimbulkan oleh benda itu sendiri dari hasil penelitian sebelumnya mengenai objek yang sama. Di bagian ini penting sekali untuk merekam setiap hasil penelitian sebelumnya agar dapat terlihat perkembangan makna yang telah tercapai pada suatu objek museum.

2.3.3 Dokumentasi Untuk Komunikasi

Sebuah koleksi museum adalah suatu setting yang memiliki banyak sisi sebagai objek museum yang dihasilkan melalui interpretasi yang dilatarbelakangi subject matter peneliti. Koleksi tersebut bertindak sebagai suatu unit objek individual yang tidak digunakan lagi dan dengan demikian mengandung lebih       

10

(43)

  Universitas Indonesia  banyak kisah yang terakumulasi dan tertransfer menjadi nilai yang lebih tinggi

lagi.

Melalui interpretasi penelitian sebagaimana yang telah dijabarkan sebelumnya, maka kisah-kisah yang terakumulasi tersebut merupakan pengetahuan atau informasi yang harus dikomunikasikan. Pengetahuan atau informasi tersebut dapat berupa data sebuah objek, fisik dan strukturnya, sejarah dan lingkungannya, atau makna dan spesifikasinya yang dapat dipindahkan ke dalam media tulisan, kertas, ilustrasi, film atau rekaman lainnya, sebagai suatu upaya untuk mengkomunikasikannya (Maroević, 1995: 26).

Komunikasi tersebut juga dapat diakses melalui pameran atau penyajian objek penelitian yang merupakan koleksi museum. Penyajian objek yang disertai dengan hasil interpretasinya menyampaikan pesan yang dapat merangsang pengunjung untuk melihat objek bukan sebagai benda mati (Magetsari, 2008: 13).

Sebagaimana yang dijelaskan Delibas ić, bahwa museum merupakan institusi yang memungkinkan informasi-informasi dari hasil interpretasi penelitian tesebut tercipta dan kemudian merepresentasikan informasi-informasi dan gagasan-gagasan kebudayaan tertentu dengan berbagai macam cara penyajian atau pameran. Penyajian atau pameran tersebut dapat berupa berbagai macam jaringan yang berkelanjutan dan interaktif melalui simbol-simbol atau sistem simbol yang dimengerti oleh pengakses informasi untuk dapat diserap, yaitu masyarakat (Maroevic, 1995: 28).

Mengingat informasi yang akan disajikan tersebut adalah hal yang sangat fundamental, maka dibutuhkan kecermatan dan keteraturan dalam proses dokumentasi. Dengan adanya dokumentasi tersebut kegiatan museum seperti pengumpulan, preservasi dan konservasi, serta komunikasi ini akan dapat berjalan berkesinambungan jika tidak dapat dikatakan saling ketergantungan (Magetsari, 2008: 13).

(44)

BAB 3

KOLEKSI ARKEOLOGI MUSEUM NASIONAL

3.1 Keberadaan Koleksi Arkeologi

Koleksi arkeologi yang merupakan milik Genootschap van Kunsten en Wetenschappen. Sekarang Genootschap van Kunsten en Wetenschappen bernama Museum Nasional berada di Jalan Merdeka Barat 12, Jakarta 10110.

Pada abad ke-18 di Eropa berkembang kegiatan intelektual yang menghasilkan kemajuan pengetahuan ilmiah. Salah satu perkumpulan ilmiah adalah De Hollandsche Maatschappij der Wetenschappen (Perkumpulan Ilmiah Belanda) yang didirikan di Haarlem tahun 1752.

Berdasarkan pada perkumpulan tersebut, maka di Batavia didirikan pula perkumpulan ilmiah yang sifatnya independen pada 1778 yang disebut Bataviaasch Genootschap van Kunsten en Wetenschappen yang mempunyai

semboyan Ten Nutte van het Gemeen.11 Salah seorang pendirinya yang bernama J.

C. M. Radermacher menyumbangkan salah satu rumah di Kalibesar sebagai markas perkumpulan tersebut.

Selama masa pendudukan Inggris (1811−1816), Letnan Gubernur Sir Thomas Stamford Raffles menjadi ketua perkumpulan ilmiah tersebut. Karena ketertarikannya pada sejarah, antropologi dan arkeologi dan semakin bertambahnya jumlah koleksi perkumpulan tersebut, Raffles memerintahkan pembangunan baru untuk digunakan sebagai museum dan ruang pertemuan untuk Literary Society.12

      

11

 Rufaedah, Dedah., dkk., 2006., hlm. 1‐3. 

 Arti  semboyan  Ten  Nutte  van  het  Gemeen  adalah  untuk  kepentingan  masyarakat  umum.  Karena gagasan pendirian lembaga ilmiah ini adalah independen, maka tujuan lembaga ini juga  bersifat  luas,  yaitu  memajukan  penelitian  dalam  bidang  seni  dan  ilmu  pengetahuan  dan  menerbitkan hasil penelitian. Mengingat jasa perkumpulan tersebut yang besar bagi kemajuan  bidang ilmiah, maka pada tahun 1933 perkumpulan tersebut memperoleh gelar Koninklijk dan  berubah  nama  dari  Koninklijk  Bataviaasch  Genootschap  van  Kunsten  en  Wetenschappen  menjadi Lembaga Kebudayaan Indonesia. 

12 Idem. 

(45)

Universitas Indonesia

Jumlah koleksi milik perkumpulan ilmiah tersebut terus meningkat hingga museum di Jalan Majapahit tidak dapat lagi menampung. Pada tahun 1862 pemerintah Hindia-Belanda memutuskan untuk membangun sebuah gedung museum baru di Koningsplein (sekarang jalan Medan Merdeka) dan baru dibuka untuk umum pada 1868.

Museum ini sangat dikenal dikalangan masyarakat Indonesia sebagai Museum Gajah atau Gedung gajah, karena pada bagian depan museum terdapat sebuah patung gajah perunggu hadiah dari Raja Chulalongkorn dari Thailand yang pernah berkunjung ke museum pada tahun 1871. Mengingat pentingnya museum ini bagi bangsa Indonesia, maka sejak 1962 Lembaga Kebudayaan Indonesia menyerah museum kepeda pemerintah Indonesia menjadi Museum Pusat. Berdasarkan Surat Keputusan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan No. 092/O/1979 tertanggal 28 Mei 1979, Museum Pusat ditingkatkan statusnya menjadi Museum Nasional dan berada dibawah Direktorat Jenderal Kebudayan.

Sistem pedokumentasian koleksi sudah dilakukan sejak Museum Nasional ditangani oleh bangsa Belanda. Buku registrasi yang pertama kali dibuat oleh

pengurus Museum Nasional adalah TBG13.

3.2 Keberagaman Koleksi Arkeologi

Dalam katalog terbitan Museum Nasional tahun 2004 dikatakan bahwa koleksi arkeologi di Museum Nasional mencapai 9020 benda. Setengah dari jumlah tersebut dipamerkan di ruang pamer gedung arca Museum Nasional dan setengahnya lagi disimpan dan hanya dipamerkan di waktu-waktu tertentu (Soemadio, 2004: 5).

Di dalam penyusunan koleksi arkeologi yang beragam tersebut, Museum Nasional telah membatasi ruang lingkup koleksi arkeologi. Koleksi arkeologi yang dimaksud tidak mengacu pada keilmuan arkeologi yang ruang lingkupnya termasuk dari masa prasejarah. Di Museum Nasional koleksi arkeologi yang dimaksud adalah yang berasal dari masa klasik di Indonesia

      

13

    Tijdscrift  voor  Indische  Taal,  Land‐en Volkenkunde  Bataviaasch  Genootschap  van  Kunsten  en 

(46)

Be arca, alat terbuat da tersebut d Nasional s Di karena me tambahan, Koentjaran Manusia d Sosial dan enda-benda upacara, al ari emas, p didasarkan p sebagaiman dalam ruan engikuti tem , tema p ningrat, tap dan Lingku n Pola Pemu Seksi Pra yang terma at rumah ta perunggu, pada pemba na yang di il ng pamer, k ma dari pam pameran pi hanya te ungan; 2) I ukiman dan asejarah Gambar S asuk ke dal angga, perh tanah liat, agian bidan lustrasikan o koleksi arke meran terseb disesuaikan erbagi berd Ilmu Penge 4) Khasana Bida Praseja Arkeo Seksi Ark 3.1 Pembag Sumber: Mus lam koleks iasan dan b dan batu ng koleksi y oleh gamba eologi tidak but. Di ruan n dengan dasarkan em etahuan dan ah dan Kera ang  arah &  ologi keologi gian Bidang eum Nasional i arkeologi bagian bang (Gambar 3 yang diterap ar 3.1. k di kelomp ng pameran tujuh u mpat tema n Teknolog amik. Seksi Num & Kera g Koleksi l adalah pra gunan, baik 3.2). Pemb pkan di Mu pokkan terse n pada bang unsur univ besar, yai gi; 3) Organ mismatik  amik asasti, yang bagian useum endiri gunan versal itu 1) nisasi

(47)

Ko dan telah dikumpulk kegiatan p tersebut te karena itu nilai relig Buddha. Be kuat dan tinggi unt arca dewa arkeologi Le prasejarah dengan m • • • • • • • • oleksi arkeo dikumpulka kan dari Pu pengumpul erdapat kete u banyak sek gi yang ke enda-benda demikian ju tuk menyen a-dewi Hind di Museum ebih lanjut h, yaitu mas munculnya k Koleks Berdasa • Arca man • Arca dewa • Arca binat • Prasasti • Alat upaca • Perhiasan • Alat ruma • Bagian ba ologi seluru an sejak ak ulau Jawa, an benda t ertarikan kh kali benda-ental mewa seni terseb uga pada b nangkan de du-Buddha m Nasional. , masa kl sa sejarah y kerajaan-ker si Arkeologi arkan Bentu usia a & dewi tang ara n ah tangga angunan Gambar 3. Su uhnya beras khir abad XV karena pad terutama d husus meng -benda yang akili ciri kh but banyak benda-benda wa-dewi ya yang mend lasik secar yang telah m rajaan yang   uk .2 Pengelom umber: Soema

sal dari ber VIII. Kolek da masa pem dilakukan d genai hubun g dikumpulk has masyar menunjukk a religi yan ang dijunju dominasi se ra umum mengenal tu menganut Kole Berda • Batu • Terakota • Kayu • Emas • Perak • Perungg • Campura mpokkan K adio, 2004 Unive rbagai temp ksi arkeolog merintahan di Pulau Ja ngan antara kan memili rakat penga kan pengar ng memiliki ung. Sehing ebagian bes merupakan ulisan. Masa sistem relig ksi Arkeolog asarkan Bah a u an logam la Koleksi ersitas Indo pat di Indo gi sebagian Hindia-Be awa. Pada a seni dan r iki nilai sen anut Hindu ruh agama i nilai seni gga tidak se sar jenis ko n masa se a klasik dit gi tertentu, gi  an in onesia onesia besar elanda masa religi, ni dan u dan yang yang edikit oleksi etelah tandai misal

Gambar

Gambar 2.1 Perhitungan Atribut Bentuk
Gambar 2.3 Fungsi Dasar Museum
Foto 3 Foto 3.Fo3.5 Arca M Foto .4 Arca Nanoto: Vanani anusia (Per: Vanani  ndi  empuan)
Tabel 3.2 Kelompok Koleksi Prasasti
+7

Referensi

Dokumen terkait