1
IMPLEMENTATION OF SEIZURE EVIDENCE AT ILLEGAL GOLD MINING IN POLRES SIJUNJUNG
Agung Christiawan Halawa1, Uning Pratimaratri1, Yetisma Saini1
Jurusan Ilmu Hukum1, Fakultas Hukum1, Universitas Bung Hatta1 E-mail: Agungchristiawanhalawa@yahoo.co.id
ABSTRACT
In Sijunjung, there are many illegal gold mining. Things that could encourage people to commit illegal gold mining is because of gold has a high economic value. Gold miners in Sijunjung uses both traditional and modern tools. In eliminating of illegal gold mining, investigators confiscated many evidences of the tools used mining activity. The problems of the study are (1) How is the implementation of the seizure of evidence in illegal gold mining conducted by investigators at the police station Sijunjung? (2) What are the obstacles encountered by Investigators in confisting evidence of illegal gold mining? This study used Socio-legal research approach: data sources include primary data and secondary data. Data were collected by interviews, documentary study and observation. Data were analyzed qualitatively. The results of the study show (1) the implementation of confiscation done by the investigator was based on the provisions contained in the Criminal Procedure Code and (2) The obstacles encountered in conducting confiscation investigators come from the people, infrastructure and geographical.
Keywords: Foreclosure, Evidence, Mining, Gold. PENDAHULUAN
Latar Belakang
Negara Republik Indonesia dikenal dengan Negara yang memiliki sumber daya alam yang melimpah baik dari sumber daya alam hayati maupun sumber daya alam mineral. Dalam Undang-Undang Dasar 1945 (selanjutnya disebut UUD 1945) dalam Pasal 33 ayat (3) dinyatakan bahwa :“Bumi dan air dan kekayaan alam yang terkandung di dalamnya dikuasai oleh Negara dan digunakan sebesar-besarnya untuk kemakmuran
rakyat”. Di dalam pasal ini jelas dikatakan bahwa segala sesuatu yang menyangkut masyarakat banyak dikuasai oleh Negara untuk kemakmuran masyarakat banyak. Kekayaan alam yang terkandung di dalam perut bumi pada umumnya diambil dengan cara pertambangan. Pasal 1 butir 1 Undang-undang Nomor 4 Tahun 2009 tentang Pertambangan Mineral dan Batubara (UU Minerba) memberikan definisi
mengenai pertambangan.
2
seluruh tahapan kegiatan dalam rangka penelitian, pengelolaan dan pengusahaan mineral atau batubara yang meliputi penyelidikan umum, eksplorasi, studi kelayakan, konstruksi, penambangan, pengolahan dan pemurnian, pengangkutan dan penjualan, serta kegiatan pascatambang.
Undang-undang Minerba memberikan syarat kepada orang perorangan, swasta, koperasi atau badan hukum jika ingin membuka usaha dibidang pertambangan.
Izin usaha pertambangan diberikan kepada badan usaha, koperasi, dan perseorangan.Izin Usaha Pertambangan (IUP) terdapat di dalam Pasal 36 UU Minerba yang meliputi IUP Eksplorasi dan IUP Operasi Produksi.
Persyaratan yang tidak
memenuhi ketentuan yang
sebagaimana diatur di dalam UU Minerba dikenai sanksi Pidana. Ketentuan pidana mengenai pertambangan illegal diatur dalam Bab XXII Pasal 158 dan Pasal 164 UU Minerba yang menyatakan: Pasal 158:
“setiap orang yang melakukan usaha penambangan tanpa IUP, IPR, atau IUPK sebagaimana dimaksud dalam Pasal 37, Pasal 40 ayat (3), Pasal 48,
Pasal 67 ayat (1), Pasal 74 ayat (1)atau ayat (5) dipidana dengan penjara paling lama 10 (sepuluh) tahun dan denda paling banyak Rp. 10.000.000.000,00(sepuluh miliar rupiah)”;Pasal 164“selain ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 158, 159, 160, 161 dan Pasal 162 kepada pelaku tindak pidana d a p a t dikenai pidana tambahan berupa”: 1. Perampasan barang yang digunakan dalam melakuakn tindak pidana;
2. Perampasan keuntungan yang diperoleh dari tindak pidana; dan/atauKewajiban membayar biaya yang timbul akibat tindak pidana.
Alasan yang mendorong orang/masyarakat untuk melakukan pertambangan emas illegal adalah karena emas mempunyai nilai ekonomis yang tinggi bagi masyarakat. Rata-rata para pekerja pertambangan emas illegal ini berasal dari masyarakat ekonomi bawah dan mempunyai perekonomian yang lemah.
Banyaknya praktek
pertambangan emas illegal di Kabupaten Sijunjung membuat Penyidik melakukan tindakan pemberantasan terhadap praktek
pertambangan emas
illegal.Pemberantasan ini berkaitan dengan penyitaan peralataan yang digunakan oleh pelaku pertambangan emas illegal.
3
Di dalam penyitaan Penyidik dapat menyita peralatan yang digunakan dalam pertambangan emas
illegal antara lain: alat
berat/excavator, mesin dompeng, dan kapal/ponton dan hasil dari pertambangan tersebut. Hasil dari pertambangan emas illegal tersebut berupa emasdan barang sitaan ini
harus disimpan di Rumah
Penyimpanan Barang Sitaan Negara
(RUPBASAN). RUPBASAN
Provinsi Sumatera Barat terletak di kota Padang.
Menurut Undang-undang Nomor 2 Tahun 2002 tentang Kepolisian Negara Republik Indonesia dalam Pasal 16 ayat (1) memuat kewenangan penyidik yaitu: 1. Melarang setiap orang
meninggalkan/memasuki Tempat Kejadian Perkara (TKP) untuk kepentingan penyidikan;
2. membawa dan menghadapkan orang kepada penyidik untuk penyidikan;
3. menyuruh berhenti orang yang dicurigai dan menanyakan serta memeriksa tanda pengenal diri; 4. menyerahkan berkas perkara
kepada penuntut umum;
5. mengajukan permintaan secara langsung kepada pejabat imigrasi yang berwenang ditempat pemeriksaan imigrasi dalam keadaan mendesak untuk mencegah orang yang disangka melakukan tindak pidana;
6. memberi petunjuk dan bantuan penyidikan kepada penyidik pegawai negeri sipil (PPNS) serta menerima hasil penyidikan dari ppns untuk diserahkan kepada penuntut umum;
7. mengadakan tindakan lain menurut hukum yang bertanggung jawab;
Penyitaan dilakukan dengan tujuan untuk mencegah tersangka atau terdakwa menghilangkan barang bukti agar ia tidak dapat dituntut melakukan tindak pidana ataupun sebagai upaya memperingan hukuman yang akan dijatuhkan kepadanya. Terdakwa sebagai orang yang mungkin akan mendapatkan hukuman, tentunya akan berusaha supaya hukuman yang akan dijatuhkan itu adalah yang seringan-ringannya. Oleh karena itu tersangka atau terdakwa akan berusaha untuk menyingkirkan barang bukti yang dapat memberatkan hukumannya misalnya dengan cara memindahtangankan barang yang tersangkut dengan tindak pidana tersebut.
KUHAP memberikan definisi mengenai penyitaan yang terdapat dalam Pasal 1 butir 16 KUHAP yang mengatakan penyitaan adalah serangkaian tindakan penyidik untuk mengambil alih dan/atau menyimpan di bawah penguasaannya benda
4
bergerak atau tidak bergerak, berwujud atau tidak berwujud untuk kepentingan pembuktian dalam penyidikan, penuntutan dan peradilan.
Rumusan Masalah
Berdasarkan uraianlatar belakang di atas, maka untuk mengarahkan proses penelitian dan penulisan, penulis perlu merumuskan identitas masalah yang akan dicari jawabannya:
1. Bagaimanakah pelaksanaan
penyitaan barang bukti
pertambangan emas illegal yang dilakukan oleh penyidik di Polres Sijunjung?
2. Apakah kendala-kendala yang ditemui penyidik dalam melakukan
penyitaan barang bukti
pertambangan emas illegal di Polres Sijunjung?
Tujuan Penelitian
Berdasarkan dari rumusan masalah di atas, maka tujuan yang hendak dicapai oleh penulis melalui penelitian ini adalah:
1. Mengetahui pelaksanaan penyitaan barang bukti pertambangan emas
illegal yang dilakukan oleh
penyidik Polres Sijunjung.
2. Mengetahui kendala yang ditemui penyidik dalam melakukan
penyitaan barang bukti
pertambangan emas illegal di Polres Sijunjung.
Metode Penelitian
Untuk memperoleh data yang relevan dan lengkap serta menjawab masalah dalam penulisan skripsi ini, maka metode yang digunakan dalam penelitian mencakup beberapa hal sebagai berikut:
1. Jenis penelitian
Di dalam melakukan penelitian ini penulis menggunakan metode pendekatan yuridis sosiologis yaitu menekankan pada aspek hukum yang berlaku dikaitkan dengan kenyataan hukum dalam prakteknya di lapangan.
2. Sumber Data
Dari hasil pendekatan ini, penulis mendapatkan dua sumber data dilapangan, yaitu:
a. Data primer, yaitu data yang penulis dapatkan langsung di lapangan dengan melakukan wawancara kepada 2 (dua) orang Penyidik Kepolisian Republik Indonesia (POLRI) Resort Sijunjung Brigadir Charlie dan Brigadir Sepmanhadi, Bapak Mardison selaku Walinagari Silokek dan sebagai pemilik tambang.
5
b. Data sekunder, yaitu data yang diperoleh penulis di kantor Polres Sijunjung mengenai statistik kriminal pertambangan emas illegal Tahun 2013.
3. Teknik pengumpulan data
Teknik pengumpulan data yang penulis gunakan yaitu:
a. Wawancara, teknik wawancara ini berupa semi terstruktur. Teknik wawancara semi terstruktur adalah
menggunakan pedoman
wawancara dan ada kalanya pertanyaan dalamwawancara itu muncul secara insidentil pada saat berlangsungnya wawancara.
b. Studi dokumen, teknik ini digunakan untuk mengumpulkan data dari literatur dan jurnal mengenai pelaksanaan penyitaan barang bukti dalam pertambangan emas illegal.
c. Observasi, teknik ini dilakukan oleh penulis dengan cara melakukan pengamatan langsung ke Polres Sijunjung mengenai pelaksanaan penyitaan barang bukti pertambangan emas illegal. Observasi ini dilakukan dari tanggal 17 November sampai 24 November 2014. Observasi dilakukan di Koto VII, Silokek dan
Durian Gadang. Kejadian yang di observasi mulai dari pelaksanaan pertambangan emas illegal sampai cara penyitaan barang bukti pertambangan emas illegal.
4. Teknik analisis data
adalah teknik atau cara yang
penulis gunakan dalam
menganalisis data dan contoh kasus yang didapatkan di lapangan.Data dianalisis secara kualitatif.
Tinjauan Tentang Penyitaan
1. Pengertian Penyitaan
Tindakan yang dilakukan untuk benda yang tersangkut dalam tindak pidana adalah menahannya untuk sementara guna kepentingan pembuktian dalam penyidikan, penuntutan dan sidang pengadilan maka diperlukan penyitaan.
Arti dari penyitaan tercantum dalam Pasal 1 butir 16 KUHAP yang berbunyi sebagai berikut:
“penyitaan adalah serangkaian tindakan penyidik untuk mengambil alih dan atau menyimpan di bawah penguasaannya benda bergerak atau tidak bergerak,berwujud atau tidak berwujud untuk kepentingan
6
pembuktian dalam penyidikan, penuntutan, dan peradilan”.
Dari uraian pengertian penyitaan di atas dapat diambil unsur-unsur dari penyitaan, yaitu
1) Penyitaan merupakan tahap dari penyidikan;
2) penyitaan adalah pengambilalihan atau penyimpanan di bawah pnguasaan penyidik benda-benda milik orang lain;
3) benda yang disita adalah benda bergerak atau tidak bergerak; 4) penyitaan bertujuan untuk
kepentingan pembuktian;
5) penyitaan hanya dapat dilakukan oleh penyidik;
6) penyitaan bersifat sementara. Secara harafiah penyitaan merupakan pengambilalihan dan penguasaan milik orang lain yang dilakukan oleh penyidik untuk kepentingan pembuktian di sidang pengadilan atau kepentingan acara pidana
Perbuatan yang dilarang dalam Undang-undang Nomor 4 Tahun 2009
Dalam Undang-undang
Nomor 4 Tahun 2009 terdapat 6 (enam) tindak pidana pertambangan, yaitu:
Pasal 158
Setiap orang yang melakukan usaha penambangantanpa IUP, IPR atau IUPK sebagaimana dimaksud dalam Pasal 37, Pasal 40 ayat (3), Pasal 48, Pasal 67 ayat (1), Pasal 74 ayat (1) atau ayat (5) dipidana dengan pidana penjara paling lama 10 (sepuluh) tahun dan denda paling banyak Rp10.000.000.000,00 (sepuluh milyar rupiah);
Pasal 159
Pemegang IUP, IPR dan IUPK yang dengan sengaja menyampaikan laporan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 43 ayat (1), Pasal 70 huruf e, Pasal 81 ayat (1), Pasal 105 ayat (4), Pasal 110, atau Pasal 111 ayat (1) dengan tidak benar atau menyampaikan keterangan palsu dipidana dengan pidana penjara paling lama 10 (sepuluh) tahun dan
denda paling banyak Rp
10.000.000.000,00 (sepuluh milyar rupiah);
Pasal 160
Setiap orang yang melakukan eksplorasi tanpa memiliki IUP atau IUPK sebagaimana dimaksud dalam Pasal 37 atau Pasal 74 ayat (1) dipidana dengan pidana kurungan paling lama 1 (satu) tahun atau
denda paling banyak Rp
200.000.000,00 (dua ratus juta rupiah);
Setiap orang yang mempunyai IUP Eksplorasi tetapi melakukan kegiatan operasi produksi dipidana dengan pidana penjara paling lama 5 (lima) tahun dan denda paling banyak Rp 10.000.000.000,00 (sepuluh milyar rupiah);
Pasal 161
Setiap orang atau pemegang IUP Operasi Produksi atau IUPK Operasi Produksi yang menampung,
memanfaatkan, melakukan
7
pengangkatan, penjualan mineral dan batubara yang bukan dari pemegang IUP, IUPK atau izin dipidana dengan pidana penjara paling lama 10 (sepuluh) tahun dan denda paling banyak Rp 10.000.000.000,00 (sepuluh milyar rupiah);
Pasal 162
Setiap orang yang merintangi atau mengganggu kegiatan usaha pertambangan dari pemegang IUP atau IUPK yang telah memenuhi syarat-syarat sebagaimana dimaksud dalam Pasal 136 ayat (2) dipidana dengan pidana kurungan paling lama 1 (satu) tahun atau denda paling banyak Rp 100.000.000,00 (seratus juta rupiah);
Pasal 165
Setiap orang yang mengeluarkan IUP, IPR atau IUPK yang bertentangan dengan Undang-undang ini dan menyalahgunakan kewenangannya diberi sanksi pidana paling lama 2 (dua) tahun penjara dan denda paling banyak Rp200.000.000,00 (dua ratus juta rupiah).
Hasil penelitian dan pembahasan Pelaksanaan Penyitaan Barang Bukti Pertambangan Emas Illegal Yang Dilakukan Oleh Penyidik di Polres Sijunjung.
1. Pelaksanaan penyitaan alat berat excavator sebagai barang bukti tindak pidana pertambangan emas illegal.
Aktivitas Pertambangan emas illegal sebenarnya sudah diketahui oleh masyarakat karena aktivitas pertambangan banyak dilakukan disekitar tempat tinggal masyarakat dan saat excavator dibawapun masyarakat sudah mengetahui peruntukannya.
Masyarakat harus berperan aktif
didalam pemberantasan
pertambangan emas illegal dengan cara melaporkan kepada Penyidik segala macam bentuk pertambangan emas illegal yang ada di sekitar tempat tinggal atau yang pernah dilihat.
Berikut data mengenai jumlah peralatan dan pekerja dalam kegiatan pertambangan emas illegaldari tahun 2012-2014 di Kabupaten Sijunjung.
8
Tabel 1: Peralatan yang Digunakan oleh
Penambang Emas Tahun 2012
No Kecamatan Peralatan
Kapal/ponton Domfeng Box kecil Box besar Alat berat 1 Sijunjung 118 10 10 6 2 2 Kupitan 11 34 34 34 34 3 Koto VII 16 - - 17 17 4 IV Nagari 21 23 - 9 9 5 Kamang baru 18 - - - - Jumlah 184 67 44 66 62
Sumber Data: Dinas Pertambangan
Kabupaten Sijunjung, Tahun 2014.
Tabel 2:
Peralatan yang Digunakan oleh Penambang Emas Tahun 2013 N
o
Kecamatan Peralatan
Excavator Box Kapal Domfeng
1 Sijunjung 1 1 111 5
2 Kupitan 10 10 - 14
3 Koto VII - - 33 7
4 IV Nagari 2 1 12 12
Jumlah 13 12 156 38
Sumber Data: Dinas Pertambangan
Kabupaten Sijunjung, Tahun 2014.
Data di atas menunjukan penurunan drastis dari penggunaan alat berat di dalam pertambangan emas illegal yang semula berjumlah 62 unit pada tahun 2012 sekarang menjadi 13 unit pada tahun 2013. Ada beberapa faktor yang menyebabkan penurunan tersebut antara lain jumlah
emas yang didapat semakin sedikit sampai maraknya penertiban yang dilakukan, ini tentunya membuat nyali penambang semakin menciut dan tidak berani melakukan pertambangan emas illegal.
9
Tabel 3: Peralatan yang Digunakan
olehPenambang Emas Tahun 2014 N
o
Kecamatan Peralatan
Excavator Box Kapal Domfeng
1 Sijunjung 7 10 195 14 2 Kupitan 8 8 - 4 3 Koto VII - - 10 5 4 IV Nagari 3 3 9 18 5 Kamang baru - - 41 - Jumlah 18 21 255 41
Sumber Data: Dinas Pertambangan
Kabupaten Sijunjung pertanggal 10 september Tahun 2014.
Mengingat penyitaan adalah
merupakan tindakan yang
menyangkut masalah hak milik orang lain yang merupakan bagian dari hak asasi manusia, maka KUHAP memberikan aturan-aturan dalam pelaksanaan penyitaan sebagaimana dijelaskan sebagai berikut:
a. Harus ada surat izin dari Ketua Pengadilan Negeri setempat
Tindakan penyitaan dapat dilakukan atas izin dari Ketua Pengadilan Negeri setempat. b. Memperlihatkan atau menunjukan
tanda pengenal
Selain meminta surat izin dari Ketua Pengadilan Negeri Muaro Sijunjung, tahap kedua saat akan melakukan penyitaan Penyidik Kepolisian Resort Sijunjung menunjukan kartu identitasnya sebagai anggota Kepolisian Republik
Indonesia kepada pelaku
pertambangan emas illegal dan juga kepada pemuka masyarakat dan tokoh adat masyarakat setempat yang berada di TKP.
c. Memperlihatkan benda yang akan disita
Penyidik Polres Sijunjung saat
akan melakukan penyitaan
memprlihatkan alat berat beserta peralatan lain yang terkait dengan pertambangan emas illegal kepada tokoh masyarakat serta warga yang berada di TKP dengan disaksikan oleh Kepala Desa atau ketua lingkungan dengan sedikitnya disaksikan oleh dua orang saksi. d. Membuat berita acara penyitaan
Penyidik membuat berita acara penyitaan yang dibacakan terlebih dahulu kepada masyarkat yang berada di TKP atau keluarga pelaku pertambangan emas illegal dengan ditandatangani oleh Penyidik dan tersangka dengan disaksikan
10
sekurang-kurangnya oleh dua orang saksi.
e. Menyampaikan turunan berita acara penyitaan
Penyidik Polres Sijunjung melakukan penyegelan terhadap
barang bukti yang telah
disita.Penyidik menyampaikan turunan berita acara penyitaan kepada Kapolres, Kejaksaan Negeri Sijunjung dan Pengadilan Negeri Muaro Sijunjung.
Dalam Undang-undang nomor 4 tahun 2009 (UU Minerba), pemerintah telah mengakomodir kegiatan pertambangan oleh masyarakat dengan mengeluarkan Izin Pertambangan Rakyat (IPR) yang dilakukan di sebuah wilayah pertambangan yang telah diberi izin oleh pemerintah untuk melakukan penambangan.
Kendala-kendala Yang Ditemui Penyidik Dalam Melakukan Penyitaan Barang Bukti Dalam Pertambangan Emas Illegal di Polres Sijunjung.
1. Perlawanan dari masyarakat. Dalam melakukan penyitaan terhadap barang bukti pertambangan emas illegal Penyidik mendapatkan
perlawanan dari
masyarakat.Perlawanan ini
mempunyai alasan karena jika peralatan yang digunakan disita maka aktivitas pertambangan emas illegal yang dilakukan akan berhenti dan pertambangan emas illegal akan ditutup.
2. Tidak kooperatifnya masyarakat setempat.
Masyarakat cenderung tidak terbuka kepada Penyidik saat dimintai keterangannya perihal pertambangan emas illegal, mereka takut dan juga sepertinya segan untuk memberikan keterangannya kepada Penyidik dikarenakan kebanyakan penambang tersebut masih keluarga mereka dan
masih mempunyai hubungan
kekerabatan.
3. Sebelum Penyidik sampai di lokasi razia telah bocor.
Lokasi pertambangan emas illegal yang jauh dari jalan raya dan adanya oknum Aparat yang ikut berperan dalam aktivitas pertambangan emas illegal membuat Penyidik kesulitan dalam melakukan razia. Sering Penyidik menemukan lokasi pertambangan emas tersebut sudah kosong tanpa adanya aktivitas apapun di sana. Para
11
penambang yang membubarkan diri sesaat sebelum Penyidik sampai di sana menimbulkan indikasi bahwa razia ini sudah bocor sebelumnya.
4. Banyak alat berat yang sudah disembunyikan.
Para pelaku pertambangan emas illegal mempunyai banyak akal dan cara untuk mengelabui Penyidik saat razia. Mereka melakukan berbagai macam cara agar tidak terjaring razia dan juga agar peralatan yang mereka gunakan tidak disita oleh Penyidik yang salah satu
contohnya adalah dengan
menyembunyikan alat berat yang digunakan.
5. Lokasi yang berada jauh dari aktivitas masyarakat.
Seringkali pertambangan emas illegal dilakukan jauh dari masyarakat seperti di tengah hutan. Lokasi yang jauh ini membuat Penyidik kesulitan menuju ke sana karena akses jalan yang tidak begitu bagus serta lokasi
pertambangan emas yang
tersembunyi.
Berikut gambar alat berat yang akan melakukan pertambangan emas illegal diperbukitan di daerah Mundam Sati:
Gambar 1
Alat berat dalam pertambangan emas illegal di Mundam Sati
6. Lokasi alat berat berada di tengah sungai.
Pertambangan emas illegal ada juga yang dilakukan ditengah sungai dengan Mmenggunakan kapal/ponton dan ada juga yang
menggunakan alat berat
excavator.Pertambangan emas illegal yang dilakukan di sungai ini dinamakan pertambangan sungai atau tambang sungai.
Gambar 2
Aktivitas pertambangan emas menggunakan kapal/ponton di sepanjang Batang Kuantan:
7. Dana yang terbatas.
Luasnya peta penyebaran pertambangan emas illegal di Kabupaten Sijunjung membuat
12
Penyidik berfikir dalam melakukan penertiban.Keterbatasan dana menjadi kendala bagi Penyidik dalam melakukan penertiban.
8. Keterbatasan jumlah personel. Jumlah personel Polres Sijunjung yang kurang lebih 200 orang membuat kesulitan dalam melakukan penyitaan.Sebanyak 200 orang personel Polres Sijunjung tersebut terbagi kedalam satuan masing-masing.
9. Koordinasi dengan masyarakat yang kurang.
Saat akan melakukan
penyitaan, Penyidik sebelumnya harus mendapatkan informasi dari masyarakat akan aktivitas pertambangan emas illegal. Jika laporan sudah ada baru Penyidik bisa melakukan penyitaan.
10. Koordinasi kerja dengan instansi lain yang kurang.
Keterlibatan insatansi lain selain Kepolisian dalam melakukan penyitaan sangat dibutuhkan untuk menjaga agar tidak terjadi kecemburuan sosial antara Kepolisian dengan Instansi lainnya.
11. Banyak aktivitas pertambangan emas illegal yang dilakukan pada malam hari.
Pelaku tambang emas illegal tidak lagi melakukan aktivitas pertambangan pada pagi hingga sore
hari melainkan aktivitas
pertambangan mereka lakukan pada malam hari. Hal ini mereka lakukan karena aktivitas pertambangan yang dilakukan pada pagi hari akan membuat mereka takut kalau-kalau ada razia dari Penyidik.
Simpulan
Berdasarkan uraian di atas maka Penulis menarik beberapa kesimpulan sebagai berikut:
1. Pelaksanaan penyitaan barang bukti pertambangan emas illegal telah sesuai KUHAP walaupun ada sedikit perbedaan. Dalam pelaksanaan penyitaan, Penyidik mendapatkan perlawanan dari pemilik tambang walaupun demikian Penyidik tetap
melaksanakan penyitaan
terhadap barang bukti
pertambangan emas illegal. 2. Kendala-kendala yang ditemui
Penyidik dalam melakukan penyitaan barang bukti tindak pidana pertambangan emas illegal di Polres Sijunjung adalah pada topografi atau keadaan alam
13
dan masyarakat setempat serta sarana dan prasarana.
Saran
1. Masyarakat Kabupaten Sijunjung sebaiknya bersikap kooperatif terhadap segala bentuk perbuatan pidana yang ada apakah itu pertambangan emas atau apapun. Masyarakat sebaiknya ikut serta membantu Penyidik dalam mengevakuasi peralatan yang berhasil disita tanpa diminta bantuan oleh Penyidik. Masyarakat harus bahu membahu dengan Penyidik di dalam memberantas pertambangan emas illegal.
2. Penyidik Polres Sijunjung sebaiknya di dalam melakukan pemberantasan tindak pidana pertambangan emas illegal harus sama karena semua sama di depan hukum. Dalam melakukan razia sebaiknya jangan
memberitahukan kepada
masyarakat atau pemilik tambang dan Penyidik harus melakukan koordinasi kerja dengan instansi lainnya.
3. Pemerintah Kabupaten Sijunjung
sebaiknya memperhatikan dan
peduli terhadap keadaan masyarakatnya.
DAFTAR PUSTAKA Buku-buku
Adrian Sutedi, 2012, Hukum Pertambangan, Sinar Grafika, Jakarta.
Andi Hamzah, 2008, Hukum Acara
Pidana Indonesia, Sinar
Grafika, Jakarta.
________,1985, Pengantar Hukum
Acara Pidana Indonesia,
Ghalia Indonesia.
Ario Misya Putra, 2011, Penyitaan Barang Bukti Oleh Penyidik Kepolisian Negara Republik
Indonesia Dalam Tindak
Pidana Pemalsuan Merek Dagang, Universitas Andalas, Padang.
Burhan Bungin, 2001, Metodologi Penelitian Sosial, Airlangga University Press, Surabaya. Soerjono Soekanto dalam Kristova
Waruwu, 2014, Pelaksanaan
Kegiatan Simpan Pinjam
Pada Koperasi Kredit Lestari
Padang Setelah Lahirnya
Undang-undang Nomor 17
Tahun 2012 Tentang
Perkoperasian, Skripsi
Fakultas Hukum, Universitas Bunghatta, Padang.
Ratna Nurul Alfiah, 1988, Barang Bukti Dalam Proses Pidana, Sinar Grafika, Jakarta.
Riki Fadhly, 2009, Proses Penyitaan
Dan Perlindunganbarang
14
Dalam Tindak Pidana Illegal Loging Di Kepolisian Resort Kota Bukittinggi, Universitas Andalas, Padang.
R. Soesilo, 1979, Hukum Acara Pidana, Politeia, Bogor. Soerjono Soekanto, 1984, Pengantar Penelitian Hukum, UI-Press, Jakarta.
Perundang-undangan
Undang-undang No 8 tahun 1981 tentang Hukum Acara Pidana.
Undang-undangNomor 2 Tahun 2002 tentang Kepolisian Negara Republik Indonesia.
Undang-undang No.4 tahun 2009 tentang Pertambangan Mineral dan Batubara (UU MINERBA).
Peraturan Pemerintah No.23 tahun 2010 tentang Pelaksanaan
Kegiatan Usaha
Pertambangan Mineral Dan Batubara.
Keputusan Mentri (KEPMEN) Pertambangan dan Energi No. 555.K/26/M.PE/1995 tentang Keselamatan dan Kesehatan Kerja Pertambangan Umum.