• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang"

Copied!
25
0
0

Teks penuh

(1)

BAB I PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Gerakan politik adalah gerakan sosial kemasyarakatan di bidang politik. Gerakan politik bisa saja berfokus pada satu masalah atau dari serangkaian isu permasalahan yang ada, bisa juga berfokus pada kolektivitas kegelisahan bersama dari kelompok sosial.1

Berbeda dengan partai politik, gerakan politik tidak terorganisir dan memiliki keanggotaan, bukan pula gerakan pada saat pemilu atas jabatan politik pada kantor-kantor pemerintah akan tetapi lebih merupakan gerakan politik yang berdasarkan kesamaan dalam kesatuan pandangan politik untuk tujuan tertentu antara lain untuk meyakinkan atau menyadarkan publik atau masyarakat termasuk pula para pejabat pemerintahan untuk mengambil tindakan pada persoalan dan masalah yang merupakan fokus penyebab dari gerakan tersebut. Sedangkan gerakan sosial, merupakan gerakan sekelompok yang berbentuk informal dan terorganisir, berjumlah besar ataupun juga hanya individu yang secara spesifik fokus pada isu – isu sosial atau politik dengan melaksanakan, menolak, atau ,mengkampanyekan sebuah perubahan sosial. Gerakan sosial merupakan gerakan yang secara sadar melibatkan orang dan organisasi dalam jumlah yang memadai, yang diikat bersama oleh visi untuk melakukan perubahan sosial.2

      

1 http://id.wikipedia.org/wiki/Gerakan_Politik diakses pada 28 Juli 2012 2 http://id.wikipedia.org/wiki/Gerakan_Sosial diakses pada 28 Juli 2012

(2)

Sekarmadji Maridjan Kartosoewirjo yang menggunakan Darul Islam dan Tentara Islam Indonesia sebagai instrumen gerakannya, akan dikupas secara objektif dan juga empiris dengan menggunakan teori – teori gerakan sosial, untuk kemudian melihat apakah gerakan politik yang dilakukannya sesuai dengan aplikasi dari teori – teori tersebut.

Tentu saja kondisi sistem politik yang tengah berlangsung di Indonesia pada saat awal kemerdekaan juga perlu diketahui, khususnya di tahun 1949, dimana pada tahun inilah akhirnya Kartosoewirjo kemudian memutuskan untuk mendeklarasikan Darul Islam dan Tentara Islam Indonesia.

Sejak permulaan kemerdekaan Indonesia, bangsa ini menginginkan sebuah Negara kesatuan yang melindungi segenap bangsa. Namun setelah berakhirnya perang dunia kedua, dan Indonesia memproklamasikan kemerdekaannya pada Agustus 1945, Belanda kembali ke Indonesia dan kembali berusaha untuk mengubah susunan Negara RI.3

Serangkaian peristiwa sejarah yang terjadi, menunjukkan upaya – upaya yang dilakukan Belanda untuk kembali menguasai Indonesia.4 Perjanjian Roem Royem, perjanjian Linggarjati, Agresi Militer Belanda I dan II, RIS, dan sebagainya telah menunjukkan bagaimana ngototnya upaya Belanda dalam menguasai kembali Indonesia.

Indonesia di awal kemerdekaan pernah memakai sistem parlementer, dengan Sjahrir sebagai Perdana Menteri pertama Indonesia pada Desember 1945.5 Dan pada masa jabatan Sjahrir, Belanda kemudian memenangkan diplomasi dengan Sjahrir dan ditandatanganilah perjanjian Linggarjati.

      

3 Al Chaidir, Pemikiran Politik Proklamator Negara Islam Indonesia S.M.Kartosoewirjo, Jakarta : Darul Farah, 1999 hal. 67

4 Kansil Christine, Sistem Pemerintahan Indonesia, Jakarta : Bumi Aksara, 2008 hal. 38 5 Ibid, hal. 37

(3)

Lalu pada bulan Juli 1947, Amir Syarifudin yang sebelumnya menjabat sebagai Menteri Pertahanan diangkat untuk menggantikan Sjahrir sebagai Perdana

Menteri Indonesia.6 Dalam kapasitasnya sebagai Perdana Menteri, dia

menawarkan kepada S.M. Kartosoewirjo untuk turut serta duduk dalam kabinetnya menjadi Wakil Menteri Pertahanan kedua. Namun kemudian tawaran itu ditolak oleh Kartosoewirjo.

Penolakan itu dikarenakan Kartosoewirjo ingin menarik diri dari gelanggang politik pusat akibat menyaksikan kondisi politik yang tidak menguntungkan bagi Indonesia disebabkan berbagai perjanjian yang diadakan pemerintah RI dengan Belanda. Di samping itu Kartosoewirjo tidak menyukai arah politik Amir Syarifudin yang kekiri-kirian.

Bahkan dimasa jabatan Amir Syarifudin, pada 17 Januari 1948, Indonesia dan Belanda pun menandatangani perjanjian Renville di atas kapal perang Amerika Serikat yang dianggap netral, USS Renville, yang berlabuh di pelabuhan Tanjung Priok, Jakarta.

Perundingan ini sebenarnya sudah dimulai sejak 8 Desember 1947 dan ditengahi oleh Komisi Tiga Negara (KTN), Committee of Good Offices for Indonesia, yang terdiri dari Amerika Serikat, Australia dan Belgia. Delegasi Indonesia dipimpin oleh Perdana Menteri Amir Syarifuddin Harahap. Delegasi Kerajaan Belanda dipimpin oleh Kolonel KNIL R. Abdul Kadir Wijoyoatmojo. Delegasi Amerika Serikat dipimpin oleh Frank Porter Graham.

Adapun isi dari perjanjian Renville ini adalah bahwa Belanda hanya mengakui sebagian Jawa Tengah, Yogyakarta dan Sumatera sebagai bagian dari wilayah Indonesia dan disetujuinya sebuah garis demarkasi yang memisahkan wilayah Indonesia dan daerah kekuasaan Belanda.7 Maka untuk itu pula, pusat

      

6 http://id.wikipedia.org/wiki/Sejarah_Indonesia_(1945-1949) diakses pada 3 September 2012 7 http://id.wikipedia.org/wiki/Perjanjian_Renville diakses pada 10 Juli 2012

(4)

pemerintahan pun dipindahkan ke Jawa Tengah dan seluruh Tentara Indonesia harus ditarik kembali ke wilayah yang masih menjadi bagian Indonesia saja. Kartosoewirjo melihat ini sebagai bentuk kegagalan pemerintah Indoensia mempertahankan kedaulatannya. Dan kemudian memilih untuk mendeklarasikan sendiri pemerintahannya dengan mendirikan sebuah Negara yang berlandaskan Islam di Indonesia, dan dia melihat perjanjian Renville mengakibatkan bahwa Jawa Barat merupakan wilayah vacuum of power.

Maka pada tahun 1949 di Jawa Barat Kartosoewirjo bersama pengikutnya memproklamasikan Negara Islam Indonesia, dan tentu saja Kartosoewirjo diangkat sebagai imamnya. Kemudian gerakan ini lebih dikenal dengan ad-Daulatul Islamiyah atau Darul Islam, dan basis kekuatan militernya disebut Tentara Islam Indonesia, dan selalu dikaitkan Darul Islam dengan Tentara Islam Indonesia sehingga masyarakat kemudian lebih akrab menyebutnya DI/TII.

Gerakan ini bertujuan menjadikan Republik Indonesia yang saat itu baru saja diproklamasikan kemerdekaannya menjadi negara teokrasi dengan agama Islam sebagai dasar negara. Dalam proklamasinya bahwa hukum yang berlaku dalam Darul Islam adalah hukum Islam, lebih jelas lagi dalam undang-undangnya dinyatakan bahwa dalam Darul Islam hukum yang tertinggi adalah Al Quran dan Hadits. Proklamasi Darul Islam dengan tegas menyatakan kewajiban negara untuk membuat undang-undang yang berlandaskan syari'at Islam, dan penolakan yang keras terhadap ideologi selain Alqur'an dan Hadits Shahih, yang mereka sebut dengan hukum kafir.8

B. Rumusan Masalah

Pokok masalah dalam skripsi ini adalah, bagaimana gerakan politik yang dilakukan oleh Sekarmadji Maridjan Kartosoewirjo, dan bagaimana

      

(5)

Kartosoewirjo menggunakan Darul Islam dan juga Tentara Islam Indonesia sebagai instrumen atau alat dalam gerakan politiknya.

C. Pertanyaan Penelitian

Yang menjadi pertanyaan dalam skripsi ini adalah :

1. Apa yang sebenarnya ingin dicapai oleh Kartosoewirjo dengan mendirikan Darul Islam dan Tentara Islam Indonesia ?

2. Bagaimana Kartosoewirjo menggunakan instrumen DI/TII dalam konteks gerakan sosial politik demi mencapai tujuannya tersebut ?

D. Tujuan Penelitian

Adapun tujuan dari penulisan skripsi ini adalah :

1. Untuk mengetahui latar belakang berdirinya Negara Islam Indonesia oleh Kartosoewirjo.

2. Untuk melihat gerakan – gerakan sosial politik yang dilakukan Kartosoewirjo dalam mencapai tujuannya dengan menggunakan DI/TII sebagai instrument dalam perjuangannya.

E. Manfaat Penelitian

Tentu saja penulisan skripsi ini diharapkan memberikan dampak positif dan manfaat yang berarti bagi penulis secara pribadi dan juga bagi kalangan akademisi tentunya, seperti :

1. Untuk meningkatkan kapasitas penulis dalam membuat sebuah karya tulis ilmiah yang baik.

2. Menyusun sebuah kerangka pemikiran politik yang diharapkan mampu menambah literatur mahasiswa ilmu politik khusunya dan seluruh mahasiswa FISIP USU umumnya.

(6)

dibahas secara teoritis baik di kampus ataupun di forum - forum resmi.

4. Skripsi ini diharapkan mampu menggabarkan konsep Negara Islam dalam perspektif yang berbeda dan menggali nilai - nilai positif yang bisa diaplikasikan dalam kehidupan sosial saat sekarang.

F. Tinjauan Pustaka

Sejauh pengetahuan saya, yang pernah menerbitkan karya atau tulisan tentang Kartosoewirjo sampai saat ini masih terbilang sedikit. Salah satu yang paling fokus dalam mengkaji Kartosoewirjo adalah Al Chaidar.

Skripsi S1-nya di ilmu politik FISIP UI tahun 1996 juga mengangkat tema tentang Darul Islam dan juga Kartosoewirjo. Al Chaidar juga menulis buku dengan judul Pemikiran Politik Proklamator Negara Islam Indonesia S.M. Kartosoewirjo, yang buku ini selain mengangkat tentang pokok – pokok pemikiran seorang Kartoseowirjo, juga mencoba mengungkap manipulasi sejarah Darul Islam semasa pemerintahan orde lama dan orde baru.

Al Chaidar menggambarkan sosok Kartosoewirjo sebagai seorang yang sangat tidak menyukai kompromi, dan tetap tegas dengan keyakinannya bahwa sebuah Negara yang berlandaskan pada ajaran Islam harus segera ditegakkan.

Agak senada dengan Al Chaidar, Damien Dematra juga menulis tentang Kartosoewirjo ke dalam sosok yang sangat prinsipil dan tidak suka berkompromi untuk urusan – urusan yang prinsip.

Dia menggambarkan dari kecil Kartosoewirjo berada dalam lingkungan keluarga yang dekat dengan Belanda, Kartoseowirjo juga pernah sekolah dengan anak – anak Belanda, namun tetap saja Kartosoewirjo tidak suka terhadap penjajahan Belanda dan menginginkan kemerdekaan di Indonesia terwujud secepatnya.

(7)

Permasalahannya adalah ketika sudah merdeka, apa yang akan menjadi landasan Negara nantinya, itulah yang menjadi awal pertentangan Kartosoewirjo dengan tokoh – tokoh pejuang kemerdekaan lainnya pada waktu itu. Kendati begitu, Kartosoewirjo tidak memilih jalan yang frontal, ketika tahu bahwa tidak ada harapan untuk memproklamasikan Darul Islam pada 1945, Kartosoewirjo memilih untuk hijrah ke Jawa Barat.

Al Chaidar dan Damien Dematra dalam tulisannya, mengungkap secara objektif nilai – nilai yang positif tentang pemikiran – pemikiran dan gerakan perjuangan yang dilakukan oleh Kartosoewirjo.

Selain itu, penulis lain yang juga menulis tentang Kartosoewirjo adalah Roso Daras. Namun Roso Daras mencoba membandingkan pemikiran – pemikiran Kartosoewirjo dengan pemikiran – pemikiran Soekarno.

Dia mengungkap bahwa yang dibalik gerakan darul islam itu adalah Amerika dan juga yang membantu dana Darul Islam adalah juga Amerika, dan upaya – upaya yang dilakukan oleh Kartosoewirjo dalam memuluskan jalannya adalah dengan membunuh Soekarno dan itu juga terkait dengan kepentingan Amerika waktu itu, yang kita tahu bersama bahwa Soekarno memiliki hubungan yang dekat dengan Rusia.

Namun ketiga penulis tersebut memiliki objek penelitian yang berbeda dalam tulisannya, Al Chaidar lebih ingin mengungkap manipulasi sejarah yang dilakukan orde lama dan orde baru tentang Kartosoewirjo dan Darul islam.

Sedangkan Damien Dematra ingin mempertanyakan kembali tentang label teroris yang disematkan sejarah kepada Kartosoewirjo, apakah memang kartosoewirjo seorang teroris ataukah pahlawan, karena itu Damien coba mengunngkap kembali riwayat kartosoewirjo dan pokok – pokok pemikirannya.

(8)

Sedangkan Roso Daras sebenarnya lebih fokus dalam mengangkat sosok Soekarno. Namun dengan sudut pandang yang berbeda, yaitu membandingkan pemikiran Soekarno dengan pemikiran Kartosoewirjo.

Sedangkan skripsi ini akan lebih fokus kepada gerakan politik yang dilakukan oleh Kartosoewirjo dengan Darul Islam sebagai instrumen gerakannya.

G. Kerangka Teori

1.Teori – Teori Gerakan Sosial

Ada banyak teori yang menjelaskan proses terbentuknya gerakan sosial. Teori tersebut setidaknya bisa dilihat dari dua perspektif bidang ilmu, perspektif psikologi dan juga sosiologi.9

Dari perspektif psikologi, menjelaskan bahwa tumbuhnya gerakan sosial berawal dari faktor kepribadian yang dapat dijelaskan lewat dua teori, pertama, teori ketidakpuasan (discontent theory). Teori ini menyatakan bahwa munculnya gerakan sosial berawal dari perasaan ketidakpuasan. Orang yang hidupnya cenderung nyaman dan puas, biasanya kurang tertarik pada gerakan sosial.

Ada beragam bentuk ketidakpuasan, mulai dari luapan kemarahan orang – orang yang merasa dikorbankan oleh ketidakadilan yang kejam sampai tingkat kejengkelan terendah dari orang – orang yang tidak menyukai perubahan sosial tertentu. Pada semua masyarakat modern, selalu saja terdapat kadar ketidakpuasan yang cukup untuk mendorong terciptanya gerakan sosial. Ketidakpuasan memang merupakan kondisi yang diperlukan dalam proses kelahiran suatu gerakan sosial, tetapi kondisi ketidakpuasan saja belum cukup untuk membangkitkan gerakan sosial.

Kedua, teori ketidakmampuan penyesuaian diri pribadi (personal maladjustman

theory). Teori ini mengatakan bahwa gerakan sosial merupakan tempat untuk

      

(9)

menyalurkan kegagalan pribadi. Orang yang merasa kecewa dan gagal lebih tertarik untuk ikut serta dalam gerakan sosial daripada orang yang sudah merasa puas dan senang.

Teori gerakan sosial dari disiplin ilmu sosiologi lebih melihat faktor masyarakat daripada individu sebagai pemicu munculnya gerakan sosial.10Pertama, teori

deprivasi relative (relative deprivation theory). Konsep ini dikembangkan oleh Stouffer. Menurut teori ini, seseorang merasa kecewa karena adanya kesenjangan antara harapan dan kenyataan.

Orang yang mengharap mendapatkan sedikit kemudian mendapat lebih sedikit dari yang diharapkan, akan merasakan kadar kekecewaan yang lebih rendah daripada orang yang sudah mendapat banyak, tapi masih menginginkan yang lebih lagi dari yang sudah didapatkan. Faktor ini juga dipicu oleh proses melemahnya kendali dan tradisi kesukuan yang biasanya disertai dengan meningkatnya kadar keinginan.

Kedua, teori mobilisasi sumber daya (resource mobilization theory). Teori ini

menekankan pada faktor teknis, bukan penyebab munculnya gerakan sosial. Teori ini menjelaskan mengenai pentingnya pendayagunaan sumber daya secara efektif dalam menunjang gerakan sosial, karena gerakan sosial yang berhasil memerlukan organisasi dan taktik yang efektif.

Dalam teori ini, kepemimpinan, organisasi dan taktik merupakan faktor utama yang menentukan sukses atau gagalnya suatu gerakan sosial. Dalam hal ini, sumber daya yang dimaksud bisa saja seperti pandangan dan tradisi penunjang, peraturan hukum yang mendukung organisasi dan pejabat yang dapat membantu,

      

(10)

manfaat yang mungkin untuk dipromosikan, kelompok sasaran yang dapat terikat oleh manfaat tersebut dan sumber daya penunjang lainnya.11

Ketiga, Teori proses-politik. Teori ini erat berkaitan dengan teori mobilisasi

sumber daya. Pendekatan teori proses-politik menenkankan pada peluang – peluang bagi gerakan yang diciptakan oleh proses politik dan sosial yang lebih besar.

Terlepas dari itu, Jurgen Habermas, sebagaimana dikutip oleh Pasuk Phongpichit (2004) menyatakan bahwa Gerakan sosial adalah Devensive relations to defend the public and private sphere of individuals against the inroad of the state system and market economy. (Gerakan sosial adalah hubungan devensif individu – individu untuk melindungi ruang publik dan privasi mereka dengan melawan serbuan dari system Negara dan ekonomi pasar).12

Sedangkan Anthony Giddens menyatakan gerakan sosial sebagai upaya kolektif untuk mengejar kepentingan bersama atau gerakan mencapai tujuan bersama atau gerakan bersama melalui tindakan kolektif (collective action) diluar ruang

lingkup lembaga – lembaga yang mapan.13 Sedangkan Mansoer Fakih

menyatakan bahwa gerakan sosial dapat diartikan sebagai kelompok yang terorganisir secara tidak ketat dalam rangka tujuan sosial terutama dalam usaha merubah struktur maupun nilai sosial.14 Lalu Robert Misel dalam bukunya Teori Pergerakan Sosial, mendefenisikan gerakan sosial sebagai seperangkat keyakinan

      

11 Horton dan Hunt, Sosiologi Jilid 2(diterjemahkan dari Sociolgy oleh Aminuddin Ram dan Tita Sobari), Jakarta : Erlangga, 1992 hal : 58

12http://pioner.netserv.chula.ac.th/~ppasuk/theorysocmovt.doc diakses pada 28 Mei 2012

13 Fadhillah Putra dkk, Gerakan Sosial, Konsep, Strategi, Aktor, Hambatan dan Tantangan Gerakan Sosial

di Indonesia, Malang : PlaCID’s dan Averroes Press, 2006 hal. 1

14 Mansoer Fakih, Tiada Transformasi tanpa Gerakan Sosial, dalam Zaiyardam Zubir, Radikalisme Kaum

Terpinggir : Studi Tentang Ideologi, Isu, Strategi dan Dampak Gerakan, Yogyakarta : Insist Press, 2002 hal.

(11)

dan tindakan yang tak terlembaga yang dilakukan oleh sekelompok orang untuk memajukan atau menghalangi perubahan dalam masyarakat.15

Tetapi, David Meyer dan Sidney Tarrow, dalam karya mereka Social Movement Society, memasukkan semua ciri yang sudah disebutkan di atas dan mengajukan sebuah defenisi yang lebih inklusif tentang gerakan sosial, yakni : Tantangan – tantangan bersama, yang didasarkan atas tujuan dan solidaritas bersama, dalam interaksi yang berkelanjutan dengan keliompok elite, saingan atau musuh, dan pemegang otoritas.16

Kita dapat melihat dua pokok pikiran yang tampil menonjol dalam definisi ini,

pertama, gerakan-gerakan sosial melibatkan ‘tantangan kolektif’, yakni upaya –

upaya yang terorganisasi untuk mengadakan perubahan di dalam aransemen-aransemen kelembagaan. Tantangan – tantangan ini bisa berpusat pada kepada kebijakan – kebijakan publik atau ditujukan untuk mengawali perubahan yang lebih luas dalam struktur lembaga – lembaga sosial dan politik, distribusi jaminan sosial, atau bisa juga menyangkut konseptualisasi mengenai hak – hak dan tanggung jawab sosial dan politik.

Lalu fitur yang kedua, adalah corak politis yang inheren di dalam gerakan – gerakan sosial. Ini terutama terkait dengan tujuan – tujuan yang hendak dicapai lewat gerakan – gerakan sosial, yang secara tipikal mencakup perubahan di dalam distribusi kekuasaan dan wewenang. Tujuan – tujuan politis ini hanya mungkin dicapai lewat interaksi – interaksi yang terus – menerus, berkelanjutan, dengan aktor – aktor politik di luar gerakan, yang terpenting di antaranya adalah sekutu – sekutu dan pesaing – pesaing politik dan pemegang otoritas kekuasaan.

Denny JA menyatakan adanya tiga kondisi yang menyebabkan lahirnya gerakan sosial, yang pertama, gerakan sosial dilahirkan dengan kondisi yang memberikan

      

15 Robert Misel, Teori Pergerakan Sosial, Yogyakarta : Resist Book, 2004 hal. 6-7 16 David Meyer dan Sidney Tarrow. The Social Movement Society, 1998.

(12)

kesempatan bagi gerakan itu. Pemerintah yang moderat misalnya, memberikan kesempatan bagi timbulnya gerakan sosial ketimbang pemerintahan yang sangat otoriter.

Kedua, gerakan sosial timbul karena meluasnya ketidakpuasan atas situasi yang

ada. Perubahan dari masyarakat tradisional ke masyarakat modern misalnya, akan menimbulkan kesenjangan ekonomi yang semakin luas antara si kaya dan si miskin. Selain itu, perubahan ini juga bisa menyebabkan krisis identitas dan lunturnya nilai – nilai sosial yang telah lama ada. Perubahan itu akan menimbulkan gejolak dari kelompok yang merasa dirugikan dan kemudian meluas menjadi gerakan sosial.

Ketiga, gerakan sosial semata – mata masalah kemampuan kepemimpinan dari

tokoh penggerak. Sang tokoh penggerak akan menjadi inspiratory, membuat jaringan, membangun organisasi yang menyebabkan sekelompok orang termotivasi untuk terlibat dalam gerakan tersebut.17 Secara sekilas, poin ketiga ini dapat menggambarkan salah satu penyebab munculnya gerakan Darul Islam yang dimotori oleh Kartosoewirjo ini adalah tak lepas dari sosok kepemimpinan dari Kartosoewirjo ini sendiri.

Lebih jauh, dalam memahami dan menjelaskan fenomena gerakan sosial, para ahli ilmu sosial mengembangkan wacana yang pada tataran teoritis telah melahirkan beberapa pendekatan untuk bisa lebih menjelaskan gerakan sosial. Paradigma teoritis dari gerakan sosial mungkin bisa dimasukkan dalam istilah yang berbeda – beda.

Selain paradigma neo-marxisme, pendekatan yang mendominasi hingga awal 1970-an adalah konsep perilaku kolektif interaksionis dan konsep gerakan sosial mahzab Chicago, serta model struktural – fungsional. Paradigma yang terakhir ini merupakan perspektif yang paling luas dianut saat ini.

      

(13)

Berikut kita akan melihat beberapa teori – teori gerakan sosial yang dapat menggambarkan secara empiris bagaimana gerakan politik Kartosoewirjo.

1.1 Teori Pilihan Rasional

Teori ini dipengaruhi oleh pemikiran ekonomi neo-klasik yang menjelaskan bahwa setiap individu memiliki daya nalar yang tinggi. Dalam artian tidak serta merta selalu berada dibawah tekanan struktur sosial.

Bahkan teori ini mampu memberikan penjelasan mengenai perubahan sosial yang terjadi di setiap masa tertentu yang berdampak pada perubahan stuktural dan kultural.

Menurut Coleman, salah seorang teoritis pilihan rasional ternama bahwa setiap tindakan sosial seseorang bertujuan untuk mencapai hasil yang diinginkannya secara individual, hal inilah yang akhirnya membentuk nilai dan juga preferensi dari si aktor. Dengan kata lain, bahwa setiap individu tidak selalu memiliki tujuan dan orientasi yang sama, karena manusia adalah makhluk yang khas dan kreatif.18 Tindakan-tindakan sosial yang dilakukan oleh setiap aktor pada dasarnya ditujukan untuk memperbesar manfaat yang diterimanya. Sehingga dalam teori ini ada dua kata kunci, yaitu; para aktor dan juga sumberdaya.

Dalam upaya menghubungkan wilayah mikro dengan ranah makro, Coleman mengenalkan konsep tindakan bersama. Tindakan bersama yaitu kumpulan dari setiap tindakan individu yang pada akhirnya menciptakan keseimbangan. Keseimbangan itu tercipta karena adanya saling kontrol atas tindakan-tindakan individu yang ada dalam suatu kelompok sosial.

      

18 http://yudomahendro.wordpress.com/2012/03/30/membahas-teori-pertukaran-teori-jaringan-serta-teori-pilihan-rasional diakses 3 September 2012

(14)

Coleman mencontohkan bagaimana di dalam demokrasi voting yang merupakan kumpulan dari keinginan masing-masing individu pada akhirnya diputuskan suara terbanyaklah yang akhirnya ditetapkan sebagai tindakan bersama. Walaupun begitu, selalu ada ruang perubahan terutama jika mengandalkan rasionalitas yang dapat diterima oleh akal sehat setiap anggota kelompok sosial, maka tak dapat dipungkiri perubahan sosial akan terjadi.

1.2 Teori Pertukaran Sosial

Teori pertukaran sosial adalah teori dalam ilmu sosial yang menyatakan bahwa dalam hubungan sosial terdapat unsur ganjaran, pengorbanan, dan keuntungan yang saling memengaruhi. Teori ini menjelaskan bagaimana manusia memandang tentang hubungan kita dengan orang lain sesuai dengan anggapan diri manusia tersebut terhadap keseimbangan antara apa yang di berikan ke dalam hubungan dan apa yang dikeluarkan dari hubungan itu, juga jenis hubungan yang dilakukan, dan kesempatan memiliki hubungan yang lebih baik dengan orang lain.19

Pada umumnya, hubungan sosial terdiri daripada masyarakat, maka kita dan masyarakat lain di lihat mempunyai perilaku yang saling memengaruhi dalam hubungan tersebut,yang terdapat unsur ganjaran , pengorbanan dan keuntungan. Ganjaran merupakan segala hal yang diperolehi melalui adanya pengorbanan,manakala pengorbanan merupakan semua hal yang dihindarkan, dan keuntungan adalah ganjaran dikurangi oleh pengorbanan. Jadi perilaku sosial terdiri atas pertukaran paling sedikit antara dua orang berdasarkan perhitungan untung-rugi.

Setiap individu menjalin pertemanan tentunya mempunyai tujuan untuk saling memperhatikan satu sama lain. Individu tersebut pasti diharapkan untuk berbuat

      

(15)

sesuatu bagi sesamanya, saling membantu jikalau dibutuhkan, dan saling memberikan dukungan dikala sedih.

Akan tetapi mempertahankan hubungan persahabatan itu juga membutuhkan biaya (cost) tertentu, seperti hilang waktu dan energi serta kegiatan-kegiatan lainnya yang tidak jadi dilaksanakan. Meskipun biaya-biaya ini tidak dilihat sebagai sesuatu hal yang mahal atau membebani ketika dipandang dari sudut penghargaan (reward) yang didapatkan dari persahabatan tersebut. Namun, biaya tersebut harus dipertimbangkan apabila kita menganalisis secara obyektif hubungan-hubungan transaksi yang ada dalam persahabatan.

Apabila biaya yang dikeluarkan terlihat tidak sesuai dengan imbalannya, yang terjadi justru perasaan tidak enak di pihak yang merasa bahwa imbalan yang diterima itu terlalu rendah dibandingkan dengan biaya atau pengorbanan yang sudah diberikan.

Analisa mengenai hubungan sosial yang terjadi menurut cost and reward ini merupakan salah satu ciri khas teori pertukaran. Teori pertukaran ini memusatkan perhatiannya pada tingkat analisis mikro, khususnya pada tingkat kenyataan sosial antarpribadi (interpersonal).

Pada pembahasan ini akan ditekankan pada pemikiran teori pertukaran oleh Homans dan Blau. Homans dalam analisisnya berpegang pada keharusan menggunakan prinsip-prinsip psikologi individu untuk menjelaskan perilaku sosial daripada hanya sekedar menggambarkannya. Akan tetapi Blau di lain pihak berusaha beranjak dari tingkat pertukaran antarpribadi di tingkat mikro, ke tingkat yang lebih makro yaitu struktur sosial. Ia berusaha untuk menunjukkan bagaimana struktur sosial yang lebih besar itu muncul dari proses-proses pertukaran dasar.

Berbeda dengan analisis yang diungkapkan oleh teori interaksi simbolik, teori pertukaran ini terutama melihat perilaku nyata, bukan proses-proses yang bersifat

(16)

subyektif semata. Hal ini juga dianut oleh Homans dan Blau yang tidak memusatkan perhatiannya pada tingkat kesadaran subyektif atau hubungan-hubungan timbal balik yang bersifat dinamis antara tingkat subyektif dan interaksi nyata seperti yang terjadi pada interaksionisme simbolik. Homans lebih jauh berpendapat bahwa penjelasan ilmiah harus dipusatkan pada perilaku nyata yang dapat diamati dan diukur secara empirik.

Menurut Homans, manusia memiliki daya nalar yang akhirnya dapat memberikan pertimbangan-pertimbangan atas sikap-sikapnya selanjutnya. Juga ia melihat pengaruh norma sosial sebagai penghambat atas tindakan sosial seseorang. Atas dasar itulah, manusia menggunakan pengalaman-pengalamannya untuk memiliki sikapnya dalam merespon sesuatu yang ada di dalam dunia sosial.

Dalam hal ini Homans banyak memberikan contoh mengenai proposisi-proposisi dari interaksi antar manusia dan ia pun menjelaskan mengenai pentingnya pengalaman memberikan petunjuk bagi manusia untuk mengulanginya lagi. Menurut Homans, bahwa pengulangan tindakan manusia merupakan respon empirik terhadap hasil yang baik yang telah diterimanya pada masa yang lampau. Sehingga dalam persepsi manusia ia selalu mempertimbangkan antara mana yang menguntungkan dan mana yang tidak, mana yang berpeluang lebih besar mana yang tidak, serta mana yang menyenangkan dan mana yang mengecewakan. Dengan demikian, dapatlah disimpulkan bahwa manusia dalam kehidupannya berupaya untuk selalu mendapatkan hasil yang baik atau keuntungan atas tindakan-tindakan sosialnya.

Namun walaupun begitu, sebagaimana dijelaskan sebelumnya bahwa manusia memiliki nalar dibandingkan dengan makhluk lainnya dalam bertindak. Maka Homans memberikan penjelasan mengenai adanya jarak antara tindakan pertama dengan hasil yang diperoleh. Jika manusia mendapatkan apa yang dilakukannya secara reguler maka akan terjadi suatu kebosanan dalam beraktivitas, sedangkan

(17)

jika kemungkinan atas hasil yang didapatkan tidak terbayangkan, itulah yang membuat individu memiliki ketertarikan yang lebih untuk bertindak pada masa selanjutnya.

Selanjutnya teoritis pertukaran lainya adalah Blau. Jika Homans, melihat pertukaran terjadi pada ranah antar individual, Blau mencoba mengisi kekosongan antara relasi interaksi antar individual dengan ranah yang lebih makro; masyarakat.

Ia mencoba menjelaskan bagaimana kehidupan sosial menjadi terorganisir dan terbentuk dalam stuktur yang kompleks. Ia menawarkan empat tahap dalam mengidentifikasi progres dari tingkat mikro ke ranah makro. Pertama, bagaimana interaksi dan pertukaran terjadi diantara individu. Dalam hal ini diidentifikasi, siapa mendapat apa dalam relasi tersebut.

Kedua, melihat adanya perbedaan status dan kekuatan, berbeda dengan Homans yang seakan-akan tidak memperhatikan adanya perbedaan kekuatan dalam setiap individu, Blau sangat fokus terhadap ini.

Tahap ketiga, adalah melihat bagaimana terbentuknya legitimasi dan organisasi yang ada di masyarakat. Legitimasi dan organisasi merupakan bentuk nyata adanya ketidaksamaan kekuatan manusia yang terlembaga di dalam struktur sosial.

Selanjutnya, terakhir yang keempat, munculnya oposisi dan perubahan. Puncak dari proses sosial ini adalah adanya perubahan struktur sosial yang diinisiasi oleh para oposan yang tidak puas terhadap sistem sosial yang ada. Dengan demikian, dapat disimpulkan proses tahapan ini merupakan siklus relasi mikro dan makro dalam kehidupan manusia.

Dalam menjelaskan pada ranah mikro, Blau menjelaskan adanya proses “pemberian kredit’’ bagi siapa saja yang dalam perjalanan interaksi sosial

(18)

memberikan hasil yang memuaskan untuk si aktor. Selanjutnya, menurut Blau interaksi sosial terjadi pertama kali dalam kelompok sosial, dalam artian bahwa manusia selalu berada dalam konteks norma dan nilai suatu kelompok.

Dengan demikian, untuk bergabung kedalam kelompok sosial tersebut harus ada relasi saling menguntungkan antara kelompok sosial dan juga si calon anggota baru.

Pada tahap selanjutnya, ia menjelaskan bagaimana di dalam kelompok sosial tersebut terjadi kompetisi untuk mendapatkan pengakuan sosial dari anggota kelompok. Proses inilah yang memunculkan pemimpin di suatu kelompok sosial. Dengan demikian, si pemimpin (leader) memiliki otortitas yang lebih untuk menerapkan aturan dan juga norma yang berlaku bagi para anggota lainnya. Norma dan nilai yang telah terlegitimasi dalam suatu kelompok sosial itulah yang membentuk atau mengatur relasi-relasi sosial yang terjadi di dalam suatu kelompok.

Kontribusi kepada teori pertukaran selanjutnya diberikan oleh Emerson. Dalam hal ini kekhususan Emerson adalah perhatiannya yang lebih terhadap ketergantungan kekuatan dalam interaksi sosial.

Selanjutnya ia menyatakan bahwa relasi sosial dan juga jejaring sosial menjadi dasar dari teori pertukaran yang dikembangkannya. Ia menyadari bahwa setiap interaksi sosial yang dilakukan oleh individu selalu diorientasikan kepada keuntungan, namun karena dalam setiap interaksi tersebut ia mendapatkan kepuasan, maka terjadilah pengurangan kegunaan dari setiap keuntungan yang didapatkan. Maka terciptalah arus dari keuntungan dalam setiap interaksi sosial, karena sitiap individu menginginkan adanya pertukaran yang lebih menguntungkan.

(19)

Penjelasan lainya yang cukup penting dari Emerson adalah jejaring pertukaran merupakan sebuah spesifik struktur sosial yang dibentuk oleh relasi pertukaran antara dua aktor atau lebih. Dengan adanya ketidakseimbangan kekuatan dalam setiap individu, maka terciptalah suatu sistem sosial yang memberikan reward dan punishment dalam interaksi sosial yang terjadi dalam suatu kelompok sosial tertentu.

Proses pertukaran sosial ini juga telah diungkapkan oleh para ahli sosial klasik. Seperti yang diungkapkan dalam teori ekonomi klasik abad ke-18 dan 19, para ahli ekonomi seperti Adam Smith sudah menganalisis pasar ekonomi sebagai hasil dari kumpulan yang menyeluruh dari sejumlah transaksi ekonomi individual yang tidak dapat dilihat besarnya.

Ia mengasumsikan bahwa transaksi-transaksi pertukaran akan terjadi hanya apabila kedua pihak dapat memperoleh keuntungan dari pertukaran tersebut, dan kesejahteraan masyarakat pada umumnya dapat dengan baik sekali dijamin apabila individu-individu dibiarkan untuk mengejar kepentingan pribadinya melalui pertukaran-pertukaran yang dinegosiasikan secara pribadi.

1.3 Teori Mobilisasi Sumber Daya

Teori mobilisasi sumber daya muncul sebagai antitesa dari pandangan yang mengatakan bahwa gerakan sosial muncul akibat dari penyakit sosial. Dalam pandangan lama mengatakan bahwa gerakan sosial muncul akibat adanya dukungan dari pihak – pihak mengalami penindasan, teraliansi dan terisolasi dalam masyarakat.

Teori ini menyatakan bahwa gerakan sosial muncul karena tersedianya faktor – faktor pendukungnya, seperti adanya sumber – sumber pendukung, tersedianya kelompok koalisi dan adanya dukungan dana, adanya tekanan dan upaya

(20)

pengorganisasian yang efektif serta sumber daya yang penting berupa ideologi.20 Teori ini lebih menekankan pada permasalahan teknis, bukan pada sebab mengapa gerakan sosial muncul. Para penganut teori mobilisasi sumber daya ini memandang bahwa kepemimpinan, organisasi dan teknik sebagai faktor yang menentukan sukses tidaknya sebuah gerakan sosial.

Lahirnya pandangan positif merupakan implikasi dari perkembangan gerakan sosial dewasa ini, yang dinilai telah berhasil mendorong proses demokratisasi. Gerakan sosial yang dimaksud adalah gerakan perjuangan hak – hak sipil, gerakan anti kolonial, feminisme, gerakan hak asasi manusia dan gerakan anti rasial.21

Varian yang berbeda didalam perspektif mobilisasi sumber daya memiliki logika yang sama, para ahli berpendapat bahwa gerakan sosial menggunakan penalaran instrumental-strategis, kalkulasi biaya, manfaat dan mengejar tujuan dan kepentingan secara rasional.

Mereka juga sepakat dalam poin penting lainnya, bahwa gerakan sosial bukan sebuah kejadian yang abnormal, tetapi bagian dari kehidupan sosial yang normal, yang dianggap penuh potensi konflik. Karena tekanan tersebut, mereka menolak ide bahwa tekanan atau kekecewaan dapat menjelaskan kemunculan dari gerakan sosial, tetapi sebaliknya gerakan sosial lah yang memfokuskan ketegangan dan ketidakpuasan itu.

1.4 Contentious Politics

Munculnya teori ini dikarenakan adanya anggapan bahwa beberapa teori dan pendekatan yang selama ini ada untuk menganalisa suatu gerakan sosial memiliki kelemahan dan keterbatasan dalam pengujiannya menganalisa gerakan sosial itu.

      

20Mansoer Fakih, Op.Cit., hal. xxvii 21 Noer Fauzi, Op.Cit., hal. 10 -11

(21)

McAdam, mengidentifikasikan bahwa ada terdapat empat kelemahan pada mekanisme teori – teori diatas, yaitu, pertama, mekanisme – mekanisme tersebut terlalu statis dan tidak bersifat dinamis.

Kedua, mekanisme – mekanisme tersebut lebih relevan untuk menjelaskan

gerakan sosial dalam bentuk tunggal dengan cakupan yang relatif kecil sehingga tidak dapat menjelaskan fenomena ketegangan politik yang terjadi pada suatu gerakan sosial dengan cakupan yang cukup besar dan luas.

Ketiga, mekanisme – mekanisme tersebut muncul dalam konteks yang relatif

terbuka di Amerika, dengan organisasi gerakan sosial yang relatif besar dan banyak secara kuantitas dibandingkan Negara – Negara selatan dimana organisasi gerakan sosialnya lebih sedikit dan lebih tertutup.

Keempat, mekanisme – mekanisme tersebut lebih memfokuskan kepada asal –

asal gerakan daripada fase – fase perkembangannya.22

Oleh karena itu, untuk menjembatani kelemahan masing – masing dari mekanisme teori – teori diatas, maka pada tahun 1995 McAdam, Tarrow dan Tilly bertemu dan mencoba berkolaborasi mengintegrasikan serangkaian diskusi dan seminar dan menyerap pendapat dan kritik dari akademis gerakan sosial mengenai konsep yang telah ada dan juga konsep Contentious Politics yang akan mereka ajukan.

Dan di tahun 2001, karya mereka Dynamics of Contentious dipublikasikan. Dalam karya mereka tersebut, mereka menawarkan pendekatan yang sangat dinamis dalam menganalisa rangkaian besar peristiwa – peristiwa gerakan, baik gerakan sosial baru, revolusi, nasionalisme, maupun demokratisasi dimanapun terjadi.

      

22 McAdam, Political Process And The Development of Black Insurgency, 1930 – 1970 dalam Abdul Wahab Situmorang, Gerakan Sosial : Studi Kasus Beberapa Perlawanan, Yogyakarta : Pustaka Pelajar, 2001 hal. 23 - 24

(22)

Dalam buku tersebut, komponen mekanisme dan proses seperti struktur kesempatan politik, struktur mobilisasi dan sebagainya dijadikan sebagai subjek, bukan objek. Dengan kata lain, komponen – komponen tersebut dijadikan sebagai kata kerja, bukan kata benda. Berdasarkan pengertian – pengertian di atas, ada beberapa hal yang perlu dicatat sebagai karakteristik yang melekat dalam gerakan sosial, yaitu :

- Gerakan sosial merupakan salah satu bentuk perilaku kolektif. Menurut para sosiolog, istilah perilaku kolektif secara harfiah mengacu pada perilaku serta bentuk – bentuk peristiwa sosial yang tidak dilembagakan. Kalimat ini digunakan oleh Asosiasi Sosiologi Amerika untuk menyebut perilaku kolektif dan gerakan sosial.

- Gerakan sosial senantiasa memiliki tujuan untuk membuat perubahan sosial atau untuk mempertahankan suatu kondisi. Itu artinya, tujuan sekelompok orang untuk melakukan gerakan sosial tidak selalu disadari oleh morif perubahan, karena bisa saja disadari atau tidak, gerakan sosial dilakukan untuk “mempertahankan” keadaan.

- Gerakan sosial tidak identik dengan gerakan politik yang terlibat dalam perebutan kekuasaan secara langsung.

- Gerakan sosial merupakan perilaku kolektif yang terorganisasi, baik formal maupun tidak. Gerakan sosial merupakan gejala yang lahir dalam kondisi masyarakat yang konfliktual.

H. Metodologi Penelitian 1. Jenis Penelitian

Metode penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode deskriptif. Penelitian deskriptif dimaksudkan untuk melakukan pemahaman yang cermat terhadap fenomena sosial berdasarkan gejala – gejalanya.

(23)

Menurut Hadari Nawawi, metode penelitian deskriptif dapat diartikan sebagai prosedur pemecahan masalah yang diselidiki dengan menggambarkan keadaan subjek atau objek penelitian seseorang, lembaga, maupun masyarakat pada saat sekarang berdasarkan fakta – fakta yang tampak sebagaimana adanya.23

Sedangkan Muhammad Nazir mengatakan bahwa metode deskriptif adalah pencarian fakta interpretasi yang tepat yang digunakan untuk mempelajari masalah – masalah dalam masyarakat, serta tata cara yang berlaku dalam masyarakat serta situasi – situasi tertentu, termasuk hubungan kegiatan, sikap – sikap, pandangan – pandangan, serta proses – proses yang sedang berlangsung dan pengaruh – pengaruh dari suatu fenomena.24

Penelitian deskriptif malakukan analisis dan menyajikan data – data serta fakta – fakta secara sistematis sehingga dapat lebih mudah dipahami dan disimpulkan. Pendekatan yang digunakan dalam penelitian ini adalah penelitian kualitatif. Metode penelitian kualitatif merupakan proses penelitian yang menghasilkan data deskriptif berupa kata – kata tertulis maupun lisan dan perilaku dari objek yang diamati.25

Penelitian ini bermaksud untuk meneliti perilaku dan pemikiran politk Kartosoewirjo yang diaplikasikan dalam gerakan Darul Islam yang diproklamasikannya. Maka data yang digunakan adalah data – data kepustakaan dan dokumen – dokumen yang ada terkait dengan gerakan Darul Islam dan Kartosoewirjo.

2. Teknik Pengumpulan Data

Pengumpulan data dalam penelitian ini dengan menggunakan data sekunder. Data sekunder merupakan penggunaan library research atau studi pustaka dengan

      

23Hadari Nawawi, Metodologi Penelitian Bidang Sosial, Yogyakarta : Gajah Mada Universitas Press, 1987 hal. 63

24 Mohammad Nazir, Metode Penelitian, Jakarta : Ghalia Indonesia, 1998 hal. 64

(24)

mengumpulkan data dari buku – buku, literatur, dokumen – dokumen, artikel, jurnal ilmiah, bulletin dan berbagai sumber lain yang berhubungan dengan penelitian ini.

3. Analisa Data

Metode analisa data dalam penelitian ini adalah metode deskriptif, yaitu suatu metode dimana data yang diperoleh disusun dan diinterpretasikan sehingga memberikan data keterangan terhadap masalah – masalah yang aktual berdasarkan data – data yang sudah terkumpul dari penelitian.26

Dalam analisa data ini, data – data yang sudah diperoleh kemudian dikelompokkan berdasarkan jenisnya. Selanjutnya data dan informasi yang sudah dikelompokkan tadi dianalisis secara korelasional; yakni dengan menghubungkan antara variabel – variabel yang ada, dan argumentatif; yakni menyuguhkan berbagai pendapat yang relevan dengan masalah serta dengan menggunakan metode dialektika; yakni membenturkan argumentasi yang ada atau variabel yang ada untuk mendapatkan kesimpulan tentang masalah yang diteliti.

I. Sistematika Penulisan

BAB I: Pada bab ini, akan dipaparkan tentang latar belakang penulisan, rumusan masalah, pertanyaan penelitian, tujuan dan manfaat penelitian, tinjauan pustaka, kerangka teori yang dipakai serta metodologi penelitian yang dipakai dan juga sistematika penulisan skripsi ini.

BAB II : Pada bab ini, akan menjelaskan tentang sosok Kartosoewirjo, masa kecilnya, latar belakang keluarganya, pendidikan yang pernah didapatnya, serta perjuangan - perjuangannya semasa muda hingga dia menentukan Islam sebagai jalan hidupnya dan keputusannya untuk mendirikan DI/TII.

      

(25)

Dalam bab ini juga akan dijelaskan tentang perjalanan perjuangan Kartosoewirjo sampai akhirnya Kartosoewirjo mendeklarasikan Darul Islam pada tahun 1949. Dengan begitu diharapkan dapat dipahami pokok – pokok pemikiran dan gerakan sosial yang dilakukan oleh Kartosoewirjo.

BAB III: Pada bab ini, akan dikaji secara mendalam apa - apa saja yang menjadi pertanyaan dalam skripsi ini, apa sebenarnya tujuan yang ingin dicapai oleh Kartosoewirjo dan bagaimana Kartosoewirjo menggunakan Darul Islam dan Tentara Islam Indonesia sebagai instrumen yang dipakai oleh Kartosoewirjo dalam gerakan sosialnya.

Pisau analisa yang digunakan adalah teori – teori gerakan sosial, skripsi nantinya diharap dapat menjelaskan perjuangan Kartosoewirjo dengan menggunakan teori gerakan sosial.

Skripsi ini tidaklah ingin menjelaskan tentang apa itu Darul Islam, tapi lebih kepada Darul Islam sebagai instrumen dalam melaksanakan gerakan politik. BAB IV : Ini merupakan bab penutup dan akan menyampaikan kesimpulan -kesimpulan yang didapat dari pembahasan di skripsi ini serta saran dan rekomendasi.

Referensi

Dokumen terkait

Gagasan merupakan proses permulaan yang memiliki beberapa tahap yaitu pengenalan dan pembatasan masalah yang dilakukan dengan interview atau wawancara. Dalam proses

PEI.,AKSANAAN PERATURAN DAERAH TINGKAT I BENGKULU NOMOR 2 TAHUN 1994 TENTANG PENERIMAAN SUMBANGAN DARI PIHAK KETIGA KEPADA PEMERINTAH PROPINSI DAERAH TINGKAT I

Namun pada pernyataan saya menyadari kekurangan saya di sekolah tetapi tidak berusaha mengimbanginya dengan belajar lebih giat memperoleh persentase terendah 72,50%

Mengingat luasnya cakupan materi dalam matakuliah ini, maka sangat mungkin tidak semua aspek dapat didiskusikan dikelas secara detail, sehingga kegiatan mandiri secara individual

Ada empat bagian yang membentuk kerabang telur, yaitu (a) kutikula, lapisan tipis sekali (3--10 mikron) dan tidak mempunyai pori-pori, tetapi sifatnya dapat dilalui gas; (b)

daerah aliran Sungai Wanggu karena masuknya air tawar dari aliran Sungai Wanggu dan Perumahan Citraland sehingga terjadi percampuran antara air laut dan air tawar

abnormal, dan benih yang belum tumbuh), laju perkecambahan, indeks vigor, bobot segar kecambah, dan bobot kering kecambah.Hasil penelitian menunjukkan bahwa

Berdasarkan pendapat yang dikemukakan ini, jelas menunjukkan bahawa sikap mementingkan diri yang ditunjukkan oleh pemimpin akan menyebabkan masyarakat yang dipimpinnya tidak