LAPORAN PENDAHULUAN APENDISITIS
1. KONSEP DASAR MEDIS A. Definisi
Apendisitis adalah peradangan dari apendiks vermi vormis, dan merupakan penyebab abdomen akut (Mansjoer Arif, 2000). Sedangkan menurut (Smeltzer, 2002), Apendisitis merupakan inflamasi apendiks yaitu suatu bagian seperti kantung yang non fungsional dan terletak di bagian inferior seikum. Apendisitis akut adalah penyebab paling umum inflamasi akut pada kuadran bawah kanan rongga abdomen, penyebab paling umum untuk bedah abdomen darurat.
Adapun pengertian Apendisitis yang lainnya adalah peradangan akibat infeksi pada usus buntu atau umbai cacing (apendiks). Infeksi ini bisa mengakibatkan pernanahan. Bila infeksi bertambah parah, usus buntu itu bisa pecah. Usus buntu merupakan saluran usus yang ujungnya buntu dan menonjol dari bagian awal usus besar atau sekum (cecum). Usus buntu besarnya sekitar kelingking tangan dan terletak di perut kuadran kanan bawah. Strukturnya seperti bagian usus lainnya. Namun, lendirnya banyak mengandung kelenjar yang senantiasa mengeluarkan lender.
Jadi, kesimpulan dari apendisitis adalah peradangan pada apendiks vermi formis atau peradangan infeksi pada usus buntu (apendiks) yang terletak di perut kuadran kanan bawah.
Klasifikasi apendisitis terbagi menjadi dua yaitu, apendisitis akut dan apendisitis kronik (Sjamsuhidayat, 2005).
1. Apendisitis akut.
Apendisitis akut sering tampil dengan gejala khas yang didasari oleh radang mendadak umbai cacing yang memberikan tanda setempat, disertai maupun tidak disertai rangsang peritonieum lokal. Gajala apendisitis akut talah nyeri samar-samar dan tumpul yang merupakan nyeri viseral didaerah epigastrium disekitar umbilikus. Keluhan ini sering disertai mual dan kadang muntah. Umumnya nafsu makan menurun. Dalam beberapa jam nyeri akan berpindah ketitik mcBurney. Disini nyeri dirasakan lebih tajam dan lebih jelas letaknya sehingga merupakan nyeri somatik setempat
2. Apendisitis kronik.
Diagnosis apendisitis kronis baru dapat ditegakkan jika ditemukan adanya : riwayat nyeri perut kanan bawah lebih dari 2 minggu, radang kronik apendiks secara makroskopik dan mikroskopik. Kriteria mikroskopik apendisitis kronik adalah fibrosis menyeluruh dinding apendiks, sumbatan parsial atau total lumen apendiks, adanya jaringan parut dan ulkus lama dimukosa , dan adanya sel inflamasi kronik. Insiden apendisitis kronik antara 1-5%.
B. Etiologi
Apendisitis akut merupakan merupakan infeksi bakteria. Berbagai berperan sebagai faktor pencetusnya. Sumbatan lumen apendiks merupakan faktor yang diajukan sebagai faktor pencetus disamping hiperplasia jaringan limfe, fekalit, tumor apendiks dan cacing askaris dapat pula menyebabkan sumbatan. Penyebab lain yang diduga dapat menimbulkan apendisitis adalah erosi mukosa apendiks karena parasit seperti E.histolytica. Penelitian epidemiologi menunjukkan peran kebiasaan makan makanan rendah serat dan pengaruh konstipasi terhadap timbulnya apendisitis. Konstipasi akan menaikkan tekanan intrasekal yang berakibat timbulnya sumbatan fungsional apendiks dan meningkatnya pertumbuhan kuman flora kolon biasa. Semuanya ini mempermudah timbulnya apendisitis akut. (Sjamsuhidayat, 2005).
C. Manifestasi Klinik
Pasien dengan apendisitis akan ditemukan tanda-tanda sebagai berikut : nyeri kuadran kanan bawah disertai dengan mual, muntah, dan anoreksia, pada titik mc. Burney nyeri tekan setempat karena tekanan, leukosit PMN meningkat, obstruksi fekalit atas massa fekal padat, suhu kurang lebih 37,50 C– 38,50 C, konstipasi, kaki kanan fleksi karena nyeri (Mansjoer, 2000).
Apendisitis akut sering tampil dengan gejala yang khas yang didasari oleh radang mendadak umbai cacing yang memberikan tanda setempat. nyeri kuadran bawah terasa dan biasanya disertai oleh demam ringan, mual, muntah dan hilangnya nafsu makan. Pada apendiks yang
terinflamasi, nyeri tekan dapat dirasakan pada kuadran kanan bawah pada titik Mc.Burney yang berada antara umbilikus dan spinalis iliaka superior anterior. Derajat nyeri tekan, spasme otot dan apakah terdapat konstipasi atau diare tidak tergantung pada beratnya infeksi dan lokasi apendiks. Bila apendiks melingkar dibelakang sekum, nyeri dan nyeri tekan terasa didaerah lumbal. Bila ujungnya ada pada pelvis, tanda-tanda ini dapat diketahui hanya pada pemeriksaan rektal. nyeri pada defekasi menunjukkan ujung apendiks berada dekat rektum. nyeri pada saat berkemih menunjukkan bahwa ujung apendiks dekat dengan kandung kemih atau ureter. Adanya kekakuan pada bagian bawah otot rektus kanan dapat terjadi. Tanda rovsing dapat timbul dengan melakukan palpasi kuadran bawah kiri yang secara paradoksial menyebabkan nyeri yang terasa dikuadran kanan bawah. Apabila apendiks telah ruptur, nyeri menjadi menyebar. Distensi abdomen terjadi akibat ileus paralitik dan kondisi pasien memburuk.
Pada pasien lansia, tanda dan gejala apendisitis dapat sangat bervariasi. Tanda-tanda tersebut dapat sangat meragukan, menunjukkan obstruksi usus atau proses penyakit lainnya. Pasien mungkin tidak mengalami gejala sampai ia mengalami ruptur apendiks. Insidens perforasi pada apendiks lebih tinggi pada lansia karena banyak dari pasien-pasien ini mencari bantuan perawatan kesehatan tidak secepat pasien-pasien yang lebih muda (Smeltzer C. Suzanne, 2002).
D. Patofisiologi
Apendisitis biasanya disebabkan oleh penyumbatan obstruksi lumen apendiks oleh hyperplasia folikel limfoid, fekalit, benda asing, struktur karena fibrosis akibat peradangan sebelumnya atau neoplasma. Obat yang diberikan adalah antibiotik profilaksia untuk mengurangi luka sepsis pasca operasi yaitu metronidazol supositoria.
Tekanan yang meningkat tersebut akan menghambat aliran limfe yang mengakibatkan edema, diapedesis, bakteri dan ulserasi mukosa. Pada saat ini terjadi apendisitis akut local yang ditandai oleh nyeri epigastrum. Bila sekresi mukus terus berlanjut tekanan akan terus meningkat. Hal tersebut akan menyebabkan obstruksi, edema bertambah dan bakteri akan menembus dinding peradangan yang timbul meluas dan mengenai peritoneum setempat sehingga menimbulkan nyeri di daerah kanan bawah. Keadaan ini disebut dengan apendisitis suparaktif akut.
ganggren. Stadium ini disebut dengan apendisitis gangrenosa. Bila dinding yang telah rapuh itu pecah akan terjadi apendisitis perforasi.
Bila semua proses diatas berjalan lambat, omentum dan usus yang berdekatan akan bergerak ke arah apendiks hingga timbul suatu massa lokal yang disebut infiltrate apendikularis. Peradangan apendiks tersebut dapat menjadi abses atau menghilang.
Omentum pada anak-anak lebih pendek dan apendiks lebih panjang, dinding apendiks lebih tipis. Keadaan tersebut ditambah dengan daya tahan tubuh yang masih kurang memudahkan terjadi perforasi. Sedangkan pada orang tua perforasi mudah terjadi karena telah ada gangguan pembuluh darah (Mansjoer, 2000).
E. Komplikasi
Komplikasi utama apendisitis adalah sepsis yang dapat berkembang menjadi : perforasi, abses, peritonitis. Perforasi secara umum terjadi 24 jam setelah nyeri. Gejala nyeri antara lain demam suhu 37,50 C – 38,50 C atau lebih tinggi, penampilan toksik, meningkatnya nyeri, spasme otot dinding perut kuadran kanan bawah dengan tanda peritonitis umum atau abses yang terlokalisasi ileus, demam, malaise, dan leokositosis (Schwartz, Seymour I, 2000).
F. Penatalaksanaan
Penatalaksanaan apendisitis tergantung dari nyeri apendisitisnya akut atau kronis. Penatalaksanaan bedah ada dua cara yaitu non bedah (non surgical) dan pembedahan (surgical).
a) Non bedah (non surgical)
Penatalaksanaan ini dapat berupa :
1) Batasi diet dengan makan sedikit dan sering (4-6 kali perhari)
2) Minum cairan adekuat pada saat makan untuk membantu proses pasase makanan 3) Makan perlahan dan mengunyah sempurna untuk menambah saliva pada makanan 4) Hindari makan bersuhu ekstrim, pedas, berlemak, alkohol, kopi, coklat, dan jus jeruk 5) Hindari makan dan minum 3 jam sebelum istirahat untuk mencegah masalah refluks
nonturnal
7) Turunkan berat badan bila kegemukan untuk menurunkan gradient tekanan gastro esophagus
8) Hindari tembakan, salisilat, dan fenibutazon yang dapat memperberat esofagistis b) Pembedahan
Yaitu dengan apendiktomi. Operasi apendisitis dapat dipersiapkan hal-hal sebagai berikut : Insisi tranversal 5 cm atau oblik dibuat di atas titik maksimal nyeri tekan atau massa yang dipalpasi pada fosa iliaka kanan. Otot dipisahkan ke lateral rektus abdominalis. Mesenterium apendikular dan dasar apendiks diikat dan apendiks diangkat. Tonjolan ditanamkan ke dinding sekum dengan menggunakan jahitan purse string untuk meminimalkan kebocoran intra abdomen dan sepsis.
Kavum peritoneum dibilas dengan larutan tetrasiklin dan luka ditutup. Diberikan antibiotic profilaksis untuk mengurangi luka sepsis pasca operasi yaitu metronidazol supositoria (Syamsuhidayat, 2004).
2. KONSEP DASAR KEPERAWATAN a. Riwayat Keperawatan
1) Biodata
Identitas klien Nama, umur, jenis kelamin, status perkawinan, agama, suku/bangsa, pendidikan, pekerjaan, pendapatan, alamat, dan nomor register. 2) Pola Nutrisi
 Makan bersuhu ekstrem
 Mengurangi pedas, alkohol, berlemak, kopi, coklat dan jus jeruk 3) Lingkungan
Dengan adanya lingkungan yang bersih maka daya tahan tubuh penderita akan lebih baik daripada tinggal di lingkungan yang kotor.
4) Riwayat kesehatan (a) Keluhan utama
Nyeri pada daerah kuadran kanan bawah, nyeri sekitar umbilicus. Keluhan utama klien akan mendapatkan nyeri di sekitar epigastrium menjalar ke perut kanan bawah. Timbul keluhan Nyeri perut kanan bawah mungkin beberapa jam kemudian setelah nyeri di pusat atau di epigastrium dirasakan dalam beberapa
waktu lalu.Sifat keluhan nyeri dirasakan terus-menerus, dapat hilang atau timbul nyeri dalam waktu yang lama. Keluhan yang menyertai biasanya klien mengeluh rasa mual dan muntah, panas.
(b) Riwayat kesehatan dahulu
Apakah klien pernah mengalami operasi sebelumnya pada colon. (c) Riwayat kesehatan sekarang
Sejak kapan keluhan dirasakan, berapa lama keluhan terjadi, bagaimana sifat dan hebatnya keluhan, dimana keluhan timbul, keadaan apa yang memperberat dan memperingan keluhan.
(d) Riwayat kesehatan keluarga
Apakah anggota keluarga ada yang mengalami jenis penyakit yang sama. 5) Pola kesehatan fungsional menurut Gordon
(a) Pola persepsi dan kesehatan
Pandangan klien dan keluarga tentang penyakit dan pentingnya kesehatan bagi klien dan keluarga serta upaya apa yang dilakukan dalam mengatasi masalah kesehatannya.
(b) Pola nutrisi dan metabolik
Bagaimana pola nutrisi klien sebelum dan selama dirawat, apa porsi makan klien, apakah selalu menghabiskan porsinya, apakah klien mengalami mual, muntah saat makan, apakah ada pantangan makanan.
(c) Pola istirahat dan tidur
Apakah klien mengalami perubahan pola istirahat tidur, berapa frekuensi tidur klien.
(d) Pola persepsi sensori dan kognitif
Bagaimana persepsi klien terhadap nyeri yang dirasakan diukur dengan PQRST.
P : Nyeri bertambah saat aktivitas dan berkurang saat istirahat Q : Nyeri dirasakan seperti apa
R : Nyeri terjadi pada daerah atau lokasi mana S : Berapa skala nyeri yang dirasakan klien T: Nyeri dirasakan intermitten atau continue
Nyeri/kenyamanan, nyeri abdomen sekitar epigastrium dan umbilicus, yang meningkat berat dan terlokalisasi pada titik Mc. Burney, meningkat karena berjalan, bersin, batuk, atau napas dalam. Nyeri pada kuadran kanan bawah karena posisi ekstensi kaki kanan/posisi duduk tegak.
(e) Pola aktivitas dan latihan
Bagaimana aktivitas klien sehari-hari, apa aktivitas klien. Biasanya klien malaise.
(f) Eliminasi : Konstipasi pada awitan awal, diare kadang-kadang.
(g) Distensi abdomen, nyeri tekan/nyeri lepas, kekakuan, penurunan atau tidak ada bising usus.
b. Pemeriksaan Fisik
1) Keadaan umum : Lemah atau baik 2) Tingkat kesadaran : Composmentis
3) Tanda-tanda : TD : Hipotensi, RR : Takipnea, N : Takikardi, t : Hipertensi 4) Kepala : Mesochepal
5) Mata : Konjungtiva anemis atau tidak, sclera ikterik atau tidak 6) Dada atau paru :
I : Bagaimana kembang kempis dada, simetris atau tidak Pa : Bagaimana stermfimitus kanan kiri sama atau tidak Pe : Pekak seluruh lapang paru atau tidak
Au : Suara cordius tampak atau tidak 7) Jantung
I : Ictus cordius tampak atau tidak Pa : Ictus cordius teraba atau tidak Pe : Konfigurasi normal atau tidak Au : Terdapat suara abnormal atau tidak 8) Abdomen
I : Apakah ada pembesaran abdomen Pa : Dengarkan bising usus
Anus : Apakah ada hemoroid atau tidak c. Diagnostik Test
1) Laboratorium : terdiri dari pemeriksaan darah lengkap dan test protein reaktif (CRP). Pada pemeriksaan darah lengkap ditemukan jumlah leukosit antara 10.000-20.000/ml (leukositosis) dan neutrofil diatas 75%. Sedangkan pada CRP ditemukan jumlah serum yang meningkat.
2) Radiologi : terdiri dari pemeriksaan ultrasonografi dan CT-scan. Pada pemeriksaan ultrasonografi ditemukan bagian memanjang pada tempat yang terjadi inflamasi pada apendiks. Sedangkan pada pemeriksaan CT-scan ditemukan bagian menyilang dengan apendikalit serta perluasan dari apendiks yang mengalami inflamasi serta pelebaran sekum.
3) Tanda rovsing (+) : dengan melakukan palpasi kuadran bawah kiri yang secara paradoksial menyebabkan nyeri yang terasa dikuadran kanan bawah. Apabila apendiks telah ruptur, nyeri menjadi lebih menyebar, distensi abdomen terjadi akibat ileus paralitik, dan kondisi pasien memburuk.
4. DIAGNOSA KEPERAWATAN
insisi bedah
b) Resiko infeksi berhubungan dengan peningkatan sekunder terhadap luka post operasi dimulai dengan tidak diterapkannya adanya tanda dan gejala yang membuat diagnosa actual
c) Pola nafas tidak efektif berhubungan dengan depresi pusat pernafasan sekunder terdapat efek anestesi ditandai dengan peningkatan ekspansi paru
d) Tidak efektifnya bersihan jalan nafas berhubungan dengan akumulasi saluran pernafasan ditandai dengan reflek batuk menurun, pusat kesadaran menurun
5. INTERVENSI DAN RASIONAL
b) Nyeri (akut) berhubungan dengan distensi jaringan usus oleh inflamasi, adanya insisi bedah
Tujuan : Nyeri dapat berkurang
KH : Nyeri hilang, skala 0, pasien tampak rileks, mampu tidur/istirahat dengan tepat Intervensi :
1) Kaji nyeri, catat lokasi, karateristik, beratnya (skala 0-10)
Rasional : Berguna dalam pengawasan keefektifan obat, kemajuan penyembuhan. Perubahan pada karateristik nyeri menunjukkan terjadinya abses/peritonitis. 2) Pertahankan istirahat dengan posisi semi fowler
Rasional : Menghilangkan tegangan abdomen yang bertambah dengan posisi terlentang
3) Berikan aktivitas hiburan
Rasional : Meningkatkan relaksasi dan dapat meningkatkan kemampuan koping 4) Kolaborasi pemberian analgetik
Rasional : Menghilangkan dan mengurangi nyeri
b) Besiko infeksi berhubungan dengan peningkatan sekunder terhadap luka post operasi
Tujuan : Tidak terjadi tanda-tanda infeksi
KH : Tidak ditemukan tanda-tanda dan gejala infeksi Intervensi :
Rasional : Dengan adanya infeksi atau terjadinya sepsis, abses, peritonitis 2) Observasi tanda dan gejala infeksi
Rasional : Memberikan deteksi dini terjadinya proses infeksi
3) Lakukan pencucian tangan yang baik dan perawatan luka yang aseptik Rasional : Menurunkan resiko penyebaran bakteri
4) Kolaborasi untuk pemberian antibiotik
Rasional : Mungkin diberikan secara profilatik atau menurunkan jumlah organisme (pada infeksi yang telah ada sebelumnya) untuk menunjukkan penyebaran dan pertumbuhan pada rongga abdomen
5) Bantu irigasi dan drainase bila diindikasikan
Rasional : Dapat diperlukan untuk mengalirkan pus terlokisir
c) Pola nafas tidak efektif berhubungan dengan depresi pusat pernafasan sekunder terdapat efek anestesi ditandai dengan peningkatan ekspansi paru
Tujuan : Klien dapat mempertahankan pola nafas yang efektif. KH : Kecepatan dan kedalaman pernafasan normal.
Intervensi :
1) Kaji tanda dan gejala ketidakefektifan pola nafas
Rasional : Penurunan bunyi nafas dapat menunjukkan atelektasis 2) Atur posisi klien semi fowler
Rasional : Posisi membantu memaksimalkan ekspansi paru dan menurunkan upaya pernafasan
3) Lakukan pengisapan lendir
Rasional : Mencegah sekresi menyumbat jalan nafas 4) Kolaborasi untuk pemberian O2
Rasional : Alat dalam memperbaiki hipoksemia yang dapat terjadi sekunder terhadap penurunan ventilasi atau menurunnya permukaan alveolar
d) Tidak efektifnya bersihan jalan nafas berhubungan dengan akumulasi saluran pernafasan
Tujuan : Mempertahankan jalan nafas paten dengan bunyi nafas bersih /jelas KH : Menunjukkan perilaku untuk memperbaiki bersihan jalan nafas Intervensi :
1) Bantu tindakan untuk memperbaiki keefektifan upaya batuk
Rasional : Batuk paling efektif pada pasien posisi duduk, tinggi atau kepala dibawah setelah perkusi dada
2) Auskultasi bunyi nafas, catat adanya bunyi nafas
Rasional : Beberapa derajat spasma bronkus terjadi dengan obstruksi jalan nafas dan dapat dimanifestasikan adanya bunyi nafas adventinus
3) Kaji atau pantau frekuensi pernafasan catat rasio inspirasi atau ekspirasi Rasional : Takipnea biasanya ada pada beberapa derajat dan dapat ditimbulkan pada penerimaan atau selama stress proses inflamasi akut pernasafan dapat merambat dan frekuensi ekspirasi menunjang inspirasi
4) Kaji pasien untuk posisi yang nyaman
Rasional : Peninggian kepala tempat tidur mempermudah fungsi pernafasan dengan menggunakan gravitasi