SAID Memastikan Warga Miskin dan Rentan
Memperoleh Layanan Dasar Berkualitas
Agus Sarwo Edhi, Muhammad Rifqi1 Kartu Tanda Penduduk
2 Sistem Administrasi dan Informasi Desa
“B
uat apa punya KTP1. Saya sudah tua nggak butuh KTP,” tukas Rumi (92)* warga Desa Ambulu, Kabupaten Bondowoso, Jawa Timur. Bagi penduduk seusianya, memiliki KTP memang bukan perkara penting.Sampai suatu ketika di bulan April 2020, saat Pemerintah Desa Ambulu melaksanakan pendataan penerima Bantuan Langsung Tunai-Dana Desa (BLT-Dana Desa) sebagai bentuk respons terhadap pandemi COVID-19, Rumi tercatat sebagai salah satu calon penerimanya. “Namun saat kami melakukan pemadanan data pendataan dengan data kependudukan di SAID2 ditemukan empat warga kami yang belum memiliki dokumen kependudukan. Salah satunya Ibu Rumi,” terang Didik, Kepala Seksi Kesejahteraan Desa Ambulu.
*Nama disamarkan untuk menjaga kerahasiaan.
BERITA
KOMPAK
NOVEMBER 2020
SAID Memastikan Warga Miskin dan Rentan Memperoleh Layanan Dasar Berkualitas hal. 1-2
Perempuan Berperan Mewujudkan Transparansi dan Akuntabilitas Bantuan hal. 3
Kolaborasi Menuju Transformasi dan Pemulihan Ekonomi di Masa Pandemi hal. 4
Kala Papua Bersiaga Hadapi Pandemi hal. 5
Berkat kelengkapan dokumen kependudukan, sebanyak 113 warga miskin Desa Ambulu yang terdampak COVID-19 dapat menerima BLT-Dana Desa.
Akhirnya Rumi dan ketiga warga lansia lainnya bersedia mengurus dokumen kependudukannya sebagai syarat untuk menerima BLT-Dana Desa. Pada 7 Juli 2020, Rumi dan 113 warga miskin yang terdampak COVID-19 menerima BLT-Dana Desa tahap ketiga sebesar Rp600.000. Mengurus layanan administrasi kependudukan (adminduk) di Desa Ambulu kini semakin mudah. Sejak Agustus 2019, Pemerintah Daerah Kabupaten Bondowoso – dengan dukungan KOMPAK – melakukan revitalisasi SAID, salah satunya dengan menambah fitur layanan adminduk dan pemadanan data kependudukan dengan Data Terpadu Kesejahteraan Sosial (DTKS). Kemudian pada Desember 2019,
Pemerintah Desa Ambulu meluncurkan Layanan Adminduk Berbasis Kewenangan Desa (LABKD) Online yang terintegrasi dalam SAID. Melalui layanan secara daring ini, masyarakat cukup menyerahkan berkas persyaratan pembuatan
dokumen kependudukan ke kantor desa. “Pencetakan dokumen kependudukan seperti KK3 dan Akta Kelahiran pun dapat dilakukan di kantor desa,” jelas Didik yang juga bertugas sebagai Fasilitator Adminduk Desa.
3 Kartu Keluarga
SAID sendiri merupakan sistem pengelolaan data dan informasi oleh pemerintah desa. SAID berisi data mengenai desa (profil, keuangan dan kegiatan pembangunan desa), data kependudukan, pemerintahan umum, serta kegiatan Badan Permusyawaratan Desa (BPD), dan lembaga kemasyarakatan lainnya. Saat ini, seluruh 209 desa di Kabupaten Bondowoso telah mengembangkan dan memanfaatkan SAID.
Sampai Juni 2020, layanan adminduk online Desa Ambulu telah menerbitkan 15 KK, 24 KTP, dan 12 Akta Kelahiran. “Saat ini tinggal empat keluarga yang dalam proses pengurusan KK. Maka diharapkan pada Juli 2020 seluruh 2.362 warga Desa Ambulu akan memiliki NIK,” terang Didik. Manfaat revitalisasi SAID juga dirasakan oleh pemerintah desa khususnya saat melakukan pemadanan DTKS dengan data kependudukan. Didik mengatakan bahwa pemadanan dapat dilakukan dengan mudah dan cepat karena kedua data tersebut dapat diakses melalui SAID. “Kami dapat mengetahui bahwa dari 114 penerima BLT-Dana Desa terdapat 40 warga yang belum terdaftar dalam DTKS. Kami lakukan pemutakhiran DTKS melalui SAID sehingga di masa depan mereka bisa mendapat bantuan yang lebih berkelanjutan,” jelas Didik.
Priyono Hadi Siswanto, Sekretaris Dinas Kependudukan dan Pencatatan Sipil Kabupaten Bondowoso berpendapat, “Layanan adminduk berbasis kewenangan desa online ini merupakan inovasi pemerintah daerah dalam menyediakan layanan yang cepat dan murah dalam melakukan percepatan penjangkauan kepemilikan layanan adminduk khususnya bagi kelompok miskin dan rentan.”
SAID sendiri merupakan
sistem pengelolaan
data dan informasi oleh
pemerintah desa. SAID
berisi data mengenai
desa seperti profil,
keuangan dan kegiatan
pembangunan desa;
data kependudukan;
pemerintahan umum;
serta kegiatan Badan
Permusyawaratan Desa
(BPD), dan lembaga
kemasyarakatan lainnya.
Mengurus Layanan Adminduk di Desa Ambulu
Kini Semakin Mudah
Pada Desember 2019, Pemerintah Desa Ambulu meluncurkan
Layanan Adminduk
Berbasis Kewenangan Desa (LABKD)
Online
yang terintegrasi dalam SAID.Melalui layanan secara daring ini, ini ini masyarakat cukup
menyerahkan
berkas persyaratan pembuatandokumen kependudukan ke kantor desa.
Pencetakan
dokumen kependudukanseperti Kartu Keluarga dan Akta Kelahiran pun“A
lhamdulillah, saya dapat BLT-Dana Desa,” jawab Irna Meutia* (50) pendek ketika ditanya Mulyani, Kader Pemberdayaan Perempuan Kepala Keluarga (PEKKA) Gampong Krueng Baru, Kabupaten Bireuen tentang penyaluran bantuan sosial pemerintah. Irna,perempuan kepala keluarga ini sehari-hari berjualan sandal di Pasar Jeunib. Sebelum pandemi, ia bisa membawa pulang uang Rp15.000 per hari. Saat ini penghasilannya jauh berkurang lantaran kebijakan Pembatasan Sosial Berskala Besar (PSBB) membuat masyarakat enggan berbelanja ke pasar.
Menurut Mulyani, Irna sebenarnya masuk kriteria untuk menerima bantuan Program Keluarga Harapan (PKH) namun namanya tidak pernah masuk dalam Data Terpadu Kesejahteraan Sosial (DTKS).
“Padahal kami selalu memperbaharui data SIKS-NG4 setiap tiga bulan. Tetapi ketika bantuan turun nama Ibu Irna tidak pernah muncul,” jelas Mulyani yang juga menjabat Bendahara Gampong Krueng Baru. Hal inilah yang mendorong PEKKA melakukan pemantauan penyaluran BLT-Dana Desa untuk memastikan ketepatan sasaran penerima bantuan sosial yang ditujukan guna mengurangi dampak pandemi COVID-19 bagi keluarga miskin dan rentan. KOMPAK dan MAHKOTA mendukung pelaksanaan pelatihan dan mobilisasi 119 kader PEKKA pelaku pemantauan di 90 desa yang tersebar di 17 provinsi.
Pada pertengahan Juni 2020, Mulyani melakukan pemantauan terhadap penyaluran Bantuan Langsung Tunai-Dana Desa (BLT-Tunai-Dana Desa) di Gampong Krueng Baru. Pemantauan dilakukan dengan berkunjung ke rumah warga untuk mendapatkan informasi tentang dampak COVID-19 dan pendapat mereka tentang mekanisme penyaluran BLT-Dana Desa.
Di Krueng Baru sendiri terdapat 45 keluarga yang mendapat BLT-Dana Desa. “Alhamdulillah, mereka yang mendapat BLT-Dana Desa adalah keluarga yang memenuhi kriteria. Mereka ini diluar 46 keluarga yang sudah menerima PKH dan BPNT5,” terang Mulyani.
Afrida, Fasilitator Lapangan PEKKA untuk Aceh Barat, Aceh Selatan, Bireuen, dan Bener Meriah menjelaskan pemantauan penyaluran BLT-Dana Desa ini membantu pemerintah desa mewujudkan
transparansi dan akuntabilitas.
“Di beberapa desa, kami masih menemukan keluarga yang tidak mendapat BLT-Dana Desa meskipun mereka memenuhi kriteria. Temuan ini kami sampaikan kepada perangkat desa untuk ditindak lanjuti,” terangnya. Seperti temuan Haswadana, Kader PEKKA Gampong Blang Poroh, Bireuen. Saat melakukan pemantauan dirinya menemukan sepuluh keluarga yang tidak terdaftar sebagai penerima BLT-Dana Desa. “Sepuluh keluarga tersebut seharusnya menerima BLT-Dana Desa karena diantara mereka ada lansia miskin, perempuan kepala keluarga, dan keluarga yang kehilangan mata pencaharian,” terang perempuan yang aktif sebagai kader sejak 2005 ini.
Haswadana melaporkan temuan ini kepada perangkat gampong. Setelah melalui proses verifikasi, kesepuluh keluarga ini akhirnya menerima BLT-Dana Desa sebesar Rp600.000 per bulan. “Senang lah dapat bantuan. Awalnya kami nggak tahu kami berhak dapat BLT-Dana Desa. Berkat bantuan Kak Dana kami mendapat perhatian dari desa,” tutur Rukiyah* perempuan yang tinggal sendiri di Dusun Rusip dan mengaku berusia lebih dari seabad ini.
*Nama disamarkan untuk menjaga kerahasiaan.
PEKKA melakukan
pemantauan penyaluran
BLT-Dana Desa untuk
memastikan ketepatan
sasaran penerima bantuan
sosial yang ditujukan
guna mengurangi dampak
pandemi COVID-19 bagi
keluarga miskin dan
rentan.
KOMPAK dan MAHKOTA mendukung 119 kader PEKKA melakukan pemantauan penyaluran bantuan sosial di 90 desa di 17 provinsi.
Perempuan Berperan
Mewujudkan Transparansi
dan Akuntabilitas Bantuan
Paulus Enggal Sulaksono, Lilis Suryani4 Sistem Informasi Kesejahteraan Sosial-Next Generation. 5 Bantuan Pangan Non Tunai
Paulus Enggal Sulaksono
“D
ulu hasil kerajinan kami jarang ada yang beli meskipun sudah ikut pameran. Sekarang kami sudah punya delapan pembeli tetap dan penghasilan kami meningkat tiga kali lipat menjadi rata-rata Rp1,5 juta setiap bulan,” tutur Cut Afni Zahara, ketua kelompok pengrajin eceng gondok Kubu Kreatif, Kecamatan Arongan Lambalek, Kabupaten Aceh Barat, Aceh. Cut Afni Zahara membagi pengalaman ini kala menjadi narasumber pada diskusi daring bertajuk “Keperantaraan Pasar Strategi Pengentasan Kemiskinan untuk Mendukung Pemulihan Ekonomi Nasional” yang diselenggarakan Kementerian PPN/ Bappenas bersama KOMPAK, Kamis, 13 Agustus 2020.Maliki, Direktur Penanggulangan Kemiskinan dan Kesejahteraan Sosial Kementerian PPN/Bappenas menerangkan Keperantaraan Pasar adalah pendekatan yang mendorong keterlibatan pelaku pasar profesional guna membantu pengembangan produk-produk usaha mikro, kecil, dan menengah (UMKM) supaya mampu memenuhi kebutuhan pasar yang lebih luas. “Kuncinya adalah pada bagaimana UMKM mampu menghasilkan produk yang berkualitas,” terangnya. “Nah produk berkualitas ini hanya dapat dicapai melalui kolaborasi berbagai pihak, seperti pemerintah daerah, BUMDES, koperasi, kewirausahaan sosial, dan perguruan tinggi,” imbuhnya. Wujud nyata kolaborasi para pihak pada program pengembangan UMKM ini dapat dilihat dari pengalaman penerapan pendekatan Keperantaraan Pasar di Kecamatan Pule, Kabupaten Trenggalek, Jawa Timur. Menurut Mochammad Nur Arifin, Bupati Trenggalek, sebanyak sepuluh gabungan kelompok tani (Gapoktan) penghasil rempah-rempah (biofarmaka) telah menjadi mitra Badan Usaha Milik Desa Bersama (BUMDESMA) Sari Bumi. “BUMDESMA mengolah
rempah-rempah hasil budi daya petani yang selanjutnya dijual ke perusahaan jamu Sido Muncul melalui perantaraan kewirausahaan sosial Agradaya,” terangnya.
Nur Arifin menerangkan, Agradaya tidak saja berperan sebagai pembeli produk olahan BUMDESMA, namun juga mendampingi petani untuk menghasilkan produk rempah-rempah berkualitas serta memberikan pelatihan manajemen usaha bagi BUMDESMA. Di sisi lain, keuntungan BUMDESMA dapat digunakan oleh pemerintah desa untuk program-program pendidikan dan pelatihan bagi masyarakat. “Maka menurut saya pendekatan
Keperantaraan Pasar ini adalah program penanggulangan kemiskinan yang berkeadilan dan mampu menciptakan perubahan sosial berkelanjutan,” ucapnya. Pengakuan terhadap keunggulan
pendekatan Keperantaraan Pasar juga datang dari kalangan akademisi. Menurut Rokhani Hasbullah, Direktur Kawasan Sains Teknologi dan Inkubator Bisnis, Institut Pertanian Bogor (IPB), pendekatan Keperantaraan Pasar menempatkan masyarakat miskin sebagai subyek yang berdaya melalui inisiatif-inisiatif produktif
bukan sekadar karitatif. “Keperantaraan Pasar adalah contoh program yang mampu memutus rantai kemiskinan. Program seperti inilah yang kita butuhkan untuk memulihkan ekonomi Indonesia pada masa pandemi COVID-19,” tuturnya. Keperantaraan Pasar adalah upaya pemerintah Indonesia untuk memperbaiki pola pendampingan bagi pelaku
UMKM. Pungky Sumadi, Deputi Bidang Kependudukan dan Ketenagakerjaan Kementerian PPN/Bappenas, mengatakan kemitraan dan pendampingan menjadi inti pendekatan Keperantaraan Pasar. “Kita memfasilitasi UMKM untuk mendapatkan akses pada permodalan, pelatihan, dan pasar. Sistem ini memiliki tingkat keberhasilan yang jauh lebih tinggi daripada model pemberian hibah,” jelasnya. Pungky berharap pendekatan ini dapat diandalkan untuk menanggulangi dampak ekonomi pandemi COVID-19 pada masyarakat miskin.
“Alhamdulillah, berkat pendampingan yang sudah diberikan kami mampu bertahan di masa krisis ini. Penjualan kami tetap tinggi. Sampai saat ini sudah lebih dari 1.000 produk kami yang terjual selama pandemi,” tutup Cut Afni Zahara.
Kolaborasi Menuju Transformasi
dan Pemulihan Ekonomi
di Masa Pandemi
Anggota kelompok perajin eceng gondok Kubu Kreatif, Kabupaten Aceh Barat mampu bertahan di tengah pandemi COVID-19.
Sejak 2018, Bappenas bersama pemerintah daerah, dengan dukungan Pemerintah Australia melalui program KOMPAK, telah menguji coba pendekatan Keperantaraan Pasar di 5 provinsi dan 7 Kabupaten untuk berbagai macam jenis komoditas. Mulai dari kerajinan eceng gondok, pengolahan kopi dan teh maupun sabut kelapa,
H
ati Marwan Hashim, Kepala Kampung Sabron Sari, Distrik Sentani Barat, Jayapura, Papua terasa hancur. Di penghujung bulan Maret tahun 2020 lalu, kampung tempat ia tinggal dan mengabdi menjadi sorotan karena kasus pertama positif COVID-19 yang terjadi di Provinsi Papua berasal dari wilayahnya. “Warga kami ini baru pulang Umrah. Saat dites, positif Virus Corona,” kenang Marwan. Marwan segera mengumpulkan berbagai informasi dan mengecek peraturan yang ada. Ia memutuskan untuk memanfaatkan dana Sisa Lebih Perhitungan Anggaran (SiLPA) dari Anggaran Pendapatan dan Belanja Desa (APB Desa) tahun 2019 guna menghadapi ancaman pandemi. Dana tersebut digunakan untuk kegiatan sosialisasi, melakukan penyemprotan disinfektan, dan mendirikan posko. “Waktu itu belum ada Surat Edaran Bupati, belum ada petunjuk sama sekali. Tapi kami tidak bisa menunggu, karena berpacu dengan waktu,” ujarnya.Inisiatif ini tumbuh karena sejak lama Kampung Sabron Sari telah melaksanakan tata kelola pemerintahan dan anggaran yang baik. Mereka juga telah memiliki Kader Kampung, yang membantu
pemerintah dalam menyusun perencanaan pembangunan dengan memanfaatkan data kampung. “Kami berdiskusi dengan distrik, dengan kabupaten dan Bamuskam (Badan Pemusyawaratan Kampung), serta Kader Kampung juga kami libatkan. Dari situ kami sepakat untuk sementara menggunakan dana pembangunan gedung serba guna kampung kami, sebelum dana SiLPA cair,” imbuhnya.
Saat pemerintah meluncurkan Bantuan Langsung Tunai-Dana Desa (BLT-Dana Desa) bagi Keluarga Penerima Manfaat (KPM) yang terdampak COVID-19, Kampung Sabron Sari pun dengan mudah melakukan pendataan, verifikasi dan penyaluran BLT-Dana Desa. Ini terjadi semenjak Sabron Sari memanfaatkan Sistem Administrasi dan Informasi Kampung (SAIK) yang diinisasi Pemerintah Provinsi Papua bersama KOMPAK. “Alhamdulillah saat ini kami siap untuk menyalurkan BLT-Dana Desa tahap ketiga bagi 146 keluarga,” sebut Marwan.
Andry, Kepala Pusat Data dan Analisa Pembangunan, Badan Perencanaan Pembangunan Daerah (Bappeda) Provinsi Papua mengakui peran
kemitraan pemerintah bersama KOMPAK melalui program LANDASAN II untuk menanggulangi dampak COVID-19. Selain pemanfaatan SAIK untuk pendataan KPM, KOMPAK juga membantu pemerintah menyiapkan Rencana Aksi Penanganan COVID-19 dengan melakukan analisis kondisi pandemi terkini.
“Setiap dua minggu kami melakukan evaluasi terkait penanganan COVID-19 dan strategi kebijakan untuk periode dua minggu berikutnya. Dari hasil analisa tersebut, kami forum Muspida (Musyawarah Pimpinan Daerah) menyepakati kebijakan yang perlu dirumuskan melalui Surat Edaran Gubernur untuk dilaksanakan oleh kabupaten sampai kampung. Di sinilah KOMPAK memiliki peran yang krusial,” jelasnya.
Tak hanya di hanya di tingkat Provinsi, program LANDASAN juga bergerak mendukung pemerintah di tingkat kabupaten sampai distrik (kecamatan). Alfred Banundi, Koordinator LANDASAN Distrik Sentani Barat bercerita, program ini mendorong lima kampung di distrik tersebut untuk membentuk posko siaga, mendistribusikan Buku Panduan Penanganan COVID-19, sampai memastikan BLT-Dana Desa tepat sasaran. “Untuk penerima BLT ini kita gunakan data SAIK dan dibagikan dari rumah ke rumah, tidak dikumpulkan di satu tempat,” sebut Alfred.
Berdasarkan survei desa yang dilakukan KOMPAK di Kabupaten Asmat, Boven Digoel, Jayapura dan Nabire, hampir 90% desa yang berada di wilayah ini telah mengalokasikan anggaran desa mereka untuk penanganan COVID-19. Namun tantangan masih ada, terutama karena kesadaran masyarakat yang belum cukup baik. “Kurangnya pemahaman masyarakat untuk mencegah penyebaran Virus Corona masih menjadi tantangan bagi kami. Namun dengan dukungan pemerintah kami yakin bisa mengatasi situasi ini,” tutup Marwan.
Kala Papua Bersiaga
Hadapi Pandemi
Meita Annissa
Tim Satgas Penanganan COVID-19 di Kampung Sabron Sari, Distrik Sentani Barat, yang terbentuk dengan dukungan dari Dana Desa.