• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB II TINJAUAN KEPUSTAKAAN

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "BAB II TINJAUAN KEPUSTAKAAN"

Copied!
87
0
0

Teks penuh

(1)

BAB II

TINJAUAN KEPUSTAKAAN

2.1 Umum

Pondasi merupakan bagian dari struktur bangunan yang paling dasar yang berfungsi untuk memikul beban dan meneruskannya ke tanah. Dalam pembagian secara umum, pondasi terbagi menjadi 2 (dua) jenis menurut kedalamannya yaitu pondasi dangkal dan pondasi dalam.

Pondasi dalam adalah pondasi yang memikul beban dan meneruskannya ke tanah, tanah keras, atau batuan yang letaknya relatif cukup dalam jika di ukur dari permukaan tanah. Contoh dari pondasi ini adalah pondasi tiang yang terbagi menjadi tiang pancang dan tiang bor. Nilai perbandingan antara kedalaman dengan lebar pondasi pada pondasi dalam umumnya adalah lebih besar dari 4 (L/B ≥ 4).

Salah satu jenis pondasi dalam yaitu pondasi tiang pancang. Dalam penggunaannya, pondasi tiang pancang umumnya terdiri atas tiang tunggal (single pile) dan kelompok tiang (group piles).

Pemilihan penggunaan tiang tunggal dan kelompok tiang serta perencanaannya relatif terhadap besar beban yang akan di terima, luas area pembebanan dan

(2)

parameter tanah yang di bebani. Kapasitas pembebanan kelompok tiang tidak selalu sama dengan jumlah kapasitas pembebanan dari masing-masing tiang tunggal yang ada dalam kelompok tiang tersebut.

Kapasitas pembebanan suatu kelompok tiang dipengaruhi oleh faktor efisiensi. Biasanya pada jenis tanah lempung, kapasitas total dari kelompok tiang lebih kecil daripada hasil kali kapasitas tiang tunggal dikalikan jumlah tiang dalam kelompoknya. Hal-hal yang mempengaruhi efisiensi tiang yaitu jumlah tiang dalam suatu kelompok tiang, panjang atau kedalaman tiang, diameter tiang, susunan tiang, jarak antar tiang, besarnya beban dan arah dari beban yang bekerja. Tiang pancang adalah bagian konstruksi yang dibuat dari kayu, beton atau baja, yang digunakan untuk meneruskan beban-beban permukaan ke tingkat permukaan yang lebih rendah di dalam massa tanah (Bowles, 1991).

Penggunaan pondasi tiang pancang sebagai pondasi bangunan apabila tanah yang berada di bawah dasar bangunan tidak mempunyai daya dukung (bearing capacity) yang cukup untuk memikul berat bangunan dan beban yang bekerja padanya (Sardjono, 1988). Atau tanah yang mempunyai daya dukung yang cukup untuk memikul berat bangunan dan seluruh beban yang bekerja berada pada lapisan yang sangat dalam dari permukaan tanah kedalaman > 8 m (Bowles, 1991). Fungsi dan kegunaan dari pondasi tiang pancang adalah untuk memindahkan, mentransfer beban-beban dari konstruksi di atasnya (upper struktur) ke lapisan tanah keras yang letaknya sangat dalam.

(3)

Dalam pelaksanaan pemancangan, umumnya dipancangkan tegak lurus dalam tanah, ada juga dipancangkan miring (battle pile) untuk dapat menahan gaya-gaya horizontal yang bekerja. Sudut kemiringan yang dapat dicapai oleh tiang tergantung dari alat yang dipergunakan dan di sesuaikan dengan perencanaannya.

2.2 Boiler

Boiler atau ketel uap adalah suatu perangkat mesin yang berfungsi untuk mengubah air menjadi uap. Proses perubahan air menjadi uap terjadi dengan memanaskan air yang berada di dalam pipa-pipa dengan memanfaatkan panas dari hasil pembakaran bahan bakar. Pembakaran dilakukan secara kontinyu di dalam ruang bakar dengan mengalirkan bahan bakar dan udara dari luar.

Pembangkit Listrik Tenaga Uap memiliki alat pembakaran yang disebut dengan Boiler sehingga dihasilkan uap panas kering (steam) yang akan digunakan untuk memutar sudut-sudut turbin. Sudut-sudut turbin yang berputar akan memutar poros turbin yang terhubung langsung dengan poros generator, sehingga akan menghasilkan energi listrik. Seperti yang kita ketahui bahwa generator berfungsi untuk mengubah energi mekanik (poros turbin yang berputar) menjadi energi listrik yang nantinya akan disalurkan ke gardu induk melalui transformator.

2.3 Pondasi Tiang Pancang

Pondasi tiang pancang digunakan untuk mentransfer beban pondasi ke lapisan tanah yang dalam dimana dapat diketahui daya dukung yang lebih baik dan dapat

(4)

digunakan pula untuk menahan gaya angkat akibat tingginya muka air tanah dan gaya gempa. Pada tanah lunak penggunaan tiang umumnya untuk menghindari penurunan yang berlebihan.

Tahanan yang di mobilisasi oleh tanah sebagai akibat penetrasi pemancangan dapat merupakan indikasi daya dukungnya. Secara intuisi, semakin besar tahanan yang dimobilisasikan untuk memancang suatu tiang pancang, semakin besar kapasitas daya dukungnya, atau semakin besar kapasitas tiang pancang menahan beban. Pada umumnya gaya-gaya luar yang bekerja pada tiang pancang adalah :

a. Pada kepala tiang yang meliputi berat sendiri bangunan di atasnya, beban hidup, tekanan tanah, dan tekanan air.

b. Pada tubuh tiang yang meliputi berat sendiri tiang, gaya geser negatif pada selimut tiang dan gaya mendatar akibat getaran ketika tiang tersebut melentur.

Pondasi tiang pancang umumnya digunakan untuk :

1. Menentang gaya desakan ke atas, gaya guling, seperti untuk telapak ruangan bawah tanah di bawah bidang batas air jenuh atau untuk menopang kaki-kaki menara terhadap guling.

2. Mengangkat beban-beban konstruksi di atas tanah ke dalam atau melalui sebuah stratum/lapisan tanah. Dalam hal ini beban vertikal dan beban lateral boleh jadi ikut terlibat.

(5)

melalui kombinasi perpindahan isi tiang pancang dan getaran dorongan, kemudian tiang pancang ini dapat ditarik keluar.

4. Mengontrol lendutan/penurunan bila kaki-kaki yang tersebar atau telapak berada pada tanah tepi atau di dasari oleh sebuah lapisan yang kemampatannya tinggi.

5. Membuat tanah di bawah pondasi mesin menjadi kaku untuk mengontrol amplitudo getaran dan frekuensi alamiah dari sistem tersebut.

6. Faktor keamanan tambahan di bawah tumpuan jembatan dan atau pir, khususnya jika erosi merupakan persoalan yang potensial.

7. Konstruksi lepas pantai untuk meneruskan beban-beban di atas permukaan air melalui air dan ke dalam tanah yang mendasari air tersebut. Hal seperti ini adalah mengenai tiang pancang yang ditanamkan sebagian dan yang terpengaruh oleh baik beban vertical, tekuk, maupun beban lateral (Bowles, 1991).

2.3.1 Mekanisme Pemikulan Beban Pada Pondasi Tiang Pancang

Pondasi tiang pancang mengalihkan beban kepada tanah melalui dua mekanisme, yaitu gesekan selimut dan tahanan ujung. Gesekan selimut diperoleh sebagai akibat adhesi atau perlawanan geseran antara selimut tiang dengan tanah disekitarnya, sedangkan tahanan ujung timbul karena desakan ujung pondasi terhadap tanah.

(6)

Jika pondasi tiang dibebani, akan menghasilkan kurva beban-penurunan seperti yang ditunjukkan oleh Gambar 2.1.

Gambar 2.1. Mekanisme pengalihan beban pada tanah melalui pondasi tiang (Couduto, 2001)

Pada awalnya sistem tiang tanah berperilaku secara elastis. Terbentuk garis lurus sampai titik A dan jika beban dilepaskan, kepala tiang akan kembali ke posisi semula. Pada kondisi pembebanan ini seluruh beban masih dipikul oleh tahanan selimut tiang. Bilamana beban dinaikkan hingga titik B maka sebagian dari gesekan selimut dibagian atas tiang mencapai ultimit dan terjadi gelincir antara tiang dan tanah pada saat dimana ujung tiang bergerak dan tahanan ujung mulai di mobilisasi. Jika beban dilepaskan lagi maka kepala tiang tidak akan kembali ke posisi semula melainkan ke titik C, meninggalkan suatu penurunan tetap (permanent set) sebesar OC. L Q D Qs Wp

(7)

Pergerakan yang dibutuhkan untuk mobilisasi gesekan ultimit pada selimut tiang umumnya sangat kecil (0,3 – 1,0 % dari diameter tiang atau berkisar 2,0 – 5,0 mm) sedangkan untuk memobilisasi tahanan ujung tiang dibutuhkan gerakan yang lebih besar. Oleh karena itu gesekan selimut ultimit tercapai lebih dahulu.

Bilamana beban ditambah terus, maka tahanan selimut tiang tidak dapat lebih tinggi dan beban-beban berikutnya dialihkan kepada tahanan ujung tiang.

Gambar 2.2. Kurva beban-penurunan

Ketika mobilisasi tahanan ujung tercapai penuh (titik D), tiang bergerak terus kebawah tanpa disertai peningkatan beban yang berarti. Kondisi inilah yang disebut daya dukung ultimit pondasi tiang.

Konsep yang memisahkan gesekan selimut dan tahanan ujung pondasi tiang merupakan dasar perhitungan daya dukung tiang cara statik. Persamaan dasarnya mengambil bentuk sebagai berikut :

Pelepasan Beban Beban Pembebanan Lanjutan P el ep as an B eb an E D C O B A

(8)

Qu = Qp + Qs - Wp ... (2.1)

Dimana :

Qu = daya dukung ultimit tiang; Qp = daya dukung ujung; Qs = daya dukung selimut;

Wp = berat tiang.

Berat tiang (Wp) pada umumnya sangat kecil dan dapat diabaikan.

2.3.2 Metode Pelaksanaan Pemancangan Tiang Pancang

Aspek teknologi dan disiplin ilmu Teknik Sipil sangat berperan dalam suatu proyek konstruksi. Umumnya, aplikasi teknologi ini banyak diterapkan dalam metode pelaksanaan pekerjaan konstruksi. Penggunaan metode yang tepat, praktis, cepat dan aman, sangat membantu dalam proses penyelesaian pekerjaan di suatu proyek konstruksi. Sehingga target waktu, pengendalian biaya dan kualitas mutu sebagaimana yang telah ditetapkan dapat dicapai. Berikut diagram alir proses pelaksanaan pemancangan tiang pancang (Gambar 2.3).

(9)

Pekerjaan Persiapan

Penimbunan Area

Proyek

Pemancangan Penentuan Titik Koordinat

Tiang Pancang di Lapangan

Uji Kalendering Penumpukan Tiang Pancang Perencanaan Pemancangan Loading Test OK NO

Pembuatan Akses Jalan ke Proyek Mobilisasi Peralatan Test Pile Use pile Mulai

(10)

OK

NO

Gambar 2.3. Diagram alir pelaksanaan pemancangan tiang pancang 2.3.3 Tahapan Pekerjaan Pondasi Tiang Pancang

Berikut tahapan pelaksanaan pekerjaan pondasi tiang pancang di lapangan : 1. Pekerjaan Persiapan

a. Persiapan gambar kerja

b. Membubuhi tanda, tiap tiang pancang harus dibubuhi tanda yang memuat nomor tiang saat tiang tersebut akan digunakan. Nomor tiang yang tercantum pada tiap tiang harus jelas, untuk mempermudah urutan penggunaan tiang saat pemancangan.

c. Persiapan tempat penyimpanan tiang, hal-hal yang perlu diperhatikan adalah:

- Tiang harus diletakkan pada daerah yang datar. Chek Hasil Pemancangan (maksimum 2 cm

penyimpangan dari koordinat)

Bongkar

Selesai

(11)

- Penumpukan tiang tidak boleh lebih dari 3 (tiga) tiang.

- Tiap-tiap lapis tiang harus diberi bantalan kayu untuk mempermudah pengangkatan tiang menggunakan crane tower.

d. Penentuan titik tiang menggunakan theodolithe/total station. Menentukan titik pancang dengan theodolithe dan memberikan tanda dengan patok kayu yang pada permukaan patok dipasang tali berwarna mencolok sebagai tanda dari posisi patok kayu yang ditancapkan ke dalam tanah dan hanya tali berwarna yang tampak di permukaan tanah. Hal tersebut dilakukan untuk kemudahan dan keamanan posisi titik yang diwakili dengan patok-patok kayu yang kemungkinan dapat hilang, tergeser atau tercabut bila patok kayu dimunculkan dipermukaan tanah akibat padatnya lalu lintas di lokasi proyek. Untuk patok kayu dibuat dengan ukuran 2 x 3 x 10 (cm).

(12)

Gambar 2.4. Dokumentasi penentuan titik pemancangan (Dokumentasi proyek PLTU 2 Sumut 2 x 200 MW, Pangkalan Susu)

e. Pengangkatan atau pemindahan, tiang pancang harus dipindahkan atau diangkat dengan hati-hati, guna menghindari retak dan benturan antar tiang yang dapat menyebabkan tiang patah. Pada proses pengangkatan tiang pancang dengan crane, juga harus diperhatikan jarak angkat dan posisi pembagian beban dari tiang pancang. Karena apabila pembagian beban tiang saat pengangkatan tidak tepat maka tiang dikhawatirkan patah atau terjadi retak pada bagian beban maksimum tiang. Pengangkutan tiang menuju titik yang akan dipancang, hal-hal yang perlu diperhatikan:

- Menyiapkan crane dekat dengan titik pemancangan.

-Pengangkatan tiang harus sesuai prosedur yaitu 1/3 panjang tiang, pengangkatan dengan ikatan di kedua ujung-ujung tiang pancangnya.

(13)

Gambar 2.5. Dokumentasi pengangkatan dan pemindahan tiang pancang (Dokumentasi proyek PLTU 2 Sumut 2 x 200 MW, Pangkalan Susu)

f. Rencanakan final set tiang, untuk menentukan pada kedalaman mana pemancangan tiang dapat dihentikan dan berapa tiang yang harus digunakan untuk memenuhi tanah keras pertitik tiang, hal ini perlu dilakukan karena untuk memudahkan operator lapangan dan alat pancang dalam menaksir jumlah tiang yang sudah mewakili kedalaman rencana dari tanah keras dan menghindari penggunaan tiang yang berlebih sehingga pada saat cutting banyak sisa tiang yang terbuang. Perencanaan kedalaman tiang yang digunakan di lapangan harus berpatokan pada data soil test dan data kalendering untuk mengakhiri tiap proses pemancangan.

g. Rencanakan urutan lokasi pemancangan, dengan pertimbangan kemudahan manuver alat pancang dalam melaksanakan pemancangan

(14)

tiang dan jarak lokasi alat pancang dengan lokasi stock pile. Dalam hal ini harus diperhatikan urutan pemancangan yaitu dimulai dari titik pusat lokasi pemancangan menuju keluar dengan berotasi terhadap titik pusat. Karena pemancangan tiang, tanah pondasi dapat bergerak, karena sebagian tanah yang digantikan oleh tiang akan bergeser, dan sebagian hasilnya kadang-kadang terjadi bahwa bangunan-bangunan yang berada di dekatnya akan bergerak dalam arah mendatar, maupun dalam arah vertikal, tergantung pada kesempatan yang dimilikinya. Dengan adanya pergerakan mendatar dan vertikal dikhawatirkan akan terjadi momen lentur yang cukup besar dan mengakibatkan tiang-tiang pancang akan terjadi retak.

2. Proses Pemancangan

a. Menyiapkan driven rig termasuk hammer diesel, cap dan wooden cushion sebagai pelindung pile saat pemancangan.

(15)

Gambar 2.6. Dokumentasi penyiapan driven rig tiang pancang (Dokumentasi proyek PLTU 2 Sumut 2 x 200 MW, Pangkalan Susu)

b. Apabila terdapat pekerjaan preboring maka perlu dipersiapkan peralatan preboring, kemudian preboring dilaksanakan sampai dengan kedalaman yang direncanakan. Pada saat preboring ini, diperlukan kontrol ketegakan preboring dengan menggunakan theodolith secara terus menerus.

c. Ujung bawah tiang di dudukkan secara cermat di atas patok pancang yang telah ditentukan. Penyetelan vertikal tiang diperiksa dengan theodolith, yaitu dengan melihat posisi vertikal tiang harus sejajar dengan garis vertikal theodolith. Garis vertikal theodolith tepat pada permukaan terluar dari tiang. Pada saat verticallity sudut rotasi horizontal theodolith harus dalam keadaan terkunci, sehingga diperoleh

(16)

posisi yang betul-betul vertikal. Sebelum pemancangan dimulai, bagian bawah tiang di klem dengan center gate pada dasar driving lead agar posisi tiang tidak bergeser selama pemancangan, terutama untuk tiang batang pertama.

Gambar 2.7. Skema pengangkatan & pemasangan kepala tiang pancang pada helmet pancang

d. Posisi driven rig harus dekat dengan titik pancang, kemudian memasang pile pada cap dari driven rig.

1 3 L

2 3 L

(17)

Gambar 2.8. Dokumentasi pemasangan kepala tiang pancang pada helmet pancang

(Dokumentasi proyek PLTU 2 Sumut 2 x 200 MW, Pangkalan Susu)

e. Menyiapkan posisi pile tepat di titik yang akan di pancang dengan cara mengontrol ketegakan pile, hal-hal yang perlu diperhatikan adalah : -Kontrol ketegakan bisa menggunakan theodolith, water pass dan

pendulum

-Posisi theodolith dan pendulum harus dari dua arah perpendicular -Ketegakan pile harus dipantau terus-menerus karena ini merupakan

faktor penting dari pemancangan.

Bagian terluar dari tiang pancang

(18)

Gambar 2.9. Skema verticallity tiang pancang

f. Tiang Dolly digunakan apabila tiang yang dipancang belum mencapai final set tetapi kepala tiang sudah masuk ke dalam tanah ± 20 cm dan tidak memungkinkan lagi untuk memancang.

g. Apabila diperlukan penyambungan pile, maka hal-hal yang perlu diperhatikan adalah:

-Untuk pile pertama perlu disisakan sebesar 50-75 cm dari atas permukaan tanah untuk persiapan pengelasan sambungan.

-Sambungan harus memenuhi kriteria yang diisyaratkan untuk sambungan pile.

-Setelah pengelasan, permukaan las dilapisi oleh lapisan anti korosi. -Pengelas harus mempunyai sertifikat pengelas dari badan tertentu

untuk menjamin kualitas pengelasan.

-Kualitas pengelasan harus dipantau oleh pihak QA/QC dari pelaksana, apabila telah memenuhi syarat, maka pemancangan dapat dilanjutkan.

(19)

Gambar 2.10. Dokumentasi penyambungan tiang pancang dengan las (Dokumentasi proyek PLTU 2 Sumut 2 x 200 MW, Pangkalan Susu) h. Pemancangan pile di lanjutkan sampai kedalaman yang di rencanakan. i. Pemancangan dapat dihentikan apabila final set telah terpenuhi dengan

cara mengambil grafik final set, kondisi final set adalah kondisi 3 kali 10 pukulan sebesar 30 mm. Pemancangan tiang dapat dihentikan bila ujung bawah tiang telah mencapai lapisan tanah keras atau final set yang ditentukan.

Proses pengambilan grafik data kalendering :

a) Kertas grafik di tempelkan pada dinding tiang pemancang sebelum tiang tertanam keseluruhan dan proses pemancangan belum selesai. b) Kemudian alat tulis diletakkan di atas sokongan kayu dengan tujuan

(20)

penurunan tiang ke kertas grafik ketika berlangsung pemancangan tiang.

c) Pengambilan data ini diambil pada saat kira-kira penurunan tiang pancang mulai stabil.

j. Pihak kontraktor harus membuat catatan pemancangan yang terdiri dari tanggal pemancangan, nama titik, tanggal pembuatan pile, panjang pile, panjang pile tertanam, final set, kondisi las, nama pengelas, jumlah pukulan, durasi pukulan, keterangan lain yang dibutuhkan serta perhitungan daya dukung pile. Kemudian catatan tersebut harus diserahkan kepada PLN sebagai pemilik proyek untuk mendapatkan persetujuan.

k. Pengujian pembebanan (loading test) dilakukan 14 hari setelah pemancangan.

Gambar 2.11. Dokumentasi pengujian pembebanan (loading test) (Dokumentasi proyek PLTU 2 Sumut 2 x 200 MW, Pangkalan Susu)

(21)

l. Pengujian Pile Driving Analyzer (PDA) dilakukan 40 hari setelah pemancangan

Gambar 2.12. Dokumentasi pengujian Pile Driving Analyzer (PDA) (Dokumentasi proyek PLTU 2 Sumut 2 x 200 MW, Pangkalan Susu)

m. Pada cut of level yang telah ditentukan. Pemotongan dilakukan dengan menggunakan gerenda mesin.

(22)

Gambar 2.13. Dokumentasi pemotongan tiang pancang (Dokumentasi proyek PLTU 2 Sumut 2 x 200 MW, Pangkalan Susu)

3. Kendali Mutu

a. Kondisi fisik tiang :

1) Seluruh permukaan tiang tidak rusak atau retak 2) Umur beton telah memenuhi syarat

3) Kepala tiang tidak boleh mengalami retak selama pemancangan b. Toleransi

Vertikalisasi tiang diperiksa secara periodik selama proses pemancangan berlangsung. Penyimpangan arah vertikal dibatasi tidak lebih dari 1:75 dan penyimpangan arah horizontal dibatasi tidak lebih dari 75 mm.

c. Penetrasi

Tiang sebelum dipancang harus diberi tanda pada setiap setengah meter di sepanjang tiang untuk mendeteksi penetrasi per setengah meter. Di catat jumlah pukulan untuk penetrasi setiap setengah meter.

(23)

d. Final set

Pemancangan baru dapat dihentikan apabila telah dicapai final set

sesuai perhitungan.

(a) (b) (c) Gambar 2.14. Alur urutan pemancangan :

(a) Pemancangan tiang, (b) Penyambungan tiang, (c) Kalendering/final set

2.4 Kapasitas Daya Dukung Tiang Pancang dari Hasil Sondir

Diantara perbedaaan tes di lapangan antara sondir atau Cone Penetration Test (CPT), sangat perlu dipertimbangkan peranan dari ilmu Geoteknik. Cone Penetration Test (CPT) atau sondir merupakan tes yang sangat cepat, sederhana, ekonomis dan tes tersebut dapat dipercaya di lapangan dengan pengukuran terus menerus dari permukaan tanah dasar. Cone Penetration Test (CPT) atau sondir ini dapat mengklasifikasi, memperkirakan kekuatan karakteristik lapisan tanah.

(24)

Di dalam perencanaan pondasi tiang pancang (pile), data tanah sangat diperlukan dalam merencanakan kapasitas daya dukung (bearing capacity) dari tiang pancang sebelum pembangunan dimulai, guna menentukan kapasitas daya dukung ultimit dari tiang pancang. Untuk menghitung daya dukung tiang pancang berdasarkan data hasil pengujian sondir, dapat dilakukan dengan menggunakan metode Meyerhoff.

Daya dukung ultimit pondasi tiang dinyatakan dengan rumus :

Qult = (qc x Ap)+(JHL x K11) ... (2.2)

dimana :

Qult = Kapasitas daya dukung tiang pancang tunggal

qc = Tahanan ujung sondir

Ap = Luas penampang tiang

JHL = Jumlah hambatan lekat K11 = Keliling tiang

Daya dukung ijin pondasi dinyatakan dengan rumus :

... (2.3)

(25)

Qijin = Kapasitas daya dukung ijin pondasi

qc = Tahanan ujung sondir Ap = Luas penampang tiang JHL = Jumlah hambatan lekat

Untuk menghitung daya dukung tiang pancang berdasarkan data hasil pengujian sondir De Ruiter dan Beringen memberikan persamaan untuk menghitung daya dukung untuk tanah lempung sebagai berikut :

... (2.4)

Dimana :

Qult = tahanan ujung (ton)

Ab = luas ujung tiang (kg/cm2)

Nc = faktor daya dukung (nilainya = 9)

qc (tip) = nilai tahanan kerucut rata-rata yang hitungannya sama

(26)

Nk = cone faktor (nilainya = 15 - 20)

β = adhesion faktor

β = 1 (normally konsolidasi)

β = 0,5 (over konsolidasi) 2.4.1 Faktor Aman

Untuk memperoleh kapasitas ijin tiang, maka diperlukan untuk membagi kapasitas ultimit dengan faktor aman tertentu. Faktor aman ini perlu diberikan dengan maksud :

a. Untuk memberikan keamanan terhadap ketidakpastian metode hitungan yang digunakan.

b. Untuk memberikan keamanan terhadap variasi kuat geser dan kompresibilitas tanah.

c. Untuk meyakinkan bahwa bahan tiang cukup aman dalam mendukung beban yang bekerja.

d. Untuk meyakinkan bahwa penurunan total yang terjadi pada tiang tunggal atau kelompok masih tetap dalam batas-batas toleransi.

e. Untuk meyakinkan bahwa penurunan tidak seragam diantara tiang-tiang masih dalam batas toleransi.

(27)

beban tiang, baik tiang pancang maupun tiang bor yang berdiameter kecil sampai sedang (600 mm), penurunan akibat beban bekerja (working load) yang terjadi lebih kecil dari 10 mm untuk faktor aman yang tidak kurang dari 2,5 (Tomlinson, 1977). Besarnya beban bekerja (working load) atau kapasitas tiang ijin (Qa) dengan memperhatikan keamanan terhadap keruntuhan

adalah nilai kapasitas ultimate (Qu) dibagi dengan faktor aman (SF) yang

sesuai. Variasi besarnya faktor aman yang telah banyak digunakan untuk perancangan pondasi tiang pancang, sebagai berikut :

... (2.5)

2.5 Kapasitas Daya Dukung Tiang Pancang dari Hasil SPT

Standard Penetration Test (SPT) adalah sejenis percobaan dinamis dengan memasukkan suatu alat yang dinamakan split spoon kedalam tanah. Dengan percobaan ini akan diperoleh kepadatan relatif (relative density), sudut geser tanah (Ф) berdasarkan nilai jumlah pukulan (N). Hubungan kepadatan relatif, sudut geser tanah dan nilai N dari pasir dapat dilihat pada tabel dibawah ini : Tabel 2.1. Hubungan Dr, Ф dan N dari pasir (Sosrodarsono, 1983)

Sudut Geser Dalam Menurut

P k

Menurut M h f

(28)

0-4 0,0-0,2 Sangat lepas < 28,5 < 30

4-10 0,2-0,4 Lepas 28,5-30 30-35

10-30 0,4-0,6 Sedang 30-36 35-40

30-50 0,6-0,8 Padat 36-41 40-45

> 50 0,8-1,0 Sangat Padat < 41 > 45

Hasil uji SPT yang diperoleh dari lapangan perlu dilakukan koreksi. Pada data uji SPT terdapat dua jenis koreksi, yaitu koreksi efisiensi alat (cara pengujian) dan koreksi tegangan overburden efektif (kedalaman).

1. Skempton, 1986, mengembangkan koreksi nilai SPT sebagai berikut :

... (2.6) dimana :

N60 = Nilai koreksi SPT terhadap cara pengujian

Em = Hammer eficiency (Tabel 2.2) CB = Koreksi diameter bor (Tabel 2.3)

(29)

CS = Koreksi sampler (Tabel 2.3)

CR = Koreksi panjang tali (Tabel 2.3)

N = Harga SPT lapangan.

2. Koreksi tegangan overburden efektif (kedalaman) sebagai berikut : dimana :

Nʹ60 = CN * N60 ... (2.7)

Pasir halus normal konsolidasi :

... (2.8)

Pasir kasar normal konsolidasi :

... (2.9)

Pasir over konsolidasi :

(30)

N’60 = Nilai SPT terkoreksi cara pengujian dan regangan overburden

σ'

v = Tegangan overburden efektif

σr = Reference stress = 100 kPa

N60 = Nilai koreksi SPT terhadap cara pengujian

Tabel 2.2 SPT hammer efficiencies ( Clayton, 1990)

Country Hammer Type

Hammer Release Mechanism

Hammer Effeciency, Em

Argentina Donut Cathead 0,45

Brazil Pin weight Hand dropped 0,72

China Automatic Donut Trip Hand dropped 0,60 0,55

Colombia Donut Cathead 0,50

Japan Donut Donut Tombi trigger Cathead 2 turns + Special release 0,78-0,85 0 65 0 67 UK Automatic Trip 0,73 USA Safety Donut 2 turns on cathead 2 turns on cathead 0,55-0,60 0 45

(31)

Tabel 2.3 Borehole, sampler and rod correction faktor (Skempton, 1986)

Faktor Equipment Variables Value

Borehole diameter faktor, CB

2.5-4.5 in (65-115 mm)

1,00

Sampling metode faktor,

CS

Standard sampler

1,00 Rod lenght faktor,

CR 10-13 ft (3-4 m) 13-20 ft (4-6 m) 0,75 0,85

Perkiraan kapasitas daya dukung pondasi tiang pancang pada tanah pasir dan silt didasarkan pada data uji lapangan SPT, ditentukan dengan perumusan sebagai

berikut :

(32)

Untuk tanah pasir dan kerikil :

Qp = 40 * N-SPT * L/D * Ap < 400 * N-SPT * Ap ... (2.11)

Untuk tahanan geser selimut tiang :

QS = 2 N-SPT * p * L ... (2.12)

Kekuatan ujung tiang (end bearing) untuk tanah kohesi plastis : Qp = 9 * Cu * Ap ... (2.13)

Untuk tahanan geser selimut tiang adalah :

Qs = α . Cu . p . Li ... (2.14)

Cu = N-SPT . 2/3 . 10 ... (2.15)

Dimana :

α = Koefisien adhesi antara tanah dan tiang Cu = Kohesi Undrained

p = keliling tiang

Li = panjang lapisan tanah

(33)

Untuk pondasi tiang tipe large displacement (driven pile) :

... (2.16)

Untuk pondasi tiang tipe small displacement (bored pile) :

... (2.17)

dan :

Psu = As * fs ... (2.18)

dimana :

fs = Tahanan satuan skin friction (kN/m2)

N60 = Nilai SPT N60

As = Luas selimut tiang

(34)

Untuk tahanan geser selimut tiang pancang pada tanah non-kohesi : Qs = 2 . N-SPT . p . Li ... (2.19)

dimana :

Li = Panjang lapisan tanah (m)

p = Keliling tiang (m)

2.6 Kapasitas Daya Dukung Tiang Pancang Dari Hasil Kalendering

Untuk perencanaan daya dukung tiang pancang dari hasil kalendering ada tiga metode yang digunakan, yaitu metode Danish Formula, metode Hilley Formula dan metode Modified New ENR. Metode Danish Formula banyak digunakan untuk menentukan apakah suatu tiang pancang tunggal telah mencapai daya dukung yang cukup pada kedalaman tertentu, walaupun pada prakteknya kedalaman dan daya dukung tiang telah ditentukan sebelumnya. Kapasitas daya dukung tiang berdasarkan metode Danish Formula adalah :

(35)

dimana :

Pu = Kapasitas daya dukung ultimate tiang.

μ = Effisiensi alat pancang. E = Energi alat pancang yang digunakan.

S = Banyaknya penetrasi pukulan diambil dari kalendering di lapangan.

A = Luas penampang tiang pancang. Ep = Modulus elastis tiang

Tabel 2.4 Effisiensi jenis alat pancang (Hardiyatmo, 2003)

Jenis Alat Pancang Effisiensi Pemukul jatuh (drop hammer) 0,75 – 1,00 Pemukul aksi tunggal (single acting hammer) 0,75 – 0,85 Pemukul aksi double (double acting hammer) 0,85

(36)

Pemukul diesel (diesel hammer) 0,85 – 1,00

Tabel 2.5 Karakteristik alat pancang diesel hammer (KOBE Katalog, 1989)

Tenaga Hammer Jlh.

Pukulan

Berat Balok Besi Panjang Type kN-m Kip-ft Kg-cm kN Kips Kg K 150 379,9 280 3872940 45 - 60 147,2 33,11 15014,4 K 60 143,2 105,6 1460640 42 - 60 58,7 13,2 5987,4 K 45 123,5 91,1 1259700 39 - 60 44 9,9 4480 K 35 96 70,8 979200 39 - 60 34,3 7,7 3498,6 K 25 68,8 50,7 701760 39 - 60 24,5 5,5 2499

Tabel 2.6 Nilai-nilai k 1 (Chellis, 1961)

Bahan Tiang

Nilai k1 (mm), untuk tegangan akibat

pukulan pemancangan di kepala tiang

(37)

Tiang baja atau pipa langsung pada kepala tiang

0 0 0 0

Tiang langsung pada kepala tiang 1,3 2,5 3,8 5 Tiang beton pracetak dengan 75 – 110

mm bantalan didalam cap

3 6 9 12,5

Baja tertutup cap yang berisi bantalan kayu untukl tiang baja H atau tiang

pipa

1 2 3 4

Piringan fiber 5 mm diantara dua pelat baja 10 mm

0,5 1 1,5 2

Tabel 2.7 Nilai efisiensi eh (Bowles, 1991)

Type Efisiensi (eh)

Pemukul Jatuh (Drop Hammer) 0,75 – 1,0 Pemukul Aksi Tunggal (Single Acting Hammer) 0,75 – 0,85

Pemukul Aksi Dobel (Double Acting Hammer) 0,85 Pemukul Diesel (Diesel Hammer) 0,85 – 1,0

Tabel 2.8 Koefisien restitusi n (Bowles, 1991)

Material N

Broomed wood 0

(38)

Bantalan kayu padat pada tiang 0,32 Bantalan kayu padat pada alas tiang 0,40 Landasan baja pada baja (steel on steel anvil) pada tiang baja

atau beton

0,50 Pemukul besi cor pada tiang beton tanpa penutup (cap) 0,40

Metode Hilley Formula juga banyak digunakan untuk menentukan apakah suatu tiang pancang tunggal telah mencapai daya dukung yang cukup pada kedalaman tertentu, walaupun pada prakteknya kedalaman dan daya dukung tiang telah ditentukan sebelumnya. Kapasitas daya dukung tiang berdasarkan metode Hilley Formula adalah :

... (2.21)

Dimana :

Qu = Kapasitas ultimate tiang

eh = efisiensi palu (hammer eficiency)

(39)

h = tinggi jatuh ram

k1 = komperesi impuls menyebabkan kompresi/perubahan momentum

k2 = kompresi elastik tiang

k3 = kompresi elastik tanah

L = panjang tanah n = koefisien restitusi s = penetrasi per pukulan

Wp = berat tiang, termasuk pilecap, driving shoe, dan capblok

Wr = berat ram (termasuk berat casing untuk pemukul aksi dobel)

Cumming (1940) menunjukkan bahwa persamaan telah mengikutsertakan efek-efek kehilangan yang diasosiasikan dengan k1, bentuk dari Persamaan 2.20 umumnya lebih diterima dan dipakai. Suku k2 dapat diambil sebagai pemampatan elastic dari

tiang dengan energi regangan yang bersangkutan sebesar .

(40)

kondisi pemukul dan blok penutup (capblok) dan kondisi tanah (khususnya pada pemukul uap). Jika belum ada data yang tepat, nilai-nilai (eh) dalam tabel 2.7 dapat

dipakai sebagai acuan. Nilai-nilai restitusi n ditunjuk dalam Tabel 2.8, dimana nilai-nilai aktualnya bergantung pada tipe dan kondisi bahan capblok dan bantalan kepala tiang. Nilai k3 dapat diambil (Bowles, 1991)

K3 = 0 untuk tanah keras (batu, pasir sangat padat dan kerikil)

= 2,5 mm – 5 mm pada tanah yang lainnya.

Metode modified New ENR juga banyak digunakan untuk menentukan apakah suatu tiang pancang tunggal telah mencapai daya dukung yang cukup pada kedalaman tertentu, walaupun pada prakteknya kedalaman dan daya dukung tiang telah ditentukan sebelumnya. Kapasitas daya dukung tiang berdasarkan metode modified New ENR adalah :

Qu = ………..(2.22)

Dimana :

E = Effisiensi hammer

C = 0,254 cm untuk unit S dan h dalam cm Wp = Berat tiang

(41)

WR = Berat hammer

N = koef. Restitusi antara ram dan pile cap h = tinggi jatuh

WR x h = Energi palu

SF yang direkomendasikan = 6

Cara pengambilan grafik data kalendering hasil pemancangan tiang adalah : 1. Kertas grafik ditempelkan pada dinding tiang pemancang sebelum tiang

tertanam keseluruhan dan proses pemancangan belum selesai.

2. Kemudian alat tulis diletakkan diatas sokongan kayu dengan tujuan agar alat tulis tidak bergerak pada saat penggambaran grafik penurunan tiang kekertas grafik ketika berlangsung pemancangan tiang.

3. Pengambilan data ini diambil pada saat kira-kira penurunan tiang pancang mulai stabil

4. Hasil kalendering pemancangan tiang yang diambil pada 10 pukulan terakhir, kemudian dirata-ratakan sehingga diperoleh penetrasi titik perpukulan (s).

Metode Gates juga sering dipergunakan dalam perhitungan daya dukung tiang karena formula ini sederhana dan dapat dipergunakan di lapangan dengan cepat.

(42)

Metode ini menggunakan rumus :

... (2.23)

………... (2.24) Dimana :

Pu = Kapasitas daya dukung ultimate tiang

Pijin = Daya dukung ijin tiang pancang

a = Konstanta b = Konstanta eh = Effisien baru Eb = Energi alat pancang

s = Banyaknya penetrasi pukulan diambil dari kalendering dilapangan SF = Faktor keamanan (3-6) untuk metode ini

2.7 Kapasitas Daya Dukung Tiang Pancang Akibat Beban Lateral

Untuk perencanaan daya dukung tiang pancang akibat beban lateral ada banyak metode yang sering digunakan. Salah satu metode yang akan dibahas adalah Metode Broms. Metode ini digunakan karena tiang pancang yang

(43)

dipakai di lapangan merupakan tiang panjang dengan mengasumsikan kondisi tanah yang dipancang satu jenis lapisan tanah. Broms (1964) mengembangkan analisis sederhana untuk menghitung daya dukung akibat beban lateral pada pondasi tiang. Metoda perhitungan ini menggunakan teori tekanan tanah yang disederhanakan dengan menganggap bahwa sepanjang kedalaman tiang, tanah mencapai nilai ultimit dengan membedakan antara tiang pendek dan panjang serta membedakan posisi kepala tiang bebas dan terjepit.

a. Tiang pendek (short pile) jika D/B < 20,

b. Tiang panjang (long pile) jika D/B ≥ 20, D = kedalaman, B = diameter. Keuntungan metoda Broms :

a. Dapat digunakan pada tiang panjang maupun tiang pendek.

b. Dapat digunakan pada kondisi kepala tiang terjepit maupun bebas. Kerugian metoda Broms :

a. Hanya berlaku untuk lapisan tanah yang homogen, yaitu tanah lempung saja atau tanah pasir saja.

b. Tidak dapat digunakan pada tanah berlapis. Broms membedakan antara tiang pendek dan panjang serta membedakan posisi kepala tiang bebas dan terjepit.

Beberapa penyebab bekerjanya beban lateral pada tiang : a. Tekanan tanah lateral

(44)

b. Beban angin c. Beban gempa

d. Gaya akibat gelombang yang terdapat distruktur lepas pantai

2.7.1 Daya Dukung Tiang Pendek Kepala Tiang Bebas (Free Head)

Untuk tiang pendek, pola keruntuhan yang mungkin terjadi dan distribusi dari tahanan ultimit tanah dapat dilihat pada Gambar berikut :

Gambar. 2.15. a. Pola keruntuhan tiang pendek kepala tiang bebas (Broms, 1964)

(45)

Pada tanah butir kasar atau pasiran, titik rotasi diasumsikan berada di dekat ujung tiang, sehingga tegangan yang cukup besar yang bekerja di dekat ujung dapat diganti dengan sebuah gaya terpusat. Dengan mengambil momen terhadap kaki tiang diperoleh :

L) (e K B L γ 0.5 H p 3 ' u + ⋅ ⋅ ⋅ ⋅ = ……….……..(2.25)

Momen maksimum diperoleh pada kedalaman xo, dimana :

………(2.26)

Gambar. 2.15.b. Reaksi tanah dan momen lentur tiang pendek kepala tiang

bebas pada tanah pasir (Broms, 1964)

Gambar. 2.15.c. Reaksi tanah dan momen lentur tiang kepala tiang bebas

pada tanah lempung (Broms, 1964)

(

o

)

u max p u 0 15x e H M K B ' γ H 0.82 x + =         ⋅ ⋅ ⋅ =

(46)

Hubungan di atas dapat dinyatakan dengan chart yang menggunakan suku tak berdimensi L/D terhadap seperti terlihat pada Gambar. 2.16.a.

Pada tanah lempung, momen maksimum diberikan untuk dua rentang kedalaman, yaitu :

 Mmax = Hu (e + 1,5B + 0,5xo) untuk 1,5B + xo

 Mmax = 2,25 . B . cu . (L – xo)2 untuk L – xo

dan harga xo dinyatakan sebagai berikut :

Gambar. 2.16.a Kapasitas lateral ultimit untuk tiang pendek pada

tanah pasir (Broms,1964)

Gambar. 2.16.b. Kapasitas lateral ultimit untuk tiang pendek pada tanah

lempung (Broms,1964) B c 9 u 0 = u H x

(47)

………(2.27)

Solusi perhitungan diberikan pada Gambar. 2.16.b di mana dengan mengetahui rasio L/B dan e/B maka akan diperoleh nilai Hu/ (cu.B2), sehingga Hu dapat

dihitung.

2.7.2 Daya Dukung Tiang Pendek Kepala Tiang Terjepit (Fixed Head) Mekanisme keruntuhan yang mungkin terjadi dan distribusi dari tahanan tanah dapat dilihat pada Gambar berikut ini :

Gambar. 2.17.a. Pola keruntuhan tiang pendek – kepala tiang

terjepit (Broms, 1964)

Gambar. 2.17.b. Reaksi tanah dan momen lentur tiang pendek – kepala tiang terjepit

(48)

Pada tanah pasir maka kapasitas lateral dan momen maksimum dinyatakan sebagai berikut :

Hu = 1,5 x γ1 x L2 x B x Kp……..………..…(2.28)

Mmax = γ1 x L3 x B x Kp………..………..…….…(2.29)

Untuk tanah lempung, kapasitas lateral dan momen maksimum adalah sebagai berikut :

HU = 9 x Cu x B x (L-15D) ……….……...……(2.30)

Mmax = 4,5 x Cu x B x (L2 – 2,25 D2) ……….………(2.31)

Seperti halnya pada kondisi kepala tiang bebas, maka untuk kondisi kepala tiang terjepit, solusi grafis juga diberikan berupa chart dengan suku tak berdimensi. L/B sebagaimana terlihat pada Gambar. 2.16.a dan 2.16.b.

Gambar. 2.17.c. Reaksi tanah dan momen lentur tiang pendek – kepala tiang terjepit

(49)

2.7.3 Daya Dukung Tiang Panjang Kepala Tiang Bebas (Free Head) Mekanisme keruntuhan yang mungkin terjadi dan distribusi dari tahanan tanah dapat dilihat pada gambar berikut :

Pada tanah pasir, karena momen maksimum terletak pada titik dengan gaya geser sama dengan nol, maka momen maksimum dan gaya ultimit lateral dapat dihitung sebagai berikut :

Mmax = Hmax (e + 0,67 xo) ………..………...…(2.32) dengan xo =        ⋅ ⋅ p 1 u K D γ H 0.82 ………(2.33)

Gambar. 2.18. Perlawanan tanah dan momen lentur tiang panjang – kepala tiang bebas (Broms, 1964)

(50)

Hu =         ⋅ ⋅ + p 1 u u K D γ H 0.54 e M ………..………...……(2.34)

dimana Mu adalah momen kapasitas ultimit dari penampang tiang.

Nilai Hu dapat dihitung dengan menggunakan chart hubungan antara nilai

3 1 p u B γ K H ⋅ ⋅ terhadap nilai 1 4 p u B γ K H ⋅

⋅ seperti pada Gambar 2.19.a.

Untuk tanah lempung maka digunakan persamaan seperti pada tiang panjang yaitu : Mmax = Hu (e + 1,5 D + 0,5 xo) ………...……...………...……(2.35) dimana xo = D c 9 H u u ⋅ ⋅ ………..………..………(2.36)

Dengan mengetahui nilai 3 u u D c M ⋅ maka nilai 2 u u D c H

⋅ dapat ditentukan dari Gambar. 2.19.b. dan harga Hu dapat diperoleh.

(51)

2.7.4 Daya Dukung Tiang Panjang Kepala Tiang Terjepit (Fixed Head) Mekanisme keruntuhan yang mungkin terjadi dan distribusi dari tahanan tanah dapat dilihat pada gambar berikut ini :

Gambar. 2.19.a. Kapasitas lateral ultimit untuk tiang panjang pada tanah pasir

(Broms, 1964)

Gambar. 2.19.b. Kapasitas lateral ultimit untuk tiang panjang pada

(52)

Momen maksimum dan gaya ultimit lateral dapat dihitung menggunakan persamaan :

Mmax = Hmax (e + 0,67 X0) ………..………..…...……(2.37)

……..………..…..………...…...(2.38)

Sedangkan untuk tanah lempung dapat digunakan persamaan :

Gambar. 2.20. Perlawanan tanah dan momen lentur tiang panjang – kepala tiang terjepit (Broms, 1964)

(a) Pada tanah pasir (b) Pada tanah lempung

(

)

0.5 p 1 u o o u u K D γ H 0.82 x 0.67x e 2M H         ⋅ ⋅ = + =

(53)

………..…………...……...……(2.39)

……….………..……..……...……(2.40)

Untuk perhitungan kapasitas lateral ultimit, maka untuk kondisi kepala tiang terjepit, Gambar 2.20.a. dapat digunakan untuk tanah pasir, sedangkan untuk tanah lempung digunakan Gambar 2.20.b.

2.8 Kapasitas Daya Dukung Tiang Pancang dari Data Loading Test

Cara yang paling dapat diandalkan untuk menguji daya dukung pondasi tiang adalah dengan loading test atau disebut dengan uji pembebanan statik. Keluaran hasil benda uji pembebanan statik merupakan bagian yang sangat penting untuk diketahui, yang menghasilkan respon tiang diselimut dan ujungnya serta besar daya dukung ultimitnya. Dari beberapa metode yang ada, sangat perlu diperhatikan hasil nilai daya dukung ultimitnya dikarenakan setiap metode memberikan hasil yang berbeda. Yang paling penting adalah hasil nilai uji pembebanan statik tersebut dapat menghasilkan penentuan mekanisme yang terjadi seperti hubungan kurva a n t a r a beban dan penurunan, besaran

D c 9 H u u ⋅ ⋅ = o x o u u 0.5x 1.5D 2M H + =

(54)

deformasi plastis tiang, kemungkinan terjadinya kegagalan material penyusun tiang, dan sebagainya. Pengujian hingga 200% dari beban kerja sering dilakukan pada tahap verifikasi daya dukung, tetapi untuk keperluan optimasi dan kontrol beban ultimit pada gempa yang cukup kuat, seringkali diperlukan pengujian sebesar 250% hingga 300% dari beban kerja. Pengujian beban statik melibatkan pemberian beban statik dan pengukuran pergerakan tiang. Pemberian beban umumnya diberikan secara bertahap sambil mengamati penurunan tiang yang terjadi. Umumnya definisi keruntuhan yang dihasilkan, dicatat untuk hasil keluaran yang lebih lanjut apabila dibawah suatu beban yang konstan tiang mengalami penurunan terus menerus. Pada umumnya beban runtuh tidak dicapai pada saat pengujian. Oleh sebab itu daya dukung ultimit dari tiang hanya merupakan suatu estimasi atau perkiraan. Sesudah tiang uji dipersiapkan (dipancang atau dicor), perlu ditunggu terlebih dahulu waktu selama 7 hari hingga 30 hari sebelum tiang dapat diuji. Hal ini sangat penting untuk memungkinkan tanah yang telah terganggu akibat dari proses pemancangan dapat kembali p a d a keadaan semula (tekanan air pori ekses yang terjadi akibat pemancangan tiang telah terdisipasi). Beban kontra dapat dilakukan dengan 2 (dua) langkah. Langkah pertama dengan menggunakan sistem Kentledge ditunjukkan pada Gambar 2.21.

(55)

Gambar 2.21. Pengujian dengan sistem kentledge (Coduto,2001)

Langkah kedua adalah dengan menggunakan kerangka baja atau jangkar pada tanah seperti yang tertera di Gambar 2.22. Pembebanan diberikan pada tiang dengan menggunakan dongkrak hidrolik. Pergerakan tiang dapat diukur dengan menggunakan satu set dial gauge yang terpasang pada kepala tiang. Toleransi pembacaan antara satu dial gauge lainnya adalah 1 mm dan sangat penting untuk mengukur pergerakan relative dari tiang. Untuk mendapatkan informasi lebih lanjut dari interaksi tanah dengan tiang, pengujian tiang sebaiknya dilengkapi dengan instrument. Instrument yang dapat digunakan adalah strain gauges yang dapat dipasang pada lokasi tertentu disepanjang tiang. Tell tales pada kedalaman tertentu atau load cells yang ditempatkan dibawah kaki tiang. Instrument dapat memberikan informasi mengenai

(56)

pergerakan kaki tiang, deformasi sepanjang tiang, dan distribusi beban sepanjang tiang selama proses pengujian dilakukan. Selain untuk menghitung daya dukung tiang, loading test ini juga berguna untuk mengevaluasi kondisi ketidaksesuaian yang ada di lapangan dengan perencanaan.

Gambar 2.22. Pengujian menggunakan tiang jangkar ( Tomlinson, 1980 ) 2.8.1. Jenis Loading Test

Ada dua jenis Loading Test, yaitu :

1. Static load test : Compression, Tension dan Lateral 2. Dynamic load test : Pile Driving Analysis

Pile load test biasanya dilakukan dengan dua alternatif, yaitu :

1. Test/unused Pile, failure test (dilakukan hingga tiang mengalami keruntuhan)

(57)

Tiang yang telah diuji pembebanan, dipilih pada lokasi yang terdekat dengan penyelidikan tanah, hasil dari pengujian beban ini berupa indikasi dari daya dukung batas yang terjadi dan indikasi dari penurunan yang terjadi.

2.8.2. Metode Pembebanan

Metode pembebanan terdiri atas beberapa prosedur, yaitu : a) Prosedur Pembebanan Standar (SML) Monotonik

Slow Maintained Load Test (SML) menggunakan delapan kali peningkatan beban. Prosedur standar SML adalah dengan memberikan beban secara bertahap setiap 25% dari beban rencana. Untuk tiap tahap beban, pembacaan dilanjutkan hingga penurunan (settlement) tidak lebih dari 254 mm/ jam, dengan rentang waktu tidak lebih dari 2 jam. Penambahan beban dilakukan hingga 2 (dua) kali beban rencana, kemudian ditahan. Setelah itu beban diturunkan secara bertahap untuk pengukuran rebound. b) Prosedur Pembebanan Standar ( SML ) siklik

Metode pembebanan sama dengan Slow Maintained Load Test (SML), tetapi pada tiap tahapan beban dilakukan pelepasan beban dan kemudian dibebani kembali hingga tahap beban

(58)

berikutnya (unloading–reloading). Dengan cara ini, rebound dari setiap tahapan pembebanan diketahui serta perilaku dari pemikulan beban pada tanah dapat disimpulkan lebih baik. Metode ini membutuhkan waktu yang lebih lama daripada metode Slow Maintained Load Test (SML).

c) Quick Load Test ( Quick ML )

Metode pembebanan dengan prosedur standar membutuhkan waktu yang cukup lama, sehingga para peneliti membuat modifikasi untuk mempercepat pengujian. Metode ini dikontrol oleh waktu dan penurunan, dimana setiap 8 (delapan) tahapan beban ditahan dalam waktu yang singkat tanpa memperhatikan kecepatan pergerakan tiang.

Pengujian dilakukan hingga runtuh atau hingga mencapai beban tertentu. Waktu total yang dibutuhkan 3 jam hingga 6 jam.

(59)

Gambar 2.23. Hasil uji pembebanan statik aksial tekan (Tomlinson, 2000) d) Prosedur Pembebanan dengan Kecepatan Konstan (Constant

Rate of Penetration Methode Atau CRP)

Metode CRP merupakan salah satu alternatif lain untuk pengujian tiang secara statis. Prosedurnya adalah dengan membebani tiang secara terus menerus hingga kecepatan penetrasi ke dalam tanah konstan. Umumnya diambil patokan sebesar 0,245 cm/ menit atau lebih rendah untuk jenis tanah lempung. Hasil pengujian tiang dengan metode CRP menunjukkan bahwa beban runtuh relatif tidak tergantung oleh kecepatan penetrasi bila digunakan batasan kecepatan penurunan kurang dari 0,125 cm/menit. Kecepatan yang lebih tinggi dapat menghasilkan daya dukung yang sedikit. Beban dan pembacaan deformasi diambil setiap menit. Pengujian dihentikan bila pergerakan total kepala tiang mencapai 10% dari diameter tiang bila pergerakan (displacement) sudah cukup besar. Pengujian dengan metode CRP umumnya membutuhkan waktu

(60)

sekitar 1 jam (tergantung ukuran dan daya dukung tiang). Metode CRP memberikan hasil serupa dengan metode Quick ML, dan sebagaimana metode Quick ML, metode ini juga dapat diselesaikan dalam waktu 1 hari.

2.8.3. Hasil Uji Pembebanan Statik

Dari hasil uji pembebanan, dapat ditentukan besarnya beban ultimate, ada berbagai metode yang ada, namun dalam penulisan tesis ini hanya membahas Metode Davisson, Metode Chin dan Metode Mazurkiewicz yang umumnya sering digunakan.

A. Prosedur penentuan beban ultimate dari pondasi tiang menggunakan Metode Davisson adalah sebagai berikut :

1. Gambarkan kurva beban terhadap penurunan. Penurunan elastis dapat dihitung dengan menggunakan rumus berikut :

...………...(2.41)

Dimana :

(61)

Q = Beban uji yang diberikan L = Panjang Tiang

Ap = Luas Penampang Tiang

Ep = Modulus elastisitas tiang

2. Tarik garis OA seperti Gambar 2.19 berdasarkan persamaan penurunan elastis ( Se )

3. Tarik garis BC yang sejajar dengan garis OA dengan jarak X, dimana X adalah :

X = 0,15 + D/120 (inchi) ... (2.42) D = diameter atau sisi tiang dalam satuan inchi

4. Perpotongan antara kurva beban dan penurunan dengan garis lurus merupakan daya dukung ultimate

(62)

Gambar 2.24 Hasil daya dukung ultimate dengan metode Davisson M.T (Tomlinson,2000)

B. Prosedur penentuan beban ultimate dari pondasi tiang dengan menggunakan Metode Chin adalah sebagai berikut :

1. Gambarkan kurva antara rasio penurunan terhadap beban (s/Q), dimana s adalah penurunan dan Q adalah beban seperti ditunjukkan pada Gambar 2.24.

2. Tarik garis lurus yang mewakili titik-titik yang telah digambarkan, dengan persamaan garis tersebut adalah :

s/Q = c1* s + c2 ... (2.43)

3. Hitung c1 dari persamaan garis atau dari kemiringan garis

(63)

4. Qult = metode ini umumnya menghasilkan beban ultimate

yang tinggi, sehingga harus dikoreksi atau dibagi dengan nilai faktor sebesar 1,2 – 1,4

C. Prosedur penentuan beban ultimate dari pondasi tiang menggunakan Metode Mazurkiewicz adalah sebagai berikut :

1. Plot kurva beban uji yang diberikan terhadap penurunan, berdasarkan dari hasil data Loading Test dilokasi yang ditinjau. 2. Menarik garis dari beberapa titik penurunan yang dipilih hingga

memotong kurva.

3. Kemudian ditarik garis vertikal hingga memotong sumbu beban.

4. Dari perpotongan setiap beban tersebut, dibuat garis bersudut 450 sampai memotong garis selanjutnya.

5. Titik-titik yang terbentuk ini dihubungkan hingga menghasilkan sebuah garis yang lurus.

6. Perpotongan garis lurus ini dengan sumbu beban merupakan beban ultimitnya.

7. Metode ini memberikan asumsi bahwa pergerakan kurva beban kira-kira membentuk parabola.

(64)

8. Oleh sebab itu nilai beban runtuh yang diperoleh melalui Metode Mazurkiewicz ini harus mendekati 80% dari kriteria yang ditetapkannya.

Gambar 2.25. Grafik daya dukung ultimate metode Mazurkiewicz (Aziz, 2009)

2.9. Metode Elemen Hingga

Metode elemen hingga adalah prosedur perhitungan yang dipakai untuk mendapatkan pendekatan dari permasalahan matematis yang sering muncul didalam rekayasa teknik. Inti dari metode elemen hingga ini adalah membuat persamaan matematis dengan berbagai pendekatan dan rangkaian

(65)

persamaan aljabar yang melibatkan nilai-nilai pada titik-titik diskrit pada bagian yang dievaluasi. Persamaan metode elemen hingga dibuat dan dicari solusinya dengan sebaik mungkin untuk menghindari kesalahan pada hasil akhirnya. Jaring ( mesh ) terdiri dari elemen-elemen yang dihubungkan oleh node. Node merupakan titik-titik pada jaring di mana nilai dari variabel primernya dihitung. Misal untuk analisa displacement, nilai variabel primernya adalah nilai dari displacement. Nilai-nilai nodal displacement diinterpolasikan pada elemen agar didapatkan persamaan aljabar untuk displacement, dan regangan, melalui jaring-jaring yang terbentuk.

2.9.1. Elemen Untuk Analisa Dua Dimensi

Analisa dua dimensi pada umumnya merupakan analisa yang menggunakan elemen triangular atau quadrilatelar (Gambar 2.26). Bentuk umum dari elemen-elemen tersebut berdasarkan pada pendekatan Iso-Parametric di mana fungsi interpolasi polynomial dipakai untuk menunjukkan displacement pada elemen.

(66)

Gambar 2.26. Elemen-elemen triangular dan lagrange

2.9.2. Interpolasi Displacement

Nilai nodal displacement pada solusi elemen hingga dianggap sebagal primary unknown. Nilai ini merupakan nilai displacement pada nodes. Untuk mendapatkan nilai tersebut harus menginterpolasikan fungsi yang biasanya merupakan polynomial.

Gambar 2.27. Elemen dan six-noded triangular

Anggap sebuah elemen seperti pada Gambar 2.27. U dan V adalah Displacement pada sebuah titik di elemen pada arah x dan y.

(67)

Displacement ini didapatkan dengan menginterpolasikan displacement pada nodes dengan menggunakan persamaan polynomial :

U(x,y) = a0 + a1x + a2y2 + a3x2+ a4xy + a5y2 ……….(2.44)

V(x,y) = b0 + b1x + b2y + b3x2+ b4xy + b5y2 …...….(2.45)

Konstanta a1, a2, …, a5 dan b1, b2, …, b5 tergantung pada nilai nodal displacement. Jika jumlah nodes yang menjabarkan elemen bertambah maka fungsi interpolasi untuk polynomial yang juga akan bertambah.

2.9.3. Regangan

Regangan pada elemen dapat diturunkan dengan memakai definisi standar. Sebagai contoh untuk six-node triangle :

εxx = ∂u / ∂x = a1 + 2a3x + a4y ………..…….(2.46)

εyy = ∂v / ∂y = b2 + b4x + 2b5y ……… (2.47)

εxy = (∂u / ∂y) + (∂v / ∂x) = (b1+ a2) (a4 + 2b3)x + (2a5x + b4)y ...(2.48)

(68)

ditulis dalam bentuk persamaan matrix :

│ε│ = │B│. │Ue│ ………(2.49)

Vektor regangan ε dan vektor nodal displacement masing-masing dihubungkan dengan Ue :

……….…(2.50)

2.9.4. Hukum Konstitutif ( Constitutive Law )

Constitutive law diformulasikan untuk membuat matrik hubungan antara tegangan (vektor σ) dengan regangan (vektor ε) :

σ = D. ε ……….(2.51)

(69)

D : Matrik kekakuan material

Untuk kasus elastisitas isotropik regangan bidang linear, matriksnya :

……….(2.52)

Keterangan :

E : Modulus young v : Poisson’s ratio

2.9.5. Matrix Kekakuan Elemen

Gaya pada tanah yang diaplikasikan pada elemen dianggap sebagai gaya yang bekerja pada nodes. Vektor nodal forces Pe ditulis :

………...………….(2.53)

(70)

Nodal forces yang bekerja pada titik I di arah x dan y adalah Pix dan Piy, dan

dihubungkan dengan nodal displacement matriks :

KeUe = Pe ……….……….…………....(2.54)

Sedangkan Ke merupakan Matriks Kekakuan Elemen yang ditulis : Ke = Bt * D * B *dv ………...………...……...(2.55)

Keterangan :

D : Matriks kekakuan material

B : Matrik penghubung nodal displacement dengan regangan dv : Elemen dari volume

2.9.6. Matrik Kekakuan Global

Matriks kekakuan K untuk jaring (mesh) elemen hingga di hitung dengan menggabungkan matrik-matrik kekakuan elemen di atas.

(71)

Dimana U merupakan vektor yang mempunyai unsur displacement pada semua titik pada jaring elemen hingga.

2.9.7. Analisa Elastis Dua Dimensi

Dalam mencari solusi dan analisa numerik dua dimensi kondisi model yang dianalisa tersebut harus seperti pada kondisi tiga dimensi. Pendekatan yang digunakan adalah tegangan bidang (plane stress) dan regangan bidang (plane strain). Pendekatan yang sering digunakan dalam analisa tanah adalah kondisi tegangan bidang.

Gambar 2.28. Analisa tegangan bidang

Pada analisa tegangan bidang, nilai tegangan yang terletak di luar bidang (out - of plane),dalam hal ini bidang z, adalah nol.

(72)

2.10 Elemen Hingga Program Plaxis 2.10.1 Pendahuluan

Plaxis Ver 8. 0. adalah program Elemen Hingga (Finite Element Program) untuk aplikasi Geoteknik. Dimana model tanah digunakan untuk mensimulasikan prilaku tanah. Sebelum melakukan perhitungan dengan program Plaxis Ver 8. 0. ini, terlebih dahulu harus dipahami dasar teori tentang pemodelan tanah yang akan dipilih. Kesalahan dalam pemilihan model tanah dapat mengakibatkan kekeliruan terhadap hasil perhitungan yang diperoleh.

Untuk menghitung korelasi beban vertikal batas (ultimate) dengan displacement yang terjadi pada suatu tiang pancang dengan elemen hingga program Plaxis Ver 8. 0. ini. Pemodelan tanah yang digunakan adalah model Mohr Coulomb dengan analisis Axisymetric. Hasil pemodelan elemen hingga dengan program Plaxis Ver 8. 0. ini dibandingkan dengan pengujian lapangan (loading test).

2.10.2 Model Mohr Coulomb

Model Mohr Coulomb mengasumsikan prilaku tanah yang bersifat plastis sempurna, dengan menetapkan suatu nilai tegangan batas dimana pada titik tersebut tegangan tidak lagi dipengarui oleh regangan yang terjadi.

(73)

Data parameter tanah yang sangat penting untuk pemodelan ini terdiri dari 5 (lima) jenis parameter, yaitu :

1) Modulus Elastisitas (Es)

Pada laboratorium Geoteknik/Mekanika Tanah, nilai besaran modulus elastisitas (E) didapat dari hasil hubungan tegangan dengan regangan melalui proses pengujian Triaxial Test. Sudut kemiringan awal E0 yang

dibentuk didefinisikan sebagai modulus elastisitas yang juga disebut Young’s modulus, sedangkan E50 didefinisikan sebagai Secant Modulus pada kekuatan 50%. Untuk tanah lempung over konsolidasi dan beberapa jenis batuan dengan rentang linier elastis yang besar, digunakan E0. Sedangkan untuk material pasir dan lempung normal

konsolidasi lebih tepat menggunakan E50. Hal ini dapat dilihat pada

Gambar 2.29.

(74)

Pada penelitian ini nilai besaran modulus elastisitas (E) diperoleh dari korelasi hasil Standard Penetration Test (SPT), Undrained Cohesion (Cu) terhadap modulus elastisitas.

2) Poison rasio (ν)

Poisson’s ratio adalah harga perbandingan regangan lateral dengan regangan aksial yang berguna untuk menghubungkan besar modulus elastisitas (E) dengan modulus geser (G) dengan persamaan E =

2(l-υ)G. Nilai possion’s ratio berkisar antara 0,3 sampai dengan 0,5 dan

pada program Plaxis disarankan ≤ 0,35. 3) Kohesi (c)

Kohesi memiliki dimensi yang sama dengan tegangan. Kohesi akan cenderung meningkat sesuai dengan kedalaman yang ditinjau. Nilai kohesi dapat diperoleh dari beberapa jenis pengujian antara lain adalah pengujian triaxial dan unconfined test.

4) Sudut geser (Ø)

Sudut geser dalam (Ø) disebutkan dengan derajat. Sudut geser dalam yang tinggi kadang-kadang diperoleh untuk pasir padat, tetapi secara umum makin halus butiran dan makin padat, tetapi secara umum makin halus butiran dan makin padat susunan butirannya akan meningkatkan sudut geser dalam. Kohesi memiliki dimensi yang sama dengan tegangan. Kohesi akan cenderung meningkat sesuai dengan

(75)

kedalaman peninjauan. Sudut geser dalam dan nilai kohesi dapat diperoleh dari beberapa jenis pengujian antara lain adalah pengujian triaxial dan unconfined test. Untuk lebih jelasnya dapat dilihat pada Gambar 2.30.

Gambar 2.30. Lingkaran tegangan mohr pada saat leleh (yield) (Plaxis Ver. 8.0) 5) Sudut dilatansi (Ψ)

Sudut dilatancy (ψ) adalah sudut yang dibentuk bidang horizontal dengan arah pengembangan butiran pada saat butiran menerima tegangan deviatorik. Tanah lempung normal konsolidasi tidak memiliki sudut dilatansi. Tetapi pada tanah pasir, besar sudut ini tergantung pada kepadatan relatif (Dr) dan sudut geser dalamnya yang

dinyatakan dengan persamaan ψ = φ - 30°.

(76)

Parameter kx dan ky nilainya dianggap sama untuk setiap

lapisan, terhadap arah sumbu x maupun terhadap arah sumbu y.

2.10.4 Studi Parameter

Studi parameter ini bertujuan untuk mendapatkan dan melengkapi parameter tanah laboratorium yang digunakan sebagai input untuk program elemen hingga program Plaxis Ver 8. 0. Adapun prosedur untuk mendapatkannya adalah dengan menggunakan hubungan antara data lapangan yaitu : a) N-SPT dengan nilai kohesi

b) N-SPT tekanan efektif vertikal dengan sudut geser dalam (Ø)

c) Jenis tanah dengan daya rembesan (Kx, Ky)

d) Konsistensi tanah dengan angka poison

e) N-SPT dengan Modulus Elastisitas (Es) dan sebagainya.

Semua parameter-parameter tanah undrained harus dikonversi menjadi drained. Hasil penyelidikan tanah ini akan menunjukkan jenis tanah seperti tanah tidak kohesif (cohesionless soil), tanah kohesif (cohesive soil) dan tanah yang mengandung nilai C dan nilai Ø).

(77)

Hubungan antar parameter tanah ini dapat didefenisikan sebagai berikut : a. Hubungan Modulus Elastisitas ( Es) dengan N-SPT

Hubungan Modulus Elastisitas (Es) dengan N-SPT, qc = (3-4)

dikorelasikan dengan nilai Es = (1- 3)qc untuk kondisi undrained.

Kemudian Nilai Es direduksikan sebesar 0,6 dari nilai Es yang diperoleh

untuk mendapatkan kondisi drained.

b. Hubungan Jenis, Konsistensi Tanah dengan Poison’s Ratio (v)

Untuk memperoleh nilai poison’s ratio (v) yang lebih akurat, yang akan digunakan pada program metode Elemen Hingga untuk program Plaxis Ver 8.0. ini, dibuat suatu bentuk hubungan range nilai Poison’s Ratio Efective (v). Konsistensi Tanah dan N-SPT yang diinterpolasikan sebagai berikut :

Tabel 2.9. Hubungan jenis, konsistensi dengan poison’s ratio (v) (Das, 1999)

Soil Type N-SPT Deskripsi (v’)

Clay 2 – 4 Soft 0,35 – 0,40 4 – 8 Medium 0,30 – 0,35 8 – 15 Stiff 0,20 – 0,30 Sand 0 – 10 Loose 0,15 – 0,25 10 – 30 Medium 0,25 – 0,30 30 - 50 Dense 0,25 – 0,35 c. Koefisien Rembesan (K)

(78)

Untuk nilai rembesan (K) yaitu untuk Kx dan Ky yang digunakan pada

program Elemen Hingga untuk program Plaxis Ver 8.0., diperoleh dari korelasi jenis tanah dan koefisien rembesan, seperti dapat dilihat pada Tabel 2.10 di bawah ini. Koefisien rembesan ke arah x dan y diasumsikan sama.

Tabel 2.10. Korelasi jenis tanah dan koefisien rembesan (K) (Wesley, 1977) Jenis Tanah Koefiesien Rembesan Pasir yang mengandung lempung

atau lanau 10 -2 - 5 x 10-3 Pasir halus 5 x 10-2 – 5 x 10-3 Pasir kelanauan 2 x 10-3 – 2 x 10-4 Lanau 5 x 10-4 – 5 x 10-5 Lempung 10-6 – 10-9

2.10.5 Analisis Pondasi Tiang Pancang Menggunakan Metode Elemen Hingga

Plaxis merupakan suatu aplikasi program komputer menggunakan metoda elemen hingga (finite element) untuk menganalisa deformasi dan stabilitas dalam permasalahan geoteknik. Plaxis ini telah dikembangkan

(79)

sejak tahun 1987 oleh Delft University, Belanda.

Program ini dapat menganalisis untuk perhitungan kondisi plane-strain maupun axisymetris. Plane-strain digunakan untuk menganalisis struktur yang memiliki potongan melintang dengan pembebanan dan kondisi tegangan yang seragam, perpindahan/deformasi arah ini dianggap nol. Sedangkan axisymetris digunakan untuk struktur lingkaran (circular structures) yang memiliki potongan radial dan pembebanan seragam terhadap pusat, dengan deformasi dan tegangan yang dianggap sama pada arah radialnya.

Aplikasi dalam geoteknik umumnya membutuhkan permodelan struktur tanah untuk kemudian disimulasikan perilaku tanah secara non linear dan time-dependent. Sebagai tambahan, dikarenakan tanah adalah material berfasa banyak, prosedur tertentu dibutuhkan dalam mengatasi tekanan air pori (hydrostatic dan non-hydrostatic).Walaupun permodelan tanah itu sendiri merupakan salah satu faktor terpenting, namun sejumlah permasalahan dalam geoteknik berhubungan dengan permodelan struktur tanah dan

(80)

interaksi antara tanah dengan struktur konstruksi.

P r o g r a m ini bertujuan menyediakan jembatan penghubung antara praktek dengan teori dalam geoteknik dan menyediakan tool praktis yang dapat digunakan oleh para engineer dibidang geoteknik untuk menganalisis permasalahan geoteknik tanpa harus mendalami perhitungan numerik dan memperoleh hasil akurat.

Dalam metoda elemen hingga, harus dipenuhi 3 (tiga) kondisi, yaitu :

1. Keseimbangan, yaitu keseimbangan gaya-gaya yang bekerja pada setiap elemen

2. Kompatibilitas, yaitu hubungan regangan dan perpindahan yang berkaitan dengan geometri lereng dan materialnya

3. Persamaan konstitutif, yaitu hubungan tegangan-regangan dari material

Metoda elemen hingga adalah cara pendekatan solusi analisis struktur secara numerik dimana struktur kontinum dengan derajat kebebasan tak hingga

(81)

disederhanakan dengan diskretasi kontinum dalam elemen-elemen kecil yang umumnya memiliki geometri lebih sederhana dengan derajat kebebasan tertentu (berhingga), sehingga lebih mudah dianalisis. Elemen-elemen difereansial memiliki asumsi fungsi perpindahan yang dikontrol pada nodal-nodalnya. Pada nodal tersebut diberlakukan syarat keseimbangan dan kompatibilitas. Dengan menerapkan prinsip energi disusun matriks kekakuan untuk tiap elemen dan kemudian diturunkan persamaan keseimbangannya pada tiap nodal dari elemen diskret sesuai dengan kontribusi elemennya. Persamaan keseimbangan yang berbentuk persamaan aljabar simultan ini diselesaikan sehingga perpindahan nodal diperoleh. Regangan nodal dapat dihitung dari derajat kebebasan nodal sehingga tegangannya dapat ditentukan. Prosedur penyelesaian dengan metoda elemen hingga adalah sebagai berikut : a. Membagi model fisis menjadi sejumlah elemen yang memiliki

bentuk geometri tertentu, seperti : segitiga, trapesium atau persegi.

Gambar

Gambar 2.1. Mekanisme pengalihan beban pada tanah                     melalui pondasi tiang (Couduto, 2001)
Gambar 2.2. Kurva beban-penurunan
Gambar 2.3. Diagram alir pelaksanaan pemancangan tiang pancang  2.3.3    Tahapan Pekerjaan Pondasi Tiang Pancang
Gambar 2.4. Dokumentasi penentuan titik pemancangan  (Dokumentasi proyek PLTU 2 Sumut 2 x 200 MW, Pangkalan Susu)
+7

Referensi

Dokumen terkait

Berdasarkan pengamatan awal di sekolah tingkat menengah baik MTs maupun SMP di kota Bandung yang melaksanakan manajeman sekolah berbasis full day school tetapi

Berdasarkan analisis data yang telah dilakukan pada penelitian ini maka dapat disimpulkan bahwa: (1) Bentuk-bentuk kesulitan belajar peserta didik yaitu, kesulitan

Kompetensi dasar yang dibangun dari modul ini adalah bahwa peserta mampu menjelaskan konsep tentang fasilitasi dan pendampingan sosial serta sejumlah konsep terkait,

Neoplasma yang pertumbuhannya lambat, gejala klinis, antara lain nyeri kepala, akan muncul perlahan-lahan, apalagi bila topis neoplasma di daerah otak yang tidak

Berdasarkan hasil penelitian yang diperoleh, dapat disarakan beberapa hal, antara lain: (1) para guru sebaiknya mengembangkan inovasi pembelajaran berdasarkan kebutuhan siswa

Analisis debit sub DAS Tapung dilakukan menggunakan program SWAT, pada kondisi awal simulasi ini digunakan nilai parameter – parameter yang ditentukan oleh

Sedangkan dalam penelitian ini yaitu meneliti tentang pengaruh kesadaran wajib pajak, pelayanan petugas pajak dan sanksi pajak terhadap kepatuhan wajib pajak

Terdapat 585 Rumah Tangga dengan rata-rata jiwa per Rumah Tangga 4 dan kelurahan Perum Bersatu merupakan Kelurahan yang memiliki kepadatan penduduk terbesar di