• Tidak ada hasil yang ditemukan

DISKUSI MATA KULIAH PERKUMPULAN GEMAR BELAJAR

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "DISKUSI MATA KULIAH PERKUMPULAN GEMAR BELAJAR"

Copied!
8
0
0

Teks penuh

(1)

HUKUM DAN HAK ASASI MANUSIA

Selasa, 21 February 2017

“UBI IUS IBI REMEDIUM”

Dimana ada hak, disana ada kemungkinan menuntut, memperolehnya atau memperbaikinya bilamana hak tersebut dilanggar.

DISKUSI MATA KULIAH PERKUMPULAN GEMAR BELAJAR

“Hukum dan Hak Asasi Manusia”

Pembicara : 1. Herman Gea (2014)

2. Yunita Octavia Siagian (2014) Pemateri : 1. Gladyta Gabriella (2016)

2. Theresia Julyana Barus (2016) Moderator : Gunawan Sembiring (2016)

I.

Pengertian Hukum dan HAM

1. Pengertian Hukum

Telah banyak pengertian tentang hukum yang dikemukakan para ahli. Namun, belum ada definisi yang dapat dikatakan lengkap dan memuaskan. Apa yang ditulis oleh

Immanuel Kant (1724-1804) lebih dari 150 tahun lalu yang menyatakan “Noch suchen die Juristen eine Definition zu ihrem Begriffe von Recht”, masih tetap berlaku.[1] artinya, masih banyak juga sarjana hukum yang mencari-cari suatu definisi tentang hukum. Berikut ini penulis mengemukakan beberapa definisi hukum sebagai landasan dan pedoman dalam mempelajari hukum selanjutnya.

a. Hans Kelsen, menyatakan hukum adalah tata aturan (order) sebagai suatu sistem aturan-aturan (rules) tentang perilaku manusia. Dengan demikian, hukum tidak merujuk terhadap suatu aturan tunggal (rule), namun seperangkat aturan yang memiliki suatu kesatuan (rules) sehingga dapat dipahami sebagai suatu sistem.[2] b. Thomas Aquinas, menyatakan hukum adalah tatanan rasio yang berfungsi

menegakkan kebaikan bersama yang dibuat dan diumumkan secara resmi oleh orang yang memiliki kepedulian terhadap komunitas.[3]

c. Satjipto Rahardjo, mendefinisikan hukum sebagai suatu institusi yang bertujuan untuk mengantarkan manusia kepada kehidupan yang adil, sejahtera dan membuat manusia bahagia. Oleh karena itu, Ia menawarkan konsep pemikiran hukum progresif yang dimulai dari asumsi dasar bahwa hukum adalah untuk manusia, bukan sebaliknya.

[1] L.J, van Apeldoorn, Pengantar Ilmu Hukum, Pradnya Paramita, Jakarta, 2001, halaman 1. [2] DR. Yohanes Suhardin, SH, MHUM, Hukum dan Hak Asasi Manusia, Fakultas Hukum

Universitas Katolik Santo Thomas Sumatera Utara, Medan, 2015, halaman 1.

[3] DR. Yohanes Suhardin, SH, MHUM, Hukum dan Hak Asasi Manusia, Fakultas Hukum

(2)

“UBI IUS IBI REMEDIUM”

Dimana ada hak, disana ada kemungkinan menuntut, memperolehnya atau memperbaikinya bilamana hak tersebut dilanggar. 2. Pengertian Hak Asasi Manusia (HAM)

Pengertian dan konsep HAM senantiasa mengalami perkembangan yang pada dasarnya berupaya untuk memperbaiki rumusan hak asasi manusia itu. Dalam pasal 1 butir 1 UU No. 39 tahun 1999 tentang Hak Asasi Manusia (UUHAM) dinyatakan bahwa “Hak asasi manusia adalah seperangkat hak yang melekat pada hakikat dan keberadaan manusia sebagai makhluk Tuhan Yang Maha Esa dan merupakan anugerah-Nya yang wajib dihormati, dijunjung tinggi dan dilindungi oleh negara, hukum, pemerintah, dan setiap orang demi kehormatan serta perlindungan harkat dan martabat manusia.”

Definisi tentang hak asasi manusia terdapat juga di dalam pasal 1 butir 1 UU No. 26 tahun 2000 tentang Pengadilan Hak Asasi Manusia (UUPHAM) yang merumuskan bahwa “Hak asasi manusia merupakan seperangkat hak yang melekat pada hakikat dan

keberadaan manusia sebagai makhluk Tuhan Yang Maha Esa dan merupakan anugerah-Nya yang wajib dihormati, dijunjung tinggi dan dilindungi oleh negara, hukum, pemerintah, dan setiap orang demi kehormatan serta perlindungan harkat dan martabat manusia.” Baik definisi hak asasi manusia dalam UUHAM maupun UUPHAM tidak ada perbedaannya.

Sementara itu, di dalam penjelasan pasal 4 UU No. 2 tahun 2002 tentang Kepolisian Negara Republik Indonesia, hak asasi manusia didefinisikan sebagai “Hak dasar yang secara alamiah melekat pada setiap manusia dalam kehidupan masyarakat, meliputi bukan saja hak perseorangan melainkan hak masyarakat, bangsa dan negara yang secara utuh terdapat dalam Undang-undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 serta sesuai pula dengan prinsip-prinsip yang terkandung dalam Declaration of Human Rights,

1948 dan konvensi internasional lainnya.”

Hak Asasi Manusia lazim diterjemahkan dengan “Human Rights” yaitu “the freedoms, immunities, and benefits that according to modern values (especially at an International level), all human being should be able to claims as a matter of rights in the society in which

they live.” [4] Inti dari rumusan tersebut adalah hak-hak yang dipunyai oleh semua orang

sesuai dengan kondisi yang manusiawi. Oleh karena itu, hak-hak tersebut bukan merupakan pemberian atau anugerah negara dan hak-hak itu tidak bisa dicabut melalui peraturan hukum oleh negara. [5]

Menurut Maurice Cranston, hak- hak asasi manusia adalah sesuatu yang melekat pada semua orang setiap saat. Oleh sebab itu, definisi hak asasi manusia tidak dapat diuji kebenarannya seperti kita menguji kebenaran hak yang diperoleh atau didapat melalui pembentukan peran-peran khusus dengan undang-undang; hak-hak asasi manusia tidak

[4] Bryan A. Garner (Editor in Chief), Black’s Law Dictionary, Seventh Edition, West

Publishing, St. Paul Minesota, 1999, page 745.

[5] DR. Yohanes Suhardin, SH, MHUM, Hukum dan Hak Asasi Manusia, Fakultas Hukum

(3)

HUKUM DAN HAK ASASI MANUSIA

Selasa, 21 February 2017

“UBI IUS IBI REMEDIUM”

Dimana ada hak, disana ada kemungkinan menuntut, memperolehnya atau memperbaikinya bilamana hak tersebut dilanggar. bisa dibeli, dan tidak pula diciptakan oleh pelaksanaan perjanjian khusus lainnya. Hak-hak asasi manusia dimiliki seseorang semata-mata hanya karena ia seorang manusia.

Menurut Anton Baker, hak itu dtemukan dalam hakikat manusia, demi

kemanusiaannya semua orang satu per satu memilikinya, tidak dapat dicabut oleh siapapun, bahkan tidak dapat dilepaskan oleh individu itu sendiri, karena hak itu bukan sekedar hak milik saja, tetapi lebih luas dari itu. Manusia memiliki kesadaran (berkehendak bebas, berkesadaran moral) dan merupakan yang paling pokok yang dibawa sejak lahir di dunia sebagai anugerah dari Tuhan.[6]

Menurut Arief Budiman, hak asasi manusia adalah hak kodrati manusia begitu manusia dilahirkan, langsung hak asasi manusia itu melekat pada dirinya sebagai manusia, dalam hal ini hak asasi manusia berdiri di luar undang-undang yang ada, jadi harus dipisahkan hak warga negara dan hak asasi manusia.

II.

Sejarah Hak Asasi Manusia di Dunia

A. SEJARAH PERKEMBANGAN HAK ASASI MANUSIA INTERNASIONAL

Sepanjang sejarah kehidupan manusia ternyata tidak semua orang memiliki penghargaan yang sama terhadap sesamanya. Ini yang menjadi latar belakang perlunya penegakan hak asasi manusia. Kesadaran manusia terhadap hak asasi berasal dari keinsyapannya terhadap harga diri, harkat dan martabat kemanusiaannya. Karena itu sesungguhnya hak-hak kemanusiaan ini sudah ada sejak manusia itu dikodratkan hadir di dunia ini, dengan sendirinya hak-hak asasi manusia bukan merupakan hal yang baru lagi.[6]

Tonggak pertama bagi kemenangan hak-hak asasi terjadi di Inggris, pada 15 Juni 1215 lahirlah Piagam Magna Charta yang terkenal itu. Prinsip dasar piagam yang

mencetuskan bangsawan-bangsawan Inggris itu, antara lain memuat: Pertama, kekuasaan Raja harus dibatasi; Kedua, hak asasi manusia lebih penting daripada kedaulatan raja. Piagam tersebut menjadi lambang munculnya perlindungan terhadap hak-hak asasi, karena ia

mengajarkan bahwa hukum dan undang-undang derajatnya lebih tinggi daripada kekuasaan raja. Tahun 1629 Petition of Rights (Masa Pemerintahan Charles I di Inggris), lalu Bill of Rights di Inggris pada tahun 1689. Pada masa itu mulai timbul adagium yang intinya adalah bahwa manusia sama di muka hukum (equality before the law). Kemudian pada tahun 1679 Habeas Corpus Act ( Masa Pemerintahan Charles II di Inggris). Perkembangan HAM selanjutnya ditandai dengan munculnya The American Declaration of Independence pada

[5] DR. Yohanes Suhardin, SH, MHUM, Hukum dan Hak Asasi Manusia, Fakultas Hukum

Universitas Katolik Santo Thomas Sumatera Utara, Medan, 2015, halaman 11.

[6] Ramdlon Naning, SH, Cita dan Citra Hak-hak Asasi Manusia di Indonesia, Lembaga kriminilogi

(4)

“UBI IUS IBI REMEDIUM”

Dimana ada hak, disana ada kemungkinan menuntut, memperolehnya atau memperbaikinya bilamana hak tersebut dilanggar. tahun 1776 yang menempatkan Amerika sebagai negara yang mendapat kehormatan pertama dalam sejarah yang memberi perlindungan dan jaminan hak-hak asasi manusia dalam

konstitusinya yang lahir dari paham Roesseau dan Montesqueu. Mulailah dipertegas bahwa manusia adalah merdeka sejak di dalam perut ibunya, sehingga tidaklah logis bila sesudah lahir, ia harus dibelenggu.

Selanjutnya pada tahun 1789 lahirlah The French Declaration, dimana hak-hak yang lebih rinci lagi melahirkan dasar The Rule of Law. Antara lain dinyatakah tidak boleh ada penangkapan dan penahanan yang semena-mena, termasuk ditangkap tanpa alasan yang sah dan ditahan tanpa surat perintah yang dikeluarkan oleh pejabat yang sah. Kemudian tahun 1918 lahir Rights of Determination, Naskah yang diusulkan oleh Presiden Woodrow Wilson yang memuat 14 pasal dasar untuk mencapai perdamaian yang adil.

Pada saat berkobarnya Perang Dunia II, ditanda-tangani Atlantic Charter dari 14 Agustus 1941. Amanat Presiden Franklin D. Roosevet tentang “empat kebebasan”, yang diucapkannya di depan Kongres Amerika Serikat tanggal 6 January 1941 yakni:

(1) kebebasan untuk berbicara dan melahirkan pikiran (freedom of speech and expression), (2) kebebasan untuk memilih agama sesuai dengan kepercayaan dan keyakinannya (freedom of religion), (3) kebebasan dari rasa takut (freedom from fear), dan (4) kebebasan dari

kekurangan dan kelaparan (freedom from war).

Semua hak-hak ini setelah Perang Dunia II (sesudah Hitler memusnahkan berjuta-juta manusia) dijadikan dasar pemikiran untuk melahirkan rumusan HAM yang bersifat universal, yang kemudian dikenal dengan The Universal Declarationof Human Rights pada tahun 1948 yang diciptakan oleh PBB.[7] Pernyataan sedunia tentang hak-hak manusia yang terdiri dari 30 pasal. Piagam tersebut menyerukan kepada semua anggota dan bangsa di dunia untuk menjamin dan mengakui hak-hak asasi manusia yang dimuat di dalam konstitusi Negara masing-masing.

Kemudian pada tahun 1966 Covenants of Human Rights telah diartifikasi oleh negara-negara anggota PBB[8] yang isinya :

1. The International on Civil and Political Rights, yaitu memuat tentang hak sipil dan hak-hak politik (persamaan hak-hak antara pria dan wanita),

2. Optional Protocol, yaitu adanya kemungkinan seorang warga negara mengadukan pelanggaran hak asasi kepada The Human Rights Commite PBB setelah melalui upaya pengadilan di negaranya

[7] Ramdlon Naning, SH, Cita dan Citra Hak-hak Asasi Manusia di Indonesia, Lembaga kriminilogi

Universitas Indonesia Program Penunjang Bantuan Hukum Indonesia, Jakarta, 1983, Halaman 12.

(5)

HUKUM DAN HAK ASASI MANUSIA

Selasa, 21 February 2017

“UBI IUS IBI REMEDIUM”

Dimana ada hak, disana ada kemungkinan menuntut, memperolehnya atau memperbaikinya bilamana hak tersebut dilanggar. 3. The International Covenant of Economic, social and Cultural Rights, yaitu berisi syarat-syarat dan nilai-nilai bagi sistem demokrasi ekonomi, sosial dan budaya.

B. SEJARAH PERKEMBANGAN HAK ASASI MANUSIA NASIONAL

HAM bukanlah wacana yang asing dalam pelaksanaan politik dan ketatanegaraan di Indonesia. Perjuangan untuk menjadikan HAM sebagai sentral dari kehidupan berbangsa dan bernegara berlangsung dengan sangat serius. Meski demikian pada periode-periode emas lalu, wacana HAM gagal dituangkan ke dalam hukum dasar negara atau konstitusi.

Secara garis besar menurut Prof. Dr. Bagir Manan, dalam bukunya Perkembangan Pemikiran dan Pengaturan HAM di Indonesia (2001), membagi perkembangan pemikiran HAM dalam dua periode, yaitu periode sebelum kemerdekaan (1908-1945) dan periode setelah kemerdekaan (1945-sekarang). [9]

1. Periode Sebelum Kemerdekaan (1908-1945)

Perkembangan pemikiran HAM dalam periode ini dapat dijumpai dalam organisasi pergerakan sebagai berikut:

 Budi Oetomo, pemikirannya “Hak Kebebasan berserikat dan mengeluarkan pendapat”  Perhimpunan Indonesia, pemikirannya “Hak untuk menentukan nasib sendiri (the right

of self determination).”

 Sarekat Islam, “Hak penghidupan yang layak dan bebas dari penindasan dam diskriminasi rasial.”

 Partai Komunis Indonesia, pemikirannya, “Hak sosial dan berkaitan dengan alat-alat produksi.”

2. Periode Sesudah Kemerdekaan (1945-sekarang)

 Periode 1945-1950. Pemikiran HAM pada periode ini menekankan pada hak-hak mengenai:

 Hak untuk merdeka (self determination).

 Hak kebebasan untuk berserikat melalui organisasi politik yang didirikan.

 Hak kebebasan untuk menyampaikan pendapat terutama di parlemen.

 Periode 1950-1959. Pemikiran HAM dalam periode ini lebih menekankan pada semangat kebebasan demokrasi liberal yang berintikan kebebasan individu.

 Periode 1959-1966. Pada periode ini pemikiran HAM tidak mendapat ruang kebebasan dari pemerintah atau dengan kata lain pemerintah melakukan pemasungan HAM, yaitu

(6)

“UBI IUS IBI REMEDIUM”

Dimana ada hak, disana ada kemungkinan menuntut, memperolehnya atau memperbaikinya bilamana hak tersebut dilanggar. hak sipil, seperti hak untuk berserikat, berkumpul, dan mengeluarkan pikiran dengan tulisan.

 Periode 1966-1998. Dalam periode ini, pemikiran HAM dapat dilihat dalam tiga kurun waktu yang berbeda. Pertama, tahun 1967 berusaha melindungi kebebasan dasar manusia yang ditandai dengan adanya hak uji materiil yang diberikan kepada Mahkamah Agung. Kedua, kurun waktu tahun 1970-1980, pemerintah melakukan pemasungan HAM dengan sikap defensive (bertahan), represif (kekerasan), yang dicerminkan dengan produk hukum yang bersikap restriktif (membatasi) terhadap HAM. Ketiga, kurun waktu 1990-an pemikiran HAM tidak lagi hanya bersifat wacana saja melainkan sudah dibentuk lembaga penegakan HAM.

 Periode 1998-sekarang. Pada periode ini, HAM mendapat perhatian yang resmi dari pemerintah dengan melakukan amandemen UUD 1945 guna menjamin HAM dan menetapakn Undang-undang Nomor 39 Tahun 1999 tentang hak asasi manusia. Artinya bahwa pemerintah member perlindungan yang signifikansi terhadap

kebebasan HAM dalam semua aspek, yaitu aspek hak politik, sosial, ekonomi, budaya, keamanan, hukum dan pemerintahan.

III.

Pengaturan HAM dalam ketetapan MPRS/MPR

Eksistensi Keputusan Presiden RI nomor 50 tahun 1993 tentang Komisi Nasional Hak Asasi Manusia (Komnas HAM) tidak memadai dan kurang responsive terhadap kondisi negara yang menginginkan adanya perubahan total di berbagai sektor kehidupan yang selanjutnya disebut reformasi total. Oleh karena itu, muncul pemikiran agar masalah HAM tidak hanya diatur dalam bentuk Keputusan Presiden tetapi berupa Ketetapan Majelis Permusyawaratan Rakyat (Tap MPR). Berdasarkan dengan pemikiran itu, kemudian ditetapkan Ketetapan MPR nomor XVII/MPR/1998 tentang Hak Asasi Manusia.[10]

Ketetapan MPR menugaskan lembaga-lembaga tinggi negara dan seluruh aparat pemerintah untuk menghormati dan menegakkan serta menyebarluaskan pemahaman hak asasi manusia kepada seluruh masyarakat. Selain itu kepada presiden dan Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) juga ditugaskan untuk meratifikasikan berbagai instrument internasional

sepanjang tidak bertentangan dengan Pancasila dan UUD NRI 1945. Kategori HAM yang dilakukan adalah membagi HAM menjadi hak untuk hidup, hak berkeluarga dan melanjutkan keturunan, mengembangkan diri, hak atas keadilan, hak kemerdekaan, hak atas kebebasan informasi, hak keamanan, serta hak kesejahteraan. Tidak ada penjelasan yang jelas mengapa

(7)

HUKUM DAN HAK ASASI MANUSIA

Selasa, 21 February 2017

“UBI IUS IBI REMEDIUM”

Dimana ada hak, disana ada kemungkinan menuntut, memperolehnya atau memperbaikinya bilamana hak tersebut dilanggar. kategori semacam ini yang diambil. Sebagimana pada umumnya, pengelompokan secara tradisional sesuai dengan perkembangan HAM hak sipil dan politik serta hak ekonomi, sosial dan budaya.

Selain mengatur tentang hak asasi manusia, TAP MPR No. XVII/MPR/1978 ini juga mengatur mengenai:

 Kewajiban tiap orang untuk menghormati hak asasi manusia orang lain  Pelaksanaan hak dan keabsahan itu dapat dibatasi oleh undang-undang

 Pengaturan hak-hak lain yang tidak dapat dikurangi dalam keadaan apapun juga yang meliputi hak untuk hidup, hak untuk tidak disiksa, hak kemerdekaan pikiran dan hati nurani, hak beragama, hak untuk tidak diperbudak, hak untuk diakui sebagai sebuah pribadi di hadapan hukum, dan hak untuk tidak dituntut atas dasar hukum yang berlaku surut.

Perlindungan lebih terhadap HAM menurut TAP MPR No. XVII/MPR/1978 ini dapat dilakukan terhadap kelompok masyarakat yang rentan seperti, anak-anak, dan fakir miskin. Selain itu, perlindungan terhadap identitas budaya masyarakat tradisional, termasuk hak atas tanah ulayat harus dilindungi. Pasal 43 TAP MPR No. XVII/MPR/1978, ini juga mengharuskan peran yang lebih aktfi dari pemerintah dalam rangka perlindungan, pemajuan, penegakan, dan pemenuhan hak asasi manusia.

IV.

Pengaturan HAM sebelum amandemen UUD 1945

Pembukaan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia 1945 (UUD NRI 1945) sesungguhnya telah memuat secara universal tentang hak asasi manusia. Tidak saja tentang hak asasi manusia sebagai warga negara Indonesia, tetapi juga hak asasi manusia universal. Secara spesifik pengaturan tentang hak asasi manusia terdapat dalam pasal-pasal UUD NRI 1945 yang sebelum UUD NRI 1945 diamandemen sangat sempit dan terbatas, yaitu hanya terdapat di dalam pasal 27, 28, 29, 30, dan 31 UUD NRI 1945. Hak asasi manusia yang terdapat di dalam pasal-pasal tersebut lebih bersifat hak asasi manusia sebagai warga negara Republik Indonesia. Namun, setelah UUD NRI 1945 diamandemen, ruang lingkup hak asasi manusia itu diperluas. Hal ini dapat dilihat pada ketentuan Pasal 28 UUD NRI 1945 yang secara khusus mengatur tentang hak asasi manusia.[11]

(8)

“UBI IUS IBI REMEDIUM”

Dimana ada hak, disana ada kemungkinan menuntut, memperolehnya atau memperbaikinya bilamana hak tersebut dilanggar. Berikut adalah pasal-pasal yang sebelum mengalami perubahan/amandemen UUD NRI 1945:

 Pasal 27 UUD NRI 1945

(1) Segala warga negara bersamaan kedudukannya di dalam hukum dan pemerintahan dan wajib menjunjung tinggi hukum dan pemerintahan itu dengan tidak ada kecualinya.

(2) Tiap-tiap warga negara berhak atas pekerjaan dan penghidupan yang layak bagi kemanusiaan.

 Pasal 28 UUD NRI 1945

“Kemerdekaan berserikat dan berkumpul, mengeluarkan pikiran dengan lisan dan tulisan dan sebagainya ditetapkan dengan undang-undang.”

 Pasal 29 UUD NRI 1945

(1) Negara berdasar atas Ketuhanan Yang Maha Esa.

(2) Negara menjamin kemerdekaan tiap-tiap penduduk untuk memeluk agamanya masing-masing dan untuk beribadat menurut agamanya dan kepercayaannya itu.

 Pasal 30 UUD NRI 1945

(1) Tiap-tiap warga negara berhak dan wajib ikut serta dalam usaha pembelaan negara.

(2) Syarat-syarat tentang pembelaan diatur dengan undang-undang.

 Pasal 31 UUD NRI 1945

(1) Tiap-tiap warga negara berhak mendapat pengajaran.

(2) Pemerintah mengusahakan dan menyelenggarakan satu sistem pengajaran nasional, yang diatur dengan undang-undang.

[11] DR. Yohanes Suhardin, SH, MHUM, Hukum dan Hak Asasi Manusia, Fakultas Hukum

Referensi

Dokumen terkait

Setelah Nilai Akhir Lapangan diterima dari Pimpinan/Pejabat berwenang (Pembimbing Lapangan) lokasi PKL kemudian diserahkan oleh Mahasiswa kepada Dosen Pembimbing PKL untuk

Pengetahuan merupakan faktor yang paling dominan, yang mempengaruhi kepatuhan ibu hamil dalam mengkonsumsi tablet besi, terutama pengetahuan yang berkaitan dengan

MENINGKATKAN KEMAMPUAN ASERTIF SISWA MELALUI METODE ROLE PLAYING DALAM PEMBELAJARAN IPS.. Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu

Anita Hartini Suryaman (2010) peta wisata interaktif adalah peta yang menggambarkan atau menjelaskan lokasi-lokasi tempat tujuan wisata di dalam suatu kota atau

Kematian ibu terutama karena perdarahan dan infeksi pada kehamilan aterm, kematian yang terjadi karena trias klasik yaitu; perdarahan, infeksi dan gestosis (preeklamsia)

Panasonic Shikoku Electronics Indonesia (PSECI) Blok O-1 Kawasan Berikat MM2100 Industrial Town, Cikarang Barat -Bekasi

Dengan demikian hipotesis pertama sampai ketiga penelitian yang menduga rasio profitabilitas (ROI dan ROE) dan leverage dapat digunakan untuk memprediksi tindakan perataan laba

Namun, ketika pengujian dikaitkan dengan tingkat pengungkapan dari transaksi derivatif dan perusahaan pengguna derivatif dikelompokkan menjadi pengguna derivatif yang