• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB II KAJIAN PUSTAKA, KERANGKA PEMIKIRAN DAN HIPOTESIS. Dalam versi yang paling tradisional, tujuan suatu perusahaan adalah

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "BAB II KAJIAN PUSTAKA, KERANGKA PEMIKIRAN DAN HIPOTESIS. Dalam versi yang paling tradisional, tujuan suatu perusahaan adalah"

Copied!
33
0
0

Teks penuh

(1)

10 BAB II

KAJIAN PUSTAKA, KERANGKA PEMIKIRAN DAN HIPOTESIS

2.1 Laba

Dalam versi yang paling tradisional, tujuan suatu perusahaan adalah maksimisasi laba dimana pemilik suatu perusahaan dianggap selalu berusaha untuk memaksimumkan laba jangka pendek perusahaannya.

Dalam analisis perusahaan persaingan sempurna, diasumsikan bahwa perusahaan kompetitif bertujuan memaksimumkan laba, yaitu penerimaan total dikurangi oleh biaya total.

“ Maksimisasi laba mengharuskan perusahaan untuk mengelola operasi intern secara efisien (mencegah pemborosan, mendorong semangat para pekerja, memilih proses produksi yang efisien dan sebagainya) dan mengambil keputusan jitu di dalam pasar (membeli jumlah input yang tepat pada biaya terendah dan memilih tingkat output optimal).” (Paul A Samuelson 1996: 166)

Menurut teori ekonomi keuntungan atau laba mempunyai arti yang sedikit berbeda dengan pengertian keuntungan dari segi pembukuan. Ditinjau dari sudut pandangan perusahaan/ pembukuan perusahaan, keuntungan adalah perbedaan nilai uang dari hasil penjualan yang diperoleh dengan seluruh biaya yang dikeluarkan. Dalam teori ekonomi definisi itu dipandang terlalu luas karena tidak mempertimbangkan ongkos tersembunyi, yaitu ongkos produksi yang tidak dibayar dengan uang tetapi perlu dipandang sebagai bagian dari ongkos produksi. (Sadono Soekirno, 2000: 387)

(2)

Pengeluaran tersebut (ongkos tersembunyi) meliputi pendapatan yang seharusnya dibayarkan kepada para pengusaha yang menjalankan sendiri perusahaannya, tanah dan modal sendiri yang digunakan dan bangunan dan peralatan pabrik yang dimiliki sendiri. Keuntungan menurut pandangan pembukuan, apabila dikurangi lebih lanjut oleh ongkos tersembunyi akan menghasilkan keuntungan ekonomi atau keuntungan murni.

Keuntungan adalah pendapatan yang diperoleh para pengusaha sebagai pembayaran dari melakukan kegiatan berikut :

1) Menghadapi risiko terhadap ketidakpastian di masa yang akan datang. 2) Melakukan inovasi/ pembaharuan di dalam berbagai kegiatan ekonomi 3) Mewujudkan kekuasaan monopoli di dalam pasar.

Laba didefinisikan sebagai selisih antara penerimaan dengan biaya, jika selisih antara penerimaan dengan biaya negatif disebut rugi dan sebaliknya. Untuk lembaga nirlaba, kelebihan penerimaan atas biaya disebut surplus, sementara kekurangan penerimaan atas biaya disebut defisit.

Konsep laba juga dapat dibedakan menjadi dua pengertian, yaitu :

1) Laba bisnis adalah sisa dari pendapatan dikurangi biaya eksplisit (akuntansi).

Laba tersebut menunjukkan posisi jumlah kekayaan modal yang tersedia setelah semua sumberdaya yang digunakan dalam proses produksi dibayar. 2) Laba ekonomis adalah laba sebagai kelebihan penerimaan dari biaya yang dikeluarkan dalam kegiatan usaha. Namun demikian, bagi ekonom, kekayaan modal hanya dipandang sebagai sumber daya yang dibayar jika

(3)

modal tersebut digunakan oleh suatu perusahaan. Oleh karena itu, para ekonom menganggap tingkat kembalian normal (normal rate of return) dari kekayaan modal sebagai biaya dalam menjalankan usaha. Tingkat kembalian normal ini merupakan tingkat kembalian modal yang minimum yang diperlukan untuk memperoleh hasil dari penggunaannya dalam suatu kegiatan tertentu (opportunity cost). Oleh karena itu, laba bagi seorang ekonom adalah kelebihan dari laba bisnis atas tingkat kembalian modal yang diinvestasikan oleh suatu perusahaan.

Dalam keseimbangan jangka panjang, laba ekonomis akan menjadi nol jika semua perusahaan beroperasi dalam industri persaingan sempurna. Dengan kata lain, semua perusahaan akan memperoleh tingkat laba bisnis yang hanya mencerminkan tingkat kembalian modal dari investasi yang mereka tanamkan. Namun demikian, diketahui bahwa tingkat laba yang diperoleh perusahaan- perusahaan juga berbeda-beda. Tingkat laba berkisar dari yang paling rendah sampai yang paling tinggi.

Dalam hal ini, Lincoln Arsyad mengemukakan beberapa teori alternatif yang menjelaskan beberapa perusahaan menerima laba ekonomis.

1) Teori Laba Ekonomis Friksional

Pasar sering mengalami ketidakseimbangan (disequilibrium) karena perubahan permintaan akan produk atau biaya yang tidak terduga. Dengan kata lain, goncangan-goncangan yang terjadi dalam perekonomian menyebabkan keadaan ketidakseimbangan pasar yang pada akhirnya menyebabkan perusahaan hanya menerima laba normal saja.

(4)

2) Teori Laba Ekonomis Monopolis

Teori laba monopoli ini merupakan perluasan teori friksional. Teori ini menyatakan bahwa beberapa perusahaan karena faktor-faktor seperti skala ekonomis, kebutuhan-kebutuhan modal, atau hak paten-bisa bertindak sebagai monopolis yang memungkinkan mereka untuk mempertahankan laba di atas normal untuk jangka panjang.

3) Teori Laba Ekonomis Inovatif

Pada teori ini, laba di atas normal merupakan kompensasi dari inovasi yang berhasil. Misalnya, perusahaan alat fotocopy Xerox, yang menerima tingkat kembalian yang sangat tinggi karena kesuksesannya mengembangkan dan memasarkan suatu alat fotokopi yang superior. Penerimaan laba super normal ini akan terus terjadi sampai perusahaan-perusahaan lain memasuki bidang tersebut untuk bersaing dengan Xerox dan membuat laba yang tinggi tersebut turun sampai titik normal.

4) Teori Laba Ekonomis Kompensasi

Teori ini menyatakan bahwa tingkat penerimaan di atas normal merupakan suatu imbalan bagi perusahaan yang berhasil memenuhi keinginan konsumen, mempertahankan cara kerja yang efisien, dan seterusnya. Misalnya, jika perusahaan-perusahaan yang beroperasi pada industri yang mempunyai tingkat efisiensi rata-rata menerima tingkat penerimaan normal, maka adalah wajar jika perusahaan-perusahaan yang beroperasi pada tingkat efisiensi yang lebih tinggi akan menerima tingkat kembalian di atas normal. (Lincoln Arsyad 1996: 25)

Dalam teori ekonomi mikro tujuan perusahaan adalah mencari laba (profit). (Rahadja dan Manurung, 2002: 141). Secara teoritis laba adalah kompensasi atas risiko yang ditanggung oleh perusahaan. Makin besar risiko, laba yang diperoleh harus semakin besar.

Laba atau keuntungan adalah nilai penerimaan total perusahaan (TR) dikurangi biaya total yang dikeluarkan perusahaan (TC). Secara matematis dapat dirumuskan sebagai berikut.

(5)

Perusahaan dikatakan memperoleh laba kalau nilai positif T ( > 0 ) dimana TR > TC. Laba maksimum (maximum profit) tercapai bila nilai mencapai maksimum.

Secara lebih jelasnya, fungsi TR dan fungsi TC dapat dijelaskan seperti di bawah ini:

TR = Q . Pq

Keterangan : TR = Penerimaan total Q = Jumlah produk Pq = Harga produk

Sedangkan fungsi TC (biaya total) adalah total pengeluaran terendah yang diperlukan untuk memproduksi setiap tingkat output q. TC meningkat saat q meningkat, didefinisikan sebagai berikut :

TC = FC + VC

Rata-rata biaya atau Average Total Cost (ATC) adalah ongkos produksi dari setiap unit output yang dihasilkan.

Q TC ATC =

Marginal cost (MC) adalah kenaikan dari total penerimaan yang diakibatkan oleh diproduksinya tambahan satu unit output.

Q TVC Q TC MC ∆ ∆ = ∆ ∆ =

(6)

Secara grafik dapat ditunjukkan dari gambar di bawah ini. Gambar 2.1

Grafik Fungsi TC

Sumber : (Samuelson & Nordhous, 2000: 144)

Menurut Pratama Rahardja dan Mandala Manurung (1999: 195) menyatakan bahwa terdapat tiga pendekatan dalam memaksimalkan yaitu :

1) Pendekatan Totalitas (Totality Approach)

Pendekatan totalitas membandingkan pendapatan total (TR) dan biaya total (TC). Pendapatan total (TC) adalah sama dengan jumlah unit output yang terjual (Q) dikalikan dengan harga output per unit (P). Maka TR = PxQ. Sedangkan Biaya Total (TC) adalah sama dengan biaya tetap (FC) ditambah dengan biaya variabel (VC), maka TC = FC + VC.

Dalam pendekatan totalitas, biaya variabel per unit output dianggap konstan, sehingga biaya variabel adalah jumlah output (Q) dikalikan dengan biaya variabel per unit. Jika variabel per unit adalah v maka VC = v.Q

π =P.Q – (FC + vQ)………(2.2) KUANTITAS B I A Y VC FC TC Q

(7)

Persamaan 2.2 dapat dipresentasikan dalam gambar 2.2. Dalam gambar tersebut terlihat bahwa pada awalnya perusahaan mengalami kerugian, terlihat dari kurva TR yang masih di bawah kurva TC. Tetapi jika output ditambah kerugian makin kecil, terlihat dari makin mengecilnya jarak kurva TC. Pada saat jumlah output mencapai Q*, kurva TR berpotongan dengan kurva TC yang artinya pendapatan total sama dengan biaya total. Titik perpotongan ini disebut dengan titik impas (Break Event Point). Setelah titik BEP, perusahaan terus mengalami laba yang makin membesar.

Implikasi dari pendekatan totalitas adalah perusahaan menempuh strategi penjualan maksimum (maximum selling). Sebab makin besar penjualan makin besar laba yang diperoleh. Perusahaan harus menghitung beberapa unit output yang harus diproduksi (Q*) untuk mencapai titik impas. Jika persentasenya 80% maka untuk mencapai BEP perusahaan harus menjangkau 80% potensi permintaan efektif. Makin kecil Q* dan atau makin kecil persentase Q* terhadap potensi permintaan efektif dianggap baik, maka sebab risiko pun semakin kecil.

Gambar 2.2 Kurva TR dan TC

Pratama Raharja dan Mandala Manurung (1999: 152) T C = T R T R = P .Q T C = FC = V C K u a n tita s R p FC

(8)

Cara menghitung Q* dapat diturunkan dari persamaan (2.2) π = P.Q* - (FC + v.Q*)………..(2.3) Titik impas tercapai pada saat π sama dengan nol

0 = P.Q* - FC – v.Q* = P.Q* - v.Q* - FC = (P - v)Q* - FC

Q* = FC

(P-v) ………....(2.4)

2) Pendekatan Rata-rata (Average Approach)

Dalam pendekatan ini perhitungan laba per unit dilakukan dengan membandingkan antara biaya produksi rata-rata (AC) dengan harga jual output (P). Laba total adalah laba per unit dikalikan dengan jumlah output yang terjual.

π = (P - AC).Q ………(2.5)

Dari persamaan ini perusahaan akan mencapai laba bila harga jual per unit output (P) lebih tinggi dari biaya rata-rata (AC). Perusahaan hanya mencapai angka impas bila P sama dengan AC.

Keputusan untuk memproduksi atau tidak didasarkan perbandingan besarnya P dengan AC. Bila P lebih kecil atau sama dengan AC, perusahaan hanya mencapai angka impas bila P = AC. Keputusan untuk memproduksi didasarkan

(9)

pada perbandingan antara P dengan AC. Bila P lebih kecil atau sama dengan AC maka perusahaan tidak mau memproduksi. Implikasi pendekatan rata-rata adalah perusahaan atau unit laba usaha harus menjual sebanyak-banyaknya (maximum selling) agar laba (π) makin besar.

3) Pendekatan Marjinal (Marginal Approach)

Analisis marginal mirip dengan analisis mencari kepuasan maksimum. Analisis ini mendasarkan pada satu konsep yaitu keuntungan marginal yakni tambahan keuntungan total sebagai akibat tambahan satu unit output. Untuk mencari jumlah output yang menghasilkan keuntungan maksimum dapat digunakan patokan sebagai berikut: jika keuntungan marginal masih positif dengan menambah satu unit output maka output harus ditambah. Apabila keuntungan marginal negatif dengan menambah satu unit output maka output harus dikurangi sampai keuntungan atau laba marginal = 0.

Dalam pendekatan marjinal, perhitungan laba dilakukan dengan membandingkan biaya marjinal (MC) dan pendapatan marjinal (MR). Laba maksimum akan tercapai pada saat MR = MC. Kondisi tersebut dapat dijelaskan secara matematis dan grafis.

• Penjelasan secara matematis

π = TR – TC ………(2.6)

Laba maksimum tercapai bila turunan pertama fungsi π (σπ / σQ) sama dengan nol dan nilainya sama dengan nilai turunan pertama TR (σ TC / σQ atau MC)

(10)

∂π ∂TR TC = = 0

∂Q ∂Q ∂Q = MR – MC = 0

MR = MC π maksimum atau kerugian minimum • Penjelasan secara grafik

Kurva pendapatan total (TR) diperoleh dengan cara mengalikan kurva produksi total (TP) dengan harga jual output per unit (P). TC menghasilkan kurva laba (π) seperti tampak dalam gambar dibawah ini.

Gambar 2.3

Kurva TR, TC dan Laba (Pendekatan Marjinal)

Sumber : (Pratama Raharja dan Mandala Manurung 2004: 157)

Pada gambar di atas terlihat bahwa tingkat output yang memberikan laba adalah interval Q1 – Q5. Jika output di bawah jumlah Q1, perusahaan akan mencapai laba maksimum disalah satu titik antara Q1 – Q5. Dalam gambar 2.3 terlihat bahwa laba maksimum tercapai jika tingkat produksinya adalah Q3.

Kuantitas

Q1

Q2

Rp

Q3

Q4

Q5

TC

TR

π

TR-TC=

π

Maks

(11)

Secara grafis hal itu terlihat dari kurva π yang mencapai nilai maksimum pada saat output sebesar Q3.

Pada pembuktian secara matematis telah diketahui nilai π akan maksimum bila MR = MC dalam grafis kondisi itu terbukti dengan membandingkan dua garis singgung b1dan b2. Garis singgung b1 adalah turunan pertama fungsi TR atau sama dengan MR. Garis singgung b2 adalah turunan pertama fungsi TC atau sama dengan MC. Karena melihat garis singgung b1 sejajar garis singgung b2 yang artinya MR = MC.

2.2 Pasar Persaingan Sempurna

Struktur pasar yang dikaji dalam penelitian ini bersifat persaingan sempurna. Menurut Tati Suhartati Joesron & M. Fathorrozi (2003: 137) pasar persaingan sempurna memiliki 5 (lima) karakteristik utama yaitu:

1) terdiri dari banyak penjual dan pembeli. Sifat ini menyebabkan perilaku penjual atau pembeli tidak dapat mempengaruhi keadaan pasar, karena ia merupakan bagian kecil dari keseluruhan yang ada di pasar. Seorang penjual atau pembeli dikatakan sebagai pengikut harga (price taker) sehingga harga di pasar bersifat datum, artinya berapa pun jumlah barang yang dijual di pasar harganya tetap.

2) adanya kebebasan untuk membuka dan menutup perusahaan (free entry and free exit). Maksudnya tidak ada hambatan yang menghalangi suatu perusahaan untuk memulai usaha baru bila dianggap menguntungkan dan menutup usahanya bila dianggap merugikan.

(12)

3) barang yang diperjual belikan bersifat homogen. Artinya barang yang dihasilkan merupakan pengganti yang sempurna terhadap barang yang dihasilkan oleh produsen lain dalam semua segi.

4) penjual dan pembeli mempunyai pengetahuan yang sempurna tentang keadaan pasar. Maksudnya penjual dan pembeli mempunyai pengetahuan yang sempurna tentang keadaan pasar, yaitu mengetahui tingkat harga yang berlaku di pasar dan perubahan-perubahannya.

5) mobilitas sumber ekonomi cukup sempurna. Maksudnya adalah faktor produksi dapat dipindahkan dari satu kelain tempat tanpa adanya hambatan apapun.

Hal tersebut sejalan dengan pendapat Sadono Sukirno (2005: 231) mengenai ciri-ciri pasar persaingan sempurna yaitu:

1) perusahaan adalah pengambil harga.

2) setiap perusahaan mudah ke luar atau masuk. 3) menghasilkan barang serupa.

4) terdapat banyak perusahaan di pasar.

5) pembeli mempunyai pengetahuan sempurna mengenai pasar.

Sedangkan menurut Mankiw (2000: 344-345), ciri-ciri pasar persaingan sempurna adalah :

1) di pasar tersebut terdapat banyak pembeli dan banyak penjual.

2) barang-barang yang ditawarkan oleh para penjual pada umumnya sama. 3) setiap perusahaan dapat dengan bebas meninggalkan atau memasuki pasar

(13)

Berdasarkan karakteristik tersebut kurva permintaan individual atau perusahaan bersifat elastis sempurna (horizontal), hal ini berarti produsen tidak mempunyai kekuatan untuk mempengaruhi harga, hanya menentukan berapa output yang dapat dijual atau dihasilkan pada tingkat harga tertentu.

Gambar 2.4

Kurva Individual Perusahaan Pasar Persaingan Sempurna Dalam Analisis Jangka Pendek Harga MC ATC A P = MR = D K B D AVC G 0 H Kuantitas Sumber: Tati Suhartati Joesron & M. Fathorrozi (2003: 142)

ATC (Average Total Cost) menunjukan total biaya rata-rata jangka pendek dan AVC (Average Variabel Cost) menunjukan biaya rata-rata variabel jangka pendek, berarti selisih antara ATC dan AVC merupakan AFC (Average Fixed Cost). Berdasarkan gambar 2.4 bilamana tingkat harga sebesar OA kuantitas yang terjual sebesar OH maka produsen akan menikmati excess profit sebesar luas daerah AKBD. Pada komoditas tersebut banyak produsen baru yang masuk dalam industri sehingga akan mengakibatkan penurunan harga, selama tingkat harga

(14)

(P)>AVC produsen tetap dapat melanjutkan usahanya akan tetapi bila P = AVC yaitu pada OG maka produsen lebih baik menghentikan usahanya (critical point).

Hal ini berarti pada pasar persaingan sempurna perusahaan akan berusaha menjadi efisien sebab perusahaan yang tidak efisien tidak akan mampu bersaing dalam industri. Sementara perusahaan yang menggunakan input pada titik dimana masing-masing kontribusi ‘Marginal Value of Production’ input sama dengan harga, jadi semua elemen-elemen yang dipilih oleh produsen adalah efisien. Barang-barang yang dikonsumsi pada titik dimana ‘Marginal Utility’ ada di sepanjang garis harga.

Hubungan harga-marginal cost mempunyai pengertian yang dalam, harga merupakan nilai atau penghargaan untuk sejumlah barang yang dinikmati konsumen ditunjukan oleh kemauan konsumen untuk membayar atas sejumlah barang yang dibeli. Marginal cost merupakan pengorbanan yang sesuai untuk menghasilkan barang pada tingkat yang efisien. Sumber daya yang nyata bersifat langka ditunjukan oleh harga. Jadi marginal cost merefleksikan sejumlah pengorbanan yang dihasilkan produsen dalam menghasilkan barang.

Invisible hand pada pasar persaingan sempurna menuntun produsen dalam alokasi sumber daya yang digunakan, dia akan berusaha memaksimumkan barang yang dihasilkan, selain itu efisiensi pada pasar persaingan menghasilkan produsen yang kuat. Harga akan tetap sama dengan marginal cost, berarti surplus konsumen adalah maksimum, konsisten dengan biaya produksinya dan excess profit sangat kecil.

(15)

2.3 Diversifikasi Produk

Produk (product) merupakan salah satu unsur dari bauran pemasaran di dalam industri pada umumnya. Produk adalah segala sesuatu, baik itu berupa barang nyata (real goods) ataupun yang berupa barang jsa-jasa (service) yang dihasilkan melalui proses produksi. Produk dalam ilmu ekonomi adalah sesuatu yang dihasilkan melalui suatu proses produksi. Dalam pengertian ini, ditekankan bahwa tujuan akhir dari suatu proses produksi tidak lain adalah suatu barang/jasa (product) yang dapat digunakan untuk berbagai tujuan guna memenuhi kebutuhan manusia. Produk menurut W.J Stanton dalam Buchari Alma (2004: 139), dijelaskan sebagai berikut:

Produk adalah seperangkat atribut baik berwujud maupun tidak berwujud, termasuk di dalamnya masalah warna, harga, nama baik pabrik, nama baik toko yang menjual (pengecer), dan pelayanan pabrik serta pelayanan pengecer yang diterima oleh pembeli guna memuaskan keiginannya. Sedangkan Fandy Tjiptono (2002: 95), mendefinisikan produk sebagai berikut:

Secara konseptual, produk adalah pemahaman subjektif dari produsen atas suatu yang bisa ditawarkan sebagai usaha untuk mencapai tujuan organisasi melalui pemenuhan kebutuhan dan keinginan konsumen, sesuai dengan kompetensi dan kapasitas organisasi serta daya beli pasar. Selain itu, produk dapat pula didefinisikan sebagai persepsi konsumen yang dijabarkan oleh produsen melalui hasil produksinya.

Bauran produk (product mix atau disebut juga product assortment) menurut Philip Kotler adalah kumpulan semua produk dan barang yang ditawarkan penjual tertentu dengan harga murah. Dimensi bauran produk terdiri dari keragaman produk, kualitas, design, ciri, nama, merek, kemasan, ukuran, pelayanan, garansi, dan imbalan (Philip Kotler 2005: 18).

(16)

Keragaman produk sebagai salah satu dari dimensi bauran produk dapat digunakan oleh perusahaan untuk mempengaruhi konsumen dalam proses pengambilan keputusan pembeliannya. Pengelolaan unsur keragaman produk dilakukan melalui perencanaan dan pengambilan keputusan pembeliannya. Pengelolaan unsur keragaman produk/jasa yang tepat untuk dipasarkan dengan mengubah produk/jasa yang ada dengan menambah dan mengambil tindakan yang mempengaruhi bermacam-macam produk/jasa tersebut. Penambahan produk/jasa baru untuk dipasarkan salah satunya melalui diversifikasi produk.

Pada tingkat paling strategik, perusahaan harus mengambil keputusan-keputusan tentang jumlah jenis produk-produknya, artinya bagaimana luas variasi produk-produknya dan mungkin pula pada berapa banyak pasar yang berbeda harus dilakukan penjualan oleh perusahaan pada saat tertentu. Pada tingkat lebih rendah, perusahaan tersebut harus mengambil keputusan tentang ditiadakannya produk-produk yang ada dan penggantiannya dengan produk-produk baru sewaktu terjadi perubahan pada kebutuhan pasar akan perubahan dalam teknologi dengan berlangsungnya waktu (Winardi, 1983: 147).

Yang pertama di antara tingkat-tingkat pengambilan keputusan berhubungan dengan apa yang ada dalam ilmu ekonomi dikenal sebagai (1) diversifikasi (diversification), dan (2) integrasi (integration) (Winardi, 1983: 147).

Diversifikasi produk merupakan faktor penting dalam suatu produk. Diversifikasi adalah sebuah strategi perusahaan untuk menaikkan penetrasi pasar melalui penganekaragaman suatu jenis produk (www.wikipedia.com). Semakin beragam dan bertambah produk yang ditawarkan kepada konsumen semakin besar

(17)

ketertarikan konsumen untuk membeli produk yang ditawarkan. Pengembangan produk/jasa untuk dipasarkan melalui penambahan produk/jasa baru baik berkaitan maupun tidak berkaitan dengan produk/jasa yang lama disebut diversifikasi produk.

Diversifikasi berhubungan dengan ekspansi perusahaan ke dalam pasar-pasar adisional atau teknologi-teknologi (Winardi, 1983: 147). Diversifikasi adalah upaya mencari dan mengembangkan produk atau pasar yang baru, atau keduanya. Diversifikasi dilakukan dalam rangka mengejar pertumbuhan, peningkatan penjualan, profitabilitas, dan fleksibilitas (Tjiptono, 1997: 132).

Menurut Fred R. David (2006: 277), diversifikasi produk adalah menambahkan produk/jasa baru yang masih berkaitan atau tidak berkaitan dengan produk/jasa yang lama. Diversifikasi produk dibagi menjadi 3, yaitu (Tjiptono, 1997: 132):

1) diversifikasi konsentrik (concentric divercification), yakni menambahkan produk/jasa baru yang masih berkaitan dengan produk/jasa lama;

2) diversifikasi konglomerat (conglomerate divercification), yakni menambahkan produk/jasa baru yang tidak berkaitan dengan produk.jasa lama, tetapi dijual kepada pelanggan yang sama; dan

3) diversifikasi horizontal (horizontal divercification), yakni menambahkan produk/jasa baru yang tidak berkaitan dengan pelanggan saat ini.

Diversifikasi produk yang ada di Pasar Buku Palasari termasuk ke dalam jenis diversifikasi konsentrik. Menurut Fred R. David (2006: 227), “diversifikasi konsentrik adalah menambahkan produk/jasa baru yang masih berkaitan dengan

(18)

produk/jasa yang lama”. Semakin beragam produk yang ditawarkan kepada konsumen, semakin besar ketertarikan konsumen untuk membeli produk yang ditawarkan. Keanekaragaman produk (produk variety) membawa pengaruh baik, karena dapat meningkatkan pendapatan.

Secara garis besar, strategi diversifikasi dikembangkan dengan berbagai tujuan, di antaranya (Tjiptono, 1997: 132):

1) meningkatkan pertumbuhan bila pasar/produk yang ada telah mencapai tahap kedewasaan dalam Product Life Cycle (PLC);

2) menjaga stabilitas, dengan jalan menyebarkan fluktuasi laba; dan 3) meningkatkan kredibilitas di pasar modal.

Untuk mengurangi risiko yang melekat dalam strategi diversifikasi, unit bisnis seharusnya memperhatikan hal-hal berikut (Tjiptono, 1997: 133):

1) mendiversifikasi kegiatan-kegiatannya hanya bila peluang produk/pasar yang ada terbatas;

2) memiliki pemahaman yang baik dalam bidang-bidang yang didiversifikasi; 3) memberikan dukungan yang memadai pada produk yang diperkenalkan; dan 4) memprediksi pengaruh diversifikasi terhadap lini produk yang ada.

Menurut Tjiptono (1997: 149), diversifikasi berfungsi sebagai alat pertumbuhan. Pertumbuhan perusahaan seringkali merupakan sebuah sasaran penting bagi perusahaan-perusahaan oleh karena ia merupakan alat efektif untuk mencapai sasaran-sasaran lain seperti misalnya profitabilitas atau kepastian yang bertambah besar. Diversifikasi sebaliknya juga merupakan suatu alat yang diperlukan guna mencapai pertumbuhan.

(19)

Kaitan antara diversifikasi dan pertumbuhan timbul oleh karena laju pertumbuhan perusahaan yang tidak melakukan diversifikasi dibatasi oleh laju pertumbuhan pasar-pasar yang dilayani olehnya. Berkurangnya profitablilitas mungkin mencerminkan perlunya dilakukan pengeluaran besar untuk tujuan pemasaran atau harga-harga lebih rendah guna menarik para pembeli adisional dari pihak pensuplai lainnya. Diversifikasi menjadi alat untuk mengatasi halangan-halangan pasar terhadap petumbuhan tanpa kekurangan profitabilitas yang tidak dapat ditolerir (Tjiptono, 1997: 150).

Kebutuhan akan kepastian merupakan sebuah kekuatan yang memberikan motivasi pada keputusan-keputusan perusahaan. Diversifikasi mungkin dianggap sebagai alat efektif untuk mentebarkan risiko perusahaan dengan jalan mengurangi ketergantungannya pada sebuah pasar yang “sempit” atau dasar teknologi yang terbatas (Tjiptono, 1997: 150).

2.4 Lingkungan Persaingan

Persaingan merupakan inti dari keberhasilan atau kegagalan suatu usaha. Menurut kamus lengkap bahasa Indonesia (1995: 258) arti dari kata saing itu sendiri adalah melakukan sesuatu yang sama dengan tujuan yang sama pula. Sedangkan arti dari strategi bersaing itu sendiri menurut Porter (1994: 1) adalah pencarian akan posisi bersaing yang menguntungkan di dalam suatu industri, arena fundamental tempat persaingan terjadi.

Dalam pasar persaingan sempurna, tidak adanya hambatan keluar masuk pasar mengakibatkan mudahnya sebuah perusahaan memasuki pasar dengan

(20)

mudah. Hal inilah yang akan mengakibatkan adanya persaingan yang tinggi dari masing-masing penjual. Perusahaan tersebut biasanya bersaing dalam hal harga dan non harga. Menurut Sadono Sukirno (2002: 299), harga bukanlah penentu utama dari besarnya pasar dari perusahaan-perusahaan dalam pasar persaingan monopolistik. Suatu perusahaan bisa saja menjual barangnya dengan harga yang relatif tinggi, tetapi masih menarik banyak langganan atau bisa sebaliknya perusahaan menetapkan harga yang rendah namun kurang menarik banyak pelanggan. Hal ini terjadi karena adanya sifat dari suatu barang yang dihasilkan, misalnya saja dalam hal corak. Selain itu juga persaingan dalam memperbaiki mutu dan desain barang, melakukan kegiatan iklan yang terus menerus, dan memberikan syarat penjualan yang menarik merupakan usaha dari para pengusaha dalam melakukan persaingan bukan harga (non price competition).

Menurut Porter (1994: 4) penentu dasar pertama dari kemampulabaan suatu perusahaan adalah daya tarik industri. Strategi bersaing harus berkembang dari pengertian yang canggih akan aturan persaingan yang menentukan daya tarik suatu industri. Menurutnya ada 5 (lima) kekuatan bersaing yang menentukan kemampulabaan industri, yaitu:

1) Masuknya pesaing baru, menentukan tinggi rendahnya kemungkinan perusahaan baru akan memasuki suatu industri dan merebut nilai. Baik dengan meneruskannya kepada pembeli dalam bentuk harga yang lebih murah atau memanfaatkannya dengan menaikkan biaya bersaing.

Keberhasilan usaha pada suatu pasar akan mendorong perusahaan lain untuk memasuki pasar, biasanya disebut dengan pendatang baru. Pendatang baru

(21)

atau pesaing baru biasanya dipandang sebagai ancaman oleh kebanyakan perusahaan. Dengan adanya pendatang baru, perusahaan lama akan memperoleh permintaan yang berkurang sehingga laba yang diperoleh pun akan berkurang. Dalam Pengantar Teori Ekonomi Mikro (Sadono Soekirno, 2002: 302), dikatakan bahwa:

”Keuntungan lebih dari normal akan menarik perusahaan-perusahaan baru untuk masuk ke dalam industri. Dalam pasar persaingan monopolistik tidak terdapat hambatan kepada perusahaan-perusahaan baru. Maka keuntungan yang melebihi normal akan meyebabkan pertambahan dalam jumlah perusahaan di pasar. Sebagai akibatnya setiap perusahaan akan menghadapi permintaan yang semakin sedikit pada berbagai tingkat harga. Dengan demikian masuknya perusahaan baru akan menyebabkan kurva permintaan bergeser ke kiri, sehingga dalam jangka panjang perusahaan akan mendapat keuntungan normal saja”

Hal ini senada dengan pendapat Hasan Bachtiar (2003: 9) yang mengatakan bahwa:

”Secara teoritis (Cobb Web Theorm), bahwa setiap usaha yang muncul dan menguntungkan akan diikuti atau dimasuki oleh pesaing-pesaing baru. Dengan masuknya pesaing-pesaing baru akan mendorong distribusi keuntungan lebih luas atau memperkecil perolehan keuntungan masing-masing industri. Dan pada titik jenuh tertentu, pertambahan pesaing akan mengakibatkan kerugian bagi beberapa pesaing (terutama yang baru masuk dalam industri tersebut). Kondisi ini akan terus berlangsung sampai suatu kondisi dimana sebagian pesaing sudah gulung tikar dan akhirnya industri yang bertahan akan menikmati kembali keuntungan”.

Namun menurut Porter (1994: 205) pesaing yang ”tepat” justru dapat memperkuat bukan memperlemah posisi bersaing perusahaan. Adanya pesaing justru dapat menunjang berbagai tujuan strategis yang memungkinkan meningkatkan keunggulan bersaing dalam jangka panjang. Selain itu, dengan adanya pesaing akan dapat meningkatkan permintaan industri secara keseluruhan yang kemudian akan meningkatkan volume penjualan yang bersangkutan. Adanya

(22)

keberhasilan usaha pada suatu pasar akan mendorong perusahaan lain untuk memasuki pasar, yang biasa disebut dengan pendatang baru.

2) Ancaman dari produk pengganti (subtitusi), menentukan sejauh mana produk lain dapat memenuhi kebutuhan pembeli yang sama, sehingga menempatkan plafon pada seorang pembeli yang bersedia membayar suatu produk.

Menurut Kotler (1995: 22) produk pengganti yang perlu mendapatkan perhatian besar adalah:

(1) Produk-produk yang mempunyai kecenderungan untuk memiliki harga atau prestasi yang lebih baik ketimbang produk industri

(2) Produk-produk yang dihasilkan oleh industri yang berlaba tinggi 3) Kekuatan pertawaran (tawar menawar) pembeli, menentukan sejauh mana

pembeli mempertahankan sebagian besar nilai yang diciptakan untuk diri mereka, sehingga menyebabkan perusahaan dalam suatu industri memperoleh keuntungan yang sedang saja.

Menurut Kotler (1995: 22) kelompok pembeli disebut kuat jika situasi berikut terjadi:

(1) Kelompok pembeli terpusat atau membeli dalam jumlah besar relatif terhadap penjualan pihak penjualan

(2) Produk yang dibeli dari industri merupakan bagian dari biaya atau pembelian yang cukup besar dari pembeli

(3) Produk yang dibeli dari industri adalah produk standar atau tidak terdiferensiasi

(23)

(4) Pembeli menghadapi biaya pengalihan yang kecil (5) Pembeli mendapatkan laba kecil

(6) Pembeli menunjukkan ancaman untuk melakukan integrasi balik (7) Produk industri tidak penting bagi mutu produk atau jasa pembeli (8) Pembeli mempunyai informasi lengkap

4) Kekuatan penawaran pemasok, menentukan sejauh mana nilai yang diciptakan untuk pembeli akan cocok dengan pemasok dan bukan dengan perusahaan di dalam suatu industri.

Menurut Kotler (1995: 25) kelompok pemasok dikatakan kuat jika terdapat hal-hal berikut:

(1) Para pemasok didominasi oleh beberapa perusahaan dan lebih terkonsentrasi ketimbang industri di mana mereka menjual

(2) Pemasok tidak menghadapi produk pengganti lain untuk dijual kepada industri

(3) Industri tidak merupakan pelanggan yang penting bagi kelompok pemasok (4) Produk pemasok merupakan input penting bagi bisnis pembeli

(5) Produk kelompok pemasok terdiferensiasi atau pemasok telah menciptakan biaya peralihan

(6) Kelompok pemasok memperlihatkan ancaman yang meyakinkan untuk melakukan integrasi maju

5) Persaingan di antara pesaing-pesaing yang ada, menentukan sejauh mana perusahaan yang sudah ada di dalam suatu industri akan bersaing merebut nilai yang mereka ciptakan bagi pembeli di antara mereka sendiri,

(24)

meneruskannya kepada pembeli dalam bentuk harga yang lebih murah atau menghamburkannya dalam bentuk biaya bersaing yang lebih tinggi Kekuatan kolektif dari kelima kekuatan bersaing ini menentukan kemampuan perusahaan di dalam suatu industri untuk memperoleh secara rata-rata tingkat laba investasi yang melebihi biaya modal. Kelima kekuatan tersebut menentukan kemampulabaan industri karena mempengaruhi harga, biaya, dan memerlukan investasi perusahaan di dalam suatu industri – elemen-elemen laba investasi. Untuk lebih jelasnya dapat dilihat dalam gambar 2.5.

Gambar 2.5

Lima Kekuatan Bersaing yang Menentukan Kemampulabaan Industri

Ancaman

Pendatang Baru

Kekuatan Pertawaran Kekuatan Pertawaran Pemasok Pembeli

Ancaman produk atau Jasa pengganti Sumber : Porter (1994: 5) Pemasok Pendatang Baru Pesaing Industri Persaingan diantara perusahaan Produk Pengganti Pembeli

(25)

Lebih lanjut diterangkan oleh Porter (1995: 5) bahwa:

”Lima kekuatan persaingan masuknya pendatang baru, ancaman produk pengganti, kekuatan tawar-menawar pembeli, kekuatan tawar-menawar pemasok (supplier) serta persaingan diantara pesaing yang ada mencerminkan kenyataan bahwa persaingan dalam suatu industri tidak hanya terbatas pada para pemain yang ada. Pelanggan, pemasok, produk pengganti, serta pendatang baru potensial semuanya merupakan ”pesaing” bagi perusahaan-perusahaan dalam industri dan dapat lebih atau kurang menonjol tergantung pada situasi tertentu. Persaingan dalam artian yang lebih luas ini dapat disebut sebagai persaingan yang diperluas (extented rivalry)”.

Kotler (1995: 267) membedakan empat tingkat persaingan berdasarkan tingkat subtitusi produk. Berikut ini adalah penjelasannya.

1) Persaingan merek

Perusahaan dapat melihat pesaingnya sebagai perusahaan lain yang menawarkan produk dan jasa sejenis kepada pelanggan yang sama dengan harga yang sama

2) Persaingan industri

Perusahaan dapat memandang pesaingnya dengan lebih luas sebagai perusahaan yang membuat produk atau jenis produk yang sama

3) Persaingan bentuk

Perusahaan dapat memandang pesaingnya dengan lebih luas sebagai semua produk manufaktur perusahaan yang memberikan jasa yang sama 4) Persaingan umum

Perusahaan dapat memandang pesaingnya dengan lebih luas sebagai semua perusahaan yang bersaing untuk konsumsi rupiah yang sama.

(26)

Menurut Heizer dan Render dalam Komaruddin Sastradipoera (2003: 104), strategi yang harus dilakukan oleh suatu perusahaan apabila ingin memiliki keunggulan kompetitif adalah sebagai berikut:

1) Strategi bersaing dengan diferensiasi

Strategi bersaing dengan diferensiasi (competing on differentiation strategy) dilakukan agar dapat menciptakan perbedaan yang jelas dalam penawaran barang atau jasa sehingga para pelanggan merasakan penambahan nilai. Pertambahan nilai barang atau jasa tersebut akan menjadi alasan bagi para pelanggan untuk meninggalkan barang atau jasa yang diproduksi oleh perusahaan lain.

2) Strategi bersaing dengan biaya

Strategi biaya rendah (cheaper) tidak mengandung arti bahwa perusahaan menghasilkan barang atau jasa dengan mutu dan nilai yang buruk. Stategi bersaing dengan biaya (competing on cost strategy) merupakan upaya agar perusahaan dapat memberikan nilai maksimum kepada para pelanggan dengan biaya tertentu

3) Strategi bersaing dengan tanggapan

Strategi bersaing dengan tanggapan (competing on response strategy) merupakan strategi yang dilakukan dengan reaksi yang luwes, cepat, dan dapat dipercaya (reliable). Perusahan yang bersaing dengan tanggapan perlu melakukan tiga jenis kebijakan: (1) kebijakan pengembangan produk yang lebih cepat (faster); (2) kebijakan penyerahan produk yang tepat waktu (timely), lebih cepat (faster), dan dapat diandalkan (dependability); dan (3)

(27)

kebijakan untuk meningkatkan keluwesan dalam jumlah (flexibility in volume) dan keluwesan dalam desain (flexibility in design) barang atau jasa yang dipasarkannya.

2.5 Hasil Penelitian Sebelumnya

Tabel 2.1

Kajian Empiris Penelitian Terdahulu NO. PENELITIAN (TAHUN) OBJEK PENELITIAN VARIABEL YANG DITELITI HASIL PENELITIAN 1. Rochmah Kartika (2007) Laba Pedagang Bunga di Desa Cihideung Kabupaten Bandung

Biaya Bahan Baku Harga Jual Pengalaman Laba Secara simultan maupun parsial semua variabel berpengaruh signifikan terhadap laba pedagang bunga di Desa Cihideung Kabupaten Bandung 2. Ratih Puspita Sari

(2006)

Laba Pengusaha pada Industri Kecil

Makanan Tempe dan Oncom Goreng di Terminal Leuwi Panjang Bandung Modal Kerja Diferensiasi Produk Kompetensi Manajerial Laba • Secara simultan semua variabel berpengaruh signifikan terhadap laba pengusaha • Secara parsial hanya diferensiasi produk yang tidak berpengaruh terhadap laba. 3. Sambas Santika

(2006)

Laba Pengusaha Jasa Wartel di Kelurahan Citeureup Kecamatan Cimahi Utara Kota Cimahi Modal Kualitas Pelayanan Perilaku Kewirausahaan Laba Secara simultan maupun parsial semua variabel berpengaruh signifikan terhadap laba pengusaha jasa wartel di Kelurahan Citeureup Kecamatan Cimahi Utara Kota Cimahi

(28)

2.6Kerangka Pemikiran

Setiap perusahaan atau unit usaha pasti mempunyai tujuan dalam menjalankan usahanya. Salah satu tujuan didirikannya perusahaan adalah untuk memperoleh pendapatan atau laba. Definisi laba menurut Case dan Fair (2002: 185) adalah

Laba = penerimaan total – biaya total

Menurut Abdullah N.S (1987: 46) dalam laba pedagang adalah “selisih antara hasil penjualan dikurangi dengan biaya-biaya seperti rente tanah, upah buruh, bunga modal, bahan-bahan yang dipakai ditambah dengan pendapatan atas alat-alat modal tetap.”

Tentunya banyak teori yang menjelaskan tentang laba seperti yang dikemukakan oleh Abdullah N.S (1987: 46) yaitu :

a. Teori klasik atau teori residu

David Ricardo berpendapat bahwa laba pedagang bukan merupakan harga yang diterima pedagang, seperti pendapatan yang diterima oleh faktor-faktor produksi yang lain, tetapi merupakan sisa (residu) dari penghasilan perusahaan setelah dikurangi dengan biaya-biaya untuk faktor-faktor produksi yang lainnya.

b. Teori friksi

Teori ini dikemukakan oleh Von Bohm Bawerk dan JP. Clark yang mengemukakan bahwa profit terjadi karena adanya pergeseran (friksi) antara dua pasar yaitu pasar pembelian (faktor-faktor produksi) dan pasar penjualan

(29)

(barang-barang konsumsi). Profit dapat diperoleh bila pergeseran harga itu positif.

c. Teori Dinamis dari J. Schumpeter

Profit terdapat pada kehidupan perekonomian yang dinamis dan diperoleh oleh pedagang yang dinamis pula. Pedagang-pedagang yang dinamis disebut juga sebagai captain of entrepreneur yaitu pedagang-pedagang pionir yang berani menempuh jalan baru, menggunakan teknik baru dan mencoba metode-metode produksi baru. Maka mereka akan menerima keuntungan mendahului pedagang lain

d. Profit sebagai premi risiko dari F. Knight

Mengemukakan tentang profit dihubungkan dengan ketidakpastian (uncertainty) yaitu ketidakpastian pada masa yang akan datang. Hal itu merupakan suatu risiko. Penanaman modal menanggung risiko ketidakpastian, maka perusahaan harus mempunyai “perfect for seight”. Untuk keberaniannya menanggung risiko dan pandangannya yang tajam tentang masa datang, sudah seharusnya mereka menerima penggantian atas kecakapannya.

Berdasarkan teori di atas dapat disimpulkan bahwa pada intinya pedagang wajar memperoleh laba akibat dari usaha dan risiko yang ditanggungnya setelah proses produksi atau penjualan dikurangi biaya-biaya yang dikeluarkan.

Diversifikasi produk merupakan salah satu cara untuk meningkatkan volume penjualan yang dapat dilakukan oleh perusahaan terutama jika perusahaan tersebut telah berada dalam tahap kedewasaan. Melalui diversifikasi produk, suatu perusahaan tidak akan bergantung pada satu jenis produknya saja. Tetapi

(30)

perusahaan juga dapat mengandalkan jenis produk lainnya (produk diversifikasi). Hal itu karena jika salah satu jenis produknya tengah mengalami penurunan maka akan dapat teratasi dengan produk jenis lainnya.

Tjiptono (1997: 132) mengemukakan bahwa diversifikasi adalah upaya mencari dan mengembangkan produk atau pasar yang baru, atau keduanya, dalam rangka mengejar pertumbuhan, peningkatan penjualan, profitabilitas, dan fleksibilitas.

Dari uraian di atas, penulis mengambil variabel diversifikasi produk yang dihubungkan dengan lengkap tidaknya jenis buku yang dijual di Palasari.

Dalam menjalankan usahanya di lingkungan pasar, para pengusaha juga dihadapkan pula pada persaingan. Porter (1984: 4) menjelaskan bahwa strategi apapun yang diterapkan perusahaan akan sia-sia bila tidak diarahkan pada persaingan. Menurut Porter (1984: 5) terdapat lima kekuatan atau faktor yang dapat menimbulkan persaingan yaitu :

1) masuknya pendatang baru

2) tingkat rivalitas di antara pesaing yang ada 3) tekanan dari produk pengganti

4) kekuatan tawar menawar pembeli 5) kekuatan tawar menawar pemasok

Dari uraian di atas, penulis mengambil variabel lingkungan persaingan yang diduga mempengaruhi laba pedagang buku di Palasari kota Bandung.

(31)

Struktur pasar yang dikaji dalam penelitian ini bersifat persaingan sempurna. Adapun ciri-ciri pasar persaingan sempurna menurut Sadono Sukirno (2005: 231), yaitu:

1) perusahaan adalah pengambil harga.

2) setiap perusahaan mudah ke luar atau masuk. 3) menghasilkan barang serupa.

4) terdapat banyak perusahaan di pasar.

5) pembeli mempunyai pengetahuan sempurna mengenai pasar.

Sedangkan menurut Mankiw (2000: 344-345), ciri-ciri pasar persaingan sempurna adalah :

1) di pasar tersebut terdapat banyak pembeli dan banyak penjual.

2) barang-barang yang ditawarkan oleh para penjual pada umumnya sama. 3) setiap perusahaan dapat dengan bebas meninggalkan atau memasuki pasar

yang bersangkutan.

Berdasarkan uraian di atas, alur pemikirannya dapat digambarkan sebagai berikut: Gambar 2.6 Kerangka Berpikir Diversifikasi Produk (X1) Lingkungan Persaingan (X2) Laba (Y)

(32)

2.7Hipotesis

Adapun hipotesis dalam penelitian ini Penulis rumuskan sebagai berikut: 1) diversifikasi produk berpengaruh positif terhadap laba pedagang buku di

Palasari kota Bandung;

2) lingkungan persaingan berpengaruh negatif terhadap laba pedagang buku di Palasari kota Bandung; dan

3) diversifikasi produk dan lingkungan persaingan secara bersama-sama berpengaruh terhadap laba pedagang buku di Palasari kota Bandung.

(33)

Gambar

Gambar 2.1   Grafik Fungsi TC

Referensi

Dokumen terkait

Produsen Agen Distributor Industrial Pemakai Industrial Cara ini dipakai dalam keadaan produsen tidak mampu menjual lewat agen langsung kepada pelanggan industri,

Dalam kaitan ini pemeriksa pajak tentunya harus dibekali dengan kemampuan teknis dalam mengimplementasikan TABK ini terutama dalam hal pemahaman infrastruktur

Pemasaran industri adalah kegiatan yang memfasilitasi terjadinya pertukaran produk dengan pelanggan dalam pasar indutri, mencakup semua perusahaan yang membeli

Semakin besar current ratio yang dimiliki menunjukan besarnya kemampuan perusahaan dalam memenuhi kebutuhan operasionalnya terutama modal kerja yang sangat penting

Dapat disimpulkan dari para ahli diatas bahwa kepuasan kerja merupakan suatu kondisi dimana pegawai atau keryawan sudah terpenuhi kebutuhan- kebutuhannya dalam upaya untuk

Likuiditas Minimum yang Wajib dipelihara Bank dalam melakukan kegiatan usahanya terutama dalam hal penghimpunan dana diwajibkan memelihara sejumlah likuiditas

Menurut Kristanto (2012 ;34) mengatakan inovasi memiliki fungsi yang khas bagi wirausahawan, dengan inovasi wirausaha menciptakan baik sumberdaya produksi baru maupun pegelolaan

Fraudulent statement meliputi tindakan yang dilakukan oleh pejabat atau eksekutif suatu perusahaan atau instansi pemerintah untuk menutupi kondisi keuangan yang sebenarnya