• Tidak ada hasil yang ditemukan

KEAWETAN ALAMI KAYU ULIN (Eusideroxylon zwageri T. et B.) PADA UMUR YANG BERBEDA DARI HUTAN TANAMAN DI KALIMANTAN SELATAN ADE ZUMARLIN

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "KEAWETAN ALAMI KAYU ULIN (Eusideroxylon zwageri T. et B.) PADA UMUR YANG BERBEDA DARI HUTAN TANAMAN DI KALIMANTAN SELATAN ADE ZUMARLIN"

Copied!
44
0
0

Teks penuh

(1)

DI KALIMANTAN SELATAN

ADE ZUMARLIN

DEPARTEMEN HASIL HUTAN

FAKULTAS KEHUTANAN

INSTITUT PERTANIAN BOGOR

(2)

SUMMARY

Natural Durability of Ironwood (Eusideroxylon zwageri T. et B.) at Different Ages from Plantation Forest in South Kalimantan

by

Ade Zumarlin1), Yusuf Sudo Hadi2), Arinana2)

INTRODUCTION. Ironwood (Eusideroxylon zwageri T. et B.) has long been known having high quality, resistant to termites and other natural condition, but the ability of regeneration and growth is too slow. Nowadays, the presence of this species is in danger because increasing of human needs. The Government of South Kalimantan and plantation forest company are already starting to cultivate and promote planting ironwood on forest in order to anticipate the extinction and to keep the availability of ironwood in market. Consequently, it is important to do research about natural durability of ironwood at young age for logging consideration.

MATERIAL AND METHOD. This research was done by using ironwood from Plantation Forest in South Kalimantan, different age and diameter, 39 years old (30 cm diameter) and 26 years old (16 cm), and subterranean termites Coptotermes curvignathus Holmgren. Test method was refered to the procedure of Indonesian National Standard (SNI) 01.7207-2006 for Laboratory test and American Society for Testing and Material (ASTM) Standard for graveyard test. The research parameters is weight loss, mortality of the termites, and degree of damage in the sample.

RESULT. The average values of wood weight loss and termite mortality in laboratory test for 39 years old of ironwood sample are 1.09% ± 0.32 % and 98.6% ± 1.3%, respectively, whereas for 26 years old of ironwood sample are 2.03% ± 0.15% and 95.3% ± 1.8%, respectively. Refers to SNI 01.7207-2006, the results from laboratory test showed that the average value of weight loss of the sample in both ages still under 3.52% and classified to durability class I. The results from graveyard test for weight loss value for 39 and 26 years old are 0.92% ± 0.25% and 1.82% ± 0.43%, respectively. Based on visual assessment, there are no significant damage on the sample because no termite bites detected. Whereas for graveyard test, refers to ASTM D 1758-06, the results of visual assessment for both ages classified with value of 10 (no attack: 1-2 small drill hole). This results was showed that ironwood has good performance to subterranean termite attack even it is still young age from plantation forest.

Keyword: age, Eusideroxylon zwageri, plantation forest, termite test, wood durability

1)

Student of Forest Product Department, Faculty of Forestry, IPB

2)

(3)

zwageri T. et B.) pada Umur yang Berbeda dari Hutan Tanaman di Kalimantan Selatan. Di bawah bimbingan Prof. Dr. Ir. Yusuf Sudo Hadi, M.Agr dan

Arinana, S.Hut., M.Si

Kayu Ulin (Eusideroxylon zwageri T. et B.) telah lama dikenal memiliki mutu yang tinggi, tahan terhadap serangan rayap dan berbagai kondisi alam, namun daya regenerasi dan pertumbuhannya sangat lambat. Semakin gencarnya permintaan akan kebutuhan kayu Ulin, maka keberadaan jenis ini di hutan alam mulai terancam. Saat ini pemerintah Kalimantan Selatan dan perusahaan HTI di Kalimantan sudah mulai membudidayakan Ulin dan menggalakkan penanaman kayu Ulin pada hutan tanaman guna mengantisipasi kepunahan dan keberlangsungan tetap tersedianya Ulin di pasaran. Semakin berkembangnya hutan tanaman Ulin, sebagai bahan pertimbangan dalam penurunan umur tebang, maka perlu dilakukan penelitian mengenai keawetan alami kayu Ulin yang berasal dari hutan tanaman pada umur pohon yang lebih muda.

Penelitian ini menggunakan kayu Ulin yang berasal dari hutan tanaman di Kalimantan Selatan dengan umur 39 tahun (diameter 30 cm) dan umur 26 tahun (diameter 16 cm) serta rayap tanah Coptotermes curvignathus Holmgren. Metode pengujian mengacu pada prosedur dari Standar Nasional Indonesia (SNI) 01.7207-2006 untuk uji laboratorium dan standar American Society for Testing and Material (ASTM) D 1758-06 untuk uji lapang. Parameter yang dilihat adalah nilai kehilangan berat, mortalitas rayap tanah dan tingkat kerusakan contoh uji.

Nilai rata-rata kehilangan berat dan mortalitas rayap secara berurutan pada uji laboratorium untuk contoh uji kayu Ulin umur 39 tahun adalah 1,09% ± 0,32% dan 98,6% ± 1,3%, contoh uji kayu Ulin umur 26 tahun adalah 2,03% ± 0,15% dan 95,3% ± 1,8%. Umur kayu Ulin berpengaruh nyata terhadap kehilangan berat contoh uji. Berdasarkan SNI 01.7207-2006, hasil pengujian laboratorium menunjukkan bahwa nilai rata-rata kehilangan berat kedua umur contoh uji masih dibawah 3,52% dan diklasifikasikan kedalam kelas awet I dan memberikan hasil yang sama dengan keawetan kayu Ulin dari hutan alam. Sedangkan nilai rata-rata kehilangan berat contoh uji kayu Ulin pada uji lapang untuk umur 39 dan 26 tahun secara berurutan adalah 0,92% ± 0,25% dan 1,82% ± 0,43%. Berdasarkan penilaian secara visual, pada contoh uji tidak terjadi kerusakan yang berarti karena tidak ditemukan bekas gigitan rayap tanah. Berdasarkan ASTM D 1758-06, kedua umur contoh uji termasuk dalam nilai 10 (tidak ada serangan: 1-2 lubang gerek kecil). Hal ini menunjukkan bahwa kayu Ulin memiliki ketahanan yang baik terhadap serangan rayap tanah meskipun berasal dari hutan tanaman yang berumur lebih muda, yaitu 26 dan 39 tahun.

(4)

KEAWETAN ALAMI KAYU ULIN (

Eusideroxylon zwageri

T.

et

B.)

PADA UMUR YANG BERBEDA DARI HUTAN TANAMAN

DI KALIMANTAN SELATAN

SKRIPSI

Sebagai salah satu syarat memperoleh gelar Sarjana Kehutanan

pada Fakultas Kehutanan Institut Pertanian Bogor

ADE ZUMARLIN

E24060246

DEPARTEMEN HASIL HUTAN

FAKULTAS KEHUTANAN

INSTITUT PERTANIAN BOGOR

(5)

Dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi yang berjudul Keawetan Alami Kayu Ulin (Eusideroxylon zwageri T. et B.) pada Umur yang Berbeda dari Hutan Tanaman di Kalimantan Selatan adalah benar-benar hasil karya saya sendiri dengan bimbingan dosen pembimbing dan belum pernah digunakan sebagai karya ilmiah pada Perguruan Tinggi atau lembaga manapun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir skripsi ini.

Bogor, Mei 2011

Ade Zumarlin NRP E24060246

(6)

Judul Penelitian : Keawetan Alami Kayu Ulin (Eusideroxylon zwageri T. et B.) pada Umur yang Berbeda dari Hutan Tanaman di Kalimantan Selatan

Nama : Ade Zumarlin NRP : E24060246

Program Studi : Teknologi Hasil Hutan

Menyetujui, Komisi Pembimbing

Ketua, Anggota,

Prof. Dr. Ir. Yusuf Sudo Hadi, M.Agr Arinana, S.Hut., M.Si NIP. 19521113 197803 1 002 NIP. 19740101 200604 2 014

Mengetahui,

Ketua Departemen Hasil Hutan Fakultas Kehutanan Institut Pertanian Bogor

Dr. Ir. I Wayan Darmawan, M.Sc NIP.19660212 199103 1 002

(7)

Alhamdulillah, segala puji penulis ucapkan kepada Allah SWT yang dengan rahmat dan hidayah-Nya penulis dapat menyelesaikan skripsi ini dengan baik. Penulis menyadari bahwa dalam menyelesaikan skripsi ini banyak pihak yang telah membantu. Sebagai bentuk rasa syukur kepada Allah SWT dan sebagai ucapan terima kasih penulis sampaikan kepada:

1. Orangtua tercinta Erlina (Ibu) dan Zulhendri (Ayah), adikku Rezhi Zumarlin, Vadella Zumarlin, dan Sesmi Novelita Zumarlin serta segenap keluarga penulis atas kasih sayang, cinta, doa, dan dukungan yang telah diberikan baik moril maupun spiritual.

2. Bapak Prof. Dr. Ir. Yusuf Sudo Hadi M.Agr dan Ibu Arinana S.Hut., M.Si. selaku dosen pembimbing atas kesabaran dan keikhlasannya dalam memberikan bimbingan ilmu, nasehat, dan motivasi kepada penulis.

3. Bapak Prof. Dr. Ir. Muh. Yusram Massijaya, MS selaku ketua sidang dan Bapak Ir. Iwan Hilwan, MS selaku dosen penguji.

4. Seluruh dosen dan staf pegawai Departemen Hasil Hutan dan Fakultas Kehutanan, yang telah memberikan ilmu dan pelajaran yang sangat berharga bagi penulis.

5. Ibu Siti Fatimah dan Bapak Anhari selaku laboran di Laboratorium Biomaterial dan Biodeteriorasi Kayu PPSDHB-IPB.

6. Bang Bobi Riharno, Da Roni, Cawen, Doris, Rio Alatas, Rifqa Sofya., Ryrim, dan Ni Nuzola yang telah memberikan semangat, bimbingan, dan dukungan kepada penulis.

7. Sestika Arina yang selalu ada untuk memberikan inspirasi, semangat, dukungan, dan doa yang tak berujung kepada penulis.

8. Rekan-rekan mahasiswa angkatan 43 DHH: Lena, Baso, Jams, Ammar, Abet, Djalu, Amed, Fery, Ben, Poppy, Iin, Mamo, Didint, Meiy, Jule, Wulan, Disis, Iedo, Galang, Erwin, Dimut, Candra, Ijal, Indra, Vina, Nanaz, Ari, Devil, Ricky dan Fahutan (E42, E43, E44), IPMM Bogor, IMHP Pasaman, AA Crew dan Grave House atas dukungan dan kesetiakawanan yang selalu diberikan. 9. Semua pihak yang tidak dapat penulis sebutkan satu persatu yang telah

(8)

KATA PENGANTAR

Puji syukur penulis panjatkan kepada Allah SWT yang telah memberikan Rahmat dan Karunia-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan karya ilmiah yang berjudul “Keawetan Alami Kayu Ulin (Eusideroxylon zwageri T. et B.) pada Umur yang Berbeda dari Hutan Tanaman di Kalimantan Selatan”. Penelitian ini dilakukan sebagai salah satu syarat kelulusan untuk memperoleh gelar Sarjana Kehutanan bagi mahasiswa program sarjana Departemen Hasil Hutan, Fakultas Kehutanan, Institut Pertanian Bogor.

Kayu Ulin (Eusideroxylon zwageri T. et B.) telah lama dikenal memiliki mutu yang tinggi, tahan terhadap serangan rayap dan berbagai kondisi alam, namun daya regenerasi dan pertumbuhannya sangat lambat. Semakin gencarnya permintaan akan kebutuhan kayu Ulin, maka keberadaan jenis ini di hutan alam mulai terancam. Saat ini pemerintah Kalimantan Selatan telah menggalakkan penanaman kayu Ulin pada hutan tanaman guna mengantisipasi kepunahan dan keberlangsungan tetap tersedianya Ulin di pasaran. Semakin berkembangnya hutan tanaman Ulin, sebagai bahan pertimbangan dalam penurunan umur tebang, maka perlu dilakukan penelitian mengenai keawetan alami kayu Ulin yang berasal dari hutan tanaman pada umur pohon yang lebih muda.

Penulis menyadari bahwa karya tulis ini masih jauh dari sempurna. Oleh karena itu, saran dan kritik yang bersifat membangun sangat diharapkan demi kesempurnaan karya ini. Semoga karya ilmiah ini dapat bermanfaat bagi penulis dan pihak-pihak yang membutuhkan.

Bogor, Mei 2011

(9)

Penulis dilahirkan di Tapus, Pasaman, Sumatera Barat pada tanggal 14 Maret 1988 sebagai anak pertama dari empat bersaudara pasangan Bapak Zulhendri dan Ibu Erlina. Pada tahun 2000 penulis lulus dari SD Negeri 03 Sungai Beremas Sumatera Barat, kemudian melanjutkan sekolah di SLTP Negeri 3 Sungai Beremas Sumatera Barat lulus pada tahun 2003. Pada tahun 2006 penulis lulus dari SMA Negeri 1 Lubuk Sikaping, Pasaman, Sumatera Barat dan melanjutkan pendidikan di Institut Pertanian Bogor melalui jalur SPMB (Seleksi Penerimaan Mahasiswa Baru) di Departemen Hasil Hutan Fakultas Kehutanan. Pada tahun 2009 penulis memilih Biokomposit sebagai bidang keahlian.

Selama menuntut ilmu di IPB, penulis aktif dibeberapa organisasi kemahasiswaan yakni menjadi ketua divisi olahraga Ikatan Pelajar Mahasiswa Minang (IPMM) Bogor tahun 2007-2008, staf bidang minat Ekonomi Industri Himpunan Mahasiswa Hasil Hutan (HIMASILTAN) 2007-2008, staf divisi Pengembangan Sumberdaya Manusia Badan Eksekutif Mahasiswa Fakultas Kehutanan (BEM FAHUTAN) 2007-2008, dan ketua Ikatan Mahasiswa Harimau Pasaman (IMHP) Bogor tahun 2008-2010. Penulis juga pernah melaksanakan Praktek Pengenalan Ekosistem Hutan (PPEH) di Baturaden dan Cilacap Jawa Tengah, melaksanakan Praktek Pengelolaan Hutan (PPH) di Hutan Pendidikan Gunung Walat Sukabumi, Jawa Barat dan Praktek Kerja Lapang (PKL) di PT Intracawood Manufacturing, Tarakan, Kalimantan Timur.

Sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Kehutanan pada Fakultas Kehutanan Institut Pertanian Bogor, penulis melakukan penelitian dengan judul Keawetan Alami Kayu Ulin (Eusideroxylon zwageri T. et B.) pada Umur yang Berbeda dari Hutan Tanaman di Kalimantan Selatan di bawah bimbingan Prof. Dr. Ir. Yusuf Sudo Hadi M.Agr dan Arinana S.Hut., M.Si.

(10)

i

DAFTAR ISI

Halaman

DAFTAR ISI ... i

DAFTAR TABEL ... ii

DAFTAR GAMBAR ... iii

DAFTAR LAMPIRAN ... iv

I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang ... 1

1.2 Tujuan Penelitian ... 2

1.3 Manfaat Penelitian ... 2

II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Keawetan Kayu ... 3

2.2 Kayu Ulin (Eusideroxylon zwageri T. et B.) ... 5

2.3 Rayap Tanah (Coptotermes curvignathus Holmgren) ... 6

III. METODOLOGI PENELITIAN 3.1 Waktu dan Tempat ... 9

3.2 Bahan dan Alat ... 9

3.3 Prosedur Kerja ... 9

3.3.1 Uji Laboratorium ... 9

3.3.2 Uji Lapang (Graveyard Test) ... 11

3.4 Analisis Data ... 12

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Pengujian Laboratorium ... 14

4.1.1 Kehilangan Berat ... 14

4.1.2 Mortalitas Rayap ... 17

4.2 Pengujian Lapangan ... 19

4.3 Kemungkinan Penurunan Umur Tebang Pohon Ulin ... 22

V. KESIMPULAN DAN SARAN 5.1 Kesimpulan ... 23

5.2 Saran ... 23

VI. DAFTAR PUSTAKA ... 24

(11)

DAFTAR TABEL

No. Halaman

1. Penggolongan kelas awet kayu ... 4

2. Komposisi kimia kayu Ulin ... 5

3. Klasifikasi ketahanan kayu terhadap serangan rayap tanah ... 11

4. Penilaian kerusakan contoh uji oleh rayap ... 12

5. Analisis sidik ragam kehilangan berat contoh uji kayu Ulin pada ujilaboratorium dengan tingkat kepercayaan 95% ... 15

6. Analisis sidik ragam mortalitas rayap tanah C. curvignathus pada uji laboratorium dengan tingkat kepercayaan 95% ... 18

7. Analisis sidik ragam kehilangan berat contoh uji kayu Ulin pada uji lapang dengan tingkat kepercayaan 95% ... 20

8. Persentase kehilangan berat dan mortalitas rayap pengujian kayu Ulin umur 39 tahun pada uji laboratorium ... 28

9. Persentase kehilangan berat dan mortalitas rayap pengujian kayu Ulin umur 26 tahun pada uji laboratorium ... 28

(12)

iii

DAFTAR GAMBAR

No. Halaman

1. Pengujian keawetan kayu terhadap serangan rayap tanah

berdasarkan standar SNI 01. 7207-2006 ... 10 2. Nilai rata-rata kehilangan berat contoh uji kayu Ulin pada

uji laboratorium ... 14 3. Contoh uji kayu Ulin sebelum (1) dan setelah (2) pengujian

laboratorium ... 16 4. Nilai rata-rata mortalitas rayap tanah C. curvignathus pada uji

laboratorium ... 17 5. Nilai rata-rata kehilangan berat contoh uji kayu Ulin pada uji

lapang . ... 19 6. Contoh uji kayu Ulin sebelum (1) dan setelah (2) pengujian

lapangan ... 21 7. Rayap Macrotermes gilvus Hagen kasta prajurit (1) dan pekerja (2) ... 22

(13)

DAFTAR LAMPIRAN

No. Halaman

1. Data hasil pengujian kehilangan berat dan mortalitas rayap

pada uji laboratorium ... 28 2. Data hasil pengujian kehilangan berat pada uji lapang ... 29 3. Hasil analisis sidik ragam ... 30

(14)

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Kayu Ulin (Eusideroxylon zwageri T. et B.) atau dikenal dengan nama Bulian merupakan salah satu jenis tumbuhan asli Indonesia yang penyebarannya terbatas. Sebagai jenis tumbuhan asli Indonesia, Ulin telah lama dikenal memiliki mutu yang tinggi, tahan terhadap serangan rayap dan berbagai kondisi alam, namun daya regenerasi dan pertumbuhannya sangat lambat. Semakin gencarnya permintaan akan kebutuhan kayu Ulin maka keberadaan jenis ini di hutan alam mulai terancam. Saat ini pemerintah Kalimantan Selatan telah menggalakkan penanaman kayu Ulin pada hutan tanaman.

Berdasarkan informasi dari Badan Penelitian dan Pengembangan (Balitbang) Kehutanan Balai Penelitian Kehutanan Banjarbaru, Kalimantan Selatan, populasi Ulin (Eusideroxylon zwageri T. et B.) di Kalimantan saat ini, terutama Kalimantan Selatan, sudah sangat jauh berkurang dibandingkan dengan kondisi tahun 1970 lalu. Sejak tahun 2007 lalu pihak Balitbang Kehutanan dan perusahaan HTI di Kalimantan sudah mulai membudidayakan Ulin guna mengantisipasi kepunahan dan keberlangsungan tetap tersedianya Ulin di pasaran. Pada hutan alam, pohon Ulin yang ditebang biasanya pohon yang berdiameter 60-80 cm, sedangkan pada lahan budidaya biasanya penebangan kayu Ulin dilakukan pada pohon yang berdiameter 20-30 cm bahkan yang baru berdiameter 10 cm pun ikut ditebang.

Menurut Heyne (1987), tiap jenis kayu Ulin memiliki variasi struktur anatomi dan warna kayu yang cukup tinggi. Tetapi sampai saat ini belum pernah dilakukan penelitian mengenai keawetan alami kayu Ulin yang dihubungkan dengan umur dan sebagai bahan pertimbangan dalam penurunan umur tebang, maka perlu dilakukan penelitian mengenai keawetan alami kayu Ulin pada umur yang lebih muda.

Martawijaya (1989) menyatakan bahwa keawetan alami kayu Ulin adalah kelas awet I. Hal ini berarti kayu Ulin dapat digunakan lebih dari

(15)

delapan tahun pada penggunaan tanpa naungan (eksterior) yang dipengaruhi oleh cuaca (panas dan hujan).

Semakin berkembangnya hutan tanaman Ulin, perlu dilakukan penelitian mengenai keawetan alami kayu Ulin yang berasal dari hutan tanaman pada umur pohon yang lebih muda.

1.2 Tujuan Penelitian

Mengetahui keawetan alami kayu Ulin dari hutan tanaman di Kalimantan Selatan pada umur yang berbeda yaitu 26 tahun dan 39 tahun.

1.3 Manfaat Penelitian

1. Penelitian ini diharapkan dapat memberikan informasi dan pengetahuan mengenai keawetan alami kayu Ulin pada umur yang lebih muda.

2. Sebagai bahan pertimbangan dalam penentuan umur tebang kayu Ulin pada hutan tanaman.

(16)

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Keawetan Kayu

Keawetan kayu merupakan daya tahan suatu jenis kayu terhadap berbagai faktor perusak kayu seperti faktor biologis yaitu jamur, serangga, dan cacing laut. Keawetan kayu ditentukan oleh genetik kayu tersebut seperti berat jenis, kandungan zat ekstraktif, dan umur pohon (Weiss 1961).

Menurut Martawijaya (1981), keawetan alami kayu adalah suatu ketahanan kayu secara alamiah terhadap serangan jamur dan serangga dalam lingkungan yang sesuai bagi organisme yang bersangkutan. Keawetan alami kayu terutama dipengaruhi oleh kadar ekstraktifnya, meskipun tidak semua zat ekstrkatif beracun bagi organisme perusak kayu. Umumnya semakin tinggi kandungan ekstraktif dalam kayu, maka keawetan alami kayu cenderung meningkat (Wistara et al. 2002).

Menurut Tim ELSSPAT (1997), umur pohon memiliki hubungan yang positif dengan keawetan kayu. Jika pohon ditebang dalam umur yang tua, pada umumnya lebih awet dibandingkan dengan pohon yang ditebang dalam umur yang muda, karena semakin lama pohon tersebut hidup maka semakin banyak zat ekstraktif yang dibentuk. Penggolongan kelas awet kayu didasarkan pada perbedaan keawetan kayu terasnya, karena bagaimanapun awetnya suatu jenis kayu, bagian gubalnya selalu memiliki keawetan yang lebih rendah. Hal ini disebabkan pada kayu teras terdapat zat-zat ekstraktif seperti fenol, tanin, alkaloid, saponin, dan damar. Zat-zat tersebut mempunyai daya racun terhadap organisme perusak kayu (Wistara et al. 2002).

Di Indonesia penggolongan keawetan kayu dibagi menjadi lima kelas awet yaitu kelas I (yang paling awet) sampai dengan kelas V (yang paling tidak awet). Penggolongan keawetan kayu didasarkan pada umur pakai kayu dalam kondisi penggunaan yang selalu berhubungan dengan tanah lembab dimana terdapat koloni rayap (Tabel 1).

(17)

Tabel 1 Penggolongan kelas awet kayu

Kelas Awet Umur Pakai (Tahun)

I > 8

II 5-8

III 3-5

IV 1-3

V < 1

Sumber: Nandika et al. 1996

Penggolongan kelas awet kayu ini hanya berlaku untuk dataran rendah tropik dan tidak termasuk ketahanan terhadap organisme penggerek di laut (Nandika

et al. 1996).

Tobing (1977) menyatakan bahwa untuk mengetahui sifat keawetan kayu terhadap faktor perusak biologis dapat dilakukan dengan dua cara pengujian, yaitu:

a. Uji kuburan (Graveyard Test)

Dalam pengujian menggunakan cara ini, kayu dalam ukuran tertentu ditanam di lapangan dan diperiksa dalam jangka waktu tertentu untuk menentukan masa pakainya. Kelemahan dari cara ini adalah waktu pengujiannya yang sangat panjang sehingga menyulitkan pengamatan, lapangan pengujian harus selalu dirawat agar tidak menjadi semak-semak, serta sulit menetapkan apakah kayu tersebut rusak oleh jamur atau oleh rayap bila kedua faktor tersebut terdapat bersama-sama di lapangan pengujian.

b. Uji Laboratorium (Laboratory Test)

Pengujian dengan menggunakan cara ini memerlukan waktu lebih pendek dan umur pakai kayu ditentukan dari besarnya kehilangan berat contoh uji kayunya. Cara ini dilakukan untuk mengatasi kelemahan-kelemahan cara kuburan (graveyard test), tetapi cara ini juga masih memiliki kekurangan yaitu hanya jenis-jenis organisme perusak kayu tertentu yang dapat dibiakkan di laboratorium dan sulit mengatur kondisi yang sesuai dengan kondisi alam sebenarnya.

(18)

5

2.2 Kayu Ulin (Eusideroxylon zwageri T. et B.)

Ulin (Eusideroxylon zwageri T. et B.) yang dikenal juga dengan nama kayu besi borneo, belian (Kalimantan), bulian ataupun onglen (Sumatera), merupakan salah satu pohon penyusun hutan tropika basah yang tersebar di Sumatera Bagian Selatan, Kepulauan Bangka Belitung dan hampir seluruh wilayah Kalimantan. Kayu ini mempunyai serat lurus dan termasuk kayu kelas I dalam hal kekuatan dan keawetannya. Pohon Ulin pada umumnya memiliki diameter batang sampai 100 cm bahkan kadang-kadang bisa mencapai 150 cm, sedangkan tinggi pohon sampai 35 m. Batang pohon Ulin biasanya tumbuh lurus dan berbanir sampai tinggi 4 m. Kulit luar berwarna coklat kemerahan sampai coklat tua, memiliki tebal 2-9 cm. Kayu teras berwarna coklat kehitaman sedangkan kayu gubal berwarna coklat kekuningan dengan tebal 1-5 cm, permukaan kayu licin dan mengkilap (Martawijaya et al. 1989).

Tabel 2 Komposisi kimia kayu Ulin Jenis Analisa Kadar (%) Selulosa 58,1

Lignin 28,9

Pentosan 12,7

Abu 1,0

Silika 0,5

Sumber: Martawijaya et al. 1989

Klasifikasi Ulin menurut Nurhasybi (2000) adalah: Kingdom : Plantae

Divisi : Spermatophyta Sub divisi : Angiospermae Kelas : Dicotiledoneae Ordo : Laurales Family : Lauraceae Genus : Eusideroxylon

Species : Eusideroxylon zwageri T. et B.

Kayu Ulin merupakan jenis kayu yang tidak mudah lapuk baik di dalam air maupun di daratan. Karena itu, kayu ini diburu untuk bahan

(19)

bangunan, terutama sebagai penyangga rumah yang didirikan di atas daerah berawa di Pulau Kalimantan. Akibat terus diperjualbelikan, keberadaan kayu Ulin semakin sulit diperoleh dan harganya semakin mahal. Di sejumlah daerah kayu Ulin dilarang untuk dikomersialkan. Kayu yang diperdagangkan dan terkenal karena kekuatannya adalah kayu-kayu yang usianya ratusan tahun yang diambil dari habitat aslinya di hutan alam. Meski harganya relatif mahal sampai saat ini belum banyak yang membudidayakan tanaman Ulin (Margianto 2009).

Kayu Ulin tahan terhadap serangan rayap dan serangga penggerek, karena mempunyai zat ekstraktif eusiderin turunan dari phenolic yang beracun (Syafii 1987). Kayu Ulin memiliki kelas awet dan kelas kuat I. Oleh karena itu, jenis ini banyak digunakan untuk konstruksi berat, konstruksi di laut, jembatan, bantalan rel kereta api, perkapalan, dan perabot di luar rumah (Pandit & Kurniawan 2008).

Kayu Ulin merupakan tanaman apendiks II CITES, yaitu suatu jenis yang pada saat ini tidak termasuk kedalam kategori terancam punah namun memiliki kemungkinan untuk terancam punah jika perdagangannya tidak diatur. Jenis ini boleh diperdagangkan untuk lokal dan beberapa ekspor selama management authority dari negara pengekspor mengeluarkan izin ekspor berdasarkan saran scientific authority yang telah mengadakan kajian yang menyimpulkan bahwa perdagangan jenis tumbuhan tersebut tidak akan membahayakan kelestariannya di alam (Soehartono & Mardiastuti 2003).

2.3 Rayap Tanah (Coptotermes curvignathus Holmgren)

Rayap adalah serangga pemakan selulosa yang termasuk ke dalam Ordo Blatodea, tubuhnya berukuran kecil sampai sedang, hidup dalam kelompok sosial dengan sistem kasta. Dalam setiap koloni rayap, umumnya terdapat tiga kasta, yaitu kasta pekerja, kasta prajurit, dan kasta reproduktif (Borror et al. 1992). Menurut Supriana (1994), kasta pekerja umumnya berjumlah paling banyak dalam koloni dan berfungsi sebagai pencari dan pemberi makan bagi seluruh anggota reproduktif (raja atau ratu) yang berfungsi untuk berkembang biak, dan kasta prajurit berfungsi untuk menjaga koloni dari serangan musuh,

(20)

7

seperti semut. Makanan dari kasta pekerja disampaikan kepada kasta prajurit dan kasta reproduktif melalui anus atau mulut.

Menurut Tambunan dan Nandika (1989), di dalam hidupnya rayap mempunyai 4 sifat yang khas, yaitu:

1. Trophalaksis, yaitu sifat rayap untuk saling menjilat dan melakukan pertukaran makanan melalui anus dan mulut.

2. Cryptobiotic, yaitu sifat menyembunyikan diri, menjauhkan diri dari cahaya dan gangguan. Sifat ini tidak berlaku pada rayap yang bersayap. 3. Cannibalism, yaitu sifat rayap untuk memakan sesamanya yang telah

lemah atau sakit. Sifat ini menonjol dalam keadaan kekurangan makanan. 4. Necrophagy, yaitu sifat rayap yang memakan bangkai sesamanya.

Rayap tanah merupakan rayap yang masuk ke dalam kayu melalui tanah atau lorong-lorong pelindung yang dibangunnya. Untuk hidupnya diperlukan kelembaban tertentu secara tetap. Oleh karena itu, untuk mendapatkan persediaan air, rayap selalu berhubungan dengan tanah dan membuat sarang di dalam tanah (Nandika et al. 2003).

Menurut Tarumingkeng (2001), rayap tanah merupakan serangga sosial yang hanya dapat hidup jika berada di dalam koloninya, karena di dalam koloninya terdapat bahan-bahan dan proses-proses yang dapat menjamin kelangsungan hidupnya. Rayap tanah sangat ganas dan dapat menyerang obyek-obyek berjarak 200 meter dari sarangnya. Untuk mencapai kayu sasarannya mereka bahkan dapat menembus tembok yang tebalnya beberapa centimeter, dengan bantuan enzim yang dikeluarkan dari mulutnya. Jenis rayap ini biasannya menyerang kayu yang berhubungan dengan tanah, misalnya bantalan rel kereta api ataupun tiang listrik. Meskipun demikian rayap ini juga menyerang kayu yang tidak berhubungan dengan tanah melalui terowongan yang dibuat dari dalam tanah. Sistematika jenis rayap ini adalah:

Kelas : Insekta Ordo : Isoptera

Famili : Rhinotermitidae Subfamili : Coptotermitinae Genus : Coptotermes

(21)

Spesies : Coptotermes curvignathus Holmgren

Rayap tanah mudah menyerang kayu sehat atau kayu busuk yang ada di dalam atau di atas tanah lembab, juga dapat membentuk saluran-saluran yang terlindung pada pondasi-pondasi atau penghalang-penghalang lain yang tidak dapat ditembus serta dapat mendirikan sarang berbentuk seperti menara langsung dari tanah. Saluran-saluran dan menara-menara yang terbuat dari tanah yang halus akan dicerna sebagian, kemudian direkatkan bersama dengan ekskresi serangga, memungkinkan rayap tersebut menciptakan kondisi kelembaban dalam kayu yang cocok, jika tidak kayu akan kering sehingga tahan terhadap serangan dari jenis rayap ini (Hunt & Garratt 1986).

Rayap tanah Coptotermes curvignathus Holmgren kasta prajurit memiliki ciri-ciri sebagai berikut: kepala berwarna kuning, antena, labrum, dan pronotum kuning pucat; antena terdiri dari 15 segmen, segmen kedua dan keempat sama panjangnya, mandibel berbentuk seperti arit dan melengkung di ujungnya, batas antar sebelah dalam dari mandibel sama sekali rata; panjang kepala dengan mandibel 2,46-2,66 mm, panjang kepala tanpa mandibel 1,56-1,68 mm; lebar kepala 1,40-1,44 mm dengan lebar pronotum 1,00-1,03 mm dan panjangnya 0,56 mm; panjang badan 5,5-6,0 mm; bagian abdomen ditutupi dengan rambut yang menyerupai duri; abdomen berwarna putih kekuning-kuningan (Nandika et al. 2003).

Berdasarkan hasil analisis molekuler dan analisis morfologi menunjukkan bahwa rayap masuk dalam golongan kecoak yang berkerabat dekat dengan Cryptocercus. Kekerabatan rayap dan Cryptocercus merupakan kerabat dekat dari Ordo Blatodea sehingga konsekuensi dari analisis filogeni tersebut diusulkan bahwa isoptera tidak digunakan lagi untuk nama kelompok rayap dan sekaligus ditempatkan suku termitidae untuk mengakomodasi semua jenis rayap dan tingkatan famili yang ada sekarang diturunkan tingkatan taksonnya (Inward etal. 2007).

(22)

BAB III

METODOLOGI PENELITIAN

3.1 Waktu dan Tempat

Penelitian ini dilaksanakan selama empat bulan yaitu mulai dari Oktober 2010 sampai dengan Februari 2011 bertempat di Arboretum Fakultas Kehutanan IPB dan Laboratorium Biodeteriorasi dan Biomaterial Pusat Penelitian Sumberdaya Hayati dan Bioteknologi LPPM IPB.

3.2 Bahan dan Alat

Bahan yang digunakan adalah Kayu Ulin (Eusideroxylon zwageri T. et

B.), rayap tanah Coptotermes curvignathus Holmgren, air destilata, dan pasir. Kayu Ulin yang digunakan dalam penelitian berasal dari hutan tanaman di Kalimantan Selatan dengan umur 39 tahun (diameter 30 cm) dan umur 26 tahun (diameter 16 cm). Contoh uji yang digunakan dalam penelitian ini adalah bagian kayu teras. Ukuran contoh uji adalah (2,5 x 2,5 x 0,5) cm3 untuk pengujian laboratorium, sedangkan contoh uji lapang berukuran (20 x 2 x 1) cm3.

Alat yang digunakan dalam penelitian ini adalah kaliper, oven, desikator, timbangan elektrik, botol uji kaca dengan diameter 7 cm dan tinggi 12 cm, nampan plastik, alkohol, aluminium foil, dan laminar flow.

3.3 Prosedur Kerja

3.3.1 Uji Laboratorium

Uji laboratorium mengacu pada prosedur dari Standar Nasional Indonesia (SNI) 01-7207-2006. Contoh uji berukuran (2,5 x 2,5 x 0,5) cm3 dengan sepuluh kali ulangan. Contoh uji terlebih dahulu dikeringkan dalam oven pada suhu (60 ± 2) oC sampai beratnya konstan (B1). Contoh uji kayu,

pasir, dan botol uji disterilkan dengan cara dioven pada suhu (60 ± 2) oC selama 48 jam, kemudian dilakukan penyinaran di dalam laminar flow dengan sinar UV selama 48 jam. Selanjutnya contoh uji dengan kadar air kering tanur dan steril tersebut dimasukkan ke dalam botol uji dengan posisi

(23)

berdiri dan disandarkan sehingga salah satu bidang terlebar menyentuh dinding botol uji (Gambar 1). Ke dalam botol uji dimasukkan 200 g pasir dan ditambahkan air sebanyak 50 ml (kadar air pasir 25%) dari sisi berlawanan dengan contoh uji.

Sebanyak 200 ekor rayap tanah C. curvignathus dari kasta pekerja yang sehat dan aktif dimasukkan ke dalam botol uji, kemudian ditutup dengan aluminium foil yang telah dilubangi dan diletakkan di ruang gelap (termite room) selama 6 minggu. Setiap minggu aktivitas rayap dalam masing-masing botol uji diamati dan ditimbang beratnya. Jika kadar air pasir turun 2% atau lebih, maka ke dalam botol uji ditambahkan air secukupnya sehingga kadar airnya kembali seperti semula (25%). Setelah 6 minggu botol uji dibongkar dan dilakukan penghitungan rayap yang masih hidup, sedangkan contoh uji dicuci dan dikeringkan dalam oven pada suhu (60 ± 2) oC sampai beratnya konstan (B2).

Gambar 1 Pengujian keawetan kayu terhadap serangan rayap tanah berdasarkan standar SNI 01. 7207-2006.

Kehilangan berat contoh uji dan mortalitas rayap setelah 6 minggu pengumpanan dihitung menggunakan rumus sebagai berikut:

Dimana: B1 = Berat contoh uji kering tanur sebelum diumpankan (g)

B2 = Berat contoh uji kering tanur setelah diumpankan (g) 12 cm

(24)

11

Dimana: N1 = jumlah rayap hidup sebelum diumpankan N2 = jumlah rayap hidup setelah diumpankan

Selanjutnya tingkat ketahanan contoh uji berdasarkan indikator kehilangan berat dihitung dari nilai rata-rata keseluruhan contoh uji dengan menggunakan klasifikasi yang dibuat oleh Badan Standardisasi Nasional Indonesia. Klasifikasi tersebut dapat dilihat pada Tabel 3.

Tabel 3 Klasifikasi ketahanan kayu terhadap serangan rayap tanah

Kelas Ketahanan Kehilangan Berat (%)

I Sangat Tahan < 3,52 II Tahan 3,52 - 7,50 III Sedang 7,50 - 10,96 IV Buruk 10,96 - 18,94 V Sangat Buruk 18,94 - 31,89 Sumber : SNI 01. 7207-2006

3.3.2 Uji Lapang (Graveyard Test)

Prosedur pengujian lapangan dilakukan berdasarkan standar American Society for Testing and Material (ASTM) D 1758-06. Menurut ASTM D 1758-06, ukuran contoh uji adalah (45,7 x 1,9 x 1,9) cm3. Karena keterbatasan bahan uji, maka pada penelitian ini menggunakan contoh uji dengan ukuran (20 x 2 x 1) cm3 dan ulangan sebanyak empat kali. Contoh uji terlebih dahulu dikeringkan dalam oven pada suhu (60 ± 2) oC sampai beratnya konstan (B1). Selanjutnya contoh uji dikubur secara acak dalam

tanah di Arboretum dengan jarak kubur antar contoh uji adalah 30 cm dan antar baris sejauh 60 cm serta kedalaman contoh uji yang terkubur adalah 2/3 dari panjangnya. Pengujian dilakukan selama tiga bulan. Setelah tiga bulan contoh uji dicabut dari tanah dengan posisi tegak, dibersihkan dan diamati kerusakannya, kemudian dikeringkan dalam oven pada suhu (60 ± 2) oC hingga beratnya konstan (B2).

(25)

Kehilangan berat contoh uji setelah tiga bulan penguburan dihitung menggunakan rumus sebagai berikut:

Dimana: B1 = Berat contoh uji kering tanur sebelum diumpankan (g)

B2 = Berat contoh uji kering tanur setelah diumpankan (g)

Selanjutnya dilakukan penilaian tingkat kerusakan contoh uji oleh rayap pada uji lapang dengan menggunakan skoring yang mengacu pada Tabel 4.

Tabel 4 Penilaian kerusakan contoh uji oleh rayap

Nilai Kondisi Serangan

10 Tidak ada serangan: 1-2 lubang gerek kecil 9 Lubang gerek mencapai 3% dari cross section

8 Penetrasi mencapai 3-10% dari cross section

7 Penetrasi mencapai 10-30% dari cross section

6 Penetrasi mencapai 30-50% dari cross section

4 Penetrasi mencapai 50-75% dari cross section

0 Rusak

Sumber: ASTM D 1758-06

3.4 Analisis Data

Pengolahan data pada penelitian ini dilakukan dengan Microsoft Excel 2007 dan SAS 9.1. Model rancangan percobaan yang digunakan adalah RAL (Rancangan Acak Lengkap) dengan faktor umur pohon Ulin (26 dan 39 tahun) yang masing-masing menggunakan 10 kali ulangan untuk uji laboratorium dan 4 kali ulangan untuk uji lapang. Respon yang diamati pada penelitian di laboratorium adalah kehilangan berat kayu dan mortalitas rayap sedangkan penelitian di lapangan adalah kehilangan berat kayu.

(26)

13

Model rancangan percobaan statistik yang akan digunakan dalam penelitian adalah sebagai berikut:

Yij = µ + αi + εij

Dimana: i = Umur 39 tahun, umur 26 tahun; j = 1, 2, 3, …, 10 (uji laboratorium) atau j = 1, 2, 3, 4 (uji lapang)

Yij = Nilai pengamatan pada umur pohon ke-i dan ulangan ke-j.

µ = Rataan umum.

αi = Pengaruh utama umur pohon.

(27)

Keawetan kayu adalah ketahanan kayu terhadap serangan dari unsur-unsur perusak kayu dari luar seperti jamur, rayap, bubuk, dan penggerek di laut. Ketahanan kayu terhadap organisme perusak disebabkan oleh adanya zat ekstraktif yang terkandung dalam kayu yang merupakan unsur racun bagi perusak kayu. Pengujian keawetan alami kayu Ulin dilakukan dengan dua cara yaitu pengujian laboratorium dan pengujian lapangan. Indikator yang digunakan untuk pengujian laboratorium adalah kehilangan berat contoh uji dan mortalitas rayap, sedangkan indikator untuk pengujian lapangan adalah menggunakan skoring dan kehilangan berat contoh uji.

4.1 Pengujian Laboratorium 4.1.1 Kehilangan Berat

Nilai rata-rata kehilangan berat contoh uji kayu Ulin setelah pengumpanan selama enam minggu pada uji laboratorium dapat dilihat pada Gambar 2.

Gambar 2 Nilai rata-rata kehilangan berat contoh uji kayu Ulin pada uji laboratorium. 2,03 1,09 0,0 0,5 1,0 1,5 2,0 2,5 3,0 3,5 4,0 4,5 5,0 26 39 Kehi la n gan Bera t (%)

Umur Tebang (Tahun)

3,52 K el as A w et I

(28)

15

Nilai rata-rata kehilangan berat contoh uji kayu Ulin umur 26 tahun adalah 2,03% ± 0,15% sedangkan contoh uji kayu Ulin umur 39 tahun adalah 1,09% ± 0,32%. Untuk mengetahui pengaruh umur kayu terhadap kehilangan berat contoh uji pada pengujian laboratorium dilakukan analisis sidik ragam yang hasilnya disajikan pada Tabel 5.

Tabel 5 Analisis sidik ragam kehilangan berat contoh uji kayu Ulin pada uji laboratorium dengan tingkat kepercayaan 95%

Sumber DB JK KT F Pr >F Umur Kayu Ulin 1 4,47 4,47 72,74 < 0,0001

Hasil analisis sidik ragam pada Tabel 5 menunjukkan bahwa umur kayu memberikan pengaruh nyata terhadap kehilangan berat contoh uji. Contoh uji kayu Ulin umur 26 tahun memiliki nilai kehilangan berat rata-rata yang berbeda nyata dengan contoh uji kayu Ulin umur 39 tahun. Hal ini memberikan indikasi bahwa contoh uji tersebut mempunyai kandungan daya racun terhadap perkembangan rayap, yang ditunjukkan oleh hilangnya kemampuan rayap dalam mengkonsumsi contoh uji tersebut, sehingga berpengaruh terhadap besarnya kehilangan berat contoh uji.

Kandungan zat ekstraktif yang terdapat di dalam kayu Ulin yang memiliki daya racun diduga adalah eusiderin yang jumlahnya berbeda untuk tiap umur kayu. Syafii (2000) menyatakan bahwa berdasarkan analisis laboratorium, komponen bioaktif yang berperan dalam keawetan kayu Ulin adalah eusiderin yang termasuk dalam kelas neolignan.

Berdasarkan hasil pengujian, dapat dikatakan bahwa kayu Ulin umur 39 tahun lebih awet dibandingkan dengan kayu Ulin umur 26 tahun. Namun, jika kehilangan berat tersebut diklasifikasikan berdasarkan klasifikasi ketahanan kayu terhadap serangan rayap tanah berdasarkan SNI 01.7202-2006 seperti pada Tabel 3, maka kayu Ulin pada kedua umur tersebut tidak memiliki perbedaan. Hal ini berarti bahwa keawetan alami kayu Ulin dari kedua umur tersebut sama, yaitu termasuk dalam kelas awet I (sangat tahan) dengan kehilangan berat kurang dari 3,52%. Sesuai dengan penelitian Wardani dan

(29)

Hadi (2011) yang menyatakan bahwa keawetan alami kayu Ulin umur 70 tahun (diameter 36 cm) dari hutan alam memiliki kelas awet I terhadap serangan rayap tanah C. curvignathus.

Secara umum dapat dikatakan bahwa semakin tinggi umur kayu contoh uji, maka kandungan ekstraktifnya semakin banyak sehingga kehilangan berat contoh uji tersebut semakin kecil. Semakin kecil persentase kehilangan berat contoh uji menunjukkan bahwa semakin sedikit bagian contoh uji yang dimakan oleh rayap tanah C. curvignathus. Hal ini mungkin dapat diakibatkan oleh adanya pengaruh kandungan zat ekstraktif dengan jumlah yang sesuai dengan kondisi yang tidak disukai oleh rayap sehingga contoh uji yang dimakan oleh rayap sangat sedikit.

Nandika et al. (1996) menyatakan bahwa keawetan alami kayu ditentukan oleh jenis dan banyaknya zat ekstraktif yang bersifat racun terhadap organisme perusak kayu yang jumlahnya bervariasi menurut jenis kayu, umur pohon, dan posisi dalam batang. Hal inilah yang menyebabkan keawetan alami setiap jenis kayu berbeda-beda bahkan pada jenis kayu yang sama dan pada batang kayu yang sama. Lebih lanjut Wistara et al. (2002) menyatakan bahwa umumnya semakin tinggi kandungan ekstraktif dalam kayu, maka keawetan alami kayu cenderung meningkat dan umur kayu memiliki hubungan yang positif dengan keawetan kayu.

Bentuk contoh uji kayu Ulin sebelum dan setelah pengujian laboratorium seperti terlihat pada Gambar 3.

Gambar 3 Contoh uji kayu Ulin sebelum (1) dan setelah (2) pengujian laboratorium.

(30)

17

4.1.2 Mortalitas Rayap

Selain kehilangan berat, indikator lain yang digunakan untuk mengukur tingkat ketahanan kayu atau daya racun zat ekstraktif yang terkandung dalam kayu terhadap serangan rayap tanah adalah besarnya mortalitas rayap tanah. Nilai mortalitas rayap tanah ditentukan berdasarkan jumlah rayap tanah yang mati selama proses pengumpanan contoh uji. Semakin banyak jumlah rayap tanah yang mati maka semakin tinggi nilai mortalitasnya. Nilai rata-rata mortalitas rayap tanah setelah pengumpanan selama enam minggu proses pengujian dapat dilihat pada Gambar 4.

Gambar 4 Nilai rata-rata mortalitas rayap tanah C. curvignathus pada uji laboratorium.

Nilai rata-rata mortalitas rayap tanah pada contoh uji kayu Ulin umur 26 tahun adalah 95,3% ± 1,8% dan untuk contoh uji kayu Ulin umur 39 tahun sebesar 98,6% ± 1,3%. Seperti pada indikator kehilangan berat, mortalitas rayap juga memberikan pola yang sama yaitu semakin tinggi umur kayu, maka mortalitas rayap akan semakin meningkat.

Untuk mengetahui pengaruh umur kayu terhadap mortalitas rayap tanah

C. curvignathus pada pengujian laboratorium dilakukan analisis sidik ragam yang hasilnya disajikan pada Tabel 6.

95,3 98,6 0 10 20 30 40 50 60 70 80 90 100 26 39 M o rta li ta s (%)

(31)

Tabel 6 Analisis sidik ragam mortalitas rayap tanah C. curvignathus pada uji laboratorium dengan tingkat kepercayaan 95%

Sumber DB JK KT F Pr >F Umur Kayu Ulin 1 54,45 54,45 21,61 0,0002

Hasil analisis sidik ragam pada Tabel 6 menunjukkan bahwa umur kayu memberikan pengaruh nyata terhadap mortalitas rayap. Hal ini berarti perbedaan umur kayu contoh uji 26 dan 39 tahun berpengaruh nyata terhadap mortalitas rayap. Perbedaan yang nyata antara contoh uji kayu Ulin umur 26 dan 39 tahun diduga dipengaruhi oleh perbedaan tingkat preferensi makan rayap C. curvignathus pada kedua contoh uji tersebut. Dalam pengujian ini diketahui bahwa contoh uji yang digunakan merupakan satu-satunya sumber makanan bagi rayap, sehingga berdasarkan hasil mortalitas rayap menunjukkan nilai yang tinggi. Pada uji preferensi makanan tunggal di laboratorium, rayap hanya dihadapkan pada satu pilihan makanan saja. Dalam keadaan terpaksa tersebut, rayap akan memakan bahan makanan atau mati kelaparan.

Mortalitas rayap dimungkinkan terjadi oleh senyawa bioaktif dalam zat ekstraktif yang diduga bersifat racun dan merusak sistem saraf rayap sehingga mengakibatkan sistem saraf rayap tersebut tidak berfungsi yang akhirnya dapat mematikan rayap. Menurut Tarumingkeng (2001) langkah pertama dalam penilaian efek keracunan adalah pengamatan terhadap respon fisik dan tingkah laku binatang uji. Respon yang dihasilkan merupakan dasar bagi klasifikasi farmakologis bahan racun, dalam hal ini insektisida. Pada dosis median, secara khas racun saraf menimbulkan empat tahap simptom, yaitu eksitasi, konvulsi (kekejangan), paralis (kelumpuhan) dan kematian.

Kemungkinan lain yang menyebabkan terjadinya mortalitas rayap adalah senyawa bioaktif yang terdapat pada zat ekstraktif tersebut menjadi senyawa toksikan mematikan flagelata yang merupakan simbion rayap melalui gangguan terhadap aktivitas enzim. Telah diketahui bahwa rayap tanah C. curvignathus adalah salah satu jenis serangga yang dapat menghasilkan enzim selulase yang dikeluarkan dari flagelata yang terdapat

(32)

19

dalam perut rayap tingkat rendah. Oleh karena itu jenis serangga ini mampu mendekomposisi kayu untuk memperoleh energi guna perkembangan dan pertumbuhannya. Efek racun pada flagelata menyebabkan flagelata tidak mempunyai kemampuan untuk mendekomposisi contoh uji yang memungkinkan flagelata tersebut mati sehingga berpengaruh terhadap kelangsungan hidup rayap.

Menurut Nandika (1995), kehidupan rayap khususnya rayap tanah C. curvignathus sangat bergantung pada flagelata, karena enzim selulase untuk mencerna selulosa dari kayu sebagian atau seluruhnya disediakan oleh flagelata tersebut. Dengan kata lain, rayap tidak dapat hidup jika flagelata dalam ususnya sudah tidak aktif. Kemampuan rayap mencerna kayu adalah berkat adanya enzim selulase yang dihasilkan oleh flagelata yang bersimbiosis dengan rayap di dalam saluran pencernaan rayap. Dengan demikian terserangnya flagelata ini mengakibatkan aktivitas rayap terhenti dan lama-kelamaan rayap pun akan mati, maka nilai mortalitas akan meningkat.

4.2 Pengujian Lapangan

Nilai rata-rata persentase kehilangan berat kayu Ulin setelah dikubur selama 3 bulan pada pengujian lapangan dapat dilihat pada Gambar 5.

Gambar 5 Nilai rata-rata kehilangan berat contoh uji kayu Ulin pada uji lapang. 1,82 0,92 0,0 0,5 1,0 1,5 2,0 2,5 3,0 3,5 4,0 26 39 Ke h ilan gan Be ra t (% )

(33)

Persentase kehilangan berat contoh uji kayu Ulin umur 26 tahun adalah 1,82% ± 0,43% dan 0,92% ± 0,25% untuk contoh uji umur 39 tahun. Nilai rata-rata kehilangan berat kayu Ulin pada kedua umur kayu, menurun dengan semakin meningkatnya umur kayu.

Berdasarkan analisis sidik ragam terhadap nilai kehilangan berat uji lapang pada selang kepercayaan 95% diperoleh hasil bahwa kehilangan berat contoh uji kayu Ulin umur 26 tahun berbeda nyata dengan kehilangan berat contoh uji kayu Ulin umur 39 tahun (Tabel 7).

Tabel 7 Analisis sidik ragam kehilangan berat contoh uji kayu Ulin pada uji lapang dengan tingkat kepercayaan 95%

Sumber DB JK KT F Pr >F Umur Kayu Ulin 1 1,65 1,65 13,24 0,0108

Contoh uji kayu Ulin umur 39 tahun nilai kehilangan beratnya lebih kecil dibandingkan dengan nilai kehilangan berat contoh uji kayu Ulin umur 26 tahun. Hal ini diduga karena perbedaan jumlah zat ekstraktif yang terkandung dalam kayu. Diduga kayu Ulin umur 39 memiliki kandungan ekstraktif lebih tinggi dari kayu Ulin umur 26 tahun. Keawetan kayu dipengaruhi oleh kandungan zat ekstraktif yang bersifat racun bagi organisme perusak kayu, sehingga organisme perusak tersebut tidak dapat masuk dan merusak kayu (Dumanaw 1990). Zat ekstraktif menolak jamur pembusuk dan serangga sehingga semakin banyak zat ekstraktif dalam kayu semakin tinggi ketahanan kayu terhadap serangan jamur dan serangga (Haygreen dan Bowyer 1982).

Secara umum kedua umur kayu Ulin ini memiliki kehilangan berat yang relatif kecil. Pengaruh umur terhadap kehilangan berat kayu Ulin tidak menunjukkan perbedaan yang signifikan. Berdasarkan penilaian secara visual terhadap contoh uji yang telah dikubur selama tiga bulan, sebagian besar contoh uji tidak mengalami kerusakan, karena pada contoh uji tidak ditemukan bekas gigitan rayap tanah, sehingga berdasarkan klasifikasi pada Tabel 4 kedua kayu Ulin yang berbeda umur ini termasuk dalam nilai 10

(34)

21

(tidak ada serangan: 1-2 lubang gerek kecil). Hal ini memberikan hasil yang sama dengan penelitian Wardani et al. (2009) yang menyatakan bahwa kayu Ulin dari hutan alam yang diuji di lapangan adalah sangat tahan dan tidak ada serangan atau memiliki tingkat serangan 0%.

Bentuk contoh uji kayu Ulin sebelum dan setelah pengujian lapangan seperti terlihat pada Gambar 6.

Gambar 6 Contoh uji kayu Ulin sebelum (1) dan setelah (2) pengujian lapangan.

Jumlah rayap yang menyerang contoh uji pada pengujian lapangan tidak dapat dihitung sehingga sulit untuk menentukan faktor yang menyebabkan terjadinya kerusakan atau kehilangan berat contoh uji. Namun, berdasarkan pengamatan di lokasi penelitian yaitu Arboretum Fakultas Kehutanan IPB, ditemukan rayap jenis Macrotermes gilvus Hagen Famili Termitidae (Gambar 7), dengan ciri-ciri pada kasta prajurit minor adalah: kepala berwarna coklat tua dengan lebar 1,52-1,71 mm, mandibel berkembang dan berfungsi; mandibel kanan dan kiri simetris dan tidak memiliki gigi marginal, mandibel melengkung pada ujungnya, ujung labrum tidak jelas, pendek dan melingkar, antena 17 ruas, ruas kedua sama panjang dengan ruas keempat (Nandika et al. 2003). Hal ini sesuai dengan pernyataan Sulistyawati et al. (2010) yang menyatakan bahwa rayap yang terdapat di Arboretum Fakultas Kehutanan IPB adalah rayap tanah Macrotermes gilvus

Hagen.

2

1

(35)

Gambar 7 Rayap Macrotermes gilvus Hagen kasta prajurit (1) dan pekerja (2) (Perbesaran 10x)

Berdasarkan pengamatan contoh uji kayu Ulin setelah diumpankan, tidak terdapat bekas serangan rayap, tetapi terdapat benda berwarna putih yang menempel pada permukaan contoh uji yang diduga adalah jamur.

4.3 Kemungkinan Penurunan Umur Tebang Pohon Ulin

Penggunaan kayu Ulin untuk bahan konstruksi yang langsung berhubungan dengan lingkungan luar pada masa pakai yang cukup lama merupakan keunggulan kayu Ulin. Namun demikian, masa pakai yang cukup lama ini tidak terlepas dari sifat keawetan alami yang memadai. Kenyataannya, sampai saat ini kayu Ulin yang memenuhi kriteria di atas diperoleh dari kayu Ulin berumur tua yang berasal dari hutan alm (umur lebih dari 50 tahun).

Hasil pengujian keawetan alami kayu Ulin secara laboratorium dan lapangan menunjukkan bahwa kayu Ulin umur 26 tahun dan 39 tahun mempunyai keawetan alami yang sangat baik dan sama, keduanya masuk dalam kelas awet I dan nilai 10. Hal ini disebabkan karena pada kedua umur tersebut, bagian teras kayu Ulin telah banyak mengandung zat ekstraktif yang bersifat racun terhadap serangan rayap tanah.

Berdasarkan sifat keawetan alami kayu Ulin dari penelitian ini, maka dapat direkomendasikan bahwa umur tebang tanaman Ulin pada hutan tanaman di Kalimantan Selatan dapat dilakukan sampai pohon berumur 26 tahun (diameter 16 cm).

(36)

BAB V

KESIMPULAN DAN SARAN

5.1 Kesimpulan

Pada pengujian terhadap rayap tanah Coptotermes curvignathus

Holmgren, perbedaan umur kayu Ulin (Eusideroxylon zwageri T. et B.) 26 tahun dan 39 tahun secara statistik berpengaruh nyata terhadap kehilangan berat contoh uji, namun tidak memberikan perberbedaan terhadap kelas awet pada kedua umur kayu tersebut. Hal ini berarti kayu Ulin umur 26 tahun dan 39 tahun yang diperoleh dari hutan tanaman di Kalimantan Selatan mempunyai kelas awet I (sangat tahan) dan memberikan hasil yang sama dengan kelas awet kayu Ulin dari hutan alam.

5.2 Saran

Saran dari penelitian ini adalah:

1. Perlu dilakukan penelitian lebih lanjut untuk variasi umur kayu Ulin yang lebih banyak dengan perbedaan umur lima tahun dari berbagai daerah penghasil kayu Ulin di Kalimantan dan Sumatera.

2. Perlu dilakukan pengujian sifat anatomi, fisis, mekanis, dan kimia kayu Ulin yang digunakan.

3. Perlu dilakukan penelitian lebih lanjut mengenai ketahanan kayu Ulin terhadap cuaca.

(37)

DAFTAR PUSTAKA

[ASTM] American Society for Testing and Materials. 2008. Standard Test Method of Evaluating Wood Preservatives by Field Test with Stakes. American Society for Testing and Materials. United States: ASTM D 1758-08.

Batubara R. 2006. Teknologi Pengawetan Kayu Perumahan dan Gedung dalam Upaya Pelestarian Hutan. Medan: USU Repository.

Borror DJ, Thriphelehorn CA, Johnson NF. 1992. Pengenalan Serangga Edisi 6 (terjemahan). Yogyakarta: UGM Press.

Dumanaw JW. 1990. Mengenal Kayu. Jakarta: Penerbit Kanisius.

Haygreen JG, Bowyer JL. 1989. Hasil Hutan dan Ilmu Kayu, Suatu Pengantar. Terjemahan. Yogyakarta: UGM Press.

Heyne K. 1987. Tumbuhan Berguna Indonesia Jilid I-IV. Jakarta: Penerjemah Balitbang Kehutanan.

Hunt GM, Garratt GA. 1986. Pengawetan Kayu; Diterjemahkan oleh Mohamad Jusuf; Disunting oleh Soenardi Prawirohatmojo. Jakarta: Akademika Pressindo.

Inward D, Beccaloni G, Eggleton P. 2007. Death of an Order: a Comprehensive Molecular Phylogenetic Study Confirms that Termites are Eusocial Cockroaches. Journal Biology Letters Vol 3: 331-335. London.

Margianto H. 2009. Kayu Ulin Jadi Objek Wisata di Palangkaraya. Kompas 12 Mei 2009. Jakarta.

Martawijaya A, Kartasujana I, Kadir K, Prawira SA. 1981. Atlas Kayu Indonesia; Jilid I. Jakarta: Departemen Kehutanan.

Martawijaya A, Kartasujana I, Mandang YI, Prawira SA, Kadir K. 1989. Atlas Kayu Indonesia; Jilid II. Jakarta: Departemen Kehutanan.

Nandika D, Adiyuwana H, Raffiudin R. 1993. Ekstraksi Enzim Selulase dari Rayap Kayu Kering Cryptotermes cynocephalus Light serta Rayap Tanah Coptotermes curvignathus Holmgren dan Macrotermes gilvus

Hagen. Jurnal Teknologi Hasil Hutan 8 (1): 35-40.

Nandika D, Soenaryo, Saragih A. 1996. Kayu dan Pengawetan Kayu. Jakarta: Dinas Kehutanan DKI Jakarta.

Nandika D, Rismayadi Y, Diba F. 2003. Rayap: Biologi dan Pengendaliannya. Surakarta: Muhamadiyah University Press.

(38)

25

Nurhasybi. 2000. Ulin (Eusideroxylon zwageri T. et B.) Atlas Benih Tanaman Hutan Indonesia Jilid I. Publikasi Khusus Volume II No.3. Balai Teknologi Perbenihan. Bogor.

Pandit IKN, Kurniawan D. 2008. Anatomi Kayu: Struktur Kayu, Kayu Sebagai Bahan Baku dan Ciri Diagnostik Kayu Perdagangan Indonesia. Fakultas Kehutanan Institut Pertanian Bogor: Bogor.

[SNI] Standar Nasional Indonesia. 2006. Uji Ketahanan Kayu dan Produk Kayu terhadap Organisme Perusak Kayu. Badan Standardisasi Nasional. Jakarta: SNI 01.7207-2006.

Soehartono T, Mardiastuti A. 2003. Pelaksanaan Konvensi CITES di Indonesia. JICA: Jakarta.

Sulistyawati I, Suhasman, Hadi YS. 2010. Effect of Weight Loss Attacked by Subteranean Termite on Mechanical Properties of Mangium Wood. Proceedings of the 7th Conference of the Pacific Rim Termite Research Group. 1st and 2nd March 2010, Singapore. p. 105-108.

Sumarni G, Muslich M. 2007. Keawetan 52 Jenis Kayu Indonesia dan Kegunaannya untuk Konstruksi Bangunan. Prosiding Seminar Nasional MAPEKI X; Pontianak-Kalimantan Barat, 9-11 Agustus 2007. Bogor: Pusat Penelitian dan Pengembangan Hasil Hutan. Hlm 533-543.

Supriana N. 1994. Perilaku Rayap. Bogor: Badan Pengembangan dan Penelitian Departemen Kehutanan.

Syafii W, Samejima M, Yoshimoto T. 1987. The Role of Extractives in Decay Resistance of Ulin Wood (Eusideroxylon zwageri T. et B.). Bulletin of the Tokyo University Forests 77, p. 1-8.

Syafii W. 2000. Sifat Anti Rayap Zat Ekstraktif Beberapa Jenis Kayu Daun Lebar Tropis. Buletin Kehutanan No. 42/2000. Fakultas Kehutanan IPB. Bogor.

Tambunan B, Nandika D. 1989. Detiriorasi Kayu oleh Faktor Biologis. Pusat Antar Universitas Bioteknologi. Bogor: IPB.

Tarumingkeng RC. 2001. Biologi dan Perilaku Rayap. Bunga Rampai Jejak Langkah Pengabdian. Bogor: Fakultas Kehutanan IPB.

Tim ELSSPAT . 1997. Pengawetan Kayu dan Bambu. Jakarta: Puspa Swara. Tobing TL. 1977. Pengawetan Kayu. Bogor: Fakultas Kehutanan Institut

(39)

Wardani L, Subari D, Jasni, Hadi YS. 2009. Termite Resistance of Some Woods from Natural and Plantation Forests in South Kalimantan Indonesia. Proceedings of the 6th Conference of the Pacific Rim Termite Research Group. 2nd and 3rd March, 2009, Kyoto, Japan. p. 105-108.

Wardani L, Hadi YS. 2011. Durability of Natural and Cultured Ironwood (Eusideroxylon zwageri T. et B.) on Subterranean Termite (Coptotermes curvignathus Holmgren). Proceedings of the 8th Conference of the Pacific Rim Termite Research Group. Februari 28 & March 1, 2011, Bangkok, Thailand. p. 122-125.

Weiss HF. 1961. Preservation of Structural Timber. American: The Mc Graw-Hill Book Company, Inc.

Wistara INJ, Rachmansyah R, Denes F, Young RA. 2002. Ketahanan 10 Jenis Kayu Tropis. Jurnal Teknologi Hasil Hutan Volume XV. Badan Litbang Kehutanan. Bogor.

(40)
(41)

Lampiran 1 Data hasil pengujian kehilangan berat dan mortalitas rayap pada uji laboratorium

Tabel 8 Persentase kehilangan berat dan mortalitas rayap pengujian kayu Ulin umur 39 tahun pada uji laboratorium

No. Kehilangan Berat (%) Mortalitas Rayap (%) 1 1,70 96,50 2 1,22 98,00 3 1,37 97,00 4 1,33 97,50 5 0,85 99,00 6 0,77 100,00 7 1,02 99,00 8 0,73 100,00 9 0,80 100,00 10 1,10 98,50 Rata-rata 1,09 98,55 Standar Deviasi 0,32 1,28

Tabel 9 Persentase kehilangan berat dan mortalitas rayap pengujian kayu Ulin umur 26 tahun pada uji laboratorium

No. Kehilangan Berat (%) Mortalitas Rayap (%) 1 2,13 94,50 2 1,95 96,00 3 2,16 94,00 4 1,81 97,50 5 1,93 96,50 6 2,19 93,00 7 1,88 97,50 8 1,92 97,00 9 2,21 93,00 10 2,17 93,50 Rata-rata 2,03 95,25 Standar Deviasi 0,15 1,85

(42)

29

Lampiran 2 Data hasil pengujian kehilangan berat pada uji lapang

Tabel 10 Persentase kehilangan berat kayu Ulin pada uji lapang

No. Kehilangan Berat Kayu Ulin (%) Umur 39 Tahun Umur 26 Tahun

1 0,80 1,31 2 0,69 1,66 3 0,90 2,30 4 1,27 2,02 Rata-rata 0,92 1,82 Standar Deviasi 0,25 0,43

(43)

Lampiran 3 Hasil analisis sidik ragam

Uji Laboratorium 13:31 Monday, February 17, 2003

The ANOVA Procedure

Class Level Information

Class Levels Values

ulangan 10 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10

Umur 2 26 39

Number of Observations Read 20 Number of Observations Used 20

Uji Laboratorium 13:31 Monday, February 17, 2003

The ANOVA Procedure

Dependent Variable: Kehilangan Berat

Sum of

Source DF Squares Mean Square F Value Pr > F

Model 1 4.47458000 4.47458000 72.74 <.0001

Error 18 1.10734000 0.06151889

Corrected Total 19 5.58192000

R-Square Coeff Var Root MSE WL Mean

0.801620 15.87900 0.248030 1.562000

Source DF Anova SS Mean Square F Value Pr > F

Umur 1 4.47458000 4.47458000 72.74 <.0001

Uji Laboratorium 13:31 Monday, February 17, 2003

The ANOVA Procedure

Dependent Variable: Mortalitas

Sum of

Source DF Squares Mean Square F Value Pr > F

Model 1 54.45000000 54.45000000 21.61 0.0002

Error 18 45.35000000 2.51944444

Corrected Total 19 99.80000000

R-Square Coeff Var Root MSE Mor Mean

0.545591 1.638056 1.587276 96.90000

Source DF Anova SS Mean Square F Value Pr > F

(44)

31

Uji Lapang 13:31 Monday, February 17, 2003

The ANOVA Procedure

Class Level Information

Class Levels Values

ul 4 1 2 3 4

Umur 2 26 39

Number of Observations Read 8 Number of Observations Used 8

Uji Lapang 13:31 Monday, February 17, 2003

The ANOVA Procedure

Dependent Variable: Kehilangan Berat

Sum of

Source DF Squares Mean Square F Value Pr > F

Model 1 1.64711250 1.64711250 13.24 0.0108

Error 6 0.74617500 0.12436250

Corrected Total 7 2.39328750

R-Square Coeff Var Root MSE WL Mean

0.688222 25.76443 0.352651 1.368750

Source DF Anova SS Mean Square F Value Pr > F

Umur 1 1.64711250 1.64711250 13.24 0.0108

Uji Lapang 13:31 Monday, February 17, 2003 8

Gambar

Tabel 1  Penggolongan kelas awet kayu
Tabel 2  Komposisi kimia kayu Ulin  Jenis Analisa  Kadar (%)
Gambar  1    Pengujian  keawetan  kayu  terhadap  serangan  rayap  tanah  berdasarkan standar SNI 01
Tabel 3  Klasifikasi ketahanan kayu terhadap serangan rayap tanah
+7

Referensi

Dokumen terkait

kota A ke kota B hendak ditempuh dengan kecepatan 60 km/jam, maka waktu yang diperlukan Bryan untuk menempuh jarak tersebut adalah ….. Usman berangkat dari kota A pukul 08.35

Perusahaan non regulated, dengan alasan pada umumnya perusahaan milik pemerintah ( regulated ) cenderung membagikan deviden yang konstan, berapapun besarnya keuntungan

Berdasarkan hasil penelitian yang telah dilakukan dapat diambil kesimpulan bahwa terdapat perbedaan yang bermakna secara statistik kebiasaan merokok dan kebiasaan

Balai Besar Penelitian dan Pengembangan Pascapenen Pertanian Kampus Penelitian Pertanian, Bogor.. Mempelajai Formulasi Bumbu Penyedap Berbahan Dasar Ikan Teri dan Daging Buah

Berdasarkan penemuan kajian ini, setelah syarikat menentukan strategi pemiagaannya • sarna ada strategi kepimpinan kos, strategi pembezaan keluaran atau strategi

Hasil penelitian didapatkan hanya sebagian kecil kegiatan persiapan pada hari pemulangan klien yang dilakukan diantaranya: memberikan kesempatan pada klien dan

Metode ini juga dapat digunakan untuk menentukan kadar garam dari asam atau basa lemah dengan standar basa atau asam kuat.Indikator visual yang digunakan adalah perubahan warna

Penelitian ini menggunakan Rancangan Acak Lengkap dengan satu faktor yaitu lima kultivar padi lokal, yang terdiri atas Tebidah, Irik, Gadjah Rante, Boyan, Gadung