• Tidak ada hasil yang ditemukan

Program pelatihan ini diselaraskan pula dengan visi kota Indramayu yang digagas oleh Ibu

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "Program pelatihan ini diselaraskan pula dengan visi kota Indramayu yang digagas oleh Ibu"

Copied!
8
0
0

Teks penuh

(1)

PENDAHULUAN

Bangsa Indonesia adalah bangsa dengan nilai budaya yang kaya, yang tertuang dalam sikap hidup, tata krama, bahasa, lisan tulisan, maupun rupa. Kekayaan nilai budaya tersebut itu menghasilkan ragam dan corak yang menjelma menjadi identitas kearifan lokal, yang mencerminkan keluhuran budaya masyarakat setempat. Seiring dengan arus teknologi, fenomena budaya barat memberi dampak terhadap keberadaan nilai budaya dan kearifan lokal, namun karakter budaya barat yang cenderung memberi identitas yang homogen, masif, terkadang destruktif, yang menimbulkan kejenuhan, dan akhirnya memberi celah pada penyadaran pentingnya penguatan identitas lokal. Kesadaran tersebut kini mulai banyak digagas dan diangkat ke ruang publik dan dampaknya kini hampir setiap wilayah di Nusantara memiliki identitas lokal yang terus digali, diangkat dan dilestarikan dalam beragam dimensi. Implementasi dari program penguatan identitas lokal di daerah salah satunya adalah dengan dilaksanakannya pembinaan dan pengabdian pada masyarakat di Ponpes Cadang Pinggan, desa Kertasemaya, Indramayu, Jawa Barat, fokus objek pada program pelatihan ini adalah adalah siswa/i

MATERI PELATIHAN PENGABDIAN MASYARAKAT BAGI SISWA/I

PESANTREN CADANG PINGGAN INDRAMAYU

Ayoeningsih Dyah Woelandhary1*, Agoes Joesoef2

1Jurusan Desain Komunikasi Visual, Fakultas Ilmu Rekayasa, Universitas Paramadina Jakarta *[email protected]

ABSTRAK. Gaya karya seni kaligrafi akan digunakan sebagai elemen dalam desain kaos yang akan diaplikasikan pada desain kaos ciri khas daerah Indramayu. Kegiatan ini menjadi bagian dari proses pelatihan bagi siswa pesantren, yakni sebuah lembaga pendidikan yang berbeda konsep dan metoda dalam pengajaran, yakni dengan adanya proses tafakkur atau berpikir, sebagai tradisi keilmuan dalam Islam. Gaya dan desain yang dihasilkan yang didapattentunya memiliki keragaman dan ciri khas yang berbeda, mengingat tema kearifan lokal Indramayu diangkat untuk menjadi tema desain kaos yang akan menjadi penguatan identitas serta ciri khas wilayah tersebut. Metoda pelatihan dibuat bertahap dengan menggali aneka kearifan lokal yang tertuang dalam beragam dimensi, dan diakhiri dengan digitalisasi untuk diterapkan pada produk kaos. Hasil desain kaos dengan tema kaligrafis dengan tema kearifan lokal sebagai objek visual yang aplikasikan ini diharap dapat menjadi bagian dari upaya para siswa didik untuk memperkuat identitas wilayah Indramayu. Mengangkat ciri khas nilai lokal dalam media kaos sebagai souvenir ciri khas kota dipandang dapat menciptakan peluang ekonomi, menumbuhkan sentra usaha mikro serta membawa dampak positif, bertumbuhnya kreatifitas, peningkatan taraf hidup, dan keberlangsungan pola industri kemitraan di lingkungan pesantren Cadang Pinggan Indramayu.

Kata kunci: Identitas Kearifan Lokal Indramayu, Gaya Kaligrafi, Desain Kaos, Pesantren

santri di lingkungan pesantren. Setiap siswa yang mengikuti kegiatan ini umumnya adalah siswa yang tertarik dan memiliki bakat dalam kegiatan menulis indah dengan proses seleksi terlebih dahulu. Pembelajaran biasanya dilaksanakan setelah jam belajar wajib, dengan pemateri guru sekaligus seniman kaligrafi yakni H.Anshoruddin Amin. Hasil pengamatan dilapangan yang dilakukan memperlihatkan data bahwa hasil pembelajaran siswa/i di sini memiliki keterampilan yang cukup baik dalam membuat karya kaligrafi, dengan teknik manual menggunakan pena khusus. Karya yang dihasilkan oleh siswa selama ini digunakan pada acara pameran dan untuk display saat ada acara di lingkungan pesantren. Peluang untuk memberikan nilai ekonomi yang dari aspek lain belum disentuh oleh para siswa/i di sini, sehingga harus diberikan sebuah wawasan dan arahan untuk melihat aneka peluang yang dapat diciptakan dari keterampilan ini, dengan cara memberikan pendapingan pelatihan secara menyeluruh, hingga proses realisasi dalam bentuk desain yang akan untuk di implementasi pada produk kaos.

Program pelatihan ini diselaraskan pula dengan visi kota Indramayu yang digagas oleh Ibu

(2)

Bupati Hj. Anna Sopianah, bahwa Indramayu tidak hanya ingin dikenal sebagai kota Mangga, juga ingin dikenal sebagai Kota Santri, bagian dari upaya mewujudkannya adalah dengan banyaknya pembangunan pesantren di wilayah tersebut, salah satunya adalah ponpes Al Zaytun, di daerah Gantar Indramayu, yang diresmikan oleh Presiden RI ke-3 BJ.Habibie pada tahun 1999.

Ruang lingkup pelatihan akan mengedepankan upaya siswa untuk eksplorasi terhadap ragam kearifan lokal di wilayah Indramayu. Bentuk kearifan lokal dapat berupa ragam hias, ornamen, benda pusaka, kalimat bijak, petuah atau peribahasa ciri khas wilayah Indramayu, yang tentu tidak dimiliki atau ditemukan di wilayah lain. Hal ini mendorong kepada siswa untuk lebih mengenal dan mempelajari kearifan lokal yang telah dibangun oleh para leluhur, hingga upaya untuk mengedepankan nilai orisinalitas dan ciri khas kedaerahn dapat di dipahami oleh khalayak dari wilayah lain Penelitian ini mengulas pada proses bagaimana siswa dapat melakukan telaah visual tentang makna dan ragam kearifan lokal untuk dijadikan karya desain yang dapat menggabungkan elemen desain, ragam kaligrafi dan unsur kearigan lokal budaya Indramayu. Metode penelitian deskriptif kualitatif dan pendekatan multidispliner mengarahkan studi literatur dan sudut pandang keilmuan untuk melengkapi proses olah data lapangan. Sistematika dalam penulisan ini didahului dengan paparan latar belakang yang berisi mengapa gagasan ini lahir dan apa yang menjadi pendorong kegiatan ini dilaksanakan, disertai data lapangan saaat penelitian lapangan dilakukan. Tahap selanjutanya adalah memaparkan bagaiamana proses pembelajaran dan metoda dalam pelaksanaannya, hingga didapat capaian sesuai dengan target, yakni terwujudnya desain kaos dengan visual yang berbasis ornamen kaligrafi dan unsur kearifan budaya lokal setempat. Pesantren Sebagai Objek Pelatihan Berkarya Desain

Pesantren adalah sebuah lembaga keilmuan Islam, dimana kegiatan yang dilakukan para pesantren adalah keilmuan dan keimanan, yang dilakukan secara 24 jam dan mengandung elemen : kyai, sanrti, masjid, pondok dan pengajaran kitab Islam Klasik (Sukarta, 201:170), keberadaan pesantren dan siswanya tidak lepas dari peran lembaga itu sendiri, dimana di dalamnya ada kegiatan taffakur atau berfikir yang membedakan dirinya dengan

nya memenuhi syarat dan melaksanakan peran penting sebagai pembangun peradaban dan membawa misi kepemimpinan dunia (Sukarta, 2010:271).

Pemilihan siswa/i santri ini berlatarbelakang pada temuan data di lapangan, dimana belum tercapainya tujuan pembinaan untuk menciptakan alumni pesantren yang kelak mandiri, kreatif dan mampu menciptakan peluang ekonomi. Tujuan ini diharap selaras dengan gagasan Presiden Republik Indonesia ke-7, Bapak Joko Widodo, yang mengisyaratkan bahwa untuk menumbuhkan kemandirian sejak dini, Indonesia membutuhkan 5,8 juta pengusaha muda dalam menghadapi Masyarakat Ekonomi Asean (MEA) yang telah diberlakukan sejak 1 Januari 2016, dan upaya ini harus didukung dengan tersiapkannya generasi muda produktif yang kreatif agar kelak dapat berkompetisi dalam era global secara mandiri, maka setiap potensi dan keterampilan siswa pada pelatihan ini dicermati sebagai sebuah peluang yang dapat dimaksimalkan sebagai sumber daya potensial, tak terkecuali siswa dari kalangan pendidikan berbasis pesantren. Tidak mudah untuk membuat pola pembelajaran regular pada konsep belajar di pesantren, karena seperti diketahui bahwa capaian pembelajaran pesantren adalah melahirkan generasi yang bergelar Ulama, yang pada hakekatnya adalah orang pilihan dan memiliki keunggulan dari etos belajar di atas rata-rata orang, karena dilandasi oleh pemahaman dan kesadaran tinggi tentang tradisi keilmuan dalam membangun peradaban manusia yang mulia (Sukarta, 2010:278). Pola pembelajaran di pesantren lebih mengedapankan proses tafakkur, berpikir dan berbasis pada nilai Asmaul Husna, dimana dari 99 karakter tersebut bermuara pada tujuan pendidikan yang paripurna, yakni terbentuknya manusia yang berkarakter baik. Faktor menciptakan manusia yang mampu bertahan dalam peradaban menjadi isu yang dimunculkan, hingga kelak para siswa santri setelah menyelesaikan pendidikannya, dapat berkiprah dengan sarana ilmu yang lain, dan menciptakan nilai kebaruan, bernilai inovasi, original serta turut melestarikan kearifan lokal di daerah tersebut. Kendala yang dihadapi pada proses pembelajaran umumnya pada pemahaman konsep membuat karya seni atau desain, karena dalam ajaran Islam ada hadits yang walauounmasih pro kontra, namun menyiratkan adanya pelarangan untuk menggambarkan mahluk bernyawa,

(3)

harus disiasati dengan diawali dialog untuk menyepakati bahwa gagasan yang dibuat adalah lebih mengedepankan figure yang terwujud dari bentukan kaligrafi yang dipilih, hingga persepsi menggabarkan mahluk hidaup dapat dihilangkan pada benak siswa.

Proses memberikan pelatihan ini dikemas pula sebaggai bentuk pengembangan usaha untuk menghasilkan produk kaos dengan tema kaligrafi yang berwawasan karifan lokal Indramayu, perlu dilakukan langkah konkret dan terukur,. Materi p elatihan dan metoda yang diberikan, diupayakan berupa materi yang sifatnya aplikatif dan mengarah pada objek langsung, dengan pendekatan (a) memberi edukasi berupa wawasan pentingnya menghadirkan identitas dan kearifan lokal untuk diwujudkan pada sebuah produ, (b) memberi wawasan untuk menyasar segmen konsumen, (c) memberi wawasan untuk menggali nilai kearifan lokal dengan memberikan referensi pustaka, hingga diharapkan siswa ekplorasi desain yang dikreasikan memiliki ciri khas tersendiri dan mengandung nilai orisinalitas, (d) memberi wawasan untuk melakukan sinergi yang berkelanjutan. Diharapkan melalui metoda yang digulirkan didapat hasil aneka desain yang diaplikasikan produk kaos yang dapat dijadikan benda ekonomis dan memiliki nilai jual, dan mendorong lahirnya jiwa kewirausahaan dan memiliki wawasan dan kepekaan dalam menghasilkan aneka produk lain yang bernilai jual, namun tetap dalam konteks menghasilkan karya yang memiliki wawasan local heritage kearifan lokal, dalam bentuk yang original dan memiliki gaya desain khaskaligrafi.

Proses Menggali Identitas kearifan Lokal di Indramayu

Indramayu secara geografis berada di Jawa Barat atau disebut pula tanah Pasundan. Secara geografis Indramayu berada di wilayah pesisir, wilayahnya membentang di sepanjang pesisir laut Jawa. Wilayah pesisir umunya adalah wilayah yang terbuka, dimana antara kebudayaan masyarakat/penduduk asli dengan kaum pendatang akan berasilimiasli dengan sendirinya. Wilayah yang dibatasi oleh beberapa wilayah ini secara tidak langsung membentuk pula pada karakter masayarakat/ penduduk Indramayu, dimana percampuran suku Sunda dan Jawa mendominasi, dan menciptakan karakter masyarakat yang unik. Keunikan tersebut terlihat diantara dari serapan bahasa, dimana dapat ditemukan penggunaan

bahasa dalam berkomunikasi dengan bahasa Sunda dan Jawa khas Indramayu, yang disebut Basa Dermayon dan serupa dengan dialek masyarakat Cirebon.

Gambar 1. Suasana pelatihan di Pondok Pesantren Cadang Pinggan (Sumber : Dokumentasi penulis, 2018) Pada program pelatihan ini siswa sebagai objek, maka untuk sebelumnya harus dilakukan survey sejauhmana pengenalan atas wawasan dan keterampilan dalam upaya menggali kreativitas dalam berkarya serta menggali identitas kearifan lokal, karena mengenai kreatifitas tentunya harus dipahami bahwa setiap individu memiliki batas kreatifitasnya sendiri, mengacu pada pemahaman bahwa setiap manusia cenderung memahami alam sekitarnya berdasarkan analoginya sendiri (Tabrani, 2006: 17) sehingga proses berkreasi dan menggali kreativitas yang bisa melahirkan gagasa kreasi kebaruan dapat dijadikan sebagai panduan dalam proses kreasi siswa serta capaiannya.

Dalam proses pra-pelatihan dimana siswa pesantren adalah objeknya, metode survey menggunakan skala Likert dengan 4, jumlah responden 80 orang, skala tidak memasukan

(4)

skala Netral , bentuk jawaban sebagai berikut : Sangat Tidak Setuju (STS), Tidak Setuju (TS), Setuju (S), dan Sangat Setuju (SS). Penulis sengaja tidak memasukan skala Netral, hal ini mengkondisikan responden agar memilih jawaban. Alat ukur survey terdiri dari 10 buah pernyataan tertutup dengan respon 4 skala dari sangat tidak setuju hingga sangat setuju (STS, TS, S dan SS). Dalam survey ini juga terdapat satu buah pertanyaan terbuka yang terkait Tabel 1. Pertanyaan survey secara kuantitatif

dengan saran bagaimana proses pelatihan pada kegiatan ini.

1. Pertanyaan survey secara Kuantitatif 2. Apakah responden bersedia membuat

desain kaos dengan tema kaligrafi dan objek kearifan lokal Indramayu? Dan proses pembelajaran yang seperti apa yang diharapkan?

Diagram dan hasil survey pada responden siswa

Responden secara umum menunjukkan sikap yang positif terhadap diadakannya dan merasa perlu adanya gagasan untuk membuat desain kaos yang unik dengan tema kaligrafi dengan mengangkat nilai kearifan lokal dari budaya Indramayu. Hal ini memudahkan proses

spirit yang didapat adalah untuk mewujudkan kreasi yang bermuatan penguatan identitas kearifan lokal di Indramayu. Kendala lain yang dihadapi adalah permasalahan wawasan siswa atas pengetahuan dan pandangan tentang kearifan budaya lokal. Kualitas wawasan menjadi salah satu acuan untuk menggali identitas kearifan lokal yang akan dilakukan oleh para siswa, tentunya harus dipahami bahwa setiap individu memiliki batas pengetahuan yang mengacu pada lahirnya kreatifitas. Agar lahir sebuah kreatifitas yang baik, maka harus dipahami pula bahwa pemahaman setiap manusia cenderung memahami alam sekitarnya berdasarkan analoginya sendiri (Tabrani, 2006: 17) sehingga proses berekreasi pada siswa dan menggali kreativitas yang dilalui mengalami fase yang berbeda pula termasuk pada proses capaiannya.

Tema kearifan lokal yang akan diangkat dalam kegiatan ini adalah mengambil ikon dan simbol yang melekat pada warga Indramayu. Proses pemilhan objek diawali dengan membuat klasifikasi besar yakni flora-fauna, alama geografi, benda pusaka dan simbol ikonik di masyarakat Indramayu. Dimana siswa akhirnya menemukan banyak data dari sumber referensi dan studi wawancara, seperti sosok Semar Munged, Kijang Kencana bermata berlian, senjata pusaka, topeng dan burung Gagak Winangsih, dan beberapa ikon ciri khas lainnya.

(5)

siswa pada saat pelatihan dipilih beberapa alternatif, adalah sebagai berikut:

a. Semar Munged bagi masyarakat Indramayu adalah simbol penggambaran jagat raya.

Semar selalu tersenyum dan bermata sembab, dengan potongan rambut kuncung, berkelamni laki-laki namun terlihat memiliki payudara.

Tokoh Semar sebagai representasi rakyat kecil, yangi memiliki peran besar dalam pemerintahan para Ksatria, ini menunjukan spirit egalitarian dari pemerintah. Dalam dunia wayang di Indramayu, tokoh Semar memiliki beberapa perbedaan yang sifatnya simbolis, Semar dikenal di Indramayu dengan nama Munged, Sutiragen juga Ismaya, Semar versi Indramayu memiliki putra putri yang cukup banyak. Sosok Semar/ Munged di Indramayu digambarkan dengan bentuk dasar relatif sama, tetapi versi Indramayu Munged pada bibir bawahnya diikat oleh rantai yang disatukan dengan kaki kanan, sebuah gambaran yang filosofis mengenai ajaran luhur tentang keseimbangan antara kata dan perbuatan/langkah harus saling mengontrol.

b. Senjata pusaka dari tokoh pendiri Indramayu, yakni pangeran Arya Wiralodra, ia memiliki pegangan senjata sakti berupa Cakra, yang disebut Cakra Undaksanasari. Senjata ini secara simbolis sering disertakan pada saat upacara adat Nadran di desa desa nelayan, atau pesisir. Acara Ngarot di desa Cikedung. Acara Jaringan di desa Kandanghaur juga pada saat acara-acara Mapag Sri, upacara panen padi dan upacara Munjung (ziarah). Kedua upacara Mapag Sari dan Munjung biasanya diserta pertunjukan wayang kulit. Pada saat ini tradisi pengankatan wali kota Indramayu, dalam upacara pengangkatannya selalu dilengkapi dengan senjata Cakra Wiralodra sebagai simbol legitimasi kekuasaan/ pimpinan.

Kijang Kencana,dimana dikisahkan bahwa Arya Wiralodra pada saat mencari tempat yang akan memberikan kebahagian dan ketenangan itu, dia mendapat petunjuk gaib agar mencari dan menemukan Kijang Kencana, sebagai pertanda bahwa di tempat Kijang Kencana itulah daerah yang sedang dicarinya berada, oleh karena itu Kijang Kencana hingga kini menjadi simbol kota Indramayu.

Berikut adalah beberapa ikon yang digali oleh siswa dalam proses kreasi:

Gambar 2. Beberapa objek hasil temuan ikon/ simbol yang memiliki makna dan merepresentasi kearifan lokal bagi masyarakat Indramayu, diantaranya senjata

Pusaka Cakra Undaksanasari, Kijang Kencana, dan Semar Munged.

(Sumber : Dokumentasi penulis 2018)

Upaya mengangkat sosok ikonik ini diharapkan menjadi media pembelajaran dan penambah wawasan bagi generasi muda sedari dini serta menjadi sarana edukasi bagi masyarakat awam. Penguatan identitas dilakukan sebagai langkah untuk memberi identitas yang dapat „dibaca‟ oleh masyarakat, maka srategi menempatkan ikon-ikon tersebut dalan bentuk desain kaos, agara masyarakat luar Indramayu lebih mengenal dengan dapat mendapatkan informasi sekaligus memiliki kemanfaatan yang tinggi karena dapat digunakan sehari-hari. Konsep kreatif dalam visual desain adalah menggunakan elemen kaligrafi gaya ini digagas dengan latar belakang untuk memanfaatkan keterampilan dasar siswa dalam membuat kaligrafi, namun secara visual belum terarahkan untuk aplikasi desain, sehingga perlu dilakukan pelatihan untuk memberi nilai estetika yang jauh lebih baik. Unsur kaligrafi juga dibuat untuk penguat citra Kota Indramayu sebagai Kota Santri. Dalam gaya desain yang dipilih, konteks unsur budaya lokal serta kearifan lokal ditempatkan pula dalam elemen visual utama, hingga masih dikenali identitasnya, namun dibangun dari unsur kalimat kaligrafi yang terdiri dari penggalan kalimat bijak, objek/simbol kearifan lokal kota Indramayu, yang didapat siswa dari hasil studi referensi. Objek yang didapat kemudian dirangkai menjadi bahasa arab dan dilakukan penggayaan berdasar khat yang dipilih, namun belum terarahkan untuk aplikasi desain hingga memiliki nilai jual dan nilai eststika yang jauh lebih baik. dengan desain tema kaligrafi sebagai unsur penguat Kota Santri, namun dalam desainnya, konteks unsur budaya lokal serta kearifan lokal ditempatkan pula dalam elemen visual, hingga menjadi desain yang khas, otentik, unik namun tetap memperlihatkan identitas wilayah itu sendiri.

(6)

Pada setiap proses visual yang dilakukan siswa melakukan kajian terhadap objek dan melakukan analisa secara mendalam, agar didapat visual yang dapat diangkat menjadi desain yang memiliki nilai keunikan dan kebaruan dalam visual. Dalam mencapai visual, dilalukan pendekatan kajian simbolis terhadap beberapa objek yang terpilih:

Cakra Undaksanasari, dikenal sebagai senjata pusaka dari tokoh pendiri Indramayu, Pangeran Arya Wiralodra. Senjata dimaknai sebagai sebuah pegangan hidup, amanah, daya juang, dan keteguhan serta tidak berlaku ragu-ragu. Dalam proses visual siswa mencari kalimat/ syair yang dapat merepresentasikan makna pada simbol senjata pusaka ini. Kalimat bijak yang didapat dari Hadits 40:11 adalah : “Tinggalkan apa yang Meragukanmu, kepada yang tidak Meragukanmu” merupakan hadits dari Abu Muhammad Al Hasan bin Ali bin Abi Thalib, yang diriwayat kan oleh Turmuzi dan dia berkata, Haditsnya Hasan Shahih.

Kandungan dan makna dari visual yang ditanamkan pada desain inia adalah dimaknai selaras dengan visual yang didapat oleh siswa, dan dianggap merepresentsi spirit dari kehadiran makna dari senjata tersebut, yakni : (1) Meninggalkan syubhat dan mengambil yang halal akan melahirkan sikap wara‟, (2) Keluar dari ikhtilaf ulama lebih utama karena hal tersebut lebih terhindar dari perbuatan syubhat, khususnya jika di antara pendapat mereka tidak ada yang dapat dikuatkan. (3) Jika keraguan bertentangan dengan keyakinan maka keyakinan yang diambil. (4) Sebuah perkara harus jelas berdasarkan keyakinan dan ketenangan. Tidak ada harganya keraguan dan kebimbangan.(5) Berhati-hati dari sikap meremehkan terhadap urusan agama dan masalah bid’ah.(6) Siapa yang membiasakan perkara syubhat maka dia akan berani melakukan perbuatan yang haram.

Semar Munged

Sosok Semar bagi masyarakat Indramyu dianggap sebagai simbol dan representasi rakyat kecil, yakni manusia, yang berada dalam sebuah lingkungan sosialnya. Semar menandakan simbol kepatuham, taat, namun ingin didengar dan representasi dari mansuai yang harus bersikap bijaksana, baik dalam

dan sikap. Penguatan tersebut terlihat pada simbol rantai terkait di bibir dan kaki Semar, yang merupakan simbol adanya keselarasan dalam menjaga lisan dan perbuatan. Penggalan kalimat bijak tersebut didapat dari riwayat Abu Bakar Ash Siddiq, yakni tentang makna “Selamatnya Manusia karena menjaga Lisannya”

Tafsir terhadap sosok Semar yang selalau menjaga lisan dan perbuatan, dan itulah yang menjadi perantara keberadaan kerusakan bumi yang salah satunya disebabkan oleh perilaku dan lisan manusia. Dalam proses melakukan tafsir untuk rujukan visual siswa menggunakan riwayat Abu Bakar Ash Siddiq yang menjelaskan firman Allah SWT perihal keusakan di darat dan di laut. Diibaratkan daratan adalah Al Birru, dan lautan mewakili Hati, Al-Bahri. Jika ada yang rusak, maka salah satunya adalah karena lisan, karena lisan adalah sebuah pengingat bagi manusia. Diibaratkan lisan adalah sebuah daging tak bertulang, tapi dapat menjadi pedang yang tajam jika kita salah berucap, dan dengan menjaga lisan yang baiuk, maka surge akan di dapat, sedangkan jika lisan tak terjaga, neraka pun akan menanti.

Kijang Kencana

Kijang Kencana adalah salah satu binatang yang erat kaitannya dengan asal muasal masyarakat Indramayu. Kijang dianggap sebagai simbol penanda saat tokoh Arya Wiralodra yang sangat teguh dalam setiap langkah, penuh perjuangan dan tidak malas dalam bersikap dan mencapai tujuan hingga dapat apa yang dituju. Dalam proses visual siswa mencari syair dan teks yang sesuai untuk dimaknai dan dirangkai dalam visual Kijang Kencana, dan didapat pepatah Arab berikut ini :

“bersungguh –sungguhlah, jangan malas, jangan lengah. Karena penyesalan merupakan akibat bagi orang yang malas”.

Berikut adalah proses kreatif yang dilakukan oleh siswa/i dalam mencapatkan visual desain : Dari tabel di atas dapat diliat proses pengembangan secara bertahap terhadap sebuah objek sibol keraifan lokal di Indramayu, yang diolah sedemikain rupa, dan terangaki

(7)

Tabel 2. Tabel proses kreasi

Sumber: Dokumentasi penulis 2018

pada sampling yang terpilih. Tiga objek yang terpilih diambil atas dasar pertimbangan objek memiliki keeratan dengan nilai dan spirit yang lekat dengan masyarakat Indramayu. Hasil dalam pembelajaran ini beragam, karena sudut pandang peserta dalam menggali dan memaknai objek yang ada dilatari oleh wawasan dan latar belakang setiap siswa serta kepekaan visual yang dimiliki. Namun spirit dalam menggali dan menterjemahkan keberadaan nilai kearifan lokal untuk digali dan dipublikasikan apda masyarakat luar dalam pendekatan yang berbeda, yakni dengan mencampurkannya dengan nuansa kaligrafi, menjadi salah satu capaian yang dapat diapresiasi dan menjadi keunikan tersendiri terhadap sebuah karya rupa. Berikut adalah beberapa contoh implementasi desain yang dilakukan oleh siswa/i dalam sebuah kaos:

Gambar 3. Desain Semar Munged (kiri), Desain Cakra Undaksanasari (kanan) (Sumber : Dokumentasi penulis 2018)

Gambar 4. Desain Kijang Kencana (Sumber : Dokumentasi penulis 2018)

(8)

Aplikasi pada kaos dibuat dengan pendekatan gaya yang cenderung lebih mudah dikenali objeknya, karena sasaran utama adalah tetap visual unsur kearifan lokal masih tetap terbaca, dan tidak banyak menghilangkan identitas bentuk aslinya. Wujug Semar Munged, Kijang Kencana dan Pusaka Undaksanasari masih terlihat dan dikenali bentuknya secara visual. Tata desain yang diterapkan pun lebih memunculkan visual, dan disertai teks, yang dapat dijadikan sebagai informasi pada oarng yang akan membeli kaos yang akan diproduksi oleh siswa pesantren di Cadang Pinggan. KESIMPULAN

Pada kegiatan pengabdian ini dilakukan penciptaan sebuah peluang usaha untuk memproduksi desain kaos yang memliki ciri khas kedaerahan, tema kaligrafi menjadi elemen utama yang dimodifikasi dengan visual ciri khas daerah dan mengandung makna kearifan lokal dari wilayah Indramayu. Keterampilan ini akan dijadikan sebagai landasan bagi siswa untuk kelak dapat mandiri dan menjadi bekal bagi para santri utuk mengembangkan diri dan memaksimalkan semua aset daya seperti yang diajarkan pada pendidikan pesantren, dimana menjadi manusia yang yang bermanfaat bagi peradaban.

DAFTAR PUSTAKA

Sunarto, Achmad. 2011. Kumpulan Kaligrafi Arab. Surabaya: CV.Pustaka Agung Harapan.

Ahmad, Abdul Aziz dan Sirodjuddin AR. 2001. Ragam Kaligrafi Islam. Jakarta: Bumi Aksara.

Tabrani, Primadi. 2006. Kreativitass dan Humanitas, Sebuah Pengatar Studi tetang Peranan Kreativitas dalam Perikehidupan Manusia. Bandung: Jalasutra

Sarwono, Jonathan dan Hary Lubis. 2007. Metode Riset Desain Komunikasi Visual, Yogyakarta: Andi

Sukarta, Mad Rodja dan Ahmad Sastra. 2010. Kepemimpinan Organisasi Pesantren, Mengupas Budaya Pesantren, pendidikan Karakter dan Tantangan Pemikiran Pendidikan Islam. Bogor Jawa Barat: Darul Muraqien Press

Mas Hendra. 2016. “Mengeksplorasi Tradisi dan Budaya Kota Indramayu”,https //www.blogmashendra.com/2016/10/ mengeksplorasi-tradisi-dan-budaya-kota. html. Di akses 1 Juni 2018.

Institut Pertanian Bogor. 2010. http://repository. i p b . a c . i d / j s p u i / bitstream/123456789/61990/8/BAB%20

V%20Gambaran%20 Umum%20

Wilayah%20Penelitian.pdf. Diakses 3 Juni 2018.

Nugroho, Thomas, Sulitsiono dan Tutut Sunarminto. 2017. https://www. researchgate.net/publication/320892174_ K a j i a n _ s t a t u s _ s o s i a l - e k o n o m i _ masyarakat_pesisir_Indramayu_Jawa_ Barat_Studi_kasus_masyarakat_Desa_ Majak erta_Balongan_dan_Limbangan Diakses 12 Juni 2018.

Zainudin, Akbar. 2015. “Mutiara Man Jadda Wajada Bersungguh-sungguh”, https:// www.kompasiana.com/akbarzainudin/ mutiara-man-jadda-wajada-bersungguh-sungguh_552055088133113c7419f7a0. Diakses 15 Juni 2018.

Rijal. 2016. “Pengertian dan Fungsi Tujuan Pendidikan”, https://www.rijal09. com/2016/03/pengertian-dan-fungsi-tujuan-pendidikan.html Diakses 18 Juni 2018.

Gambar

Gambar 1. Suasana pelatihan di  Pondok Pesantren Cadang Pinggan (Sumber : Dokumentasi penulis, 2018) Pada  program  pelatihan  ini  siswa  sebagai  objek, maka untuk sebelumnya harus dilakukan  survey sejauhmana pengenalan atas wawasan  dan  keterampilan
Diagram  dan  hasil  survey  pada  responden  siswa
Gambar 2. Beberapa objek hasil temuan ikon/ simbol  yang memiliki makna dan merepresentasi kearifan  lokal bagi masyarakat Indramayu, diantaranya senjata
Tabel 2. Tabel proses kreasi

Referensi

Dokumen terkait

Oleh karena itu, upaya untuk meminimalisasi kesenjangan gender bidang pendidikan harus diarahkan pada nilai-nilai kearifan lokal dengan menggandeng peranan dari Dinas

Penelitian ini bertujuan untuk menggali dan mengkaji informasi tentang pelestarian nilai-nilai kearifan lokal upacara adat ngalaksa dalam upaya membangun karakter bangsa

Penerapan inkuiri moral berbasis nilai- nilai kearifan lokal minangkabau “alam takambang jadi guru” untuk pembentukan karakter siswa.. Universitas Pendidikan Indonesia

Sebuah solusi untuk mewujudkan tujuan dunia pendidikan, dengan mengangkat kembali nilai-nilai kearifan budaya lokal untuk membangun siswa yang berkarakter dengan

Berdasarkan hasil dari penelitian dan pengembangan dalam mengimplementasikan bahan ajar mulok berwawasan kearifan lokal Indramayu untuk siswa kelas IV sekolah dasar, dapat

Oleh karena itu, upaya untuk meminimalisasi kesenjangan gender bidang pendidikan harus diarahkan pada nilai-nilai kearifan lokal dengan menggandeng peranan dari Dinas

Dengan demikian mendorong pe- neliti dalam penciptaan karya seni karawitan Greng, yaitu garap gamelan ageng untuk member- ikan keseimbangan nilai-nilai kearifan lokal budaya nusantara

Untuk itu diperlukan adanya pengembangan program perkuliahan biologi konservasi dengan pendekatan kontekstual berbasis kearifan lokal Aceh yang mempelajari pengetahuan pengetahuan