• Tidak ada hasil yang ditemukan

LAPORAN AKHIR HIBAH PENELITIAN DISERTASI DOKTOR TAHUN 2013

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "LAPORAN AKHIR HIBAH PENELITIAN DISERTASI DOKTOR TAHUN 2013"

Copied!
78
0
0

Teks penuh

(1)
(2)

i Bidang Ilmu : Pertanian

LAPORAN AKHIR

HIBAH PENELITIAN DISERTASI DOKTOR TAHUN 2013

KAJIAN KERAWANAN BANJIR DALAM RANGKA REHABILITASI HUTAN DAN LAHAN

DI CATCHMENT AREA JAING SUB DAS NEGARA

PROVINSI KALIMANTAN SELATAN

KETUA PENELITI

NAMA : Ir. H.SYARIFUDDIN KADIR,M.Si NIDN : 00 08 04 63 04

Dibiayai oleh

Universitas Lambung Mangkurat, Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan Sesuai dengan Surat Keputusan Rektor no: 378/UN8/PL/2013 tentang Penerima hibah

Penelitian Multi Tahun Anggaran 2013 di Universitas Lambung Mangkurat tanggal 1 April 2013

UNIVERSITAS LAMBUNG MANGKURAT BANJARBARU

(3)

ii

HALAMAN PENGESAHAN

Judul Penelitian : Kajian Kerawanan Banjir dalam Rangka Rehabilitasi Hutan dan

Lahan di Cacthment Area jaing Sub DAS Negara Provinsi Kalimantan Selatan

Peneliti

Nama Lengkap : Ir. H.Syarifuddin Kadir,M.Si.

NIDN : 0008046304

Program Studi : Kehutanan

Nomor HP : 081349776113

Surel (e-mail) : odeng1987@yahoo.com

Institusi Mitra (jika ada)

Nama Institusi Mitra :

Alamat :

Penanggung Jawab :

Tahun Pelaksanaan : Tahun ke 1 dari rencana 1 tahun

Biaya Tahun Berjalan : Rp. 49.250.000,00

Biaya Keseluruhan : Rp. 49.250.000,00

Mengetahui, Banjarbaru, 29-11-2013, Dekan Fakultas Kehutanan Ketua Peneliti,

Ir.H.SYARIFUDDIN KADIR,M.Si. NIP/NIK. 1963040819893018

Menyetujui,

(4)

iii

KATA PENGANTAR

Puji syukur penulis panjatkan kehadirat Allah SWT yang telah melimpahkan karunia dan rahmatNya, sehingga laporan akhir penelitian Hibah Doktor ini dapat kami selesaikan dengan judul “Kajian Kerawanan Banjir dalam rangka Rehabilitasi Hutan dan Lahan Di

catchment area jaing sub DAS Negara Provinsi Kalimantan Selatan”

Tulisan ini merupakan hasil penelitian hibah doktor yang Dibiayai oleh Universitas Lambung Mangkurat, Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan Sesuai dengan Surat Keputusan Rektor no: 378/UN8/PL/2013 tentang Penerima hibah Penelitian Multi Tahun Anggaran 2013 di Universitas Lambung Mangkurat tanggal 1 April 2013.

Pada kesempatan ini secara ikhlas disampaikan ucapan terima kasih kepada:

1. Ketua dan seluruh staf Lembaga Penelitian UNLAM yang telah memberikan kepercayaan untuk melakukan penelitian hibah doktor.

2. Dekan Fakutlas Kehutanan UNLAM yang telah memberikan dorongan moril sejak persiapan penelitian hingga penulisan laporan

3. Teman-teman sivitas akademika UNLAM yang banyak memberikan masukan untuk peningkatan fungsi DAS Tabunio Ds sebagai pengatur tata air dan fungsi sosial ekonomi yang akan meningkatkan kesejateraan masyarakat

Demikian disampaikan, tulisan ini belumlah sempurnah, namun disusun dengan upaya maksimal, sehingga segala komentar, karenanya, demi penyempurnaannya akan diterima dengan senang dan untuk itu di ucapkan terima kasih

Banjarbaru, November 2013 Penyusun,

SYARIFUDDIN KADIR

(5)

iv DAFTAR ISI

Halaman

Kata Pengantar ... i

Daftar Isi ... ii

Daftar Tabel ... iii

Daftar Gambar ... iv

Ringkasan ... v

BAB I Pendahuluan ... 1

A. Latar Belakang ... 1

B. Tujuan ... 2

BAB II Tinjauan Pustaka ... 3

A. Kajian Pustaka ... 3

BAB III Tujuan Dan Manfaat ... 8

A. Tujuan Penelitian ... 8

B. Urgensi (Keutamaan) Penelitian ... 9

BAB IV Metode Penelitian... 12

A. Waktu Dan Tempat ... 12

B. Waktu Dan Tempat Penelitian ... 12

C. Bahan Dan Alat ... ... 15

D. Teknik Pengumpulan Data Dan Parameter Yang Diamati ... 16

BAB V Hasil Yang Telah Dicapai ... 30

A. Penggunaan Dan Penutupan Lahan ... 30

B. Curah Hujan ... 34

C. Lereng ... 37

D. Tata Air ... 40

E. Lahan Kritis ... 45

F. Kerawanan Ban ir jdi Catchment Jaing sub DAS Negara ... 48

G. Arahan Prioritas Kebijakan Rehabilitasi Hutan Dan Lahan (RHL) di Catchment Area Jaing ... 51

BAB IV Kesimpulan Dan Saran ... 55

A. Kesimpulan ... ... 55

B. Saran ... ... 55

(6)

v DAFTAR TABEL

Halaman

Tabel 1. Penggunaan Dan Penutupan Lahan ... 17

Tabel 2. Curah Hujan Sebagai Variabel Kerawanan Banjir ... 18

Tabel 3. Kriteria Dan Indikator Penilai DAS ... 20

Tabel 4. Faktor Klasifikasi Infiltrasi Tanah Untuk Penentuan Kerawanan Banjir ... 21

Tabel 5. Klasifikasi Tingkat Kekritisan Lahan Berdasarkan Total Skor ... 22

Tabel 6. Kriteria Dan Skor Penggunaan Lahan ... 23

Tabel 7. Kriteria Dan Skor Curah Hujan Sebagai Variabel Kerawanan Banjir ... 24

Tabel 8. Kriteria Dan Skor Lereng Sebagai Variabel Kerawanan Banjir ... 24

Tabel 10. Kriteria Dan Skor Kerapatan Jaringan Sungai Sebagai Parameter Kerawanan Banjir ... 25

Tabel 11. Kriteria Dan Skor Koefisien Regime Sungai (Qmaks/Qmin) Sebagai Parameter Kerawanan Banjir ... 25

Tabel 12. Kriteria Dan Skor Infiltrasi (Tekstur Tanah) Sebagai Parameter Kerawanan Banjir ... 25

Tabel 13. Kriteria Dan Skor Tingkat Kekritisan Lahan Sebagai Parameter Kerawanan Banjir ... 25

Tabel 14. Bobot Parameter Kerawanan Banjir di Catchment Area Jaing Sub DAS Negara ... 27

Tabel 15. Klasifikasi Tingkat Kerawanan Banjir Dan Total Nilai Masing – Masing Kelas Tingkat Kerawanan ... 29

Tabel 16. Penggunaan Dan Penutupan Lahan di Catchment Area Jaing Sub DAS Negara ... 32

Tabel 17. Curah Hujan Rata – Rata Tahun 2003 Sampai 2012 ... 35

Tabel 18. Kelas Lereng di Catchment Area Jaing Sub DAS Negara ... 38

Tabel 19. Debit Dan Tinggi Muka Air Rata – Rata Bulan Mei Sampai Juli 2012 ... 41

Tabel 20. Rata – Rata Kapasitas Infiltrasi Pada Berbagai Penggunaan Dan Penutupan Lahan di Catchment Area Jaing ... 43

Tabel 21. Rata – Rata Volume Infiltrasi Pada Berbagai Penggunaan Dan Penutupan Lahan di Catchment Area Jaing ... 44

Tabel 22. Tingkat Kekritisan Lahan Berdasarkan wilayah Administrasi ... 47

Tabel 23. Tingkat Kerawanan Banjir di Catchment Area Jaing Sub DAS Negara ... 50

Tabel 24. Hasil Simulasi Tingkat Kerawanan Pemasok Banjir ... 52

(7)

vi DAFTAR GAMBAR

Halaman

Gambar 1. Peta Administrasi Catchment Area Jaing Kabupaten Tabalong ... 13

Gambar 2. Peta Lokasi Catchment Area Jaing di Sub DAS Negara ... 14

Gambar 3. Peta Catchment Area Jaing di Sub DAS Negara Kabupaten Tabalong Pada Areal Konsesi Pertambangan PT. Adaro Indonesia ... 15

Gambar 4. Penutupan Dan Penggunaan Lahan Tahun 2000 di Catchment Area Jaing ... 30

Gambar 5. Penutupan Dan Penggunaan Lahan Tahun 2013 di Catchment Area Jaing ... 33

Gambar 6. Grafik Kondisi Curah Hujan Setiap Tahun Dalam Bulan Yang Sama (Januari – Desember) Tahun 2003 – 2012 ... 34

Gambar 7. Peta Kelas Lereng di Catchment Area Jaing Sub DAS Negara ... 39

Gambar 8. Peta Laan Kritis Catchment Area Jaing Sub DAS Negara Tahun 2013 ... 48

Gambar 9. Peta Tingkat Kerawanan Banjir di Catchment Area Jaing Sub DAS Negara ... 51

Gambar 10. Hasil Simulasi Tingkat Kerawanan Pemasok Banjir ... 53

(8)

vii

RINGKASAN

Daerah Aliran Sungai adalah suatu wilayah daratan yang merupakan satu kesatuan ekosistem yang berfungsi pengatur tata air. di Catchment area jaing telah terjadi perubahan penggunaan lahan hutan menjadi non hutan, selain itu terjadi peningkatan lahan kritis.

Kejadian banjir di sub DAS Negara pada periode tahun 2007 sampai dengan 2010 terlihat semakin meningkat, berdasarkan hal tersebut perlu dilakukan kajian kerawanan banjir untuk menentukan dan merumusan arahan teknis rehabilitasi hutan dan lahan agar kejadian banjir dapat terkendali dimasa yang akan datang.

Penelitian ini bersifat deskriptif kuantitatif, hasil penelitian memberikan gambaran keruangan mengenai tingkat kerawanan banjir dan arahan pengelolaan DAS di Cacthment area

Jaing sub DAS Negara berdasarkan parameter komponen-komponen lingkungan yang terukur secara kuantitatif. Penelitian ini menggunakan pendekatan wilayah ekologi Daerah Aliran Sungai (DAS) yang proses analisis dan penyajiannya dilakukan secara spasial dengan memanfaatkan teknologi Sistem Informasi Geografis (SIG), hal tersebut diartikan bahwa hasil-hasil dalam penelitian ini memiliki referensi geografis dan penyajiannya berupa peta.

Berdasarkan hasil analisis karakteristik catchment area Jaing terhadap tingkat kerawanan pemasok banjir diperoleh; 1) Tidak rawan banjir 1.801,52 ha, 2) kurang rawan banjir 18.891,23 ha, 3) Agak rawan banjir 2.416,21 ha dan 4) Rawan banjir 2.743,15 ha. Kebijakan RHL untuk pengendalian kerawanan banjir. Simulasi untuk mengurangi kondisi lahan rawan pemasok banjir dan agak rawan pemasok banjir, dilakukan tiga alternatif. Selanjutnya Alternatif III (akhir), Perubahan bekas pertambangan 2.104,29 ha dilakukan reklamasi (tanaman kehutanan), selain itu seluas 139,56 ha dilakukan reklamasi (tanaman kehutanan dan tindakan sipil teknis yang terdiri atas terasering dan SPA).

(9)

1

I. PENDAHULUAN

A.Latar Belakang

Daerah Aliran Sungai (DAS) adalah suatu wilayah daratan yang merupakan suatu kesatuan ekosistem dengan sungai dan anak-anak sungainya yang berfungsi menampung, menyimpan, dan mengalirkan air yang berasal dari curah hujan ke danau atau laut secara alami, yang batas di darat merupakan pemisah topografis dan batas di laut sampai dengan daerah pengairan yang masih terpengaruh aktivitas daratan. (UU No 7/2004 tentang sumber daya Air).

Penyelenggaraan kehutanan bertujuan untuk sebesar-besarnya kemakmuran rakyat yang berkeadilan dan berkelanjutan dengan meningkatkan daya dukung DAS, oleh karena itu pemerintah menetapkan dan mempertahankan kecukupan luas kawasan hutan minimal luas 30 % dari luas dataran atau DAS (UU. No. 41 Tahun 1999 tentang Kehutanan sebagaimana telah diubah dengan UU. No. 19 Tahun 2004).

Berdasarkan Rencana Strategis Rehabilitasi lahan dan perhutanan sosial (RLPS) Tahun 2010 – 2014 yang menetapkan RPJM kedua, dan arah kebijakan stratergi nasional didalam rencana tersebut dititikberatkan pada prioritas pembangunan lingkungan hidup dan pengelolaan bencana, hal ini berkaitan dengan data statistik tahun 2007 luas lahan kritis di Indonesia menjadi sebesar 30.196.799,72 ha.

BP-DAS Barito (2009), menyatakan bahwa Provinsi Kalimantan Selatan terdapat lahan kritis kritis dan sangat kritis seluas 761.042,60 ha. Selanjutnya Kadir (2011) menyatakan bahwa lahan kritis dan sangat kritis di sub DAS Negara Kabupaten Tabalong seluas 60.398,60 ha. Sub DAS Negara yang menjadi bagian dari DAS Barito telah ditetapkan sebagai DAS prioritas penangananya di Indonesia (Keputusan Menhut No. SK. 328/Menhut-II/2009).

Berdasarkan data penggunaan lahan tahun 2000, 2003, 2006 dan 2009, terlihat bahwa di

Catchment area jaing telah terjadi perubahan penggunaan lahan hutan menjadi non hutan pada tahun. Balai Pemantapan Kawasan Hutan (BPKH) wilayah V Kalimantan (2009) melaporkan bahwa penggunaan lahan tahun 2009 di Catchment area Jaing terdiri atas; hutan seluas 1.296,97 Ha (5 %), Pertanian lahan kering seluas 16.188,34 Ha (68 %), dan dan non hutan dan non pertanian (semak belukar, pertambangan, tubuh air, sawah, dan tanah terbuka) seluas

(10)

2 6.413,99 Ha (27 %). Selanjutnya Balai Pengelolaan Daerah Aliran Sungai (BPDAS) Barito (2009), melaporkan bahwa pada tahun 2003 di Catchment area Jaing terdapat lahan dengan kriteria; kritis seluas 1.327,32 Ha (5,55 %) dari luas Catchment area, sedangkan pada tahun 2009 di Catchment area ini terdapat lahan dengan kriteria kritis dan sangat kritis menjadi seluas 7.109,03 Ha (29,75 %) dari luas Catchment area ini.

Kejadian banjir sangat dirasakan pada bagian hilir sub DAS Negara yaitu di Kabupaten Hulu Sungai Utara, pada periode 2007 sampai dengan 2010 di kabupaten ini terdapat titik banjir sebanyak 9 kecamatan dan 149 desa (Balitbangda Prov. Kal-Sel dan Fakultas Kehutanan Unlam, 2010), selanjutnya dinyatakan bahwa di sub DAS Negara Kabupaten Tabalong terdapat 76 desa kejadian banjir selama periode 2007 - 2010, selain itu Kesbanglingmas Kabupaten Tabalong (2011), kejadian bencana banjir periode tahun 2005 sampai tahun 2010 cenderung meningkat.

Berdasarkan hal tersebut di atas, terlihat bahwa kecenderungan periode kejadian banjir semakin meningkat di sub DAS Negara sebagai akibat tingginya tingkat kerawanan banjir di sub DAS ini, oleh karenanya perlu dilakukan kajian sehingga diperoleh arahan yang mampu menimbulkan dampak positif terhadap pengendalian banjir di Catchment area Jaing sub DAS Negara dengan menentukan model arahan rehabilitasi hutan dan lahan (RHL), baik secara vegetatif maupun secara sipil teknis.

B. Tujuan

Penelitian ini bertujuan merumuskan arahan pengelolaan daerah aliran sungai dalam rangka pengendalian kerawanan pemasok banjir di catchment area Jaing sub DAS Negara Provinsi Kalimantan Selatan, tujuan ini dilakukan melalui tahapan kajian sebagai berikut:

1. Menganalisis karakteristik catchment area Jaing sub DAS Negara Provinsi Kalimantan Selatan yang terdiri atas: a) Penggunaan lahan; b) Curah hujan; c) Kelerengan; d) Tata air (Kerapatan jaringan sungai; debit air sungai dan Infiltrasi); dan e) Tingkat kekritisan lahan. 2. Menentukan tingkat kerawanan sebagai pemasok banjir di catchment area Jaing sub DAS

Negara Provinsi Kalimantan Selatan.

3. Menentukan arahan prioritas kebijakan rehabitasi hutan dan lahan (RHL) untuk pengelolaan

(11)

3 II. TINJAUAN PUSTAKA

A. Kajian Pustaka

Budhiono dan Murdiyarso (1990) mengemukakan bahwa Daerah aliran sungai merupakan suatu “ekositem yang di dalamnya terjadi interaksi diantara komponen-komponeni fisik (tanah dan iklim), dan faktor biotik (vegetasi)”. Selain itu, menurut Kusuma (2007), interaksi komponen dalam ekosistem DAS ini dapat dinyatakan dalam bentuk keseimbangan input dan output seperti air dan sedimen yang dihasilkan dan ini mencirikan keadaan hidrologi ekosistem tersebut.

Perubahan komponen tersebut akan mempengaruhi keutuhan sistem ekologi di daerah tersebut (Asdak, 2002), selanjutnya Sirang, Kadir, dan Jauhari (2010) menyatakan bahwa dalam rangka perencanaan pengelolaan DAS dan RHL dimasa mendatang perlu dilakukan penyusunan data base DAS yang telah didelianiasi kembali batas Sub DAS sekaligus mereview kembali batas Sub DAS yang pernah dibuat sebelumnya, hal ini bertujuan agar dalam pemantauan dan evaluasi yang berkaitan erat dengan karakteristik DAS dan pengaruhnya terhadap kondisi hidrologi dapat diidentifikasi dengan jelas dan mudah.

Paimin, Sukresno, Pramono (2009), menyatakan bahwa untuk membantu identifikasi banjir digunakan formula banjir yang dipilah antara faktor (parameter) alami (sulit dikelola), dan faktor manajemen (mudah dikelola), setiap parameter diberi bobot yang berbeda, sesuai dengan pertimbangan perannya dalam proses banjir. Selanjutnya dinyatakan bahwa tingkat kerawanan daerah yang terkena banjir (kebanjiran) diidentifikasi dari karakter wilayahnya.

Karakteristik Catchment area suatu DAS atau sub DAS dapat menjadi parameter penentuan kondisi hidrologi, seperti kerawanan banjir, kerawanan longsor dan lainnya. Karakeristik Catchment area Jaing sub DAS Negara di Kabupaten Tabalong yang menjadi parameter identifikasi atau penentuan kerawan banjir disajikan sebagai berikut.

1. Penggunaan

Penggunaan lahan yang dilaksanakan sesuai dengan peruntukannya pada kawasan lindung dan atau kawasan budidaya pertanian akan memberikan keuntungan maksimum,

(12)

4 untuk kepentingan perlindungan dan atau untuk kesejahteraan masyarakat (Zhang dan Wang, 2007).

Penggunaan lahan adalah segala macam campur tangan manusia, baik secara menetap ataupun berpindah - pindah terhadap suatu kelompok sumberdaya alam dan sumberdaya buatan, yang secara keseluruhan disebut lahan, dengan tujuan untuk mencukupi kebutuhan baik material maupun spiritual, ataupun kebutuhan kedua-duanya. Selanjutnya dinyatakan bahwa penggunaan lahan pada umumnya digunakan untuk mengacu pemanfaatan lahan masa kini (present land use), karena aktivitas manusia bersifat dinamis, sehingga perhatian kajian seringkali diarahkan pada perubahan-perubahan penggunaan lahan (baik secara kualitatif maupun kuantitatif) atau segala sesuatu yang berpengaruh pada lahan, sehingga penggunaan lahan dalam kenyataannya di lapangan menunjukkan suatu kompleksitas khusus (BP-DAS Barito 2009). Selanjutnya Kusuma (2007) menyatakan bahwa karakteristik vegetasi dalam suatu DAS seringkali dapat dikenal dengan jalan membedakan tipe-tipe penggunaan lahan utama seperti hutan, padang rumput, lahan pertanian, lahan pemukiman dan kemudian menghitung persentase luasnnya masing tipe dalam suatu DAS.

Balitbangda Provinsi Kalimantan Selatan dan Fakultas Kehutanan Unlam (2010), penggunaan lahan ialah faktor yang berpengaruh terhadap kondisi tata air suatu DAS atau sub-DAS, penggunaan lahan yang digunakan sebagai unsur utama dalam penentuan tingkat kerawanan banjir, diperoleh dari hasil interpretasi/penafsiran citra landsat terbaru hingga diperoleh jenis penggunaan lahan setiap wilayah/Kabupaten atau DAS.

2. Curah Hujan

Soewarno (2000) menyatakan bahwa Hujan adalah bentuk tetesan air yang mempunyai gasir tengah lebih dari 0,50 mm atau lebih kecil dan jatuh tersebar pada suatu kawasan, sedangkan curah hujan adalah banyaknya air yang jatuh kepermukaan bumi, dalam hal ini permukaan bumi dianggap datar dan kedap, tidak mengalami penguapan dan tersebar merata serta dinyatakan sebagai ketebalan air

Faisal dan Ulfah (2009) menyatakan bahwa hujan merupakan satu bentuk presipitasi yang berwujud cairan, Hujan terbentuk apabila titik air yang terpisah jatuh ke bumi dari awan, tidak semua air hujan sampai kepermukaan bumi karena sebagian menguap ketika jatuh melalui

(13)

5 udara kering. Jumlah air hujan diukur menggunakan pengukur hujan atau rain gauge, Jumlah air hujan tersebut dinyatakan sebagai kedalaman air yang terkumpul pada permukaan datar, dan diukur kurang lebih 0.25 mm. Selanjutnya dinyatakan bahwa data intensitas curah hujan dapat digunakan sebagai salah satu parameter untuk menganalis kondisi hidrologi di suatu daerah yang rawan mengalami banjir dan longsor.

3. Kelerengan

Menurut Soetrisno (1998), efek penting dari lereng adalah terhadap pengaliran air di atas permukaan tanah dan drainase, dan melalui faktor-faktor kandungan air tanah. Efek penting lainnya adalah melalui pengeringan terhadap temperatur air dari permukaan tanah. Lereng merubah intensitas pengeringan dengancara merubah sudut jatuh sinar matahari. Kedalaman tanah dan kandungan air berubah secara langsung dengan besarnya lereng.

Parameter kemiringan lereng merupakan parameter fisik lahan yang relatif tetap atau dapat berubah dalam jangka waktu yang cukup lama dan kemungkinan perubahannya sangat kecil. Kondisi kelerengan sangat berpengaruh terhadap terjadinya erosi dan sedimentasi, keduanya dianggap merupakan indikator kerusakan yang terjadi pada suatu DAS.

Kecepatan air larian yang besar umumnya ditentukan oleh kemiringan lereng yang tidak terputus dan panjang serta terkonsentrasi pada saluran-saluran sempit yang mempunyai potensi yang besar untuk terjadinya erosi alur dan erosi parit. Kedudukan lereng juga menentukan besar kecilnya erosi yang terjadi, dimana lereng bagian bawah lebih mudah tererosi dibandingkan lereng bagian atas, karena momentum air larian lebih besar dan kecepatan air larian lebih terkonsentrasi ketika mencapai lereng bagian bawah (BP-DAS Barito, 2009).

Peraturan Menteri Kehutanan nomor P.32/Menhut-II/2009, menyatakan bahwa untuk menyiapkan peta lereng terdapat tiga pilihan yang dapat dilakukan yaitu :

a. Menggunakan peta lereng buatan instansi lain b. Menyiapkan peta lereng dari informasi kontur c. Menyiapkan peta lereng dengan menggunakan GIS

(14)

6

4. Tata Air (Kerapatan sungai, debit air dan infiltrasi) a. Kerapatan Aliran

Indarto (2010), menyatakan bahwa kerapatan jaringan sungai (Stream density) ialah jumlah panjang semua sungai dan anak sungai di dalam DAS dibagi dengan luas DAS. Kerapatan jaringan sungai merupakan salah satu karakteristik penting yang perlu diperhatikan untuk mengevaluasi potensi aliran permukaan.

Pola aliran atau susunan sungai pada suatu DAS merupakan karakteristik fisik. hal ini karena pola aliran sungai mempengaruhi efisiensi sistem drainase dan karakteristik hidrografis dan pola aliran menentukan bagi pengelolan suatu DAS atau sub DAS.

Kerapatan sungai adalah suatu angka indeks yang menunjukan banyaknya anak sungai di dalam suatu DAS. Indeks tersebut dapat diperoleh dengan persamaan menurut Asdak (1995) yang menyatakan bahwa Indeks kerapatan sungai (Dd) (km/km2) adalah Jumlah panjang sungai termasuk panjang anak-anak sungai (L) (km) dibagi Luas DAS (A) (km2).

b. Debit Air

Debit air (water discharge, Q) ialah volume air yang mengalir melalui suatu penampang melintang sungai per satuan waktu, dalam satuan m³/detik. Parameter yang dapat dijadikan dasar penilian kondisi tata air ialah Koefisien Regim Sungai (KRS) yaitu bilangan yang menunjukkan perbandingan antara nilai debit maksimum (Qmaks) dengan nilai debit minimum (Qmin) pada suatu DAS atau Sub DAS (Peraturan Dijen RLPS nomor : P.04/V-SET/2009).

c. Infiltrasi

Indarto (2010), Infiltrasi merujuk pada gerakan air kebawah atau masuknya air hujan kedalam permukaan tanah, laju infiltrasi menunjukkan jumlah air yang masuk kedalam tanah pada waktu tertentu, dinyatakan dalam tebal air per waktu, misalnya 10mm/jam 10mm/det, sedangkan kapasitas infiltrasi ialah batas tertinggi laju infiltrasi yang dinyatakatan dalam tebal air per satuan waktu, misalnya 15 mm/jam atau 15 mm/det.

(15)

7 Menurut Asdak (2010), Faktor-faktor yang mempengaruhi laju infiltrasi antara lain; 1) Jumlah air yang tersedia dipermukaan tanah dan 2) sifat permukaan tanah serta 3) kemampuan tanah untuk mengosongkan air dipermukaan tanah.

Komponen lingkungan yang dipakai untuk pengkajian daerah resapan terdiri dari kemiringan lereng, jenis tanah/batuan, hujan dan penggunaan lahan. Keempat komponen ini dijadikan dasar dalam menilai daerah resapan, yang dalam hal ini ditransform terlebih dahulu ke dalam nilai-nilai tingkat infiltrasi potensial dan nilai tingkat infiltrasi aktual-nya, adapun besarnya nilai transformasi tersebut dapat dinyatakan secara kuantitatif atau secara kualitatif ialah; 1) Lereng, 2)Tanah, 3) Curah hujan, dan 4) Tipe penggunaan lahan.

5. Kekritisan Lahan

Departemen Kehutanan (2009d) menyatakan bahwaLahan kritis ialah lahan yang berada di dalam dan di luar kawasan hutan yang sudah tidak berfungsi lagi sebagai media pengatur tata air dan unsur produktivitas lahan sehingga menyebabkan terganggunya keseimbangan ekosistem DAS.

Tingkat kekritisan DAS ditentukan berdasarkan nilai indeks potensial erosi atau besarnya sedimen per satuan luas per satuan waktu masing-masing DAS/Sub-DAS, selanjutnya nilai indeks potensi erosi DAS/Sub-DAS ditentukan berdasarkan nilai indeks empat faktor yaitu topografi, kemiringan lereng, pola aliran dan tata guna lahan, yang memiliki suatu nilai skor pada setiap karakteristiknya serta didukung dengan data/peta-peta mengenai keadaan DAS/Sub-DAS (Asdak, 2002).

(16)

8

III. TUJUAN DAN MANFAAT

A.Tujuan Penelitian

Penelitian ini bertujuan merumuskan arahan pengelolaan daerah aliran sungai dalam rangka pengendalian banjir di Catchment area Jaing sub DAS Negara Kabupaten Tabalong Provinsi Kalimantan Selatan, tujuan ini dilakukan melalui tahapan kajian sebagai berikut: 1. Mengkaji karakteristik Catchment area Jaing sub-DAS Negara yang menjadi parameter

penentuan tingkat kerawanan banjir yaitu: a. Penggunaan lahan

b. Curah hujan c. Kelerengan

d. Tata air yang terdiri atas; Kerapatan aliran, debit air dan infiltrasi e. Tingkat kekritisan lahan

2. Mengkaji rencana teknik rehabilitasi hutan dan lahan (RTk-RHL), secara vegetatif dan secara mekanis.

3. Menentukan arahan prioritas kebijakan RHL untuk pengelolaan Catchment area jaing sub DAS Negara, agar diperoleh hasil yang optimal untuk pengendalian banjir.

Hasil kajian kerawanan banjir yang dilaksanakan di Catchment area Jaing sub DAS Negara Kabupaten Tabalong Provinsi Kalimantan Selatan ini diharapkan dapat bermanfaat

sebagai:

a. Bahan kelengkapan data dalam rangka penyelesaian penelitian disertasi yang peneliti laksanakan di sub DAS Negara Kabupaten Tabalong.

b. Penulisan artikel jurnal ilmiah nasional dan internasional serta bahan penulisan buku ajar untuk mata kuliah pengelolaan DAS dan Hidrologi hutan.

c. Acuan bertindak bagi para perencana pengelolaan lingkungan dalam rangka pengendalian kerawanan dan kejadian banjir di Catchment area jaing sub DAS Negara.

d. Untuk pengembangan ilmu pengetahuan dan teknologi (IPTEK) dalam rangka kajian kerawanan banjir dan model pengendaliannya.

(17)

9

C.Urgensi (Keutamaan) Penelitian

Kajian ini dilakukan untuk menentukan tingkat kerawan banjir di Catchment area Jaing sub DAS Negara, yang selanjutnya berdasarkan data tingkat kerawanan banjir yang diperoleh akan dilakukan analisis terhadap parameter lingkungan biofisik DAS untuk memperoleh teknik atau model pengendalian tingkat kerawanan banjir melalui kegiatan rehabilitasi hutan dan lahan.

DAS dapat dipandang sebagai sistem alami yang menjadi tempat berlangsungnya proses biofisik hidrologis maupun kegiatan sosial ekonomi dan budaya masyarakat yang kompleks. Proses biofisik hidrologis DAS merupakan proses alami sebagai bagian dari suatu daur hidrologi atau yang dikenal sebagai siklus air, sedangkan kegiatan sosial ekonomi dan budaya masyarakat merupakan bentuk intervensi manusia terhadap sistem alami DAS, seperti pengembangan lahan kawasan budidaya, baik perorangan secara trasdisional, maupun secara perkelompok atau dalam bentuk perusahaan dengan menggunakan peratalan teknologi.

Catchment area Jaing yang akan menjadi lokasi penelitian seluas 21.498,22 Ha merupakan cacthment area terluas di sub DAS Negara di Kabupaten Tabalong, yang selama periode 2007 sampai dengan 2010 terjadi banjir di Kabupaten Tabalong pada 12 Kecamatan dan 76 Desa, termasuk Catchment area Jaing terdapat titik kejadian banjir (Balitbangda Provinsi Kalimantan Selatan dan Fakultas Kehutanan Unlam), selain itu pada Cacthment ini didalamnya terdapat sejumlah pemukiman, perkebunan kelapa sawit, perkebunan karet, areal

konsesi pertambangan PT Adaro Indonesia, merupakan bagian dari kawasan lindung dan kawasan budidaya, pada bagian hilir Catchment area ini terdapat areal persawahan dan industri yang senantiasa mengharapkan ketersediaan air.

Banjir adalah suatu fenomena alam yang terjadi bilamana air menggenang di suatu tempat, baik yang disebabkan oleh karena luapan air sungai atau sarana penampung kelebihan air, yang menimbulkan genangan pada daerah pemukiman areal pertanian atau prasarana perhubungan. Dampak banjir yang merugikan baru mulai dirasakan sebagai masalah apabila kegiatan kehidupan manusia sehari-sehari mulai terganggu dan atau menimbulkan resiko korban jiwa serta kerugian secara materil.

(18)

10 Kementerian Kehutanan (2011) menyatakan bahwa Badan Nasional Penanggulangan Bencana Indonesia (BNPB) dalam laporannya menyatakan bahwa 644 bencana alam terjadi di negeri ini pada tahun 2010, dan 81,5 persennya adalah bencana hidrometeorologi seperti banjir, tanah longsor dan banjir bandang. BNPB juga memprediksi bahwa sebanyak 176 kabupaten/kota di Indonesia rawan terhadap bencana banjir.

Kejadian Banjir di sub DAS Negara Kabupaten Tabalong cenderung meningkat, Kesbanglingmas Kabupaten Tabalong (2011) melaporkan bahwa kejadian bencana banjir tahun 2005 sejumlah 15 desa, tahun 2007 sejumlah 6 desa, tahun 2009 sejumlah 7 desa, dan tahun 2010 sejumlah 38 desa. Kejadian banjir di sub DAS Negara Kabupaten Tabalong telah banyak menimbulkan korban material dan korban jiwa.

Berdasarkan kondisi Catchment area Jaing sub DAS Negara di Kabupaten Tabalong di atas, dilakuan kajian terhadap parameter karaktersistik DAS yaitu; Penggunaan lahan, Curah hujan, Kelerengan,Tata air yang terdiri atas, dan Tingkat kekritisan lahan. Parameter karaktersitik komponen lingkungan DAS yang terukur secara kuantitatif tersebut di atas selanjutnya dilakukan analisis menggunakan pendekatan wilayah ekologi Daerah Aliran Sungai (DAS) yang proses analisis dan penyajiannya dilakukan secara spasial dengan memanfaatkan teknologi Sistem Informasi Geografis (SIG), hingga diperoleh klasifikasi tingkat kerawanan banjir berdasarkan skoring dan bobot faktor biofisik DAS yaitu.

a. Sangat rawan b. Rawan c. Agak rawan d. Kurang rawan e. Tidak rawan

Tingkat kerawanan banjir dengan kriteria; kurang rawan tidak rawan banjir dianggap normal dan tidak perlu dilakukan simulasi perubahan penggunaan lahan di Catchment area

Jaing Sub DAS Negara, sedangkan unit lahan dengan kriteria sangat rawan, rawan dan agak rawan banjir dianggap tidak normal dan perlu dilakukan simulasi, hingga diperoleh model atau teknik rehabilitasi hutan dan lahan (penggunaan lahan) menjadi acuan yang dapat dilakukan untuk pengembangan ilmu pengetahuan dan teknologi (IPTEK) baik untuk kepentingan

(19)

11 biofisik maupun untuk kepentingan sosial ekonomi, yang tidak berdampak pada kerawanan banjir dan kejadian banjir pada Cacthment area suatu sub DAS atau DAS.

Kajian ini selain menjadi acuan yang dapat dilakukan untuk pengembangan ilmu pengetahuan dan teknologi (IPTEK), juga menjadi dukungan penyelesaian karya ilmiah, untuk disertasi doktor, bahan penulisan artikel jurnal ilmiah nasional dan internasional, bahan untuk penulisan buku ajar mata kuliah pengelolaan DAS dan Hidrologi hutan. Selain itu karena pada kajian ini dilibatkan selain penelitian 1 (satu) orang untuk disertasi, juga penelitian dua (2) orang untuk tesis dan penelitian dua orang (2) untuk sikripsi.

(20)

12

IV. METODE PENELITIAN

A. Tempat dan Waktu

Kajian daerah aliran sungai (DAS) direncanakan akan dilaksanakan di Catchment area

Jaing seluas 21.498,22 Ha yang terletak di sub DAS Negara DAS Barito, secara administrasi

Catchment area Jaing didominasi oleh wilayah Kecamatan Murung Pudak, Kecamatan Haruai, dan Kecamatan Upau Kabupaten Tabalong, secara umum berdasarkan peta Catchment area Jaing terletak di antara 2o 3’ 15” LS sampai dengan 2o 12’ 30” LS, dan 115° 24’ 05” BT sampai dengan 115° 42’ 08” BT.

B.Tempat dan waktu penelitian

Kajian daerah aliran sungai (DAS) dilaksanakan di catchment area Jaing seluas 23.899,30 Ha., yang terletak di sub DAS Negara DAS Barito, secara administrasi catchment area Jaing didominasi oleh wilayah Kecamatan Murung Pudak, Kecamatan Haruai, dan Kecamatan Upau Kabupaten Tabalong, secara umum berdasarkan peta catchment area Jaing terletak di antara 2o 3’

15” LS sampai dengan 2o 12’ 30” LS, dan 115° 24’ 05” BT sampai dengan 115° 42’ 08” BT. Penentuan titik koordinat sampel lokasi penelitian dilapangan dengan menggunakan GPS (Global Positioning System). Peta administrasi objek penelitian di catchment area Jaing disajikan pada Gambar 1.

(21)

13 Gambar 1. Peta Administrasi Catchment area Jaing Kabupaten Tabalong

Objek penelitian ini merupakan salah satu catchment area atau bagian dari sub DAS Negara DAS Barito di wilayah Kabupaten Tabalong Provinsi Kalimantan Selatan, DAS Barito yang merupakan wilayah kerja Balai Pengelolaan DAS Barito yang terletak di wilayah Provinsi Kalimantan Tengah (DAS Barito bagian hulu) dan wilayah Provinsi Kalimantan Selatan (DAS Barito bagian hilir). Peta lokasi catchment area Jaing di sub DAS Negara Provinsi Kalimantan Selatan disajikan pada Gambar 2.

(22)

14 Gambar 2. Peta lokasi catchment area Jaing di Sub DAS Negara

Pada catchment area Jaing sebagaimana disajikan pada Gambar 2 di bawah ini terdapat sungai Jaing sebagai sungai utama dan anak sungai yaitu; sungai Ula, Sungai Baruh, Sungai Mulia, dan Sungai Jaing Hulu, selain itu terdapat komponen penutupan lahan vegetasi hutan, semak belukar, dan alang-alang, perkebunan dan sebagai areal pertambangan serta persawahan pada babian hilir.

Catchment area Jaing yang akan menjadi lokasi objek penelitian sebagian areal ini terletak pada areal konsesi pertambangan PT Adaro Indonesia Provinsi Kalimantan Selatan. Peta

Catchment area Jaing di sub DAS Negara di Kabupaten Tabalong. Areal konsesi pertambangan PT Adaro Indonesia disajikan pada Gambar 3.

(23)

15

Gambar 3.Peta catchment area Jaing di Sub DAS Negara KabupatenTabalong pada areal Konsesi Pertambangan PT Adaro Indonesia.

Pada Gambar 3 terlihat bahwa areal konsesi PT Adaro, terletak di kecamatan Murung Pudak, Haruai dan Kecamatan Upau Kabupaten Tabalong. Area konsesi pertambangan di catchment area Jaing 2243,85 ha, namun belum semuanya dilakukan kegiatan pertambangan.

C.Bahan dan Alat

Bahan dan alat yang disiapkan dalam rangka kajian biofisik DAS antara lain sebagai berikut :

a. Peta yang terdiri atas; Lahan Kritis, Kawasan Hutan, DAS, Peta Morfologi DAS, Administrasi, Citra SRTM (Shuttle Radar Topography Mission), Bentuk Lahan, Peta penutupan lahan, peta RTRW, citra landsat, citra ikonos.

b. HardWare : Komputer (CPU, Monitor, Plotter, Printer)

(24)

16 c. SoftWare : Arc GIS 9 ArcMap version 9.3, Global Mapper 11 dan, simulasi Model Daerah Aliran Sungai (SIMODAS) dilengkapi dengan sejumlah modul untuk melakukan pemodelan hidrologi dan untuk pemodelan daerah aliran sungai.

d. Currentmeter untuk mengetahuI debit air pada suatu DAS e. Water level untuk mengetahui perubahan tinggi muka air f. GPS (Global Positioning System)

g. Stopwatch untuk menghitung waktu h. Meteran untuk mmengukur jarak i. Kamera untuk dokumentasi j. Alat tulis menulis

D. Teknik Pengumpulan Data dan Parameter yang Diamati

Untuk mengetahui peranan biofisik DAS terhadap tingkat kerawanan banjir di Catchment area Jaing sub DAS Negara dibutuhkan data primer di lapangan dan sekunder pada beberapa instansi terkait baik pemerintah maupun swasta.

Penelitian ini bersifat deskriptif kuantitatif, hasil penelitian memberikan gambaran keruangan mengenai tingkat kerawanan banjir dan model arahan pengelolaan DAS untuk pengendalian banjir di Catchment area Jaing sub DAS Negara berdasarkan parameter komponen-komponen lingkungan yang terukur secara kuantitatif. Penelitian ini menggunakan pendekatan wilayah ekologi Daerah Aliran Sungai (DAS) yang proses analisis dan penyajiannya dilakukan secara spasial dengan memanfaatkan teknologi Sistem Informasi Geografis (SIG), hal tersebut diartikan bahwa hasil-hasil dalam penelitian ini memiliki referensi geografis dan penyajiannya berupa peta.

Penelitian ini terdiri dari lima sub penelitian (jenis) parameter yang akan diamati atau diukur selama penelitian, diharapkan diperoleh data time series yang berfungsi untuk menganalisis serangkaian data yang dalam suatu rentang-waktu untuk mengetahui perkembangan karakteristik catchment area Jaing. hal ini sesuai Faisol, Indarto dan Usman (2009). metode masing-masing parameter adalah sebagai berikut:

(25)

17

1. Penggunaan dan penutupan lahan lahan

Pengguaan dan pentupan lahan yang digunakan sebagai unsur utama dalam penentuan tingkat kerawanan banjir, data ini diperoleh dari hasil interpretasi/penafsiran citra landsat tahun terbaru yang selanjutnya dilakukan Ground Check. Penggunaan lahan akan diklasifikasi menjadi 11 jenis, sesuai kondisi catchment area Jaing sub DAS Negara, sebagaimana disajikan pada Tabel 1.

Tabel 1. Penggunaan dan penutupan Lahan

No Penggunaan dan penutupan lahan Kode

1 Hutan lahan kering sekunder Hs

2 Hutan tanaman Ht 3 Semak belukar Br 4 Perkebunan Pk 5 Pemukiman Pm 6 Lahan terbuka Tb 7 Tubuh air A

8 Pertanian lahan kering Pk

9 Pertanian lahan kering campur semak Pc

10 Sawah Sw

11 Tambang T

Sumber. Balitbangda Provinsi Kalimantan Selatan dan Fakultas Kehutanan Unlam (2010) dan Balai Pemantapan Kawasan Hutan (2012).

2. Curah hujan

Beberapa metode untuk mendapatkan data hujan wilayah di catchment area Jaing sub DAS Negara Kabupaten Tabalong ialah.

a. Cara rata-rata aljabar atau aritmatik b. Cara poligon thiessen

c. Cara isohyet

(26)

18 a. Rata-rata curah hujan bulanan (mm/tahun)

b. Rata-rata hari hujan (hari/tahun)

c. Jumlah bulan basah, kering dan lembab.

Hasil perhitungan curah hujan dilakukan berdasarkan data curah hujan tahunan dan hari hujan dalam satu tahun dari pos hujan yang berada di sekitar/wilayah Cacthement area Jaing. Curah hujan sebagai variabel kerawanan banjir sebagaimana disajikan pada Tabel 2.

Tabel 2. Curah hujan hujan sebagai variabel kerawanan banjir

No Jumlah curah hujan (mm/tahun) Kategori

1 > 5.500 Sangat besar

2 4.500 - 5.500 Besar

3 3.500 - 4.500 Agak besar

4 2.500 - 3.500 Sedang

5 <2.500 Rendah

Sumber : Wischemeier (1958), Chow (1968),Wiersum Ambar (1980) dalam Departemen Kehutanan (1998).

3. Kelerengan

Peta lereng dapat disiapkan dari informasi garis kontur yang ada pada peta topografi dengan cara menghitung kemiringan lereng menggunakan rumus sederhana sebagai berikut :

IC S = --- x 100 (D/100) x SK dimana : S = kemiringan lereng (%) IC = interval kontur (m)

D = jarak antar garis kontur pada peta (cm) SK = penyebut skala peta topografi yang dianalisis

(27)

19 Departemen Kehutanan (2009b), menyatakan bahwa kelas kelerangan dapat juga diperoleh

dari data dasar Digital Elevation Model (DEM) dari peta kontur, dengan cara membuat peta lereng kemudian diklasifikasikan (0 – 2%, 3 – 7%, 8 – 13%, 14 – 20% dan >21%.

Elevasi suatu lahan termasuk wilayah kajian di sub DAS Negara dapat di amati dengan menggunakan GPS dan atau altimeter, sehingga diperoleh data ketinggian di atas permukaan laut (dpl) dengan satuan m.

Pemetaan kemiringan lereng dilakukan dengan melakukan analisis data raster DEM (Digital Elevation Model)-SRTM (Shuttle Radar Topographic Mission) dengan resolusi 90 x 90 meter yang kemudian diproses menggunakan software GIS yaitu Global Mapper untuk mendapatkan data contur dan kelas lereng.

De Bruijn dan Klijn (2009) menyatakan bahwa peta yang menyajikan informasi risiko banjir dan aspek-aspek pendukungnya dalam skala spasial yang lebih detil sangat relevan dalam menentukan prioritas pengendalian banjir ataupun perencanaan penggunaan lahan. Perihal kerincian skala spasial juga dikemukakan Bales dan Wagner (2009), bahwa data topografis berkualitas tinggi merupakan factor yang diperlukan untuk menghasilkan peta genangan (banjir) yang akurat. Terkait dengan kerincian skala spasial tersebut, pemetaan kerawanan banjir dalam penelitian ini menggunakan data topografis berupa citra SRTM 30 Arc Sec yang berarti memiliki resolusi 30 × 30 meter sebagai dasar bagi pembuatan peta kemiringan lereng. Citra SRTM tersebut sampai saat ini merupakan data topografis yang tergolong berkualitas baik, karena citra SRTM yang umumnya dapat diakses publik adalah citra SRTM dengan resolusi 90 × 90 meter. Kualitas resolusi citra SRTM yang digunakan dalam penelitian ini memberikan batasan akurasi bagi peta rawan banjir yang dihasilkan.

4. Tata Air (Kerapatan sungai, debit air dan infiltrasi) 4.1. Kerapatan sungai

Kerapatan sungai adalah suatu angka indeks yang menunjukan banyaknya anak sungai di dalam suatu DAS. Indeks tersebut dapat diperoleh dengan persamaan menurut Asdak (1995) sebagai berikut:

(28)

20 Dimana:

Dd : Indeks kerapatan sungai (km/km2)

L : Jumlah panjang sungai termasuk panjang anak-anak sungai (km) A : Luas DAS (km2)

Klasifikasi indeks kerapatan sungai tersebut menurut (Soewarno,1991) dan hasil klasifikasi interval untuk analisis kajian banjir di catchment area Jaing adalah :

1. Dd : < 0,25 km/km2 : Kriteria kerapatan sangat rendah 2. Dd : 0,25 – 8,50 km/km2 : Kriteria kerapatan rendah 3. Dd : 8,50 – 16,75 km/ km2 : Kriteria kerapatan sedang

4. Dd : 16,75 – 25,00 km/ km2 : Kriteria kerapatan tinggi

5. Dd : > 25,00 km/ km2 : Kriteria kerapatan sangat tinggi

4.2. Debit air

Debit air (water discharge, Q) ialah volume air yang mengalir melalui suatu penampang melintang sungai per satuan waktu, dalam satuan m³/detik, Volume debit (Q) ialah total volume aliran (limpasan) yang keluar dari daerah tangkapan air atau DAS/Sub DAS, dalam satuan m³/det. Kriteria dan indikator penilai DAS disajikan pada Tabel 3.

Tabel 3. Kriteria dan indikator penilai DAS

Indikator Parameter Standar Evaluasi Keterangan

Debit Air Sungai Q = A x V KRS Q:Debit sungai A:Luas Pnmpang V:Kecev aliran Q max KRS = --- Q min KRS < 50 baik KRS = 50-120 sedg KRS > 120 buruk - KRS: koefesien regim sungai - Keragaman debit bulanan

Sumber : Peraturan Dirjen RLPS, 2009d

4.3 Infiltrasi

Infiltrasi ialah proses meresap atau masuknya air ke dalam tanah melalui permukaan tanah dan merupakan besarnya tebal air yang dapat meresap ke dalam tanah dalam satuan waktu.

(29)

21 Kurva kapasitas infiltrasi merupakan kurva hubungan antara kapasitas infiltrasi dan waktu yang terjadi selama dan beberapa saat setelah hujan. Model persamaan kurva kapasitas infiltrasi, adapun rumus perhitungan infiltrasi sebagai berikut (Persamaan Horton,1939 yang dikutip Asdak,2010):

f = fc + (fo – fc) e-kt Dimana:

f = Kapasitas infiltrasi

fc = Beasarnya infiltrasi saat konstan/tetapan kapasitas (saat t mendekati nilai tak terhingga)

fo = Besarnya infiltrasi pada awal proses infiltrasi e = 2,718 (Horton,1939 yang dikutif Arsyad,2010) k = tetapan untuk tanah (Asdak 2010)

t = waktu

Faktor infiltrasi tanah (jenis tanah) untuk penentuan kerawanan banjir juga dapat diperoleh berdasarkan kondisi sifat fisik tanah (tekstur) menggunakan peta jenis tanah, selain itu juga dapat diperoleh secara langsung di lapangan dengan menggunakan doble ring infiltrometer, selain itu infiltrasi dapat ditentukan berdasarkan tekstur tanah sebagai faktor inflitrasi untuk penentuan kerawanan banjir disajikan pada Tabel 4.

Tabel 4. Faktor klasifikasi inflitrasi tanah untuk penentuan kerawanan banjir

No. Deskripsi infiltrasi (mm/jam) Teknik

Perolehan Data

1 Sangat lambat - lambat 1-5 - Interpretasi

citra/peta - Lapangan 2 Sedang-lambat 5-20 3 Sedang 20-65 4 Sedang – cepat 65-125 5 Cepat >125 Sumber: Lee, 1986

(30)

22

4.4. Kekritisan lahan

Penilaian lahan kritis mengacu kepada metode penetapan lahan kritis hasil Lokakarya Penentapan Lahan Kritis di Jakarta tahun 1997. Metode tersebut kemudian dituangkan dalam SK. Dirjen RRL No. 041/Kpts/V/1998 Tanggal 21 April 1998 tentang pedoman penyusunan rencana teknik lima tahun rehabilitasi lahan dan konservasi tanah DAS (RTL-RLKT DAS). Selanjutnya, seiring dengan kemajuan teknologi SIG maka metode penentuan lahan kritis ini dikembangkan dengan menggunakan perangkat lunak dengan ekstensi pendukungnya, hal ini dituangkan dalam Peraturan Dirjen RLPS No. SK.167/V-SET/2004 tanggal 22 September 2004 tentang Petunjuk Teknis Penyusunan Data Spasial Lahan Kritis.

Metode yang digunakan dalam analisis tabular adalah metode skoring. Setiap parameter penentu kekritisan lahan diberi skor tertentu. Pada unit analisis hasil tumpang susun data spasial, skor tersebut kemudian dijumlahkan. Hasil penjumlahan skor selanjutnya diklasifikasikan untuk menentukan tingkat kekritisan lahan. Klasifikasi tingkat kekritisan lahan berdasarkan jumlah skor parameter kekritisan lahan seperti ditunjukkan pada Tabel 5.

Tabel 5. Klasifikasi Tingkat Kekritisan Lahan Berdasarkan Total Skor

No

Total Skor Pada:

Tingkat Kekritisan Lahan Kawasan Hutan Lindung Kawasan Budidaya Pertanian Kawasan Lindung di Luar Kawasan Hutan

1 120 – 180 115 - 200 110 - 200 Sangat Kritis

2 181 – 270 201 - 275 201 - 275 Kritis

3 271 – 360 276 - 350 276 - 350 Agak Kritis

4 361 – 450 351 - 425 351 - 425 Potensial Kritis

5 451 – 500 426 - 500 426 - 500 Tidak Kritis

Sumber : Peraturan Dirjen Rehabilitasi lahan dan Perhuanan Sosial, 2004.

E. Analisis data 1. Banjir

1.1. Kejadian Banjir

Penentuan data kejadian banjir pada wilayah penelitian, diperoleh berdasarkan data sekunder pada instansi terkait baik unsur pemerintah maupun swasta, yang selanjutnya dilakukan

(31)

23

Ground Check melalui pengamatan langsung di lapangan dan wawancara dengan masyarakat sekitar.

1.2. Kerawanan Banjir

Penentuan kerawanan banjir di lakukan dengan metode skoring pada beberapa variabel atau faktor dan masing-masing variabel mempunyai skor berdasarkan kerentanan terhadap kerawanan banjir.

Berdasarkan pada jumlah skor masing variabel peubah, maka dilakukan analisis data hingga diperoleh tingkat kerawanan banjir yaitu; sangat rawan, rawan, agak rawan, kurang rawan dan tidak rawan banjir.

Kriteria dan skor variabel peubah yang digunakan untuk analisis penentuan kerawanan banjir pada kajian banjir ini ialah variabel biofisik DAS sebagai berikut:

1.2.1. Penggunaan lahan

Pada Kajian ini akan diperoleh penutupan lahan sebanyak 13 bagian dan akan disesuaikan dengan fungsi kawasan yang terdapat di areal kajian. Kriteria dan skor penggunaan lahan disajikan pada Tabel 6.

Tabel 6. Kriteria dan skor Penggunaan Lahan

No. Penggunaan lahan Skor

1 Sawah 5 2 Tambak 5 3 Lahan Terbuka 5 4 Pertambangan 5 5 Tubuh Air 5 6 Kebun campuran 4 7 Pemukiman 4

8 Pertanian Lahan Kering 3

9 Semak belukar 3

10 Perkebunan 2

11 Hutan Lahan Kering Primer 1

12 Hutan Lahan Kering Sekunder 1

13 Hutan Tanaman 1

(32)

24

1.2.2. Curah Hujan

Tabel 7. Kriteria dan skor curah hujan sebagai variabel kerawanan banjir

No Jumlah curah hujan (mm/tahun) Skor

1 > 5.500 5

2 4.500 - 5.500 4

3 3.500 - 4.500 3

4 2.500 - 3.500 2

5 <2.500 1

Sumber : Wischemeier, 1958; Chow, 1968; Wiersum Ambar, 1980 dalam Dephut, 1998

1.2.3. Lereng

Kelerengan merupakan salah satu variabel yang digunakan dalam kajian DAS di catchment area Jaing untuk pengedalian banjir, sebagimana dinyatakan Balitbangda Provinsi Kalimantan Selatan dan Fakultas Kehutanan Unlam (2010) bahwa dalam penyusunan masterplan banjir dan pengelolaannya digunakan parameter lereng. Lebih lanjut Paimin et al. (2009) menyatakan bahwa lereng merupakan salah satu parameter penentuan kerawanan banjir. Kriteria dan skor lereng disajikan pada Tabel 8.

Tabel 8. Kriteria dan skor lereng sebagai variabel kerawanan banjir

No Lereng (%) Skor 1 > 21 5 2 14 – 20 4 3 8 – 13 3 4 3 – 7 2 5 < 2 1

Sumber : Balitbangda Provinsi Kal-Sel dan Unlam, 2010, Pratomo 2008 dan Departemen Kehutanan 2009

1.2.4. Tata air (kerapatan sungai, debit air (Q) dan infiltrasi)

Tata air merupakan faktor yang sangat menentukan kondisi suatu DAS, tata air yang baik pada suatu DAS, akan mengendalikan kerawanan dan kejadian banjir. Kriteria dan skor untuk Tata air disajikan pada Tabel 9, 10, dan 11.

(33)

25 Tabel 10. Kriteria dan skor kerapatan jaringan sungai sebagai parameter kerawanan banjir

No kerapatan jaringan sungai Skor

1 < 0,25 km/km2 5

2 0,25 – 8,50 km/km2 4

3 8,5 – 16,75 km/km2 3

4 16,75 – 25,00 km/km2 2

5 > 25 km/km2 1

Sumber : Soewarno, 1991, dan hasil perhitungan kelas interval, 2012

Departemen Kehutanan (2009d) menyatakan bahwa dengan mengacu pada definisi banjir dan kekeringan maka penilaian indikator debit air sungai (banjir dan kekeringan) di DAS menggunakan nilai parameter koefisien regim sungai (KRS)

Tabel 11. Kriteria dan skor koefesien regime sungai (Qmaks/Qmin) sebagai parameter kerawanan banjir

No KRS (koefesien regime sungai) Skor

1 <120 5

2 50 – 120 3

3 >50 1

Sumber :Departemen Kehutanan, 2009d.

Tabel 12. Kriteria dan skor infiltrasi (tekstur tanah) sebagai parameter kerawanan banjir

No Kapasitas infiltrasi (mm/jam) Skor

1 1-5 5 2 5-20 4 3 20-65 3 4 65-125 2 5 >125 1 Sumber: Lee, 1986

1.2.5. Tingkat Kekritisan Lahan

Tabel 13. Kriteria dan skor tingkat kekritisan lahan sebagai parameter kerawanan banjir

No Tingkat kekritisan Skor

1 Sangat Kritis 5 2 Kritis 4 3 Agak Kritis 3 4 Potensial Kritis 2 5 Tidak Kritis 1 Sumber : Departemen, 2009a.

(34)

26 Berdasarkan parameter kerawanan banjir yang disajikan pada pamameter tersebut di atas, maka berikut ini disajikan skor setiap paramater dan penentuan klasifikasi tingkat kerawan banjir di di Catchment area Jaing Sub DAS Negara Kabupaten Tabalong Provinsi Kalimantan Selatan. Selanjutnya Paimin at al. (2009) menyatakan bahwa presentase parameter kerawanan banjir terdiri atas bobot parameter manajemen 45 % dan bobot paramater alami 55 %, karena adanya penambahan variabel manajemen dan variabel alamiah, maka dilakukan perhitungan ulang tingkat kepentingan atau pengaruh dan bobot masing-masing parameter kerawanan banjir. Penentuan bobot ini dilakukan melalui kuesioner para pengambil kebijakan (instansi terkait) lingkup Pemerintah Daerah Kabupaten Tabalong, dan analisis menggunakan metode Analytic Hierarchy Process (AHP) untuk variabel manajemen dan vaiabel alami, sehingga diperoleh bobot parameter manajemen menjadi 42,6 % dan bobot 57,4%. Masing-masing parameter yang disajikan pada Tabel 27, sedangkan daftar kuesioner intansi terkait dan proses penentuan bobot parameter kerawanan banjir menggunakan metode AHPdisajikan pada Lampian 1 dan 2, hal ini sesuai Delasdriana dan Purwanto (2012) AHP adalah metode yang digunakan untuk meng-kuantitatif-kan pendapat yang masih bersifat kualitatif, berperan dalam penentuan bobot tiap parameter. Selanjutnya, Anbalagan (1992), menentukan dan mengidentifikasikan tingkat kerentanan suatu daerah terhadap kerawan bencana di gunakan metode AHP untuk memperoleh pembobotan parameter. Kumar at al. (2012), sejumlah faktor yang mempengaruhi terjadinya kerawanan bencana sehingga di gunakan pembobotan dalam analisis kerentanannya.

Pratomo (2008), Pemberian bobot pada masing-masing parameter atau variabel berbeda-beda, hal ini dengan memperhatikan seberapa besar pengaruh parameter-parameter tersebut terhadap terjadinya banjir. Semakin besar pengaruh parameter tersebut terhadap banjir maka nilai bobotnya juga besar. Bobot parameter kerawanan Banjir di catchment area Jaing Sub DAS Negara disajikan pada Tabel 14.

(35)

27 Tabel 14. Bobot parameter kerawanan Banjir di catchment area Jaing Sub DAS Negara

No. Parameter Bobot

(%) Besaran Kriteria Nilai Skor A Manajemen (42,6 %) 1 Penggunaan dan penutupan lahan 42,6

-Sawah, tambak, lahan terbuka, pertambangan dan tubuh air (kerapatan sangat rendah).

-Kebun cmprn, pemukiman & bandara (kerapatan rendah).

-Pertanian lhn kering (kerapatan sedang). -Semak belukar dan

perkebunan (kerapatan agak tinggi).

-Hutan (kerapatan tinggi)

Tidak baik Kurang baik Sedang Agak baik Baik 5 4 3 2 1 B Alamiah (57,4 %) 2 Curah Hujan 19,9 > 5.500 4.500 - 5.500 3.500 - 4.500 2.500 - 3.500 <2.500 Sangat besar Besar Agak besar Sedang Rendah 5 4 3 2 1 3 Lereng 10,4 > 21 % 14 – 20 % 8 – 13 % 3 – 7 % < 2 % Tinggi Agak Tinggi Sedang Agak Rendah Rendah 5 4 3 2 1 C Tata air (14,6 %) 4 a. Kerapatan aliran 5,0 < 0,25 km/km2 0,25 – 8,50 km/km2 8,50 – 6,75 km/km2 16,75 – 25,00 km/km2 > 25 km/km2 Rendah Agak rendah Sedang Agak agak tingg Tinggi 5 4 3 2 1 b.Debit air (KRS) 4,8 <120 50 -120 >50 Buruk/Jelek Sedang Baik 5 3 1 c. Infiltrasi 4,8 1-5 5-20 20-65 65-125 >125 Lambat Agak lambat Sedang Agak cepat cepat 5 4 3 2 1

(36)

28

No. Parameter Bobot

(%) Besaran Kriteria Nilai Skor D Lahan kritis (12,5 %) 10-20 5 Kawasan Hutan Lindung 12,5 20-30 Sangat Kritis Kritis Agak Kritis Potensial Kritis Tidak Kritis 5 4 3 2 1 Kawasan Budi daya utk usaha pertanian 30-40 Sangat Kritis Kritis Agak Kritis Potensial Kritis Tidak Kritis 5 4 3 2 1 Kawasan Lindung di Luar Kwsn Hutan 40-50 Sangat Kritis Kritis Agak Kritis Potensial Kritis Tidak Kritis 5 4 3 2 1 Parameter penggunaan lahan, curah hujan, kelerengan, tata air (kerapatan aliran, debit air, dan infiltrasi), dan lahan kritis ditransformasi ke dalam skor dan bobot berdasarkan perannya terhadap proses kerawanan banjir, selanjutnya dilakukan overlay terhadap parameter tersebut di atas untuk dapat menghasilkan data dan peta daerah rawan banjir.

Paimin at al. (2009) menyatakan bahwa penghitungan skor dan bobot perlu dilakukan setelah proses overlay selesai untuk memperoleh skor tertimbang yang menjadi dasar bagi penilaian tingkat kerawanan suatu wilayah terhadap banjir yaitu dengan menjumlahkan hasil kali skor dan bobot masing-masing parameter dibagi 100. Formulasi yang digunakan untuk memperoleh skor tertimbang daerah rawan banjir adalah sebagai berikut:

Skor Tertimbang = ((42.6 % × PL) + (19,9 % × CH) + (10,4 % × Lr) + (5 % × KA) + (4,8 % × DA) + (4,8 % × IL) + (12,5 % × KL)) : 100

PL = Skor Penggunaan lahan

CH = Skor Curah hujan daerah Lr = Skor Kelerengan

KA = Skor Kerapatan aliran DA = Skor Debit air (KRS)

(37)

29 IL = Skor Infiltrasi

KL = Skor Kekritisan lahan

Sistem kelas interval teratur untuk menentukan tingkat kerawanan banjir pada kajian ini menggunakan persamaan interval kelas Sturges sebagai berikut.

Xt – Xr Ki = k Keterangan : Ki = Interval kelas Xt = Data tertinggi Xr = Data teredah

k = Jumlah kelas yang diinginkan

Berdasarkan pada persamaan tersebut di atas, maka diperoleh nilai tingkat kerawanan banjir sebagaimana disajikan pada Tabel 15, sedangkan proses penentuan klasifikasi tingkat kerawanan banjir menggunakan sistem interval kelas Sturgess (Jupren, 2009).

Tabel 15. Klasifikasi Tingkat Kerawanan Banjir dan Total Nilai kelang- masing kelas tingkat kerawanan

No. Tingkat Kerawanan Banjir Total Nilai

1 Tidak Rawan 1,00 - 1,80

2 Kurang Rawan 1,81 - 2,60

3 Agak Rawan 2,61 - 3,40

4 Rawan 3,41 - 4,20

5 Sangat Rawan 4,21 - 5,00

(38)

30

V. HASIL YANG TELAH DICAPAI

A. Penggunaan dan Penutupan Lahan

Penggunaan dan penutupan lahan yang digunakan sebagai unsur utama dalam penentuan tingkat kerawanan banjir, data ini diperoleh dari hasil interpretasi/penafsiran citra Ikonos tahun 2012 melalui sistem informasi geografis (SIG), berdasarkan hasil penafsiran tersebut, selanjutnya dilakukan dilakukan Ground Check pada semua jenis penggunaan dan penutupan lahan di Catchment area Jaing. Sebagaimana Baja (2012), SIG adalah suatu sistem informasi yang dirancang untuk bekerja dengan data ter-referensi dengan koordinat-koordinat spasial atau geografis dan dalam perencanaan tata guna lahan, ketersediaan data ter-referensi secara spasial merupakan prasyarat utama, dengan demikian SIG dianggap sebagai suatu sistem peta kelas tinggi, yang dibutuhkan dalam setiap tahap perencanaan tata guna lahan, mulai perencanaan awal kegiatan hingga penyajian hasil untuk digunakan dalam pengambilan keputusan. SIG merupakan suatu sistem pengelola data spasial yang handal dan sekaligus sebagai suatu sistem penunjang keputusan. Penggunaan dan penutupan lahan periode tahun 2000 – 2013 disajikan pada Tabel 16, sedangkan peta penggunaan dan penutupan lahan tahun 2000 disajikan pada Gambar 3.

(39)

31 Pada Gambar 3 dan Tabel 16 terlihat bahwa perubahan penutupan lahan yang dominan berkurang terjadi pada tahun 2000 sampai tahun 2013 yaitu pertanian lahan kering campur semak (luas 40,83 % menjadi 33,41 % tahun 2011, tetapi 2013 menjadi 39,01%), semak belukar (luas 13,37 % menjadi 0,47 %), sedangkan penutupan lahan bertambah luas yaitu pertanian lahan kering (luas 16,83 % menjadi 25,74 %) dan tambang (luas 2,03 % menjadi 8,31 %). Penggunaan dan penutupan lahan periode tahun 2000 – 2013 disajikan pada Tabel 16, sedangkan peta penggunaan dan penutupan lahan tahun 2013 disajikan pada Gambar 4

(40)

32 Tabel 16. Penggunaan dan Penutupan lahan di catchment area Jaing sub DAS Negara (tahun 2000 sampai tahun 2013

No. Penggunaan dan penutupan lahan

Thn_2000 Thn_2003 Thn_2006 Thn_2009 Thn_2011 Thn_2013

ha % Ha % Ha % ha % ha % ha %

1 Hutan lahan kering

sekunder 1444,73 5,59 1444,73 5,59 1382,95 5,35 1321,31 5,11 2250,41 8,70 1290,91 4,99 2 Hutan tanaman 162,48 0,63 162,48 0,63 162,48 0,63 162,48 0,63 162,48 0,63 2346,67 9,08 3 Semak belukar 3457,50 13,37 3315,39 12,82 2631,44 10,18 2634,68 10,19 2634,68 10,19 122,13 0,47 4 Perkebunan 3667,19 14,19 3667,19 14,19 3649,02 14,11 2972,92 11,50 2972,92 11,50 2072,20 8,02 5 Pemukiman 339,94 1,31 339,94 1,31 339,94 1,31 339,94 1,31 339,94 1,31 414,93 1,61 6 Lahan terbuka 1349,63 5,22 1369,39 5,30 1822,39 7,05 1320,58 5,11 1320,58 5,11 332,06 1,28 7 Tubuh air 0,09 0,00 0,09 0,00 0,09 0,00 0,09 0,00 0,09 0,00 12,42 0,05

8 Pertanian lahan kering 4350,58 16,83 4350,58 16,83 4774,51 18,47 5303,80 20,52 5303,80 20,52 6653,11 25,74 9 Pertanian lahan kering

campur semak 10554,86 40,83 10511,69 40,66 9943,51 38,46 9567,51 37,01 8638,41 33,41 10084,08 39,01

10 Sawah - - - 81,69 0,32 81,69 0,32 279,76 1,08

11 Tambang 525,11 2,03 690,64 2,67 1145,79 4,43 2147,10 8,31 2147,10 8,31 2243,85 8,68

(41)

33 Gambar 4. Penutupan dan penggunaan lahan tahun 2013 di catchment area Jaing.

Pada Gambar 4, terlihat bahwa hutan lahan kering sekunder tersebar di bagian hulu

catchment area ini yaitu pada kelerengan > 21 %, selain itu hutan sekunder bertambah luasan pada bagian lainnya, pertanian lahan kering dan lahan kering campur semak tersebar pada bagian hulu, hilir dan bagian tengah, sedangkan pertambangan tersebar pada bagian hilir dan tengah, namun terlihat pada Gambar 19 bahwa pertambangan bagian tengah (PT Adaro Indonesia) bertambah lebih luas. Pertanian lahan kering di dominasi jenis penutupan lahan karet unggul dan karet alam, karena jenis ini cukup diminati oleh masyarakat yang bermukim di catchment area ini untuk meningkatkan kesejahteraannya. Tanaman karet unggul yang menjadi salah satu jenis tanaman yang diminati oleh masyarakat untuk meningkatkan kesejahteraanya.

(42)

34

B. Curah Hujan

1. Kondisi Curah Hujan Catchment Area Jaing

Hasil perhitungan curah hujan Catchment area Jaing Sub DAS Negara selama 10 tahun (2003 – 2012) menggunakan metode Polygon Thiesen yang terdiri tiga stasiun penakar curah hujan (Murung Pudak, Kembang Kuning dan Masingai). Sebagaimana disajikan pada Tabel 31 di diperoleh bahwa rata-rata jumlah curah hujan sebesar 1.523,24 mm/thn, rata-rata curah hujan maksimum sebesar 276,49 mm/thn atau 23,04 mm/bln dan rata-rata hari hujan 151 hari/tahun atau 12,58 hari/bln. Pada musim hujan rata-rata curah hujan 300,08 mm (periode bulan Oktober sampai Maret, sedangkan pada musim kemarau rata-rata curah hujan 126,36 mm (periode bulan April sampai September). Pada Tabel 17 dan Gambar 5, terlihat bahwa kondisi curah hujan tertinggi di catchment area Jaing pada tahun 2005 (2.046,824 mm/tahun) dan tahun 2010 (2.160,598 mm/tahun), sedangkan curah hujan rendah pada tahun 2007 (1381,074 mm/tahun) dan tahun 2003 (1.548,150 mm/tahun). Curah hujan periode tahun 2003 sampai tahun 2012 terlihat bahwa setiap perbedaan dalam kurun waktu kurang lebih 3 tahun mengalami perubahan curah hujan yang cukup signifikan di catchment area ini.

Gambar 5. Grafik kondisi curah hujan setiap tahun dalam bulan yang sama (Januari – Desember) tahun 2003 - 2012.

(43)

35 Tabel 17. Curah hujan rata-rata tahun 2003 sampai 2012 (10 tahun)

No THN CURAH

HUJAN JAN FEB MAR APR MEI JUN JUL AGS SEP OKT NOP DES

1 2003 Jmlh 230,1 200,7 145,3 84,2 42,02 95,04 72,97 24,9 93,1 107,3 204 248,5 CH Mak 33,6 27,4 27,98 13,52 13,87 28,93 15,23 7,98 19,1 20,8 25,23 29,88 HH 19 15 14 12 5 6 8 5 10 11 17 16 2 2004 Jmlh 221,9 271,6 164,8 68,16 158,1 84,44 123,9 6,32 72,1 126,2 217,3 261,3 CH Mak 27,55 30,37 30,29 20,56 28,84 25,79 27,36 6,42 17,4 25,06 25,41 29,62 HH 19 17 14 8 14 6 11 1 7 8 16 21 3 2005 Jmlh 291,4 202,9 317,4 289,1 139,8 90,6 60,69 23,4 44,6 153,4 207,8 225,8 CH Mak 29,37 28,04 31,41 26,06 22,67 17,33 18,76 7,82 12,5 23,92 28,04 27,42 HH 19 15 20 20 14 11 7 6 7 17 19 20 4 2006 Jmlh 161,9 184,5 199,8 181,9 115,3 178,2 40,05 17,7 25,7 37,48 82,02 268,3 CH Mak 21,15 24,92 27,15 26,25 23,4 31,18 20,23 8,19 8,52 15,3 20,37 27,47 HH 14 15 16 15 13 18 4 3 3 4 9 18 5 2007 Jmlh 277,2 214,4 185,8 149,2 100,6 75,88 59,25 50 17,5 38,19 105,9 107,1 CH Mak 38,01 35,07 31,65 22,73 16,14 12,2 12,59 12,5 6,45 12,02 19,44 15,35 HH 18 15 10 14 14 11 9 9 4 7 12 14 6 2008 Jmlh 81,45 92,51 70,46 71,47 36,7 68,27 121,6 108 82,8 171,5 294,5 211,8 CH Mak 14,11 15,62 14,3 12,18 12,69 18,21 24,07 18,1 19 26,71 30,64 21,32 HH 11 11 9 10 6 8 12 12 7 14 18 19 7 2009 Jmlh 141,4 156,4 232,8 342,5 131,8 50,07 40,89 50,4 23,1 66,76 216,2 186,7 CH Mak 19,51 48,35 53,7 71,95 45,46 12,38 19,78 27,6 22,8 19,62 31,55 22,84 HH 16 12 14 15 11 8 4 4 2 7 16 17 8 2010 Jmlh 34,02 29,4 43,05 32,45 17,43 20,79 38,01 22,5 36,3 31,5 39,69 43,68 CH Mak 22,87 17,55 28,57 27,08 21,21 18,95 20,43 19,9 36,2 24,03 23,43 21,04 HH 19 13 17 16 12 14 17 15 19 18 20 20 9 2011 Jmlh 236,6 184,9 190,1 186,1 178,2 96,58 46,92 36,8 55,6 56,36 200,3 252,7 CH Mak 23,09 22,46 22,48 21,69 19,55 17,89 22,18 17,9 27,9 16,82 21,48 29,94 HH 21 14 19 18 16 11 7 5 7 8 19 20 10 2012 Jmlh 232 228,7 230,7 195,2 43,75 91,3 117,7 86,2 34,4 58,47 194,5 313,9 CH Mak 25,6 25,29 26,46 24,1 14,8 23,05 22,46 23,8 14,5 14,85 30,05 33,13 HH 18 18 19 16 7 9 12 10 4 9 16 20

(44)

36

2. Upaya Pengendalian Curah Hujan Untuk Kerawan Banjir

Lahan merupakan media pertumbuhan tanaman, karena menyediakan unsur hara, air dan sirkulasi udara. Sumber daya air mempunyai peran yang sangat besar dalam kehidupan mahluk hidup, mekanisme kehidupan dibutuhkan sumberdaya air. Air yang berasal dari hujan merupakan fenomena alam yang paling penting bagi terjadinya kehidupan di bumi, oleh karena itu tanpa adanya air hujan, maka siklus hidrologi berubah dan keseimbangan bumi akan terganggu (Baja, 2012). Perubahan iklim secara global mengakibatkan perubahan musim yang cukup signifikan baik secara lokal maupun regional. Faktor curah hujan yang tinggi merupakan salah satu penyebab kejadian banjir pada bagian hilir suatu DAS, termasuk di sub DAS Negara DAS Barito. Zhan, Ng, dan Fredlund (2007), besarnya pengaruh curah hujan terhadap infiltrasi dan limpasan tergantung pada panjang dan kemiringan lereng, Perbandingan laju infiltrasi menujukkan bahwa rumput secara signifikan meningkatkan laju infiltrasi dan mengurangi aliran permukaan. Trandafir et al. (2007) curah hujan meningkatkan aliran air permukaan yang lebih tinggi pada lereng yang curam. Lebih lanjut Rahardjo et al. (2005), kondisi kemiringan lereng mempengaruhi kontribusi curah hujan hingga lebih 40 % terhadap infiltrasi dan waktu terjadinya limpasan, selanjutnya dinyatakan bahwa infiltrasi dan perkolasi berkurang setelah terjadinya hujan dan pada kondisi banjir. Lereng dengan permeabilitas yang lebih tinggi menunjukkan infiltrasi yang lebih tinggi pada kondisi curah hujan yang sama, lereng dengan permeabilitas tinggi dapat terjadi infiltrasi 36 – 360 mm/jam (Muntohar dan Liao, 2008).

Londono et al. (2006), limpasan terjadi lebih cepat ketika lereng sebelumnya telah dibasahi oleh hujan, lebih lanjut dinyatakan bahwa lereng berpengaruh terhadap kejadian banjir. Rata-rata tinggi muka air maksimum tahunan, limpasan tahunan rata-rata dipengaruhi perubahan curah hujan dan perubahan aliran sungai lebih sensitf terhadap perubahan musim dingin dari musim panas (Kerkhoven dan Gan, 2010). Sistem drainase dapat dikembangkan untuk pengendalian limpasan permukaan yang disebabakan oleh curah hujan yang melimpah (Yang dan Zhang, 2011). Curah hujan merupakan salah satu faktor terjadinya banjir pada bagian hilir catchment area dan pengaruh curah hujan yang semakin tinggi berdasarkan besarnya persentase tingkat kecuraman lereng, karena semakin besar persentase kelerengan semakin besar aliran permukaan, hal ini sesuai Purwo (2002), faktor curah hujan yang tinggi merupakan

Gambar

Tabel 1. Penggunaan dan penutupan Lahan
Tabel 2. Curah hujan  hujan sebagai variabel kerawanan banjir
Tabel 3.  Kriteria dan indikator penilai DAS
Tabel 4. Faktor klasifikasi inflitrasi tanah  untuk penentuan kerawanan  banjir
+7

Referensi

Dokumen terkait

Diatur pula dalam Peraturan Pemerintah ini mengenai pembentukan lembaga lain dalam rangka melaksanakan kebijakan Pemerintah, sebagai bagian dari perangkat daerah, seperti

STAD merupakan salah satu metode pembelajaran kooperatif yang paling sederhana, dan merupakan model yang paling baik untuk per- mulaan bagi para guru yang baru menggunakan pendekatan

untuk melaksanakan kegiatan rembug warga maka upaya selanjutnya yaitu perencanaan program, merencanakan kegiatan apa saja yang akan dilaksanakan baik itu dalam bidang

Pemijatan yang dilakukan disepanjang tulang belakang untuk merangsang hormon oksitosin dan prolaktin, sesuai dengan prosedur yang dilakukan selama 15 menit pada

Dengan rasio LDR melihat tingginya penyaluran kredit yang diberikan, maka pendapatan bunga dari kredit tersebut juga akan meningkat, yang berdampak pada tingginya

Penelitian ini bertujuan untuk membantu perusahaan yang bergerak dalam bidang jasa pemakaman dan peti mati untuk dapat mengelola proses bisnis dengan menganalisis sistem

Hasil penelitian menyatakan bahwa, wanita PUS di Desa Merak Batin yang menggunakan MKJP lebih sedikit dibandingkan dengan yang menggunakan non MKJP. Hal ini

Smart Energy Collective (2013) differs an active customer from traditional passive cus- tomer according to its ability to change its consumption based on the electricity spot price.