• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA"

Copied!
10
0
0

Teks penuh

(1)

BAB 2

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Ekosistem Danau

Ekosistem danau dapat dibagi menjadi beberapa bagian yaitu benthal merupakan zona substrat dasar dibagi menjadi zona litoral dan zona profundal. Litoral merupakan bagian dari zona benthal yang masih dapat ditembus oleh cahaya matahari, sedangkan zona profundal merupakan bagian dari zona benthal di bagian perairan yang dalam dan tidak dapat ditembus cahaya matahari. Zona perairan bebas sampai ke wilayah tepi merupakan habitat nekton dan plankton yang disebut zona pelagial. Selanjutnya dikenal zona pleustal, yaitu zona permukaan perairan yang merupakan habitat bagi kelompok neuston dan pleuston. Berdasarkan daya tembus cahaya matahari ke dalam lapisan air, dapat dibedakan antar zona fotik di bagian atas, yaitu zona yang dapat ditembus cahaya matahari dan zona afotik di bagian bawah yang tidak dapat ditembus oleh cahaya matahari (Barus, 2004. hlm: 102).

Menurut Soegianto (2005, hlm: 96), danau memiliki tiga zona yang berbeda: 1) zona litoral, dekat pantai di mana tumbuhan berakar dapat dijumpai, 2) zona limnetik (lapisan permukaan perairan terbuka), sinar matahari mampu menembus zona ini, dan didominasi oleh fitoplankton dan ikan yang berenang bebas, dan 3) zona profundal yakni zona perairan dalam yang tidak dapat ditembus sinar matahari dan dihuni oleh organisma yang membuat liang di dasar perairan.

Meskipun di lapisan bawah beberapa danau tidak terdapat hewan, tetapi mungkin organisme anaerobik terdapat di semua dasar danau. Di dasar ini terdapat banyak materi organik, oleh karena semua organisme yang mati dari bagian atas perairan akan tenggelam ke dasar. Materi organik inilah yang kemudian digunakan

(2)

Danau sering diklasifikasikan berdasarkan produksi bahan organiknya. Danau oligotrofik merupakan danau yang dalam dan tidak banyak mengandung nutrien, dan fitoplankton pada zona limnetiknya tidak begitu produktif. Danau eutrofik merupakan danau yang umumnya lebih dangkal, dan kandungan nutrien pada airnya tinggi. Sebagai akibatnya fitoplankton menjadi sangat produktif dan air sering sekali menjadi keruh (Campbell, 2000, hlm: 279).

2.2 Plankton

2.2.1 Defenisi Plankton dan Pembagiannya

Plankton adalah organisma baik tumbuhan maupun hewan yang umumnya berukuran relatif kecil (mikro), hidup melayang-layang di air, tidak mempunyai daya gerak/walaupun ada daya gerak relatif lemah sehingga distribusinya sangat dipengaruhi oleh daya gerak air, seperti arus dan lainnya (Nybakken, 1992, hlm: 38). Plankton diaplikasikan untuk seluruh hewan dan tumbuhan yang hidup secara bebas di air karena keterbatasan pergerakannya atau secara pasif melawan arus perairan karena memiliki flagel (Heddy & Kurniati, 1996, hlm: 16-17).

Plankton merupakan organisma perairan pada tingkat (tropik) pertama dan berfungsi sebagai penyedia energi. Secara umum plankton dapat dibagi menjadi dua golongan, yakni: fitoplankton yang merupakan golongan tumbuhan umumnya mempunyai klorofil (plankton nabati) dan zooplankton (golongan hewan) atau plankton hewani (Wibisono, 2005, hlm: 155).

Berdasarkan daur hidupnya plankton dibedakan menjadi dua yakni plankton yang bersifat planktonik hanya pada sebagian daur hidupnya, misal embrio disebut meroplankton, sedangkan organisma seluruh daur hidupnya bersifat plankton disebut holoplankton (Nybakken, 1992, hlm: 38-39).

(3)

Menurut Basmi (1995, hlm: 23-25), pengelompokkan plankton berdasarkan beberapa hal berikut:

a. Nutrien pokok yang dibutuhkan, terdiri atas:

1. Fitoplankton, yakni plankton nabati (> 90% terdiri dari algae) yang mengandung klorofil yang mampu mensintesa nutrien-nutrien anorgaik menjadi zat organik melalui proses fotosintesis dengan energi yang berasal dari sinar surya.

2. Saproplankton, yakni kelompok tumbuhan (bakteri dan jamur) yang tidak mempunyai pigmen fotosintesis, dan memperoleh nutrisi dan energi dari sisa-sisa organisme lain yang telah mati.

3. Zooplankton, yakni plankton hewani yang makanannya sepenuhnya tergantung pada organisme lain yang masih hidup maupun partikel-partikel sisa organisme seperti detritus. Disamping itu plankton itu juga mengkonsumsi fitoplankton.

b. Berdasarkan lingkungan hidupnya terdiri atas:

1. Limnoplankton, yakni plankton yang hidup di air tawar. 2. Haliplankton, yakni plankton yang hidup dilaut.

3. Hipalmyroplankton, yakni plankton yang hidupnya di air payau. 4. Heleoplankton, yakni plankton yang hidupnya di air kolam.

c. Berdasarkan ada tidaknya sinar di tempat mereka hidup, terdiri atas: 1. Hipoplankton, yakni plankton yang hidupnya di zona afotik. 2. Epiplankton, yaitu plankton yang hidupnya di zona eufotik.

3. Bathiplankton, yaitu plankton yang hidupnya dekat dasar perairan yang juga umumnya tanpa sinar.

d. Berdasarkan asal usul plankton, dimana ada plankton yang hidup dan berkembang dari perairan itu sendiri dan ada yang berasal dari luar, terdiri atas:

1. Autogenetik plankton, yakni plankton yang berasal dari perairan itu sendiri 2. Allogenetik plankton, yakni plankton yang datang dari perairan lain (hanyut

(4)

Berdasarkan ukuran tubuhnya plankton dapat dibedakan menjadi lima yaitu:

megaplankton (organisme planktonik yang besarnya lebih dari 2 mm), makroplankton

(memiliki ukuran antara 0,2 mm - 2,0 mm), mikroplankton (memiliki ukuran antara 20 µm - 0,2 mm), nanoplankton (organisme planktonik yang sangat kecil yang berukuran 2 µm – 20 µm) dan ultraplankton (organisme planktonik yang berukuran kurang dari 2 µm). Nanoplankton dan ultraplankton tidak dapat ditangkap oleh jaring-jaring plankton baku (Nybakken, 1992, hlm: 37).

2.2.2 Ekologi Plankton

Kehadiran plankton di suatu ekosistem perairan sangatlah penting, karena fungsinya sebagai produsen primer atau karena kemampuannya dalam mensintesa senyawa organik dari senyawa anorganik melalui proses fotosintesis (Heddy & Kurniati, 1996, hlm: 18). Dalam ekosistem air hasil dari fotosintesis yang dilakukan oleh fitoplankton bersama dengan tumbuhan air lainnya disebut sebagai produktivitas primer. Fitoplankton terutama pada lapisan perairan yang mendapat cahaya matahari yang dibutuhkan untuk melakukan proses fotosintesis (Barus, 2004, hlm: 40-43).

Fitoplankton ada yang dapat tertangkap dengan jaring plankton tetapi lebih banyak lagi yang sangat halus, lolos tidak tertangkap. Fitoplankton yang sangat halus ini disebut nanoplankton, ukurannya kurang dari 20 µm,dan sangat rapuh hingga sulit diawetkan. Di perairan Indonesia diatom paling sering ditemukan, baru kemudian dinoflagellata. Alga biru jarang dijumpai, tetapi sekali muncul sering populasinya sangat besar ( Nontji, 1993, hlm: 129).

Peran utama fitoplankton dalam ekosistem air tawar adalah sebagai produsen primer. Sebagai produsen, fitoplankton merupakan makanan bagi komponen ekosistem lainnya khususnya ikan. Posisinya di dasar piramida makanan mempertahankan kesehatan lingkungan air. Bila ada gangguan terhadap fitoplankton, maka seketika komunitas lain akan terpengaruh. Komposisi fitoplankton bergantung pada kualitas air, karena itu jenis alga tertentu dapat digunakan sebagai indikator

(5)

eutrifikasi air. Keasaman air juga mempengaruhi kelimpahan fitoplankton (Monk, et al, 2000, hlm: 174).

Kualitas suatu perairan terutama perairan menggenang dapat ditentukan berdasarkan fluktuasi populasi plankton yang akan mempengaruhi tingkatan trofik perairan tersebut. Fluktuasi dari populasi plankton sendiri dipengaruhi terutama oleh perubahan berbagai faktor. Salah satu faktor yang mempengaruhi populasi plankton adalah ketersedian nutrisi di suatu perairan. Unsur nutrisi berupa nitrogen dan fosfor yang terakumulasi dalam suatu perairan akan menyebabkan terjadinya ledakan populasi fitoplankton dan proses ini akan menyebabkan terjadinya eutrifikasi yang dapat menurunkan kualitas perairan (Barus. 2004, hlm: 31).

Zooplankton yang merupakan plankton yang bersifat hewani sangat beraneka ragam dan bentuk dewasa yang mewakili hampir seluruh filum hewan. Namun dari sudut ekologi, hanya satu golongan zooplankton yang sangat penting yaitu subklas kopepoda. Kopepoda ialah Crustaceae holoplanktonik berukuran kecil yang mendominasi zooplankton, merupakan herbivora primer (Nybakken, 1992, hlm: 41).

2.3 Faktor Fisik Kimia yang Mempengaruhi Keanekaragaman Plankton

Menurut Nybakken (1992, hlm: 40-42), sifat fisik kimia perairan sangat penting dalam ekologi. Oleh karena itu selain melakukan pengamatan terhadap faktor biotik seperti plankton, perlu juga dilakukan pengamatan faktor-faktor abiotik perairan. Dengan mempelajari aspek saling ketergantungan antara organisma dengan faktor-faktor

abiotiknya maka akan diperoleh gambaran tentang kualitas suatu perairan (Barus, 2004, hlm: 24).

Faktor abiotik (fisika kimia) perairan yang mempengaruhi kehidupan plankton antara lain:

(6)

Cahaya matahari merembes sampai pada kedalaman tertentu pada semua danau, sehingga permukaan air hangat (agak panas). Air yang hangat kurang padat dibanding air yang dingin, sehingga lapisan air yang dingin disebut epilimnion dan lapisan air yang dingin disebut hipolimnion. Pemisah dari kedua lapisan tersebut dinamakan metalimnion dan diantara kedua lapisan tersebut terjadi peningkatan suhu yang tajam yang disebut termoklin (Whitten, 1987, hlm: 204).

Dalam setiap penelitian dalam ekosistem akuatik, pengukuran suhu air merupakan hal yang mutlak dilakukan. Hal ini disebabkan karena kelarutan berbagai gas di dalam air serta semua aktivitas biologis-fisiologis di dalam ekosistem akuatik sangat dipengaruhi oleh temperatur. Menurut Hukum Van’t Hoffs kenaikan suhu sebesar 10oC (hanya pada kisaran suhu yang masih ditolerir) akan meningkatkan aktivitas fisiologis (misalnya respirasi) dari organisme sebesar 2-3 kali lipat. Pola suhu ekosistem akuatik dipengaruhi oleh berbagai faktor seperti intensitas cahaya matahari, pertukaran panas antara air dengan udara sekelilingnya dan juga oleh faktor kanopi

(penutupan oleh vegetasi) dari pepohonan yang tumbuh ditepi (Brehm & Maijer 1990 dalam Barus, 2004, hlm: 44)

b. Penetrasi Cahaya

Menurut Haerlina (1987, hlm: 5-6), penetrasi cahaya merupakan faktor pembatas bagi organisme fotosintetik (fitoplankton). Penetrasi cahaya mempengaruhi migrasi vertikal harian dan dapat pula mengakibatkan kematian pada organisme tertentu. Kondisi optik dalam air selain dipengaruhi oleh intensitas cahaya matahari, juga dipengaruhi oleh berbagai substrat dan benda lain yang terdapat di dalam air, misalnya oleh plankton dan humin yang terdapat di dalam air (Barus, 2004, hlm: 43).

Penetrasi cahaya merupakan besaran untuk mengetahui sampai kedalaman berapa cahaya matahari dapat menembus lapisan suatu ekosistem perairan. Nilai ini sangat penting kaitannya dengan laju fotosintesis. Besar nilai penetrasi cahaya ini dapat diidentikkan dengan kedalaman air yang memungkinkan masih berlangsungnya

(7)

matahari, kekeruhan air serta kepadatan plankton di suatu perairan (Suin, 2002, hlm: 42).

c. DO (Disolved Oxygen)

Disolved Oxygen (DO) merupakan banyaknya oksigen terlarut dalam suatu perairan. Oksigen terlarut merupakan faktor yang sangat penting di dalam ekosistem perairan, terutama sekali dibutuhkan untuk proses respirasi bagi sebagian besar organisme-organisme air. Kelarutan oksigen di dalam air sangat dipengaruhi terutama oleh faktor suhu. Kelarutan maksimum oksigen di dalam air terdapat di dalam air terdapat pada suhu 0 oC, yaitu sebesar 14,16 mg/l O2. Dengan terjadinya peningkatan suhu akan menyebabkan konsentrasi oksigen akan menurun dan sebaliknya suhu yang semakin

rendah akan meningkatkan konsentrasi oksigen terlarut (Barus, 2004, hlm : 56).

Stratifikasi suhu mempunyai pengaruh yang menarik terhadap air di bagian dasar danau. Organisma-organisma yang berfotosintesis tumbuh subur pada air di bagian permukaan yang dirembes oleh banyak cahaya, dan hal ini yang menyebabkan epilimnion mendapatkan persediaan oksigen yang cukup. Tetapi dalam air keruh di lapisan hipolimnion mungkin hampir tidak ada fotosintesis, dan hampir tidak ada produksi oksigen di sana. Namun hewan-hewan juga hidup di dasar danau, dan membutuhkan oksigen untuk pernapasannya. Kekurangan oksigen ini menjadi lebih parah karena aktivitas pengurai yang terus-menerus berlangsung. Hal ini disebabkan karena biota di permukaan yang bercahaya akan mengeluarkan kotoran, bangkai-bangkai dan sisa-sisa ke dalam hipolimnion dan bakteri memakannya selama jatuh ke dasar. Bakteri-bakteri pengurai itu dapat dengan cepat mengurangi oksigen terlarut pada hipolimnion sampai hampir habis, dan tidak ada jalan bagi ekosistem untuk mencapai lapisan-lapisan ini kecuali jika lapisan-lapisan tersebut bercampur aduk (Whitten, 1987, hlm: 207).

(8)

Nilai BOD (Biochemical Oxygen Demand) menyatakan jumlah oksigen yang dibutuhkan oleh mikroorganisme aerobik dalam proses penguraian senyawa organik, yang diukur pada temperatur 200 C. Dari hasil penelitian misalnya diketahui bahwa untuk menguraikan senyawa organik yang terdapat dalam limbah rumah tangga secara sempurna, mikroorganisme membutuhkan waktu sekitar 20 hari lamanya. Mengingat bahwa waktu selama 20 hari dianggap terlalu lama dalam proses pengukuran ini, sementara dari hasil penelitian diketahui bahwa setelah pengukuran dilakukan selama 5 hari, jumlah senyawa organik yang diuraikan sudah mencapai kurang lebih 70%, maka pengukuran yang umum dilakukan adalah pengukuran selama 5 (lima) hari yang disebut BOD5 (Barus, 2004, hlm: 65-66).

B0D (Biochemical Oxygen Demand) adalah kebutuhan oksigen yang dibutuhkan oleh organisma dalam lingkungan air. Proses penguraian bahan buangan organik melalui proses oksdasi oleh mikroorganisma memerlukan waktu yang cukup lama, hal ini sangat tergantung pada kerja dari bakteri yang menguraikannya (Wardana, 1995, hlm: 77).

e. pH

Organisma akuatik dapat hidup dalam suatu perairan yang mempunyai nilai pH yang netral dengan kisaran toleransi antara asam lemah sampai basa lemah. pH yang ideal bagi kehidupan organisma akuatik pada umumnya berkisar antara 7 sampai 8,5. Kondisi perairan yang bersifat sangat asam maupun sangat basa akan membahayakan kelangsungan hidup organisma karena akan menyebabkan terjadinya gangguan metabolisme dan respirasi. Di samping itu pH yang sangat rendah akan menyebabkan mobilitas berbagai senyawa logam berat yang bersifat toksik semakin tinggi yang tentunya akan mengancam kelangsungan organisma akuatik. Sementara pH yang tinggi akan menyebabkan antara keseimbangan antara amonium dan amoniak dalam air akan terganggu, di mana kenaikan pH di atas netral akan meningkatkan

(9)

Pengukuran pH air dapat dilakukan dengan cara kalorimeter, dengan kertas pH atau dengan pH meter. Pengukurannya tidak begitu berbeda dengan pengukuran pH tanah. Yang perlu diperhatikan dalam pengukuran pH air adalah cara pengambilan sampelnya harus benar sehingga pH yang diperoleh benar (Suin, 2002, hlm: 54). Nilai pH air yang normal adalah netral yaitu antara 6 sampai 8, sedangkan pH air yang tercemar misalnya oleh limbah cair berbeda-beda nilainya tergantung jenis limbahnya dan pengolahnnya sebelum dibuang (Kristanto, 2002, hlm: 73).

f. Kandungan Nitrat dan Fospat

Fitoplankton dapat menghasilkan energi dan molekul yang kompleks jika tersedia bahan nutrisi yang paling penting adalah nitrat dan fospat (Nybakken, 1992, hlm: 41). Nutrien sangat dibutuhkan oleh fitoplankton dalam perkembangannya dalam jumlah besar maupun dalam jumlah yang relatif kecil. Setiap unsur hara mempunyai fungsi khusus pada pertumbuhan dan kepadatan tanpa mengesampingkan pengaruh kondisi lingkungan. Unsur N, P, dan S penting untuk pembentukan protein dan K berfungsi dalam metabolisme karbohidrat. Fe dan Na berperan dalam pembentukan klorofil, sedangkan Si dan Ca merupakan bahan untuk pembentukan dinding sel dan cangkang (Isnansetyo & Kurniastuti, 1995, hlm: 16).

Keberadaan nitrat di perairan sangat dipengaruhi oleh buangan yang berasal dari industri, bahan peledak, piroteknik dan pemupukan. Secara alamiah kadar nitrat biasanya rendah namun kadar nitrat dapat menjadi tinggi sekali dalam air tanah di daerah yang diberi pupuk yang diberi nitrat/nitrogen (Alaerts & Sri 1987, hlm: 161).

Fosfat merupakan unsur yang sangat esensial sebagai nutrien bagi berbagai organisma akuatik. Fosfat merupakan unsur yang penting dalam aktivitas pertukaran energi dari organisma yang dibutuhkan dalam jumlah sedikit, sehingga fosfat berperan sebagai faktor pembatas bagi pertumbuhan organisma. Peningkatan konsentrasi fospat dalam suatu ekosistem perairan akan meningkatkan pertumbuhan algae dan tumbuhan

(10)

eutrofikasi di suatu ekosistem perairan yang menyebabkan terjadinya penurunan kadar oksigen terlarut, diikuti dengan timbulnya kondisi anaerob yang menghasilkan berbagai senyawa toksik misalnya methan, nitrit dan belerang (Barus, 2004, hlm: 43).

BAB 3

BAHAN DAN METODA

3.1 Waktu dan Tempat

Penelitian ini dilakukan di perairan Danau Toba pada bulan Februari 2009. Untuk identifikasi di laboratorium dilakukan bulan Maret sampai dengan April 2009 di Laboratorium Pengelolaan Sumber Daya Alam dan Lingkungan Departemen Biologi FMIPA USU.

3.2 Metode Penelitian

Metode yang digunakan dalam penentuan lokasi sampling untuk pengambilan sampel plankton adalah ”Purposive Random Sampling” pada 4 stasiun pengamatan. Pada masing-masing stasiun dilakukan 3 (tiga) kali ulangan pada setiap kedalaman yang berbeda.

3.3 Deskripsi Area

Penelitian ini dilakukan di perairan Danau Toba di Kecamatan Pangururan, Kabupaten Samosir. Daerah Pangururan ini merupakan daerah padat penduduk. Di perairan Pangururan ini terdapat berbagai aktivitas masyarakat seperti persinggahan kapal, PDAM, pasar tradisional dan perairan ini juga digunakan oleh masyarakat sebagai

Referensi

Dokumen terkait

Hal ini disebabkan terhalang oleh lapisan-lapisan tajuk pohon yang ada pada hutan tersebut, sehingga tumbuhan bawah yang tumbuh dekat permukaan tanah kurang

Polarisasi konsentrasi adalah sebuah fenomena yang menggambarkan bagaimana akumulasi dari solusi yang menahan membran hasil lapisan fouling pada permukaan membran

Stomata umumnya terdapat pada permukaan bawah daun, tetapi ada beberapa spesies tumbuhan dengan stomata pada permukaan atas dan bawah daun.. Ada pula tumbuhan yang hanya

Terbentuknya lapisan oksida pada permukaan logam yang dianodisasi bergantung pada jenis larutan elektrolit yang digunakan, lapisan dasar oksida (barrier type oxide film) dan

Hutan mangrove merupakan suatu komunitas vegetasi yang kompleks yang umumnya terdapat di wilayah pantai daerah tropis.. Komunitas ini pada umumnya memiliki zona-zona yang

Lapisan pasivasi pada permukaan logam adalah suatu lapisan oksida tipis yang terbentuk pada bermacam-macam tingkat derajat (tergantung pada besar kecilnya tenaga

Adsorpsi satu lapisan terjadi karena permukaan adsorben mampu mengikat adsorbat dengan ikatan kimia Persamaan isoterm adsorpsi Langmuir menggambarkan hubungan antara konsentrasi zat

Persamaan isotermal Freundlich didasarkan atas terbentuknya lapisan-lapisan dari molekul-molekul adsorbat pada permukaan adsorben yang menghubungkan jumlah zat teradsorpsi dengan jumlah