SEKOLAH TINGGI TEKNOLOGI NASIONAL (STTNAS) YOGYAKARTA.
September 2011
DASAR – DASAR ANALISIS
GEOTEKNIK
GEOTEKNIK TAMBANG
Jurusan
: Teknik Geologi
Prodi
: Teknik Pertambangan Strata 1.
Kode
: AS7446P
Mata Kuliah
: Geoteknik Tambang
SKS
: 2 SKS
Semester
: VII
Waktu Perkuliahan : 2 x 50 menit
Dosen Pengampu : Supandi – ST. MT
Sistem Perkuliahan :
Penilaian
: a. Tugas, presentasi dan Diskusi, Quiz,
20%
b. Ujian Tengah Semester (UTS) 30%
c. Ujian akhir semester (UAS) 50%
Textbook
1. John Read and Peter Stacey, 2009, Guidelines fr Open
Pit Slope Design, CRC Press.
2. William A Hustrulid, Michael K.McCarter and Dirk J.A Van
Zyl, 2000, Slope Stability in Surface Mining, Society for
Mining Mettalurgy and Exploration Inc.
3. Ducan C Wyllie & Christopher W Mah, 2007-4th Edition,
Rock Slope Engineering, Spon Press.
4. Charles A Kliche, 1999, Rock Slope Stability, Society for
Mining Mettalurgy and Exploration Inc.
5. E. Hoek & J.W Bray, 1994, Rock Slope Engineering,
Institute of Mining and Metalurgy.
6. Roy E. Hunt, 2007, Geotechnical Investigation
Methods, CRC Press.
Lereng adalah permukaan bumi yang membentuk sudut kemiringan tertentu dengan bidang horisontal. Lereng dapat terbentuk secara alamiah karena proses geologi atau karena
dibuat oleh manusia.
Suatu longsoran adalah keruntuhan dari massa tanah yang terletak pada sebuah lereng sehingga terjadi pergerakan massa
tanah ke bawah dan ke luar. Longsoran dapat terjadi dengan berbagai cara, secara perlahan-lahan atau mendadak serta
dengan ataupun tanpa tanda-tanda yang terlihat.
Setelah gempa bumi, longsoran merupakan bencana alam yang paling banyak mengakibatkan kerugian materi maupun
kematian. Kerugian dapat ditimbulkan oleh suatu longsoran antara lain yaitu rusaknya lahan pertanian, rumah, bangunan,
Analisis kestabilan lereng harus berdasarkan model
yang akurat mengenai kondisi material bawah
permukaan, kondisi air tanah dan pembebanan yang
mungkin bekerja pada lereng.
Tanpa sebuah model geologi yang memadai,
analisis hanya dapat dilakukan dengan
menggunakan pendekatan yang kasar sehingga
kegunaan dari hasil analisis dapat dipertanyakan
LERENG ALAMI
Lereng alami yang telah berada dalam kondisi yang stabil selama puluhan atau bahkan ratusan tahun dapat tiba-tiba runtuh sebagai akibat dari adanya perubahan kondisi lingkungan, antara lain seperti perubahan bentuk topografi, kondisi air tanah, adanya gempa bumi maupun pelapukan. Kadang-kadang keruntuhan tersebut juga dapat disebabkan oleh adanya aktivitas konstruksi seperti pembuatan jalan raya, jalan kereta Api, saluran air dan bendungan.
Terdapat beberapa kesulitan yang dihadapi dalam analisis kestabilan lereng alami karena beberapa hal sebagai berikut:
1. kesulitan untuk mendapatkan data masukan, (seperti model geologi, hubungan tegangan-regangan, distribusi tekanan air pori), yang memadai. 2. tingginya tingkat ketidakpastian mengenai mekanisme longsoran yang
mungkin terjadi serta proses-proses penyebabnya.
Beberapa pertimbangan yang harus dilakukan dalam analisis kestabilan lereng alami antara lain yaitu menentukan apakah longsoran yang mungkin terjadi merupakan longsoran yang pertama kali atau longsoran yang terjadi pada
LERENG BUATAN
Timbunan
Analisis kestabilan lereng timbunan biasanya lebih mudah dan mempunyai ketidakpastian yang lebih rendah daripada lereng alami dan galian. Hal ini disebabkan karena material yang digunakan untuk timbunan dapat dipilih dan dikontrol dengan baik.
Untuk timbunan dari material yang tak berkohesi, seperti kerikil, pasir atau lanau, parameter yang mempengaruhi kestabilan timbunan yaitu: sudut gesek, berat satuan tanah, tekanan air pori dan sudut kemiringan lereng. Longsoran yang terjadi pada timbunan tipe ini biasanya merupakan gelinciran translasional atau gelinciran rotasional yang dangkal. Tekanan air pori yang diakibatkan oleh rembesan akan mengurangi kestabilan timbunan, seringkali dalam analisis diasumsikan muka air tanah berada pada permukaan lereng dan rembesan sejajar dengan permukaan lereng. Kondisi ini biasanya terjadi pada hujan yang sangat deras dan lama.
Kestabilan lereng timbunan dari material yang berkohesi seperti lempung, pasir berlempung, tergantung pada beberapa faktor sebagai berikut: sudut gesek, kohesi, berat jenis tanah, tekanan air pori dan geometri lereng. Longsoran yang biasanya terjadi pada jenis timbunan ini biasanya merupakan gelinciran yang
Kestabilan timbunan harus ditentukan untuk beberapa kondisi sebagai berikut:
1. Kestabilan jangka pendek atau akhir konstruksi 2. Kestabilan jangka panjang
3. Penurunan muka air tanah mendadak
Kestabilan timbunan akan berfluktuasi selama proses kontruksi dilakukan dan juga setelah konstruksi selesai. Hal ini diakibatkan karena perubahan kekuatan geser material pada timbunan yang disebabkan oleh perubahan tekanan air pori dan perubahan beban yang bekerja pada timbunan. Kondisi kestabilan timbunan di atas tanah lempung.
Kestabilan lereng timbunan akan berkurang apabila tinggi timbunan dinaikkan karena lereng akan semakin tinggi dan beban pada pondasi juga bertambah. Sebagai akibatnya maka kestabilan jangka pendek atau kestabilan pada akhir konstruksi timbunan biasanya merupakan kondisi kestabilan yang paling kritis dan lebih menentukan daripada kestabilan jangka panjang. Setelah timbunan selesai dibuat maka faktor keamanan akan bertambah seiring dengan bertambahnya umur timbunan karena adanya konsolidasi pada timbunan dan berkurangnya tekanan air pori sehingga kekuatan geser timbunan akan bertambah
Galian
Tujuan dari rancangan galian adalah untuk menentukan tinggi dan sudut kemiringan lereng yang optimum sehingga lereng tetap stabil dalam jangka waktu yang diinginkan. Lamanya kondisi kestabilan lereng yang harus dipenuhi ditentukan oleh apakah galian bersifat permanen atau sementara, pekerjaan perawatan yang dirancang pada lereng serta pemantauan kondisi kestabilan yang dipasang pada lereng.
Galian dapat dibuat dengan sudut kemiringan tunggal atau menggunakan sudut kemiringan yang bervariasi sesuai dengan tipe material yang digali. Misalnya untuk lereng yang terdiri dari material tanah dan batuan, sudut kemiringan lereng batuan dapat dibuat lebih terjal daripada lereng tanah. Penggalian lereng juga dapat dilakukan
secara berjenjang dengan menggunakan berm untuk setiap interval
ketinggian. Apabila penggalian dilakukan secara berjenjang maka harus
dilakukan analisis untuk kestabilan lereng secara keseluruhan maupun lereng tunggal pada setiap jenjang.
Parameter-parameter yang mempengaruhi kondisi kestabilan lereng antara lain yaitu:
1. Geometri lereng
2. Kekuatan geser material 3. Berat satuan materil
4. Tekanan air pori.
Bentuk longsoran yang terjadi pada galian dengan material yang homogen biasanya berupa sebuah busur lingkaran. Untuk galian pada material yang tidak homogen bentuk longsorannya akan dipengaruhi oleh distribusi kekuatan geser dalam lereng dan biasanya bidang runtuhnya bukan berupa sebuah busur lingkaran.
Kestabilan lereng galian juga harus ditentukan untuk beberapa kondisi sebagai berikut:
a) Kestabilan jangka pendek atau akhir konstruksi b) Kestabilan jangka panjang
Kondisi kestabilan lereng galian akan bervariasi dari waktu ke waktu baik pada saat proses konstruksi maupun setelah pekerjaan konstruksi selesai. Hal ini disebabkan oleh adanya perubahan tekanan air pori, tegangan geser dan pembebanan pada lereng yang mengakibatkan perubahan kekuatan geser material.
Kestabilan jangka panjang dari lereng galian biasanya lebih menentukan dari pada kestabilan jangka pendek atau pada saat akhir konstruksi. Hal ini karena setelah galian selesai dibuat, tekanan air pori akan meningkat, tanah akan mengembang dan menjadi lebih lemah sehingga kekuatan geser tanah berkurang dan kondisi kestabilan lereng juga berkurang. Apabila galian dibuat pada material yang mempunyai permeabilitas
yang tinggi maka kondisi kestabilan lereng pada saat akhir konstruksi dan kestabilan untuk jangka panjang dianggap sama
Tujuan Perhitungan
Tujuan dari analisis kestabilan lereng antara lain adalah sebagai berikut: 1. Membuat desain yang aman dan ekonomis untuk tambang, timbunan,
bendungan, tanggul.
2. Merupakan dasar bagi rancangan ulang lereng setelah mengalami longsoran.
3. Memperkirakan kestabilan lereng selama konstruksi dilakukan dan untuk jangka waktu yang panjang.
4. Mempelajari kemungkinan terjadinya longsoran, baik pada lereng buatanmaupun lereng alamiah.
5. Menganalisis penyebab terjadinya longsoran dan cara memperbaikinya.
Faktor-Faktor Yang Dapat Menyebabkan Terjadinya
Longsoran;
Gaya-gaya yang bekerja pada lereng secara umum dapat dikelompokkan menjadi dua yaitu gaya-gaya yang cenderung untuk menyebabkan material pada lereng untuk bergerak ke bawah dan gaya-gaya yang menahan material pada lereng sehingga tidak terjadi pergerakan atau longsoran.
Terdapatnya sejumlah tipe longsoran menunjukkan beragamnya kondisi yang dapatmenyebabkan lereng menjadi tidak stabil dan proses-proses yang memicu terjadinya longsoran, yang secara garis besar dapat dikelompokkan menjadi empat yaitu kondisi material (tanah/batuan), proses geomorphologi, perubahan sifat fisik dari lingkungan dan proses yang ditimbulkan oleh aktivitas manusia
Menurut Varnes (1978) terdapat sejumlah penyebab internal maupun eksternal yang dapat menyebabkan naiknya gaya geser sepanjang bidang
runtuh maupun menyebabkan turunnya kekuatan geser material, bahkan kedua hal tersebut juga dapat dipengaruhi secara serentak
Berdasarkan hal tersebut, Terzaghi (1950) membagi penyebab-penyebab terjadinya
longsoran menjadi dua kelompok yaitu:
1. Penyebab-penyebab eksternal yang menyebabkan naiknya gaya geser yang bekerja sepanjang bidang runtuh, antara lain yaitu:
a. Perubahan geometri lereng. b. Penggalian pada kaki lereng
c. Pembebanan pada puncak atau permukaan lereng bagian atas. d. Gaya vibrasi yang ditimbulkan oleh gempa bumi atau ledakan. e. Penurunan muka air tanah secara mendadak
2. Penyebab-penyebab internal yang menyebabkan turunnya kekuatan geser material, antara lain yaitu:
a. Pelapukan
b. Keruntuhan progressive
c. Hilangnya sementasi material, d. Berubahnya struktur material
Kondisi material bukan merupakan penyebab terjadinya longsoran melainkan kondisi yang diperlukan agar longsoran
dapat terjadi. Meskipun material pada lereng mempunyai kekuatan geser yang cukup lemah, longsoran tidak akan terjadi apabila tidak ada proses-proses pemicu longsoran
yang bekerja.
Proses-proses pemicu longsoran dapat terjadi secara alami, seperti hujan lebat dengan intensitas yang cukup tinggi, gempa bumi, erosi pada kaki lereng, maupun pemicu yang ditimbulkan oleh kegiatan manusia, seperti penggalian pada kaki lereng, pembebanan pada permukaan lereng bagian atas, peledakan, penggundulan hutan.
Untuk beberapa kasus tertentu, longsoran dapat terjadi tanpa proses pemicu yang jelas karena merupakan kombinasi dari beberapa proses, seperti keruntuhan progressif atau pelapukan, yang menyebabkan terjadi longsoran secara perlahan
Konsep Dasar Mekanika Untuk Analisis
Kestabilan Lereng
Tegangan Efektif
Tegangan efektif merupakan konsep yang sangat penting dalam bidang rekayasa geoteknik. Konsep tegangan efektif ini ditemukan oleh Karl Terzaghi pada tahun 1920. Tegangan efektif didefinisikan sebagai berikut:
σ‘ = σ-μ
dimana: σ’ = tegangan normal efektif σ = tegangan normal total
μ = tekanan air pori
Tegangan normal total dan tekanan air pori dapat dihitung atau
Persamaan Mohr-Coulomb
Pada umumnya dalam analisis kestabilan lereng digunakan persamaan Mohr-Coulomb untuk menyatakan kekuatan geser material. Menurut kriteria Mohr-Coulomb, kekuatan geser material terdiri dari dua komponen yaitu kohesi dan sudut gesek.
Persamaan Mohr-Coulomb dalam bentuk tegangan efektif adalah sebagai berikut;
Faktor keamanan
Faktor keamanan (F) didefinisikan sebagai perbandingan dari kekuatan geser yang diperlukan agar setimbang terhadap kekuatan geser material yang
tersedia.
Kekuatan geser material yang tersedia dihitung dengan menggunakan
Persamaan Mohr-Coulomb, sedangkan kekuatan geser yang diperlukan agar tepat setimbang dihitung dengan menggunakan persamaan kesetimbangan.
Kesetimbangan Batas
Misalkan suatu blok terletak di atas suatu bidang miring, maka satu-satunya gaya yang bekerja pada blok yaitu gaya gravitasi atau berat blok. Berat blok akan menyebabkan blok di atas bidang runtuh bergerak ke bawah. Gaya berat bekerja pada arah vertikal ke bawah dan dapat diuraikan ke dalam dua komponen yaitu gaya yang searah dengan kemiringan bidang runtuh dan gaya yang tegak lurus terhadap bidang runtuh.
Komponen gaya berat yang searah bidang runtuh akan menyebabkan blok menggelincir ke arah bawah, besarnya gaya ini adalah
Sedangkan komponen gaya yang tegak lurus atau normal terhadap
bidang miring cenderung mempertahankan kondisi kesetimbangan blok massa, besarnya gaya ini adalah.
Data-Data Untuk Analisis Kestabilan Lereng
Secara umum data yang diperlukan untuk analisis kestabilan lereng yaitu:
i. Topografi ii. Geologi
iii. Sifat geoteknis material iv. Kondisi air tanah
Topografi.
Supaya penyelidikan lapangan dapat dilakukan dengan baik harus terdapat peta yang cukup akurat yang menunjukkan letak dari lubang-lubang bor untuk penyelidikan, daerah pemetaan struktur geologi serta lokasi dari penampang melintang yang dianalisis.
Geologi
Beberapa kondisi geologi yang diperlukan dalam analisis kestabilan lereng, yaitu: tipe mineral pembentuk material lereng, bidang-bidang diskontinuitas dan perlapisan, Tipe longsoran yang mungkin terjadi sangat dipengaruhi oleh kondisi dari bidang-bidang tak menerus pada daerah yang distudi. Berikut ini adalah sketsa dari beberapa bentuk tipe longsoran dan kondisi bidang-bidang takmenerus yang mempengaruhinya
Selama proses pekerjaan penggalian lereng kondisi geologi harus terus dikaji dan desain lereng dapat dimodifikasi ulang apabila ternyata kondisi geologi yang aktual berbeda dengan yang diasumsikan. Pada umumnya data geologi yang tersedia biasanya sangat terbatas sehingga dapat menghasilkan beragam
interpretasi. Oleh sebab itu kondisi geologi harus selalu diamati selama pekerjaan berlangsung serta mempertimbangkan kemungkinan adanya perubahan rancangan lereng apabila kondisi aktual di lapangan berbeda
Sifat material
Sifat material yang diperlukan dalam analisis kestabilan lereng yaitu parameter kekuatan geser dan berat satuan material. Parameter kekuatan geser merupakan sifat material terpenting karena faktor keamanan dinyatakan dalam bentuk perbandingan kekuatan geser yang tersedia dan kekuatan geser yang diperlukan, sehingga penentuan parameter kekuatan geser harus seakurat mungkin. Parameter kekuatan geser terdiri dari komponen yaitu kohesi dan sudut geser. Untuk analisis lereng yang telah mengalami longsoran harus diperhatikan tentang kekuatan geser sisa.
Berdasarkan kondisi pengujian di laboratorium atau pengujian di lapangan terdapat dua tipe kekuatan geser material yaitu: kekuatan geser tak terdrainase dan kekuatan geser terdrainase. Kekuatan geser tak terdrainase digunakan apabila analisis kestabilan lereng dilakukan dengan pendekatan tegangan total, sedangkan kekuatan geser terdrainase digunakan apabila analisis kestabilan lereng dilakukan dengan pendekatan tegangan efektif
Air tanah
Kondisi air tanah merupakan salah satu parameter terpenting dalam analisis kestabilan lereng, karena seringkali terjadi longsoran yang diakibatkan oleh kenaikan tegangan air pori yang berlebih. Tekanan air pori tidak diperlukan apabila dilakukan analisis kestabilan dengan tegangan total. Gaya hidrostatik pada permukaan lereng yang diakibatkan oleh air yang menggenangi permukaan lereng juga harus dimasukkan dalam perhitungan kestabilan lereng, karena gaya ini mempunyai efek perkuatan pada lereng.
Pada umumnya keberadaan air akan mengurangi kondisi kestabilan lereng yang antara lain karena menurunkan kekuatan geser material sebagai akibat naiknya tekanan air pori, bertambahnya berat satuan material, timbulnya gaya-gaya rembesan yang ditimbulkan oleh pergerakan air.
Pembebanan pada lereng
Data lain yang diperlukan dalam analisis kestabilan lereng yaitu gaya-gaya luar yang bekerja pada permukaan lereng, seperti beban dinamik dari lalu-lintas, beban statik dari bangunan atau timbuna di atas lereng, peledakan. Gaya-gaya luar ini harus dimasukkan dalam perhitungan karena dapat mempunyai efek mengurangi kondisi kestabilan lereng.
Geometri Lereng
Data geometri lereng yang diperlukan yaitu data mengenai sudut kemiringan dan tinggi lereng. Geometri lereng alami dapat ditentukan dengan membuat penampang vertikal berdasarkan peta topografi. Sedangkan untuk lereng buatan, geometri lereng ditentukan dari desain lereng yang akan dibuat.
Dari semua data yang dibutuhkan dalam analisis kestabilan lereng, data mengenai kekuatan geser dan kondisi air tanah merupakan data yang
terpenting dan mempunyai pengaruh yang sangat besar terhadap keakuratan dan keterpercayaan hasil perhitungan analisis kestabilan lereng. Sayangnya penentuan kedua data tersebut secara akurat dan dapat mewakili kondisi yang sebenarnya di lapangan merupakan hal
yang sulit untuk dilakukan oleh sebab itu untuk kedua macam data tersebut digunakan pendekatan yang konservatif.
Efek Tiga Dimensi
Pada umumnya kestabilan lereng dianggap sebagai persoalan dua dimensi dengan mengasumsikan bahwa lereng berada dalam kondisi regangan
bidang, sehingga bidang gelinciran dianggap mempunyai lebar yang
takterhingga. Analisis dua dimensi pada umumnya akan menghasilkan faktor keamanan yang relatif lebih kecil dibanding apabila analisis dilakukan
dengan metode tiga dimensi. Hal ini disebabkan karena
pada analisis dua dimensi, pengaruh dari sisi-sisi pinggir bidang runtuh tidak dimasukkan dalam perhitungan faktor keamanan.
Secara umum analisis kestabilan lereng menggunakan pendekatan dua dimensi cukup memadai untuk perancangan lereng karena memberikan
faktor keamanan yang konservatif. Analisis kestabilan lereng dengan menggunakan pendekatan tiga dimensi disarankan dipergunakan dalam
analisis balik dari lereng yang mengalami longsoran.
Kekuatan geser yang diperoleh dari perhitungan analisis balik selanjutnya dapat dipergunakan dalam perancangan perbaikan lereng yang runtuh maupun untuk perancangan lereng baru pada daerah yang memiliki kondisi
yang hampir sama.
Apabila efek tiga dimensi tidak dimasukkan dalam analisis balik maka dapat mengakibatkan nilai kekuatan geser yang dihasilkan terlalu tinggi dari nilai
Analisis tiga dimensi juga sangat berguna dalam analisis kestabilan lereng yang mempunyai topografi yang komplek, lereng dengan kondisi air tanah yang cukup komplek, lereng dengan material yang memiliki kekuatan geser yang berbeda cukup significant antara material pada bidang runtuh dan material
diatasnya. Hal ini dikarenakan analisis tiga dimensi dapat memasukkan adanya variasi spasial tersebut ke dalam
Analisis Balik
Longsoran merupakan hal yang sering terjadi dalam kegiatan operasional
penambangan maupun konstruksi sipil. Apabila hal tersebut terjadi maka seringkali dilakukan analisis balik untuk memperkirakan kekuatan geser material pada saat terjadinya longsoran. Hasil yang diperoleh kemudian dibandingkan dengan hasil pengujian kekuatan geser di laboratorium untuk mendapatkan parameter kekuatan geser yang dapat dipercaya dapat perhitungan analisis kestabilan lereng selanjutnya.
Analisis balik dapat menjadi suatu alat yang sangat efektif dalam mengivestigasi parameter kekuatan geser tanah atau batuan. Akan tetapi bagaimanapun juga harus berhati-hati terhadap beberapa kesulitan tersembunyi dalam analisis balik yang meliputi asumsi dasar yang menganggap massa tanah atau batuan adalah homogen, perkiraan mengenai geometri lereng dan bidang gelinciran serta kondisi tekanan air pori pada saat terjadinya longsoran. Pada umumnya semua hal tersebut jarang dapat dicapai atau dipenuhi