• Tidak ada hasil yang ditemukan

Analisis Pondasi Rakit Terhadap Tiang Pancang dengan bangunan berupa Tower SST

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "Analisis Pondasi Rakit Terhadap Tiang Pancang dengan bangunan berupa Tower SST"

Copied!
163
0
0

Teks penuh

(1)

TUGAS AKHIR

ANALISIS PONDASI RAKIT TERHADAP PONDASI

TIANG PANCANG PADA TOWER SST 100 METER

DI KARAWANG

Diajukan Sebagai Salah Satu Syarat Untuk Memperoleh Gelar SarjanaTeknik Bidang Ilmu Teknik Program Studi Teknik Sipil

DISUSUN OLEH :

NAMA

: PEMI IHSAN

NO. POKOK

: 2013 417014

JURUSAN SIPIL – FAKULTAS TEKNIK

UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH JAKARTA

(2)

iv

ABSTRAK

Tower SST 100 meter di Karawang didesain dengan pondasi tiang pancang, penelitian ini menganalisa alternatif desain pondasi rakit terhadap pondasi tiang pancang dengan memperhatikan stabilitas (faktor keamanan). Analisa yang dihitung diantaranya beban maksimum tower SST terhadap beban mati dan beban angin yang berpedoman pada peraturan american standard TIA/EIA-222-F menggunakan program MS. tower. Pondasi yang dihitung dengan pemodelan tiang pancang dan rakit adalah analisa daya dukung, penurunan, tahanan terhadap gaya angkat (uplift) dan kontrol terhadap guling serta geser. Dari hasil analisa dengan program MS. tower Fx = 472,096 kN, Fy = 472,096 kN, Fz = 733,821 kN, Mx = 25.352 kN, My = 25.352 kN.

Hasil analisis menunjukkan bahwa pondasi rakit tebal 1 meter mempunyai daya dukung qa = 37.081,59 kN, dengan besarnya

penurunan S(rakit) = 2,7085 cm, pondasi rakit tebal 1 meter

mempunyai tahanan terhadap gaya angkat (uplift) qa (tarik rakit) =

3.651,50 kN. Pondasi rakit tebal 1,2 meter mempunyai daya dukung qa = 37.838,192 kN, dengan besarnya penurunan S(rakit) = 6,806 cm,

pondasi rakit tebal 1,2 meter mempunyai tahanan terhadap gaya angkat (uplift) qa (tarik rakit) = 4.113,90 kN. Pondasi tiang mempunyai

daya dukung tiang tunggal q(tunggal) = 611,62 kN, daya dukung tarik

tiang qta (tiang) = 118,73 kN, daya dukung tiang kelompok qa (tiang) =

23.376 kN, besarnya penurunan pondasi tiang S(tiang) = 1,011 cm dan

mempunyai tahanan gaya angkat (uplift) qa(tarik tiang) = 19.115,999 kN.

(3)

v

ABSTRACT

Tower SST 100 meters in Karawang designed with pile foundation, this study analyzes the raft fondation design alternatives with regards to the pile foundation stability (safety factor). Analysis calculated such that the maximum load on the tower SST dead loads and wind loads are guided by regulations american standard TIA / EIA-222-F using the MS tower. Foundations are calculated by modeling piles and the raft is an analysis of the carrying capacity, decreasing, resistance uplift and control of the momen and shear force. From the analysis of the MS program. tower Fx = 472.096 kN, Fy = kN 472.096, 733.821 kN = Fz, Mx = 25 352 Kn, My = 25.352 kN.

The analysis showed that the raft foundation with thickness of 1 metres has soil bearing capacity qa (rafts) = 37.081,59 kN , with a magnitude of decline in

S (rafts) = 2.7085 cm, raft foundation has of the (uplift) qa (pull the raft) = 3651, 50

kN. Raft foundation with thickness of 1,2 metres has soil bearing capacity qa (rafts) = 37.838,192 kN , with a magnitude of decline in S (rafts) = 6,806 cm, raft

foundation has of the (uplift) qa (pull the raft) = 4.113,90 kN. Pile foundation has a

carrying capacity of single pile q (single) = 611.62 kN, the carrying capacity of

the attraction qta pole = 118.73 kN, qa group soil bearing pile = 23 376 kN, the

magnitude of the decline pile S (pile) = 1.011 cm and has custody of the (uplift)

qa(pull pile) = 19115.999 kN.

(4)

vi

KATA PENGANTAR

Segala puji bagi Allah Subhanahuwata’ala yang telah melimpahkan rahmat, hidayah dan inayah-Nya, sehingga tugas akhir yang berjudul “Analisis Pondasi Tiang Pancang terhadap Pondasi Rakit pada Tower SST 100 meter di Karawang” dapat diselesaikan. Tugas akhir ini disusun dalam rangka menyelesaikan studi strata satu untuk memperoleh gelar Sarjana Teknik di Jurusan Teknik Sipil Universitas Muhammadiyah Jakarta.

Penyusunan tugas akhir ini tidak terlepas dari bantuan, bimbingan dan motivasi dari berbagai pihak. Ucapan terima kasih ditujukan kepada :

1. Ir. Tanjung Rahayu M.T selaku pembimbing I yang telah menyediakan waktu, tenaga dan pikiran untuk mengarahkan dalam penyusunan tugas akhir ini.

2. Ir. Haryo Koco Buwono M.T, selaku pembimbing II yang telah yang telah menyediakan waktu, tenaga dan pikiran untuk mengarahkan dalam penyusunan tugas akhir ini.

3. Seluruh dosen jurusan teknik sipil Universitas Muhammadiyah Jakarta yang telah mendidik dan membekali dengan ilmu pengetahuan yang bermanfaat.

4. Kedua orang tua, kakak serta keluarga besar yang member semangat, motivasi serta do’a sehingga tugas akhir ini dapat diselesaikan dengan baik.

5. Teman-teman P2K teknik sipil yang telah membantu dan menyemangati selama penyusunan tugas akhir ini sehingga dapat selesai.

Semoga apa yang diuraikan dalam tugas akhir ini dapat bermanfaat bagi penulis pada khususnya dan pembaca pada umumnya.

Jakarta, Februari 2017

(5)

vii

DAFTAR ISI

HALAMAN JUDUL ... i

HALAMAN PENGESAHAN ... ii

PERYATAAN KEASLIAN TULISAN ... iii

ABSTRAK ... iv

ABSTRACT ... v

KATA PENGANTAR ... vi

DAFTAR ISI ... vii

DAFTAR GAMBAR ... xii

DAFTAR TABEL ... xvi BAB I PENDAHULUAN ... I-1 1.1 Latar Belakang... I-1 1.2 Identifikasi Masalah ... I-3 1.3 Rumusan Masalah ... I-4 1.4 Batasan Masalah ... I-4 1.5 Tujuan ... I-5 1.6 Fish Bone Diagram ... I-5 1.7 Pemodelan ... I-6 1.8 Hipotesis ... I-7

BAB II TINJAUAN PUSTAKA ... II-1 2.1 Karakteristik Tanah ... II-1 2.1.1 Pengertian tanah ... II-1 2.1.2 Jenis-jenis tanah ... II-1

(6)

viii 2.2 Penyelidikan Tanah Lapangan ... II-4 2.2.1 Sondir ... II-4 2.2.2 Standard penetration test (SPT) ... II-6 2.2.3 Uji geser baling (Vane Share Test) ... II-8 2.2.4 Uji pressuremeter ... II-9 2.2.5 Pengamatan muka air tanah ... II-10 2.3 Penyelidikan tanah laboratorium ... II-10 2.3.1 Kadar Air ... II-10 2.3.2 Batas-batas atterberg ... II-11 2.3.3 Berat jenis butir (Spesific Gravity) ... II-12 2.3.4 Analisa saringan dan hydrometer ... II-12 2.3 Syarat Struktur Bangunan Menara Telekomunikasi ... II-15 2.4 Bagian-bagian pada Tower SST (Self Supporting Tower) ... II-16 2.4.1 Antenna ... II-17 2.4.2 Tray dan ladder ... II-18 2.4.3 Bodres dan platform ... II-19 2.5 Pembebanan ... II-19 2.5.1 Beban mati ... II-19 2.5.2 Beban hidup ... II-21 2.5.3 Beban angin ... II-21 2.5.4 Beban kombinasi ... II-24 2.6 Sofware MS. tower ... II-24 2.6.1 Memulai program ... II-25 2.6.2 Mengenal member ... II-26 2.6.3 Mengenal library ... II-28

(7)

ix 2.6.4 Membuat file data tower ... II-31 2.6.5 Membuat tower loading file ... II-35 2.6.6 Analisis loading data ... II-37 2.6.7 Hasil data M.S tower ... II-38 2.7 Macam-macam pondasi ... II-40 2.7.1 Pondasi dangkal ... II-40 2.7.2 Pondasi dalam ... II-43 2.8 Pemodelan pondasi rakit ... II-44 2.8.1 Kapasitas dukung ijin ... II-44 2.8.2 Penurunan pondasi rakit ... II-47 2.8.3 Penurunan konsolidasi pondasi rakit ... II-49 2.8.4 Tahanan terhadap gaya angkat (uplift) pada pondasi rakit ... II-53 2.8.5 Tegangan pondasi rakit ... II-54 2.8.6 Kontrol terhadap guling ... II-55 2.8.7 Kontrol terhadap geser ... II-56 2.9 Pemodelan Pondasi Tiang ... II-56 2.9.1 Daya dukung ijin tekan tiang tunggal ... II-56 2.9.2 Daya dukung ijin tarik tiang tunggal ... II-57 2.9.3 Jumlah tiang yang diperlukan ... II-58 2.9.4 Kapasitas dukung kelompok tiang ... II-58 2.9.5 Efisiensi kelompok tiang ... II-61 2.9.6 Beban maksimum pada kelompok tiang... II-62 2.9.7 Daya dukung horisontal... II-63 2.9.8 Penurunan kelompok tiang ... II-64 2.9.9 Tahanan terhadap gaya angkat (uplift) pada kelompok tiang ... II-69

(8)

x 2.9.10 Kontrol terhadap guling ... II-70 2.9.11 Kontrol terhadap geser ... II-70 2.10 Kajian Islami ... II-71

BAB III METODOLOGI ... III-1 3.1 Lokasi ... III-1 3.2 Teknik Pengumpulan Data ... III-1 3.3 Data yang Diperlukan ... III-13 3.3.1 Gambar detail bangunan tower ... III-13 3.3.2 Hasil uji penyelidikan tanah ... III-13 3.3.3 Data teknis ... III-13 3.4 Analisis Pembebanan Bangunan Atas ... III-13 3.5 Bagan Alir Penelitian ... III-14

BAB IV ANALISIS DAN PERHITUNGAN ... IV-1 4.1 Analisis Pembebanan ... IV-1 4.1.1 Beban mati ... IV-1 4.1.2 Beban antenna ... IV-2 4.1.3 Beban bordes, tangga kabel tray dan platform ... IV-2 4.1.4 Beban angin ... IV-4 4.2 Perhitungan Pemodelan Pondasi Rakit ... IV-15 4.2.1 Kapasitas daya dukung tanah ... IV-15 4.2.2 Penurunan pondasi rakit ... IV-20 4.2.3 Tahanan gaya angkat (uplift) pada pondasi rakit ... IV-27 4.2.4 Tegangan pondasi rakit ... IV-29

(9)

xi 4.2.4 Kontrol terhadap guling ... IV-31 4.2.5 Kontrol terhadap geser ... IV-32 4.3 Pemodelan Pondasi Tiang ... IV-33 4.3.1 Perhitungan daya dukung ijin tekan tiang tunggal ... IV-33 4.3.2 Perhitungan daya dukung ijin tarik tiang ... IV-36 4.3.3 Perhitungan kapasitas dukung kelompok tiang ... IV-38 4.3.4 Perhitungan beban maksimum tiang pada kelompok tiang ... IV-39 4.3.5 Perhitungan daya dukung horisontal ... IV-40 4.3.6 Perhitungan penurunan kelompok tiang ... IV-41 4.3.7 Tahanan terhadap gaya angkat (uplift) pada kelompok tiang ... IV-45 4.3.8 Kontrol terhadap guling ... IV-46 4.3.9 Kontrol terhadap geser ... IV-47

BAB V PENUTUP ... V-1 DAFTAR PUSTAKA ... VI-1 LAMPIRAN ... VII-1

(10)

xii

DAFTAR GAMBAR

Gambar 1.1 Fish bone diagram ... I-5 Gambar 1.2 Pemodelan tower SST (Self Supporting Tower) ... I-6 Gambar 1.3 Pemodelan pondasi rakit ... I-7 Gambar 1.4 Pemodelan pondasi tiang ... I-7 Gambar 2.1 Skema alat sondir dan cara kerja alat ... II-5 Gambar 2.2 Contoh grafik hasil sondir ... II-6 Gambar 2.3 Diagram skematis jenis-jenis hammer ... II-7 Gambar 2.4 Cara konvensional uji SPT dan sample SPT menurut

D- 1586 ASTM... II-8 Gambar 2.5 Alat uji vane share test ... II-9 Gambar 2.6 Hasil uji pressuremeter dan uji tipikal ... II-9 Gambar 2.7 Alat pengamatan muka air tanah... II-10 Gambar 2.8 Hubungan antara batas-batas Atterberg dan volume

tanah ... II-12 Gambar 2.9 Tower SST (self suppoting tower) ... II-17 Gambar 2.10 Jenis-jenis antenna pemancar telekomunikasi ... II-18 Gambar 2.11 Tray dan ladder pada tower ... II-18 Gambar 2.12 Bordes dan platform pada tower ... II-19 Gambar 2.13 Jenis-jenis struktur tower ... II-20 Gambar 2.14 Jenis tower kamuflase ... II-20 Gambar 2.15 Memulai program MS Tower ... II-25 Gambar 2.16 Tampilan MS Tower ... II-26 Gambar 2.17 Tampak member tower ... II-26 Gambar 2.18 Plan member tower ... II-27 Gambar 2.19 Member hip ... II-27 Gambar 2.20 MS Tower help topic ... II-27

(11)

xiii Gambar 2.21 Edit library ... II-28 Gambar 2.22 Contoh data library UK. lib berisi data profil yang

digunakan ... II-29 Gambar 2.23 ANC berisi library antenna ... II-29 Gambar 2.24 Anciliaries library dengan nama ANC ... II-30 Gambar 2.25 Lin berisi library cable, tangga dan sejenisnya ... II-30 Gambar 2.26 Linier library dengan nama Lin ... II-31 Gambar 2.27 Membuat file data tower ... II-31 Gambar 2.28 Geometri parameter ... II-32 Gambar 2.29 Edit tower data file ... II-32 Gambar 2.30 Tower data edit... II-33 Gambar 2.31 Cara input geometri ... II-34 Gambar 2.32 Gambar tower hasil input ... II-35 Gambar 2.33 Loading parameter ... II-36 Gambar 2.34 Sudut pandang angin yang digunakan ... II-36 Gambar 2.35 Build/load/analyse ... II-37 Gambar 2.36 Layout setelah tower data dan loading data diinput ... II-37 Gambar 2.37 Analisis member tower ... II-38 Gambar 2.38 Kombinasi beban ... II-38 Gambar 2.39 Tools hasil data MS Tower ... II-39 Gambar 2.40 Hasil loading data MS. Tower ... II-39 Gambar 2.41 Pondasi telapak ... II-41 Gambar 2.42 Pondasi menerus ... II-41 Gambar 2.43 Pondasi rakit ... II-42 Gambar 2.44 Tipe-tipe pondasi rakit (raft) ... II-42 Gambar 2.45 Pondasi tiang ... II-43 Gambar 2.46 Pondasi sumuran ... II-44 Gambar 2.47 Kapasitas dukung ijin uji SPT untuk penurunan I ... II-45 Gambar 2.48 Grafik hubungan , , kedalaman pondasi (Df) dan lebar

(12)

xiv pondasi (B) ... II-48 Gambar 2.49 Pengaruh tegangan vertikal ... II-50 Gambar 2.50 Faktor kedalaman untuk perhitungan Soed ... II-52

Gambar 2.51 Pondasi yang menahan gaya uplift ... II-54 Gambar 2.52 Perbandingan zona tanah tertekan ... II-59 Gambar 2.53 Perbedaan tekanan tiang pada tanah pendukung ... II-59 Gamabr 2.54 Tipe keruntuhan dalam kelompok tiang ... II-60 Gambar 2.55 Kelompok tiang dalam tanah lempung bekerja sebagai

blok ... II-60 Gambar 2.56 Faktor bentuk S’ untuk kelompok tiang ... II-61 Gambar 2.57 Faktor kapasitas dukung Nc ... II-61 Gambar 2.58 Definisi jarak s dalam hitunngan effisiensi tiang ... II-62 Gambar 2.59 Transfer beban kelompok tiang ke tanah distribusi beban tiang anggapan dalam menghitung penurunan ... II-64 Gambar 2.60 Grafik hubungan , , kedalaman pondasi (Df) dan lebar pondasi (B) ... II-65 Gambar 2.61 Pengaruh tegangan vertikal ... II-66 Gambar 2.62 Faktor kedalaman untuk perhitungan Soed ... II-68

Gambar 2.63 Tahanan kelompok tiang dalam menahan gaya angkat

(uplift) ... II-69 Gambar 3.1 Data grafik sondir ... III-2 Gambar 3.2 Rekapitulasi data sondir ... III-5 Gambar 3.3 Data boring log ... III-7 Gambar 3.4 Data index properties tanah ... III-8 Gambar 3.5 Data triaxial compression test ... III-9 Gambar 3.6 Data liquid dan plastic limit determination ... III-10 Gambar 3.7 Data konsolidasi tanah kedalaman 2-4 meter ... III-11 Gambar 3.8 Data konsolidasi tanah kedalaman 5,5-6 meter ... III-12 Gambar 3.9 Bagan alir penelitian ... III-14 Gambar 4.1 Bordes ... IV-4 Gambar 4.2 Ladder dan tray ... IV-5

(13)

xv Gambar 4.3 Platform ... IV-6 Gambar 4.4 Beban yang bekerja pada pondasi ... IV-15 Gambar 4.5 Pondasi rakit dengan tebal 1 meter ... IV-15 Gambar 4.6 Pondasi rakit dengan tebal 1 meter ... IV-18 Gambar 4.7 Luasan tanah yang terangkat tebal 1 meter ... IV-21 Gambar 4.8 Luasan tanah yang terangkat tebal 1,2 meter ... IV-27 Gambar 4.9 Exsentrisitas beban pondasi rakit tebal 1 meter ... IV-29 Gambar 4.10 Exsentrisitas beban pondasi rakit tebal 1,2 meter ... IV-30 Gambar 4.11 Pondasi tiang ... IV-33 Gambar 4.12 Pondasi tiang kelompok ... IV-38 Gambar 4.13 Penyebaran tekanan beban pondasi tiang ... IV-41 Gambar 4.14 Diagram analisis daya dukung ... IV-47 Gambar 4.15 Diagram analisis terhadap guling ... IV-48 Gambar 4.16 Diagram analisis terhadap geser ... IV-48 Gambar 4.17 Diagram analisis penurunan ... IV-49 Gambar 4.18 Diagram analisis gaya (uplift) ... IV-49

(14)

xvi

DAFTAR TABEL

Tabel 1.1 Operator seluler diIndonesia dan jenis lisensinya ... I-1 Tabel 2.1 Jenis tanah berdasarkan ukurannya ... II-1 Tabel 2.2 Sistem klasifikasi tanah (ASTM D 2587 – 66T) ... II-3 Tabel 2.3 Volume minimum berat contoh tanah basah ... II-11 Tabel 2.4 Diameter lubang beberapa standar ... II-13 Tabel 2.5 Aspek resiko (CA) ... II-23

Tabel 2.6 Faktor bentuk, kedalaman dan kemiringan pada pondasi ... II-46 Tabel 2.7 Tabel modulus elastisitas (E) ... II-48 Tabel 2.8 Faktor geologi μg ... II-52

Tabel 2.9 Total penurunan maksimum dan penurunan differensial

yang dijinkan ... II-53 Tabel 2.10 Faktor geologi μg ... II-68

Tabel 4.1 Beban mati ... IV-1 Tabel 4.2 Beban antenna ... IV-2 Tabel 4.3 Berat bordes ... IV-2 Tabel 4.4 Berat tangga ... IV-3 Tabel 4.5 Berat platform ... IV-3 Tabel 4.6 Data input antenna di MS Tower ... IV-4 Tabel 4.7 Data input ladder dan tray di MS Tower ... IV-6 Tabel 4.8 Data input platform di MS Tower ... IV-7 Tabel 4.9 Kode pembebanan ... IV-8 Tabel 4.10 Support reaksi pada beban maksimul (V=120km/h) ... IV-9 Tabel 4.11 Resultan support reaksi tower pada beban maksimum ... IV-12 Tabel 4.12 Reaksi putar (rotation) ... IV-12 Tabel 4.13 Reaksi perpindahan (displacement) ... IV-13

(15)

xvii Tabel 4.14 Maksimum tower rotasi dan displacement (beban

operational V=84 km/h) ... IV-14 Tabel 4.15 Daya dukung tekan berdasarkan data sondir ... IV-34 Tabel 4.16 Daya dukung tekan tiang berdasarkan data N-SPT ... IV-35 Tabel 4.17 Perbandingan daya dukung tekan tiang ... IV-35 Tabel 4.18 Daya dukung berdasarkan data sondir ... IV-36 Tabel 4.19 Daya dukung tarik berdasarkan data N-SPT ... IV-37 Tabel 4.20 Perbandingan daya dukung tarik ... IV-37

(16)

I - 1

BAB l

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Perkembangan industri telekomunikasi seluler di Indonesia mengalami peningkatan yang sangat pesat baik dari sisi teknologi, variasi layanan maupun jumlah pelanggannya. Saat ini tak kurang dari 11 operator telekomunikasi ada di Indonesia. Sering dengan hal tersebut kebutuhan akan infrastruktur berupa menara telekomunikasi yang berupa bangunan khusus yang berfungsi sebagai sarana penunjang untuk menempatkan peralatan telekomunikasi khususnya untuk keperluan tower BTS juga meningkat pesat.

Tabel 1.1 Operator seluler di Indonesia dan jenis lisensinya No Nama operator Telpon

tetap kabel Telpon bergerak GSM 3G CDMA 1 Bakrie Telecom  2 Batam Bintan Telekomunikasi  3 HCPT (3)   4 Indosat     5 Natrindo Telepon Seluler (AXIS)   6 Pasifik Satelit Nusantara  7 Sampoerna Telekomunikasi Indonesia  8 Smartfren  9 Telkom   10 Telkomsel   11 XL Axiata  

(17)

I - 2 Pada dasarnya semua struktur bagaimanapun karakteristiknya selalu didukung oleh pondasi karena pondasi akan menyalurkan beban struktur kedalam tanah, dengan mengetahui kondisi lokasi yang akan dikerjakan maka dalam pelaksanaanya memerlukan suatu jenis pondasi yang tepat supaya mudah dikerjakan (workability), aman, nyaman dan ekonomis.

Pondasi yang dapat digunakan pada struktur tower SST adalah pondasi dalam dan pondasi dangkal. Pondasi dalam yang digunakan dalam penelitian ini adalah pondasi tiang sedangkan pondasi dangkal adalah pondasi rakit.

Penelitian ini bertujuan untuk menganalisa alternatif desain/type pondasi yang dapat digunakan selain desain pondasi yang telah ada yaitu tiang pancang, tetapi tetap mempunyai kekuatan yang sama dan mudah untuk dilaksanakan. Penelitian ini bermaksud untuk menganalisis apakah pondasi rakit dapat digunakan sebagai alternatif pilihan pondasi yang akan digunakan.

Jurnal yang berkaitan dengan penelitian ini adalah :

1. Studi Perbandingan Performa Tower SST Kaki Tiga dengan Tower SST Kaki Empat sebagai Pilihan dalam Perencanaan Tower Bersama, Masca Indra Triana, Institut Teknologi Sepuluh Nopember, Surabaya 2010. Jurnal ini membahas perbandingan tower kaki tiga dan tower kaki empat terhadap beban mati dan angin dengan kombinasi beban menggunakan ANSI-TIA/EIA 222-G namun tidak menganalisis pondasi. Untuk analisa penelitian menggunakan struktur kaki empat dengan kombinasi beban menggunakan TIA/EIA 222-F dan menganalisis pemodelan pondasi.

2. Analisa Desain Struktur dan Pondasi Menara Pemancar Tipe “Self

Supporting Tower” di Kota Palembang, Sheilla Fadila, Jurnal Teknik Sipil dan Lingkungan Vol. 2, No. 4, Desember 2014. Pada jurnal ini

(18)

I - 3 TIA/222-F-1996, struktur pondasi dengan menggunakan tiang pancang. Pada penelitian yang akan dibuat dengan membandingkan pondasi tiang pancang dan pondasi rakit (raft).

3. Desain Pondasi Telapak dan Evaluasi Penurunan Pondasi, Endra Ade Gunawan Sitohang & Roesyanto. Pada jurnal ini hanya membahas pondasi telapak tanpa melihat struktur atas. Pada penelitian yang akan dibuat adalah struktur atas dengan tower SST 100 meter menggunakan pemodelan pondasi rakit.

1.2 Identifikasi Masalah

Adapun yang akan diidentifikasi yang akan muncul dalam permasalahan ini adalah :

1. Berapa nilai sondir dan N-SPT yang dihasilkan dari penyelidikan tanah di lapangan ?

2. Beban apa saja yang dihitung pada struktur tower SST ?

3. Peraturan yang digunakan dalam menganalisis pondasi tower ? 4. Berapa berat volume tanah, kohesi tanah dan sudut gesek tanah

yang di hasilkan dari pengujian ?

1.3 Rumusan Masalah

Permasalahan yang akan muncul dalam tugas akhir ini adalah : 1. Berapa kapasitas daya dukung pondasi tiang pancang ? 2. Berapa kapasitas daya dukung pondasi rakit (raft) ?

3. Apakah pondasi tiang pancang kuat dan aman dengan mengontrol terhadap penurunan, gaya angkat (uplift), guling dan geser ?

4. Apakah pondasi rakit (raft) kuat dan aman dengan mengontrol terhadap penurunan, gaya angkat (uplift), guling dan geser ?

(19)

I - 4 1.4 Batasan Masalah

Dengan tujuan untuk memfokuskan pembahasan dalam penelitian ini maka dibuat beberapa batasan masalah dalam penelitian ini. Adapun pembahasan pada analisis ini di batasi pada dasar penelitian dan asumsi, yaitu

1. Lapisan tanah pada sebuah proyek Tower SST 100M AHM Karawang berupa lapisan lempung kelanauan.

2. Kondisi tanah hasil penelitian tanah dengan menggunakan metode N-SPT, Kedalaman 0-12 meter lempung kelanauan berkonsistensi cukup teguh hingga teguh (medum stiff to stiff) berwarna abu-abu, kedalaman 12-22 meter lempung kelanauan berkonsistensi teguh hingga sangat teguh (stiff to very stiff) berwarna abu-abu, kedalaman 22 - 30 meter lempung kelanauan berkonsistensi keras (hard) berwarna abu-abu.

3. Jenis tower yang digunakan tower SST (Self Supporting Tower) dengan tower SST kaki empat. Kondisi pembebanan yang digunakan merupakan beban mati dan beban angin dengan beban maksimum menggunakan output M.S Tower.

4. Pondasi tiang pancang menggunakan tiang kelompok dengan jenis tiang spun pile 49 Pcs, Ø 0,5m panjang 9 m, mutu beton untuk untuk tiang pancang K-500, menggunakan pilecap dengan ukuran panjang 18 meter dan lebar 18 meter dengan tebal 1,2 meter, mutu beton pilecap K-250.

5. Pondasi rakit (raft) yang digunakan jenis pondasi rakit balok kaku dwngan mutu beton K-250.

6. Penelitian tidak mencakup desain struktural (perhitungan tulangan), biaya proyek dan metode pelaksanaan.

7. Standar Tower struktur mengacu pada American Standard TIA/EIA-222-F.

(20)

I - 5 1.5 Tujuan

Tujuan dari kegiatan penelitian yang akan dilakukan ini adalah untuk mengetahui :

1. Beban maksimum tower terhadap beban mati dan angin

2. Daya dukung tanah pada pondasi tiang pancang dan pondasi rakit (raft).

3. Stabilitas dari pondasi tiang pancang dan pondasi rakit (raft).

1.6 Fish Bone Diagram

Diagram tulang ikan atau fish bone diagram dibuat untuk mempermudah penulis dalam mencapai tujuan penelitian ini. Berikut adalah diagram tulang ikan untuk menentukan analisis pondasi tiang dan pondasi rakit.

(21)

I - 6 1.7 Pemodelan

Pemodelan struktur yang akan dianalisis dalam penelitian ini adalah tower SST (Self Supporting Tower) dengan menggunakan panel siku.

(22)

I - 7 Untuk pemodelan pondasi yang di gunakan adalah pondasi rakit dan pondasi tiang.

Gambar 1.3 Pemodelan pondasi rakit

Gambar 1.4 Pemodelan pondasi tiang

1.8 Hipotesis

1. Daya dukung tanah pada pemodelan pondasi tiang pancang lebih kecil dari pada pondasi rakit.

2. Stabilitas guling dan geser pada pondasi tiang pancang lebih besar dari pondasi rakit.

3. Penurunan pada pondasi tiang pancang lebih kecil dari penurunan pondasi rakit.

4. Tahanan terhadap gaya angkat (uplift) pada pondasi tiang pancang lebih besar dari pondasi rakit.

(23)

II - 1

BAB lI

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Karakteristik Tanah 2.1.1 Pengertian tanah

Dalam pengertian teknik secara umum, tanah didefinisikan sebagai material yang terdiri dari agregat (butiran) mineral-mineral padat yang tidak tersementasikan (terikat secara kimia) satu sama lain dari bahan-bahan organik yang telah melapuk (yang berpartikel padat) disertai dengan zat cair dan gas mengisi ruang-ruang kosong di antara partikel-partikel padat tersebut. Tanah berguna sebagai bahan bangunan pada berbagai macam pekerjaan teknik sipil, disamping itu tanah berfungsi juga sebagai pendukung pondasi dari bangunan (Budi Santoso, 1996).

2.1.2 Jenis- jenis tanah

Jenis-jenis tanah dapat dibedakan berdasarkan ukuran dan daya lekatannya. Tujuan dari klasifikasi jenis-jenis tanah berguna untuk studi yang lebih terperinci mengenai keadaan tanah tersebut serta kebutuhan akan pengujian untuk menentukan sifat teknis tanah seperti karakteristik pemadatan, kekuatan tanah, berat isi dan sebagainya (Bowles, 1989).

Tabel 2.1. Jenis tanah berdasarkan ukurannya Nama

Golongan

Ukuran Butiran (mm)

Kerikil Pasir Lanau/Lembek Lempung MIT > 2 2 - 0,06 0,06 - 0,002 < 0.002 USDA > 2 2 - 0,05 0,05 - 0,002 < 0.002 AASTHO 76,2 - 2 2 - 0,075 0,075- 0,002 < 0.002

(24)

II - 2 USCS 76,2 - 4.75 4.75 - 0,075 Halus (lanau dan lempung)

< 0,075 Keterangan :

MIT : Massachussets Institute of Technologi USDA : U.S Department of Agricalture

AASTHO : American Association of Stage Higtway and Transportation Official

USCS : Unified Soil Clasification System

Tanah juga dibagi dua yaitu :

1. Tanah berbutir kasar yang dapat dibedakan menjadi pasir dan kerikil, dapat diselidiki dengan analisa saringan.

2. Tanah berbutir halus, dapat dibedakan menjadi lanau/lembek dan lempung yang dapat diselidiki dengan pengendapan.

Kerikil (gravel) adalah kepingan-kepingan batuan yang kadang mengandung partikel mineral quartz, feldspar dan mineral lain. Pasir (sand) yakni sebagian besar dari mineral quartz dan feldspar, butiran dari mineral yang lain mungkin juga masih ada di golongan ini. Lanau (silts) sebagian besar merupakan fraksi mikoskopis (berukuran sangat kecil) dari tanah yang terdiri dari butiran quartz yang sangat halus dan sejumlah partikel berbentuk lempengan pipih merupak pecahan dari mineral mika. Lempung (clays) sebagian besar terdiri dari partikel mikroskopis dan submikroskopis (tidak dapat dilihat dengan dengan jelas dengan bila hanya dengan mikroskopis biasa) yang membentuk lempengan merupakan partikel dari mika, mineral lempung dan mineral yang sangat halus (Hary Christady, 2008).

(25)

II - 3

Simbol

Kelompok Nama jenis

GW

Kerikil gradasi baik dan campuran pasir-kerikil, sedikit atau tidak mengandung butiran halus.

GP

Kerikil gradasi baik dan campuran pasir-kerikil, sedikit atau tidak mengandung butiran halus.

GM Kerikil berlanau, campuran kerikil-pasir-lanau Batas-batas Atterberg di bawah garis A atau PI < 4 GC Kerikil berlempung, campuran

kerikil-pasir-lempung

Batas-batas Atterberg di atas garis A atau PI > 7 SW

Kerikil gradasi baik dan campuran pasir-kerikil, sedikit atau tidak mengandung butiran halus.

SP

Kerikil gradasi buruk pasir-kerikil, sedikit atau tidak mengandung butiran halus.

SM Kerikil berlanau, campuran kerikil-pasir-lanau Batas-batas Atterberg di bawah garis A atau PI < 4 SC Kerikil berlanau, campuran

kerikil-pasir-lempung

Batas-batas Atterberg di atas garis A atau PI > 7 Divisi Utama K las ifik as ib er da sa rk an pr os en ta se bu tir an ha lus ;K ur an g 50% lolo s sa ring an no. 200 : GW , GP , S W , SP. Le bih da ri 12% lolo s sa ring an no. 200: GM, GC , S M ,S C , 5% -12 % lolo s sa ring an n o. 2 00 : B at as an k las ifik as i y an g m em pu ny ai sim bo l d ob el Kriteria Klasifikasi

Tidak memenuhi kedua kriteria untuk GW Bila batas Atterberg berada didaerah arsir dari diagram platisitas, maka dipakai dobel simbol

Tidak memenuhi kedua kriteria untuk SW Bila batas Atterberg berada didaerah arsir dari diagram platisitas, maka dipakai dobel simbol Ta na h be rb ut ir ka sa r 50 % b ut ira n te rt ah an s ar ing an n o. 2 00 ( 0 ,0 75 m m ) Kerikil bersih (sedikit atau tak ada butiran halus)

Kerikil banyak kandungan butiran halus

Pasir bersih (sedikit atau tak ada butiran halus)

Pasir banyak kandungan butiran halus K er ik il 50% at au leb ih da ri fr ak si ka sa r te rt ah an s ar ing an n o. 4 ( 4, 75 m m ) P as ir leb ih da ri 50% fr ak si ka sa r lolo s sa ring an n o. 4 ( 4, 75 m m ) 3 dan 1 antara x ) ( 4 60 10 2 30 10 60 D D D C D D C C U    3 dan 1 antara x ) ( 6 60 10 2 30 10 60 D D D C D D C C U    ML

lanau tak organik dan pasir sangat halus, serbuk batuan atau pasir halus berlanau atau berlempung

CL

Lempung tak organik dengan plastisitas rendah sampai sedang, lempung berkerikil, lempung berpasir, lempung berlanau, lempung kurus ('clean clays')

OL Lanau organik dan lempung berlanau organik dengan plastisitas rendah

MH Lanau tak organik atau pasir halus diatomae, lanau elastis

CH Lempung tak organik dengan plastisitas tinggi, lempung gemuk ('fat clays')

OH Gambut ('peat'), dan tanah lain dengan kandungan organik tinggi

PT Gambut ( 'peat' ), dan tanah lain dengan kandungan organik tinggi Tanah dengan kadar organik tinggi

Lanau dan lempung batas cair 50% atau kurang

Lanau dan lempung batas cair > 50%

Manual untuk identifikasi secara visual dapat dilihat di ASTM Designation D-2488 Ta na h be rb ut ir ha lus 5 0% a ta u leb ih lolo s sa ring an n o. 2 00 ( 0 ,0 75 m m )

(26)

II - 4 Tanah dapat klasifikasikan berdasarkan sifat lekatannya yaitu :

1. Tanah kohesif, merupakan tanah yang mempunyai sifat lekatan antar butir-butirnya.

2. Tanah non kohesif merupakan tanah yang tidak mempunyai atau sedikit sekali lekatan antara butir-butirnya (hampir tidak mengandung lempung misal pasir).

3. Tanah organik merupakan tanah yang sifatnya sangat dipengaruhi oleh bahan-bahan organik.

2.2 Penyelidikan Tanah Lapangan 2.2.1 Sondir

Sondir standar memiliki luas penampang ujung konus sebesar 10 cm2

dan sudut puncak 600, luas selimut 150 cm2, kecepatan penetrasi 2

cm/detik.Standar alat yang pada saat ini secara luas tercantum dalam ASTM D3411 – 75T.

Pada sondir mekanis, penetrasi ujung dilakukan mendahului selimutnya, gaya pada konus, kemudian baru penetrasi ujung dan selimut dilakukan bersama-sama sehingga tercatat perlawanan total. Selisih antara pengukuran perlawanan kedua dan pertama adalah gaya yang bekerja pada selimut sondir sehingga gesekan selimut (fs)

dapat ditentukan (Moch. Sholeh, 2008).

Penggunaan uji sondir makin luas terutama disebabkan beberapa faktor :

1. Cukup ekonomis dan dapat dilakukan berulangkali dengan hasil yang konsisten.

2. Perkembangan semakin meningkat khususnya dangan adanya penambahan sensor pada sondir listrik seperti batu pori dan stess cell untuk mengukur respon tekanan tanah lateral.

3. Kebutuhan untuk pengujian lapangan (insitu test) dimana sampel tanah tidak dapat diambil (tanah lembek dan pasir).

(27)

II - 5 4. Dapat digunakan untuk menentukan daya dukung tanah dengan

baik.

Gambar 2.1 Skema alat sondir dan cara kerja alat (Bowles, 1997) Penyondiran dilaksanakan untuk mencapai tanah keras, dimana nilai perlawanan konus telah mencapai kriteria yang diinginkan. Hasil penyondiran disajikan dalam bentuk diagram sondir yang memperlihatkan hubungan kedalaman sondir dibawah muka tanah dan besarnya nilai perlawanan konus (qc) serta jumlah hambatan pelekat (TF) (Moch. Sholeh, 2008).

(28)

II - 6 Gambar 2.2 Contoh grafik hasil uji sondir (Hary Christady, 2008)

2.2.2 Standard penetration test (SPT)

Standard Penetration Test (SPT) telah dikenal sejak tahun 1927 dan telah diterima sebagai uji tanah yang rutin dilapangan. SPT dapat dilakukan dengan cara relatif mudah sehingga tidak membutuhkan keterampilan khusus dari pemakainya.

Alat uji berupa tabung yang dapat dibelah (split tube, split spoon) yang mempunyai diving shoe agar tidak mudah rusak pada saat penetrasi. Sebuah sisipan pengambilan contoh (sample insert) dapat dipasang

pada bagian bawah bila tanah harus diambil contohnya (Moch. Sholeh 2008).

Prosedur uji mengikuti urutan sebagai berikut :

(29)

II - 7 2. Memasukkan alat split barrel sample secara tegak.

3. Menumbuk dengan hammer dan mencatat jumlah tumbukan setiap 15 cm. Hammer dijatuh bebaskan pada ketinggian 760 mm.

4. Nilai tumbukan dicatat 3 kali (N0, N1, N2) dimana harga N = N1 + N2. Split spoon sampel diangkat keatas dan kemudian dibuka. 5. Sampel yang diperoleh di uji laboratorium.

Jenis-jenis hammer yang digunakan bermacam-macam (Gambar 2.3) namun demikian semua mempunyai berat yang sama yaitu 63,5 kg (140 lb).

Gambar 2.3 Diagram skematis jenis-jenis Hammer (Bowles, 1988)

Secara konvensional, uji SPT dilakukan dengan interval kedalaman 1,5 m – 3,0 m dan sampel tanah yang diperoleh dari tabung SPT digunakan untuk klasifikasi.

(30)

II - 8 Gambar 2.4 Cara konvensional uji SPT dan sample SPT menurut ASTM D - 1586 (Kovacs, 1981)

2.2.3 Uji geser baling (vane shear test)

Beberapa macam alat digunakan untuk mengukur tahanan geser tanah kohesif, salah satunya alat uji geser baling (vane shear test).Uji geser baling dilakukan dengan cara memasukan baling pada kedalaman titik uji dan memutar baling tersebut dengan kecepatan 60/menit hingga runtuh.(Moch. Sholeh, 2008).

Torsi (T) diukur dan nilai kuat geser undrained Su dapat ditentukan berdasarkan formula :

dimana :

D = diameter dari baling (cm) T = torsi (kg.cm)

(31)

II - 9 Gambar 2.5 Alat uji vane shear test

2.2.4 Uji pressuremeter

Uji pressuremeter dikembangkan oleh Menard, berupa silinder karet yang dimasukan kedalam lubang bor dan dikembangkan. Respon tanah (perubahan volume atau jari-jari lubang) terhadap pengembangan karet diukur dan interprestasi ke dalam besaran kuat geser dan sifat kemampatan tanah. Keuntungan dari uji ini adalah karena modulus tanah dapat diperoleh di lapangan (in-situ), demikian pula besarnya tekanan tanah at rest. Besaran-besaran lain seperti kuat geser tanah dan tekanan air pori juga dapat diperoleh dari uji ini. (Moch. Sholeh, 2008).

(32)

II - 10 2.2.5 Pengamatan muka air tanah

Pengamatan muka air tanah dan fluktuasinya untuk beberapa proyek amat dibutuhkan khususnya dimana pengaruh dari posisi muka air tanah memberikan beban hidrostatik disamping itu pengetahuan mengenai muka air tanah juga amat dibutuhkan untuk tahapan kontruksi.Cara umum untuk memperoleh informasi muka air tanah adalah dengan piezometer yang dapat dipasang pada bekas lubang bor (Moch. Sholeh, 2008).

Gambar 2.7 Alat pengamatan muka air tanah

2.3 Penyelidikan Tanah Laboratorium 2.3.1 Kadar air

Kadar air (moisture content atau water content) adalah besaran kandungan air yang terdapat didalam suatu contoh tanah. Kadar air dinyatakan dalam persentasi terhadap berat tanah dalam keadaan kering, sehingga :

(33)

II - 11 dimana :

Wc = kadar air (water content) Ww = berat air

Ws = berat tanah dalam keadaan kering (oven dry)

ASTM (1981) memberikan batasan tentang berat minimum contoh tanah yang harus dipergunakan dalam pengujian untuk mendapatkan kadar air yang representatif.

Tabel 2.3 Volume minimum berat contoh tanah basah Ukuran butiran tanah

(lebih dari 10%)

Berat minimum contoh tanah basah 2 mm (ayakan No. 10 ASTM) 100 – 200 gr 4,75 mm (ayakan No. 4 ASTM) 300 – 500 gr

19 mm 500 – 1000 gr

38 mm 1500 – 3000 gr

76 mm 5000 – 1000 gr

2.3.2 Batas-batas atterberg

Konsistensi (consistency) tanah lempung (clays) berubah seiring dengan perubahan kadar airnya. Tanah lempung akan menjadi lunak bila kadar airnya meningkat dan sebaliknya akan mengeras bila kadar airnya berkurang. Bila kadar air di dalam lempung relatif besar maka tanah menjadi lumpur (slurry) yang bersifat cairan kental (viscous

liquid) kondisi ini disebut fase cair (liquid state). Bila kadar air di dalam

tanah lempung dibiarkan menguap sedikit demi sedikit, maka tanah lempung mengeras dan mempunyai kemampuan untuk menahan perubahan bentuk, kondisi ini disebut fase plastis (plastic state). Bila kadar air dibiarkan menguap lebih lanjut maka lempung mengalami penyusutan, kaku dan retak kondisi ini dinamakan fase setengah padat (semi solid). Apabila kadar air di dalam tanah tidak lagi menyebabkan perubahan volume tanah (penyusutan) kondisi ini

(34)

II - 12 dinamakan fase padat (solid). Batas antara fase-fase tersebut dinamakan batas-batas Atterberg (Moch. Sholeh).

Hubungan antara fase tanah, batas Atterberg dan kadar air di dalam tanah dalam dilihat pada gambar berikut.

Gambar 2.8 Hubungan antara batas-batas Atterberg dan volume total tanah (Gogot Setyo Budi, 2011)

2.3.3 Berat jenis butir (Spesific Gravity)

Berat jenis butir (specific gravity) Gs adalah perbandingan (ratio) antara masa kering butiran tanah dan masa air pada volume yang sama dengan volume butiran tersebut. Menghitung berat jenis tanah dengan rumus sebagai berikut :

Gs = ( W2 – W1 ) / ( ( w4 – w1 ) – ( W3 – W2 ) ) dimana :

Gs = Berat jenis tanah

W1 = berat piknometer (gram)

W2 = berat piknometer dan bahan kering (gram) W3 = berat piknometer, bahan dan air (gram) W4 = berat piknometer dan air (gram)

2.3.4 Analisa saringan dan hydrometer

Analisa saringan adalah metode yang dipakai untuk menentukan penyebaran (distribusi) butiran tanah yang mempunyai ukuran lebih besar dari 0,075 mm (ayakan No. 200 American Society for Testing

(35)

II - 13 butiran tanah yang mempunyai ukuran lebih kecil dari 0,075 mm di pakai analisa hydrometer (Moch. Sholeh, 2008).

1. Analisa Saringan

Ukuran saringan yang umum dipakai untuk menentukan distribusi butiran tanah adalah ASTM – 1981, British Standard (BS 410: BS 1377, 1975) dan AASTHO.Ukuran lubang dari beberapa standar dapat dilihat pada tabel 2.2.

Tabel 2.4 Diameter lubang ayakan beberapa standar

ASTM AASTHO British Standard

BS 1377: 1975 Nomor ayakan Ukuran lubang (mm) Ukuran lubang (mm) Ukuran lubang (mm) Ukuran lubang (mm) No. 4 4,76 4,75 No. 6 3,35 No. 8 2,36 2,36 No. 8 2,057 No. 10 2,00 No.16 1,18 1,18 No. 16 1,003 No. 20 0,841 No. 30 0,595 0,600 No. 30 0,500 No. 36 0,422 No. 40 0,425 No. 50 0,300 0,300 No. 52 0,295 No. 60 0,250 No. 60 0,251 No. 80 0,180 No. 85 0,178 No. 100 0,150 0,150 No. 100 0,152 No. 140 0,106 No. 170 0,088 0,090 No. 200 0,075 0,075 No. 200 0,076

(36)

II - 14

2. Analisa Hydrometer

Analisa hydrometer adalah cara tidak langsung yang dipakai untuk menentukan distribusi butiran tanah yang mempunyai ukuran kurang dari 0,075 mm. Metode ini didasarkan pada perumusan Stokes, yang mengkorelasi diameter butiran tanah dengan kecepatan penurunan butiran tanah di dalam cairan.

Stokes menyatakan bahwa kecepatan pengendapan (v) suatu butiran tanah di dalam suatu cairan dapat dirumuskan sebagai berikut :

atau

dimana :

v = kecepatan pengendapan butiran D = diameter butiran tanah

g = gravitasi (9,807 m/detik2)

ρs = masa butiran

ρ1 = masa butiran

η = viskositas cairan

Apabila pada waktu T, partikel sudah mengendap sejauh H, maka kecepatan

V =

Dan bila cairan yang dipakai adalah air maka ρ1 = ρw = 1 Mg/m3,

sehingga diameter butiran dapat diformulasikan sebagai :

dimana :

D = diameter butiran tanah, mm η = viskositas cairan

(37)

II - 15 H = kedalaman efektif alat Hydometer

Gs = spesific gravity T = waktu, menit

2.4 Syarat Struktur Bangunan Menara Telekomunikasi

1. Struktur bangunan menara harus direncanakan dan dilaksanakan agar kuat, kokoh, dan stabil dalam memikul beban/kombinasi beban dan memenuhi persyaratan keselamatan (safety), serta memenuhi persyaratan kelayakan (serviceability) selama umur layanan yang direncanakan dengan mempertimbangkan fungsi bangunan menara, lokasi, keawetan, dan kemungkinan pelaksanaan konstruksinya.

2. Kemampuan memikul beban diperhitungkan terhadap pengaruh-pengaruh aksi sebagai akibat dari beban-beban bekerja selama umur layanan struktur, baik beban muatan tetap maupun beban muatan sementara yang timbul akibat gempa, angin, pengaruh korosi, jamur, dan serangga perusak.

3. Dalam perencanaan struktural bangunan menara terhadap pengaruh gempa, semua unsur struktur bangunan menara, baik bagian dari sub struktur maupun struktur menara, harus diperhitungkan memikul pengaruh gempa rencana sesuai dengan zona gempanya.

4. Struktur bangunan menara harus direncanakan secara rinci sehingga apabila terjadi keruntuhan pada kondisi pembebanan maksimum yang direncanakan, kondisi strukturnya masih dapat memungkinkan pengguna bangunan menara menyelamatkan diri. 5. Apabila bangunan menara terletak pada lokasi tanah yang dapat

terjadi likuifaksi, maka struktural bawah bangunan menara harus direncanakan mampu menahan gaya likuifaksi tanah tersebut. 6. Untuk menentukan tingkat keandalan struktural bangunan, harus

(38)

II - 16 sesuai dengan ketentuan dalam pedoman/petunjuk teknis tata cara pemeriksaan keandalan bangunan menara.

7. Perbaikan atau perkuatan struktur bangunan harus segera dilakukan sesuai rekomendasi hasil pemeriksaan keandalan bangunanmenara, sehingga bangunan menara selalu memenuhi persyaratan keselamatan struktural.

8. Perencanaan dan pelaksanaan perawatan struktural bangunan menara seperti halnya penambahan struktur dan/atau penggantian struktur, harus mempertimbangkan persyaratan keselamatan struktur sesuai dengan pedoman dan standar teknis yang berlaku. 9. Pembongkaran bangunan menara dilakukan apabila bangunan

menara sudah tidak layak fungsi, dan setiap pembongkaran bangunan menara harus dilaksanakan secara tertib dengan mempertimbangkan keselamatan masyarakat dan lingkungannya. 10. Pemeriksaan keandalan bangunan menara dilaksanakan secara

berkala sesuai klasifikasi bangunan, dan harus dilakukan atau didampingi oleh ahli yang memiliki sertifikat.

11. Untuk mencegah terjadinya keruntuhan struktur yang tidak diharapkan, pemeriksaan keandalan bangunan harus dilakukan secara berkala sesuai dengan pedoman/petunjuk teknis yang berlaku.

2.5 Bagian-bagian pada Tower SST (Self Supporting Tower)

Tower SST (self suppoting tower) adalah tower yang mempunyai pola batang yang disusun dan disambung sedemikian sehingga membentuk rangka yang berdiri sendiri tanpa adanya sokongan lainnya. Tower SST ini berdasarkan dari segi bentuk yaitu segiempat dengan empat kaki meskipun ada juga yang tiga kaki, berdasarkan dari material yang digunakan yaitu dari pipa dan besi siku, tipe tower ini banyak dipakai oleh perusahaan-perusahaan seluler seperti Telkom, Indosat dan XL. Adapun bagian-bagian dari struktur dari tower SST dapat dilihat pada gambar 2.9

(39)

II - 17 2.9 Tower SST (Self supporting tower)

2.5.1 Antenna

Antenna terletak dibagian atas tower yang berfungsi sebagai pemancar dan penerima gelombang radio dan data. Ada beberapa jenis antenna yang dipakai pada tower SST adalah microwave

antenna dan sectoral antenna, microwave antenna memiliki bentuk

seperti gendang yang permukaannya agak cekung, untuk jenis antenna sectoral grid berbentuk persegi panjang yang terpasang pada tower dengan ketinggian tertentu. Secara umum antenna pemancar

Antenna

Bordess & Platform Tray & Ladder

(40)

II - 18 digunakan untuk tower komunikasi ada tiga macam berdasarkan bentuk fisik yaitu antenna jenis solid, antenna jenis grid dan jenis antenna patch.

Gambar 2.10 Jenis-jenis antenna pemancar telekomunikasi

2.5.2 Tray dan ladder

Tray dan ladder terletak dibagian tengah konstruksi tower yang berfungsi untuk jalur kabel dan tangga naik.

Gambar 2.11 Tray dan ladder pada tower

(41)

II - 19 2.5.3 Bodres dan platform

Bordes diletakkan pada jarak tertentu yang berfungsi sebagai tempat istirahat sementara pekerja ataupun untuk keperluan maintenance sedangkan platform merupakan pengaman dari bordes.

Gambar 2.12 Bordes dan platform pada tower

2.6 Pembebanan

Pembebanan suatu struktur yang meliputi struktur atas maupun struktur bawah untuk keadaan batas stabil, kekuatan batas dan kemampuan layan batas harus memperhitungkan pengaruh-pengaruh dari aksi sebagai akibat dari beban-beban yang bekerja sebagai berikut:

2.6.1 Beban mati

Beban mati antara lain berupa beban sendiri (self weight), beban antenna, beban tangga dan bordes:

1. Berat sendiri

Berat sendiri dari menara tower tergantung dari jenis-jenis sistem struktur yang akan digunakan dalam perencanaan, dihitung lansung dengan mempergunakan program MS Tower dengan menghasilkan

Bordes dan platform

(42)

II - 20 berat total struktur tower. Jenis-jenis sistem struktur tower yang biasa digunakan adalah tower SST (self supporting tower), guyed tower dan

monopole. Selain ketiga jenis diatas saat ini telah banyak digunakan

tower menara yang kamuflase yang diserasikan dengan lingkungan sekitar dapat dilihat pada gambar 2.14.

Gambar 2.13 Jenis-jenis struktur tower

Gambar 2.14 Jenis tower kamuflase

2. Beban antenna

Beban antenna adalah berat tambahan yang yang dibebankan pada struktur tower.Berat dari antenna sendiri tergantung dari jenis dan jumlah antenna yang terpasang.

(43)

II - 21 3. Beban tangga

Beban tangga merupakan beban yang juga diperhitungkan dalam struktur tower. Perencanaan beban tangga untuk menara tower mempunyai persyaratan yaitu untuk menara tower dengan tinggi lebih dari 50ft (15 meter), harus tersedia tangga sebagai tempat istirahat, untu jarak (spasi) antara anak tangga minimum 12 inch (30,48 cm) dan maksimum 16 inch (40,64 cm), serta mempunyai lebar bersih tangga minimum 12 inch (30,48 cm). Menurut peraturan EIA/TIA pasal 13. 2. 2.

4. Beban bordes

Beban bordes juga diperhitungkan dalam struktur tower, perencanaan beban bordes ini berfungsi sebagai tempat istirahat sementara untuk para pekerja, beban bordes yang bekerja pada menara tower adalah sebesar 67 kg, menurut peraturan EIA/TIA pasal 13. 2. 5.

2.6.2 Beban hidup

Beban hidup adalah beban orang yang bekerja baik dalam proses pembuatan maupun pada proses perawatan menara yang terletak pada tangga dan bodres. Beban hidup tangga tower mampu menahan 250 pounds (113,5 kg). Selain beban hidup yang bekerja pada tangga, beban hidup pada bodres harus diperhitungkan menahan beban hidup sebesar 500 pounds (227 kg) (EIA/TIA, 1991).

2.6.3 Beban angin

Beban angin yang bekerja terdiri dari beban pada struktur menara dan beban pada antenna. Tekanan angin pada struktur dihitung dengan mengasumsikan tekanan angin yang bekerja pada titik simpul dalam setiap segmen. Adapun pengolahan data angin yang akan dijadikan sebagai input dalam analisa adalah kecepatan angin maksimum. Rumus yang digunakan mengacu pada peraturan EIA/TIA-222-F.

(44)

II - 22 Selain beban angin yang bekerja pada menara tower, juga terdapat beban angin yang bekerja pada antenna. Beban angin yang bekerja pada antenna juga tergantung pada jenis antenna yang digunakan dan ukuran diameter antenna tersebut. Beban angin yang diterima antenna akan semakin besar jika diameter antenna yang digunakan adalah besar.

Menurut Standard TIA/EIA-222-F Standard 1996, beban angin dihitung terhadap dua kategori : yaitu angin yang menerpa struktur dan angin yang menerpa piringan antenna. Analisa beban angin pada tower mengacu pada kecepatan angin sebesar 120 km/jam (maksimal) dan 84 km/jam (operasional).

Perhitungan beban angin pada menara adalah sebagai berikut : F = qz .GH [ (CF .AE) + (CA.AA) ]

F <2qz .GH . AG

dimana :

F = gaya angin horisontal (tegak lurus bidang gambar) (N) qz = tekanan percepatan (Pa) Pa = 0,613 Kz . V2

GH = faktor respon hembusan 0,65 + 0,60 / (h/10)1/7

h = tinggi total tower (1,00 ≤ GH ≤ 1,25)

CF = koofisien gaya struktur =4 e2 – 5,9 e + 4

(untuk struktur persegi)

AA = luas proyeksi linier dari perangkat tower

CA = aspek resiko (perbandingan tinggi struktur dengan

penampang) dilihat pada tabel 2.3

AE = luas proyeksi efektif pada satu sisi komponen struktur (m2)

.

AE = DF. AF + DR .AR . RR

dimana :

AG = luas kotor dari satu sisi tower yang ditinjau (m2)

AF = luas bersih untuk permukaan segmen satu sisi tower yang

(45)

II - 23 AR = luas terproyeksi dari komponen struktural pada satu muka

dari penampang, (m2)

V = kecepatan dasar angin, (m/s)

z = ketinggian di atas tanah sampai titik tengah dari penampang yang ditinjau, (m)

h = tinggi total struktur, (m)

Kz = koefisien keterbukaan struktur (z/10)2/7 (m)

1,00 ≤ Kz ≤ 2,58

e = rasio kepadatan (AF+AG) / AG RR = faktor reduksi = 0,51 e2 + 0,57

RR ≤ 1,0 adalah faktor reduksi untuk komponen struktur bulat DR = faktor arah angin untuk komponen datar

= 1,00untuk penampang persegi dan arah angin normal = (1 + 0,75 e) penampangpersegi dan arah angin 450

DF = faktor arah angin

= 1,00untuk penampang persegi dan arah angin normal

= (1 + 0,75 e) penampang persegi dan arah angin 450 (mak 1,2)

Tabel 2.5 Aspek resiko (CA)

Appurtenance Force Coefficients

Member Type Aspect Ratio ≤ 7 Aspect Ratio ≥ 25

CA CA

Flat 1,40 2,00

Cylinder 0,80 1,20

Aspect Ratio = Overall lenght/widht ratio in plane normal to wind direction (aspection ratio is not a function of the spacing between support point of a linier appurtenance, nor the section length cosidered to have a uniformly distributed force)

Note : Linier interpolation may be used for aspect ratios other than shown.

(46)

II - 24 Beban angin yang menerpa struktur memiliki besaran yang berbeda pada setiap ketinggian. Semakin tinggi titik tinjauan, maka semakin besar beban angin yang menerpa struktur .

2.6.4 Beban Kombinasi

Kombinasi beban ditinjau berdasarkan TIA/EIA-222-F, memberikan beberapa kombinasi pembebanan sebagai berikut :

1. D + W0

2. D + 0,75 Wi + I dimana :

D = beban mati diakibatkan oleh berat kontruksi permanen pada tower, termasuk beban tangga, antenna dan peralatan tetap Wo = beban angin tanpa es

Wi = beban angin yang dikalikan dengan faktor es

I = beban kombinasi suhu,rangkak susut dan perbedaan penurunan

Toleransi analisis berdasarkan peraturan TIA/EIA-F-1996 yaitu : 1. Allowable stess ratio (perbandingan tegangan) : 1

2. Allowable sway/twist (goyangan/puntiran) : 0,50

3. Allowable horizontal displacement (perpindahan) : H/100

2.7 Sofware MS. Tower

MS tower adalah program khusus yang membantu dalam analisa dan memeriksa struktur baja tower telekomunikasi, tower transmisi listrik dan tower guyed. MS tower berisi pilihan untuk menentukan geometri, beban, analisis, merencanakan input, hasil dan pengecekan

(47)

II - 25

Loading/beban dapat dihitung sesuai dengan beberapa peraturan

konstruksi tower yang tersedia pada software MS. Tower yaitu : 1. BS 8100:Part 1 1986.

2. BS 8100:Part 4 1995 3. CP3 Chapter 5 4. AS 3995-1994

5. Malaysian Electricity Supply Regulations 1990. 6. EIA/TIA-222-F-1996.

Kapasitas Member/batang pada sofware MS. Tower dapat dicek terhadap persyaratan: 1. BS 8100:Part 3 (DD133:1986) 2. BS 449 3. AS 3995-1994. 4. ASCE 10-90 1991 5. EIA/TIA-222-F-1996

2.7.1 Memulai program MS Tower

Memulai MS Tower dapat dilihat pada gambar 2.15

(48)

II - 26 Kemudian akan tampil layout seperti dibawah ini :

Gambar 2.16 Tampilan MS Tower

2.7.2 Mengenal member

Tower yang mungkin mempunyai tiga atau empat sisi, dirakit dengan menggabungkan serangkaian face standar, plan, hip and cross-arm

panels. Profil tower didefinisikan dengan memberikan tinggi dan lebar

setiap panel. Semua lebar lainnya diperoleh dengan interpolasi.

Gambar 2.17 Tampak member tower

Toolbar Menubar Klik kanan Horizontal Bracing Leg Redudant

(49)

II - 27 Gambar 2.18 Plan member tower

Gambar 2.19 Member hip

Jenis-jenis panel yang digunakan dapat diketahui dengan melihat gambar 2.20.

Gambar 2.20 MS Tower help topic

Plan Bracing

(50)

II - 28 2.7.3 Mengenal Library

Library yang digunakan pada MS Tower ditentukan dengan mengikuti langkah sebagai berikut :

File > Configure > Edit Section Library

(51)

II - 29 Gambar 2.22 Contoh data library UK. lib berisi data profil yang

digunakan

Library antenna, cable, dan tangga dengan cara : File > Configure > Ancillary/Guy library

(52)

II - 30 Gambar 2.24 Anciliaries library dengan nama ANC

(53)

II - 31 Gambar 2.26 Linier library dengan nama Lin

2.7.4 Membuat file data tower

Tower data dibuat dengan mengikuti langkah berikut : Tower > Build Tower > Make data File > Tower/Mast data

(54)

II - 32 Gambar 2.28 Geometri parameter

Units bisa digunakan metric, No. faces yang digunakan empat untuk

tower kaki empat jika merencanakan kaki tiga bias diganti dengan tiga yang lain bisa diabaikan, kemudian diedit dengan langkah pada gambar 2.29.

(55)

II - 33 Tampilan selanjutnya adalah sebagai berikut :

Gambar 2.30 Tower data edit

Keterangan:

TITLE1 dan TITLE2 adalah nama

dan keterangan dari file. UNITS 1 adalah Metric UNITS 4 adalah US PROFILE

1. FACE – adalah jumlah sisi tower

2. WBASE – adalah lebar tower bagian

bawah. PANEL

HT – adalah tinggi panel TW – lebar panel

Panel 1 adalah panel paling atas dari

Tower.

huruf atau angkan di belakang tanda “$”

maka program tidak akan membacanya.

SECTION

Berisi data profil yang digunakan

BOLTDATA

(56)

II - 34 Gambar 2.31 Cara input data geometri

(57)

II - 35 Jika tidak ada masalah dalam memasukan data geometri nya akan muncul seperti berikut ini :

Gambar 2.32 Gambar tower hasil input

2.7.5 Membuat tower loading file

Setelah menyelesaikan pembuatan tower data selanjutnya membuat loading file atau memasukan beban yang akan diterima tower, langkah nya sebagai berikut :

(58)

II - 36 Gambar 2.33 Loading parameter

Gambar 2.34 Sudut pandang angin yang digunakan

Beban angin dalam program ini dapat memperhitungkan berbagai item tambahan yang ditemukan di menara komunikasi.

Ancillaries diklasifikasikan dalam kategori sebagai berikut :

1. Linear ancillaries, biasanya berapa didalam tower/menara dan terdiri dari barang-barang seperti tangga, feeder.

2. Face ancillaries, melekat pada face tower dan terdiri dari benda-benda kecil seperti antena, gusset dan platform.

3. Large Ancillaries, mount keluar dari muka menara dan terdiri dari piring besar yang angin resistensi yang signifikan dibandingkan dengan anggota struktur menara.

4. Insulator, terletak antara segmen-segmen multi guys.

Sesuai dengan standard yang direncanakan

(59)

II - 37 2.7.6 Analisis loading data

Setelah loading data file selanjutnya dianalisis dengan cara :

Tower > Build/load/analyse

Gambar 2.35 Build/load/analyse

(60)

II - 38 Gambar 2.37 Analisis member tower

Gambar 2.38 Kombinasi beban

2.7.7 Hasil data MS. tower

(61)

II - 39 Gambar 2.39 Tools hasil data MS Tower

(62)

II - 40 2.8 Macam-macam Pondasi

Pondasi adalah suatu kontruksi pada bagian bawah struktur (substructure) yang berfungsi meneruskan beban dari bagian atas struktur (superstructure) kelapisan tanah di bawahnya dengan tidak mengakibatkan keruntuhan geser tanah dan penurunan tanah saat penurunan yang berlebihan.Pondasi dibuat menjadi satu kesatuan dasar bangunan yang kuat yang terdapat dibawah konstruksi.Secara umum pondasi dikelompokkan menjadi dua yaitu pondasi dangkal dan pondasi dalam.

2.8.1 Pondasi dangkal

Pondasi dangkal (shallow footing) adalah pondasi yang digunakan pada kedalaman 0,8 - 1 meter, bila nilai kedalaman (Df) di bagi dengan lebar (B) lebih kecil atau sama dengan 1, Df/B ≤ 1. Pondasi dangkal biasa disebut dengan pondasi langsung, pondasi ini dipakai pada kondisi tanah baik yaitu dengan kekerasan tanah atau daya dukung tanah = 2 kg/cm2 (PPI,dengan kedalaman tanah keras ± 1,5

meter. Pondasi dangkal dapat dibagi menjadi : 1. Pondasi telapak

Pondasi telapak (square footing) adalah pondasi yang berdiri sendiri dalam mendukung kolom atau pondasi yang mendukung bangunan secara langsung pada tanah yang cukup tebal dengan kualitas baik yang mampu mendukung bangunan itu pada permukaan tanah atau sedikit dibawah permukaan tanah.

(63)

II - 41 Gambar 2.41 Pondasi telapak

2. Pondasi menerus

Pondasi menerus (continues footing) digunakan untuk mendukung sederetan kolom yang berjarak dekat sehingga bila dipakai pondasi telapak sisinya akan terimpit satu sama lainnya.

Gambar 2.42 Pondasi menerus

3. Pondasi rakit (raft footing)

Pondasi rakit merupakan pondasi gabungan yang sekurang-kurangnya memikul tiga kolom yang tidak terletak dalam satu garis lurus, jadi seluruh bangunan menggunakan satu telapak sama.Pemakaian pondasi rakit dimaksudkan untuk mengatasi tanah yang tidak homogen, misal ada lensa-lensa tanah lunak, supaya tidak terjadi perbedaan penurunan cukup besar. Secara struktur pondasi

(64)

II - 42 pondasi rakit merupakan plat beton bertulang yang mampu menahan momen, gaya lintang geser pondasi pada plat beton. Apabila beban tidak terlalu besar dan jarak kolom sama maka plat dibuat sama tebal (gambar 2.15.a). Untuk mengatasi gaya geser pondasi yang cukup besar, dapat dilakukan pertebalan plat dibawah masing-masing kolom atau diatas pelat (gambar 2.15b dan gambar 2.15d). Pemberian balok pada kedua arah dibawah pelat bertujuan untuk menahan momen yang besar (gambar 2.15c) atau dapat dipakai juga plat dengan struktur seluler (gambar 2.15e). Sedangkan untuk mengurangi penurunan pada tanah kompresible dibuat pondasi yang agak dalam struktur ini disebut pondasi terapung (floating foundation)

Gambar 2.43 Pondasi rakit

(65)

II - 43 2.8.2 Pondasi dalam

Pondasi dalam (defth footing) adalah pondasi yang meneruskan beban bangunan ketanah keras yang terletak jauh dari permukaan tanah, bila nilai kedalaman (Df) dibagi dengan lebar (B) lebih besar atau sama dengan 4, Df/B ≥ 4.Pondasi dalam dapat dibagi menjadi : 1. Pondasi tiang

Pondasi tiang (pile foundation) digunakan bila tanah pondasi pada kedalaman normal tidak mampu mendukung beban dan tanah keras jauh di permukaan tanah (sangat dalam).Pondasi tiang umumnya berdiamater lebih kecil dan lebih panjang dibandingkan pondasi sumuran (Bowles, 1991).

Gambar 2.45 Pondasi tiang 2. Pondasi sumuran

Pondasi sumuran adalah pondasi yang dibangun dengan menggali cerobong tanah berpenampang lingkaran dan dicor dengan beton atau campuran batu dan mortar, pondasi sumuran digunakan apabila tanah dasar yang kuat terletak pada kedalaman yang relatifdalam. Pondasi sumuran merupakan bentuk peralihan antara pondasi dangkal dan pondasi tiang.

(66)

II - 44 Gambar 2.46 Pondasi sumuran

2.9 Pemodelan Pondasi Rakit 2.9.1 Kapasitas dukung ijin

1. Pondasi rakit pada tanah pasir

Pondasi rakit terletak pada tanah berpasir mempunyai faktor aman terhadap keruntuhan dukung besar, oleh karena itu pondasi rakit pada tanah pasir kemungkinan terjadinya keruntuhan terhadap kapasitas dukung kecil.

Pada gambar 2.29, dapat dilihat bahwa kurva kapasitas dukung izin pada penurunan I umumnya tidak tergantung pada lebar pondasi asalkan lebar pondasi lebih besar dari 6,50 meter. Dengan dasar ini, Peck et al. (1953) menyarankan persamaan kapasitas dukung izin (Qa) untuk pondasi rakit yang lebar sebagai berikut :

Qa =

Dengan N adalah jumlah pukulan per 30 cm dalam uji SPT. Peck et al. (1953) menyarankan nilai N digunakan harus dikoreksi terhadap pengaruh pasir halus yang terletak di bawah muka air tanah dan pengaruh tekanan overburden efektif.

Jika nilai N < 5, maka pasir sangat tidak padat. Oleh karena itu pasir tidak baik untuk mendukung pondasi rakit. Jika pada tanah tersebut akan diletakkan pondasi rakit harus dipadatkan hingga N mencapai minimum 10.

(67)

II - 45 Gambar 2.47 Kapasitas dukung ijin dari uji SPT untuk penurunan I

(Terzaghi dan Peck, 1948 ) 2. Pondasi rakit pada tanah lempung

Kapasitas dukung ultimit pondasi rakit pada tanah lempung homogen dapat dilakukan mengunakan persamaan :

dimana :

= kapasitas dukung ultimit (kN/m2)

= kedalaman pondasi (m)

= kohesi tanah (dalam kondisi tak terdrainasi (undrained) rasio poisson = 0,5 (Hari Christady, 2011)

B = lebar pondasi (m) L = panjang pondasi

= berat volume tanah (kN/m3)

= faktor daya dukung, dengan menggunakan rumus = faktor bentuk

= faktor kedalaman

= faktor kemiringan beban =

(68)

II - 46 Tabel 2.6 Faktor bentuk, kedalaman dan kemiringan pada pondasi

Faktor Rumus Sumber

Bentuk a De Beer (1970) Kedalaman b a. Bila Df/B ≤ 1 b. Bila Df/B > 1 Hansen (1970) Kemiringan Mayerhof (1963) ; Hanna and Mayerhof (1981)

a Faktor bentuk berdasarkan data tes laboratorium b Faktor tan -1 (Df/B) dalam radian

Daya dukung ijin pondasi dangkal dan pondasi rakit didapat dengan dibagi dengan faktor keamanan (SF) yakni :

qa = qult / SF

dimana :

= kapasitas dukung ijin netto SF = faktor keamanan (nilai 3)

(69)

II - 47 2.9.2 Penurunan pondasi rakit

Coduto (2001) menyebutkan penurunan total dari pondasi rakit dihitung menggunakan metode pada penurunan pondasi dangkal.

1. Penurunan segera pada pasir

Perhitungan penurunan pada tanah non kohesif hampir selalu didasarkan pada uji lapangan, metode analisis empiris yang menggunakan data hasil uji Standard Penetration Test (SPT) sebagai berikut :

a. Metode Bowles (1977) (Haryatmo, 2010)

dimana :

= penurunan

N = jumlah pukulan dalam uji SPT q = tegangan tanah

B = lebar pondasi

b. Metode Meyerhof (1974)

2. Penurunan segera pada lempung

Janbu et al. (1956) dalam Braja (2007) mengusulkan persamaan untuk mengevaluasi penurunan rerata untuk pondasi fleksible pada tanah lempung adalah :

dimana :

= penurunan

= fungsi dari Df/B (gambar 2.18)

= fungsi dari H/B dan L/B (gambar 2.18) H = ketebalan lapisan tanah lempung

(70)

II - 48 q = tegangan tanah

B = lebar pondasi

E = modulus elastisitas tanah (tabel 2.5)

Gambar 2.48 Grafik hubungan , , kedalaman pondasi (Df) dan lebar pondasi (B) (Janbu, Bjerrum dan Kjaersli, 1987)

Tabel 2.7 Tabel modulus elastisitas tanah (E) (Schmertmann, 1970) Jenis tanah Modulus of Elasticity, E Poisson’s Ratio,

Lb/in2 MN/m2

Loose sand 1.500 - 3.500 10,35 - 24,15 0,20 - 0,40 Medium dense sand 2.500 - 4.000 17,25 - 17,60 0,25 - 0,40 Dense sand 5.000 - 8.000 34,50 - 55,20 0,30 - 0,45 Silty sand 1.500 - 2.500 10,35 - 17,25 0,20 - 0,40 Sand &gravel 10.000 - 25.000 69,00 - 172,50 0,15 - 0,35

(71)

II - 49

Soft clay 600 - 3.000 4,1 - 20,4

Medium clay 3.000 - 6.000 20,7 - 41,4 0,20 - 0,50 Stiff clay 6.000 - 14.000 41,4 - 96,6

2.9.3 Penurunan konsolidasi (consolidation settlement)

Penurunan konsolidasi dihitung dari hasil test oedometer. Kurva tekanan angka pori (pressure voids ratio curve) hasil test tersebut digunakan untuk menentukan koofisien pemampatan. Koofisien kemampatan dapat dirumuskan sebagai berikut :

mv=

dimana :

mv = koofisien kemampatan

Δe = perubahan angka pori

e0 = angka pori pada tekanan awal

Δp = tambahan tekanan akibat beban

∆p = 4 q l dimana :

q = tambahan tegangan dari luar

(72)

II - 50 Gambar 2.49 Pengaruh tegangan vertikal

Untuk lempung terkonsolidasi normal yaitu po’ = pc’, perubahan angka pori (∆e) akibat konsolidasi dinyatakan oleh :

dimana :

Cc = Indek pemampatan

P0 = tekanan overboden

Untuk lempung konsolidasi berlebihan yaitu p1’ > po’, perubahan

angka pori (∆e) dapat dipertimbang dalam dua kondisi 1. Jika p1’ < pc’

Dengan p1’ = po’ + ∆p 2. Jika po’ < pc’ < p1’

(73)

II - 51 Setelah mengetahui nilai mv yang mewakili setiap lapisan tanah yang

dibebani, maka settlement oedometer (Soed) dapat dihitung dengan

persamaan :

Soed = mv x Δp x H

dimana :

soed = settlement oedometer

H = ketebalan lapisan tanah pendukung

Settlement oedometer perlu dikoreksi dengan faktor geologi μg untuk

memperoleh harga consolidaton lapangan. Sc = μg Soed

dimana :

Sc = penurunan konsolidasi

μg = faktor geologi (tabel 2.50)

Total penurunan yang terjadi :

Gambar

Gambar 2.1 Skema alat sondir dan cara kerja alat (Bowles, 1997)  Penyondiran  dilaksanakan  untuk  mencapai  tanah  keras,  dimana  nilai  perlawanan  konus  telah  mencapai  kriteria  yang  diinginkan
Gambar 2.3 Diagram skematis jenis-jenis Hammer (Bowles, 1988)
Gambar 2.11 Tray dan ladder pada tower
Gambar 2.13 Jenis-jenis struktur tower
+7

Referensi

Garis besar

Dokumen terkait

Analisa Daya Dukung Pondasi Tiang Pancang Beton Pada Bangunan Pelabuhan Danau Panggang Kabupaten Hulu Sungai Utara Kalimantan Selatan; Ritman Miko Hartanto, 071910301026;

Pondasi tiang pancang adalah batang yang relative Panjang dan langsing yang digunakan untuk menyalurkan beban pondasi melewati lapisan tanah dengan daya

Maka alternatif yang disarankan adalah menggunakan tiang pancang walaupun dari harga material lebih mahal dibandingkan pondasi rakit tetapi pada pondasi tiang

2) Tiang yang ditinjau adalah pondasi tiang pancang pada titik BH-01. 3) Pondasi yang digunakan dalam perhitungan adalah pondasi tiang pancang tunggal.. 4) Menghitung daya

Maka alternatif yang disarankan adalah menggunakan tiang pancang walaupun dari harga material lebih mahal dibandingkan pondasi rakit tetapi pada pondasi tiang

Pada tugas akhir ini, perhitungan mengenai daya dukung tiang pancang dan penurunan pondasi tiang pancang secara analitis menggunakan data sondir, SPT, kalendering dan PDA

(Dafam perencanaan kapasitas dukung pondasi tiang pancang, metode t-z menggunakan tinjauan dengan cam memSagi pondasi tiang dafam beberapa segmen dan fungsi pengadfian

Penelitian ini bertujuan untuk membandingkan pondasi rakit (pondasi dangkal) dan pondasi tiang pancang (pondasi dalam) dengan menganalisis kapasitas dukung pondasi,