• Tidak ada hasil yang ditemukan

ANALISIS DAYA DUKUNG DAN PENURUNAN PONDASI TIANG PANCANG DENGAN METODE ANALITIS DAN METODE ELEMEN HINGGA PADA BORE HOLE II

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2022

Membagikan "ANALISIS DAYA DUKUNG DAN PENURUNAN PONDASI TIANG PANCANG DENGAN METODE ANALITIS DAN METODE ELEMEN HINGGA PADA BORE HOLE II"

Copied!
130
0
0

Teks penuh

(1)

ANALISIS DAYA DUKUNG DAN PENURUNAN

PONDASI TIANG PANCANG DENGAN METODE ANALITIS DAN METODE ELEMEN HINGGA PADA BORE HOLE II

( STUDY KASUS PEMBANGUNAN BENDUNG BAJAYU SEI PADANG KABUPATEN SERDANG BEDAGAI SUMATERA UTARA)

Disusun oleh : ASTRYA SIMALANGO

12 0404 104

Disetujui oleh

Ir. Rudi Iskandar, M.T NIP: 196503251991031006

BIDANG STUDI GEOTEKNIK DEPARTEMEN TEKNIK SIPIL

FAKULTAS TEKNIK

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA MEDAN

2016

(2)

i ABSTRAK

Secara umum pondasi diartikan sebagai bangunan bawah (sub structure) yang berfungsi untuk meneruskan beban maupun gaya yang disebabkan oleh bangunan atas (upper structure) ke lapisan tanah (bearing layers) dibawahnya pada kedalaman tertentu, tanpa mengakibat terjadinya penurunan bangunan di luar batas toleransinya. Oleh sebab itu, pondasi harus direncanakan dengan cermat dan teliti agar pondasi mampu memikul beban sampai batas keamanan yang telah ditentukan, termasuk mendukung beban maksimum yang mungkin terjadi.

Pada Proyek pembangunan Bendung Bajayu Sei Padang-Kabupaten Serdang Bedagai akan dicari nilai daya dukung aksial perencanaan pondasi tiang pancang berdasarkan data SPT, sondir, dengan menggunakan metode Meyerhoff serta berdasarkan data PDA, dan Kalendering dan perhitungan dengan Metode Elemen Hingga. Selain itu perhitungan daya dukung lateral menggunakan metode Broms dan menghitung penurunan elastis tiang pancang yang terjadi serta menghitung efesiensi dan daya dukung kelompok tiang. Metode pengumpulan data adalah pengumpulan data sekunder yang diperoleh dari pihak Proyek . Perhitungan daya dukung ultimit tiang berdasarkan data SPT pada titik Bore Hole II pada kedalaman 18 meter adalah 107,61 ton. Data sondir adalah 264,949 ton pada kedalaman 14.4 . Dari hasil perhitungan PDA pada tubuh bendung adalah 108 ton. Dari hasil perhitungan Kalendering dengan metode Hiley adalah 198,343 ton, dengan Metode ENR adalah 105,0315 ton, dengan Metode Danish Formula 273,377 ton. Dari hasil perhitungan metode elemen hingga adalah 120,436 ton. Daya dukung lateral ultimit berdasarkan Metode Broms secara analitis sebesar 8,555 ton, dan secara grafis sebesar 8,93 ton. Penurunan elastis tunggal yang dihasilkan sebesar 2,54 mm dan berdasarkan Metode Poulus dan Davis sebesar 7,34 mm.penurunan dengan Metode elemen hingga adalah sebesar 38,69 mm dan dari tes PDA diketahui penurunan sebesar 26 mm.

Terdapat sedikit perbedaan daya dukung dan penurunan dengan beberapa metode yang digunakan. Perbedaan daya dukung dan penurunan tersebut dapat disebabkan oleh perbedaan jenis tanah, kedalaman yang ditinjau, cara pelaksanaan pengujian, faktor keamanan dan perbedaan parameter yang digunakan dalam perhitungan.

Kata Kunci : Kapasitas Daya Dukung, SPT, Sondir, PDA, Kalendering, Metode Elemen Hingga, Penurunan Elastis

(3)

ii KATA PENGANTAR

Puji dan syukur saya panjatkan kepada Tuhan Yang Maha Esa atas berkat dan penyertaanNya yang diberikan kepada saya hingga saya mampu untuk menyelesaikan Tugas Akhir ini dengan baik.

Tugas Akhir ini disusun untuk diajukan sebagai salah satu syarat untuk menyelesaikan studi dalam Program Studi Strata Satu (S1) Jurusan Teknik Sipil Fakultas Teknik Universitas Sumatera Utara. Adapun judul Tugas Akhir yang diambil adalah :

“Analisis Daya Dukung dan Penurunan Pondasi Tiang Pancang dengan Metode Analitis dan Metode Elemen Hingga pada Bore Hole II ( Study Kasus Pembangunan Bendung Bajayu Sei Padang Kabupaten Serdang Bedagai Sumatera Utara)”

Dalam menyelesaikan Tugas Akhir ini, saya mendapat banyak bantuan, bimbingan dan dukungan dari berbagai pihak. Oleh karena itu, penulis mengucapkan terima kasih yang kepada:

1. Bapak Prof. Dr. Ing. Johannes Tarigan selaku ketua Departemen Teknik Sipil Fakultas Teknik Universitas Sumatera Utara.

2. Bapak Ir. Syahrizal, MT selaku Sekretaris Departemen Teknik Sipil Fakultas Teknik Universitas Sumatera Utara.

3. Bapak Ir. Rudi Iskandar, MT selaku dosen pembimbing yang telah memberikan arahan, masukan, dukungan dalam bentuk waktu dan pemikiran untuk membantu penulis menyelesaikan Tugas Akhir ini.

4. Bapak Prof. Dr. Ir. Roesyanto, MSCE selaku koordinator bidang studi goteknik dan selaku Dosen Pembanding, dan Ibu Ika Puji Hastuty, ST. MT. selaku Dosen Pembanding, atas saran dan masukan yang diberikan kepada penulis terhadap Tugas Akhir ini.

5. Bapak/Ibu seluruh staff pengajar Departemen Teknik Sipil Fakultas Teknik Universitas Sumatera Utara.

(4)

iii 6. Kepada kedua orangtua saya, yang saya hormati dan saya cintai, Bapak Alter Simalango dan Ibu Hotmian Manik, terimakasih atas segala doa, kasih sayang, kesabaran, harapan, dukungan moril dan materil yang diberikan sehingga saya bisa menyelesaikan penulisan perkuliahan dan Tugas Akhir ini.

7. Kepada saudara-saudari saya tersayang, abang saya Hansen Simalango, kakak saya Anna Simalango, dan adik saya Arifanda Simalango. Terimakasih untuk segala dukungan , motivasi, dan teladan yang diberikan kepada saya

8. Kepada pihak Konsultan maupun Kontraktor Pelaksana Proyek Pembangunan Bendung Bajayu atas kepercayaannya memberikan data investigasi tanah dan gambar kerja.

9. Kepada Abang Joseph Admika Ginting angkatan 2006, dan abang kakak senior lainnya.

Terima kasih atas bantuannya selama masa perkuliahan dan saran-sarannya yang diberikan dalam penulisan Tugas Akhir ini.

10. Kepada Sahabat dekat saya, Ecy Damanik, Fanny R Barimbing, Novita Simbolon, Herlina W. Sitinjak , Yohana Zalukhu , Andika W Pinem, Hendra Sigalingging, Michael Tjandra, dan teman lainnya Brian Pardosi, Hizkia Gultom, Rinaldy Simanjuntak, Sintong Sihombing, Luccas Saragih, George Lumbantobing, Aditya Manalu, Josua, Claudya , Agita dan Anastasya dan teman yang tidak bisa saya sebutkan satu persatu. Terimakasih untuk semangat, doa, dukungan, dan perhatian yang diberikan.

11. Kepada rekan tugas akhir saya yang memberi banyak dukungan, masukan dan bantuan , Alfonsius Tarigan dan teman- teman di “IUT”, serta seluruh teman–teman senasib dan seperjuangan di perkuliahan , angkatan 2012 Teknik Sipil USU, terimakasih atas dukungan , bantuan dan kerjasama selama diperkuliahan hingga penyusunan Tugas akhir ini.

12. Kepada teman – teman “Dublasaone” yang senantiasa saling mendoakan dan saling memberi dukungan.

(5)

iv 13. Kepada keluarga saya di KMK St. Yoseph Engineering, terimakasih untuk segala doa dan

dukungannya .

Dan segenap pihak yang belum saya sebut di sini ,terimakasih untuk segala bantuan dalam bentuk apapun, sehingga Tugas Akhir ini dapat diselesaikan dengan baik.

Saya menyadari bahwa laporan Tugas Akhir ini masih memiliki banyak kekurangan baik dari segi penulisan ataupun isi. Oleh sebab itu, saya mengaharapkan saran dan kritik membangun dari pembaca untuk penyempurnaan laporan Tugas Akhir ini.

Akhir kata saya mengucapkan terimakasih, semoga Tugas Akhir ini dapat menjadi referensi bermaanfaat bagi pihak yang membutuhkan.

Medan, Januari 2017 Penulis

Astrya simalango 120404104

(6)

v

DAFTAR ISI

Abstrak... i

Kata Pengantar... ii

Daftar Isi... v

Daftar Gambar ... x

Daftar Tabel ………... xii

Daftar Notasi... xv

Daftar Lampiran... xix

BAB I PENDAHULUAN ...1

I.1 Latar Belakang ...1

I. 2 Tujuan dan Manfaat Penelitian ...2

I.2.1 Tujuan ...2

I.2.2 Manfaat ...3

I.3 Pembatasan Masalah ...3

I.4 Sistematika Penulisan ...4

BAB II TINJAUAN PUSTAKA ...6

II.1 Pendahuluan ...6

II.2 Tanah ...6

II.2.1 Penyelidikan Tanah (Soil Investigation) ...7

II.2.2.1 Cone penetration test (sondir) ...8

II.2.1.1 Standart Penetration Test (SPT) ...10

II.3 Pondasi ...12

II.3.1 Pondasi Dalam ( Deep Foundation ) ...13

(7)

vi

II.3.1.1 Pondasi tiang pancang……… 13

II.3.2.1.1 Jenis – Jenis Tiang Pancang ...14

II.3.2.1.2 Alat pancang Tiang ...17

II.3.2.1.3 Metode pelaksanaan tiang pancang ...18

II.3.3 Kalendring ...21

II.3.3.1 Tahapan Pelaksanaan Kalendering ...21

II.3.4 Pile Driving Analyzer (PDA) ...22

II.4 Kapasitas Daya Dukung Tiang Pancang ...24

II.4.1 Kapasitas Daya Dukung Aksial Tiang Pancang ...24

II.4.1.1 Kapasitas Daya Dukung Ultimate Tiang Pancang dari Hasil Sondir ...24

II.4.1.2 Kapasitas Daya Dukung Ultimate Tiang Pancang Dari Hasil SPT ...25

II.4.1.3 Kapasitas Daya Dukung Aksial Tiang Pancang dari Data Kalendering ...28

II.4.2 Kapasitas Daya Dukung Lateral Tiang Pancang ...30

II.4.2.1 Tiang Ujung Jepit dan Tiang Ujung Bebas 31 II.4.2.2 Tahanan Beban Lateral Ultimit ...31

II.4.2.3 Metode Broms ...33

II.4.2.3.1 Tahanan Tiang dalam Tanah Kohesif .. 33

II.4.2.3.2 Tahanan Tiang dalam Tanah Granular (Non – Kohesif ) ...37

II.5 Kelompok Tiang ... 42

II.5.1 Efisiensi dan kapasitas Kelompok Tiang ... 44

II.6 Penurunan Tiang Pancang ...46

(8)

vii

II.6.1 Penurunan Tiang Tunggal ...46

II.6.2 Penurunan Tiang Pancang Kelompok ... 51

II.7 Faktor Keamanan ... 53

II.8 Metode Elemen Hingga Bidang Geoteknik ... 53

BAB III METODOLOGI PENELITIAN ...63

III.1 Data Umum Proyek ...63

III.2 Karakteristik Tanah ...64

III.3 Data Teknis Tiang Pancang ...66

III.4 Metode Pengumpulan Data ...70

III.5 Tahap Penelitian... .70

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN ...73

IV.1 Pendahuluan ...73

IV.2 Perhitungan Daya Dukung Aksial Pondasi Tiang Pancang..73

IV.2.1 Perhitungan Kapasitas Daya Dukung Ultimate Tiang Pancang Berdasarkan Data Sondir dengan Metode Meyerhoff ... 73

IV.2.2 Perhitungan Kapasitas Daya Dukung Ultimate Tiang Pancang Berdasarkan Data SPT (Standart Penetration Test) 76 IV.2.3 Kapasitas Daya Dukung Tiang Pancang Berdasarkan data Pile Driving Analyser... ...81

IV.2.4 Menghitung Kapasitas Daya Dukung Tiang Pancang dengan Data Kalendring... 81

IV.3 Menghitung Kapasitas Daya Dukung Lateral Pondasi Tiang Pancang ... 82

(9)

viii IV.4 Menghitung Kapasitas Kelompok Tiang Berdasarkan

Efisiensi... 85

IV.5 Penurunan Elastis pada Tiang Tunggal dan Kelompok... 86

V.5.1 Penurunan pada Tiang Tunggal... 87

V.5.2 Penurunan Kelompok Tiang... 90

4.6 Menghitung Kapasitas Daya Dukung Ultimate Tiang Pancang berdasarkan Metode Elemen Hingga ... 90

V.6.1 Proses Pemodelan pada Program metode elemen Hingga ... 93

V.7 Diskusi... ... 100

V.7.1 Metode Elemen Hingga... 100

V.7.1.1 Perbandingan antara tekanan air pori Sebelum konsolidasi ...100

V.7.1.2 Perbandingan Daya Dukung Ultimit Sebe- lum Konsolidasi dan Setelah Konsolidasi ...101

V.7.1.3 Perbandingan Penurunan setelah Konso- lidasi dan Sebelum Konsolidasi ...102

V.7.1.4 Waktu konsolidasi ...104

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN ... 105

V.1 Kesimpulan ... 105

V.2 Saran ... 109

(10)

ix Daftar Pustaka... ... xx

Lampiran... xxii

(11)

x DAFTAR GAMBAR

Gambar Halaman

Gambar 2.1 Diagram Fase Tanah ... 7

Gambar 2.2 Kurva Percobaan Sondir Proyek Bendung Sei Bajayu ... 9

Gambar 2.3 Proses Uji Penetrasi Standar ... 11

Gambar 2.4 Grafik PDA Hasil Analisis CAPWAP………..23

Gambar 2.5 Nilai N-SPT untuk Desain Tahaan Ujung Tanah Pasir ... 25

Gambar 2.6 Hubungan antara Kuat Geser (cu) dengan Faktor Adhesi (α) (API, 1987) ... 27

Gambar 2.7 Mekanisme Keruntuhan Pondasi Tiang Unjung Bebas pada Tanah Kohesif ... 34

Gambar 2.8 Tahanan Lateral Ultimit Tiang Dalam Tanah Kohesif ... 35

Gambar 2.9 Mekanisme Keruntuhan Pondasi Tiang Ujung Jepit pada Tanah kohesif ... 36

Gambar 2.10 Mekanisme Keruntuhan Pondasi Tiang Ujung Jepit pada Tanah Non-kohesif ... 38

Gambar 2.11 Tahanan Lateral Ultimit Tiang Dalam Tanah Granular ... 39

Gambar 2.12 Mekanisme Keruntuhan Pondasi Tiang Ujung Bebas ... 40

Gambar 2.13 Tiang Pancang Kelompok ... 42

Gambar 2.14 Pola susunan tiang pancang ... 44

Gambar 2.15 Faktor Penurunan Io(Poulus dan Davis, 1980) ... 48

(12)

xi

Gambar 2.16 Faktor Penurunan Rµ(Poulus dan Davis, 1980) ... 48

Gambar 2.17 Faktor Penurunan Rk (Poulus dan Davis, 1980)...48

Gambar 2.18 Faktor Penurunan Rh (Poulus dan Davis,1980) ... 49

Gambar 2.19 Faktor Penurunan Rb (Poulus dan Davis, 1980) ... 49

Gambar 2.20 Variasi Jenis Bentuk Unit Tahanan Friksi Alami Terdis- tribusi Sepanjang Tiang Tertanam ke Dalam Tanah ... 51

Gambar 2.21 Titik nodal dan titik tegangan ... 55

Gambar 3.1 Letak Titik Pengujian Sondir ,Bor Mesin dan PDA ... 67

Gambar 3.2 Denah Tiang Pancang ... 68

Gambar 3.3 Denah Titik Pengujian PDA dan Kelendering ... 69

Gambar 4.1 Pile Cap ... 85

Gambar 4.2 Parameter Tanah dari Allpile ... 91

Gambar 4.3 Lembar General Setting pada Plaxis ... 93

Gambar 4.4 Pemodelan pada plaxis ... 94

Gambar 4.5 Input Data Material Set ... 95

Gambar 4.6 Generate Mesh ... 96

Gambar 4.7 Initial Water Pressure pada Program Plaxis ... 96

Gambar 4.8 Pemodelan Fase Sebelum Konsolidasi dan Setelahnya ... 97

Gambar 4.9 Hasil Kalkulasi dan Besar ΣMsf pada Fase 3 ... 98

Gambar 4.10 Hasil Kalkulasi dan Besar Σ Msf pada Fase 4 ... 98

Gambar 4.11 Besar Nilai Penurunan yang Terjadi Setelah Hasil Perhitungan .... 99

Gambar 4.12 Excess Pore Pressure Sebelum Konsolidasi ... 101

Gambar 4.13 Excess Pore Pressure Setelah Konsolidasi ... 101

(13)

xii Gambar 4.14. Penurunan Tanah Sebelum Konsolidasi ... 103

Gambar 4.15 Penurunan Tanah Setelah Konsolidasi ... 103 Gambar 4.16 Waktu Konsolidasi ... 104

(14)

xiii DAFTAR TABEL

Tabel Halaman

Tabel 2.1 Hubungan antara Angka Penetrasi Standar dengan Sudut Geser

Dalam dan Kepadatan Relatif pada Tanah Pasir ... 27

Tabel 2.2 Hubungan antara N dengan Berat Isi Tanah ... 28

Tabel 2.3 Efisiensi Jenis Alat Pancang ... 29

Tabel 2.4 Karakteristik Alat Pancang Diesel Hammer ... 29

Tabel 2.5 Nilai Effisiensi Hammer ... 30

Tabel 2.6 Koefisien restitusi n ... 30

Tabel 2.7 Hubungan Modulus Subgrade (k1) dengan Kuat Geser Un- drained untuk Lempung Kaku Terkonsolidasi Berlebihan (Overconsolidation) . 32 Tabel 2.8 Nilai-Nilai nh untuk Tanah Granular (c = 0) ... 33

Tabel 2.9 Nilai-Nilai nh untuk Tanah Kohesif ... 33

Tabel 2.10 Kriteria Pondasi Tiang Pendek dan Pondasi Tiang Panjang ... 33

Tabel 2.11 Tabel Klasifikasi Tiang Pancang Bulat Berongga (WIKA) ... 41

Tabel 2.12 Nilai Koefisien empiris ( CP) ... 51

Tabel 2.13 Batas Penurunan Maksimum ... 52

Tabel 2.14 Faktor Aman yang Disarankan oleh Reese dan O’Neill ... 53

Tabel 2.15 Nilai Perkiraan Modulus Elastisitas Tanah ... 58

Tabel 2.16 Korelasi N-SPT dengan Modulus Elastisitas pada Tanah Lempung .... 59

Tabel 2.17. Korelasi N-SPT dengan Modulus Elastisitas pada Tanah Pasir ... 59

(15)

xiv

Tabel 2.18. Hubungan Jenis Tanah, Konsistensi dan Poisson’s Ratio (μ) ... 60

Tabel 2.19 Nilai Koefisien Permeabilitas Tanah ... 62

Tabel 3.1. Deskripsi Tanah Bore Hole II dari Hasil SPT ... 65

Tabel 3.1. Hasil Pengujian Sondir ... 66

Tabel 4.1 Perhitungan Daya Dukung Ultimit dan Daya Dukung Ijin Tiang Pancang pada Titik Sondir S-5 Diameter 40 cm dengan Metode Meyerhoff ... 75

Tabel 4.2 Perhitungan Daya Dukung Ultimate dan Daya Dukung Ijin Tiang Pancang pada Bore Hole I diameter 40 cm dengan Metode Meyerhoff .... 80

Tabel 4.3 Kapasitas Daya Dukung Ultimit Tiang Pancang berdasarkan Data PDA ... 81

Tabel 4.4 Hasil Perhitungan Penurunan Elastis Tiang Pancang Tunggal Dia- meter 40 cm ... 88

Tabel 4.5 Data Tiang Pancang ... 91

Tabel 4.6 Input Parameter Tanah untuk Program Metode Elemen Hingga Lokasi Bore Hole II ... 92

Tabel 4.7 Tekanan Air Pori dengan Program Metode Elemen Hingga ... 100

Tabel 4.8 Daya Dukung dengan Program Metode elemen hingga ... 102

Tabel 4.9 Penurunan Tanah dengan Program Metode Elemen Hingga ... 103

Tabel 5.1 Nilai Daya Dukung Ultimit Berdasarkan Data Sondir, SPT, PDA Test dan Kalendering. ... 105

Tabel 5.2 Nilai Daya Dukung Ultimit dan Daya Dukung Ijin Berdasarkan Data Sondir dan SPT ... 106

(16)

xv Tabel 5.3 Hasil Perhitungan Nilai Daya Dukung Ultimit Lateral Tiang

Pancang ... 106 Tabel 5.4 Nilai Efisiensi kelompok tiang (Eg) ... 106 Tabel 5.5.Hasil Penurunan Tiang ... 107 Tabel 5.6.Hasil Perhitungan Daya Dukung Ultimit dan Penurunan Tiang

Pancang dengan Program Metode Elemen Hingga ... 107 Tabel 5.7.Nilai Tekanan Air Pori dengan Program Metode Elemen Hingga ... 108

(17)

xvi DAFTAR NOTASI

Ap = luas penampang tiang (m2) B = lebar atau diameter tiang (m) Cp = koefisien empiris

Cs = konstanta Empiris c = kohesi tanah (kg/cm²) cu = kohesi undrained (kN/m2) D = diameter tiang (m)

Dr = kerapatan relatif (%) E = energi alat pancang (kg-cm)

Eb = modulus elastisitas tanah di dasar tiang (kN/m2) Ep = modulus elastis tiang (kN/m2)

Es = modulus elastisitas tanah di sekitar tiang (kN/m2) Es = modulus elastisitas bahan tiang (kN/m2)

e = angka pori

ef = effisiensi hammer (%)

f = jarak momen maksimum dari permukaan tanah (m) Gs = specific gravity

g = jarak dari lokasi momen maksimum sampai dasar tiang (m) H = tebal lapisan (m)

h = tinggi jatuh hammer (m) I = momen inersia tiang (cm4)

(18)

xvii I0 = faktor pengaruh penurunan tiang yang tidak mudah mampat

(Incompressible) dalam massa semi tak terhingga K = faktor kekakuan tiang

k = koefisien permeabilitas

ki = modulus reaksi subgrade dari Terzaghi kh = koefisien permeabilitas arah horizontal kv = koefisien permeabilitas arah vertikal L = panjang tiang pancang (m)

Lb = panjang lapisan tanah (m)

Li = tebal lapisan tanah, pengujian SPT dilakukan setiap interval kedalaman pemboran (m)

My = momen leleh (kN-m) N-SPT= nilai N-SPT

n = koefisien restitusi

nh = koefisien fariasi modulus P = keliling tiang (m)

po = tekanan overburden efektif pu = tahanan tanah ultimit

Q = besar beban yang bekerja (kN)

Qwp = daya dukung yang bekerja pada ujung tiang dikurangi daya dukung friction (kN)

Qws = daya dukung friction (kN)

Rb = faktor koreksi untuk kekakuan lapisan pendukung

Rh = faktor koreksi untuk ketebalan lapisan yang terletak pada tanah

(19)

xviii keras

Rk = faktor koreksi kemudahmampatan tiang Rμ = faktor koreksi angka poisson

S = penetrasi pukulan per cm (cm) Se(1) = penurunan elastis dari tiang (mm)

Se(2) = penurunan tiang yang disebabkan oleh beban di ujung tiang (mm) Se(3) = penurunan tiang yang disebabkan oleh beban di sepanjang batang tiang (mm)

S = besar penurunan yang terjadi (mm) Wp = berat pile (Ton)

Wr = berat hammer (Ton)

α = koefisien adhesi antara tanah dan tiang

ŋ

= effisiensi alat pancang

Ø = sudut geser dalam 𝛾 = berat isi tanah (kN/m3)

γdry = berat jenis tanah kering (kN/m3) γsat = berat jenis tanah jenuh (kN/m3) γw = berat isi air (kN/m3)

ξ = koefisien dari skin friction μ = poisson’s ratio

ψ = sudut dilantansi (o)

(20)

xix DAFTAR LAMPIRAN

Lampiran-1, Data Hasil Pengujian Sondir Lampiran-2, Data Drilling Log

Lampiran-3, Data Uji Laboratorium Lampiran-4, Data PDA test

Lampiran-5, Data Kalendering Lampiran-6, Denah Lokasi Pengujian

(21)

1

BAB I

PENDAHULUAN

I.1 Latar Belakang

Dalam perencanaan suatu konstruksi bangunan, perencanaan pondasi adalah salah satu hal yang sangat penting untuk diperhatikan. Karena Setiap konstruksi memiliki beban yang harus diteruskan ke lapisan tanah, baik itu beban yang dipikul oleh bangunan ataupun beban akibat berat bangunan itu sendiri. Oleh sebab itu, setiap bangunan harus memiliki pondasi untuk meneruskan beban tersebut.

Secara umum pondasi diartikan sebagai bangunan bawah (sub structure) yang berfungsi untuk meneruskan beban maupun gaya yang disebabkan oleh bangunan atas (upper structure) ke lapisan tanah (bearing layers) di bawahnya pada kedalaman tertentu, tanpa mengakibat terjadinya penurunan bangunan di luar batas toleransinya. Oleh sebab itu, pondasi harus direncanakan dengan cermat dan teliti agar pondasi mampu memikul beban sampai batas keamanan yang telah ditentukan, termasuk mendukung beban maksimum yang mungkin terjadi.

Pondasi secara umum dapat dibagi dalam 2 (dua) jenis, yaitu pondasi dalam dan pondasi dangkal. Dalam perencanaan pondasi pemilihan jenis pondasi tergantung kepada:

1. Fungsi bangunan atas (upper structure) yang akan dipikul oleh pondasi tersebut.

2. Besarnya beban dan berat dari bangunan atas.

3. Kondisi tanah dimana bangunan tersebut akan didirikan.

4. Biaya pelaksanaan pondasi.

Untuk konstruksi beban ringan dan kondisi tanah cukup baik, biasanya dipakai pondasi dangkal, tetapi untuk konstruksi beban berat biasanya jenis pondasi dalam adalah

(22)

2 pilihan yang tepat. Salah satu di antara tipe pondasi dalam yang dapat digunakan adalah pondasi tiang pancang. Contoh kasusnya adalah pada proyek pembangunan Bendung Bajayu Sei Padang - Kabupaten Serdang Bedagai. Pondasi yang digunakan adalah pondasi tiang pancang yang dipancang dengan sistem hammer.

Pemakaian tiang pancang sabagai pondasi pada suatu bangunan dilakukan apabila tanah dasar di bawah bangunan tersebut tidak mempunyai daya dukung yang cukup untuk memikul beban bangunan atau apabila lapisan tanah keras yang mempunyai daya dukung yang cukup untuk memikul beban bangunan letaknya sangat dalam. Oleh sebab itu, sangat dibutuhkan informasi mengenai penyelidikan tanah baik untuk mengetahui letak lapisan tanah keras, mengetahui daya dukung , penurunan dan sebagainya.

Perhitungan daya dukung tiang pancang dapat dilakukan dengan menggunakan metode yang disarankan para ahli berdasarkan data-data penyelidikan tanah yang diperoleh, seperti data SPT, sondir, PDA dan data laboratorium. Dari hasil perhitungan dapat diperoleh informasi yang akurat mengenai perencanaan pondasi yang aman.

Pada tugas akhir ini, perhitungan mengenai daya dukung tiang pancang dan penurunan pondasi tiang pancang secara analitis menggunakan data sondir, SPT, kalendering dan PDA dibandingankan dengan perhitungan menggunakan program Metode Elemen Hingga, sehingga dapat diambil kesimpulan mengenai nilai daya dukung dan penurunan pondasi tiang pancang.

I.2 Tujuan Dan Manfaat I.2.1 Tujuan

Adapun tujuan akhir yang diharapakan oleh penulis adalah :

1. Menghitung nilai daya dukung ultimit aksial tiang pancang diameter 40 cm dengan metode Meyerhoff dari data Sondir dan SPT pada Bore Hole II, serta dengan data PDA dan kelendering (Dynamic Formula).

(23)

3 2. Menghitung daya dukung ijin pondasi tiang pancang dengan metode meyerhoof

3. Menghitung nilai daya dukung ultimit lateral tiang pancang dengan metode Broms menggunakan data SPT pada Bore Hole II dengan diameter tiang pancang 40 cm

4. Menghitung efisiensi kelompok tiang pancang dengan metode Converse-labarre, Los- Angeles dan Feld.

5. Menghitung penurunan tiang pancang tunggal (single pile) dengan metode Poulus dan Davis dan metode penurunan elastis.

6. Menghitung penurunan tiang pancang kelompok dengan metoed meyerhoff

7. Menghitung daya dukung ultimate dan penurunan tiang pancang pada Bore Hole II dengan diameter 40 cm menggunakan program metode elemen hingga dengan pemodelan tanah pasir dan Mohr Coulomb.

I.1.2 Manfaat

Manfaat dari penyusunan tugas akhir ini antara lain :

1. Agar penulis maupun pembaca dapat mengetahui perbandingan perhitungan daya dukung dan penurunan tiang pancang secara analitis maupun dengan metode elemen hingga.

2. Sebagai bahan referensi bagi pihak pihak yang membutuhkan informasi dan ingin mempelajari hal yang dibahas tugas akhir ini

I.3 Pembatasan Masalah

Untuk memperjelas ruang lingkup yang akan dibahas dalam tugas akhir ini dan untuk mempermudah penulis dalam menganalisa maka dibuat batasan batasan masalah yang meliputi :

1. Data-data yang digunakan untuk melakukan analisis didapat dari data data Soil Investigation yang diperoleh dari proyek pembangunan Bendung Bajayu Sei Padang-

(24)

4 Kabupaten Serdang Bedagai, Sumatera Utara.

2. Nilai-nilai ataupun koefisien yang tidak terdapat pada data-data diperoleh berdasarkan referensi dan sumber-sumber yang ada.

3. Penurunan konsolidasi primer pada ujung tiang tidak dihitung karena ujung tiang berada pada lapisan pasir padat.

4. Lokasi yang ditinjau adalah bagian tubuh bendung.

I.4 Sistematika Penulisan

Sistematika penulisan dalam penelitian ini akan dibuat dalam 5 ( lima ) bab uraian sebagai berikut:

Bab I : Pendahuluan

Bab pendahuluan berisi latar belakang penulisan, tujuan dan manfaat, rumusan masalah, pembatasan masalah.

Bab II: Tinjauan Pustaka

Bab ini mencakup hal – hal yang dijadikan penulis sebagai dasar dalam membahas perbandingan nilai daya dukung dan penurunan tiang pancang yang dihitung secara analitis dan dengan metode elemen hingga.

Bab III: Metodologi Penelitian

Bab ini berisi tentang metodologi yang dilakukan dalam analisa berupa urutan tahapan pelaksanaan dari pecarian data, study literatur hingga analisa data yang telah diperoleh.

(25)

5 Bab IV: Pembahasan

Bab ini berisi tentang pembahasan perhitungan daya dukung dan penurunan tiang pancang baik secara analitis maupun dengan metode elemen hingga. Hasil perhitungan dari masing–masing metode kemudian akan dibandingkan.

Bab V: Kesimpulan dan Saran

Bab ini berisi tentang kesimpulan dari hasil analisa dan saran – saran yang diberikan atas hasil yang diperoleh.

(26)

6

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

II.1. Pendahuluan

Dalam proyek konstruksi sipil, pondasi merupakan salah satu hal yang wajib diperhitungkan. Pondasi adalah bagian dari suatu sistem rekayasa yang meneruskan beban yang di topang oleh pondasi dan beratnya sendiri kepada dan kedalam tanah dan batuan yang terletak dibawahnya (Bowles, Joseph E. 1997).

Kriteria perencanaan dalam suatu perencanaan pondasi adalah daya dukung dan penurunan. Daya dukung pondasi yang direncanakan harus lebih besar daripada beban yang bekerja pada pondasi tersebut baik beban statik maupun beban dinamiknya dan penurunan yang terjadi akibat pembebanan tidak boleh melebihi penurunan yang diijinkan.

Oleh sebab itu, dalam perencanaan pondasi sangat dibutuhkan informasi mengenai tanah melalui penyelidikan tanah karena setiap lapisan tanah mempunyai sifat dan karakteristik yang berbeda-beda.

II.2. Tanah

Tanah adalah himpunan mineral, bahan organik, dan endapan-endapan yang relatif lepas (loose), yang terletak diatas bantuan dasar (bedrock). Diantara partikel tanah terdapat pori-pori (voids ) yang dapat terisi oleh air ataupun udara.

Bila pori-pori tersebut terisih oleh air , maka tanah tersebut dikatakan dalam kondisi jenuh. Bila pori-pori terisi udara dan air, tanah pada kondisi jenuh sebagian (partially saturated). Sedangkan bila pori-pori tersebut tidak mengandung air sama sekali atau kadar airnya nol maka tanah tersebut adalah tanah kering.

Komponen-komponen tanah tersebut dapat digambarkan dalam bentuk diagram fase seperti berikut :

(27)

7 Gambar 2.1 Diagram Fase

Karena sifat tanah perlapisan berbeda-beda, maka diperlukan kegiatan penyelidikan tanah untuk mendapatkan informasi tanah yang diperlukan dalam perencanaan

II.2.1. Penyelidikan Tanah (Soil Investigation)

Penyelidikan tanah merupakan suatu upaya yang bertujuan untuk mengetahui sifat- sifat dan kondisi tanah yang sebenarnya dilapangan, juga struktur lapisan tanah dan sifat teknis tanah. Penyelidikan tanah yang sering dilakukan antara lain :

a. Penyelidikan Lapangan ( in situ).

Penyelidikan lapangan biasanya terdiri dari : - Standar Penetration Test ( SPT) - Cone Penetration Test (sondir)

- Dynamic Cone Penetration Test ( DCP ) - Hand Boring, dll

b. Penyelidikan Laboratorium

Penyelidikan laboratorium terdiri dari :

- Uji index properties, seperti : water content, specific gravity, atterberg limit, shieve analysis, unit weight

(28)

8 - Uji engineering properties, seperti : Direct Shear Test, Triaxial Test,

Consolidation Test, Permeability Test, Compaction Test, dan CBR

Ketelitian penyelidikan tanah tergantung pada besarnya beban rencana yang akan dipikul, faktor keamanan yang diinginkan,kondisi lapisan tanah, dan biaya yang tersedia untuk penyelidikan.tujuan penyelidikan tanah, antara lain :

Tujuan penyelidikan tanah, antara lain :

1. Menentukan sifat-sifat alamiah tanah di lokasi yang ditinjau

2. Menentukan kapasitas daya dukung ultimit tanah menurut tipe pondasi yang dipilih.

3. Menentukan tipe dan kedalaman pondasi.

4. Untuk mengetahui posisi muka air tanah

5. Untuk memprediksi besarnya penurunan yang akan terjadi 6. Menentukan besarnya tekanan tanah

7. Menyelidik keamanan suatu struktur bila penyelidikan dilakukan pada bangunan yang telah ada sebelumya

8. Pada proyek jalan raya dan irigasi, penyelidikan tanah berguna untuk menentukan letak-letak saluran,gorong-gorong,penentuan lokasi dan macam bahan timbunan.

II.2.1.1 Cone Penetration Test (Sondir)

Uji Penetrasi Kerucut Statis atau Uji Sondir banyak digunakan di Indonesia.

Pengujian ini berguna untuk menentukan lapisan-lapisan tanah berdasarkan tanahan ujung konus dan daya lekat tanah setiap kedalaman pada alat sondir.

Dari hasil test Sondir ini didapatkan nilai jumlah perlawanan (JP) dan nilai perlawanan konus (PK), sehingga hambatan lekat (HL) didapatkan dengan menggunakan Persamaan berikut :

1. Hambatan Lekat (HL) 𝐻𝐿 = (𝐽𝑃 − 𝑃𝐾) ×𝐴

𝐵 (2.1)

(29)

9 2. Jumlah Hambatan Lekat (JHL)

𝐽𝐻𝐿𝑖 = ∑0𝑖𝐻𝐿 (2.2) Dimana :

PK = Perlawanan penetrasi konus (qc)

JP = Jumlah perlawanan (perlawanan ujung konus + selimut) A = Interval pembacaan (setiap pembacaan 20 cm)

B = Faktor alat = luas konus / luas torak = 10 cm i = Kedalaman lapisan tanah yang ditinjau (m) JHL = Jumlah Hambatan Lekat (kg/cm)

Hasil penyelidikan dengan Sondir ini digambarkan dalam bentuk grafik yang menyatakan hubungan antara kedalaman setiap lapisan tanah dengan perlawanan penetrasi konus atau perlawanan tanah terhadap konus yang dinyatakan dalam gaya persatuan panjang ditunjukkan pada Gambar 2.2.

Gambar 2.2. Kurva Percobaan Sondir Proyek Bendung Sei Bajayu

(30)

10 Selain itu pengujian Sondir ini memiliki kelebihan, yaitu :

1. Baik untuk lapisan tanah lempung

2. Dapat dengan cepat menentukan lapisan tanah keras 3. Dapat memperkirakan perbedaan lapisan tanah

4. Dapat menghitung daya dukung ultimit tanah dengan rumus empiris 5. Baik digunakan untuk menentukan letak muka air tanah.

Dan kekurangan dari percobaan Sondir ini yaitu :

1. Tidak cocok digunakan pada lapisan tanah berbutir kasar (keras).

2. Hasil penyondiran diragukan apabila letak alat tidak vertikal atau konus dan bikonus bekerja tidak baik.

3. Setiap penggunaan alat Sondir harus dilakukan kalibrasi dan pemeriksaan perlengkapan antara lain :

a. Manometer yang digunakan masih dalam keadaan baik sesuai dengan standar yang berlaku.

b. Ukuran konus yang akan digunakan harus sesuai dengan ukuran standar (d = 36 mm)

c. Jarum manometer harus menentukan awal nilai nol.

d. Dalam pembacaan harus hati-hati.

II.2.1.2. Standart Penetration Test (SPT)

Tujuan Standart Penetration Test (SPT) yaitu untuk menentukan kepadatan relatif dan sudut geser lapisan tanah tersebut dari pengambilan contoh tanah dengan tabung, dapat diketahui jenis tanah dan ketebalan dari setiap lapisan tanah tersebut, untuk memperoleh data yang kumulatif pada perlawanan penetrasi tanah dan menetapkan kepadatan dari tanah yang tidak berkohesi .

.

(31)

11 Prosedur Pengujian Standart Penetration Test

1) Lakukan pengujian pada setiap perubahan lapisan tanah atau pada interval se- kitar 1,50 m sampai dengan 2,00 m atau sesuai keperluan.

2) Tarik hammer dengan tinggi jatuh bebas hammer adalah 30 inci (75 cm).

(Hammer yang dipakai mempunyai berat 140 lbs (63,5 kg)) 3) Lepaskan tali sehingga palu jatuh bebas menimpa penahan.

4) Ulangi langkah 2 dan 3 berkali-kali sampai mencapai penetrasi 15 cm.

5) Hitung jumlah pukulan atau tumbukan N pada penetrasi 15 cm yang pertama 6) Ulangi langkah 2, 3, 4 dan 5 sampai pada penetrasi 15 cm yang kedua dan

ke-tiga.

7) Catat jumlah pukulan N pada setiap penetrasi 15 cm. Jumlah pukulan yang dihitung adalah N2 + N3. Nilai N1 tidak diperhitungkan karena masih kotor bekas pengeboran.

8) Bila nilai N lebih besar dari pada 50 pukulan, hentikan pengujian dan tambah pengujian sampai minimum 6 meter.

Gambar 2.3. Proses Uji Penetrasi Standar

(32)

12 Keuntungan dan kerugian SPT (Standart Penetration Test ) yaitu :

1. Keuntungan:

 Dapat diperoleh nilai N dan contoh tanah (terganggu).

 Prosedur pengujian sederhana, dapat dilakukan secara manual.

 Dapat digunakan pada sembarang jenis tanah dan batuan lunak.

 Pengujian Penetrasi Standar pada pasir, hasilnya dapat digunakan secara

langsung untuk memprediksi kerapatan relatif dan kapasitas daya dukung ultimit tanah.

2. Kerugian :

 Sampel dalam tabung SPT diperoleh dalam kondisi terganggu.

 Nilai N yang diperoleh merupakan data sangat kasar, bila digunakan untuk tanah lempung.

 Derajat ketidakpastian hasil uji SPT yang diperoleh bergantung pada kondisi alat dan operator.

 Hasil tidak dapat dipercaya dalam tanah yang mengandung banyak kerikil.

II.3. Pondasi

Menurut Bowles, 1991, sebuah pondasi harus mampu memenuhi beberapa persyaratan stabilitas dan deformasi, seperti :

 Kedalaman harus memadai untuk menghindarkan pergerakan tanah lateral dari bawah pondasi, khusus untuk pondasi tapak dan rakit.

 Kedalaman harus berada di bawah daerah perubahan volume musiman yang disebabkan oleh pembekuan, pencairan, dan pertumbuhan tanaman.

 Sistem harus aman terhadap penggulingan, rotasi, penggelinciran atau pergeseran tanah.

(33)

13

 Sistem harus aman terhadap korosi atau kerusakan yang disebabkan oleh bahan

berbahaya yang terdapat di dalam tanah.

Pada umumnya pondasi dibagi menjadi dua jenis yaitu : a. Pondasi dangkal

b. Pondasi dalam

II.3.1 Pondasi Dalam ( Deep Foundation)

Pondasi dalam digunakan apabila beban bangunan yang direncanakan sangat besar, daya dukung lapisan tanah permukaan tidak baik atau letak lapisan tanah keras cukup dalam.

Contoh dari pondasi dalam antara lain : tiang pancang, caisson, bor pile , dll.

Pada proyek ini pondasi dalam yang digunakan adalah pondasi tiang pancang.

II.3.1.1. Pondasi Tiang Pancang

Pondasi tiang digunakan untuk suatu bangunan yang tanah dasar di bawah bangunan tersebut tidak mempunyai daya dukung (bearing capacity) yang cukup untuk memikul beban berat bangunan dan beban yang diterimanya atau apabila tanah pendukung yang mempunyai daya dukung yang cukup letaknya sangat dalam.

Umunya pondasi tiang pancang digunakan untuk :

1) Untuk meneruskan beban bangunan yang terletak di atas air atau tanah lunak ke lapisan tanah pendukung yang kuat.

2) Untuk mengangker bangunan yang dipengaruhi oleh gaya desakan ke atas akibat tekanan hidrostatis atau momen penggulingan.

3) Memampatkan endapan tak berkohesi yang bebas lepas di dalam tanah dengan melalui kombinasi perpindahan isi tiang pancang dan getaran dorongan saat pemancangan sehingga kapasitas dukungnya bertambah.

(34)

14 4) Untuk mendukung pondasi bangunan yang permukaan tanahnya mudah tergerus air.

Dengan adanya pondasi tiang pancang, kegagalan gelincir yang dapat disebabkan oleh erosi dan beban horisontal akan dapat diatasi.

5) Untuk menahan gaya-gaya horizontal dan gaya yang arahnya miring.

Dalam mendesain pondasi tiang pancang mutlak diperlukan informasi mengenai :

 Data tanah dimana bangunan akan didirikan.

 Daya dukung tiang pancang sendiri (baik single atau group pile).

 Analisa negative skin friction (karena mengakibatkan beban tambahan).

II.3.1.1.1. Jenis-Jenis Tiang Pancang

Pondasi tiang pancang dapat digolongkan berdasarkan pemakaian bahan, cara penyaluran beban, cara pemasangannya, dan berdasarkan perpindahan tiang.

1. Pondasi tiang pancang menurut pemakaian bahan

Tiang pancang dapat dibagi ke dalam beberapa kategori sebagai berikut : a) Tiang Pancang Kayu

Pemakaian tiang pancang kayu ini adalah cara tertua dalam penggunaan tiang pancang sebagai pondasi. Umumnya tiang pancang kayu yang dipakai di Indonesia untuk perbaikan kapasitas daya dukung tanah lunak berdiameter antara 8-10 cm dan panjang 4 m. Biasanya tiang ini diberi pelindung dari besi yang disebut sepatu tiang untuk menghindari kerusakan ujung tiang saat pemancangan.

Keuntungan pemakaian tiang pancang kayu :

 Kekuatan tarik besar sehingga pada saat pengangkatan untuk pemancangan tidak menimbulkan kesulitan.

 Tiang pancang dari kayu relatif ringan sehingga mudah dalam transport.

 Mudah untuk pemotongannya apabila kayu ini sudah tidak dapat masuk lagi ke dalam tanah.

(35)

15 Kerugian pemakaian tiang pancang kayu :

 Tiang pancang kayu mempunyai umur relatif kecil dibandingkan dengan tiang

pancang beton atau baja terutama pada daerah yang tinggi air tanahnya sering naik dan turun.

 Tiang pancang kayu harus selalu terletak di bawah muka air tanah yang terendah

agar tahan lama sehingga memerlukan biaya tambahan untuk air tanah yang letaknya sangat dalam

 Pada waktu pemancangan pada tanah berbatu (gravel) ujung tiang pancang kayu ini

dapat berbentuk sapu b) Tiang Pancang Beton Keuntungannya yaitu :

 Karena tiang dibuat di pabrik dan pemeriksaan kualitas ketat dapat dilakukan setiap saat, hasilnya lebih dapat diandalkan.

 Prosedur pelaksanaan tidak dipengaruhi oleh air tanah.

 Daya dukung dapat diperkirakan berdasarkan rumus tiang pancang sehingga mempermudah pengawasan pekerjaan konstruksi.

 Cara penumbukan sangat cocok untuk mempertahankan daya dukung vertikal.

Kerugiannya yaitu :

 Karena dalam pelaksanaannya menimbulkan getaran dan kegaduhan maka pada

daerah yang berpenduduk padat di kota dan desa, akan menimbulkan masalah disekitarnya.

 Pemancangan sulit, bila diameter tiang terlalu besar.

 Bila panjang tiang pancang kurang, maka untuk melakukan penyambungannya sulit dan memerlukan alat penyambung khusus.

(36)

16

 Bila memerlukan pemotongan maka dalam pelaksanaannya akan lebih sulit dan

memerlukan waktu yang lama.

Tiang pancang beton terdiri dari 3 macam, yaitu : 1. Precast Reinforced Concrete Pile

2. Precast Prestressed Concrete Pile . 3. Cast in Place Pile

2. Pondasi berdasarkan cara penyaluran beban yang diterima tiang kedalam tanah

Berdasarkan cara penyaluran bebannya ke tanah, pondasi tiang dapat dibedakan menjadi tiga jenis yaitu :

a) Tiang Pancang dengan Tahanan Ujung (End Bearing Pile).

Menurut Hardiyatmo, 2002, Tiang dukung ujung (End Bearing Pile) adalah tiang yang kapasitas dukungnya ditentukan oleh tahanan ujung tiang. Dari hasil sondir dapat dipakai kira- kira harga perlawanan konus S ≥ 150 kg/cm untuk lapisan non kohesif, dan S ≥ 70 kg/cm untuk kohesif.

b) Tiang Pancang dengan Tahanan Geser/Sisi (Friction Pile)

Menurut Hardiyatmo, 2002, Tiang gesek (friction pile) adalah tiang yang kapasitas dukungnya lebih ditentukan oleh perlawanan gesek antara dinding tiang dan tanah disekitarnya. Bila butiran tanah sangat halus, tidak akan menyebabkan tanah di antara tiang-tiang menjadi padat. Sebaliknya, bila butiran tanah kasar maka tanah diantara tiang-tiang akan semakin padat.

c) Tiang Pancang dengan Tahanan Lekatan (Adhesive Pile)

Bila tiang dipancangkan di dasar tanah pondasi yang memiliki nilai kohesi yang tinggi, maka beban yang diterima oleh tiang akan ditahan oleh lekatan antara tanah di sekitar dan permukaan tiang.

(37)

17 Pada beberapa jenis tiang pancang, ujung tiang pancang dilengkapi dengan sepatu tiang pancang. Sepatu tiang pancang biasanya terbuat dari logam. Sepatu tiang pancang berfungsi untuk melindungi ujung tiang selama pemancangan, kecuali pemancangan dilakukan pada tanah yang lunak. Sepatu harus benar-benar konsentris (pusat sepatu sama dengan pusat tiang pancang) dan dipasang dengan kuat pada ujung tiang. Bidang kontak antara sepatu dan ujung tiang harus cukup untuk menghindari tekanan yang berlebihan selama pemancangan.

II.3.1.1.2. Alat Pancang Tiang

Dalam pemasangan tiang ke dalam tanah, tiang dipancang dengan alat pemukul berupa pemukul (hammer) mesin uap, pemukul getar atau pemukul yang hanya dijatuhkan.

Penutup (pile cap) biasanya diletakkan menutup kepala tiang yang kadang-kadang dibentuk dalam geometri tertutup.

a) Pemukul Jatuh (Drop Hammer)

Pemukul jatuh terdiri dari blok pemberat yang dijatuhkan dari atas. Pemberat ditarik dengan tinggi jatuh tertentu kemudian dilepas dan menumbuk tiang. Pemakaian alat tipe ini membuat pelaksanaan pemancangan berjalan lambat, sehingga alat ini hanya dipakai pada volume pekerjaan pemancangan yang kecil.

Beberapa kelebihan dari metode ini adalah :

 Pengoperasian alat yang mudah

 Biaya operasi yang murah

 Mobilisasi alat lebih mudah dibandingkan jack-in-pile Beberapa kekurangan dari metode ini:

 Waktu pemancangan yang lebih lama

 Tidak dapat digunakan untuk pekerjaan dibawah air

 Kemungkinan rusaknya tiang lebih besar akibat tinggi jatuh hammer

(38)

18

 Adanya kemungkinan rusaknya banguna disekitar lokasi akibat getaran permukaan

tanah

b) Pemukul Aksi Tiang (Single-acting Hammer)

Pemukul aksi tunggal berbentuk memanjang dengan ram yang bergerak naik oleh udara atau uap yang terkompresi, sedangkan gerakan turun ram disebabkan oleh beratnya sendiri.

Energi pemukul aksi tunggal adalah sama dengan berat ram dikalikan tinggi jatuh.

c) Pemukul Aksi Double (Double-acting Hammer)

Pemukul aksi double menggunakan uap atau udara untuk mengangkat ram dan untuk mempercepat gerakan ke bawahnya. Kecepatan pukulan dan energi output biasanya lebih tinggi daripada pemukul aksi tunggal.

d) Pemukul Diesel (Diesel Hammer)

Pemukul diesel terdiri dari silinder, ram, balok anvil dan sistem injeksi bahan bakar.

Pemukul tipe ini umumnya kecil, ringan dan digerakkan dengan adalah jumlah benturan dari ram ditambah energi hasil dari ledakan.

II.3.1.1.3. Metode Pelaksanaan Pemancangan Tiang Pancang

Pemancangan adalah penempatkan tiang pancang di dalam tanah sehingga berfungsi sesuai perencanaan. Secara umum tahapan pekerjaan pondasi tiang pancang sebagai berikut : a. Pekerjaan Persiapan

Berikut langkah-langkah untuk memulai persiapan pengerjaan pada lokasi proyek:

1. Membuat tanda, tiap tiang pancang harus diberi tanda serta tanggal saat tiang tersebut dicor. Titik-titik angkat yang tercantum pada gambar harus dibubuhi tanda dengan jelas pada tiang pancang. Untuk mempermudah perekaan, maka tiang pancang diberi tanda setiap 1 meter.

2. Pengangkatan/pemindahan, tiang pancang harus dipindahkan/diangkat dengan hati-hati sekali guna menghindari retak maupun kerusakan lain yang tidak diinginkan.

(39)

19 3. Rencanakan final set tiang, untuk menentukan pada kedalaman mana pemancangan tiang dapat dihentikan, berdasarkan data tanah dan data jumlah pukulan terakhir (final set).

4. Rencanakan urutan pemancangan, dengan pertimbangan kemudahan manuver alat.

5. Tentukan titik pancang dengan theodolith dan tandai dengan patok.

6. Pemancangan dapat dihentikan sementara untuk peyambungan batang berikutnya bila level kepala tiang telah mencapai level muka tanah sedangkan level tanah keras yang diharapkan belum tercapai.

Proses penyambungan tiang :

 Tiang diangkat dan kepala tiang dipasang pada helmet seperti yang dilakukan pada batang pertama.

 Ujung bawah tiang didudukkan di atas kepala tiang yang pertama sedemikian

sehingga sisi-sisi pelat sambung kedua tiang telah berhimpit dan menempel menjadi satu.

 Penyambungan sambungan las dilapisi dengan anti karat.

 Tempat sambungan las dilapisi dengan anti karat.

7. Selesai penyambungan, pemancangan dapat dilanjutkan seperti yang dilakukan pada batang pertama. Penyambungan dapat diulangi sampai mencapai kedalaman tanah keras yang ditentukan.

8. Pemancangan tiang dapat dihentikan bila ujung bawah tiang telah mencapai lapisan tanah keras/final set yang ditentukan.

9. Pemotongan tiang pancang pada cut off level yang telah ditentukan.

b. Proses Pengangkatan

1. Pengangkatan tiang untuk disusun (dengan dua tumpuan)

Metode pengangkatan dengan dua tumpuan ini biasanya pada saat penyusunan tiang

(40)

20 beton, baik itu dari pabrik ke trailer ataupun dari trailer ke penyusunan lapangan.Persyaratan umum dari metode ini adalah jarak titik angkat dari kepala tiang adalah 1/5 L.

2. Pengangkatan dengan Satu Tumpuan

Metode pengangkatan ini biasanya digunakan pada saat tiang sudah siap akan dipancang oleh mesin pemancangan sesuai dengan titik pemancangan yang telah ditentukan di lapangan. Adapun persyaratan utama dari metode pengangkatan satu tumpuan ini adalah jarak antara kepala tiang dengan titik angker berjarak L/3.

c. Proses Pemancangan

1. Alat pancang ditempatkan sedemikian rupa sehingga as hammer jatuh pada patok titik pancang yang telah ditentukan.

2. Tiang diangkat pada titik angkat yang telah disediakan pada setiap lubang.Tiang didirikan disamping driving lead dan kepala tiang dipasang pada helmet yang telah dilapisi kayu sebagai pelindung dan pegangan kepala tiang

3. Ujung bawah tiang didudukkan secara cermat di atas patok pancang yang telah ditentukan.

4. Penyetelan vertikal tiang dilakukan dengan mengatur panjang backstay sambil diperiksa dengan waterpass sehingga diperoleh posisi yang betul-betul vertikal.

Sebelum pemancangan dimulai, bagian bawah tiang diklem dengan center gate pada dasar driving lead agar posisi tiang tidak bergeser selama pemancangan, terutama untuk tiang batang pertama.

5. Pemancangan dimulai dengan mengangkat dan menjatuhkan hammer secara kontiniu ke atas helmet yang terpasang di atas kepala tiang.

d. Quality Control

1. Kondisi fisik tiang.

(41)

21 a. Seluruh permukaan tiang tidak rusak atau retak.

b. Umur beton telah memenuhi syarat.

c. Kepala tiang tidak boleh mengalami keretakan selama pemancangan.

2. Toleransi.

Vertikalisasi tiang diperiksa secara periodik selama proses pemancangan berlangsung. Penyimpangan arah vertikal dibatasi tidak lebih dari 1:75 dan penyimpangan arah horizontal dibatasi tidak lebih dari 75 mm.

3. Penetrasi

Tiang sebelum dipancang harus diberi tanda pada setiap setengah meter di sepanjang tiang untuk mendeteksi penetrasi per setengah meter. Dicatat jumlah pukulan untuk penetrasi setiap setengah meter.

4. Final set

Pemancangan baru dapat dihentikan apabila telah dicapai final set sesuai perhitungan.

II.3.3. Kalendering

Secara umum kalendering digunakan pada pekerjaan pemancangan tiang pancang (beton maupun pipa baja) untuk mengetahui daya dukung tanah secara empiris melalui perhitungan yang dihasilkan oleh proses pemukulan alat pancang. Alat pancang bisa berupa diesel hammer maupun hydraulic hammer. Perhitungan kalendering akan menghasilkan output yang berupa daya dukung tanah dalam Ton.

II.3.3.1 . Tahap Pelaksanaan Kalendering

Metode pelaksanaan kalendering cukup sederhana. Alat yang disediakan adalah : spidol, kertas milimeter blok, selotip, waterpass, dan kayu pengarah spidol agar selalu pada posisinya.. Pelaksanaanya dilakukan pada saat 10 pukulan terakhir saat hampir mendekati top pile yang disyaratkan, dan faktor lain yang disesuaikan kondisi dilapangan.

Tahapan pelaksanaanya yaitu:

(42)

22 1. Saat kalendering telah ditentukan dihentikan pemukulannya oleh hammer.

2. Memasang kertas milimeter blok pada tiang pancang menggunakan selotip atau lem.

3. Menyiapkan spidol yang ditumpu pada papan penopang dan waterpass tukang, kemudian menempelkan ujung spidol pada kertas milimeter.

4. Menjalankan pemukulan.

5. Satu orang melakukan kalendering dan satu orang mengawasi serta menghitung jumlah pukulan.

6. Setelah 10 pukulan kertas milimeter diambil.

7. Tahap ini bisa dilakukan 2 - 3 kali agar memperoleh grafik yang bagus.

8. Usahakan kertas bersih, karena kalau menggunakan diesel hammer biasanya kena oli dan grafiknya jadi kurang valid karena tertutup oli.

9. Setelah tahapan selesai , selanjutnya dihitung daya dukungnya.

II.3.4. Pile Driving Analyzer (PDA)

Uji pembebanan dinamis yang mulai berkembang digunakan adalah uji Pile Driving Analyzer (PDA) yang dikembangkan oleh Professor Goble di Case Institute of Technology, Ohio. PDA adalah suatu sistem yang terdiri dari suatu perangkat elektronik komputer dan dilengkapi dengan sensor accelerometer dan strain transducer.

PDA didasarkan pada analisis data hasil rekaman getaran gelombang yang terjadi pada waktu tiang dipukul dengan palu pancang. Regangan dan percepatan gelombang akibat pengaruh alat pancang diukur dengan menggunakan strain transducer dan accelerometer.Uji pembebanan untuk mencari daya dukung menggunakan beban dinamik dengan sebuah sistem komputerisasi yang dilengkapi dengan strain transducer dan accelerator untuk menentukan gaya dan kecepatan dalam bentuk grafik, pada saat pondasi tiang yang diuji dipikul dengan hammer. Untuk melakukan tes ini diperlukan beban dinamik berupa tumbukan pada tiang.

Pada tiang pancang, biasanya tes PDA dilakukan dengan menggunakan hammer pancang

(43)

23 yang ada. Tumbukan yang terjadi akan menghasilkan gelombang, pembacaan gaya dan kecepatan gelombang adalah dasar untuk menghitung daya dukung pondasi. Hasil dari uji PDA kemudian dianalisa lebih jauh menggunakan Case Pile Wave Analysis Program (CAPWAP). Analisis menggunakan CAPWAP akan menghasilkan : Daya dukung (Ru);

Gaya ujung (Rb); Gaya gesek (Rs); Displacement (DMX).

Alat dan Perlengkapan pengujian Pile Driving Analyzer yang digunakan antara lain : 1. PDA-Model PAX.

2. Empat (4) strain transducer dengan kabel.

3. Empat (4) accelerometer dengan kabel.

4. Alat bantu, seperti bor beton, baut fischer, kabel gulung dan perlengkapan keamanan.

Gambar 2.4 Grafik PDA Hasil Analisis CAPWAP Bendung Sei Bajayu

(44)

24 II.4 .Kapasitas Daya Dukung Tiang Pancang

Yang dimaksud dengan kapasitas dukung tiang adalah kemampuan atau kapasitas tiang dalam mendukung beban. Jika satuan yang digunakan dalam kapasitas dukung pondasi dangkal adalah satuan tekanan (kPa), maka dalam kapasitas dukung tiang satuannya adalah satuan gaya (kN). Dalam beberapa literatur digunakan istilah pile capacity atau pile carrying capacity.

II. 4.1. Kapasitas Daya Dukung Aksial

II.4.1.1 Kapasitas Daya Dukung Ultimate Tiang Pancang dari Hasil Sondir

Sondir atau Cone Penetration Test (CPT) ini tes yang sangat cepat, sederhana, ekonomis dan tes tersebut dapat dipercaya dilapangan dengan pengukuran terus-menerus dari permukaan tanah dasar. Didalam perencanaan pondasi tiang pancang (pile), data tanah sangat diperlukan guna menentukan kapasitas daya dukung ultimit dari tiang pancang.

Untuk menghitung daya dukung ultimit tiang pancang berdasarkan data hasil pengujian Sondir dapat dilakukan dengan menggunakan :

1. Metode Meyerhoff.

Daya dukung ultimate pondasi tiang dinyatakan dengan Persamaan : Qult = (qc x Ap) + (JHL x K) (2.3) Dimana :

Qult = Kapasitas daya dukung ultimit tiang pancang tunggal (kg) qc = Tahanan ujung sondir (kg/cm2)

Ap = Luas penampang tiang (cm2) JHL = Jumlah hambatan lekat (kg/cm) K = Keliling tiang (cm)

Daya dukung ijin pondasi dinyatakan dengan Persamaan : Qijin = 𝑞𝑐 𝑥 𝐴𝑝

3 +𝐽𝐻𝐿 𝑥 𝐾

5 (2.4)

(45)

25 Daya dukung terhadap kekuatan tanah untuk tiang tarik :

𝑇𝑢𝑙𝑡 = 𝐽𝐻𝐿 × 𝐾 (2.5)

Daya dukung ijin tarik : 𝑄𝑖𝑗𝑖𝑛 = 𝑇𝑢𝑙𝑡

3 (2.6)

Daya dukung terhadap kekuatan bahan :

𝑃𝑡𝑖𝑎𝑛𝑔 = 𝜎𝑏𝑒𝑡𝑜𝑛 × 𝐴𝑝 (2.7)

Dimana :

Qijin = Kapasitas daya dukung ijin pondasi (kg) qc = Tahanan ujung sondir (kg/cm2)

Ap = Luas penampang tiang (cm2) JHL = Jumlah Hambatan Lekat (kg/cm) K = Keliling tiang (cm)

𝑇𝑢𝑙𝑡 = Daya dukung terhadap kekuatan tanah untuk tiang tarik (kg) 𝑃𝑡𝑖𝑎𝑛𝑔 = Kekuatan yang diijinkan pada tiang (kg)

𝜎𝑏𝑒𝑡𝑜𝑛 = Tegangan tekan ijin bahan tiang (kg/cm2),

II.4.1.2 Kapasitas Daya Dukung Ultimate Tiang Pancang Dari Hasil SPT

Untuk menghitung daya dukung ultimit pondasi tiang pancang berdasarkan data SPT dapat digunakan metode Meyerhoff, adapun rumus yang dapat digunakan antara lain :

1. Kapasitas Daya Dukung Pondasi Tiang Pada Tanah Non Kohesif (Pasir Dan Kerikil)

Gambar 2.5 Nilai N-SPT untuk Desain Tahanan Ujung Tanah Pasir

(46)

26 1) Daya Dukung Ujung Pondasi Tiang

Qp = 40 x Nb x Ap (2.8)

Dimana : 𝑁𝑏= 𝑁1+ 𝑁2

2

N1 = Nilai SPT pada kedalaman 10D pada ujung tiang ke atas N2 = Nilai SPT pada kedalaman 4D pada ujung tiang ke bawah Ap = Luas Tiang (m2) = 1

4𝜋𝐷2 D = Diameter tiang pancang (m) 2) Tahanan Geser Selimut Tiang

Qs = 2 x N-SPT x P x Li (2.9)

Dimana :

N-SPT = Nilai SPT

Li = Tebal lapisan tanah (m) P = Keliling tiang (m)

2. Kapasitas Daya Dukung Pondasi Tiang pada Tanah Kohesif 1) Daya Dukung Ujung Pondasi Tiang

Qp = 9 x cu x Ap (2.10)

2) Tahanan Geser Selimut Tiang

Qs = α x cu x P x Li (2.11)

Dimana :

α = Koefisien adhesi antara tanah dan tiang cu = kohesi undrained (kN/m2)

cu = N-spt x 2

3 x 10 (2.12)

Ap = Luas penampang tiang (m2)

(47)

27 P = Keliling tiang (m)

Li = Tebal lapisan tanah (m)

Gambar 2.6. Hubungan antara Kuat Geser (cu) dengan Faktor Adhesi (α) (API, 1987)

Dari nilai N yang diperoleh dari uji SPT, dapat diketahui hubungan empiris tanah non-kohesif seperti sudut geser dalam (ø), indeks densitas dan berat isi tanah basah (γwet).

Hubungan empirisnya dapat dilihat pada Tabel 2.1 dan Tabel 2.2.

Tabel 2.1. Hubungan antara Angka Penetrasi Standar dengan Sudut Geser Dalam dan Kepadatan Relatif pada Tanah Pasir

Angka penetrasi standar, N

Kepadatan Relatif, Dr

(%) Sudut geser dalam ϕ (°)

0 – 5 0 – 5 26 – 30

5 – 10 5 – 30 28 – 35

10 – 30 30 – 60 35 – 42

30 – 50 60 – 65 38 – 46

(Das,1995)

(48)

28 Tabel 2.2. Hubungan antara N dengan Berat Isi Tanah

(Das, 1995) II.4.1.3. Kapasitas Daya Dukung Aksial Tiang Pancang dari Data Kalendering

Kapasitas daya dukung tiang pancang dari data kalendering dapat dihitung dengan tiga metode, yaitu :

a) Metode Hiley Formula 𝑅 =2𝑊𝑟 𝑥 𝐻

𝑆+𝐾 +𝑊𝑟+𝑒2 𝑥 𝑊𝑝

𝑊𝑟+𝑊𝑝 (2.13)

Dimana : R : Kapasitas daya dukung (ton) Wr : Berat Hammer (ton)

Wp : Berat pile (ton)

e : koefisien restitusi (0,25) S : Penetrasi pukulan per cm (cm) H : Tinggi jatuh hammer (cm)

K : Rata-rata rebound untuk 10 pukulan terakhir b) Metode Danish Formula

𝑃𝑢 = 𝜂 𝑥 𝐸

𝑆+[2 𝑥 𝐴 𝑥 𝐸𝑝ᶇ 𝑥 𝐸 𝑥 𝐿]0,5 (2.14) Dimana : 𝜂 : Efisiensi alat pancang (Tabel 2.3)

E : Energi alat pancang (kg/cm) (Tabel 2.4) Tanah tidak

kohesif

Harga N < 10 10-30 30 – 50 > 50 Berat isi 7

KN/m3

12 – 16 14 – 18 16 – 20 18 – 23

Tanah kohesif

Harga N < 4 4 – 15 16 – 25 > 25 Berat isi 7

KN/m3

14 – 18 16 – 18 16 – 18 > 20

(49)

29 L : Panjang tiang pancang

Ep: : Modulus Elastisitas Tiang

Tabel 2.3. Efisiensi Jenis Alat Pancang

(Sumber : Sosrodarsono, 1997) Tabel 2.4. Karakteristik Alat Pancang Diesel Hammer

(Sumber : Sosrodarsono, 1997) c) Metode Modified New Enginering News Record (ENR)

(2.15)

Dimana :

Ef = efisiensi hammer (%) (Tabel 2.5) Wr = berat hammer (Ton)

Wp = berat pile (Ton) (Tabel 2.6) S = penetrasi pukulan per cm (cm) N = koefisien restitusi = 0,4 (Tabel 2.7) h = tinggi jatuh hammer (m)

(50)

30 Tabel 2.5. Nilai Efisiensi Hammer

(Sumber : Sosrodarsono, 1997)

Tabel 2.6. Koefisien Restitusi

(Sumber : Sosrodarsono, 1997)

II.4.2 Kapasitas Daya Dukung Lateral Tiang Pancang

Pondasi tiang terkadang harus menahan beban lateral (horizontal), seperti beban gempa dan beban lainnya. Beban-beban tersebut akan bekerja pada ujung atas (kepala tiang).

Hal ini akan menyebabkan kepala tiang terdeformasi lateral dan akan menimbulkan gaya geser pada tiang dan tiang akan melentur sehingga timbul momen lentur. Gaya geser yang dipikul tiang harus mampu didukung oleh tampang tiang sesuai dengan bahan yang dipakai.

Besarnya gaya geser dapat dianggap terbagi rata ke seluruh tiang.

Selain kapasitas dukung tiang perlu juga ditinjau terhadap kapasitas dukung tanah di sekitarnya. Keruntuhan yang mungkin terjadi karena keruntuhan tiang, dan dapat pula karena keruntuhan tanah di sekitarnya. Jika tanah cukup keras maka keruntuhan akan terjadi pada tiang karena kapasitas lentur tiang terlampaui. Sedangkan jika tiang cukup kaku (pendek) maka keruntuhan yang akan terjadi akibat terlampauinya kapasitas dukung tanah.

(51)

31 II.4.2.1. Tiang Ujung Jepit dan Tiang Ujung Bebas

Dalam analisis gaya lateral, model ikatan tiang dengan pelat penutup tiang perlu diperhatikan karena sangat mempengaruhi kelakuan tiang dalam mendukung beban lateral.

Sehubungan dengan hal tersebut, tiang-tiang dibedakan menurut dua tipe, yaitu : 1. Tiang ujung jepit (fixed end pile)

2. Tiang ujung bebas (free end pile)

Tiang ujung jepit didefinisikan sebagai tiang yang ujung atasnya terjepit (tertanam) dalam pelat penutup kepala tiang. Tiang ujung bebas didefinisikan sebagai tiang yang bagian atasnya tidak terjepit ke dalam pelat penutup kepala tiang

II.4.2.2. Tahanan Beban Lateral Ultimit

Untuk menentukan tiang termasuk tiang panjang atau tiang pendek perlu diketahui faktor kekakuan tiang. Faktor kekakuan tiang dapat diketahui dengan menghitung faktor- faktor kekakuan R dan T. Faktor-faktor tersebut dipengaruhi oleh kekakuan tiang (EI) dan kompresibilitas tanah yang dinyatakan dalam modulus tanah (K) yang tidak konstan untuk sembarang tanah, tapi tergantung pada lebar dan kedalaman tanah yang dibebani. Faktor kekakuan untuk modulus tanah lempung (R) dinyatakan oleh Persamaan berikut :

R = √EI

K

4 (2.16)

Dimana :

K = kh . d = k1/1,5 = Modulus tanah

k1 = Modulus reaksi subgrade dari Terzaghi Ep = Modulus elastis tiang

Ip = Momen inersia tiang ( cm4) d = Lebar atau diameter tiang (cm)

Nilai-nilai k1 yang disarankan oleh Terzaghi (1955), ditunjukkan dalam Tabel 2.7.

Pada kebanyakan lempung terkonsolidasi normal (normally consolidated) dan tanah granular,

(52)

32 modulus tanah dapat dianggap bertambah secara linier dengan kedalamannya. Faktor kekakuan untuk modulus tanah granular dinyatakan oleh persamaan :

𝑇 = √𝑛𝐸𝐼

5 (2.17)

Dengan modulus tanah : k = nhz

Dan modulus reaksi subgarde horizontal : kh=nh(z/d)

Koefisien variasi modulus (nh) diperoleh Terzaghi secara langsung uji beban tiang dalam tanah pasir yang terendam air. Nilai-nilai nh yang disarankan oleh Terzaghi dan Reese dkk (1956) ditunjukkan dalam Tabel 2.8. Nilai-nilai nh yang lain, ditunjukkan dalam Tabel 2.9.

Dari nilai-nilai faktor kekakuan R dan T yang telah dihitung, (Tomlinson 1977) mengusulkan kriteria tiang kaku atau disebut tiang pendek (tiang kaku) dan tiang panjang (tiang tidak kaku/elastik) yang dikaitkan dengan panjang tiang yang tertanam dalam tanah (L), seperti yang ditunjukkan dalam Tabel 2.10. Batasan ini digunakan untuk menghitung defleksi tiang akibat gaya horizontal.

Tabel 2.7 Hubungan Modulus Subgrade (k1) dengan Kuat Geser Undrained untuk Lempung Kaku Terkonsolidasi Berlebihan (Overconsolidation)

Konsistensi Kaku Sangat kaku Keras kohesi undrained Cu

kN/m2 100-200 200-400 ˃400

kg/cm2 1 – 2 2 – 4 ˃4

k1

MN/m3 18 – 36 36 -72 ˃72

kg/cm3 1,8 - 3,6 3,6 - 7,2 ˃7,2

k1 direkomendasikan

MN/m3 27 54 ˃108

kg/cm3 2,7 5,4 ˃10,8

(Terzaghi, 1955)

Referensi

Dokumen terkait

dualisme penggunaan fluor, (2) Senyawa dan material restorasi gigi yang berfluorida berperan dalam peningkatan efektivitas pencegahan karies gigi perlu dikem~ngkan, (3)

Pemanfaatan gas bumi di dalam negeri telah berjalan cukup lama namun selama ini masih terkonsentrasi pada daerah yang dekat dengan sumber gas bumi atau

Berdasarkan uraian yang dipaparkan di atas, maka peneliti ingin mengangkat permasalahan yang mencakup upaya pembentukan karakter peserta didik melalui implementasi

Iman pertama-tama dan terutama menyangkut hubungan manusia dengan Allah. Dalam iman manusia menyadari dan mengakui bahwa Allah yang tak terbatas memasuki hidup manusia

Bahwa Pasal 86 Undang-Undang a quo memberikan kewenangan kepada Pemerintah untuk memfasilitasi dan memberikan insentif kepada dunia usaha, dunia industri dan

Membagi peserta didik dalam kelompok (jika memungkinkan) untuk melakukan pengamatan gambar yang tersedia pada buku teks pelajaran atau sumber lain yang

Pasal 65 ayat (1) Undang-Undang Pendidikan Tinggi menentukan bahwa penyelenggaraan otonomi perguruan tinggi dapat diberikan secara selektif kepada perguruan tinggi

Penilai dan guru yang dinilai menyatakan telah membaca dan mamahami semua aspek yang ditulis/dilaporkan dalam format ini dan menyatakan