L/O/G/O
PENGARUH PENAMBAHAN
Pseudomonas aeruginosa
TERHADAP BIODEGRADASI DDT
OLEH
Pleurotus ostreatus
Jurusan Kimia Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Institut Teknologi Sepuluh Nopember
Oleh: Khoirul Ashari (1409100050) Dosen Pembimbing: 1. Adi S. Purnomo, M.Sc., Ph.D. 2. Drs. Refdinal Nawfa, MS. Surabaya, 08 Januari 2014
Overview
Pendahuluan Metodologi
Hasil & Pembahasan Kesimpulan
4 1 2 3
• Dikloro Difenil Trikloroetana (DDT) ditemukan pada tahun 1873 oleh Othmar Zeidler
• Digunakan secara luas sebagai
insektisida sejak 1940 hingga 1960-an • DDT bersifat karsinogenik (Smith,
2001; Snedeker, 2001), bioakumulasi, biomagnifikasi, dan merusak
ekosistem alami (Sumardjo, 2008) • Di indonesia telah dilarang
penggunaannya berdasarkan SK Menteri Pertanian RI No.
434.1/Kpts/TP.270/ 7/2001
Pendahuluan
www.themegallery.com
• Ramadhani (2010) melaporkan bahwa di daerah persawahan SUB DAS
Citarum hulu masih mengandung residu DDT yang cukup tinggi
• Purnomo (2008) melaporkan bahwa P. ostreatus mampu mendegradasi DDT
sekitar 45% dalam media PDB yang diinkubasi selama 14 hari.
Latar Belakang
Biodegradasi oleh jamur
Kurang maksimal
Mampu menghasilkan biosurfaktan
(Datta, 2011)
Mampu mendegradasi DDT
(Golovleva dan Skryabin, 1981)
Trichoderma viride Pleurotus ostreatus
Phanerochaete chrysosporium Trametes versocolor
Apakah dengan penambahan bakteri P. aeruginosa
memberikan pengaruh terhadap proses degradasi DDT oleh jamur P. ostreatus.
Rumusan Masalah
Batasan Masalah
Variasi konsentrasi bakteri P. aeruginosa yang
ditambahkan ke dalam kultur P. ostreatus untuk proses degradasi DDT yaitu sebesar 1, 3, 5, dan 10 ml (1 ml ≈ 1,2525 x 109 sel bakteri P. aeruginosa/ml kultur)
• Mengetahui pengaruh penambahan bakteri P. aeruginosa ke dalam kultur P. ostreatus terhadap jumlah
degradasi DDT.
• Mengetahui konsentrasi bakteri P. aeruginosa yang
sesuai untuk optimasi degradasi DDT oleh P. ostreatus.
• Mengetahui metabolit produk yang dihasilkan selama proses degradasi DDT.
Metodologi
A. Regenerasi Jamur Pleurotus ostreatus
Inokulasi
Diinkubasi suhu 25°C selama 7 hari
B. Persiapan Kultur Cair Jamur
inokulasi
PDA
Jamur hasil regenerasi beserta media
Aqua DM steril
10 ml PDB
pre-inkubasi suhu 25°C selama 7 hari
C. Regenerasi Bakteri Pseudomonas aeruginosa
Diinkubasi suhu 37°C selama 24 jam
NA
D. Pembuatan Kurva Pertumbuhan P. aeruginosa
Bakteri hasil regenerasi NB, diinkubasi suhu 37°C, 180 rpm OD600 tiap jam Kurva pertumbuhan Waktu Abs orbans i 1 koloni 1 koloni (Brodham, 2007)
E. Persiapan Kultur Cair Bakteri
1 koloni
F. Biodegradasi DDT Oleh Jamur P. ostreatus
Bakteri hasil regenerasi 40 ml NB 12 jam, suhu 37°C, 180 rpm
Kultur hasil pre-inkubasi
ox
ygen
Statis, 7 hari, suhu 25°C DDT 5 mM
www.themegallery.com
G. Biodegradasi DDT Oleh Bakteri P. aeruginosa
H. Pengaruh Penambahan P. aeruginosa Terhadap Biodegradasi DDT Oleh P. ostreatus
DDT 5 mM
Kultur bakteri hasil pre-inkubasi
10 ml PDB ox
ygen
Statis, 7 hari, suhu 25°C
Statis, 7 hari, suhu 25°C DDT 5 mM Kultur bakteri hasil pre-inkubasi P. ostreatus hasil pre-inkubasi ox ygen
I. Pembuatan Kurva Standar DDT (100 % = 0,25 µmol DDT yang berasal dari 50 µL DDT 5 mM) 25% 50% 100% DDT 5 mM Piren 5 mM Internal standar DDT / p ire n Kons. DDT HPLC
J. Perolehan Ulang (Recovery) DDT Dan Identifikasi Metabolit Produk metanol Piren 5 mM aseton Suhu 40°C Filtrat Hasil evaporasi aquades n-heksana Fasa aquos n-heksana aquades Filtrasi 10 menit Kultur hasil inkubasi
Fasa organik total Na2SO4 · xH2O Filtrasi Filtrat GC/MS 1 ml metanol HPLC Ultrasonic cleaner Tersisa ± 1 ml
Hasil & Pembahasan
0 0,2 0,4 0,6 0,8 1 1,2 1,4 1,6 0 5 10 15 20 25 30 Ab sorb an siWaktu Inkubasi (jam)
Kurva Pertumbuhan P. aeruginosa
(OD600)
Fase Stasioner Fase Eksponensial
Fase Lag
Fase Kematian
A. Kurva Pertumbuhan Pseudomonas aeruginosa
B. Kurva Standar DDT y = 0,001x R² = 0,911 0 0,02 0,04 0,06 0,08 0,1 0,12 0 20 40 60 80 100 120 Perb andi ng an lua s pun ca k D D T/ Pi ren Konsentrasi DDT (%) Kurva Standar DDT
Tabel 1. Jumlah degradasi DDT hasil biodegradasi oleh P. ostreatus dengan waktu inkubasi selama 7 hari
*Data yang ditampilkan merupakan nilai rata-rata dari tiga sampel (n=3)
C. Biodegradasi DDT Oleh Pleurotus ostreatus
Kontrol (%)* Treatment (%)* Degradasi (%)
98,56 79,22 19,34 6 . 00 8 . 0 0 1 0 . 0 0 1 2 . 00 1 4 . 0 0 1 6 . 0 0 1 8 . 00 2 0 . 0 0 2 2 . 00 2 4 . 00 2 6 . 0 0 2 8 . 0 0 30 . 00 3 2 . 0 0 0 2 0 0 0 0 0 4 0 0 0 0 0 6 0 0 0 0 0 8 0 0 0 0 0 1 0 0 0 0 0 0 1 2 0 0 0 0 0 1 4 0 0 0 0 0 1 6 0 0 0 0 0 1 8 0 0 0 0 0 2 0 0 0 0 0 0 2 2 0 0 0 0 0 2 4 0 0 0 0 0 2 6 0 0 0 0 0 2 8 0 0 0 0 0 3 0 0 0 0 0 0 3 2 0 0 0 0 0 3 4 0 0 0 0 0 3 6 0 0 0 0 0 3 8 0 0 0 0 0 4 0 0 0 0 0 0 4 2 0 0 0 0 0 4 4 0 0 0 0 0 4 6 0 0 0 0 0 4 8 0 0 0 0 0 5 0 0 0 0 0 0 5 2 0 0 0 0 0 5 4 0 0 0 0 0 5 6 0 0 0 0 0 5 8 0 0 0 0 0 6 0 0 0 0 0 0 6 2 0 0 0 0 0 6 4 0 0 0 0 0 6 6 0 0 0 0 0 T i m e - - > A b u n d a n c e T I C : P O P S E 5 T 1 . D
Piren (waktu retensi 16,094 menit) DDE (waktu retensi 17,125 menit)
DDT (waktu retensi 20,668 menit) DDD (waktu retensi 19,262 menit) DDMU (waktu retensi 14,944 menit)
D. Biodegradasi DDT Oleh Pseudomonas aeruginosa 3,12 25,55 36,07 26,23 0 5 10 15 20 25 30 35 40 1 ML 3 ML 5 ML 10 ML De gr ad asi DDT (% ) Konsentrasi Bakteri
(1 ml ≈ 1,2525 x 109 sel bakteri/ml kultur)
Degradasi DDT oleh Pseudomonas aeruginosa dengan waktu inkubasi selama 7 hari
6 . 0 0 8 . 0 0 1 0 . 0 0 1 2 . 0 0 1 4 . 0 0 1 6 . 0 0 1 8 . 0 0 2 0 . 0 0 2 2 . 0 0 2 4 . 0 0 2 6 . 0 0 2 8 . 0 0 3 0 . 0 0 3 2 . 0 0 0 2 0 0 0 0 0 4 0 0 0 0 0 6 0 0 0 0 0 8 0 0 0 0 0 1 0 0 0 0 0 0 1 2 0 0 0 0 0 1 4 0 0 0 0 0 1 6 0 0 0 0 0 1 8 0 0 0 0 0 2 0 0 0 0 0 0 2 2 0 0 0 0 0 2 4 0 0 0 0 0 2 6 0 0 0 0 0 2 8 0 0 0 0 0 3 0 0 0 0 0 0 3 2 0 0 0 0 0 3 4 0 0 0 0 0 3 6 0 0 0 0 0 3 8 0 0 0 0 0 T i m e - - > A b u n d a n c e T I C : P S E 1 0 T 1 . D
Piren (waktu retensi 16,094 menit)
DDE (waktu retensi 17,125 menit)
DDT (waktu retensi 20,668 menit)
E. Biodegradasi DDT Oleh Pleurotus ostreatus dengan penambahan Pseudomonas aeruginosa
0 10 20 30 40 50 60 70 80 90 100 Kontrol 1 ml 3 ml 5 ml 10 ml D egr adasi DD T (% ) Konsentrasi bakteri (1 ml ≈ 1,2525 x 109 sel/ml kultur) Degradasi oleh jamur + bakteri Degradasi oleh bakteri Degradasi oleh jamur
Grafik jumlah DDT terdegradasi oleh P. ostreatus dengan
6 . 0 0 8 . 0 0 1 0 . 0 0 1 2 . 0 0 1 4 . 0 0 1 6 . 0 0 1 8 . 0 0 2 0 . 0 0 2 2 . 0 0 2 4 . 0 0 2 6 . 0 0 2 8 . 0 0 3 0 . 0 0 3 2 . 0 0 0 2 0 0 0 0 0 4 0 0 0 0 0 6 0 0 0 0 0 8 0 0 0 0 0 1 0 0 0 0 0 0 1 2 0 0 0 0 0 1 4 0 0 0 0 0 1 6 0 0 0 0 0 1 8 0 0 0 0 0 2 0 0 0 0 0 0 2 2 0 0 0 0 0 2 4 0 0 0 0 0 2 6 0 0 0 0 0 2 8 0 0 0 0 0 3 0 0 0 0 0 0 3 2 0 0 0 0 0 3 4 0 0 0 0 0 3 6 0 0 0 0 0 3 8 0 0 0 0 0 4 0 0 0 0 0 0 4 2 0 0 0 0 0 4 4 0 0 0 0 0 4 6 0 0 0 0 0 4 8 0 0 0 0 0 5 0 0 0 0 0 0 5 2 0 0 0 0 0 5 4 0 0 0 0 0 5 6 0 0 0 0 0 T i m e - - > A b u n d a n c e T I C : P O P S E 1 0 T 1 . D
Piren (waktu retensi 16,094 menit) DDMU (waktu retensi 14,944 menit)
DDE (waktu retensi 17,125 menit) DDD (waktu retensi 19,262 menit)
DDT (waktu retensi 20,668 menit)
Jalur degradasi DDT oleh P. ostreatus dengan
penambahan P. aeruginosa yang diusulkan
F. Jalur Degradasi DDT Oleh P. ostreatus Dengan Penambahan P. aeruginosa
Kesimpulan
Penambahan bakteri P. aeruginosa ke dalam kultur P. ostreatus
dapat meningkatkan jumlah degradasi DDT.
Kultur dengan penambahan bakteri konsentrasi 3 ml memiliki
jumlah degradasi DDT yang tertinggi yakni sekitar 85,74 %, sedangkan pada penambahan bakteri konsentrasi 1 ml memiliki jumlah degradasi terendah yakni sekitar 23,14 %.
Produk yang dihasilkan selama proses degradasi DDT oleh P. ostreatus dan P. aeruginosa antara lain DDE, DDD, dan DDMU.
L/O/G/O
• Standar OD600 Escherichia coli dimana :
Absorbansi 1 ≈ 1 x 109 sel/ml kultur
≈ 1 mg/ml or 1 g/liter berat basah sel ≈ 0.25 g/liter berat kering sel
• (http://www.exptec.com/Expression%20Technologies/Ba
(Zhao, 2010)
(Purnomo, 2010)
Biodegradasi DDT menggunakan
• White-rot fungi produce four major groups of enzymes for the degradation of lignin: lignin peroxidase (known as ligninase in early publications; LiP; EC 1.11.1.14),
manganese dependent peroxidase (manganese
peroxidase, MnP; EC 1.11.1.13), versatile peroxidase (VP; EC 1.11.1.16), and laccase (EC 1.10.3.2).
• Lakase: oksigen oksidoreduktase
• Laccases are known to catalyze the oxidation of a large range of phenolic compounds and aromatic amines (Call and Mucke, 1997).
reduksi oksidasi oksidasi
Dehydrochlorination involves the simultaneous removal of hydrogen
and chlorine from organochlorine insecticides. Typically, the reaction takes place between the saturated chlorinated carbon and the adjacent
hydrogen on the neighboring carbon (Lal dan Saxena, 1982).
Resonansi terjadi karena adanya delokalisasi elektron dari ikatan rangkap ke ikatan tunggal.
1. Pepton-gliserol 2. Aerasi (shaker)
3. Metodenya (pre-expose DDT)
Waktu retensi (menit): 1. Piren (10.02)
2. DDT (14.89)
Waktu retensi (menit)
Kromatogram HPLC sampel kontrol
A bso rbansi (m A U )
Spektra MS DDT hasil analisis sampel jamur
Spektra MS DDD dalam database Spektra MS DDD hasil analisis sampel jamur
Spektra MS DDMU dalam database Spektra MS DDMU hasil analisis sampel jamur
Syarat internal standar
• Harus mempunyai sifat fisik dan kimia yang
mirip dengan senyawa yang akan dianalisis
• Harus stabil
• Tidak terdapat dalam kandungan senyawa yang
akan dianalisis
Ekstraksi cair-cair
• Ekstraksi cair-cair merupakan proses pemisahan satu atau lebih komponen terlarut (solute) dari cairan
pembawa (diluen) menggunakan pelarut cair (solven) sebagai separating agent.
• Prinsip dari metode ini adalah perbedaan kelarutan solute (komponen terlarut) dalam solven dan diluen (cairan pembawa).
• Dalam ekstraksi cair-cair diperoleh 2 fase cairan,
pertama adalah fase rafinat/fase residu berisi diluen dan sisa solut, kedua adalah fase ekstrak yang berisi solut dan solven.
Untuk mencapai proses ekstraksi cair-cair yang baik, pelarut yang digunakan harus memenuhi kriteria sebagai berikut:
1. Kemampuan tinggi melarutkan komponen zat terlarut di dalam campuran. 2. Kemampuan tinggi untuk dapat diambil (recovery) kembali.
3. Perbedaan massa jenis antara ekstrak dan rafinat lebih besar.
4. Pelarut dan larutan yang akan diekstraksi harus tidak mudah campur. 5. Tidak mudah bereaksi dengan zat yang akan diekstraksi.
6. Tidak merusak alat secara korosi.
7. Perbedaan densitas solven dan diluen harus cukup besar. 8. Memiliki tegangan antar muka yang tinggi.
9. Memiliki koefisien distribusi (KD) yang tinggi.
HPLC
• Prinsip dasar pemisahan HPLC adalah perbedaan kecepatan
migrasi dari komponen-komponen dalam sampel yang terjadi
karena adanya perbedaan keseimbangan distribusi dalam fasa diam dan fasa gerak. Di dalam HPLC, fasa diam dan fasa gerak dapat
berinteraksi secara selektif dengan sampel. Interaksi seperti
pembentukan kompleks atau ikatan hidrogen dapat terjadi dalam fasa gerak HPLC (Lindsay, 1992).
• Fase gerak dapat dipompakan ke dalam kolom dengan tiga cara : 1. Isokratik: aliran tetap (konstan) dan ketetapan komposisi dari fase
gerak tetap berlaku.
2. Gradient Elution: aliran konstan dan perubahan komposisi dari fase gerak terjadi.
3. Flow Program: aliran bervariasi dan ketetapan komposisi dari fase gerak terjadi.
GC-MS
• Prinsip kerja GC-MS didasarkan pada perbedaan kepolaran dan massa molekul sampel yang dapat diuapkan.
• Komponen-komponen yang ada pada sampel akan
dipisahkan berdasarkann partisi diantara fase gerak (gas pembawa) dan fase diam (kolom). Hasilnya adalah
berupa molekul gas yang kemudian akan diionisasikan pada spektrofotometer massa sehingga molekul gas itu akan mengalami fragmentasi yang berupa ion-ion positif. Ion akan memiliki rasio yang spesifik antara massa dan muatannya (Karliawan 2009).