• Tidak ada hasil yang ditemukan

1. Sebagai tambahan kemampuan ekonomis yang diperoleh wajib

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "1. Sebagai tambahan kemampuan ekonomis yang diperoleh wajib"

Copied!
23
0
0

Teks penuh

(1)

BAB II

LANDASAN TEORI

A. Pajak Penghasilan

1. Pengertian Penghasilan

Penghasilan menurut UU RI No. 17 Tahun 2000 tentang pokok

penghasilan, pasal 4 ayat 1 adalah ;

Setiap tambahan kemampuan ekonomis yang diterima atan diperoleh wajib pajak, baik yang berasal dari Indonesia maupun dari luar Indonesia yang dapat dipakai untuk konsumsi atau untuk menambah kekayaan wajib pajak yang

bersangkutan, dengan nama dan dalam bentuk apapun. Menurut Ikatan Akuntan Indonesia (2002 : 23.1) :

Penghasilan didefinisikan sebagai peningkatan manfaat ekonomi selama suatu periode akuntansi tertentu dalam

bentuk pemasukan atau penambahan aktiva atau penurunan kewajiban yang mengakibatkan kenaikan ekuitas, yang tidak berasal dari kontribusi penanam modal.

Menurut Rimsky K. Judisseno (2004 : 50) :

Penghasilan adalah jumlah uang yang diterima atas usaha yang dilakukan orang perorangan, badan dan bentuk usaha lainnya yang dapat digunakan untuk aktivitas ekonomi seperti mengkonsumsi dan atau menimbun serta menambah kekayaan.

Dari pengertian tersebut dapat disimpulkan bahwa penghasilan adalah:

1. Sebagai tambahan kemampuan ekonomis yang diperoleh wajib

(2)

usaha lainnya yang digunakan untuk aktivitas ekonomi. 2. Pengertian Pajak Penghasilan Pasal 21

Menurut W No. 17 Tahun 2000 tentang pajak penghasUan pada

pasal 21 disebutkan bahwa PPh Pasal 21 mempunyai pengertian :

PPh pasal 21 adalah pemotongan, penyctoran, dan pclaporan pajak atas penghasilan sehubungan dengan pekerjaan, jasa,

atau kegiatan dengan nama dan dalam bentuk apapun yang

diterima atau diperoleh wajib pajak orang pribadi dalam

negeri.

Menurut Mardiasmo (2002 :137) :

Pajak penghasilan (PPh) Pasal 21 adalah pajak yang

dikenakan atas penghasilan wajib pajak pribadi dalam negeri

yang berupa gaji, upah, honorarium, tunjangan, dan pembayaran Iain dengan nama apapun sehubungan dengan

pekerjaan atau jabatan, jasa dan kegiatan seperti yang

dinyatakan dalam pasal 21 UU Pajak Penghasilan

Menurut Sjarifuddin Alsah (2002 : 7) :

Pajak PenghasUan Pasal 21 (PPh pasal 21) adalah pajak atas

penghasilan berupa gaji, upah honorarium, tunjangan, dan

kegiatan lainnya yang dilakukan oleh wajib pajak orang pribadi dalam negeri.

Dari pengertian tersebut dapat disimpulkan bahwa Pajak

Penghasilan Pasal 21 adalah:

1. Pajak yang dikenakan atas penghasilan wajib pajak pribadi dalam negeri.

(3)

2. Pajak penghasilan yang berupa gaji, upah honorarium, tunjangan dan kegiatan lainnya.

3. Proses pemotongan, penyetoran, dan pelaporan pajak atas penghasilan yang diperoleh wajib pajak orang pribadi.

B. Subjek dan Objek Pajak Penghasilan Pasal 21

1. Subjek Pajak Penghasilan Pasal 21

Subjek pajak adalah orang atau badan yane memenuhi kewajiban pajak subjektif dalam Undang-undang Pajak Penghasilan. Pembagian subjek pajak sesuai dengan Undang-undang perpajakan yaitu UU No. 17

Tahun 2000 pasal 2 ayat 1 adalah sebagai berikut:

a. Orang pribadi yaitu orang yang bertempat tinggal atau berada di Indonesia maupun orang pribadi di luar Indonesia yang mendapat penghasilan dan Indonesia dan melakukan kegiatan di Indonesia.

b. Warisan yang belum dibagikan yang merupakan satu kesatuan menggantikan yang berhak atau sebagai pengganti ahli wans.

c. Badan, yang terdiri dan badan yang didirikan atau berkedudukan di Indonesia yakni perseroan terbatas, persekutuan komanditer, dan

perseroan lainnya, Badan Usaha Milik Negara atau Daerah,

persekutuan, perkumpulan, firma, kongsi, koperasi, yayasan,

organisasi lain, dana pensiun dan bentuk usaha lainnya.

d. Bentuk usaha tetap, yaitu bentuk usaha yang dipergunakan oleh orang

(4)

perwakilan, gedung kantor, pabrik, bengkel, pertambangan dan penggalian sumber alam, wilayah pengeboran untuk eksplorasi pertambangan, perikanan, petemakan, pertanian, perkebunan, proyek konstruksi, pemberian jasa dilakukan lebih dan 60 hari dalam jangka waktu 12 bulan, orang atau badan yang bertindak selaku agen yang kedudukannya tidak bebas.

2. Tidak termasuk dalam subjek pajak PPh Pasal 21 adalah :

a. Pejabat perwakilan diplomatik dan konsulat atau oejabat lain dari

negara asing, dan orang-orang yang diperbantukan kepada mereka

yang bekerja pada dan bertempat tinggal bersama mereka, dengan syarat : bukan Warga Negara Indonesia dan di Indonesia tidak menerima dan memeperoleh penghasilan lain di luar jabatan atau pekerjaannya tersebut serta negara yang bersangkutan memeberikan

perlakuan timbal balik.

b. Pejabat perwakilan organisasi interaasional sebagaimana dimaksud dalam Keputusan Menteri Keuangan Nomor 6I1/KMK.04/I994 sebagaimana telah diubah terakhir dengan Keputusan Menteri Keuangan Nomor 314/KMK.04/1998 sepanjang : bukan Warga

(5)

kegiatan atau pekerjaan Iain untuk memperoleh penghasilan di

Indonesia.

Untuk mengetahui lebih jelas yang termasuk subjek pajak PPh Pasal 21 menurut Rimsky K. Judisseno (2004 : 52) adaiah :

a. Pegawai pada umumnya, yaitu orang pribadi yang melakukan pekerjaan berdasarkan suatu perjanjian atau kesepakatan kerja baik tertulis maupun tidak tertulis, termasuk yang melakukan pekerjaan dalam jabatan negeri atau badan usaha milik negara dan badan usaha

milik daerah.

b. Pegawai tetap, yaitu orang pribadi yang bekerja pada pemberi kerja yang menerima atau memperoleh gaji dalam jumlah tertentu secara berkala, termasuk anggota dewan komisaris, anggota komisaris, dan anggota dewan pengawas yang secara teratur ikut mengelola kegiatan

perusahaan secara langsung.

c. Pegawai lepas, yaitu orang pribadi yang bekerja pada pemberi kerja yang hanya menerima imbalan apabila orang pribadi yang

bersangkutan bekerja.

d. Penerima pensiun, yaitu orang pribadi atau ahli warisnya yang

menerima atau memperoleh imbalan untuk pekerjaan yang dilakukan

di masa lalu, termasuk orang pribadi atau ahli warisnya yang menerima Tabungan Hari Tua atau Tunjangan Hari Tua.

(6)

e. Penerima honorarium, yaitu orang pribadi yang menerima atau

memperoleh imbalan sehubungan dengan jasa, jabatan atau kegiatan yang dilakukannya.

f. Penerima upah, yaitu orang pribadi yang menerima upah harian, upah

mingguan, upah borongan, atau upah satuan.

3. Hak dan Kewajiban Subjek Pajak PPh Pasal 21.

Subjek pajak PPh Pasal 21 memiliki hak dan kewajiban sebagai

berikut:

a. Pada saat seseorang mulai bekerja atau mulai pensiun, untuk mendapatkan pengurangan PTKP, penerima penghasilan harus menyerahkan surat pemyataan kepada pemotong pajak yang menyatakan jumlah tanggungan keluarga pada permulaan tahun takwim atau pada permulaan menjadi subjek pajak dalam negeri.

b. Kewajiban tersebut harus dilaksanakan pula dalam hal ada perubahan jumlah tanggungan keluarga menurut keadaan pada permulaan tahun takwim.

c. Jumlah PPh Pasal 21 yang dipotong merupakan kredit pajak bagi penerima penghasilan yang dikenakan pemotongan untuk tahun pajak yang bersangkutan kecuali PPh Pasal 21 yang bersifat final.

d. Wajib pajak orang pribadi dalam negeri yang menerima penghasilan

sehubungan dengan pekeijaan dari badan perwakilan negara asing dan organisasi internasional yang dikecualikan sebagai pemotong PPh

(7)

11

pasal 21, diwajibkan untuk menghitung dan membayar sendiri jumlah pajak penghasilan yang terhutang dalam tahun berjalan dan atas

penghasilan tersebut dilaporkan dalam surat pemberitahuan.

4. Objek Pajak Penghasilan Pasal 21

Dalam Undang-undang Perpajakan yaitu UU RI No. 17 Tahun

2000 pasal 4, yang menjadi objek pajak penghasilan yaitu setiap tambahan kemampuan ekonomis yang diterima atau diperoleh wajib pajak, baik yang berasal dari Indonesia maupun dari luar Indonesia yang dapat dipakai untuk konsumsi atau untuk menambah kekayaan wajib pajak yang

bersangkutan dengan nama dan dalam bentuk apapun.

Yang termasuk objek pajak dalam UU RI No. 17 Tahun 2004 pasal 4 tentang Pajak Penghasilan adalah :

a. Penggantian atau imbalan berkenaan dengan pekerjaan atau jasa yang diterima atau diperoleh termasuk gaji, upah, tunjangaa, honorarium, komisi, bonus, gratifikasi, uang pensiun,, atau imbalan dalam bentuk

lainnya, kecuali ditentukan lain dalam Undang-undang

b. Hadiah dari undian atau pekerjaan atau kegiatan,dan penghargaan. c. Laba usaha.

d. Keuntungan karena penjualan atau karena pengalihan harta termasuk :

1. Keuntungan karena penjualan atau pengalihan harta kepada perseroan, persekutuan, dan badan lainnya sebagai penggantr saham atau penyertaan modal.

(8)

2. Keuntungan yang diperoleh perseroan, persekutuan dan badan

lainnya karena pengalihan harta kepada pemegang saham, sekutu atau anggota.

3. Keuntungan karena likuidasi, penggabungan, peleburan,

pemekaran, pemecahan atau pengambilalihan usaha.

4. Keuntungan karena pengambilalihan harta berupa hibah, bantuan

atau sumbangan, kecuali yang diberikan kepada keluarga sedarah

dalam garis keturunan lurus satu derajat, dan badan kedgamaan atau badan pendidikan atau sosial atau pengusaha kecil termasuk koperasi yang ditetapkan oleh Menteri Keuangan sepanjang tidak ada hubungannya dengan usaha, pekerjaan, kepemilikan atau

pengusaha antara pihak-pihak yang bersangkutan.

e. Penerimaan kembali pembayaran pajak yang telah dibebankan sebagai biaya.

f. Bunga termasuk premium, diskonto dan imbalan karena jaminan

pengembalian uang.

g. Deviden dengan nama dan dalam bentuk apapun termasuk deviden

dari perusahaan asuransi kepada pemegang polis dan pembagian sisa

hasil usaha koperasi. h. Royalti.

i. Sewa dan penghasilan lain sehubungan dengan penggunaan harta. j. Penerimaan atau perolehan pembayaran berkala.

(9)

13

1. Keuntungan karena selisih kurs mata uang asing.

m. Selisih lebih karena penilaian kembali aktiva. n. Premi asuransi.

o. luran yang diterima atau diperoleh perkumpulan dari anggotanya yang terdiri dari wajib pajak yang menjalankan usaha atau pekerjaan bebas, sepanjang iuran tersebut ditentukan berdasarkan volume kegiatan

usaha atau pekerjaan bebas anggotanya.

p. Tambahan kekayaan netto yang berasal dari penghasilan yang belum

dikenakan pajak.

Mengenai penghasilan yang berupa bunga deposito dan

tabungan-tabungan lainnya, pengfaasilan dari transaksi saham dan sekuritas lainnya di bursa efek, penghasilan dari pengalihan harta berupa tanah dan atau

bangunan serta penghasilan tertentu lainnya, pengenaan pajaknya diatur

dengan peraturan pemerintah.

5. Penghasilan Yang Dikccualikan DaJam Pemotongan PPh Pasal 21

Menurut Rimsky K. Judisseno yang tidak termasuk dalam objek

pajak PPh Pasal 21 adalah: a. Bantuan atau sumbangan.

b. Harta hibahan yang diterima oleh keluarga sedarah dalam garis keturunan lurus satu derajat, dan oleh badan keagamaan, badan pendidikan, badan sosial atau pengusaha kecil (termasuk koperasi)

(10)

hubungannya dengan usaha, pekerjaan, kepemilikan, atau penguasaan

antara pihak-pihak yang bersangkutan. c. Warisan.

d. Harta (tennasuk setoran tunai) yang diterima oleh badan sebagai pengganti saham atau penyertaan modal.

e. Penggantian atau imbalan sehubungan dengan pekerjaan atau jasa

yang diterima atau diperoleh dalam bentuk natura dan atau kenikmatan dari wajib pajak atau pemerintah.

f Pembayaran dari perusahaan asuransi kepada orang pribadi

sehubungan dengan asuransi kesehatan, asuransi kecelakaan, asuransi

jiwa, asuransi dwiguna, dan asuransi bea siswa.

g. Deviden atau bagian laba yang diterima atau diperoleh perseroan terbatas sebagai wajib pajak dalam negeri, koperasi, yayasan atau organisasi yang sejenis, badan usaha milik negara, atau badan usaha milik daerah, dari penyertaan modal pada badan usaha yang didirikan dan berkedudukan di Indonesia.

h. luran yang diterima atau diperoleh dana pensiun yang pendiriannya

telah disahkan Menteri Keuangan, baik yang dibayar oleh pemberi kerja maupun pegawai, dan penghasilan dana pensiun tersebut dari modal yang ditanamkan dalam bidang-bidang tertentu yang ditetapkan

(11)

15

i. Bagian laba yang diterima atau diperoleh anggota dari perseroan

komanditer yang modalnya tidak terbagi atas saham-saham,

persekutuan, perkumpulan, firma dan kongsi.

j. Bunga obligasi yang diterima atau diperoleh perusahaan reksa dana. k. Penghasilan yang diterima atau diperoleh perusahaan modal ventura

berupa bagian laba dari badan pasangan usaha yang didirikan dan

menjalankan usaha atau kegiatan di Indonesia, dengan syarat badan pasangan usaha tersebut merupakan perusahaan kecil, menengah, atau yang menjalankan kegiatan dalam sektor-sektor usaha yang ditetapkan

oleh Menteri Keuangan dan sahamnya tidak diperdagangkan di bursa

efek di Indonesia.

6. Pengurangan-pengurangan YangDiperbolehkan

Dalam penghitungan PPh Pasal 21 yang terutang atas penghasilan

yang diterima atau diperoleh wajib pajak, Undang-undang PPh memperbolehkan wajib pajak untuk mengurangi biaya-biaya tertentu dari

penghasilan brutonya. Pengurangan penghasilan bruto dengan biaya-biaya

tertentu tersebut akan menghasilkan penghasilan netto dan selanjutnya

dikurangkan dengan Penghasilan Tidak Kena Pajak (PTKP). Menurut Pasal 7 ayat 1 UU PPh No. 17 Tahun 2000, PTKP diberikan sebesar: a. Rp 2.880.000,00 (dua juta delapan ratus delapan puluh ribu rupiah)

(12)

b. Rp 1.440.000,00 (satu juta empat ratus empat puluh ribu rupiah) tambahan untuk wajib pajak yang kawin.

c. Rp 2.880.000,00 (dua juta delapan ratus delapan puluh ribu rupiah) tambahan untuk seorang isteri yang penghasilannya digabung dengan

penghasilan suami.

d. Rp 1.440.000,00 (satu juta empat ratus empat puluh ribu rupiah)

tambahan untuk setiap anggota keluarga sedarah dan keluarga semenda daiam garis keturunan lurus serta anak angkat yang menjadi tanggungan sepenuhnya, paling banyak 3 (tiga) orang untuk setiap keluarga,

Dengan berlakunya KMK No. 564/KMK.04/2004. Menurut

Triyani Budianto (2005: 9), tentang penyesuaian besamya Penghasilan

Tidak Kena Pajak, maka terhitung sejak tahun pajak 2005 besamya PTKP menjadi sebagai berikut:

a. Rp 12.000.000,00 (dua belas juta rupiah) untuk diri wajib pajak orang

pribadi.

b. Rp 1.200.000,00 (satu juta dua ratus ribu rupiah) tambahan untuk

wajib pajak yang kawin.

c Rp 12.000.000,00 (dua belas juta rupiah) tambahan untuk seorang isteri yang penghasilannya digabung dengan penghasilan suami.

d. Rp 1.200.000,00 (satu juta dua ratus ribu rupiah) tambahan untuk

(13)

17

keturunan lurus serta anak angkat yang menjadi tanggungan

sepenuhnya, paling banyak 3 (tiga) orang untuk setiap keluarga. Hasil dari pengurangan antara penghasilan netto dengan

Penghasilan Tidak Kena Pajak (PTKP) diperoleh Penghasilan Kena Pajak (PKP) yang kemudian Penghasilan Kena Pajak tersebut dijadikan dasar untuk menentukan besamya tarif yang dikenakan atas penghasilan tersebut. Tarif pajak yang diterapkan atas Penghasilan Kena Pajak sesuai dengan Undang-undang Perpajakan Tahun 2000 pasal 17 ayat 1 huruf a

adalah sebagai berikut:

Lapisan Penghasilan Kena Pajak Tarif Pajak Sampai dengan Rp 25.000.000

(dua puluh lima juta rupiah) (lima persen)5% Di atas Rp 25.000.000 s/d Rp 50.000.000

(dua puluh lima juta rupiah s/d lima puluh juta

rupiah) ^^^

10%

(sepuluh persen) Di atas Rp 50.000.000 s/d Rp 100.000.000

(lima puluh juta rupiah s/d seratus juta rupiah) (lima belas persen)15% Di atas Rp 100.000.000 s/d Rp 200.000.000

(seratus juta rupiah s/d dua ratus juta rupiah) (dua puluh lima persen)25% Di atas Rp 200.000.000

(dua ratus juta rupiah) (tiga puluh lima persen)35%

C. Pemotong Pajak Penghasilan

Dalam pelaksanaan kewajiban perpajakan pasal 21, pemerintah telah

memberi kuasa kepada pihak-pihak tertentu untuk melakukan pemotongan, penyetoran dan pelaporan pajak sehubungan dengan imbalan pekerjaan atau

jasa atau kegiatan lain yang diterima oleh wajib pajak. Menurut Gunadi

(14)

a. Pemberi keija (orang pribadi dan badan) yang memberi gaji, upah,

honorarium, tunjangan dan pembayaran lain sebagai imbalan sehubungan

dengan pekeijaan yang dilakukan pegawai atau bukan pegawai.

b. Bendaharawan pemerintah yang membayar gaji, upah, honorarium dan pembayaran lain sehubungan dengan pekeijaan atau jasa atau kegiatan

lain.

c. Dana pensiun, PT. Taspen, PT. Astek, badan penyelenggara Jamsostek

atau badan yang membayarkan uang pensiun dan pembayaran lain dengan

nama dan bentuk apapun.

d. Badan yang membayar honorarium atau pembayaran lain sebagai imbalan dengan jasa termasuk jasa tenaga ahli yang melakukan pekeijaan bebas.

e. Perusahaan, badan dan penyelenggara kegiatan yang melakukan pembayaran sehubungan dengan pelaksanaan suatu kegiatan.

Menteri Keuangan juga menetapkan bahwa badan perwakilan dan

organisasi internasional tidak termasuk pemberi keija yang wajib melakukan

pemotongan, penyetoran dan pelaporan pajak.

1. Hak dan Kewajiban Pemotong Pajak PPh Pasal 21

Menurut Anastasia Diana dkk (2004 : 6), Hak-hak Pemotong Pajak PPh

Pasal 21 adalah :

a. Pemotong pajak berhak untuk mengajukan permohonan

(15)

19

b. Pemotong pajak berhak untuk meperhitungkan kelebihan setoran PPh pasal 21 dalam satu bulan takwim dengan PPh pasal 21 yang terutang pada bulan berikutnya dalam tahun takwim yang bersangkutan.

c. Pemotong pajak berhak untuk meperhitungkan kelebihan setoran pada SPT tahunan dengan PPh pasal 21 yang terutang pada untuk bulan pada waktu dilakukan penghitungan tahunan, dan jika masih ada sisa kelebihan, maka diperhitungkan untuk bulan-bulan lainnya dalam tahun berikutnya.

d. Pemotong pajak berhak untuk membetulkan sendiri SPT atas kemauan sendiri dengan menyampaikan pernyataan tertulis dalam jangka waktu

dua tahun sesudah saat terutangnya pajak atau berakhirnya Masa

Pajak, Bagian Tahun Pajak, atau Tahun Pajak, dengan syarat Direktur

Jenderal Pajak belum melakukan tindakan pemeriksaan.

e. Pemotong pajak berhak untuk mengajukan surat keberatan kepada Direktur Jenderal Pajak atas suatu Surat Ketetapan Pajak Kurang Bayar, Surat Ketetapan Pajak Kurang Bayar Tambahan, Surat Ketetapan Pajak Lebih Bayar, Surat Ketetapan Pajak Nihil Kurang Bayar.

Kewajiban Pemotong Pajak PPh Pasal 21 :

a. Pemotong pajak wajib mendaftarkan diri ke Kantor Pelayanan Pajak atau Kantor Penyuluhan Pajak setempat.

(16)

b. Pemotong pajak wajib mengambil sendiri formulir-formulir yang diperlukan dalam rangka pemenuhan kewajiban perpajakannya pada

Kantor Pelayanan Pajak atau Kantor Penyuluhan Pajak Setempat. c. Pemotong pajak wajib menghitung, memotong, dan menyetor PPh

Pasal 21 yang terutang untuk setiap bulan takwim. Penyetoran pajak

dilakukan dengan menggunakan Surat Setoran Pajak (SSP) ke bank

persepsi atau kantor pos dan giro, selambat-lambatnya tanggal 10

bulan takwim berikutnya.

d. Pemotong pajak wajib melaporkan Penyetoran PPh Pasal 21 sekalipun nihil dengan menggunakan Surat Pemberitahuan (SPT) Masa ke Kantor Pelayanan Pajak atau Kantor Penyuluhan Pajak setempat, selambat-lambatnya pada tanggal 20 bulan takwim berikutnya.

e. Pemotong pajak waiib memberikan bukti pemotongan PPh Pasal 21

baik diminta maupun tidak pada saat dilakukannya pemotongan pajak kepada orang pribadi bukan sebagai pegawai tetap, penerima uang tebusan pensiun, penerima THT, penerima pesangon, dan penerima dana pensiun.

f. Pemotong pajak wajib meiampiri SPT Tahunan PPh Pasal 21 dengan lampiran-lampiran yang ditentukan dalam petunjuk pengisian SPT

(17)

21

2. Cara Penghitungan dan Pemotongan PPh Pasal 21

Menurut Sumihar Petrus Tambunan (2003 : 20), menjelaskan perhitungan atas penghasilan yang secara teratur diterima oleh pegawai

tetap.

a. Mencari penghasilan netto sebulan. Untuk menetukan besarnya

penghasilan netto, penghasilan bruto dikurangi dengan biaya jabatan, iuran pensiun, iuran THT yang dibayar pegawai. Biaya jabatan adalah biaya untuk mendapatkan, menagih, dan memelihara penghasiian yang besarnya 5 % dari penghasilan bruto, setinggi-tingginya Rp 1.296.000

setahun atau Rp 108.000 sebulan.

b. Penghasilan netto ini kemudian dikali 12 untuk mendapatkan

penghasilan netto selama satu tahun.

c. Untuk menetukan besarnya Penghasilan Kena Pajak, penghasilan netto

satu tahun dikurangi dengan Penghasilan Tidak Kena Pajak (PTKP) yang sebenarnya.

d. Hasil pengurangan ini kemudian dikalikan dengan tarif pajak

sebagaimana disebutkan dalam UU Perpajakan No. 17 Tahun 2000 pasal 17.

e. PPh pasal 21 sebulan diperoleh dengan cara membagi PPh pasal 21 setahun dengan 12. jika pegawai mulai bekerja tidak diawal tahun,

(18)

f Pemotongan PPh pasal 21 atas uang lembur dan penghasiian yang

sejenis yang diterima atau diperoleh pegawai bersamaan dengan gaji bulanannya, yaitu dengan menggabungkan pada gaji bulanannya.

3. Cara Pencatatan PPh Pasal 21

Menurut Gunadi (2002 : 96), pencatatan PPh Pasal 21 secara

akuntansi dapat dikemukakan sebagai berikut:

a. Pada saat pembayaran gaji pegawai serta pemotongan PPh Pasal 21, Jaminan Kecelakaan Kerja (JKK), Jaminan Kematian (JK), dan Jaminan Hari Tua (JHT):

Biaya gaji Hutang PPh Pasal 21 HutangJKK&JK Hutang JHT Kas XXX XXX XXX XXX XXX

b. Pada saat perusahaan menanggung Jaminan Kecelakaan Kerja (JKK), Jaminan Kematian (JK) dan Jaminan Hari Tua (JHT):

BebanJKK&JK XXX

Beban JHT XXX

HutangJKK&JK XXX

(19)

23

c. Pada saat penyetoran PPh Pasal 21, Jaminan Kecelakaan Kerja (JKK), Jaminan Kematian (JK) dan Jaminan Hari Tua (JHT) ke kas negara :

Hutang PPh Pasal 21 XXX

Hutang JKK&JK XXX

Hutang JHT XXX

Kas XXX

Selain pencatatan secara akuntansi, PPh Pasal 21 sebelum

dilaporkan ke kantor penyuluhan pajak setempat terlebih dahulu hams dicatat dalam surat pemberitahuan massa pajak penghasilan pasal 21 yang masuk pelaporan setiap bulan dan perusahaan wajib membuat perhitungan

pajak penghasilan pasal 21 tahunan yang dicatat dalam Surat

Pemberitahuan (SPT) tahunan.

4. Cara Pelaporan PPh Pasal 21

Pajak Penghasilan Pasal 21 disetor dan dilaporkan setiap bulan oleh pemberi kerja masing-masing untuk pelaporan batas terakhir adalah tanggal 20 bulan berikutnya dan untuk penyetoran adalah tanggal 10 bulan berikutnya. Angsuran pajak penghasilan tersebut dihitung dan dilaporkan dengan menggunakan SSP yang kemudian pada akhir tahun pajak akan dihitung seluruh pajak yang terhutang dan dikurangi angsuran yang telah dibayar sehingga diperoleh pajak yang masih harus dibayar.

Surat Pemberitahuan (SPT) tahunan pajak penghasilan pasal 21 wajib diisi oleh perusahaan. Fungsi dan SPT tahttnaft tersebut adalah

(20)

sebagai sarana bagi pemotong pajak untuk menetapkan sendiri besamya PPh Pasal 21 yang terhutang dan dipotong dengan cara melaporkan dan

mempertanggungjawabkan penghitungan jumlah PPh Pasal 21 yang telah dipotong dan telah disetor dalam satu tahun takwim.

SPT tahunan Pasal 21 yang telah diisi dengan benar dan ditandatangani disampaikan selambat-lambatnya tanggal 31 Maret tahun

berikutnya dan tempat penyampaiannya adalah sama dengan tempat pemotong pajak memperoleh NPWP (Kantor Pelayanan Pajak atau Kantor

Penyuluhan Pajak setempat). Apabila terdapat pajak yang kurang dibayar maka pembayarannya adalah selambat-lambatnya tanggal 25 Maret dalam tahun yang sama dengan tahun pelaporan. SPT tahunan ini disampaikan secara langsung ke kedua tempat tersebut dan atas penyampaian SPT tersebut pemotong pajak menerima tanda bukti penerimaan. Selain itu SPT tahunan juga dapat disampaikan melalui kantor pos secara tercatat dan tanda bukti serta tanggal pengiriman dianggap sebagai tanda bukti dan tanggal penerimaan.

Pemotong pajak dapat melakukan pembetulan SPT tahunan PPh Pasal 21 yang sudah disampaikan dalam jangka waktu 2 tahun sesudah berakhirnya takwim sepanjang Dirjen Pajak belum melakukan pemeriksaan. Pembetulan dilakukan sendiri oleh pemotong pajak dengan mencantumkan kata "PEMBETULAN" di bagian atas SPT induk dan setiap lampiran yang perlu dibetulkan.

(21)

25

Kantor pajak akan memberikan sanksi-sanksi sehubungan dengan

penyampaian SPT tahunan yang tidak sesuai dengan ketentuan.

Sanksi-sanksi yang dapat diberikan adalah :

a. Denda Administrasi

Sanksi ini dikenakan apabila surat pemberitahuan tidak tepat pada waktunya, yaitu berupa denda sebesar Rp 50.000,00 dan Rp 100.000,00. untuk SPT tahunan pembayaran denda ini dilakukan sendiri oleh pemotong pajak dengan menggunakan SSP terpisah dari

SSP untuk pembayaran kekurangan pokok pajak. b. Bunga

Sanksi ini akan dikenakan antara lain terhadap keterlambatan atau kekurangan pembayaran pajak termasuk oleh pembetulan yang dilakukan sendiri oleh pemotong pajak. Apabila pajak yang terutang

menurut St>T tahunan lebih besar dari pajak yang terutang menurut

penghitungan sementara pada waktu mengajukan permohonan perpanjangan jangka waktu penyampaian SPT tahunan, maka atas

kekurangan itu dikenakan sanksi administrasi berupa bunga sebesar

2% sebulan.

c. Kenaikan

Apabila SPT tahunan tidak disampaikan dalam jangka waktu yang ditentukan dalam surat teguran, maka dikeluarkan Surat Ketetapan Pajak Kurang Bayar Tambahan (SKPKBT) dengan sanksi

(22)

administrasi bempa kenaikan 100% dan jumlah PPh Pasal 21 yang

kurang/tidak disetor dalam satu tahun takwim. d. Sanksi Pidana

Sanksi dikenakan apabila:

1. Pemotong pajak kealpaan, tidak menyampaikan SPT tahunan atau

menyampaikan tetapi isinya tidak benar atau tidak lengkap, atau melampirkan keterangan yang isinya tidak benar yang dapat menimbulkan kerugian pada pendapatan negara, diancam dengan pidana kurungan selambat-lambatnya satu tahun dan denda setinggi-tingginya dua kali jumlah pajak terutang yang tidak atau kurang bayar.

2. Pemotong pajak dengan sengaja tidak menyampaikan SPT

tahunan atau menyampaikan SPT atau keterangan lain yang isinya

tidak benar dan tidak lengkap atau tidak menyetorkan pajak yang telah dipotong atau dipungut sehingga dapat menimbulkan kerugian pada pendapatan negara, diancam dengan pidana penjara selama-lamanya enam tahun dan denda seting-tingginya empat kali jumlah pajak terutang yang tidak atau kurang dibayar.

3. Pemotong pajak melakukan percobaan untuk menyampaikan SPT tahunan dan atau tidak lengkap dalam rangka mengajukan permohonan restitusi atau melakuakan kompensasi pajak, dipidana dengan penjara selama-lamanya 8 tahun dan denda

(23)

setinggi-27

tingginya empat kaii jumlah restitusi yang dimohon atau

kompensasi yang dilakukan oleh pemotong pajak.

Contoh format perfiitungan PPh Pasal 21 adalah sebagai berikut:

Gajibulanan Rp XXX

Tunjangan-tunjangan:

- Tunjangan Jabatan Rp XXX

- Tunjangan makan siang Rp XXX

- Tunjangan transport Rp XXX

- Tunjangan pajak Rp XXX +

PenghasilanBruto Rp XXX (I)

Biaya Jabatan 5 % x (I) Rp XXX

IuranPensiun(dibayarpekerja) Rp XXX Iuran THT (dibayar pekerja) Rp XXX +

Jumlah pengurangan Rp nnnn (\\)

Pengfrasilan netto sebulan Rp XXX (III) Penghasilannettosetahun(12x(III)) Rp XXX

PTKP

Rp (XXX)

PKPsetahun Rp

PPh terhutang (tarifpajak x PKP setahun) Rp XXX (IV)

Referensi

Dokumen terkait

Kebutuhan rasa harga diri (need for self-esteem) adalah adanya rasa penghargaan, prestise dan harga diri. Menurut Maslow, kebutuhan ini terbagi menjadi dua, pertama,

Paparan Hasil Perencanaan, Soal pre-test dan post-test telah divalidasi oleh dosen yang ahli dibidanya dan guru ekonomi di SMA Santun UNTAN Pontianak tenggara. Perencanaan penerapan

Dalam ayat 1-4 Paulus menubuatkan akan datangnya kemerosotan rohani di mana orang tidak dapat lagi menerima ajaran sehat tetapi menyukai ajaran yang memuaskan keinginan telinga

Studi Konservasi Lingkungan (SURILI) merupakan kegiatan tahunan Himpunan Mahasiswa Konservasi Sumberdaya Hutan dan Ekowisata (HIMAKOVA), Fakultas Kehutanan, Institut

Jika obligasi dijamin dengan aset yang bernilai tinggi, akan memberikan rasa aman kepada para investor karena perusahaan dapat menyakinkan investor bahwa perusahaan dapat

Penulis dapat menyimpulkan bahwa analia sistem adalah suatu proses analisa/ meneliti suatu sistem yang sudah ada untuk mengetahui kekurangan yang ada pada sistem

Pendidik, apakah itu dengan istilah guru, mu’allim, mudarris, ustadz, murobbi, dan lain sebagainya merupakan subjek dalam pendidikan Islam yang memiliki peran penting terhadap

Veiksminga muitinës veikla daro átakà visam prekiø gabenimo procesui, o kartu ir Klaipëdos uosto konkurencin- gumui.. Kitas straipsnio uþdavinys – atkreipti akademinës